Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

G2P1A0 HAMIL 10 MINGGU DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK


TERGANGGU

Disusun oleh :
Rizki Fitrianto,S.Ked
1102012251

Pembimbing :
dr. H. Suriyaman, Sp.OG

SMF Obstetri dan Ginekologi


RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang, Banten
Juli – September 2017
STATUS OBSTETRI
Tanggal masuk : 3 Agustus 2017
Pukul : 11.40 WIB

Anamnesis
I. Identifikasi
Nama : Ny. N
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Bandung
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pekerjaan suami : Wiraswasta

II. Keluhan
Utama : Hamil 10 minggu dengan perdarahan sejak dua minggu
sebelum masuk rumah sakit
Tambahan : Perut mules dan nyeri tekan, keluar flek – flek.

III. Riwayat kehamilan sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak ± 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan diperut sebelah kanan bawah dan menyebar ke seluruh
perut dan tidak menjalar ke pinggang, nyeri terasa hebat sehingga pasien harus
beristirahat untuk menahan sakitnya. Pasien mengaku terlambat haid sudah sejak 3
bulan yang lalu. Pasien juga mengatakan mengalami perdarahan pervaginam
berwarna merah kehitaman dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien berobat
ke klinik dan dilakukan pemeriksaan USG. Pasien dinyatakan hamil diluar
kandungan. Riwayat mual (+), keputihan (+) dan payudara terasa tegang. Pasien
sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil (+). Suami pasien bekerja sebagai buruh
pabrik

IV. Riwayat haid


Menarche : 12 tahun

1
Siklus haid : 28 hari
Jumlah : 3 kali ganti pembalut
Lamanya : 7 hari
HPHT : 10 Mei 2017

V. Riwayat perkawinan
Pernikahan pertama dan sudah berlangsung ± 7 tahun

VI. Riwayat kehamilan – persalinan – nifas


Anak 1 : Perempuan umur 2 tahun, lahir spontan (normal), ditolong oleh bidan,
BB lahir 3200 gr, cukup keluar sehat.
Anak 2 : Hamil ini

VII. Riwayat penyakit terdahulu


Pasien tidak menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, asma
dan kencing manis.

VII. Riwayat penyakit keluarga


Di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung,
penyakit ginjal, asma, dan kencing manis.

VII. Riwayat kontrasepsi


Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat menggunakan KB

VIII. Riwayat imunisasi selama hamil


Tidak pernah mendapat suntikan imunisasi selama kehamilan

Pemeriksaan Fisik

2
I. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Apatis
Tekanan darah : 90/60 mmhg
Nadi : 70x/m
Pernafasan : 26 x/menit
Suhu : 36,2ºC

II. Status Generalis


Kulit : Chloasma gravidarum (+)
Mata : Konjungtiva anemis, sclera ikterik (-)
Gigi / mulut : Karies (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Thyroid (-)
Thoraks : Mammae membesar dan tegang, hiperpigmentasi areolla (+)
Jantung : Bunyi jantung I-II, regular, murmur (-), gallop (-), HR 92
x/mnt
Paru : sonor, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak tegang
Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh abdomen
Perkusi : Cairan bebas (+), nyeri ketuk (+)
Auskultasi : Bising usus ↓
Extremitas : Edema (-)

III.Status Ginekologis
a. Pemeriksaan luar
Rambut pubis (+), vulva tidak ada kelainan, perineum normal, introitus vaginam
normal, orifisium uretra normal, KGB inguinal tidak ada pembesaran, TFU sulit
dinilai, tanda cairan bebas (+), nyeri tekan (+) seluruh abdomen.
b. Pemeriksaan Dalam
In spekulo :
Dinding vagina licin, portio livide, OUE tertutup, cavum Douglas menonjol,
fluxus (+), perdarahan tidak aktif.

3
Vaginal toucher :
Portio lunak, nyeri goyang portio (+), cavum Douglas menonjol, nyeri tekan
(+), Uterus sulit dinilai, tegang dan terasa nyeri. Parametrium tegang.
Rectal toucher :
Tonus sfingter ani normal, mukosa & parametrial normal, massa tumor (-)

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tanggal :
- Hb : 12,2 gr%
- Ht : 34 %
- Leukosit : 34.000/mm3
- Trombosit : 240.000/mm3

Diagnosis awal
G2P1A0 hamil ± 10 minggu dengan KET
Diagnosis banding
 Abortus imminens
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia

Terapi
1. Perbaiki keadaan umum
IVFD RL 20
Injeksi Antibiotik/8 jam IV

Diagnosis post operasi


Kehamilan dengan abortus tuba

4
LAPORAN OPERASI

No. MR : 126258 Hari/Tanggal : Jum’at, 4-8-2017


Nama : Ny. Nurmiyana
Alamat : Kp. Cigatel, Bandung
Narkose : Spinal Anestesi

 Penderita dalam posisi terlentang dan dilakukan spinal anestesi.


 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya.
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril.
 Dilakukan insisi Mediana 2 jari dibawah pusat sampai 1 jari diatas symphisis
incisi diperdalam secara tumpul dan dibuka hingga ke peritoneum
 Tampak genangan darah di cavum abdomen 200cc
 dilakukan explorasi cavum abdomen didapatkan ruptur pada pars ampularis tuba
kanan diputuskan untuk melakukan salpingektomi dextra dengan cara menjepit,
memotong dan mengikat pars ampularis tuba kanan dengan chromic cat gut no.
2.0.
 Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
 Dilakukan pencucian cavum abdomen dengan nacl 0,9%
 Dilakukan penjahitan dinding abdomen lapis demi lapis
 Kemudian luka operasi ditutupi dengan kassa betadine, kassa steril dan hypafix

Diagnosa Pra Bedah : KET


Diagnosa Post bedah : Post laparotomy salpingokistektomi
Jenis Tindakan : Laparatomi em

5
Salpingektomi dekstra, kistektomi

Instruksi Post Op
1. Observasi tanda-tanda vital ibu : TD, Nadi, RR, suhu 6. Diet : Jika bising usus (+)
Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi 6 jam : boleh air hangat
Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi sedikit-sedikit
Setiap 1jam sampai dengan 24 jam post operasi 12 jam : boleh bubur saring
2. IVFD NaCl : RL = 1 : 2 gtt xx/mnt 24 jam : boleh nasi biasa
7. Obat-obatan :
3. Kateter menetap, catat output/input - Mobilisasi, jika keadaan
umum baik :
- 6 jam : boleh miring kanan-kiri -
- 12 jam : boleh duduk -
- 24 jam : boleh berdiri dan jalan
8. jika ada keluhan lapor dokter
Jaga

6
FOLLOW UP
Tanggal 05 Agustus 2017 06 Agustus 2017
Keluhan : Nyeri pada jahitan Nyeri pada jahitan
Keadaan Umum Tampak sakit sedang Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis Compos mentis

Vital Sign
TD 124/65 mmHg 100/70 mmHg
Nadi 65 x/menit 84 x/menit
Respirasi 20 x/menit 20 x/menit
Suhu 36,4ºC 36,7ºC
Pem. fisik
Konjungtiva
BAK (+) (+)
Bising usus (+) (+)
Flatus (+) (+)

Diagnosis
Therapi
IVFD RL Cefadroxil 2 x 500 mg
Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam IV Asam mefenamat 3 x 500 mg
Inj Ketorolac /8 jam IV Hemafort 1 x 1
Supp. Pronalges / 12 jam

Lab:

7
Hb
Rencana Os acc pulang hari ini dengan
catatan os kontrol seminggu lagi

Kasus

I. Identitas
Seorang ibu 25 tahun, G2P1A0, hamil ± 10 minggu dengan nyeri perut hebat. Pasien
juga mengeluh sakit pada perut kanan bagian bawah dan menyebar ke seluruh perut.
Pasien mengaku sudah terlambat haid sejak tiga bulan yang lalu. Pasien mengatakan
mengalami pendarahan pervaginam sejak 2 minggu yang lalu. Pasien merasa badan
terasa lemah.

II. Analisa Kasus


1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai ?
2. Apakah diagnosa sudah tepat?
3. Apakah penatalaksanaan sudah tepat?
4. Apa faktor penyebab,atau predisposisi ?
5. Bagaiman prognosis kehamilan selanjutnya ?

III. Analisa Kasus

1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai dan


lengkap ?

8
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan sudah bisa mengarahkan kepada terjadinya KET.
Pada anamnesa ditemukan adanya tanda-tanda khas dari KET yaitu ; amenorhoe,
nyeri akut abdomen . Selain itu pasien juga mengeluh adanya badan terasa lemas.
Namun ada beberapa yang seharusnya ditanyakan :
 Adakah riwayat infeksi alat kelamin
 Adakah riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
 Adakah riwayat ligasi tuba/tubektomi pada ibu
 Adakah riwayat pemakaian obat penyubur rahim
 Adakah riwayat merokok
 Adakah riwayat KB

Pemeriksaan fisik dan penunjang


Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah bisa mengarah kepada KET yaitu
adanya : tanda cairan bebas (+), nyeri tekan (+) seluruh abdomen Portio lunak,
nyeri goyang portio (+), cavum Douglas menonjol, nyeri tekan (+), Uterus
sulit dinilai, tegang dan terasa nyeri. Culdosintesis/Douglas Pungsi dengan
hasil (+). Parametrium tegang. Namun untuk membantu menentukan diagnosa
seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan USG
 Pemeriksaan kadar HCG
Hormon HCG diproduksi oleh plasenta. Dalam kehamilan normal terjadi
peningkatan titer sampai 2 kali lipat setiap 2 hari. Ketika kadar HCG dalam
urine cukup tinggi maka tes kehamilan menjadi positif. Pada KE, HCG
biasanya turun (< 1000 mIU/ml) dan jika meningkat, peningkatan bisa sangat
perlahan. Jadi paling tidak dilakukan pemeriksaan kadar HCG serial tiap 48
atau 72 jam. Pada pasien ini pemeriksaan kadar HCG tidak dapat dilakukan
mengingat kondisi pasien yang tidak stabil dan membutuhkan penanganan
segera apalagi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah dapat
diduga kuat bahwa pasien ini menderita kehamilan ektopik lanjut.

2. Apakah diagnosa sudah tepat?


Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang cukup baik,
maka diagnosa awal yang ditegakkan benar walaupun seharusnya dilakukan USG

9
ulang karena sebelumnya (1 minggu yang lalu) pasien sudah pernah melakukan
USG, dan berdasarkan USG tersebut ditemukan adanya gambaran kehamilan
ektopik. Hal ini mengingat bahwa USG hanya bisa memastikan jika ditemukan
kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin, dan
USG tidak mempunyai keakuratan 100 %. Selain itu keadaan yang ada tidak
memungkinkan untuk dilakukan USG.
Pada intraoperatif ditemukan abortus tuba

3. Apakah penatalaksanaan/tindakan sudah tepat?


Penatalaksanakan awal yang dilakukan pada awal sudah tepat yaitu dengan
menstabilkan hemodinamik dengan infus dan transfusi darah. Setelah itu
laparotomi harus segera dilakukan untuk menghentikan pendarahan selekas
mungkin dengan menjepit bagian dari adneks yang menjadi sumber perdarahan.
Dilakukan salfingektomi pada pasien ini sudah tepat.

4. Apa faktor penyebab,atau predisposisi ?


Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab KET
sulit diketahui secara pasti tetapi kemungkinan penyebabnya adalah adanya
penyakit infeksi panggul karena pasien mempunyai riwayat keputihan, dimana
bisa menyebabkan terjadi gangguan fungsi.

5. Bagaimana prognosis kehamilan selanjutnya ?


Setelah mengalami kehamilan ektopik , dapat terjadi kehamilan ektopik
berikutnya 7-13 kali lipat. 3 Secara keseluruhan, kemungkinan dari kehamilan
ektopik yang berulang adalah sekitar 10 % dan ini tergantung dari tindakan bedah
yang dilakukan dan kerusakan pada sisa tuba. Pasien ini setelah kehamilan
ektopik memiliki kesempatan 50-80% untuk kehamilan intra uterine berikutnya,
dan 10-25% dapat terjadi kehamilan tuba.

IV. Kesimpulan
Penanganan kasus KET bersifat emergency karena adanya kondisi akut
abdomen dan keadaan alin yang bisa mengancam nyawa. Tetapi sebelumnya harus
ditegakkan dengan diagnosanya. Tindakan yang diambil juga harus dipertimbangkan
dengan baik dan mengambil kerugian yang sekecil-kecilnya bagi penderita. Kesalahan

10
diagnosis pada pasien ini dan tindakan yang akan dilakukan dapat berakibat fatal baik
bagi pasien maupun bagi janin yang dikandungnya.

KEHAMILAN EKTOPIK
Pendahuluan

Kehamilan ektopik ialah suatukehamilan yang berbahaya bagi wanita yang


bersangkutan, berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan inidapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Hal yang perlu di ingat
bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau
keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan
kehamilan ektopik terganggu. 1
Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian pada trimester
pertama di Amerika Serikat, sekitar 9% dari semua penyebab kematian yang berkaitan
3
dengan kehamilan.
Kehamilan ektopik pertama kali dideskripsikan pada abad ke 11 dan sampai
pertengahan abad ke 18, dan biasanya berakhir fatal. John Bard melaporkan intervensi
bedah pertama kali yang berhasil mengobati kehamilan ektopik di New York tahun
1759.3
Angka kemungkinan hidup pada awal abad ke 19 sangat kecil. Pada awal abad
ke 20, penemuan besar dari anesthesia, antibiotic dan transfusi darah sangat berperan
dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke 20, 200-400
kematian dari 10.000 kasus kehamilan ektopik. Pada tahun 1970, Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) mulai mencatat statistic kehamilan ektopik, dilaporkan
17,800 kasus. Tahun 1992, insidens kehamilan ektopik meningkat menjadi 108,800.
Tetapi angka kematian menurun dari 35.5 kematian per 10,000 kasus pada tahun 1970
menjadi 2.6 per 10,000 kasus pada tahun 1992.

Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang telah dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. 1

11
Ektopik berasal dari kata ektopos (yunani), yang berarti out of place (tidak
pada tempatnya), dan ini berkaitan dengan implantasi ovum yang telah dibuahi diluar
cavum uterus termasuk tuba Falopii, serviks, ovarium, bagian cornu uterus dan rongga
abdomen. Implantasi gestasi yang abnormal ini tumbuh dan mendapat peredaran
darah dari tempat implantasi tersebut. Semakin berkembangnya hasil konsepsi
tersebut, hal ini sangat memungkinkan terjadinya rupture karena hanya cavum uterus
yang dapat mengikuti dan berakomodasi terhadap perkembangan fetal. Kehamilan
ektopik dapat menyebabkan perdarahan massif, infertilitas atau kematian.3

Frekuensi
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Di RSCM
pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan, atau 1
diantara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaprkan berkisar antara 0 - 14,6 %.2

Lokasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :1
a. Tuba Falopii
Pars interstitialis
Isthmus
Ampulla
Infundibulum
Fimbriae
b. Uterus
Kanalis servikalis
Divertikulum
Kornu
Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
Primer
Sekunder

12
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Gambar 1. Sites and frequencies of ectopic


pregnancy. By Donna M. Peretin, RN.
A) Ampullary 80%,
B) Isthmic 12%,
C) Fimbrial 5%,
D) Cornual/Interstitial 2%,
E) Abdominal 1.4%,
F) Ovarian 0.2%,
G) Cervical 0.2%

Diantara kehamilan ektopik yang terbanyak ialah yang terjadi dituba,


khususnya diampulla dan isthmus. 95% terjadi tuba. 1.5% abdominal, 0.5% pada
ovarium dan 0.03% pada cervical.2,3,6

Frekuensi kehamilan ektopik meningkat 6 kali lipat sejak tahun 1970 dan
sekarang sekitar 2% dari semua kehamilan. 3
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 25-35
tahun. Frekuensi kehamilan ektopik 1:300 kehamilan, tetapi mungkin angka ini
terlampau rendah. 1
Kematian rata-rata 1 per 2000 ektopik di Amerika. Sekitar 40-50 wanita
meninggal tiap tahunnya karena kehamilan ektopik. 2

Etiologi: Secara teoritis,


apapun yang menghalangi
migrasi embrio ke cavum
uterus dapat menyebabkan
kehamilan ektopik. Penjelasan
yang paling logis dalam
peningkatan frekuensi
kehamilan ektopik adalah
infeksi pelvis.

13
Gambar 2. Kehamilan tuba

Etiologi2

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar


penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di
bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba.

Factor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut :

1. Factor dalam lumen tuba


a. Endosalfingitis dapatmenyebabkan perlengketan endosalping, sehingga
lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.

b. Pada hipoplasia uteri tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping.

c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menjadi
sebab lumen tuba menyempit.

2. Faktor pada dinding tuba

a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi


dalam tuba.
b. Divertikel tuba congenital atau ostium tubae dapat menahan telur
yang dibuahi ditempat itu

3. Faktor diluar dinding tuba

a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat


menghambat perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.

4. Faktor lain

14
a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba
kiri atau sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi premature.
b. Fertilisasi invitro

Faktor resiko 2,3,4,5,6,7

1. Pelvic inflammatory disease (PID)

Wanita dengan PID 6-10 kali lebih beresiko daripada yang tidak ada riwayat
PID. Dari sebuah studi dari 745 wanita dengan sekali atau lebih terkena PID 16 %
menjadi infertile karena oklusi tuba. Dan 6,4% mengalami kehamilan ektopik.
Penyebab infeksi yang paling sering disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
Pasien dengan infeksi Chlamydia menimbulkan gejala klinis yang beragam, dari
asimptomatik servicitis sampai salphingitis. Lebih dari 50% wanita yang terinfeksi
tidak merasakan paparan tersebut. Organisme lain yang menyebabkan PID seperti
Neisseria gonorrhoeae. Riwayat Salphingitis meningkatkan resiko kehamilan ektopik
4 kali lipat.

2. Kontrasepsi Progestin

3. Riwayat ligasi tuba / tubektomi

Terjadi peningkatan resiko kehamilan ektopik, tergantung dari derajat


kerusakan perubahan secara anatomi. Konsepsi setelah ligasi tuba meningkatkan
resiko terjadinya kehamilan ektopik. 30-50% pasien setelah ligasi tuba dilaporkan
mengalami kehamilan ektopik. Kegagalan setelah kauterisasi tuba lebih besar dalam
menyebabkan kehamilan ektopik dibandingkan penutupan menggunakan benang,
cincin atau klip. Kegagalan tersebut karena terbentuknya fistula yang memberi jalan
bagi sperma. Kehamilan ektopik setelah sterilisasi tuba biasanya timbul setelah 2
tahun atau lebih, pada tahun pertama hanya sekitar 6% dari kegagalan sterilisasi yang
menyebabkan kehamilan ektopik.

4. Riwayat Kehamilan ektopik3

15
Setelah mengalami kehamilan ektopik, dapat terjadi kehamilan ektopik
berikutnya 7-13 kali lipat. Pasien setelah kehamilan ektopik memiliki kesempatan 50-
80% untuk kehamilan intra uterine berikutnya, dan 10-25% dapat terjadi kehamilan
tuba.

5. Penggunaan obat fertilitas atau Assisted Reproductive Technology

Induksi ovulasi dengan Clomiphene sitrat dapat meningkatkan resiko


terjadinya kehamilan ektopik 4 kali lipat pada studi kasus kontrol. Pada penemuan ini
faktor yang signifikan adalah telur yang multiple dan kadar hormon yang tinggi.
Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat pada pasien yang
menggunakan assisted reproductive techniques untuk hamil, seperti In Vitro
Fertilization (IVF) atau Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT). Pada satu studi dari
3000 kehamilan dengan IVF, insiden terjadinya kehamilan ektopik 4.5%. Lebih lanjut
lagi, sebuah studi menunjukan bahwa lebih dari 1% kehamilan dengan IVF atau GIFT
dapat menjadi kehamilan heterotopic, dibandingkan dengan konsepsi spontan dengan
insidensi 1 dalam 30,000 kehamilan.

6. Usia

Insidens tertinggi pada wanita usia 35-44 tahun.

7. Merokok

Merokok dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik.


Berdasarkan studi, didapatkan peningkatan resiko sebesar 1.6-3.5 kali dari bukan
perokok.

8. Salpingitis isthmica nodosum

Salpingitis isthmica nodosum didefinisikan adanya gambaran mikroskopis


epitel tuba di myosalphinx atau dibawah lapisan serosa tuba. Membentuk seperti suatu
divertikula kecil.

Patologi1

16
Mukosa pada tuba bukan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista
yang berimplantasi didalamnya. Vaskularisasi kurang baik dan desidua tidak tumbuh
sempurna. Sehingga ada 3 kemungkinan :
1. Ovum mati dan diresorbsi, sering adanya kehamilan tidak diketahui
2. Trofoblas dan villus korialis menembus lapisan pseudokapsularis, sehingga
timbul perdarahan dalam lumen tuba. Dapat menyebabkan hematosalping dan
dapat juga mengalir ke rongga peritoneum dan berkumpul di kavum Douglasi,
membentuk hematokel retrouterina. Biasanya pada kehamilan di ampulla,
sering terjadi abortus tuba.

3. Trofoblas dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum


pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung kerongga
peritoneum. Biasanya pada kehamilan di isthmus sering terjadi rupture tuba.
Ruptur bisa juga terjadi pada dinding tuba yang menghadap mesosalping.
Darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan ke ligamentum latum,
menyebabkan hematom intraligamenter.

Gambaran Klinik1

Pada kehamilan ektopik muda dan tidak terganggu terdapat gejala-gejala


seperti pada kehamilan normal yaitu amenore, enek sampai muntah dan sebagainya.
Mungkin rasa nyeri kiri atau kanan pada perut bagian bawah lebih sering ditemukan
karena tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung dngan pembesaran tuba
karena kehammilan ektopik. Uterus juga membesar dan lunak seperti pada kehamilan
intra uterin. Amenore diikuti oleh perdarahan merupakan gejala yang sering dijumpai
pada kehamilan ektopik. Biasanya perdarahan tidak banyak tetapi dapat berlangsung
lama dan berwarna hitam.
Abortus tuba adalah gangguan yang umumnya tidak begitu mendadak dan
dapat memberikan gambaran yang beraneka ragam. Timbul perdarahan dari uterus
yang berwarna hitam dan rasa nyeri disamping uterus yang bertambah hebat. Pada
pemeriksaan didapatkan disebelah uterus terdapat
sebuah tumor dengan nyeri tekan, agak lunak dengan
batas tidak rata dan jelas. Adanya nyeri yang cukup
hebat bila serviks digerakan (nyeri goyang portio).

17
Gambar 3. Ruptur tuba

Pada rupture tuba, peristiwa terjadi mendadak dan keadaan penderita umumnya lebih
gawat. Adanya anemia jelas, kadang penderita dalam keadaan syok. Kadang
ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut. Uterus tidak dapat diraba dengan
jelas karena dinding perut menegang dan uterus dikelilingi darah.

Gejala7

Nyeri perut bawah / pelvis yang hebat


Amenore
Perdarahan
Nausea
Keadaan umum penderita yang tergantung dari banyaknya
perdarahan.
Dengan trias klasik dari kehamilan ektopik adalah : pain, amenorrhea, vaginal
3
bleeding . Tapi hanya 40-50% dengan perdarahan pervaginam. Sehingga trias lain
adalah pain, amenore dan anemia.

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis dini dari kehamilan ektopik sangat penting. Untuk diagnosis dini ini
terdapat berbagai macam protocol yang berbeda bagi para ginekologist. Secara umum,
protocol dari diagnosis dini adalah kecurigaan/suspicion. Pada wanita tanpa faktor
resiko dapat terjadi kehamilan ektopik 1-2%. Dan jika ada beberapa faktor resiko,
meningkat menjadi 25%.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis kehamilan ektopik adalah :
Test kehamilan positif

Kadar HCG dalam darah2,6,7

Test kadar HCG dalam darah merupakan diagnosis yang paling awal dari
adanya kehamilan. Test ini memiliki sensitivitas 1-5 mIU/ml yang dapat mendeteksi
adanya kehamilan sekitar 7-8 hari setelah fertilisasi. Kadar HCG seharusnya

18
meningkat minimal 66% dalam 48 jam, dan kadarnya 2 kali lipat dalam 72 jam
selama kehamilan 6 minggu pertama.
Kadar HCG yang menetap / plateu dengan waktu paruh ≥ 7 hari atau menjadi 2 kali
lipat ≥ 7 hari memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk kehamilan ektopik.

Kadar Progesteron2,6,7

Kadar progesterone biasanya tidak bisa digunakan untuk menegakan diagnosis


kehamilan ektopik, tetapi dapat menjadi sebuah petunjuk.
Kadar progesterone kurang dari 15 ng/ml terdapat pada 81% kehamilan ektopik, 93%
pada kehamilan intrauterine yang abnormal, 11% pada kehamilan intrauterine normal.
Kurang dari 2% kehamilan ektopik dan ≤ 4% pada kehamilan intrauterine yang
abnormal dengan kadar progesterone ≥ 25 ng/ml.
Sehingga, kadar progesterone kurang dari 15 mungkin adalah kehamilan
abnormal. Secara umum, kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL ≥ 95% dengan
kehamilan normal intrauterine sementara kadar yang kurang dari 5 ng/mL
kemungkinan besar (hampir 100%) dengan kehamilan abnormal dan nonviable.
Dilatasi dan kerokan

Merupakan cara yang relative murah untuk mendiagnosis kehamilan ektopik.


Ketika didapatkan adanya kehamilan abnormal dari pemeriksaan kadar serum ß-
HCG atau kadar progesteron, curettage dapat membedakan antara kehamilan intra
uterin atau ektopik. Bila didapatkan adanya villus korialis secara histologis berarti
terdapat kehamilan intra uterin yang non viable. Bila ditemukan desidua tanpa villus
korialis, mengarah pada kehamilan ektopik. Metode ini hanya digunakan bila
kehamilan tetap tidak dilanjutkan walaupun intra uterin.
Culdocentesis 7

Dilakukan dengan menusukan jarum dengan lumen yang agak besar dikavum
Douglasi digaris tengah dibelakang serviks. Adanya darah yang didapat berwarna
merah tua / hitam, menunjukan adanya darah di kavum Douglasi.

19
Gambar 4. Culdocentesis is a procedure which checks for abnormal fluid in the space that is just behind
the vagina, the posterior cul-de-sac. This procedure is done when pain occurs in the lower abdomen
and pelvic regions, and other tests suggest that fluid may be present in the cul-de-sac. The test may also
be done when a ruptured ectopic pregnancy or ovarian cyst is suspected.

Laparoskopi

Laparoskopi dapat
dilakukan pada pasien dengan
hemodinamik stabil. Laparoskopi
merupakan kriteria standar untuk
diagnosis. Tetapi, laparoskopi
dapat terjadi kesalahan sampai
4% pada kehamilan ektopik dini.

Gambar 6.

A right tubal ectopic pregnancy as seen at laparoscopy


The swollen right tube containing the ectopic pregnancy is on the right at E
The stump of the left tube is seen at L - this woman had a previous tubal ligation

20
USG2

Same image. Uterus outlined in red, uterine lining in


Ultrasound showing uterus and tubal pregnancy green, ectopic pregnancy yellow. Fluid in uterus at
blue circle - sometimes called a "pseudosac"

Same image. Tubal pregnancy circled in red, 4.5 mm


Same case as above. Detailed view of ectopic. fetal pole (between cursors) in green, pregnancy yolk
sac blue.

Gambar 5. Hasil USG pada kehamilan tuba

Diagnosis Differensial1

 Infeksi pelvis
 Abortus imminens atau incomplete
 Tumor ovarium

21
Penanganan

Pada dasarnya penanganan pada kehamilan ektopik adalah operasi. Sekarang


ada 2 metode penanganan kehamilan ektopik, yaitu :

Operasi

Penanganan untuk semua kehamilan ektopik yang rupture adalah operasi.


Pasien dengan rupture tuba dan secara hemodinamik tidak stabil, maka operasi adalah
pilihan utama dan laparoskopi merupakan kontraindikasi. Pada situasi seperti ini
dibutuhkan tindakan laparotomi dan biasanya salpingectomy. Pengangkatan tuba yang
ruptur dapat menghentikan perdarahan.
Jika pasien dengan rupture tuba tetapi secara hemodinamik stabil, dibutuhkan
tindakan operasi dengan laparoskopi bukan kontraindikasi yang mutlak. Keputusan
untuk dilakukannya laparoskopi atau laparotomi tergantung dari keinginan pasien,
kompetensi operator, dan ketersediaan alat. Dengan keuntungan laparoskopi adalah
pada pemulihan post operasi akan lebih cepat.

Gambar 7

A right tubal ectopic pregnancy as


seen at laparoscopy

Cara dilakukan prosedur operasi secara parsial tergantung dari lokasi kehamilan
ektopik tersebut :3
1. Bagian ampulla adalah bagian tersering terjadinya kehamilan
ektopik (80-90%). Lapisan muskularis tuba bagian ampulla relative tebal. Sering
kehamilan ini tumbuh pada lapisan muskularis (tidak didalam lumen tuba)
sehingga tuba jarang terjadi rupture. Pada kasus ini dapat dilakukan pembukaan

22
tuba Falopii bagian serosa (pada daerah dengan sedikit pembuluh darah) dan
mengeluarkan hasil konsepsi.
2. Bagian isthmus merupakan yang kedua tersering (5-15%). Pada
bagian ini, lapisan muskularis sangat tipis. Sering hasil konsepsi berkembang
didalam lumen tuba. Pada kasus ini penanganan yang terbaik dengan reseksi
segmental (removal) bagian tuba yang terkait.
3. Bagian fimbrial (infundibular) dari tuba Falopii adalah bagian
tersering ketiga (sekitar 5%). Banyak terjadi abortus tuba dimana hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba kedalam abdomen. Pada beberapa kasus, penanganan
hanya dengan pengambilan hasil konsepsi pada ujung tuba. Kejadian yang
sering adalah hasil konsepsi terletak diantara lapisan muskularis, diluar lumen
tuba sehingga laisan serosa luar bisa dibuka dan hasil konsepsi diambil tanpa
merusak lumen tuba.
4. Bagian cornu (interstitial) dari tuba Falopii merupakan tempat
yang jarang terjadi kehamilan ektopik (sekitar 1-2%). Pada kasus ini, hasil
konsepsi berkembang didalam lapisan muskularis uterus tempat tuba masuk
kedalam kavum uteri. Peredaran darah yang banyak pada daerah ini
menyebabkan hasil konsepsi berkembang cukup besar untuk ukuran kehamilan
ektopik. Sehingga akan sulit untuk mengangkat hasil konsepsi. Dibutuhkan
tindakan Sub total Abdominal Hysterektomi atau pun total.
5. Kehamilan pada abdomen terjadi karena implantasi dari hasil
konsepsi pada daerah dengan vaskularisasi yang baik pada rongga abdomen.
Yang sering, aliran darah berasal dari pembuluh darah mesenterium usus.
Banyaknya aliran darah menyebabkan kehamilan ektopik tersebut dapat
berkembang. Morbiditas dan mortalitas ibu sangat tinggi (20 kali daripada
kehamilan tuba).
6. Kehamilan pada ovarium sangatlah jarang (kurang dari 1%)
dan sangat sedikit vaskularisasi. Reseksi parsial dari ovarium tersebut bisa
dilakukan., tapi jika perdarahan tidak dapat dikontrol, sebaiknya dilakukan
oophorectomy.
7. Kehamilan servikal juga sangat jarang (kurang dari 1%) dan
kadang sulit untuk dibedakan dengan abortus incomplete karena keduanya bisa
berlokasi diserviks. Dapat timbul perdarahan yang banyak, kadang dibutuhkan
tindakan histerektomi. Kehamilan ektopik ini sangat berbahaya.

23
Tindakan operasi yang dilakukan tergantung dari adanya riwayat penyakit
pada tuba (PID), infertilitas, kehamilan ektopik sebelumnya dan keinginan dari
pasangan. Kadang juga ada pertimbangan lain seperti jika adanya kerusakan yang
signifikan dari lumen tuba atau kondisi ibu yang telah kehilangan banyak darah maka
salphingectomy dapat dilakukan. Juga pada wanita dengan cukup anak atau riwayat
kehamilan ektopik pada tuba yang sama.

Gambar 8.

After laparoscopic
resection of the tube, the
tubal stump is seen at S

Terapi medis (medical therapy)

Methotrexate menghambat pertumbuhan sel yang cepat seperti pada


kehamilan atau sel kanker. Efek samping yang sering pada dosis rendah MTX
biasanya ringan dan sementara.
Kriteria untuk pemberian methotrexate: 2
1.Hemodinamik-stabil
2.Tidak ada kemungkinan rupture tuba atau perdarahan intra abdomen yang signifikan

3.Diameter tuba < 3-4 cm


4. Tidak ada kontraindikasi untuk pemberian MTX

24
5. Informed consent
6. Pasien bisa untuk dipantau
Hasil yang baik dengan sedikit efek samping didapat pada single dose IM 50
mg/m2. Sekitar 70-95% kasus berhasil dengan pengobatan methotrexate. 2 Ibu dengan
kehamilan ektopik dini tanpa rupture dapat diterapi dengan methotrexate. Ibu harus
dimonitor dirumah sakit dengan tes darah dan kadar hormone untuk memastikan
bahwa kehamilannya telah berakhir.
Efek samping dari methotrexate seperti gagal ginjal, gangguan hematopoeisis, dan
kerusakan saraf.4

Komplikasi

 Rupture, dengan perdarahan yang mengarah terjadinya syok.


 Infertilitas pada 10 -15% wanita dengan riwayat kehamilan ektopik.7

Prognosis

Sekitar 85% wanita dengan kehamilan ektopik bisa mendapatkan kehamilan normal.
Kehamilan ektopik berulang terjadi pada 10-20% kasus. Beberapa wanita tidak bisa
hamil lagi, sedangkan ada yang bisa hamil dan terjadi abortus spontan pada trimester
pertama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, DSOG & Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr,
DSOG; Ilmu Kandungan, YBP-SP, Edisi ke dua, cetakan ke tiga, FKUI,
Jakarta; 1999, Hal 250-260
2. Anonim. 2003. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal ,
http://www.advancedfertility.com

25
3. Anonim. 2004. Kehamilan Ektopik Terganggu. Diakses tanggal ,
http://www.emedicine.com
4. Anonim.2005. Penyakit Kehamilan Ektopik. Daiakses tanggal ,
www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/2012.html
5. Anonim. 2006. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal ,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000895.htm
6. Anonim. 2003. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Kehamilan Etopik.
Diakses tanggal , www.obgyn.net/pb/cotm/9902/9902.htm
7. Anonim. 2009. Apa itu Kehamilan Ektopik Terganggu. Diakses tanggal.
http://www.urac.org
8. Anonim. 2006. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal ,
http://www.usdoctor.com
9. Supono, dr. 1982. Ilmu Kebidanan. Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Facultas Kedokteran Unsri: Palembang.

26

Anda mungkin juga menyukai