Anda di halaman 1dari 47

Portofolio

KPD 8 JAM PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM DALAM


PERSALINAN KALA 1 FASE LATEN

Disusun oleh:
dr. Rachmania Budiati
Dokter Internsip RS PKU Muhammadiyah Gombong

Pembimbing:
dr. Hj. Nur Hidayani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
KEBUMEN
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Program Internsip


Dokter Indonesia di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Presentasi kasus dengan
judul:

Ketuban Pecah Dini 8 Jam pada Primigravida Hamil


Aterm Dalam Persalinan Kala 1 Fase Laten

Hari/tanggal : Oktober 2018

Oleh:
dr. Rachmania Budiati

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Hj. Nur Hidayani

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sukotrunan, Alian
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 8 Juni 2018
No. RM : 354xxx

Nama Suami : Tn. T


Alamat : Sukotrunan, Alian
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan Terakhir : SMA

B. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis di ruang VK pada tanggal 8 Juni
2018 pukul 07.00
1. Keluhan Utama
Keluar cairan dari jalan lahir.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh bidan desa dengan keluhan keluar cairan
ngrembes dari jalan lahir sejak pukul 23.00 kemarin. Pasien G1P0A0 hamil
9 bulan mengaku cairan keluar seperti air kencing berwarna bening
lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar. Keluhan
dirasakan pertama kali pukul 23.00 tanggal 7 Juni 2018 saat bangun dari
ranjangnya. Setelah pasien berdiri, tiba-tiba keluar cairan jernih
pervaginam, tidak ada bunyi “pyok”. Pasien mengaku riwayat berhubungan

3
seksual dengan suami 2 hari SMRS. Pasien menyangkal adanya riwayat
trauma atau terjatuh.
Pasien mengakui adanya mulas yang hilang timbul sejak 1 minggu
SMRS namun dirasakan belum sering dan teratur. Namun menurut pasien
sejak keluarnya cairan yang ngerembes semalam, mulai pukul jam 04.00
pagi ini, kenceng-kenceng dirasakan lebih sering dan teratur. Pasien
menyangkal adanya lendir bercampur darah pervaginam. Gerakan janin
dirasakan cukup aktif, tidak ada perbedaan dengan hari sebelumnya.
Pasien menyangkal adanya demam. BAB dan BAK normal, pasien
tidak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya, pasien tidak ada
keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak
sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing
panas.
Pasien mengaku bahwa dirinya teratur memeriksakan kehamilannya ke
bidan. Saat ini pasien tidak sedang dalam pengobatan apapun.

3. Riwayat Seksual dan Pernikahan


Pasien hanya pernah menikah 1 kali dengan Tn. T pada saat usia 24 tahun
dan sekarang adalah kehamilannya yang pertama.

4. Riwayat Ginekologi
 Menarche : 12 tahun
 Siklus haid : Teratur
 Panjang siklus : 28 hari
 Durasi : ± 7 hari
 Dismenorrhea : Tidak ada

5. Riwayat Obstetrik
 HPHT : 12 September 2017
 Taksiran persalinan : 19 Juni 2018
 Gravida : G1P0A0
 Usia Kehamilan : 38+3 minggu

4
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma,
penyakit jantung dan alergi obat-obatan maupun makanan.

7. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan
penyakit jantung di keluarganya. Riwayat kanker, mioma dan kista ovarium
dalam keluarga juga disangkal.

8. Riwayat Antenatal Care (ANC)


Pasien melakukan pemeriksaan ANC secara teratur. Pemeriksaan dilakukan
oleh bidan di dekat rumahnya. Pada trimester I sebanyak 2x, timester II
sebanyak 2x, dan trimester III tiap bulan. Pasien menyangkal adanya
penyakit penyerta dalam kehamilan yang sekarang seperti hipertensi,
diabetes mellitus. Selama kehamilan, pasien mengatakan dirinya
mengonsumsi asam folat, vitamin B komplit dan tablet besi.

9. Riwayat Kontrasepsi
Pasien dan suami belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.

10. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan suaminya adalah karyawan
swasta. Keluarga pasien termasuk kalangan ekonomi menengah. Pasien
tinggal bersama suami dan keluarganya. Biaya pengobatan menggunakan
BPJS non PBI.

11. Riwayat Kebiasaan


Pasien menyangkal adanya kebiasaan merokok, menggunakan obat-obat
terlarang, dan minum alkohol/jamu. Pasien mengatakan bahwa dirinya
hanya mengonsumsi obat yang diberikan bidan atau dokter. Sehari-hari
pasien makan nasi putih dengan lauk pauk seperti sayur, daging, telur, dan

5
tempe. Pasien jarang melakukan senam hamil, hanya beberapa kali datang
kelas senam ibu hamil di acara Posyandu. Pada trimester tiga kehamilan,
pasien rutin jalan pagi di lingkungan rumah sekitar 30 menit.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : composmentis
 Vital sign :
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 20 x/ menit
- Suhu : 36.7 oC
 Status gizi :
- BB : 60 kg
- TB : 156 cm
- BMI : 24,65 kg/m2
- Kesan : status gizi baik
 Status internus :
- Kepala : Bentuk mesocephal
- Mata : Konjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Telinga : Normotia, dalam batas normal
- Hidung : Simetris, dalam batas normal.
- Mulut : Dalam batas normal.
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-).
- Thoraks : Normochest
Cor : Dalam batas normal.
Pulmo : Dalam batas normal.
- Abdomen : Membuncit, membujur
- Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

6
 Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Inspeksi :
Abdomen : membuncit, membujur dan striae gravidarum (+)
Palpasi
Pemeriksaan leopold
LI `: teraba bagian janin bulat, lunak, ballotment (-) (kesan
bokong)
TFU 31 cm  TBJ = 3100 gram.
L II : teraba tahanan besar memanjang sebelah kanan (kesan
punggung), teraba tahanan kecil-kecil sebelah kiri (kesan
ekstremitas).
L III : teraba bagian janin bulat, keras, ballotment (+). (Kesan
kepala)
L IV : bagian bawah belum masuk pintu atas panggul.
His = (+) 3x10’ 15”
Auskultasi :
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan diatas
umbilikus dengan frekuensi 130 x/menit regular.
Pemeriksaan Dalam
VT: Ø 2 – 3 cm, KK (+), eff 25 %
Pemeriksaan tes lakmus (+)
Bagian bawah janin : presentasi kepala turun di Hodge I
Ubun-ubun kecil sulit dinilai, tidak teraba bagian lunak atau tali
pusat.
Ukuran panggul dalam kesan gynecoid tidak sempit.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (8/06/2018)
 Hemoglobin : 12.7 g/dl
 Hematokrit : 39.5 %

7
 Leukosit : 12.5 ribu/ul
 Trombosit : 223 ribu/ ul
 Eritrosit : 4.31 Juta/ul
 MCV : 91.6 fl
 MCH : 29.4 pg
 MCHC : 32.1 g/dl
 Neutrofil : 73.9%
 Limfosit : 36.9%
 Basofil : 0.2%
 Monosit : 4.7%
 Eosinofil : 2.0%
 HbsAg : non reaktif

E. Daftar Masalah
- Ketuban pecah dini 8 jam
- Leukositosis dan peningkatan neutrofil

F. DIAGNOSIS SEMENTARA
G1P0A0, 25 tahun, hamil 38+3 minggu
Janin I hidup intra uterine
Presentasi kepala u punggung kanan
Inpartu kala I
KPD 8 jam

G. PENATALAKSANAAN AWAL
1. Rawat inap
2. Ampicillin 1 x 1 gram
3. Pengawasan KU, TV, PPV, His, DJJ, tanda-tanda persalinan
4. Informed consent kepada pasien dan keluarga tentang keadaan ibu serta
janin dan rencana tindakan.

H. LAPORAN KEMAJUAN PERSALINAN

8
Tgl Vital sign His DJJ Keterangan

Jumat T : 110/70 (+) 140x/menit TFU : 31 cm, TBJ : 3100


mmHg sering gram
8/6/18
HR : 71 L I-IV : janin 1 intrauterine
(08.00) x/menit Pres kepala u puka
RR : 20 x/ VT : Ø 2-3 cm, KK (+),
menit eff 25 %, Bagian bawah
T : 36,7o C janin : presentasi kepala
turun di Hodge I, Ubun-
ubun kecil sulit dinilai.

Diagnosis:

G1P0A0, 25 tahun, hamil


38+3 minggu

Janin I hidup intra uterine

Presentasi kepala u
punggung kanan

KPD 8 jam

Sikap :
Posisi semiflower
Ampicillin 1 x 1 gram

IVFD RL 20 tpm

Advise DPJP Sp.OG :


Terminasi dengan induksi
oksitosin 5 IU dalam cairan
RL 500 mL dimulai dari 12
tpm
Pengawasan KU, TV, His,

9
DJJ, tanda-tanda partus
prematurus

Jumat T : 120/80 His (+) 142x/menit VT :


mmHg sering
8/6/18 Ø 10 cm, KK (-), Bagian
HR : 88
bawah janin : presentasi
(12.00) x/menit
kepala u turun di Hodge III
RR : 34 x/
menit Diagnosis:
T : 37o C
G1P0A0, 25 tahun, hamil
38+3 minggu

Janin I hidup intra uterine

Presentasi kepala u
punggung kanan

Inpartu

KPD 13 jam

Sikap :

Pimpin mengejan

Jumat, 8 Juni 2018


12. 20 WIB :
 Lahir bayi, spontan, perempuan, segera menangis, tonus otot baik,
AS 8-9-10, BB 2700 PB 48 cm LK/LD 32/30, anus (+), kelainan
kongenital (-).
 Manajemen Aktif kala III
 Injeksi Oksitosin 1 amp (10IU) IM
 Lakukan Penegangan Tali Pusat Terkendali (PTT)
 Masase Fundus Uteri

10
12.25 WIB :
 Lahir plasenta, kesan lengkap, kalsifikasi (-), hematoma (-)
 Perdarahan ± 200-250 cc
 Evaluasi : kontraksi uterus (+) baik, laserasi jalan lahir (+) grade II
dilakukan repair perineum, perdarahan aktif (-)

I. FOLLOW UP
Jumat (8 Juni 2018 pukul 16.00) :
Keluhan utama : nyeri pada luka jahitan jalan lahir
Keadaan umum : Baik, compos mentis
Tanda Vital:
TD : 110/70 mmH RR : 20 x / menit
N : 80 x / menit T : 36,7 oC
Mata : Conjungtiva palpebra anemis -/-
Thorax : Cor / pulmo dalam batas normal
Abdomen : TFU setinggi pusat, kontraksi baik.
Ekstremitas : Edema -/-
PPV : (+) lokhea rubra BAB : (-)
ASI : (-) BAK : (+)
Diagnosis :
P1A0, 25 Tahun
Post partus dengan induksi H0, KPD
Terapi :
- infus RL 20 tpm.
- Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Tablet SF 2 x 1 tab
- Metilergometrin 3 x 1 tab
- Pengawasan KU, TV, PPV, ASI, BAK, BAB

Sabtu (9 Juni 2018 pukul 06.00) :

11
Keluhan utama : tidak keluhan
Keadaan umum : Baik, composmentis
Tanda Vital:
TD : 110/80 mmH RR : 20 x / menit
N : 84 x / menit T : 36,5 oC
Mata : Conjungtiva palpebra anemis -/-
Thorax : Cor / pulmo dalam batas normal
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi kuat.
Ekstremitas : Edema -/-
PPV : (+) lokhea rubra BAB : (-)
ASI : (+) BAK : (+)
Diagnosis :
P1A0, 25 Tahun
Post partus dengan induksi H0, KPD
Terapi :
- Aff infus
- Cefadroxil tab 2 x 500 mg
- Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
- Tablet SF 2 x 1 tab
- Metilergometrin 3 x 1 tab
- Usul pasien pulang

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri
yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu
jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis
bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang
dari 5 cm pada multigravida.3,4,5,6
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before
the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis
sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan
Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum
in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu
satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai
terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi
ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala
komplikasinya.2,3
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.1 Ketuban
pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Sebagian
besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan.7

13
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan
aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur
rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum
umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /
preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.4,5,6

B. Epidemiologi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan
pada kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan
kurang dari 1 %. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 %.
Insidensi KPD kira – kira 12 % dari semua kehamilan.8
Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang
dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan cukup bulan dari
pada kurang bulan, yaitu sekitar 96%, sedangkan pada kehamilan kurang
bulan terjadi sekitar 34%.7,8
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7 %.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana
80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari.
Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada
KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu.
Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih
daripada 24 jam.4,5

C. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh

14
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator
ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus
berkontraksi.4,5,8
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah dini, antara lain:
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis.1 Membrana
khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan
sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.2 Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli
dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering
ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-
bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya
perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.2,4

15
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya
untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-
satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah
demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang keruh dan berbau
yang menyertai pecah ketuban yang menandakan infeksi.6,8
b. Infeksi genitalia
Meskipun chlamydia trachomatis adalah patogen bakteri paling
umum yang ditularkan lewat hubungan seksual, tetapi kemungkinan
pengaruh infeksi serviks oleh organisme ini pada ketuban pecah dini
dan kelahiran preterm belum jelas. Pada wanita yang mengalami
infeksi ini banyak mengalami keputihan saat hamil juga mengalami
ketuban pecah dini kurang dari satu jam sebelum persalinan dan
mengakibatkan berat badan lahir rendah.8 Seorang wanita lebih rentan
mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi
perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan
jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta terjadi
pula perubahan pada kondisi pencernaan. Keputihan dalam kehamilan
sering dianggap sebagai hal yang biasa dan sering luput dari perhatian
ibu maupun petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan
kehamilan. Meskipun tidak semua keputihan disebabkan oleh infeksi,
beberapa keputihan dalam kehamilan dapat berbahaya karena dapat
menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah
sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500
gram).1,6
Sebagian wanita hamil tidak mengeluhkan keputihannya karena
tidak merasa terganggu padahal keputihanya dapat membahayakan
kehamilannya, sementara wanita hamil lain mengeluhkan gejala gatal
yang sangat, cairan berbau namun tidak berbahaya bagi hasil
persalinannya. Dari berbagai macam keputihan yang dapat terjadi
selama kehamilan, yang paling sering adalah kandidiosis vaginalis,
vaginosisbakterial dan trikomoniasi.2,4 Dari NICHD Maternal-fetal
Medicine Units Network Preterm Prediction Study melaporkan bahwa

16
infeksi klamidia genitourinaria pada usia gestasi 24 minggu yang
dideteksi berkaitan dengan peningkatan kejadian ketuban pecah dini
dan kelahiran preterm spontan sebesar dua kali lipat setelah terinfeksi
bakteri ini.8,9
Infeksi akut yang sering menyerang daerah genital ini termasuk
herpes simpleks dan infeksi saluran kemih (ISK) yang merupakan
infeksi paling umum yang mengenai ibu hamil dan sering menjadi
faktor penyebab pada kelahiran preterm dan bayi berat badan rendah.
Pecah ketuban sebelum persalinan pada preterm dapat berhubungan
dengan infeksi maternal. Sekitar 30% persalinan preterm disebabkan
oleh infeksi dan mendapat komplikasi dari infeksi tersebut.8 Pada
kehamilan akan terjadi peningkatan pengeluaran cairan vagina dari
pada biasanya yang disebabkan adanya perubahan hormonal, maupun
reaksi alergi terhadap zat tertentu seperti karet kondom, sabun, cairan
pembersih vagina dan bahan pakaian dalam. Keputihan pada kehamilan
juga dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan berlebihan sel-sel jamur
yang dapat menimbulkan infeksi didaerah genital. Keputihan akibat
infeksi yang terjadi pada masa kehamilan akan meningkatkan resiko
persalinan prematur dan ketuban pecah dan janinnya juga mengalami
infeksi.9
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya ketuban
pecah dini dan persalinan preterm. Vaginosis bakterial adalah sindrom
klinik akibat pargantian laktobasilus penghasil H2O2 yang merupakan
flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
seperti gardnerella vaginalis, yang akan menimbulkan infeksi.
Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan kejadian ketuban pecah dini,
persalinan preterm dan infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan
pH vagina lebih dari 5,04 yang normalnya nilai pH vagina adalah
antara 3,8-4,5. Abnormalitas pH vagina dapat mengindikasikan adanya
infeksi vagina.1

17
Herpes simpleks adalah virus menular seksual yang jarang tetapi
serius yang bisa tetap tidak aktif sampai orang mengalami stres atau
tidak sehat. Biasanya merupakan kondisi kronis dan kambuhan serta
bisa berat bagi bayi baru lahir. Infeksi herpes primer biasanya
menyebabkan demam ringan dan perasaan tidak sehat. Muncul lesi
yang menimbulkan nyeri sekitar genital internal dan eksternal/serviks,
ulserasi, dan biasanya sembuh dalam tiga minggu.8,9 Herpes aktif bisa
terdiagnosa dengan inspeksi klinis didaerah genital untuk lesi yang
tampak (internal/eksternal) pada saat awitan persalinan atau pecah
ketuban spontan. Sectio saeraria merupakan satu-satunya indikasi bila
infeksi masih aktif sehingga lesinya jelas.8,9
c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini
dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum
uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari
trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik.1
Diagnosa inkompetensi serviks ditegakkan ketika serviks
menipis dan membuka tanpa disertai nyeri pada trimester kedua atau
awal trimester ketiga kehamilan. Umumnya, wanita datang
kepelayanan kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam,
tekanan pada panggul, atau ketuban pecah dan ketika diperiksa
serviksnya sudah mengalami pembukaan. Bagi wanita dengan
inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan berulang pada
kehamilan berikutnya, berapa pun jarak kehamilannya. Secara tradisi,
diagnosis inkompetensia serviks ditegakkan berdasarkan peristiwa
yang sebelumnya terjadi, yakni minimal dua kali keguguran pada
pertengahan trimester tanpa disertai awitan persalinan dan
pelahiran.1,5,10

18
Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran
pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi
serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar,
adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang
memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami
abortus elektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu
mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks (conization). Apabila
seorang wanita mempunyai riwayat keguguran pada trimester kedua
atau pada awal trimester ketiga, konsultasi dengan dokter mut lak
diperlukan. Jika seorang wanita datang ketika sudah terjadi penipisan
serviks, pembukaan, tekanan panggul, atau perdarahan pervaginam
yang sebabnya tidak diketahui, maka ia perlu segera mendapat
penatalaksanaan medis.7,8,9
d. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah
dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik
dari frekuensi yang lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu
suami diatas dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50%
memicu terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena
biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang,
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul
(PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.3,5
Hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak
terhadap kehamilan. Pada trimester pertama kehamilan biasanya gairah
seks mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat ibu didera mual,
muntah, lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang dengan
semangat libido. Tetapi trimester kedua umumnya libido timbul
kembali, tubuh ibu telah dapat menerima kembali, tubuh telah terbiasa
dengan kondisi kehamilan sehingga ibu dapat menikmati aktifitas
dengan lebih leluasa dari pada trimester pertama. Mual-muntah dan

19
segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang demikian pula
urusan hubungan seksual. Ini akibat meningkatnya pengalihan darah
ke organ-organ seksual seperti vagina dan payudara. Memasuki
trimester ketiga minat/libido menurun kembali, tetapi hal ini tidak
berlaku pada semua wanita hamil. Tidak sedikit wanita yang libidonya
sama seperti trimester sebelumnya, hal ini normal sebab termasuk
beruntung karena tidak tersiksa oleh kaki bengkak, sakit kepala, sakit
punggung dan pinggul, berat badan yang semakin bertambah atau
keharusan istirahat total.6
Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari
tiga kali seminggu diyakini berperan pada terjadinya ketuban pecah
dini, hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi
rahim, namun kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan
menjelang persalinan. Selain itu, paparan terhadaap hormon
prostaglandin didalam semen (cairan sperma) juga memicu kontraksi
yang walaupun tidak berbahaya bagi kehamilan normal, tetapi harus
tetap diwaspadai jika memiliki resiko melahirkan prematur.7,10 Pada
kehamilan tua untuk mengurangi resiko kelahiran preterm maupun
ketuban pecah adalah dengan mengurangi frekwensi hubungan seksual
atau dalam keadaan betul-betul diperlukan wanita tidak orgasme meski
menyiksa. Tapi jika tetap memilih koitus, keluarkanlah sperma diluar
dan hindari penetrasi penis yang terlalu dalam serta pilihlah posisi
berhubungan yang aman agar tidak menimbulkan penekanan pada
perut ataupun dinding rahim. Mengurangi frekwensi koitus yang
sejalan dengan meminimalkan orgasme selain dapat mengurangi
terjadinya ketuban pecah dini, dapat pula mengurangi penekanan
pembuluh darah tali pusat yang membawa oksigen untuk janin, sebab
penekanan yang berkepanjangan oleh karena kontraksi pada pembuluh
darah dapat menyebabkan gawat janin akibat kurangnya supply
oksigen ke janin.7,10
e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.

20
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami
ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup
sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk
kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan
aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan
ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor
lain seperti keputihan atau infeksi maternal.8 Sedangkan multipara
adalah wanita yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan
melahirkan anak hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali
dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta
jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.8
Meski bukan faktor tunggal penyebab ketuban pecah dini namun
faktor ini juga diyakini berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah
dini. Yang didukung satu dan lain hal pada wanita hamil tersebut,
seperti keputihan, stress (beban psikologis) saat hamil dan hal lain yang
memperberat kondisi ibu dan menyebabkan ketuban pecah dini.8,10
f. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali
mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya
ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada
pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko
mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami ketuban pecah dini kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya.8
g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya polihidramnion dan gemeli.

21
Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi
pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering
mengalami ketuban pecah dini.8 Perubahan pada volume cairan amnion
diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang kurang
bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan
perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion, akumulasi
berlebihan cairan amnion (> 2 liter), seringkali terjadi disertai
gangguan kromosom, kelainan struktur seperti fistula trakeosofageal,
defek pembuluh saraf dan malformasi susunan sarap pusat akibat
penyalahgunaan zat dan diabetes pada ibu. AFI (amnion fluid indeks)
pada kehamilan cukup bulan secara normal memiliki rentang antara 5,0
cm dan 23,0 cm.6
Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes
mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada
plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya
propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan
polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus
gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8,
13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah
malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan
pretem dan gangguan pernafasan pada ibu.1,2,10
Kehamilan kembar juga sangat penting diidentifikasi sejak dini.
Sejumlah komplikasi yang dihubungakan dengan kehamilan,
persalinan dan pelahiran serta masa nifas pada wanita yang
mengandung lebih dari satu janin. Kemungkinan yang mungkin timbul
pada kehamilan kembar adalah anomali janin, keguguran dini, lahir
hidup, plasenta previa, persalinan dan pelahiran preterm, diabetes
kehamilan, preeklamsi, malpresentasi dan persalinan dengan gangguan.
Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup
posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus
adalah mungkin saja menentukan apakah janin merupakan kembar
monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin

22
terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan
untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil
kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan
preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan
cermat setiap kali melakukan kunjungan. Wanita dengan kehamilan
kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga preeklamsi.
Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan
produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan
keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan
preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah.6,7
Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi
kenyamanan dan citra tubuh, kesiapan perawatan bayi dan keuangan,
semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya petugas
kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan.
Konseling tentang persalinan pretem dan preeklamsi perlu di upayakan
guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar yang
bermutu.2,8
h. Faktor usia ibu
Usia ibu yang ≤ 20 tahun termasuk usia yang terlalu muda
dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga
rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥
35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya
pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini.
Usia dan fisik wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan
pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan. Sampai sekarang,
rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani
kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Kehamilan di
usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena kondisi
fisik belum 100% siap.3,4,5
Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang
dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan
pertumbuhan janin terhambat. Bisa jadi secara mental pun wanita

23
belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan
kandungannya menjadi rendah. Di luar urusan kehamilan dan
persalinan, risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan
seks dan melahirkan sebelum usia 20 tahun ini. Berbeda dengan wanita
usia 20-30 tahun yang dianggap ideal untuk menjalani kehamilan dan
persalinan. Di rentang usia ini kondisi fisik wanita dalam keadaan
prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang
maksimal untuk kehamilan. Umumnya secara mental pun siap, yang
berdampak pada perilaku merawat dan menjaga kehamilannya secara
hati-hati.1,3
Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi
“Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan
kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya, dalam keadaan
baik”. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, proses kehamilan dan
persalinan berkaitan dengan kondisi dan fungsi organ-organ wanita.
Artinya, sejalan dengan bertambahnya usia, tidak sedikit fungsi organ
yang menurun. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel
telur yang siap dibuahi semakin sedikit. Selain itu, kualitas sel telur
juga semakin menurun. Itu sebabnya, pada kehamilan pertama di usia
lanjut, resiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit
kelainan bawaan juga tinggi, begitu juga kondisi-kondisi lain yang
mungkin mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti
kelahiran preterm ataupun ketuban pecah dini. Meningkatnya usia juga
membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya
adalah jaringan rahim yang tak lagi subur. Padahal, dinding rahim
tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini memunculkan
kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel
di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-
ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat
rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi
komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu,
kondisi hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya,

24
resiko keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi
lainnya juga meningkat.1,3,7
Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah dini
sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban
pecah, jika ketuban pecah pada trimester ketiga, maka hanya
diperlukan beberapa hari saja sehingga pelahiran terjadi dibandingkan
dengan trimester kedua.8

D. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,4

Gambar 2.1 Gambar skematik stukur selaput ketuban saat aterm9

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti


penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta
peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama
disebabkan oleh matriks metalloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu
grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ekstraseluler.

25
Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8
berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan
selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah
kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metalloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama
dengan TIMP-1. 1,6,9
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjada selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relative
lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser,
yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari
RIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ekstraseluler
selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat
menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase
diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.
Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama
MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.3,6,9
Gangguan nutrisi merupakan salah satu factor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban
pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur
triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar
asam askorbat yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan menyebabkan terjadinya degradasi membrane dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh

26
netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis factor α yang
diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3
pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan
dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus
dan degradasi kolagen membrane. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat
menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan precursor prostaglandin dari
membrane fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan
produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam akidonat menjadi
prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostaglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin
terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada
selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperature rectal ibu dimana dikatakan positif jika temperature rectal lebih
dari 38⁰C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.8,9,10

Gambar 2.2 Mekanisme inflamasi pada selaput ketuban10

Patofisiologi pada infeksi intrapartum :

27
- Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
- Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
- Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
- Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi
infeksi.9,10
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblast serviks dari kelinci percobaan. Tingginya
konsentrasi progesterone akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase
pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi
kolagen. Ada juga protein hormone relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara local oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek
inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas
MMP-3 dan MMP-9 dalam membrane janin. Aktivitas hormone ini
meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia saat aterm.
Peran hormone-hormon tersebut dalam pathogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.13,14
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami
kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar
robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami
apoptosis melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini
terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan

28
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan
jelas.7,9

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa factor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membrane. Interleukin-8
yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap
neutrofil dan merangsang aktifitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi
matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban.10

Gambar 2.3 Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini10

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini
adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih

29
merembes atau menetes, disertai dengan demam/menggigil, juga nyeri pada
perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami amnionitis.6 Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi
bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.5,7
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang)
timbul pada ketuban pecah dini seperti ketuban pecah secara tiba-tiba,
kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his dalam satu jam.
Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin yang semakin cepat
serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu dialami ibu dengan kasus
ketuban pecah dini. Namun, harus tetap diwaspadai untuk mengurangi
terjadinya komplikasi pada ibu maupun janin.6,8

F. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :10
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak
ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien
lebih dari 20 minggu.10
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan

30
dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.
Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.10

b. Pemeriksaan dengan spekulum


Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil
sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel
cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5,7
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
adalah8,9 :
- Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
- Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
- Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air
ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput
ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru
(basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi
biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering
(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu
dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan
Neisseriagonorea.1,2
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.

31
Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam
masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.6,7
d. Pemeriksaan penunjang10
- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus
merah menjadi biru.
- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3
kemungkinan ada infeksi.
- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,
letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air
ketuban.
- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan
meningkat.
- Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk
mengevaluasi kematangan paru janin.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini
perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal
yang berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan
janin.140
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini
adalah :3,4,5,10
- Pastikan diagnosis.
- Tentukan umur kehamilan.
- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.
- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan
beberapa hal berikut :
a. Fase laten :

32
- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses
persalinan.
- Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan
terjadinya infeksi.
- Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
 Korioamnionitis:
o Abdomen terasa tegang.
o Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
o Protein c reaktif meningkat.
o Kultur cairan amnion positif.
 Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
b. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan
terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
c. Presentasi janin intrauteri
Presentasi janin merupakan penunjukuntuk melakukan terminasi
kehamilan.Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan
jalan seksio sesarea.Pertimbangan komplikasi dan resiko yang akan
dihadapi janin dan maternal terhadap tindakan terminasi.
d. Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur.
Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Medikamentosa
a. Kortikosteroid6,7
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan
mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid
juga menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan ( 20 –
35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ), enterokolitis
nekrotikans (0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan

33
betamethason (celestone) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2
hari. National Institute of Health merekomendasikan pemberian
kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 – 23 minggu, dengan asumsi
viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.Pemberian
kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih controversial dan
tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui
pemeriksaan amniosentesis.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat
menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi.
Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan
kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti
pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam
untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan
dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu setelah
penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.6,7

KETUBAN PECAH ≥ 37 MINGGU


INFEKSI NON- INFEKSI NON-
INFEKSI INFEKSI
 Amoksilin +  Penisilin  Lahirkan
Eritromisin  Gentamisin bayi
 Penisilin
untuk 7 hari  Metronidazol  Berikan
 Gentamisin
 Steroid untuk  Lahirkan bayi penisilin
 Metronidazol
pematangan atau
 Lahirkan bayi
paru ampisilin

Antibiotik setelah persalinan


PROFILAKSIS INFEKSI NON-INFEKSI
Stop antibiotik Lanjutkan untuk 24-48 jam Tidak perlu
setelah bebas panas antibiotik
Tabel 2.1 Penggunaan antibiotik untuk ketuban pecah dini10

34
c. Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang
periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal.Tidak
banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk
ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak
diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih
jauh.10
Tatalaksana Ketuban Pecah Dini
Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan pada ketuban pecah dini :
a. Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga
masa kehamilan dapat diperpanjang. Tirah baring ini juga dapat
dikombinasikan dengan pemberian antibiotik sebagai profilaksis
(mencegah infeksi). Antibiotik yang dianjurkan :
- Ampicillin (untuk infeksi Streptococcus β ) : 4 x 500 mg atau
eritromicin bila tidak tahan ampicillin dan metronidazol 2 x 500
mg selama 7 hari.
- Eritrosin dosis tinggi (untuk infeksi Clamydia trachomatis,
ureoplasma, dan lainnya) .
Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi
semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.9,10
b. Tatalaksana aktif
Dilakukan untuk memperpanjang usia kehamilan dengan
pemberian kombinasi :
-
Kortikosteroid untuk pematangan paru (Betametazon IM 12 mg
24 jam atau deksametazon IM 6 mg 12 jam selama 2 hari).
-
Tokolitik untuk mengurangi atau menghambat kontraksi uterus,
dapat diberikan :
 Β – Sympathomimetic : Ritodrine
 Magnesium sulfat
 Indometacin
 Nifedipine : Epilate

35
 Atosiban : Tractocile
- Antibiotik untuk profilaksis infeksi (mengurangi peranan infeksi
sebagai pemicu terjadinya proses persalinan)
Tindakan tatalaksana aktif juga tidak terlalu banyak
meningkatkan maturitas janin dan paru.Dalam keadaan terpaksa harus
dilakukan terminasi kehamilan untuk menyelamatkan janin dan
maternal.6,7,8
Dalam menunda persalinan ini, ada lima kriteria yang dapat
dipertimbangkan :
- Usia kehamilan < 26 minggu. Sulit mempertahankan kehamilan
sampai aterm atau sampai usia kehamilan sekitar 34 minggu.
Bahaya infeksi dan oligohiramnion akanmenimbulkan masalah
pada janin. Bayi dengan usia kehamilan kurang dari 26 minggu
sulit untuk hidup dan beradaptasi di luar kandungan.
- Usia kehamilan 26 - 31 minggu. Persoalan tentang sikap dan
komplikasi masih sama dengan usia kandungan < 26 minggu.
Namun pada rumah sakit yang sudah maju, dimungkinkan
adanya perawatan intensif neonatus. Pertolongan bayi dengan
berat < 2.000 gram dianjurkan dengan seksio sesarea.
- Usia kehamilan 31 - 33 minggu. Dilakukan amniosintesis untuk
menetukan kematangan paru, atau test busa (bubble test).
Memperhatikan kemungkinan infeksi intrauteri. Bayi dengan
berat > 2.000 gram sangat mungkin ditolong.
- Usia kehamilan 34 - 36 minggu. BB janin sangat baik sehingga
dapat dilakukan induksi persalinan atau seksio sesarea.
- Usia kehamilan > 36 minggu. Sudah dianggap aterm sehingga
dapat hidup diluar kandungan dan selamat.Kehamilan pada usia
ini dapat di induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25 – 50 µg intravaginal setiap 6
jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan
antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

36
 Bila pembukaan / skor pelviks < 5, lakukan pematangan
serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri
persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila pembukaan / skor pelviks > 5, induksi persalinan.5
c. Tatalaksana agresif
Tidakan agresif dilakukan bila ada indikasi vital sehingga tidak
dapat ditunda karena mengancam kehidupan janin atau maternal.
Indikasi vital yang dimaksudkan yaitu :
- Infeksi intrauteri.
- Solution plasenta.
- Gawat janin.
- Prolaps tali pusat.
- Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin
atau redup.
- BB janin cukup viable untuk beradaptasi di luar kandungan.
Pemilihan ketiga sikap diatas sangat sulit bila pada ketuban pecah dini,
janin masih premature. Keadaan janin yang premature akan menghadapi
berbagai kendala umum akibat ketidakmampuannya beradaptasi dengan
kehidupan diluar kandungan. Hal ini diakibatkan organ vital yang belum siap
untuk menghadpi situasi yang sangat berbeda dengan keadaan intrauteri
sehingga menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.6,7,8

37
Skema 2.1 Tatalaksana ketuban pecah dini preterm10

38
Skema 2.2 Tatalaksana ketuban pecah dini aterm10

H. Komplikasi
Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Dini ini tergantung pada usia
kehamilan. Ia dapat terjadi infeksi maternal ataupon neonatal, persalinan

39
premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.1,3
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan.
- Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah.
- Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.
- Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam
1 minggu.7
b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban
Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
- Komplikasi Ibu:
 Endometritis.
 Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia).
 Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki
vaskularisasi sangat banyak).
 Syok septik sampai kematian ibu.
- Komplikasi Janin
 Asfiksia janin.
 Sepsis perinatal sampai kematian janin.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.2,7
d. Penekanan tali pusat (Prolapsus)

40
Gawat janin, kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada
presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan
prematur.10

Gambar 2.4 Prolapsus tali pusat9

e. Sindrom Deformitas Janin


Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi
muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary.5

Komplikasi Bentuk Keterangan

Maternal *Antepartum *Sepsis jarang terjadi


-Korioamnionitis 30-60% karena pemberian
-Solusio plasenta antibiotic dan resusitasi
*Intrapartum
-Trauma persalinan akibat *Trauma tindakan
induksi/operatif. operasi
*Kemungkinan retensio dari plasenta -Trias komplikasi :
*Postpartum ^ Infeksi
-Trauma tindakan operatif ^ Trauma tindakan
-Infeksi masa nifas ^ Perdarahan
-Perdarahan postpartum.

Neonatus *Semakin muda usia kehamilan dan *Kejadian komplikasi

41
semakin rendah berat badan janin, yang diindikasikan untuk
maka komplikasi makin berat. terminasi kehamilan;
-Prolaps tali pusat
*Komplikasi akibat prematuritas; -Infeksi intrauteri
-mudah infeksi -Solusio plasenta
-mudah terjadi trauma akibat
tindakan persalinan *Untuk membuktikan
-mudah terjadi aspirasi air ketuban terjadi infeksi intrauteri
dan menimbulkan asfiksia sehingga dapat dilakukan
menyebabkan kematian. amniosentesis dengan
tujuan untuk;
*Komplikasi postpartum; -kultur cairan amnion
-Penyakit Respiratory Distress -pemeriksaan glukosa
Syndrome (RDS) atau hialin -alfa fetoprotein
membrane -fibronektin
-Hipoplasia paru dengan akibatnya
-Tidak tahan terhadap hipotermia.
-Sering terjadi hipoglikemia
-Gangguan fungsi alat vital.

*Komplikasi akibat *Upaya untuk tirah


oligohidramnion; baring dan pemberian
-Gangguan tumbuh kembang yang antibiotic dapat
menyebabkan deformitas. memperpanjang usia
-Gangguan sirkulasi retroplasenta kehamilan supaya berat
yang menimbulkan asidosis dan badan janinnya lebih
asfiksia. besar dan lebih mamput
-Retraksi otot uterus yang untuk hidup di luar
menimbulkan solusio plasenta. kandungan.

*Komplikasi akibat ketuban pecah;


-Prolaps bagian janin terutama tali

42
pusat dengan akibatnya.
-Mudah terjadi infeksi intrauteri dan
neonatus.

Tabel 2.2 Komplikasi maternal dan perinatal9

I. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan
bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua
dan awal trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang
membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus
dinasihati supaya berhenti merokok dan mengambil alkohol. Berat
badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks
Massa Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi.
Selain itu, pasangan juga dinasihati supaya menghentikan koitus pada
trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi.10
b. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
- Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin
iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU,
metronidazol drip.
- Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain
pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan).10

J. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
- Usia kehamilan.
- Adanya infeksi / sepsis.
- Faktor resiko / penyebab.
- Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan3,4

43
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan
komplikasi KPD tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterin, dan kondisi pasien. Pada umumnya, tampak lebih pantas untuk
membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan
melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun semua
bayi dengan rasio lesitin-sfingomielin matur, dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin. Persalinan diinduksi
dengan oksitosin selama presentasi janin adalah kepala. Bila induksi gagal,
dilakukan seksio sesarea. Seksio sesarea juga dianjurkan untuk presentasi
bokong, letak lintang, atau gawat janin (fetal distress), kalau tidak janin
terlalu imatur sehingga tidak ada harapan untuk bertahan hidup. Kelahiran
dianjurkan untuk pasien hamil muda dengan korioamnionitis, persalinan
prematur, atau gawat janin. Kelahiran traumatik tanpa hipoksia janin penting
untuk memperkecil mortalitas dan morbiditas perinatal.6,7

44
BAB III
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini didapatkan pasien Ny. R, 25 tahun, G1P0A0 usia
kehamilan 38+3 minggu pekerjaan ibu rumah tangga datang ke IGD RS PKU
Muhammadiyah Gombong pada Jumat 8 Juni 2018 dengan rujukan dari bidan desa
dengan keluhan utama rembes keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 23.00
malam sebelumnya (± 7 Jam), keluar cairan yang ngerembes dari jalan lahir
berwarna bening tidak berbau dengan frekuensi yang sedikit namun tiap beberapa
jam menjadi banyak dan tidak dapat ditahan, keluarnya lendir darah disangkal oleh
pasien berdasarkan keluhan ini menandakan adanya selaput ketuban yang pecah
sebelum ada nya tanda-tanda persalinan, sehingga berdasarkan hal tersebut pasien
dapat didiagnosis sebagai ketuban pecah dini.
Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien ialah pasien sudah merasa kenceng-
kenceng sejak 1 minggu SMRS namun dirasakan belum sering dan teratur,
menurut pasien sejak jam 03.00 pagi ini, kenceng-kenceng dirasakan lebih sering
dan teratur, hal ini menunjukkan sudah adanya kontraksi pada uterus walaupun
masih jarang. Pasien masih merasakan gerak janin aktif hal ini menandakan
keadaan bayi masih baik belum terjadi fetal distress. Pasien mengaku berhubungan
seksual (Coitus) dengan suami 1 hari SMRS, hal ini dapat menjadi faktor
presdiposisi untuk terjadinya ketuban pecah dini karna adanya penetrasi penis yang
dapat mengeluarkan air mani yang menurut beberapa penelitian mengandung
prostaglandin sehingga dapat merangsang kontraksi untuk memicu persalinan.
Keluhan adanya demam disangkal oleh pasien menandakan bahwa kemungkinan
pasien belum terkena infeksi karena ketuban pecah. Keluhan keputihan ataupun
nyeri saat berkemih disangkal menandakan pasien tidak mengalami infeksi
genitalia.
Pemeriksaan obstetri dilakukan pada pukul 07.00 didapatkan hasil tinggi
fundus uteri (TFU) 31 cm dengan tafsiran berat janin 3100 gr, HIS 3x10’ 15’’,
Leopold 1: bulat lunak (kesan bokong), Leopold 2 : punggung kanan , Leopold 4 :
Divergen (sudah masuk PAP) , DJJ 130x/menit regular, VT Ø 2-3 cm, KK (+),
AK(+), STLD (-), Bagian bawah janin: presentasi kepala turun di hodge I dan

45
porsio teraba tebal hal ini menandakan pasien belum menunjukkan tanda inpartu
dan memasuki kala 1 fase laten persalinan.

Pemeriksaan penunjang yaitu berupa cek darah lengkap, HbsAg, didapatkan


hasil Leukosit 12.5 x 103/ul hal ini menandakan sudah ada tanda-tanda infeksi pada
pasien, hasil pemeriksaan HbsAg didapatkan non Reaktif.

Penatalaksanaan awal yang diberikan ialah inj Ampicillin 1gr/12 jam hal ini
bertujuan untuk profilaksis intrapartum, IVFD RL 20 tpm dan dilakukan induksi
oksitosin drip 5 IU dalam 500 ml RL dimulai dengan 12 tpm dinaikkan 4 tpm
setiap 15 menit dan dipantau DJJ serta HIS hingga terjadinya persalinan.

Setelah pemberian induksi oksitosin 5 IU dalam 500ml IVFD RL selama 4


jam pukul 12.20, pasien mengaku kenceng-kenceng dirasakan pasien sudah
semakin kuat dan sudah semakin teratur. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan
TFU 31 cm , DJJ 142x/menit Regular, HIS 3x10’/15’’ (sering), Leopold I : bulat,
lunak (presentasi bokong), Leopold 2: Punggung Kanan, Leopold 3: Bulat keras
(Presentasi Kepala), Leopold 4: Divergen (sudah masuk PAP), VT : Pembukaan 10
cm, porsio tipis lunak, STLD (+), AK (+), KK (-), hal ini menandakan induksi
berhasil, pasien memasuki inpartu kala 1 fase aktif dan menunggu hingga
pembukaan lengkap.

Pada pukul 12.20, lahir bayi perempuan, spontan, segera menangis, tonus
otot baik, AS 8-9-10, BB 2700 PB 47 cm LK/LD 32/30, anus (+), kelainan
kongenital (-). Pukul 12.25 plasenta lahir lengkap, kalsifikasi (-), perdarahan ±200-
250 cc, kontraksi uterus (+) baik, laserasi jalan lahir (+) grade II, perdarahan aktif
(-) dan dilakukan repair perineum. Bayi lahir sehat, tidak ada kendala serius dalam
persalinan.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-682.

2. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.

3. Saifudin A.B. 2002. Ketuban Pecah Dini. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 112-115.

4. Mochtar, Rustam. 1998. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta
: EGC. Hal : 255-258.

5. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal :
310- 313.

6. Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea,


Obstretri dan Ginekologi. Yogyakarta : Tosca enterprise. Hal : VI.16-18.

7. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of


Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diambil dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

8. Durfee RB, Pernoll ML. Premature Rupture of the Membranes In: Current
Obsetrics & Gyecologic Diagnosis & Treatment, Pernoll ML, ed. Lange
Medical Publications, New Jersey; 1991; 332-334

9. Passos F,Cardoso K, Coelho AM, André Graça, Nuno Clode, Graça LM.
Antibiotic prophylaxis in premature rupture of membranes at term: a
randomized controlled trial. Obstet Gynecol. 2012 Nov; 120(5): 1045–
1051. doi: http://10.1097/AOG.0b013e31826e46bc

10. Mercer BM. Preterm Premature Rupture of the Membranes. Obstet Gynecol
2003;101:178-93.

47

Anda mungkin juga menyukai