A (Usia 4 Hari)
DENGAN DIAGNOSA MALFORMASI ANOREKTAL
LETAK TINGGI TANPA FISTULA POST COLOSTOMY POD 1
Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Anak Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh:
2020/2021
I. BIODATA
A. Identitas Neonatus
1. Nama : By. Ny. A
2. Medrek : 0001854268
3. Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 10 September 2020
4. Usia : 4 hari
5. Jenis Kelamin : perempuan Jam 10.00
6. Tanggal Masuk : 11 September 2020
7. Tanggal Pengkajian : 14 September 2020
8. Diagnosa Medis : Malformasi Anorektal Tanpa Fistula Post
Colostomy POD 1
9. Jaminan Kesehatan : BPJS
B. Identitas Orangtua
1. Nama Ayah/Ibu : Tn. D / Ny. A
2. Usia : 35 tahun / 32 tahun
3. Pendidikan : SMA / SMA
4. Pekerjaan : Buruh / Ibu Rumah Tangga
5. Agama : Islam / Islam
6. Alamat : Kp. Tanjung RT 3/7 Tanjungsari Cangkuang
Bandung
7. No. HP : 083829595735
Periksa Kehamilan
Diperiksa secara teratur √ Ya Tidak
Tempat pemeriksaan : di bidan, puskesmas
Diperiksa oleh : Bidan dan Puskesmas
Imunisasi TT : √ Ya, 1 kali Tidak
Riwayat Kelahiran
Usia Kehamilan : 34-35 minggu
Berat Badan Lahir : 2500 gram , PB : 46 cm
Masalah Post Natal yang lain Ya √ Tidak
Persalinan: Spontan √SC Forcep Ekstraksi Vakum Sebutkan :
……
Menangis : √ Ya Tidak, Nilai APGAR : 7,9
Jaundice : Ya √ Tidak , Dilakukan IMD : Ya √ Tidak
Pengobatan yang didapat :
vit k 1 mg IM
Vaksin Hepatitis B 0,5 ml IM
PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
TD : - BB : 2030 gram
Nadi : 156 x/menit PB/TB : 46 cm
RR : 54 x/menit LK : 32 cm , LD : 30 cm, LILA : 8 cm
Suhu : 36.7C L.Perut : 32 cm Terdapat luka post op dan colostomy
a. Sistem persyarafan b. Sistem pernafasan c. Kardiovaskuler
Fontanel sesuai Ekspansi paru simetris, Frekuensi jantung
(normal) tidak terdapat retraksi 125x/menit
Reflex cahaya (+) Frekuensi pernafasan Irama jantung regular
Tidak terpasang EVD 54x/menit Suara jantung normal
Refleks fisiologis Suara nafas vesikuler Kekuatan nadi kuat
Reflex berkedip (+) CRT < 2 detik
Reflex moro (+) Konjungtiva merah
Reflex babinsky (+) muda
Reflex rooting (+) Akral hangat
Reflex menghisap (+)
Reflex menggenggam
(+)
d. Gastrointestinal e. Genitalia f. Integumen
Mukosa bibir dan Kulit tampak bersih
mulut lembab Tidak terdapat lubang Warna kulit normal
Muntah (+) anus Turgor kulit normal
Pasien jarang mau Frekuensi BAK sulit Terdapat luka post op
menyusu dinilai di abdomen dan
Reflex menelan (+) Ganti popok 3 – 5x/ colostomy
Menggunakan alat hari
bantu OGT Warna urin kuning
Bentuk abdomen jernih
cembung, teraba
keras, perkusi
dullness
Distensi abdomen
(+)
Bising usus 3x/menit
(konstipasi)
BAB melalui stoma
Jika Skor > 12, lakukan protokol penatalaksanaan risiko trauma kulit pada neonatus
PENGKAJIAN PSIKOSPIRITUAL
Persepsi klien / orang tua terhadap kesehatan neonatus saat ini:
Orang tua bayi mengatakan merasa sedih karena anaknya harus dirawat dan ,menjalani
operasi. Karena hasil USG saat hamil dikatakan normal dan kedua kakak bayi lahir
dalam kondisi normal dan sehat.. Ibu berharap bayinya agar lekas sembuh dan bisa
pulang. Bapak bayi merasa sedih karena tidak bisa merawat bayinya secara langsung
Kebutuhan Edukasi
Diagnosa Medis √ Tata laksana penyakit Obat- obatan
Manajemen nyeri Rehabilitasi Penggunaan Alat
√ Perawatan Luka √ Diet dan Nutrisi Kesehatan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Thorax foto pada tanggal 13 September 2020 jam 09.39
Klinis : MAR tanpa fistula
Pada foto BNO cross table: Tidak tampak udara bebas di bawah jaringan cutis dan di
ronga peritoneum.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal Pemeriksaan : 13 Septembar 2020
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
1 Hemoglobin 15.4 13.5 ~ 19.5 gr/dL
2 Leukosit 12.44 9.0 ~ 30.0 10⌃3/uL
3 Eritrosit 4.08 3.9 ~ 5.5 Juta/ uL
4 Hematokrit 42 42 ~ 60 %
5 Trombosit 124 150 ~ 450 ribu/uL
Tanggal Pemeriksaan : 16 Septembar 2020
1 Hemoglobin 13.5 13.5 ~ 19.5 gr/dL
2 Leukosit 9.26 9.0 ~ 30.0 10⌃3/uL
3 Eritrosit 3.63 3.9 ~ 5.5 Juta/ uL
4 Hematokrit 36.6 42 ~ 60 %
5 Trombosit 181 150 ~ 450 ribu/uL
A. ANALISA DATA
- Bentuk abdomen
cembung, teraba Gangguan perkembangan
keras, perkusi dullness struktur colon antara minggu
- Distensi abdomen (+) ke-5 dan ke-7 dalam
perkembangan fetal
- Bising usus 3x/menit
(konstipasi)
- Pasien terdapat Malformasi Anorektal
kembung
DS: -
Eliminasi mekonium/feses
tidak keluar
Distensi abdomen
Tekanan intraabdomen
meningkat
Konstipasi
- Muntah (+)
- Pasien jarang mau Gangguan perkembangan
menyusu struktur colon antara minggu
- Menggunakan alat ke-5 dan ke-7 dalam
perkembangan fetal
bantu OGT
DS:
Menumpuk di rectum
Distensi abdomen
Tekanan intra abdomen
meningkat
Sekuestasi cairan
Defisit nutrisi
Operasi anoplasti/kolostomi
Trauma jaringan
Risiko infeksi
DS:
- Ibu mengatakan tidak Gangguan perkembangan
mengerti dengan struktur colon antara minggu
kondisi anaknya saat ke-5 dan ke-7 dalam
perkembangan fetal
ini karena kedua
kakaknya lahir cukup
bulan dan sehat. Malformasi Anorektal
Defisit pengetahuan
B. PRIORITAS MASALAH
1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas peristaltik
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (kolostomi)
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Edukasi
1. Untuk menambah
wawasan keluarga dan agar
pasien lebih paham.
2. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
pasien dan memaksimalkan
fungsi percernaan.
2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi 1. Status nutrisi merupakan
mual muntah diharapkan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi suatu ukuran mengenai
dengan kriteria hasil: 2. Monitor asupan makanan
kondisi tubuh seseorang
1. Turgor kulit baik. 3. Monitor berat badan
2. Nutrisi adekuat (ASI/PASI habis 4. Monitor hasil pemeriksaan yang dapat dilihat dari
sesuai target). laboratorium makanan yang dikonsumsi
3. Tidak terdapat nyeri abdomen
dan penggunaan zat- zat
4. Reflex menelan (+) Terapeutik
1. Edukasi keluarga tentang gizi dalam tubuh.
masalah defisit nutrisi (gizi 2. Untuk menilai asupan
yang baik bagi bayi).
makanan yang masuk
Kolaborasi
1. Untuk mempercepat
proses penyembuhan
pasien.
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi 1. Untuk mengetahui tanda
prosedur invasive diharapkan tingkat infeksi menurun 1. Monitor tanda dan gejala dan gejala infeksi pada
(kolostomi) dengan kriteria hasil: infeksi local dan sistemik pasien
1. Nafsu makan meningkat (pasien
mau minum ASI). Terapeutik Terapeutik
2. Pasien diharapkan terbebas dari 1. Batasi jumlah pengunjung 1. Untuk mencegah
tanda dan gejala infeksi (tidak ada 2. Berikan perawatan kulit pada paparan nasokomial
kemerahan, bengkak, nyeri, demam). area post operasi. terhadap pasien
3. Cuci tangan sebelum dam 2. Untuk mencegah
sesudah kontak dengam pasien penyakit pada kulit
dan lingkungan pasien peristomal yang gejalanya
4. Pertahankan teknik aspetik berupa kemerahan,
pada pasien beresiko tinggi biasanya disebabkan oleh
kontak feses dengan kulit
Edukasi dan kulit bisa menjadi
1. Jelaskan kepada keluarga rusak bahkan dapat terjadi
mengenai tanda dan gejala ulserasi, dermatosis
infeksi termasuk reaksi iritasi,
2. Ajarkan kepada keluarga terutama dari kebocoran
mengenai perawatan luka urin atau tinja, penyakit
kolostomi kulit yang sudah ada,
terutama psoriasis,
dermatitis seboroik dan
eksim, infeksi, dermatitis
kontak alergi, dan
pioderma gangrenosum.
3. Agar terhindari dari
kuman/ bakteri.
4. Untuk mempertahankan
pasien agar terhindar dari
mikroorganisme.
Edukasi
1. Agar keluarga lebih
paham mengenai tanda dan
gejala infeksi sehingga jika
ada tanda- tanda tersebut
pada pasien keluarga dapat
langsung melaporkan
kepada dokter dan perawat.
2. Agar pada saat dirumah
keluarga mampu
melakukan perawatan luka
pada pasien.
4 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakanEdukasi Kesehatan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi 1. Untuk mengetahui
kurang terpapar diharapkan tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan sejauh mana kelaurga
informasi membaik, dengan kriteria: kemampuan menerima pasien dapat menerima
1. Pertanyaan tentang masalah yang informasi informasi
dihadapi dapat menurun
2. Keluarga pasien dapat mengerti Terapeutik Terapeutik
dengan kondisi anaknya pada saat ini. 1. Sediakan materi dan media 1. Untuk mempermudah
pendidikan kesehatan dalam pemberian
2. Jadwalkan pendidikan pendidikan kesehatan
kesehatan sesuai kesepakatan 2. Agar pasien dan perawat
3. Berikan kesempatan untuk dapat mempersiapkan
bertanya waktunya terlebih dahulu.
3. Agar menghindari
Edukasi kesalah pahaman
1. Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan Edukasi
1. Agar keluarga pasien
mengetahui faktor risiko
apa saja yang dapat
mempengaruhi kesehatan
pada pasien.
PEMBAHASAN
Intervensi keperawatan merupakan panduan untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien, dan/ atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat untuk
mencapai hasil yang diharapkan untuk intervensi berdasarkan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI). Sebelum dilakukan intervensi penulis melakukan
diagnosa keperawatan terlebih dahulu berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
kleuarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Selanjutnya, penulis mengambil beberapa jurnal untuk memperkuat pemberian
intervensi pada setiap diagnosa:
1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan aktivitas peristaltik
Judul jurnal: Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi
Penulis: Hani Zahiyyah Suarsyaf, Dyah Wulan Sumekar RW
Tahun: -
Konstipasi merupakan keadaan yang sering ditemukan pada anak. Konstipasi
adalah suatu gejala sulit buang air besar yang ditandai dengan konsistensi feses keras,
ukuran besar, dan penurunan frekuensi buang air besar. Berdasarkan patofisiologi,
konstipasi diklasifikasikan atas konstipasi akibat kelainan organik dan konstipasi
fungsional. Prevalensi konstipasi pada anak diperkirakan o,3%-8%.3 Hal ini sesuai
dengan penelitian studi retrospektif oleh LeoningBaucke pada tahun 2005 didapatkan
2,9% prevalensi konstipasi pada usia anak sampai 1 tahun dan meningkat pada tahun
kedua, yaiu sekitar 10,1%. Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi
farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan
terapi non-farmakologi dengan diet dan perubahan perilaku. Terapi pijat merupakan
bagian dari terapi nonfarmakologi Terapi pijat telah dilakukan sejak zaman dahulu
sebelum adanya obat-obatan. Beberapa penelitian tentang pijat telah dilakukan dan
didapatkan terapi pijat memiliki dampak baik yang dihubungkan dengan kondisi dan
penyakit pada anak. Diantara manfaat terapi pijat adalah melancarkan peredaran
darah, pencernaan, dan pertumbuhan. Pijat merupakan suatu gerakan manipulasi
jaringan lunak di area seluruh tubuh untuk memberikan kenyamanan kesehatan,
seperti relaksasi, peningkatan kualitas tidur, menurunkan kecemasan, atau manfaat
pada bagian fisik tertentu seperti nyeri otot. Pijat dapat memakan waktu sekitar 15-90
menit tergantung dari kondisi individu tersebut.
Pijat pada bayi dan anak memiliki efek yang positif terhadap tumbuh kembang
anak. Beberapa manfaat pijat anak diantaranya: membantu meningkatkan sistem
imunitas. Merilekskan tubuh anak sehingga dapat membuatnya tetap tenang meski
dalam kondisi stres, mengatasi kesulitan tidur, meningkatkan proses tumbuh kembang
anak, menumbuhkan perasaan positif pada anak, mencegah timbulnya gangguan
pencernaan, melancarkan buang air besar, meningkatkan kesigapan anak dan
koordinasi otot, meningkatkan kerja sistem pernapasan, pencernaan, dan peredaran
darah perifer, meningkatkan rangsanagn dan konduksi impuls saraf, mengurangi rasa
sakit, proses pemijatan dapat mempengaruhi kerja jaringan tubuh dalam melebarkan
pembuluh darah kapiler sehingga meningkatkan aliran darah ke seluruh jaringan dan
organ, merangsang produksi hormon endorfin sebagai pereda rasa sakit sehingga
menimbulkan rasa nyaman, merelaksasikan otot-otot dan melenturkan persendian,
dan membantu menghilangkan sel-sel mati dan membuang racun-racun tubuh melalui
kulit. Manfaat lain dari terapi pijat diantaranya: pijat tidak memiliki efek samping,
pijat dapat dilakukan oleh pasien sendiri karena pijat mudah dipelajari, dan biaya
murah. Pijat abdomen dipikirkan dapat mendorong feses dengan peningkatan tekanan
intra abdominal. Pada beberapa kasus neurologi, pijat dapat memproduksi gelombang
rektum yang menstimulasi refleks somato-autonomik dan memberikan sensasi pada
usus besar. Pijat dapat menstimulasi gerakan peristaltik, menurunkan waktu transit
kolon, meningkatkan frekuensi buang air besar pada pasien konstipasi, dan
menurunkan perasaan tidak nyaman saat buang air besar. Laporan kasus
menunjukkan bahwa pijat efektif pada pasien dengan konstipasi kronik karena
berbagai diagnosis kelainan fisiologis dan pada pasien dengan konstipasi fungsional
jangka panjang.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Judul jurnal: Gizi Bayi
Penulis: Misrawatie Goi
Tahun: -
Peranan gizi dalam siklus hidup manusia sudah tidak diragukan lagi. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi jika gizi dimasa bayi dan anak tidak
terpenuhi dan tidak diatasi secara dini. Gangguan ini dapat berlanjut hingga dewasa.
Gizi dan kesehatan balita merupakan salah satu hak asasi anak. Janin sejak dalam
kandungan ibu, mempunyai hak untuk hidup dan tumbuh kembang menjadi anak
yang mampu mengekspresikan diri. Kehidupan awal anak berawal dari bertemunya
sel mani dan sel telur dalam rahim ibu. Otak tumbuh sejak awal gestasi dan terus
tumbuh dan berkembang pesat ketika usia mencapai 2 tahun. Bayi (usia 0-11 bulan)
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang mencapai
puncaknya pada usia 24 bulan, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas
sekaligus periode kritis. lanjutnya. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di
dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama
memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir,
kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif
sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air
susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat
meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (WHO, 2003).
Kebutuhan energi bayi yang cukup selama tahun pertama kehidupan sangat bervariasi
menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan energi selama 2 bulan pertama,
yaitu masa pertumbuhan cepat, adalah 120 kkal/kg BB/hari. Secara umum, selama 6
bulan pertama kehidupan, bayi memerlukan energi sebesar kira-kira 115-120
kkal/Kg/hari, yang kemudian berkurang sampai sekitar 105 – 110 kkal/Kg/hari pada 6
bulan sesudahnya (Budiyanto, 2002). Energi dipasok terutama oleh karbohidrat dan
lemak. Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi, terutama jika sumber
lain sangat terbatas. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas
permukaan tubuh, atau menghitung secara langsung konsumsi energi itu: yang hilang
dan terpakai. Namun cara yang terbaik adalah dengan mengamati pola pertumbuhan
yang meliputi berat dan tinggi badan, lingkar kepala, kesehatan dan kepuasan bayi
(Almatsier, 2001).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang
dikeluarkan. Jumlah energi dapat ditentukan secara “sangat” sederhana berdasarkan
berat badan. Bayi seberat 0 – 10 Kg memerlukan 100 kkal/Kg BB. Mereka yang
beratnya 11-20 Kg membutuhkan 1000 Kg kkal ditambah dengan 50 kkal/Kg BB
untuk kelebihan berat diatas 10 Kg, misalnya untuk 1 Kg pada 11 Kg. Angka
kecukupan energi berdasarkan tabel AKG 2004 adalah 550 kkal untuk usia 0-6 bulan
dan 650 kkal untuk usia 7-11 bulan (Arisman, 2007) Bayi membutuhkan lemak yang
tinggi dibandingkan usia yang lebih tua, sebab lemak digunakan sebagai penyuplai
energi. Lebih dari 54% suplai energi berasal dari lemak. Energi dari lemak terutama
dibutuhkan oleh bayi dalam keadaan sakit atau dalam tahap penyembuhan (Brown
and Isaacs, 2002). Air Susu Ibu memasok sekitar 40- 50% energi sebagai lemak (3-
4g/100cc). Lemak minimal harus menyediakan 30% energi, yang dibutuhkan bukan
saja untuk mencukupi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memudahkan penyerapan
asam lemak esensial, vitamin yang larut dalam lemak, kalsium serta mineral lainnya,
dan juga untuk menyeimbangkan diet agar zat gizi lain tidak terpakai sebagai sumber
energi. Setidaknya 10% asam lemak sebaiknya dalam bentuk tak jenuh ganda, yang
biasanya dalam bentuk asam linoleat. Asam linoleat juga merupakan asam lemak
esensial. Asam ini terkandung dalam sebagian besar minyak tetumbuhan. Sayang
sekali jumlah kebutuhan yang tepat belum diketahui dengan pasti. Dari Air Susu ibu,
bayi menyerap sekitar 85-90% lemak. Enzim lipase didalam mulut (lingual lipase)
mencerna zat lemak sebesar 50- 70% (Arisman, 2007). Air Susu Ibu memasok
sekitar 40- 50% energi sebagai lemak (3- 4g/100cc). Tujuan pemberian gizi yang baik
adalah tumbuh kembang anak yang adekuat. Kita sudah mengenal dengan baik
keadaan ini bergantung bukan hanya pada asupan gizi yang memadai tetapi juga pada
kesehatan dan kesejahteraan psikososial. Oleh karena itu, pemberian ASI merupakan
praktik yang unik dan bukan hanya memberikan asupan nutrien dan energi yang
memadai, tetapi juga asuhan psikososial melalui pembentukan ikatan kasih sayang
dengan ibu dan kesehatan melalui unsur imunologik yang ada pada ASI.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (kolostomi)
Judul jurnal: Pengetahuan Pasien Kolostomi Tentang Perawatan Stoma Kolostomi
Yang Tepat Di Rsup H. Adam Malik Medan
Penulis: Desvin Citra Diyanti Zendrato
Tahun: 2014
Tindakan kolostomi yang dilakukan menyebabkan perubahan fungsi normal tubuh
pada pasien kolostomi. Pengeluaran feses dari usus terjadi melalui stoma sehingga
pasien kolostomi menggunakan kantong untuk menampung feses yang keluar melalui
stoma (Colostomy Association, 2013; International Ostomy Association, 2012). Feses
yang keluar dari stoma berasal dari usus besar dan apabila feses kontak dengan kulit
dapat menyebabkan iritasi pada kulit (American Cancer Society, 2011). Perubahan
eliminasi fekal yang dialami oleh pasien kolostomi mengharuskan pasien perlu
belajar merawat stoma kolostomi untuk menjaga kebersihan, mempertahankan
kenyamanan pasien dan lingkungan, mencegah terjadinya infeksi dan mencegah
terjadinya masalah pada kulit (Muwarni, 2009). Masalah yang umumnya dialami oleh
pasien kolostomi berkaitan dengan perawatan stoma kolostomi yaitu penyakit pada
kulit peristomal yang gejalanya berupa kemerahan, biasanya disebabkan oleh kontak
feses dengan kulit dan kulit bisa menjadi rusak bahkan dapat terjadi ulserasi (Burch,
2011). Pada penelitian Lyon, Smith, Griffiths, Beck (2000) dari 325 responden
pengguna kantong stoma, 73% melaporkan masalah kulit. Dermatosis termasuk
reaksi iritasi, terutama dari kebocoran urin atau tinja (42%); penyakit kulit yang
sudah ada, terutama psoriasis, dermatitis seboroik dan eksim (20%), infeksi (6%);
dermatitis kontak alergi (0,7%) dan pioderma gangrenosum (0,6% kejadian tahunan).
Feses yang keluar melalui stoma dapat menyebabkan beberapa masalah pada kulit
(Clark & Grover, 2004). Masalah pada kulit ditandai dengan adanya kemerahan
(eritema) dan umumnya terjadi karena feses kontak dengan kulit peristomal dan hal
ini dapat terjadi jika perawatan stoma tidak tepat (Burch, 2011). Perlindungan kulit
peristomal adalah aspek penting dari perawatan stoma. Peralatan yang sesuai
ukurannya merupakan hal penting untuk mencegah kebocoran isi (Wong, 2009).
Hal-hal yang diperhatikan dalam membersihkan dan merawat stoma yaitu
menggunakan air hangat dan handuk lembut untuk membersihkan stoma dan kulit
sekitarnya. Jika menggunakan sabun untuk membersihkan kulit sekitar stoma,
sebaiknya menggunakan sabun yang sangat ringan. Menggunakan sabun yang
mengandung minyak, parfum dan deodorant perlu dihindari dapat menyebabkan
masalah pada kulit dan menghalangi menempelnya perekat kantong. Jika perlu,
gunakan pelindung kulit dimana perekat akan diterapkan. Kulit sekitar stoma juga
harus dipastikan telah kering sebelum menggunakan kantong yang baru. Jangan
menggunakan alkohol atau bahan kimia lainnya untuk membersihkan kulit disekitar
stoma karena dapat mengiritasi kulit sekitar stoma. Jaringan stoma berisi pembuluh
darah kecil dan dapat berdarah sedikit ketika dibersihkan. Setiap perdarahan yang
tidak berhenti harus dilaporkan kepada penyedia layanan kesehatan. Kantong diganti
secara teratur untuk mencegah kebocoran dan iritasi kulit. mengganti atau
mengosongkan kantong dilakukan apabila kantong terisi feses sebanyak sepertiga
sampai seperdua kantong. Melepas kantong dengan cara mendorong kantong menjauh
dari kulit secara hati-hati akan membantu mencegah kerusakan kulit. Selanjutnya,
membuat lubang kantong dengan ukuran yang tepat, 0,3 cm-0,4 cm lebih besar dari
ukuran stoma. Mengukur lubang kantong dan memotong lubang pada barier kulit
adalah penting karena barier kulit yang baik melindungi kulit, mencegah iritasi dan
nyaman digunakan oleh pasien (Clark & Grover, 2004; Colostomy Association, 2013;
WOCN, dalam Flores, 2013) Prinsip dalam perawatan stoma kolostomi yaitu bersih
(American Cancer Society, 2011). Pada perawatan stoma, dibutuhkan kantong yang
merupakan bagian pokok dari peralatan untuk perawatan stoma. Feses yang keluar
dari tubuh perlu dikumpulkan di dalam kantong.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terapar informasi
Judul: Pengaruh Edukasi Terhadap Kecemasan, Tingkat Pengetahuan Dan
Kemampuan Ibu Dalam Perawatan Stoma Pada Anak Dengan Kolostomi Di Rsud
Kabupaten Tangerang Pada Tahun 2017
Penulis: Ria Setia Sari, Rohadi Hariyanto, Anita Apriliawati
Tahun: 2017
Pasien yang terlahir dengan kelainan sistem pencernaan seperti kanker kolon,
divertikulitis, usus berlubang, obstruksi usus, penyakit Crohn, cacat lahir atau cedera
disengaja akan mengalami pembedahan kolostomi. Insiden penyakit Hirschsprung di
Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar di satu di antara 5000 kelahiran
hidup. Perbandingan lakilaki dan perempuan 4:1 pada klien dengan segemen pendek
dan segmen panajng juga 1: 1 pada klien dengan segmen panjang. Angka kejadian
Hisprung bervariasi pada berapa litelatur diantaranya 2.8, 1.5, dan 2.1 pada 10000
kelahiran hidup etnis caucasia dan Afrika Amerika (Brownw et al,2008). Melakukan
perawatan kolostomi pada anak-anak sering `terasa' lebih sulit dibandingkan merawat
kolostomi pada orang dewasa. Meskipun, sebagian besar kasus kolostomi pada anak-
anak merupakan tindakan temporer akibat adanya kelainan congenital, akan tetapi hal
ini tidak mengurangi tekanan yang dirasakan oleh orang tua dalam melakukan
perawatan. Kondisi anak-anak yang sedang berada dalam masa tumbuh kembang,
kurang pengetahuan pada orang tua tentang kolostomi dan perawatannya,
keterbatasan pengetahuan tenaga kesehatan yang memberikan perawatan kolostomi,
menambah keadaan menjadi lebih menakutkan daripada yang seharusnya (Ameh et
al, 2006; Boarini, 1989).
Mengurangi kekhawatiran orang tua dan memastikan anak-anak dengan stoma
mendapatkan perawatan yang baik dan benar sehingga anak-anak bisa diharapkan
tumbuh dan erkembang secara normal, edukasi tentang perawatan stoma kepada
orang tua menjadi suatu keharusan bagi tenaga kesehatan. Edukasi bisa diberikan
secara bertahap dan terus menerus, sejak anak dipastikan akan dilakukan operasi
pembuatan stoma, selama dalam perawatan di rumah sakit, sampai dengan pulang.
Hasil penelitian sesuai dengan yang dilakukan oleh Prihyanto (2012) mengatakan
bahwa edukasi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan orang tua dalam
perawatan stoma pada anak dengan kolostomi. Tingkat pengetahuan orang tua diukur
pada hari pertama anak masuk keruang perawatan, sebelum dilakukan edukasi
pengetahuan orang tuan lebih dari 50% orang tua tidak mengetahui tentang perawatan
stoma dan dihari kedua diberikan edukasi tentang perawatan stoma pada anak,
drainase kantung, cara melaksanakan irigasi, karena singkatnya masa perawatan,
orang tua anak mungkin belum dapat sepenuhnya terlatih dalam teknik perawatan
stoma sebelum pulang. Orang tua harus diberi tahu tentang prosedur dan perawatan
stoma. Penyesuaian oleh orang tua sangat diperlukan agar mereka terbiasa dengan hal
ini pada saat pulang kerumah. Mereka juga perlu untuk memahami pentingnya
membuat penyesuaian untuk memungkinkan pasien menghadapi perubahan citra
tubuh dan melakukan perawatan kolostominya. Orang tua didorong untuk
berpartisipasi dalam melakukan tindakan (irigasi, pembersihan luka) dan penggantian
balutan. Mereka perlu mengetahui dengan pasti kapan komplikasi memerlukan
perhatian segera seperti perdarahan, distensi abdomen, dan kekakuan, diare, dan
sindrom dumping (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Setiawati (2003) pengetahuan
akan memberikan kekuatan terhadap orang tua dalam mengambil keputusan dalam
perawatan stoma pada anaknya.