Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. DISMENORE
a. Definisi Disminore
Istilah dismenore (dysmenorrhea) berasal dari kata dalam bahasa yunani kuno (Greek)
kata tersebut berasal dari dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan
rrhea yang berarti aliran atau arus. Secara singkat dismenore dapat di definisikan sebagai aliran
menstruasi yang sulit atau menstruasi yang mengalami nyeri (Anurogo, 2011). Menstruasi
merupakan perdarahan akibat proses pelepasan dinding rahim (endometrium). Setiap bulan
wanita akan mengalami menstruasi secara berulang kecuali wanita pada masa kehamilan
(Warianto, 2011). Dismenorea adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk
beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 2008). (Simanjuntak, 2014)
Dari berbagai pendapat, dapat disimpulkan bahwa dismenore merupakan gangguan fisik
pada wanita yang mengalami menstruasi, dan akibat dari proses pelepasan dinding rahim yang
dirasakan dengan gejala nyeri pada saat menstruasi, dan nyeri tersebut bisa terjadi sebelum atau
selama menstruasi dalam waktu yang singkat.
b. Tipe Dismenore
Menurut Icemi Sukarni, K dan Wahyu, P (2013) ada dua tipe-tipe dari dysmenorrhea, yaitu:
1) Primary dysmenorrhea, adalah nyeri haid yang dijumpai pada alat- alat genital yang nyata.
Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche. Dismenore primer adalah suatu
kondisi yang dihubungkan dengan siklus ovulasi (Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2011).
2) Secondary dysmenorrhea, adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh kelainan
ginekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25
tahun. Dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang berkembang dari dismenore primer
yang terjadi sesudah usia 25 tahun dan penyebabnya karena kelainan pelvis (Perry,
Hockenberry, Lowdermilk, & Wilson, 2011).
Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat
diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan
dismenore kongestif (Hendrik, 2006).
1) Nyeri Spasmodik
Nyeri spasmodik terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau
segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu
menderita nyeri itu sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu. Ada diantara mereka yang
pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan penderitanya
adalah perempuan muda walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke atas.
Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama
walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu:
2) Nyeri Kongestif
Penderita dismenore kongestif biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya bahwa
masa haidnya akan segera tiba. Penderita mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah
dada, perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung,
pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan
keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas.
Semua itu merupakan gejala yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2
minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung.
Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita dismenore kongestif akan merasa
lebih baik.
c. Faktor penyebab dismenore
Penyebab terjadinya dismenore yaitu keadaan psikis dan fisik seperti stres, shock,
penyempitan pembuluh darah, penyakit menahun, kurang darah, dan kondisi tubuh yang
menurun (Diyan, 2013). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dismenore menurut
Arulkumaran (2006) antara lain:
1) Faktor menstruasi
a) Menarche dini, gadis remaja dengan usia menarche dini insiden dismenorenya lebih tinggi.
b) Masa menstruasi yang panjang, terlihat bahwa perempuan dengan siklus yang panjang
mengalami dismenore yang lebih parah.
2) Paritas, insiden dismenore lebih rendah pada wanita multiparitas. Hal ini menunjukkan
bahwa insiden dismenore primer menurun setelah pertama kali melahirkan juga akan menurun
dalam hal tingkat keparahan.
3) Olahraga, berbagai jenis olahraga dapat mengurangi dismenore. Hal itu juga terlihat bahwa
kejadian dismenore pada atlet lebih rendah, kemungkinan karena siklus yang anovulasi. Akan
tetapi, bukti untuk penjelasan itu masih kurang.
4) Pemilihan metode kontrasepsi, jika menggunakan kontrasepsi oral sebaiknya dapat
menentukan efeknya untuk menghilangkan atau memperburuk kondisi. Selain itu, penggunaan
jenis kontrasepsi lainnya dapat mempengaruhi nyeri dismenore.
5) Riwayat keluarga, mungkin dapat membantu untuk membedakan endometriosis dengan
dismenore primer.
6) Faktor psikologis (stres)
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat
penjelasan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore. Selain itu, stres emosional
dan ketegangan yang dihubungkan dengan sekolah atau pekerjaan memperjelas beratnya nyeri.
Menurut Wiknjosastro (2005) dalam Dianika (2011) faktor penyebab dismenore, yaitu:
1) Faktor Psikis
Pada gadis-gadis yang emosional, apabila tidak mendapatkan pengetahuan yang jelas
maka mudah terjadi dismenore.
2) Faktor konstitusional
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor psikis. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit
menahun dan sebagainya mempengaruhi timbulnya dismenore.
3) Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu faktor yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenore adalah
stenosus kanalis servikalis. Pada wanita uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosus
kanalis servikalis, akan tetapi hal tersebut tidak anggap sebagai faktor yang penting sebagai
penyebab terjadinya dismenore.
4) Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenore primer
disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor ini mempunyai hubungan dengan
tonus dan kontraktilitas otot uterus.
Menurut Prawiroharjo (2007) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
dismenore antara lain:
1) Faktor Kejiwaan
Kondisi kejiwaan yang tidak stabil pada wanita akan mengaktivasi hipotalamus yang
selanjutnya mengendalikan dua sistim neuroendokrin, yaitu sistim simpatis dan sistim korteks
adrenal. Paparan ketidakstabilan kondisi emosional ini akan meningkatkan hormone adrenalin,
tiroksin dan kortisol yang berpengaruh secara signifikan pada homeostatis. Hal inilah yang
menyebabkan vasokonstriksi pada daerah yang terkena nyeri sehingga menimbulkan efek
penekanan pembuluh darah, pengurangan aliran darah dan peningkatan kecepatan metabolisme.
Efek-efek yang terjadi inilah yang akan membuat iskemi pada sel
2) Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya dismenore
primer yang dapat menurunkan ketahanan seseorang terhadap nyeri.
3) Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Pada faktor ini menyebabkan aliran darah menstruasi tidak lancer sehingga otot-otot uterus
berkontraksi keras dalam usaha untuk melainkan kelainan tersebut.
Penyebab utama dismenore primer adalah adanya prostaglandin F2a (PGF2a) yang dihasilkan
oleh endometrium. PGF2a merupakan hormon yang diperlukan untuk menstimulasi kontraksi
uterus selama menstruasi (Varney, 2008).
d. Karakteristik Responden
Menurut Totok Mardikanto (1993) dalam Bahua (2016) karakteristik individu merupakan suatu
sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti;
umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, agama dan status sosial.
Menurut French (2005) dalam Hasanah (2010) karakteristik dismenore meliputi usia menarche
yang terlalu dini, usia kurang dari 20 tahun, periode menstruasi yang terlalu panjang, dan
banyaknya darah yang keluar saat menstruasi.
Karakteristik responden yang mengalami dismenore meliputi umur, usia menarche, lama
menstruasi, dan riwayat keluarga (Novia & Puspitasari, 2011).
1) Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang.
Umur adalah lamanya waktu hidup yang terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang.
Penentuan umur biasanya menggunakan hitungan tahun. Usia wanita seseorang sangat
mempengaruhi terjadian dismenore primer. Semakin tua umur seseorang, semakin sering ia
mengalami menstruasi dan semakin lebar leher rahim maka sekresi hormon prostaglandin akan
semakin berkurang. Selain itu, dismenore primer nantinya akan hilang dengan makin
menurunnya fungsi saraf rahim akibat penuaan.
2) Usia menarche
Pada dismenore primer biasanya dimulai 1-3 tahun setelah menarche. Menurut Sukarni &
Wahyu (2013) bahwa dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya
setelah 12 bulan atau lebih.
3) Lama menstruasi
Lama menstruasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore
(Novia & Puspitasari, 2011). Menurut Shanon (2006) semakin lama menstruasi terjadi, maka
semakin sering uterus berkontraksi, akibatnya semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan
dan menimbulkan rasa nyeri. Lama menstruasi yang normal yaitu 3-7 hari, jika lebih dari itu
maka dikatakan mengalami dismenore lebih berat (Novi & Puspitasari, 2011).
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya dismenore primer. Dua dari tiga wanita yang menderita dismenore primer
mempunyai riwayat dismenore primer pada keluarganya. Banyak gadis yang menderita
dismenore primer dan sebelumnya mereka sudah diperingatkan oleh ibunya bahwa
kemungkinan besar akan menderita dismenore primer juga seperti ibunya.
e. Derajat Dismenorea
1) Derajat 0, tanpa rasa nyeri, aktivitas sehari-hari tidak terpengaruh.
2) Derajat I, nyeri ringan, jarang memerlukan analgesik, aktivitas sehari-hari jarang
terpengaruh.
3) Derajat II, nyeri sedang, memerlukan analgesik, aktivitas sehari-hari terganggu.
4) Derajat III, nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang dengan analgesik, timbul keluhan,
nyeri kepala, kelelahan, mual, muntah dan diare.
2. Olahraga
a. Definisi Olahraga
Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran
jasmani. Dalam olahraga tidak hanya melibatkan sistem muskuloskeletal semata, namun juga
mengikutsertakan sistem lain seperti sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem ekskresi,
sistem saraf dan masih banyak lagi. Olahraga mempunyai arti penting dalam memelihara
kesehatan dan menyembuhan tubuh yang tidak sehat (Mutohir & Maksum, 2007).
Disebutkan juga oleh Sumintarsih (2006), olahraga adalah suatu rutinitas untuk
mengaktifkan kembali sel-sel dalam tubuh yang belum berfungsi secara sempurna. Lama
latihan olahraga juga ada takarannya, setiap melakukan olahraga sebaiknya zona sasaran harus
dicapai dan dipertahankan paling sedikit 30 menit. Latihan mencapai zona sasaran yang
dilakukan lebih lama memberikan efek yang lebih baik. Pada kategori tingkat kebugaran yang
masuk dalam kategori buruk adalah mereka yang hanya sekali dalam seminggu berolahraga
(Asmawi, 2006).
Olahraga menurut Pandjaitan (1985:25) menyatakan ”kata-kata gerak badan, pendidikan
jasmani, olahraga, dan sport adalah istilah yang populer dilingkungan masyarakat Indonesia.
Semua istilah tersebut adalah gabungan pengertian buat segala bentuk latihan jasmani yang
dilakukan dengan sukarela, dengan maksud memperkuat otot-otot yang terdapat dalam tubuh
manusia. kata sport berasal dari bahasa latin disportate, yang artinya menyenangkan,
menghibur, dan bergembira ria. Jadi dapat dikatakan bahwa sport ialah kesibukan manusia
untuk menggembirakan diri sambil memelihara kesegaran jasmani”.
Dari penjelasan penliti tersebut dapat diartikan bahwa kata sport berasal dari kata
disportate yaitu menyenangkan, menghibur, dan bergembira. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
sport merupakan tempat untuk merasakan kegembiraan, serta sebagai cara untuk memperkuat
otot-otot dan menjaga kondisi fisik, kebugaran jasmani, dan kesehatan. Sesuai dengan
penjelasan peneliti di atas dapat disimpulkan juga bahwa olahraga dapat meningkatkan kualitas
kehidupan manusia, baik dalam pengembangan jasmani, rohani, maupun dalam kehidupan
sosial. Olahraga juga ada takaran lama nya berolahraga semakin lama berolahraga semakin baik
bagi tubuh, minimal satu minggu sekali kita harus berolahraga dan minimal 30 menit setiap
olahraga.
b. Fungsi Olahraga
Fungsi khusus dari kebugaran jasmani terbagi menjadi tiga golongan sebagai berikut :
(Agus, 2004)
1 Golongan pertama yang berdasarkan pekerjaan.
Misalnya, kebugaran jasmani bagi olahragawan untuk meningkatkan prestasi, kebugaran
jasmani bagi karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja, dan kebugaran jasmani bagi
pelajar untuk mempertinggi kemampuan belajar.
2. Golongan kedua berdasarkan keadaan. Misalnya, kebugaran jasmani bagi orang-orang cacat
untuk rehabilitasi, dan kebugaran jasmani bagi ibu hamil untuk mempersiapkan diri
menghadapi kelahiran.
3. Golongan ketiga berdasarkan umur. Bagi anak - anak untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan, dan kebugaran jasmani bagi orang tua untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Klasifikasi olahraga
Pada dasarnya, ada dua macam ketahanan kardiorespirasi, yaitu aerobik dan anaerobik.
Ketahanan aerobik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas jangka panjang (dalam
hitungan menit sampai jam) yang bergantung pada sistem O2 - ATP untuk memasok persediaan
energi yang dibutuhkan selama aktivitas. Aktivitas yang dilakukan dalam jangka waktu yang
lebih singkat membutuhkan sistem yang dapat menyediakan ATP lebih cepat dari sistem O2 -
ATP. Maka digunakanlah sistem energi anaerobik, yaitu glikolisis parsial untuk menyediakan
energi yang dibutuhkan. Aktivitas semacam ini disebut dengan ketahanan anaerobik (Thomas,
2010).
Olahraga sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama adalah olahraga aerobik,
yaitu olahraga yang menggunakan energi yang berasal dari pembakaran oksigen, dan
membutuhkan oksigen. Contoh olahraga aerobik misalnya basket, treadmill, bersepeda, renang.
Olahraga anaerobik adalah olahraga yang menggunakan energi dari pembakaran tanpa oksigen,
dalam hal ini aktivitas yang terjadi menimbulkan hutang oksigen. Contoh dari olahraga
anaerobik adalah lari sprin jarak pendek, angkat beban, dan bersepeda cepat (Hermina,et.al.,
2004).
1) Olahraga Aerob
Latihan aerobik adalah latihan yang memerlukan oksigen untuk pembentukan energinya
yang dilakuk an secara terus menerus, ritmis, dengan melibatkan kelompok otot - otot besar
terutama otot tungkai pada intensitas latihan 60 - 90% dari Maximal Heart Rate (MHR) dan 50
– 85 % dari penggunaan maksimal oksigen selama 20 - 50 menit dengan frekuensi latihan tiga
kali perminggu (Kusmaningtyas, 2011).
Ada dua ciri dari latihan aerobik yaitu olahraga tersebut cukup memberikan banyak
gerakan tubuh yang mengakibatkan tubuh anda berfungsi untuk jangka waktu sedikitnya 20
sampai 30 menit setiap kali berolahraga, olahraga tersebut akan memberikan kegiatan yang
cukup menarik hingga ingin mengulanginya kembali terus menerus untuk yang akan datang
(Garrison, 2007). Aktivitas olahraga aerobik merupakan jenis olahraga yang dapat
meningkatkan kesehatan jantung dan paru. Aktivitas olahraga aerobik dapat memberikan hasil
yang maksimal jika dilakukan secara rutin dan efektif sehingga mencapai tujuan tidak
menimbulkan cedera (Purba, 2006). Olahraga aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara
terus menerus dimana kebutuhan oksigen, masih dapat dipenuhi oleh tubuh. Olahraga aerobik
dibagi dalam 3 tipe : (Miller, 2006).
a. Tipe 1 :
Olahraga dengan naik turunnya denyut nadi yang relatif stabil . Contoh : jalan, bersepeda, dan
treadmill.
b. Tipe 2 :
Olahraga dengan naik turunnya denyut nadi secara bertahap . Contoh : senam, dansa, dan
renang.
c. Tipe 3 :
Olahraga dengan naik turunnya denyut nadi secara mendadak, umumnya dalam bentuk
permainan. Contoh : sepak bola, basket, voli, tenis lapangan, dan tenis meja. Pada sebagian
besar wanita, latihan olahraga aerobik mampu mengurangi gejala-gejala gangguan menstruasi
seperti dismenore yaitu mengurangi kelelahan dan stress. Latihan ini dapat berupa jalan cepat,
joging, senam, bersepeda, dan berenang. Latihan olahraga aerobik juga mampu memperbaiki
kesehatan hati atau jantung dan mampu membantu mengendalikan tekanan berat, serta latihan
fisik juga meningkatkan rangsangan simpatis yaitu suatu kondisi yang menurunkan detak
jantung dan mengurangi sensasi cemas (Laila, 2011).
2) Olahraga Anaerob
Aktivitas anaerobik adalah aktivitas yang dalam proses metabolisme pembentukan
energi tidak menggunakan oksigen. Energi dihasilkan dari pembentukan ATP melalui sumber
energi yang berasal dari kreatin fosfat dan glikogen. Untuk cabang olahraga yang menuntut
aktivitas fisik dengan intensitas fisik tinggi dan waktu relatif singkat, misalnya lari sprin 400
meter, sistem energi predominannya adalah anaerobik (Astand,et.al., 2003).
Latihan anaerobik menyebabkan proses anaerobik dalam tubuh dan ini akan
menjelaskan mengapa latihan jenis ini hanya dilakukan untuk jangka waktu yang singkat.
Latihan anaerobik sangat intensif dan berat, sangat menguras stamina, mempercepat proses
metabolisme, dan ini akan berlangsung terus bahkan setelah kita berhenti latihan. Manfaat
utama dari latihan anaerobik adalah kemampuannya untuk membangun otot yang lebih kuat dan
ketika melakukan latihan anaerobik, energi yang tersimpan dalam otot akan digunakan sebagai
sumber energi. Di arapkan dengan kuatnya otot dapat membantu terlaksananya latihan aerobik.
Glikolisis anaerobik pada manusia dapat terjadi dalam waktu yang pendek pada aktivitas otot
yang ekstrim misalnya lari cepat. Pada saat oksigen tidak dapat dibawa ke otot dengan cukup
untuk mengoksidasi piruvat dalam membentuk ATP selama latihan berat, akan terjadi
penumpukan asam laktat. Asam laktat menumpuk dan berdisfusi kedalam cairan dan jaringan
darah. Keberadaan asam laktat didalam darah merupakan penyebab kelelahan otot. Pemilihan
bahan bakar selama olahraga berat menggambarkan banyak segi penting mengenai
pembentukan energi dan integrasi metabolisme. Myosin secara langsung memperoleh energi
dari ATP, tetapi jumlah ATP di otot relatif sedikit dan hanya bertahan selama kurang lebih 2
detik. Produk akhir dari peristiwa anaerob adalah asam laktat, penumpukan asam laktat ini
secara perlahan - lahan akan diubah kembali menjadi glukosa oleh hati (Purba, 2006).
Beberapa keuntungan berolahraga aerobik dan anaerobik secara teratur dan rutin adalah sebagai
berikut (Tjokonegoro, 2004) :
a) Peningkatan efisien kerja paru
Seorang terlatih dapat menyediakan oksigen hampir dua kali lipat per menit dari pada yang
tidak terlatih.
b) Peningkatan efisien kerja jantung
Jantung semakin kuat dan dapat memompa lebih banyak darah. Akibatnya orang terlatih,
denyut jantungnya lebih lambat 20 kali per menit dari pada tidak terlatih.
c) Peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh - pembuluh darah yang menyalurkan darah ke
seluruh tubuh.
d) Peningkatan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh.
Peningkatan ketegangan otot - otot dan pembuluh darah yang sering kali bisa menurunkan
tegangan darah tinggi.
e) Mengubah tubuh yang berlemak menjadi tubuh yang tegap dan berisi.
f) Peningkatan konsumsi oksigen maksimal
Dalam hal ini, terjadi peningktan kondisi tubuh secara menyeluruh terutama organ - organ
penting seperti paru, jantung, pembuluh darah, dan seluruh jaringan tubuh sehingga akan
memperkuat daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit.
g) Menambah kepercayaan pada diri sendiri.
c. Frekuensi latihan
Frekuensi latihan setiap minggu. Latihan olahraga yang dilakukan 3 kali dalam
seminggu akan memberikan efek yang berarti bagi kesehatan dan kebugaran. Lakukan dengan
intensitas rendah yang makin lama makin ditingkatkan intensitasnya. Usahakan agar olahraga
dilakukan 3-5 kali per minggu dengan durasi 30-60 menit yang jika tidak memungkinkan
dilakukan dalam satu kali latihan dapat dibagi dalam tiap latihan 10 menit (Margono, 2007).
Kejadian dismenore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas selam menstruasi dan
kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak
pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.
Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.
Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin
dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat
penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman (Harry, 2007).
Dengan olah raga dapat meningkatkan pasokan darah ke organ reproduksi sehingga
memperlancar peredaran darah. Olahraga teratur seperti jalan cepat, jogging, berlari, berenang,
bersepeda atau aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara umum dan menjaga siklus
menstruasi agar tetap teratur. Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olahraga, yang
tidak hanya mengurangi stress tapi juga meningkatkan produksi endorphin di otak, penawar
sakit alami tubuh. Tidak ada pembatasan aktifitas selama haid. Olahraga latihan aerobik dapat
membantu memproduksi bahan alami yang dapat memblok rasa sakit ketika haid (Proverawati
& Misaroh, 2009).
d. Olahraga dan Dismenorea
Substansi yang dapat meningkatkan perasaan senang dalam otak, yang disebut endorfin
diproduksi oleh kelenjar hipofisis dan hipotalamus ketika berolahraga. Endorfin, atau "morfin
endogen" (morfin yang diproduksi dalam tubuh) dapat meningkatkan ambang nyeri. Endorfin
juga meningkatkan mood dan memberi rasa kesejahteraan serta menghasilkan analgesia
[penghilang rasa sakit] dan membantu untuk menurunkan efek prostaglandin. Olahraga juga
meningkatkan aliran darah ke organ reproduksi, mengurangi stres, dan memberikan relaksasi.
Berolahraga setiap hari selama menstruasi, bahkan berjalan, akan meringankan kram
menstruasi. Telah diteliti bahwa olahraga teratur menimbulkan efek anti-inflamasi dengan
peningkatan kadar sitokin anti-inflamasi dan penekanan produksi TNF-alpha. Bentuk terbaik
dari latihan untuk menghilangkan nyeri haid adalah olahraga aerobik seperti jalan cepat,
bersepeda, berenang, dan dilakukan setidaknya tiga kali seminggu, selama 30 menit pada suatu
waktu. Ketika melakukan jenis latihan aerobik, tubuh memompa lebih banyak darah sehingga
membantu melepaskan endorfin untuk melawan prostaglandin dan mengurangi kram. Latihan
aerobik yang teratur dikaitkan dengan berkurangnya nyeri haid, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jika tubuh terpapar endorfin secara reguler maka dapat mengurangi gejala
kram dengan menghambat pelepasan prostaglandin dan berkontribusi terhadap pelepasan
endorfin. Olahraga membantu meredakan nyeri haid melalui mekanisme meningkatkan
vasodilatasi dan menurunkan iskemia. Olahraga juga melepaskan opiat endogen terutama beta-
endorfin, menekan produksi prostaglandin dan menurunkan kongesti di pelvis.
2. Kerangka teori

Remaja Faktor penyebab:

 Kejiwaan
 Konstitusi
Menstruasi  Obstruksi
Kanalis
 Servikalis
Peningkatan
 Faktor Endokrin
prostaglandin
 Faktor Alergi
 Prostaglandin

Dismenore

Olahraga:
 Jenis Olahraga
 Frekuensi
olahraga
 Durasi Latihan

Kejadian Dismenore

Kerangka teori (Sumber: Warianto, 2011; Prawiroharjo, 2007; dan Proverawati & Misaroh, 2009).
3. Kerangka Pemikiran

Faktor risiko:
 Menarche pada usia lebih awal
 Lama menstruasi lebih dari Kejadian Dismenore
normal
 Kebiasaan Olahraga:
-Jenis Olahraga
-Frekuensi olahraga
-Durasi Latihan

4. Penelitian Relevan
Penelitian Sri Mukhodim, dan Titin Eka tahun 2016 yang berjudul “Dismenorea dan olahraga pada
remaja di SMK Muhammadiyah 1 Taman”. Hasil menunjukkan dengan menggunakan Uji Exact
Fisher hampir seluruh remaja putri SMK Muhammadiyah 1 Taman melakukan olahraga secara tidak
teratur dan hampir seluruhnya mengalami dismenorea. Dan artinya ada hubungan antara olahraga
dengan kejadia dismenorea pada remaja. (Sri Mukhodim Faridah Hanum, 2013)
Penelitian Putri Leilina Cahyaningtias, Tri Wahyuliati tahun 2010 yang berjudul “Pengaruh
Olahraga Terhadap Derajat Nyeri Dismenorea pada Wanita Belum Menikah”. Hasil menunjukkan
penurunan derajat nyeri yang signifikan dimana pada wanita yang tidak melakukan olahraga
mengalami nyeri yang lebih hebat dari pada yang olahraga, dan setelah melakukan olahraga derajat
nyeri pada wanita yang tadinya tidak melakukan olahraga mengalami penurunan yang sangat
signifikan. (Cahyaningtias & Wahyuliati, 2010)
Penelitian Ifah Fakhriyani dan Retmo mawarti tahun 2009 yang berjudul “hubungan olahraga
dengan tingkat dismenorea pada siswi kelas II MTS di asrama siti aisyah madrasah muallimaat
muhammadiyah yogyakarta tahun 2009” Hasil menunjukkan ada hubungan olahraga dengan nyeri
dismenorea dan bisa mengurangi tingkat nyeri dismenorea. (Ifah fakhriyani, 2009)
5. Hipotesis
a. Hipotesis umum
Terdapat hubungan antara olahraga dengan dismenorea pada remaja
b. Hipotesis Khusus
1. Terdapat hubungan antara jenis, frekuensi, dan durasi olahraga terhadap derajat nyeri dismenorea.
2. Terdapat hubungan antara jenis, frekuensi, dan durasi olahraga terhadap tingkat kejadian
dismenore.
DAFTAR PUSTAKA
Anurogo. (2011). dismenore.
Cahyaningtias, P. L., & Wahyuliati, T. (2010). Pengaruh Olahraga Terhadap Derajat Nyeri
Dismenorea pada Wanita Belum Menikah The Influence of Exercise to The Degree of
Dysmenorrhea Pain in Premarietal Women. Kebidanan, 2(3), 120–126.
Ifah fakhriyani, R. mawarti. (2009). hubungan olahraga dengan tingkat dismenorea pada siswi
kelas II MTS di asrama siti aisyah madrasah muallimaat muhammadiyah yogyakarta tahun
2009. Keperawatan, (2).
Mutohir & Maksum. (2007). Olahraga.
Simanjuntak. (2014). dismenore.
Sri Mukhodim Faridah Hanum, T. E. N. (2013). DISMENOREA DAN OLAHRAGA PADA
REMAJA DI SMK MUHAMMADIYAH 1 TAMAN. DISMENOREA DAN OLAHRAGA
PADA REMAJA DI SMK MUHAMMADIYAH 1 TAMAN, (3), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai