Anda di halaman 1dari 30

Case Report

G2P1A0 HAMIL 12 MINGGU DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU + PRESYOK+ ANEMIA BERAT

Disusun oleh : Ni Made Suwariyani 0618011031 Pembimbing : dr. Taufiqurrahman R, Sp.OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD Dr.Hi. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG OKTOBER 2011

STATUS OBSTETRI
Tanggal masuk Pukul : 21 September 2011 : 16.00 WIB

Anamnesis I. Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Pekerjaan suami II. Keluhan Utama : Hamil muda dengan perdarahan sejak satu minggu sebelum sakit Tambahan III. Riwayat haid Menarche Siklus haid Jumlah Lamanya HPHT IV. Riwayat perkawinan Pernikahan pertama dan sudah berlangsung 4 tahun I. Riwayat kehamilan sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan diperut sebelah kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut : 13 tahun : 28 hari : 3 kali ganti pembalut : 5 hari : 11 Juni 2011 : Perut mulas dan nyeri tekan, keluar flek flek. masuk rumah Identifikasi : Ny. C. N : 24 tahun : Islam : Teluk Betung : Ibu rumah tangga : Wiraswasta

dan tidak menjalar ke pinggang, nyeri terasa hebat sehingga pasien harus beristirahat untuk menahan sakitnya. Pasien mengaku terlambat haid sudah sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengatakan mengalami pendarahan pervaginam berwarna merah kehitaman seminggu yang lalu sehingga pasien berobat ke dokter spesialis kebidanan dan oleh dokter tersebut dilakukan pemeriksaan USG dan pasien dikatakan mengalami keguguran dan sudah bersih, pasien diberi obat untuk membersihkan rahim. Setelah itu keluhan pendarahan berkurang tetapi flek-flek masih dialami pasien. Selain itu pasien mengaku badan semakin lama semakin terasa lemas dan kulit terlihat pucat sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat mual (+), keputihan (+) dan payudara terasa tegang. Pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil (+). Suami pasien bekerja sebagai pedagang.. Riwayat kehamilan persalinan nifas terdahulu Anak 1 Anak 2 : Perempuan umur 2 tahun, lahir spontan (normal), ditolong oleh bidan, BB lahir 3200 gr, cukup keluar sehat. : Hamil ini

V. Riwayat penyakit terdahulu Pasien tidak menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, asma dan kencing manis. VII. Riwayat penyakit keluarga Di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, asma, dan kencing manis. VII. Riwayat kontrasepsi Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat menggunakan KB VIII. Riwayat imunisasi selama hamil Tidak pernah mendapat suntikan imunisasi selama kehamilan

Pemeriksaan Fisik I. Status Present Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu II. Status Generalis Kulit Mata Gigi / mulut Thoraks Jantung Paru Abdomen : Chloasma gravidarum (+) : Konjungtiva anemis, sclera anikterik : Karies (-) : Mammae membesar dan tegang, hiperpigmentasi areolla (+) : Bunyi jantung I-II, regular, murmur (-), gallop (-), HR 92 x/mnt : sonor, vesikuler, ronki -/-, wheezing -/: Inspeksi : Perut tampak tegang Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh abdomen Perkusi : Cairan bebas (+), nyeri ketuk (+) Auskultasi : Bising usus Extremitas III. Status Ginekologis a. Pemeriksaan luar Rambut pubis (+), vulva tidak ada kelainan, perineum normal, introitus vaginam normal, orifisium uretra normal, KGB inguinal tidak ada pembesaran, TFU sulit dinilai, tanda cairan bebas (+), nyeri tekan (+) seluruh abdomen. b. Pemeriksaan Dalam In spekulo : Dinding vagina licin, portio livide, OUE tertutup, cavum Douglas menonjol, fluxus (+), perdarahan tidak aktif. 4 : Edema (-) : Tampak sakit berat : Apatis : 90/60 mmhg : 70x/m : 26 x/menit : 36,2C

Vaginal toucher

Portio lunak, nyeri goyang portio (+), cavum Douglas menonjol, nyeri tekan (+), Uterus sulit dinilai, tegang dan terasa nyeri. Parametrium tegang. Rectal toucher : Tonus sfingter ani normal, mukosa & parametrial normal, massa tumor (-)

Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Tanggal 21 September 2011 pukul 19.10: 2. Khusus Culdosintesis/Douglas Pungsi (+) Darah kehitaman dan tidak membeku, terdapat bintik-bintik kehitaman Kesan : KET dengan presyok + anemia berat Diagnosis awal G2P1A0 hamil 12 minggu dengan KET + presyok+ anemia berat Hb Ht Leukosit Trombosit Malaria GDS : 85,5 gr% : 24 % : 26.000/mm3 : 359.000/mm3 : (-) : 203 mg/dl

Diagnosis banding Infeksi pelvix Abortus imminens Torsio kista ovarii Appendisitis Ruptura korpus luteum

Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Sikap 1. Perbaiki keadaan umum IVFD RL 2 jalur kocor Transfusi WBC 2 kolf Injeksi Antibiotik/8 jam IV 2. Persiapan operasi cito Operasi cito dilakukan 2,5 jam kemudian, ditemukan : - Adanya ruptur pars ampularis dekstra dinding berwarna kekuningan Diagnosis post operasi Ruptura pars ampularis dekstra pasca + KET + SOD : dubia : dubia

LAPORAN OPERASI No. MR : 179367 Hari/Tanggal : Rabu,21 September 2011 Operator : dr.Zulkarnain H, Sp.OG Asisten I : dr. Zulfadli Asisten II Anestesi Instrumen : dr.Sugiono : dr.Indra,Sp.An : Davi

Nama : Ny. Chandri Nuraini Alamat : Pahoman,Bandar Lampung Premedikasi : Narkose : General Anestesi

Penderita dalam posisi terlentang dan general anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan sekitarnya. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan insisi Mediana 2 jari dibawah pusat sampai 1 jari diatas symphisis incisi diperdalam secara tumpul dan dibuka hingga ke peritoneum Tampak genangan darah di cavum abdomen dilakukan explorasi cavum abdomen didapatkan ruptur pada pars ampularis tuba kanan diputuskan untuk melakukan salpingektomi dextra dengan cara menjepit, memotong dan mengikat pars ampularis tuba kanan dengan chromic cat gut no. 2.0. Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya Dilakukan pencucian cavum abdomen dengan nacl 0,9% Setelah diyakini lagi tidak ada perdarahan kemudian dilakukan penjahitan dinding abdomen lapis demi lapis Kemudian luka operasi ditutupi dengan sufratule dan hypafix Diagnosa Pra Bedah Diagnosa Post bedah Jenis Tindakan : : : KET Post salpingektomi dextra Salpingektomi Dextra

Instruksi Post Op 1. Observasi tanda-tanda vital ibu : TD, Nadi, RR, suhu Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi Setiap 1jam sampai dengan 24 jam post operasi

6. Diet : Jika bising usus (+) 6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit 12 jam : boleh bubur saring

2.

IVFD NaCl : RL = 1 : 2 gtt xx/mnt

24 jam : boleh nasi biasa 7. Obat-obatan : - Ampicillin 3 x 1 gram (IV) tes dahulu - Gentamycin 2 x 80 mg (IV - Flagyl supp 2 x 1 gram - tramadol drip - Alinamin F 3 x 1 amp (IV) - Transamin 3 x 1 amp (IV) - Vit C 2 x 2 amp (IV) - Vit b kompleks 1x2cc (IM) 8. jika ada keluhan lapor dokter Jaga

3. Cek Hb, jika Hb < 10 gr % transfusi


4. 5. Kateter menetap, catat output/input Mobilisasi, jika keadaan umum baik : 6 jam : boleh miring kanan-kiri 12 jam : boleh duduk 24 jam : boleh berdiri dan jalan

Tanda Tangan Operator dr.Zulkarnain H, SpOG

FOLLOW UP Tanggal Keluhan : Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign TD Nadi Respirasi Suhu Pem. fisik Konjungtiva BAK Bising usus Flatus anemis (+) (+) (+) ananemis (+) (+) (+) 124/65 mmHg 65 x/menit 20 x/menit 36,4C 100/70 mmHg 84 x/menit 20 x/menit 36,7C 22 September 2011 Nyeri pada jahitan Tampak sakit sedang Compos mentis 23 September 2011 Nyeri pada jahitan Tampak sakit sedang Compos mentis

Diagnosis Therapi

Post SOD a.i KET hari I IVFD RL gtt xxx/mnt IV Inj Cefotaxim 1 gr/8 jam IV Inj Gentamycin 80mg/12 jam IV Supp.Flagyl 500 / 12 jam Inj Alinamin F amp/8 jam IV Inj Transamin amp /8 jam IV Inj Tradosix amp /8 jam IV Inj vit C 2 amp/12 jam IV Inj neurosanbe 5000/hari IM

Post SOD a.i KET hari II Tab Doxef 500 3 x 1 Tab Ponalar 500 3 x 1 Tab Habibion 3 x 1

Lab: Hb 10,1 gr%

Rencana Tanggal Keluhan : Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign TD Nadi Respirasi Suhu Pem. fisik Konjungtiva BAK Bising usus Flatus

Alih ruangan 24 September 2011 Tampak sakit sedang Compos mentis

100/80 mmHg 84 x/menit 22 x/menit 36,5C ananemis (+) (+) (+)

Diagnosis Therapi

Post SOD a.i KET hari III

Tab Doxef 500 3 x 1 Tab Ponalar 500 3 x 1 Tab Habibion 3 x 1 Rencana Os acc pulang hari ini dengan catatan os kontrol seminggu lagi

10

Kasus
I. Identitas Seorang ibu 24 tahun, G2P1A0, hamil 12 minggu dengan nyeri perut hebat sejak 23 jam sebelum masuk RSAM. Pasien juga mengeluh sakit pada perut kanan bagian bawah dan menyebar ke seluruh perut. Pasien mengaku sudah terlambat haid sejak dua bulan yang lalu. Pasien mengatakan mengalami pendarahan pervaginam sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa badan terasa lemah dan pucat. II. Permasalahan 1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai ? 2. Apakah diagnosa sudah tepat? 3. Apakah penatalaksanaan sudah tepat? 4. Apa faktor penyebab,atau predisposisi ? 5. Bagaiman prognosis kehamilan selanjutnya ? III. Analisa Kasus 1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang sudah sesuai dan lengkap ? Anamnesis Anamnesis yang dilakukan sudah bisa mengarahkan kepada terjadinya KET. Pada anamnesa ditemukan adanya tanda-tanda khas dari KET yaitu ; amenorhoe, nyeri akut abdomen . Selain itu pasien juga mengeluh adanya badan terasa lemas dan kulit terlihat pucat. Namun ada beberapa yang seharusnya ditanyakan : Adakah riwayat infeksi alat kelamin Adakah riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Adakah riwayat ligasi tuba/tubektomi pada ibu Adakah riwayat pemakaian obat penyubur rahim Adakah riwayat merokok Adakah riwayat KB

11

Pemeriksaan fisik dan penunjang Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah bisa mengarah kepada KET yaitu adanya : tanda cairan bebas (+), nyeri tekan (+) seluruh abdomen Portio lunak, nyeri goyang portio (+), cavum Douglas menonjol, nyeri tekan (+), Uterus sulit dinilai, tegang dan terasa nyeri. Culdosintesis/Douglas Pungsi dengan hasil (+). Parametrium tegang. Namun untuk membantu menentukan diagnosa seharusnya dilakukan pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan USG Pemeriksaan kadar HCG Hormon HCG diproduksi oleh plasenta. Dalam kehamilan normal terjadi peningkatan titer sampai 2 kali lipat setiap 2 hari. Ketika kadar HCG dalam urine cukup tinggi maka tes kehamilan menjadi positif. Pada KE, HCG biasanya turun (< 1000 mIU/ml) dan jika meningkat, peningkatan bisa sangat perlahan. Jadi paling tidak dilakukan pemeriksaan kadar HCG serial tiap 48 atau 72 jam. Pada pasien ini pemeriksaan kadar HCG tidak dapat dilakukan mengingat kondisi pasien yang tidak stabil dan membutuhkan penanganan segera apalagi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah dapat diduga kuat bahwa pasien ini menderita kehamilan ektopik lanjut. 2. Apakah diagnosa sudah tepat? Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang cukup baik, maka diagnosa awal yang ditegakkan benar walaupun seharusnya dilakukan USG ulang karena sebelumnya (1 minggu yang lalu) pasien sudah pernah melakukan USG, dan berdasarkan USG tersebut ditemukan adanya gambaran kehamilan ektopik. Hal ini mengingat bahwa USG hanya bisa memastikan jika ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin, dan USG tidak mempunyai keakuratan 100 %. Selain itu keadaan yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan USG. Pada intraoperatif ditemukan tuba yang ruptur dan adanya janin. 3. Apakah penatalaksanaan/tindakan sudah tepat?

12

Penatalaksanakan awal yang dilakukan pada awal sudah tepat yaitu dengan perbaikkan keadaan umum pasien karena pasien datang dalam kondisi presyok dan anemia maka yang harus dilakukan adalah menstabilkan hemodinamik dengan infus dan transfusi darah. Setelah itu laparotomi harus segera dilakukan untuk menghentikan pendarahan selekas mungkin dengan menjepit bagian dari adneks yang menjadi sumber perdarahan. Dilakukan salfingektomi pada pasien ini sudah tepat. Penatalaksanaan setelah operasi yaitu dengan memberikan antibiotik cefotaksim, gentamycin flagy, alinamin, transamin, vitamin C dan vit B kompleks (neurosanbe) dan tradosix secara injeksi intravena. Tetapi seharusnya antibiotik yang diberikan tidak perlu cefotaksim, cukup dengan golongan ampicillin atau amoksicillin saja dan pemberian transamin serta alinamin tidak tepat mengingat efek samping dan pertimbangan ekonomi. 4. Apa faktor penyebab,atau predisposisi ? Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab KET sulit diketahui secara pasti tetapi kemungkinan penyebabnya adalah adanya penyakit infeksi panggul karena pasien mempunyai riwayat keputihan, dimana bisa menyebabkan terjadi gangguan fungsi. 5. Bagaimana prognosis kehamilan selanjutnya ? Setelah mengalami kehamilan ektopik , dapat terjadi kehamilan ektopik berikutnya 7-13 kali lipat.3 Secara keseluruhan, kemungkinan dari kehamilan ektopik yang berulang adalah sekitar 10 % dan ini tergantung dari tindakan bedah yang dilakukan dan kerusakan pada sisa tuba. Pasien ini setelah kehamilan ektopik memiliki kesempatan 50-80% untuk kehamilan intra uterine berikutnya, dan 10-25% dapat terjadi kehamilan tuba. IV. Kesimpulan Penanganan kasus KET bersifat emergency karena adanya kondisi akut abdomen dan keadaan alin yang bisa mengancam nyawa. Tetapi sebelumnya harus ditegakkan dengan diagnosanya. Tindakan yang diambil juga harus dipertimbangkan dengan baik dan mengambil kerugian yang sekecil-kecilnya bagi penderita. Kesalahan

13

diagnosis pada pasien ini dan tindakan yang akan dilakukan dapat berakibat fatal baik bagi pasien maupun bagi janin yang dikandungnya.

KEHAMILAN EKTOPIK
Pendahuluan
Kehamilan ektopik ialah suatukehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan, berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan inidapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Hal yang perlu di ingat bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu. 1 Kehamilan ektopik dengan kehamilan.
3

merupakan penyebab utama kematian pada trimester

pertama di Amerika Serikat, sekitar 9% dari semua penyebab kematian yang berkaitan Kehamilan ektopik pertama kali dideskripsikan pada abad ke 11 dan sampai pertengahan abad ke 18, dan biasanya berakhir fatal. John Bard melaporkan intervensi bedah pertama kali yang berhasil mengobati kehamilan ektopik di New York tahun 1759.3 Angka kemungkinan hidup pada awal abad ke 19 sangat kecil. Pada awal abad ke 20, penemuan besar dari anesthesia, antibiotic dan transfusi darah sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke 20, 200-400 kematian dari 10.000 kasus kehamilan ektopik. Pada tahun 1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat statistic kehamilan ektopik, dilaporkan 17,800 kasus. Tahun 1992, insidens kehamilan ektopik meningkat menjadi 108,800. Tetapi angka kematian menurun dari 35.5 kematian per 10,000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2.6 per 10,000 kasus pada tahun 1992.

Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang telah dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. 1

14

Ektopik berasal dari kata ektopos (yunani), yang berarti out of place (tidak pada tempatnya), dan ini berkaitan dengan implantasi ovum yang telah dibuahi diluar cavum uterus termasuk tuba Falopii, serviks, ovarium, bagian cornu uterus dan rongga abdomen. Implantasi gestasi yang abnormal ini tumbuh dan mendapat peredaran darah dari tempat implantasi tersebut. Semakin berkembangnya hasil konsepsi tersebut, hal ini sangat memungkinkan terjadinya rupture karena hanya cavum uterus yang dapat mengikuti dan berakomodasi terhadap perkembangan fetal. Kehamilan ektopik dapat menyebabkan perdarahan massif, infertilitas atau kematian.3

Frekuensi
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Di RSCM pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaprkan berkisar antara 0 - 14,6 %.2

Lokasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :1 a. Tuba Falopii b. Uterus Kanalis servikalis Divertikulum Kornu Tanduk rudimenter Pars interstitialis Isthmus Ampulla Infundibulum Fimbriae

c. Ovarium d. Intraligamenter e. Abdominal

15

Primer Sekunder

f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Gambar 1. Sites and frequencies of ectopic pregnancy. By Donna M. Peretin, RN. A) Ampullary 80%, B) Isthmic 12%, C) Fimbrial 5%, D) Cornual/Interstitial 2%, E) Abdominal 1.4%, F) Ovarian 0.2%, G) Cervical 0.2% Diantara kehamilan ektopik yang terbanyak ialah yang terjadi dituba, khususnya diampulla dan isthmus. 95% terjadi tuba. 1.5% abdominal, 0.5% pada ovarium dan 0.03% pada cervical.2,3,6 Frekuensi kehamilan ektopik meningkat 6 kali lipat sejak tahun 1970 dan sekarang sekitar 2% dari semua kehamilan. 3 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 25-35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik 1:300 kehamilan, tetapi mungkin angka ini terlampau rendah. 1 Kematian rata-rata 1 per 2000 ektopik di Amerika. Sekitar 40-50 wanita meninggal tiap tahunnya karena kehamilan ektopik. 2 Etiologi: apapun migrasi uterus Secara yang embrio dapat ke teoritis, cavum

menghalangi menyebabkan

kehamilan ektopik. Penjelasan

16

yang paling logis dalam peningkatan frekuensi kehamilan ektopik adalah infeksi pelvis. Gambar 2. Kehamilan tuba

Etiologi2
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar

penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba. Factor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut : 1. Factor dalam lumen tuba a. Endosalfingitis dapatmenyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu. b. Pada hipoplasia uteri tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping. c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit. 2. Faktor pada dinding tuba a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba. b. Divertikel tuba congenital atau ostium tubae dapat menahan telur yang dibuahi ditempat itu 3. Faktor diluar dinding tuba a. b. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba. 4. Faktor lain 17

a. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature. b. Fertilisasi invitro

Faktor resiko 2,3,4,5,6,7


1. Pelvic inflammatory disease (PID) Wanita dengan PID 6-10 kali lebih beresiko daripada yang tidak ada riwayat PID. Dari sebuah studi dari 745 wanita dengan sekali atau lebih terkena PID 16 % menjadi infertile karena oklusi tuba. Dan 6,4% mengalami kehamilan ektopik. Penyebab infeksi yang paling sering disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Pasien dengan infeksi Chlamydia menimbulkan gejala klinis yang beragam, dari asimptomatik servicitis sampai salphingitis. Lebih dari 50% wanita yang terinfeksi tidak merasakan paparan tersebut. Organisme lain yang menyebabkan PID seperti Neisseria gonorrhoeae. Riwayat Salphingitis meningkatkan resiko kehamilan ektopik 4 kali lipat.

2. Kontrasepsi Progestin 3. Riwayat ligasi tuba / tubektomi Terjadi peningkatan resiko kehamilan ektopik, tergantung dari derajat kerusakan perubahan secara anatomi. Konsepsi setelah ligasi tuba meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. 30-50% pasien setelah ligasi tuba dilaporkan mengalami kehamilan ektopik. Kegagalan setelah kauterisasi tuba lebih besar dalam menyebabkan kehamilan ektopik dibandingkan penutupan menggunakan benang, cincin atau klip. Kegagalan tersebut karena terbentuknya fistula yang memberi jalan bagi sperma. Kehamilan ektopik setelah sterilisasi tuba biasanya timbul setelah 2 tahun atau lebih, pada tahun pertama hanya sekitar 6% dari kegagalan sterilisasi yang menyebabkan kehamilan ektopik. 4. Riwayat Kehamilan ektopik3 18

Setelah mengalami kehamilan ektopik, dapat terjadi kehamilan ektopik berikutnya 7-13 kali lipat. Pasien setelah kehamilan ektopik memiliki kesempatan 5080% untuk kehamilan intra uterine berikutnya, dan 10-25% dapat terjadi kehamilan tuba. 5. Penggunaan obat fertilitas atau Assisted Reproductive Technology Induksi ovulasi dengan Clomiphene sitrat dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik 4 kali lipat pada studi kasus kontrol. Pada penemuan ini faktor yang signifikan adalah telur yang multiple dan kadar hormon yang tinggi. Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat pada pasien yang menggunakan assisted reproductive techniques untuk hamil, seperti In Vitro Fertilization (IVF) atau Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT). Pada satu studi dari 3000 kehamilan dengan IVF, insiden terjadinya kehamilan ektopik 4.5%. Lebih lanjut lagi, sebuah studi menunjukan bahwa lebih dari 1% kehamilan dengan IVF atau GIFT dapat menjadi kehamilan heterotopic, dibandingkan dengan konsepsi spontan dengan insidensi 1 dalam 30,000 kehamilan. 6. Usia Insidens tertinggi pada wanita usia 35-44 tahun. 7. Merokok Merokok dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. Berdasarkan studi, didapatkan peningkatan resiko sebesar 1.6-3.5 kali dari bukan perokok. 8. Salpingitis isthmica nodosum Salpingitis isthmica nodosum didefinisikan adanya gambaran mikroskopis epitel tuba di myosalphinx atau dibawah lapisan serosa tuba. Membentuk seperti suatu divertikula kecil.

Patologi1

19

Mukosa pada tuba bukan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista yang berimplantasi didalamnya. Vaskularisasi kurang baik dan desidua tidak tumbuh sempurna. Sehingga ada 3 kemungkinan : 1. Ovum mati dan diresorbsi, sering adanya kehamilan tidak diketahui 2. Trofoblas dan villus korialis menembus lapisan pseudokapsularis, sehingga timbul perdarahan dalam lumen tuba. Dapat menyebabkan hematosalping dan dapat juga mengalir ke rongga peritoneum dan berkumpul di kavum Douglasi, membentuk hematokel retrouterina. Biasanya pada kehamilan di ampulla, sering terjadi abortus tuba. 3. Trofoblas dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung kerongga peritoneum. Biasanya pada kehamilan di isthmus sering terjadi rupture tuba. Ruptur bisa juga terjadi pada dinding tuba yang menghadap mesosalping. Darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan ke ligamentum latum, menyebabkan hematom intraligamenter.

Gambaran Klinik1
Pada kehamilan ektopik muda dan tidak terganggu terdapat gejala-gejala seperti pada kehamilan normal yaitu amenore, enek sampai muntah dan sebagainya. Mungkin rasa nyeri kiri atau kanan pada perut bagian bawah lebih sering ditemukan karena tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung dngan pembesaran tuba karena kehammilan ektopik. Uterus juga membesar dan lunak seperti pada kehamilan intra uterin. Amenore diikuti oleh perdarahan merupakan gejala yang sering dijumpai pada kehamilan ektopik. Biasanya perdarahan tidak banyak tetapi dapat berlangsung lama dan berwarna hitam. Abortus tuba adalah gangguan yang umumnya tidak begitu mendadak dan dapat memberikan gambaran yang beraneka ragam. Timbul perdarahan dari uterus yang berwarna hitam dan rasa nyeri disamping uterus yang bertambah hebat. Pada pemeriksaan didapatkan disebelah uterus terdapat sebuah tumor dengan nyeri tekan, agak lunak dengan batas tidak rata dan jelas. Adanya nyeri yang cukup hebat bila serviks digerakan (nyeri goyang portio).

20

Gambar 3. Ruptur tuba

Pada rupture tuba, peristiwa terjadi mendadak dan keadaan penderita umumnya lebih gawat. Adanya anemia jelas, kadang penderita dalam keadaan syok. Kadang ditemukan adanya cairan bebas dalam rongga perut. Uterus tidak dapat diraba dengan jelas karena dinding perut menegang dan uterus dikelilingi darah.

Gejala7
perdarahan. Dengan trias klasik dari kehamilan ektopik adalah : pain, amenorrhea, vaginal bleeding
3

Nyeri perut bawah / pelvis yang hebat Amenore Perdarahan Nausea Keadaan umum penderita yang tergantung dari banyaknya

. Tapi hanya 40-50% dengan perdarahan pervaginam. Sehingga trias lain

adalah pain, amenore dan anemia.

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dini dari kehamilan ektopik sangat penting. Untuk diagnosis dini ini terdapat berbagai macam protocol yang berbeda bagi para ginekologist. Secara umum, protocol dari diagnosis dini adalah kecurigaan/suspicion. Pada wanita tanpa faktor resiko dapat terjadi kehamilan ektopik 1-2%. Dan jika ada beberapa faktor resiko, meningkat menjadi 25%. Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis kehamilan ektopik adalah : Test kehamilan positif

Kadar HCG dalam darah2,6,7 Test kadar HCG dalam darah merupakan diagnosis yang paling awal dari adanya kehamilan. Test ini memiliki sensitivitas 1-5 mIU/ml yang dapat mendeteksi 21

adanya kehamilan sekitar 7-8 hari setelah fertilisasi. Kadar HCG seharusnya meningkat minimal 66% dalam 48 jam, dan kadarnya 2 kali lipat dalam 72 jam selama kehamilan 6 minggu pertama. Kadar HCG yang menetap / plateu dengan waktu paruh 7 hari atau menjadi 2 kali lipat 7 hari memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk kehamilan ektopik. Kadar Progesteron2,6,7 Kadar progesterone biasanya tidak bisa digunakan untuk menegakan diagnosis kehamilan ektopik, tetapi dapat menjadi sebuah petunjuk. Kadar progesterone kurang dari 15 ng/ml terdapat pada 81% kehamilan ektopik, 93% pada kehamilan intrauterine yang abnormal, 11% pada kehamilan intrauterine normal. Kurang dari 2% kehamilan ektopik dan 4% pada kehamilan intrauterine yang abnormal dengan kadar progesterone 25 ng/ml. Sehingga, kadar progesterone kurang dari 15 mungkin adalah kehamilan abnormal. Secara umum, kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL 95% dengan kehamilan normal intrauterine sementara kadar yang kurang dari 5 ng/mL kemungkinan besar (hampir 100%) dengan kehamilan abnormal dan nonviable. Dilatasi dan kerokan Merupakan cara yang relative murah untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Ketika didapatkan adanya kehamilan abnormal dari pemeriksaan kadar serum HCG atau kadar progesteron, curettage dapat membedakan antara kehamilan intra uterin atau ektopik. Bila didapatkan adanya villus korialis secara histologis berarti terdapat kehamilan intra uterin yang non viable. Bila ditemukan desidua tanpa villus korialis, mengarah pada kehamilan ektopik. Metode ini hanya digunakan bila kehamilan tetap tidak dilanjutkan walaupun intra uterin. Culdocentesis 7 Dilakukan dengan menusukan jarum dengan lumen yang agak besar dikavum Douglasi digaris tengah dibelakang serviks. Adanya darah yang didapat berwarna merah tua / hitam, menunjukan adanya darah di kavum Douglasi.

22

Gambar 4. Culdocentesis is a procedure which checks for abnormal fluid in the space that is just behind the vagina, the posterior cul-de-sac. This procedure is done when pain occurs in the lower abdomen and pelvic regions, and other tests suggest that fluid may be present in the cul-de-sac. The test may also be done when a ruptured ectopic pregnancy or ovarian cyst is suspected.

Laparoskopi

Laparoskopi dapat

dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil. Laparoskopi merupakan kriteria standar untuk diagnosis. Tetapi, laparoskopi dapat terjadi kesalahan sampai 4% pada kehamilan ektopik dini. Gambar 6. A right tubal ectopic pregnancy as seen at laparoscopy

The swollen right tube containing the ectopic pregnancy is on the right at E The stump of the left tube is seen at L - this woman had a previous tubal ligation

23

USG2

Same image. Uterus outlined in red, uterine lining in Ultrasound showing uterus and tubal pregnancy green, ectopic pregnancy yellow. Fluid in uterus at blue circle - sometimes called a "pseudosac"

Same case as above. Detailed view of ectopic.

Same image. Tubal pregnancy circled in red, 4.5 mm fetal pole (between cursors) in green, pregnancy yolk sac blue.

Gambar 5. Hasil USG pada kehamilan tuba

Diagnosis Differensial1
Infeksi pelvis Abortus imminens atau incomplete Tumor ovarium

24

Penanganan
Pada dasarnya penanganan pada kehamilan ektopik adalah operasi. Sekarang ada 2 metode penanganan kehamilan ektopik, yaitu : Operasi Penanganan untuk semua kehamilan ektopik yang rupture adalah operasi. Pasien dengan rupture tuba dan secara hemodinamik tidak stabil, maka operasi adalah pilihan utama dan laparoskopi merupakan kontraindikasi. Pada situasi seperti ini dibutuhkan tindakan laparotomi dan biasanya salpingectomy. Pengangkatan tuba yang ruptur dapat menghentikan perdarahan. Jika pasien dengan rupture tuba tetapi secara hemodinamik stabil, dibutuhkan tindakan operasi dengan laparoskopi bukan kontraindikasi yang mutlak. Keputusan untuk dilakukannya laparoskopi atau laparotomi tergantung dari keinginan pasien, kompetensi operator, dan ketersediaan alat. Dengan keuntungan laparoskopi adalah pada pemulihan post operasi akan lebih cepat.

Gambar 7 A right tubal ectopic pregnancy as seen at laparoscopy

Cara dilakukan prosedur operasi secara parsial tergantung dari lokasi kehamilan ektopik tersebut :3 1. Bagian ampulla adalah bagian tersering terjadinya kehamilan ektopik (80-90%). Lapisan muskularis tuba bagian ampulla relative tebal. Sering kehamilan ini tumbuh pada lapisan muskularis (tidak didalam lumen tuba) sehingga tuba jarang terjadi rupture. Pada kasus ini dapat dilakukan pembukaan 25

tuba Falopii bagian serosa (pada daerah dengan sedikit pembuluh darah) dan mengeluarkan hasil konsepsi. 2. Bagian isthmus merupakan yang kedua tersering (5-15%). Pada bagian ini, lapisan muskularis sangat tipis. Sering hasil konsepsi berkembang didalam lumen tuba. Pada kasus ini penanganan yang terbaik dengan reseksi segmental (removal) bagian tuba yang terkait. 3. Bagian fimbrial (infundibular) dari tuba Falopii adalah bagian tersering ketiga (sekitar 5%). Banyak terjadi abortus tuba dimana hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba kedalam abdomen. Pada beberapa kasus, penanganan hanya dengan pengambilan hasil konsepsi pada ujung tuba. Kejadian yang sering adalah hasil konsepsi terletak diantara lapisan muskularis, diluar lumen tuba sehingga laisan serosa luar bisa dibuka dan hasil konsepsi diambil tanpa merusak lumen tuba. 4. Bagian cornu (interstitial) dari tuba Falopii merupakan tempat yang jarang terjadi kehamilan ektopik (sekitar 1-2%). Pada kasus ini, hasil konsepsi berkembang didalam lapisan muskularis uterus tempat tuba masuk kedalam kavum uteri. Peredaran darah yang banyak pada daerah ini menyebabkan hasil konsepsi berkembang cukup besar untuk ukuran kehamilan ektopik. Sehingga akan sulit untuk mengangkat hasil konsepsi. Dibutuhkan tindakan Sub total Abdominal Hysterektomi atau pun total. 5. Kehamilan pada abdomen terjadi karena implantasi dari hasil konsepsi pada daerah dengan vaskularisasi yang baik pada rongga abdomen. Yang sering, aliran darah berasal dari pembuluh darah mesenterium usus. Banyaknya aliran darah menyebabkan kehamilan ektopik tersebut dapat berkembang. Morbiditas dan mortalitas ibu sangat tinggi (20 kali daripada kehamilan tuba). 6. Kehamilan pada ovarium sangatlah jarang (kurang dari 1%) dan sangat sedikit vaskularisasi. Reseksi parsial dari ovarium tersebut bisa dilakukan., tapi jika perdarahan tidak dapat dikontrol, sebaiknya dilakukan oophorectomy. 7. Kehamilan servikal juga sangat jarang (kurang dari 1%) dan kadang sulit untuk dibedakan dengan abortus incomplete karena keduanya bisa berlokasi diserviks. Dapat timbul perdarahan yang banyak, kadang dibutuhkan tindakan histerektomi. Kehamilan ektopik ini sangat berbahaya. 26

Tindakan operasi yang dilakukan tergantung dari adanya riwayat penyakit pada tuba (PID), infertilitas, kehamilan ektopik sebelumnya dan keinginan dari pasangan. Kadang juga ada pertimbangan lain seperti jika adanya kerusakan yang signifikan dari lumen tuba atau kondisi ibu yang telah kehilangan banyak darah maka salphingectomy dapat dilakukan. Juga pada wanita dengan cukup anak atau riwayat kehamilan ektopik pada tuba yang sama.

Gambar 8. After laparoscopic

resection of the tube, the tubal stump is seen at S

Terapi medis (medical therapy) Methotrexate menghambat pertumbuhan sel yang cepat seperti pada kehamilan atau sel kanker. Efek samping yang sering pada dosis rendah MTX biasanya ringan dan sementara. Kriteria untuk pemberian methotrexate: 2 1.Hemodinamik-stabil 2.Tidak ada kemungkinan rupture tuba atau perdarahan intra abdomen yang signifikan 3.Diameter tuba < 3-4 cm 4. Tidak ada kontraindikasi untuk pemberian MTX

27

5. Informed consent 6. Pasien bisa untuk dipantau Hasil yang baik dengan sedikit efek samping didapat pada single dose IM 50 mg/m2. Sekitar 70-95% kasus berhasil dengan pengobatan methotrexate. 2 Ibu dengan kehamilan ektopik dini tanpa rupture dapat diterapi dengan methotrexate. Ibu harus dimonitor dirumah sakit dengan tes darah dan kadar hormone untuk memastikan bahwa kehamilannya telah berakhir. Efek samping dari methotrexate seperti gagal ginjal, gangguan hematopoeisis, dan kerusakan saraf.4

Komplikasi

Rupture, dengan perdarahan yang mengarah terjadinya syok. Infertilitas pada 10 -15% wanita dengan riwayat kehamilan ektopik.7

Prognosis
Sekitar 85% wanita dengan kehamilan ektopik bisa mendapatkan kehamilan normal. Kehamilan ektopik berulang terjadi pada 10-20% kasus. Beberapa wanita tidak bisa hamil lagi, sedangkan ada yang bisa hamil dan terjadi abortus spontan pada trimester pertama. 7

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, DSOG & Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr, DSOG; Ilmu Kandungan, YBP-SP, Edisi ke dua, cetakan ke tiga, FKUI, Jakarta; 1999, Hal 250-260 2. Anonim. 2003. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal 23 September 2011, http://www.advancedfertility.com 3. Anonim. 2004. Kehamilan Ektopik Terganggu. Diakses tanggal 25 September 2011, http://www.emedicine.com 4. Anonim.2005. Penyakit Kehamilan Ektopik. Daiakses tanggal 26 September 2011, www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/2012.html 5. Anonim. 2006. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal 27 September 2011, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000895.htm 6. Anonim. 2003. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Kehamilan Etopik. Diakses tanggal 27 September 2011, www.obgyn.net/pb/cotm/9902/9902.htm 7. Anonim. 2009. Apa itu Kehamilan Ektopik Terganggu. Diakses tanggal 27 September 2011. http://www.urac.org 8. Anonim. 2006. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal 28 September 2011, http://www.usdoctor.com 9. Supono, dr. 1982. Ilmu Kebidanan. Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Facultas Kedokteran Unsri: Palembang.

29

30

Anda mungkin juga menyukai