Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

“Obat Anestesi Intravena”


Disusun Oleh :
Muti’ah Chairunnisah
1102013189

Pembimbing :
dr. Mira Rellytania S., Sp. An
Anestesi Intravena

Anestetik intravena lebih banyak digunakan dalam tahun-tahun terakhir ini baik
sebagai adjuvant bagi anestetik inhalasi maupun sebagai anestetik tunggal
karena tidak diperlukan peralatan yang rumit dalam penggunaannya. Tujuan
pemberiannya adalah untuk (1) induksi anesthesia; (2) induksi dan pemeliharaan
anesthesia pada tindak bedah singkat; (3) menambah efek hypnosis pada
anesthesia atau analgesia local ; dan (4) menimbulkan sedasi pada tindak medik.
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang
berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah
vena, obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya
akan menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan
farmakodinamiknya masing-masing.
A. Sedatif

Sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya
bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan
anestesi, koma dan mati.
1. Barbiturat
a. Thiopenthal
Merupakan tiobarbiturat yang mengandung sulfur berupa bubuk kuning dan digunakan dalam bentuk
larutan dalam air yang mengandung 2.5% untuk induksi anestesi. Larutan ini merupakan basa kuat
dan bersifat iritatif dan menimbulkan masalah jika disuntikan di luar vena. Setelah induksi normal,
maka waktu yang diperlukan untuk mengalirkan zat anestesi dari lengan ke otak biasanya berkisar
15-25 detik, tetapi pada pasien tua dan hipovolemik membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Methohexial
Digunakan sebagai alternative thiopental. Merupakan anestesi kuat, berupa bubuk yang dilarutkan
untuk membuat larutan 1% dengan dosis tidur rat-rat 1 mg/kgbb. Setelah pemberian dosis tunggal,
pasien sadar lebih cepat dibandingkan thiopental, tapi masih mempengaruhi dalam 24 jam sehingga
pasien dilarang untuk mengendarai mobil, mengoperasikan mesi dll dalam 24 jam.
2. Benzodiazepine
Benzodiazepinemempunyai reseptor di sistem sarat pusat dan mengikat GABA. Benzodiazepine
mempunyai efek penurunan kesadaran yang lama dan efek pemulihan yang lama.
3. Ketamin
Untuk induksi umumnya diberikan dosis 1-2mg/kgbb secara intravena (tergantung premedikasi) atau
6-8mg/kgbb secara intamuskular. Tersedia dalam berbagai macam formula dengan kekuatan yang
berbeda-beda tetapi yang menjadi standar yang kekuatannya 50mg/ml dan diencerkan bila
diberikan secara intravena. Formula ini tersedia dalam bentuk ampul dengan berbagai dosis tunggal

4. Etomidate
Etomidate mempunyai efek penghambat GABA dan hanya tersedia untuk pemberian intravena.
Etomidate diekskresi di urin.
5. Propofol
 Propofol menghambat neurotransmitter yang dimediasi oleh GABA. Propofol mempunyai efek
cepat tidur dan cepat kembali pulih dengan distribusi 2-8 menit. Efek pada organ:
 Jantung: menurunkan tekanan darah bahkan dapat menyebabkan pasien syok karena penurunan
tekanan darah tersebut.
 Pernapasan: propofol dapat menyebabkan apneu dan menyebabkan pengeluaran histamine
 Otak: menurunkan aliran darah otak dan tekanan intracranial serta menurunkan tekanan
intraocular. Propofol juga dapat menyebabkan terjadinya epilepsy
B. Analgesik

Menurut kamus perobatan Oxford (2011), obat anti nyeri merupakan suatu obat
yang berfungsi untuk meredakan rasa nyeri.

1. OAINS
Hampir semua obat AINS mempunyai tiga jenis efek yang penting yaitu:
a. Efek anti-inflamatori : memodifikasi reaksi inflamasi
b. Efek analgesik : meredakan suatu rasa nyeri
c. Efek antipiretik : menurunkan suhu badan yang meningkat.
2. Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
 Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor
morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia
untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.

Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
 Opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
 Semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
 Sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
c. Muscle Relaxan
Obat ini bekerja pada neuromuscular junction, yaitu dengan menghambat transmisi impuls saraf
dan menyebabkan relaksasi otot dan paralisis. Tetapi tidak mempunyai efek terhadap kesadaran
dan perasaan, sehingga jangan diberikan pada pasien yang sadar kecuali yakin dapat melakukan
ventilasi paru dengan masker wajah dan tersedianya pipa endotrakeal.
1. Suksinilkolin
Suksinilkolin mengandung dua molekul asetilkolin yang bersatu. Suksinil kolin menyebabkan
depolarisasi serat otot, yang tampak sebagai fasikulasi otot setelah pemberian intravena dengan
dosis 1mg/kgbb
2. Relaksan non depolarisasi
Obat ini bersifat memblok reseptor asetilkolin pada otot, tetapi tidak menyebablan depolarisasi
pada membrane otot. Lama kerjanya sekitar 30 menit dan mula kerjanya agak lambat yaitu
membutuhkan waktu 3 menit untuk mencapai efek total.
a. Atracurium
adalah obat pelumpuh otot dengan masa kerja yang relatif singkat, ini disebabkan karena
pengubahan bentuk quaternary ammonium menjadi tertiary amine yang terjadi secara spontan
dalam plasma (dikenal dengan reaksi Hoffman)

b. Vencuronium
Metabolisme dilakukan di hati dengan ekskresi utamanya melalui empedu dan sebagian kecil
melalui urine. Ekskresi melalui urine pada 24 jam pertama adalah 15% dari jumlah obat yang
diberikan, persentase yang kecil disini menunjukkan vecuronium lebih aman digunakan pada
penderita kelainan fungsi ginjal

Anda mungkin juga menyukai