Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

EKLAMPSIA

Disusun Oleh :

Yusdinar Fauzi Nurmuttaqin

NPM: 113170073

Pembimbing :

dr. Wildan Arismunandar S, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI
RSUD WALED CIREBON
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2019
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkah
dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Tujuan utama pembuatan
laporan kasus ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai eklampsia serta
untuk melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan profesi dokter di
bagian Ilmu Obstetri dan ginekologi.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pembimbing dr. Wildan Arismunandar, Sp.OG yang telah memberikan bimbingan
dalam proses penyelesaian laporan kasus ini juga untuk dukungannya baik dalam
mencari referensi yang lebih baik. Selain itu penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang berada dalam satu kelompok kepaniteraan yang
sama atas dukungan dan bantuan selama menjalani kepaniteraan ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Laporan kasus
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi perbaikan referat yang akan datang.
.

Waled, Desember 2019

Penulis

LEMBAR PERSETUJUAN
3

Laporan kasus dengan judul


“PRE EKLAMSIA BERAT”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD
Waled

Waled, Desember 2019

dr. Wildan Arismunandar, Sp.OG


4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................1
Identitas Pasien ..........................................................................................1
Anamnesis ..................................................................................................1
Pemeriksaan Fisik ......................................................................................3
Resume .......................................................................................................4
Diagnosis....................................................................................................5
Pemeriksaan Penunjang .............................................................................5
Penatalaksanaan .........................................................................................7
Prognosis ....................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................9
Hipertensi Dalam Kehamilan .....................................................................9
Preeklampsia ............................................................................................11
Eklampsia.................................................................................................27
Hipertensi Kronis .....................................................................................31
Hipertensi Gestasional .............................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................35
5

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. N
Umur : 39 tahun
Alamat : Ender Pangenan cirebon
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah

Nama Suami : Tn. T


Umur : 43 tahun
Alamat : Ender Pangenan cirebon
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah

1.2 ANAMNESIS
a. Tanggal pemeriksaan : 17 Desember 2019
b. Keluhan Utama : Tekanan darah tinggi
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang perempuan, berusia 39 tahun dengan G3P2A0 gravida 35-36
minggu datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 16 Desemberr 2018
pukul 12.25 WIB rujukan dari bidan Puskesmas Pangenan dengan keluhan tekanan
darah tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak tanggal 03-12-
2019 ketika melakukan ANC di bidan sebesar 150/100 mmHg. Keluhan ini tidak
disertai dengan nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, kejang dan pandangan
kabur. Pasien mengeluhkan kaki bengkak sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
Mulas-mulas, keluar air-air dan keluar darah disangkal oleh pasien. Pasien
6

mengatakan bahwa gerakan janin masih dirasakan aktif. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Di puskesmas Pangenan, telah dilakukan pemeriksaan tekanan darah pasien
160/100 mmHg, dan protein urin (++). Di Puskesmas Pangenan telah diberikan
protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara bolus (10 cc MgSO4 dilarutkan
dengan 10 cc Aquabidest), juga diberikan Metildopa 3 x 250 mg.
d. Riwayat Penyakit Ibu :
 Riwayat Penyakit Hipertensi : disangkal
 Riwayat Penyakit DM : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa
dengan pasien.
f. Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan
pervaginam diluar menstruasi disangkal.
g. Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun.
h. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 15 tahun
- Siklus Haid : Teratur
- Panjang Siklus : 28 hari
- Lama : 7 hari
- Dismenorhea : tidak ada
- Banyak : 2 – 3 pembalut/hari
- HPHT :
- HPL :
7

i. Riwayat Obstetri
Umur Jenis Keadaan
Tahun Tempat Jenis Penolong
No kehamil Kelamin Anak
Partus Partus Persalinan Persalinan
an Anak/ BB Sekarang
38
1 2000 Bidan Spontan Bidan P/ 3.000gr Hidup
minggu
RSUD 38
2 2010 Spontan Bidan P/ 3.200gr Hidup
waled minggu

j. Riwayat ANC
- Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di bidan dan puskesmas desa
setempat sebanyak 5x.
- Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini belum pernah
- Pasien juga mengaku sudah di USG oleh dokter kandungan pada usia
kehamilan 7 bulan dengan hasil USG normal.
k. Riwayat KB
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan KB.
l. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 20 tahun lamanya dengan satu kali menikah.
Pertama kali menikah pasien berusia 19 tahun dan suami 23 tahun.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : composmentis
 Tinggi badan : 155 cm
 Berat badan : 70 kg
 IMT : 29,1
 Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 180/100 mmHg
- Nadi : 85 x/menit
- Respirasi : 21 x/menit
- Suhu : 36,6 ° C
a. Status Generalis
8

 Kepala – Leher : Normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak


mudah rontok
Mata : simetris, ca -/-, si -/-
Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies
(-), gusi berdarah (-)
Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
 Thorax : Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
 Cor : BJ I = BJ II reguler, M (-), G (-)
 Abdomen : Cembung, BU (+), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : Akral hangat (+), refleks patela (+/+), CRT > 2
detik, Edema pada ektremitas inferior dextra et
sinistra (+/+)

b. Status Obstetrik
 Pemeriksaan fisik luar :
- TFU : 30 cm
- DJJ : 150 x/menit, reguler
- His : tidak ada
 Palpasi :
- Leopold I : teraba lunak, TFU: 30 cm.
- Leopold II : punggung teraba di kiri, DJJ 150x/menit.
- Leopold III : presentasi kepala
- Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP
 Pemeriksaan fisik dalam :
- V/V : Tidak ada kelainan
- VT : Dinding vagina licin, portio tebal, belum ada pembukaan,
ketuban (+), presentasi kepala.
- Proteinuria : +2
1.4 RESUME
Seorang perempuan, berusia 39 tahun dengan G3P2A0 gravida 35-36 minggu
datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 16 Desemberr 2018 pukul
9

12.25 WIB rujukan dari bidan Puskesmas Pangenan dengan keluhan tekanan darah
tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien sejak tanggal 03-12-2019
ketika melakukan ANC di bidan sebesar 150/100 mmHg. Keluhan ini tidak disertai
dengan nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual, muntah, kejang dan pandangan kabur.
Pasien mengeluhkan kaki bengkak sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan Mulas-
mulas, keluar air-air dan keluar darah disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan
bahwa gerakan janin masih dirasakan aktif. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Di puskesmas Pangenan, telah dilakukan pemeriksaan tekanan darah pasien
160/100 mmHg, dan protein urin (++). Di Puskesmas Pangenan telah diberikan
protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara bolus (10 cc MgSO4 dilarutkan
dengan 10 cc Aquabidest), juga diberikan Metildopa 3 x 250 mg.
Riwayat penyakit dalam keluarga di sangkal, riwayat operasi di sangkal. Pasien
mengaku bahwa menstruasinya lancar dan pertama kali mendapatkannya yaitu usia
15 tahun dengan siklus yg teratur selama 7 hari dan mengganti pembalut 1-2 kali
dalam sehari. Riwayat ANC dilakukannya di bidan setempat secara rutin setiap
bulan, imunisasi TT belum pernah dan sudah melakukan USG di Puskesmas. Pasien
juga mengaku sudah menikah sebanyak 1 kali dengan lama pernikahan 20 tahun.
Riwayat persalinan anak pertama usia 19 tahun dengan BBL 3.000 gram lahir di
puskesmas ditolong Bidan dan anak kedua usia 9 tahun dengan BBL 3.200 gram
lahir di Rumah sakit.
 Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
85x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,6 °C, berat badan 50kg,
Tinggi badan 155cm Status generalis dalam batas normal. Edem pada
ekstremitas bawah dextra et sinistra. Pada status obstetri, pemeriksaan
fisik luar TFU 30 cm, DJJ 150 x/menit, reguler, His : tidak ada. Pada
Leopold I : teraba lunak, TFU: 30 cm, Leopold II : punggung teraba
di kiri, DJJ 150x/menit, Leopold III : presentasi kepala, Leopold IV :
bagian terbawah janin belum masuk PAP. Pada Pemeriksaan fisik
dalam :V/V : Tidak ada kelainan, VT : Dinding vagina licin, portio
tebal, belum ada pembukaan, ketuban (+), presentasi kepala, Pada
hasil pemeriksaan penunjang, protein urine dipstick positif ++.
10

1.5 DIAGNOSIS
G2P0A1 gravida 39-40 minggu Kala I fase laten dengan Eklampsia

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12.4 g/dL 12,5-15,5
Hematokrit 39 % 36-48
Trombosit 83 mm3 150-400
Lekosit 11,8 mm3 4-10
Eritrosit 4.76 mm3 3,8-5,4
RDW CV 17 % 11,6-14,6
RDW SD 50.4 Fl 29-46
Netrofil Batang 0 % 3-5
Netrofil Segmen 70 % 50-80
Limfosit% 20 % 25,0-40,0
Monosit% 9 % 2,0-8,0
Eosinofil 1 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
MCV 82.0 mikro 82-98
m3
MCH 25.9 Pg >=27
MCHC 31.6 g/dl 32-36
Imunoserologi
VDRL Non reaktive Non -
reaktive
HbSAg Non reaktive Non -
reaktive
HIV Non reaktive Non -
reaktive
11

RTD 1 Non reaktive Non -


reaktive
Elektrolit
Na 141.7 mg/dl 136-145
K 4.27 mg/dl 3.5 – 5.1
Cl 104.7 mg/dl 98 – 106
Kreatinin 0.75 mg/dL 0.45 – 0.75
Urin Lengkap
Warna Kuning
Kekeruhan Agak keruh
Protein Urine 300 mg/dl <10
Glucose Urin Normal mg/dl < 15
pH 6.5 - 4.8 – 7.4
Bilirubin Urin Neg mg/dl 0 – 35
Urobilinogen Normal mg/dL <1
Berat jenis Urine 1010 g/dl 1000 – 1030
Keton Urin Neg mg/dL 0.45 – 0.75
Leukosit 25 /uL <10
Eritrosit 150 /uL 0–1
Nitrit Neg - Neg
Sedimen
Epitel 2–3 /LPK <10
Eritrosit 6–9 /LPB <5
Lekosit 0–1 /LPB <10
Kristal Neg - Neg
Lain-lain Neg

1.7 PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa

a. Observasi KU, TTV dan DJJ


b. Pantau urin output
12

c. Pro Seksio secaria a.i Eklamsia


2. Medikamentosa

a. Protap PEB
` MgSO4 10cc + RL 10cc bolus pelan 10-15 menit
b. Maintenance PEB
MgSO4 15 cc + RL 500cc diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam
(20-30 tetes per menit)
c. Metildopa 2 x 500mg
d. Inj Anbacim 2x1 gr IV

1.8 PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis. Didefinisikan sebagai hipertensi jika tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Sedangkan hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya
160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Pada pasien yang tidak hamil, 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi esensial. Hipertensi dalam kehamilan
merupakan hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan
atau pada masa nifas.
2. Klasifikasi
 Preeklamsia: hipertensi yang baru terjadi di atas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan multisistem organ. Pada penyakit
trofoblas, preeklamsia dapat terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
 Eklamsia: kelainan akut pada preeklamsia dalam kehamilan, persalinan,
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa
penurunan kesadaran (gangguan sistem saraf pusat).
 Hipertensi Kronis: hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau
sebelum usia kehamilan 20 mingggu dan bertahan lebih dari 12 minggu
setelah persalinan.
 Hipertensi Kronis dengan Superimposed Preeklamsia-Eklamsia:
preeklamsia atau eklamsia yang terjadi pada wanita yang memiliki
hipertensi kronis.
 Hipertensi Gestasional: hipertensi yang terjadi di atas usia kehamilan 20
minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan kelainan hasil laboratorium
lain. Bila preeklamsia tidak terjadi dan hipertensi hilang setelah 12
minggu pascasalin, diagnosis berubah menjadi hipertensi transien.
14

3. Epidemiologi
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). Menurut WHO, 16% kematian ibu di
negara maju disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan. Di Amerika Serikat,
hipertensi terjadi pada 5-8% kehamilan dan menyebabkan sepertiga dari total
kematian ibu. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama tahun 2005 – 2010,
hipertensi dalam kehamilan menjadi penyebab 25,2% kematian ibu yang terdiri dari
16,5% eklamsia dan 2,9% preeklamsia berat dan impending eclampsia.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering kedua
morbiditas dan mortalitas perinatal. Dampak jangka panjang pada bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan preeklamsia seperti berat badan lahir rendah akibat
persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat turut
menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan
berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga
memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa.
WHO memperkirakan kasus preeklamsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang dibandingkan dengan negara maju. Prevalensi preeklamsia di negara
maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% - 18%.
Insiden preeklamsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden preeklamsia, berbeda dengan insiden
infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.
Preeklamsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklamsia
berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah
pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya.
Selain masalah kedokteran, preeklamsia juga menimbulkan masalah ekonomi,
karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari analisis yang
dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan mencapai 3 milyar
dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal, sedangkan untuk morbiditas
15

neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun. Biaya ini akan bertambah
apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka panjang preeklampsia.
4. Diagnosis
Hipertensi didiagnosis setelah dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Cara untuk mengurangi kesalahan pemeriksaan
tekanan darah:
 Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang. Berdasarkan
American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang
dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah
pemeriksaan.
 Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, namun
apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau
tensimeter otomatis yang sudah divalidasi.
 Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi dengan manset setingkat
jantung.
 Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan
agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.
 Gunakan bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi) pada pengukuran tekanan
darah diastolik.
 Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan
yang tertinggi.
2. 2 PREEKLAMPSIA
Preeklamsia adalah sindroma spesifik pada kehamilan yang dapat melibatkan
banyak sistem organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklamsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, gejala dan gangguan
lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklamsia.
1. Faktor Risiko
Penyebab preeklamsia belum diketahui pasti. Namun, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada wanita hamil dengan karakteristik berikut:
16

 Terpajan vili korialis pertama kali (primigravida atau primipaternitas).


 Terpajan vili korialis berlebihan (hiperplasentosis), misalnya pada
kehamilan kembar atau mola hidatidosa.
 Mempunyai dasar penyakit yang berhubungan dengan aktivasi sel
endotel atau inflamasi, seperti diabetes, obesitas, penyakit
kardiovaskular, penyakit ginjal, penyakit imunologis, atau penyakit
keturunan.
 Mempunyai riwayat keluarga dengan preeklamsia atau eklamsia.
Dari karakteristik-karakteristik tersebut, dapat diketahui faktor risiko dari
preeklamsia:
 Usia di atas 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Kehamilan kembar
 Multipara dengan riwayat preeklamsia sebelumnya
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Obesitas sebelum hamil
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
2. Etiologi
Berbagai mekanisme dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya
preeklamsia yang merupakan gabungan dari faktor ibu, plasenta, maupun janin
yang meliputi:
 Implantasi plasenta dengan invasi tropoblas yang abnormal
 Gangguan keseimbangan adaptasi imunologis antara ibu, ayah
(plasenta), dan janin
17

 Gangguan keseimbangan adaptasi ibu terhadap perubahan


kardiovaskular atau inflamasi dalam kehamilan normal
 Faktor genetik, termasuk predisposisi gen yang diturunkan dan juga
pengaruh epigenetik
a) Invasi Trofoblas Abnormal
Implantasi tropoblas yang normal ditandai dengan remodeling dari arteriola
spiralis dalam desidua basalis karena trofoblas menggantikan endotel dan lapisan
muskular untuk melebarkan diameter. Pada preeklamsia, tidak terjadi invasi
trofoblas yang sempurna. Hal ini menyebabkan arteriola yang terletak di bagian
lebih dalam masih memiliki endotel dan lapisan muskular sehingga tidak
mengalami pelebaran diameter. Oleh karena itu, timbul vasospasme yang berujung
pada iskemia di bagian distal arteriola tersebut. Kondisi ini lebih banyak terjadi
pada pasien dengan preeklamsia awitan dini.
Pada kehamilan, lumen arteriola spiralis yang sempit menyebabkan gangguan
pada aliran darah plasenta. Menurunnya perfusi dan lingkungan yang hipoksik
menyebabkan pelepasan debris plasenta sehingga menginisiasi respon inflamasi.

Gambar 1. Gangguan Invasi Trofoblas pada Preeklamsia

b) Faktor Imunologis
18

Teori lain mengenai mekanisme terjadinya preeklamsia adalah gangguan


toleransi maternal terhadap antigen paternal dan fetal. Hal ini didasarkan atas
pengamatan bahwa preeklamsia lebih sering ditemukan pada kondisi paparan
antigen paternal pertama kali seperti pada primigravida, multigravida dengan
sperma yang baru, atau kehamilan dengan inseminasi donasi, serta pada kondisi
meningkatnya jumlah antigen paternal seperti pada hiperplasentosis atau mola
hidatidosa.
Maladaptasi imunologi juga diduga terjadi akibat rendahnya ekspresi
immunosuppressive nonclassic human leukocyte antigen G (HLA-G) di jaringan
trofoblas ekstravili yang berakibat pada gangguan vaskular plasenta. Peningkatan
rasio Th1/Th2 menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi yang
merupakan salah satu faktor penyebab jejas endotel.
c) Aktivasi Sel Endotel
Faktor antiangiogenik dan metabolik serta mediator inflamasi lain
menyebabkan terjadinya kerusakan endotel sistemik. Kondisi ini juga dapat
disebabkan oleh aktivasi berlebihan dari leukosit di sirkulasi maternal. Sitokin
berkontribusi terhadap stress oksidatif sistemik yang menyebabkan pembentukan
lipid peroksida. Peroksida tersebut kemudian menghasikan radikal toksik yang
merusak endotel vaskular sistemik, memodifikasi produksi nitrit oksida, dan
mengganggu keseimbangan prostaglandin. Stress oksidatif juga menyebabkan
aktivasi koagulasi mikrovaskular sistemik yang ditandai dengan trombositopenia
dan peningkatan permeabilitas sistemik yang menyebabkan edema dan proteinuria.
d) Faktor Genetik
Preeklamsia merupakan kelainan multifaktor dan poligenik. Sudah
ditemukan lebih dari 70 kandidat gen yang terkait dengan preeklamsia, tetapi hanya
7 gen yang paling banyak diteliti, yaitu MTHFR, F5 (Leiden), AGT (M235T),
NOS3 (Glu 298 Asp), F2 (G20210A), dan ACE.
e) Faktor Nutrisi
Kejadian preeklamsia meningkat pada kondisi kekurangan zat atau vitamin
antioksidan (C, E, atau beta karoten), kekurangan kalsium dan protein, kelebihan
garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak jenuh.
3. Patogenesis
19

a) Vasospasme
Aktivasi endotel sistemik menyebabkan vasospasme yang meningkatkan
resistensi sehingga terjadi hipertensi. Kerusakan endotel sistemik juga
menyebabkan kebocoroan interstisial dan komponen darah, termasuk platelet dan
fibrinogen. Dengan berkurangnya aliran darah karena gangguan distribusi akibat
vasospasme dan kebocoran interstisial, iskemia dari jaringan akan menyebabkan
nekrosis, perdarahan, dan kerusakan target organ.
b) Kerusakan Sel Endotel
Faktor plasenta disekresikan ke sirkulasi maternal dan menyebabkan aktivasi
dan gangguan fungsi endotel vaskular sistemik. Sel endotel yang rusak atau
teraktivasi memproduksi lebih sedikit nitrit oksida dan menghasilkan substansi
yang mendukung koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor.
c) Peningkatan Respon Vasopresor
Wanita dengan preeklamsia awitan dini mengalami peningkatan reaktivitas
vaskular terhadap norepinefrin dan angiotensin II. Dibandingkan dengan kehamilan
normal, produksi prostasiklin endotel (PGI2) yang merupakan vasodilator dan
penghambat agregasi platelet lebih rendah pada preeklamsia. Sekresi thromboxane
A2 oleh platelet yang merupakan vasokonstriktor dan stimulator agregasi platelet
juga meningkat, sehingga rasio prostasiklin:thromboxane A2 menurun. Hal ini
meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II dan menyebabkan vasokonstriksi
dan berujung pada hipertensi.
d) Protein Angiogenik dan Antiangiogenik
Vaskulogenesis plasenta terjadi 21 hari setelah konsepsi. Gangguan
keseimbangan angiogenik menggambarkan jumlah berlebih dari faktor
antiangiogenik yang distimulasi oleh perburukan hipoksia pada hubungan
uteroplasenta. Trofoblast pasien preeklamsia memproduksi protein antiangiogenik
berlebih yang masuk ke sirkulasi maternal.
Protein pertama adalah soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) yang
merupakan reseptor VEGF. Peningkatan kadar sFlt-1 menyebabkan inaktivasi dan
penurunan free placental growth factor (PIGF) dan VEGF sehingga terjadi
disfungsi endotel. Protein kedua adalah soluble endoglin (sEng) yang menghambat
20

berbagai transforming growth factor beta (TGF-β) untuk berikatan dengan reseptor
endotel sehingga menurunkan vasodilatasi endotel.

Gambar 2. Aktivitas Protein Antiangiogenik pada Preeklamsia


4. Fenotip
Terdapat dua subtipe preeklamsia yang dibedakan oleh ada tidaknya
gangguan pada remodeling arteri spiralis uterina oleh trofoblas. Konsep ini dikenal
degan two-stage disorder (teori 2 tahap):
 Tahap 1: disebut juga tahap preklinik, disebabkan oleh kegagalan invasi
trofoblas sehingga terjadi gangguan remodeling arteri spiralis uterina
yang menyebabkan vasospasme dan hipoksia.
 Tahap 2: disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres
oksidatif dan faktor plasenta ke dalam sirkulasi darah ibu yang
mencetuskan respon inflamasi sistemik dan aktivasi endotel. Disfungsi
endotel akan ditandai oleh peningkatan zat vasokonstriktor, penurunan
zat vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler, dan gangguan sistem
pembekuan darah. Tahap 2 sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi
maternal yang juga bermanifestasi sebagai aktivasi sel endotel atau
inflmasi, seperti penyakit jantung, ginjal, diabetes melitus, obesitas, atau
penyakit turunan.
21

Teori ini menjelaskan perbedaan awitan preeklamsia yang dibagi sebagai


berikut:
 Preeklamsia Awitan Dini (Early Onset Preeclampsia)
Gejala klinis preeklamsia ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 34
minggu. Patofisiologi preeklamsia awitan dini berkaitan dengan kelainan
plasenta (tahap 1) sehingga komplikasi bagi ibu dan bayi lebih berat.
 Preeklamsia Awitan Lanjut (Late Onset Preeclampsia)
Gejala klinis preeklamsia ditemukan pada usia kehamilan 34 minggu
atau lebih. Preeklamsia awitan lanjut lebih banyak berhubungan dengan
kelainan pada ibu (tahap 2).

Gambar 3. Teori 2 Tahap Preeklamsia

5. Patofisiologi
a) Kardiovaskular
22

Gangguan kardiovaskular pada preeklamsia terjadi karena peningkatan


afterload akibat hipertensi, penurunan preload akibat menurunnya volume darah,
dan kerusakan endotel yang menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan
intravaskular ke ruang ekstraselular sehingga terjadi edema di berbagai organ.
Penurunan cairan intravascular juga menyebabkan hemokonsentrasi yang ditandai
dengan peningkatan hematokrit. Konsumsi platelet dan aktivas kaskade
pembekuann pada lokasi kerusakan endotel menyebabkan trombositopenia dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).
Hemolisis pada preeklamsia merupakan angiolisis mikroangiopati. Sel sarah
merah mengalami fragmentasi ketika melewati pembuluh darah kecil yang
mengalami kerusakan endotel dan terdapat penempelan platelet dan deposit fibrin.
Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar lactate dehydrogenase (LDH) serum.
b) Ginjal
Endoteliosis kapiler ginjal, hipertensi, dan kerusakan endotel glomerulus
menyebabkan penurunan bersihan asam urat, penurunan laju filtrasi glomerulus,
oliguria, proteinuria, dan gagal ginjal.

Gambar 4. Endoteliosis Kapiler Ginjal

c) Hati
Gangguan fungsi hati, peningkatan kadar enzim hati, ikterus, edema,
perdarahan, dan regangan kapsul hati. Nyeri pada kuadran kanan atas atau daerah
23

epigastrik pada preeklamsia berat terjadi karena peregangan kapsul Glisson akibat
edema atau perdarahan hati. Terjadinya hemolisis, trombositopenia, disertai dengan
nekrosis hepatoseluler yang meningkatkan enzim hati disebut dengan sindrom
HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, dan low platelet).
d) Otak
Terjadi kerusakan pada otak yang meliputi hipoksia, edema, dan gangguan
pembuluh darah otak. Manifestasi klinis yang dapat terjadi:
 Sakit kepala dan skomata: terjadi karena hiperperfusi pada lobus
oksipital.
 Kejang: sebelumnya disebutkan bahwa kejang disebabkan oleh
vasospasme dan edema otak. Namun, iskemia uteroplasenta juga
menyebabkan produksi molekul seperti neurokinin B, sitokin inflamasi,
endotein, dan tissue plasminogen activator yang menstimulasi resepor
saraf eksitatori dan mengganggu eksitabilitas saraf karena dihasilkan
neurotransmitter eksitasi yang berlebihan.
 Perubahan status mental: terjadi karena edema otak yang tergeneralisasi.
e) Mata
Iskemia, perdarahan, edema papil, dan ablasio retina. Dapat terjadi
pandangan mata buram, diplopia, hingga kebutaan.
f) Paru
Iskemia, nekrosis, edema, perdarahan, dan gangguan pernapasan hingga
apneu.
g) Perfusi Uteroplasenta
Gangguan pada perfusi uteroplasenta dapat menyebabkan terjadinya
nekrosis, solusio plasenta, hambatan perumbuhan janin, dan gawat janin.

6. Diagnosis
a) Kriteria Diagnosis Preeklamsia
 Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau
90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
Dan
24

 Protein urin: Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik > positif 1.
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah
ini:
 Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya.
 Gangguan Hati: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen.
 Edema Paru
 Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
b) Kriteria Diagnosis Preeklamsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklamsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklamsia atau disebut dengan preeklamsia berat. Kriteria
terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklamsia ringan, dikarenakan setiap
preeklamsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.
Diagnosis preeklamsia berat dipenuhi jika didapatkan salah satu kondisi
klinis dibawah ini:
 Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
 Trombositopenia: Trombosit < 100.000/mikroliter
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya.
25

 Gangguan Hati: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan


atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen.
 Edema Paru
 Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
 Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
c) Sindrom HELLP
Diagnosis sindrom HELLP:
 Hemolisis
- Adanya sel-sel sferosit, skistosit, triangular, dan sel Blurr pada apus
darah perifer.
- Kadar bilirubin total > 1,2 mg%
 Kenaikan kadar enzim hati
- Kadar SGOT > 70 IU/L
- Kadar LDH > 600 IU/L
 Trombosit < 100.000/mm3
7. Pencegahan
Perjalanan penyakit preeklamsia pada awalnya tidak memberi gejala dan
tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer
merupakan yang terbaik dan hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti
terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
 Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya.
 Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat medis
pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler Velocimetry
masih belum dapat direkomendasikan secara rutin, sampai metode
skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran kehamilan.
 Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan primer
preeklamsia.
26

 Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran pada


wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
 Pembatasan garam untuk mencegah preeklamsia dan komplikasinya
selama kehamilan tidak direkomendasikan.
 Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk
prevensi preeklamsia pada wanita dengan risiko tinggi. Apirin dosis
rendah sebagai prevensi preeklamsia sebaiknya mulai digunakan
sebelum usia kehamilan 20 minggu.
 Pemberian kalsium 1,5-2,0 g/hari selama kehamilan, terutama di daerah
kurang asupan kalsium. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari
diberikan sejak 13 minggu pada semua kehamilan.
 Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk diberikan
dalam pencegahan preeklamsia.
 Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) merupakan pilihan utama
pencegahan dan pengobatan kejang eklamsia.
8. Tatalaksana
a) Preeklamsia
 Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia tanpa
gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat.
 Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklamsia
tanpa gejala berat.
 Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
- Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
- Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
- Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
- Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
- Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
27

Gambar 5. Manajemen Preeklamsia tanpa Gejala Berat

b) Preeklamsia Berat
1) Perawatan Ekspektatif pada Preeklamsia Berat:
 Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia berat
dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin yang stabil.
 Manajemen ekspektatif pada preeklamsia berat juga direkomendasikan
untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.
28

 Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preeklamsia berat,


pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin.
 Pasien dengan preeklamsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.

Gambar 6. Manajemen Ekspektatif Preeklamsia Berat


Tabel 1. Kriteria Terminasi Kehamilan Preeklamsia Berat
Terminasi Kehamilan
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala impending eclampsia (nyeri kepala Pertumbuhan janin terhambat
hebat, pandangan buram, nyeri ulu hati)
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Sindrom HELLP Profil biofisik < 4
29

Edema paru Deselerasi variabel dan lambat pada NST


Eklamsia Doppler a. umbilikalis: reversed end
diastolic flow
Solusio plasenta Kematian janin
Persalinan atau ketuban pecah

Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi.
2) Pemberian Magnesium Sulfat
Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklamsia adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklamsia, serta mengurangi morbiditas
dan mortalitas maternal serta perinatal. Salah satu mekanisme kerjanya adalah
menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh
darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat
juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan
dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron,
yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Efek samping minor
yang terbanyak ditemukan adalah flushing.
Pemberian magnesium sulfat pada preeklamsia berat:
 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
eklamsia.
 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklamsia pada pasien preeklamsia berat.
 Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklamsia
berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi
kejang/eklamsia atau kejang berulang.
 Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan.
 Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan
secara rutin ke seluruh pasien preeklamsia, jika tidak didapatkan gejala
pemberatan (preeklamsia tanpa gejala berat).
Cara pemberian magnesium sulfat melalui intravena secara kontinyu:
30

 Dosis Awal: 4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40%) dilarutkan dalam 100
cc ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit.
 Dosis Pemeliharaan: 10 gram MgSO4 (25 cc MgSO4 40%) dilarutkan
dalam 500 cc ringer laktat, kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes/menit).
Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat:
 Harus tersedia antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit.
 Refleks patella (+) kuat.
 Frekuensi pernapasan ≥ 16 kali per menit.
 Produksi urin ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam).
Magnesium sulfat dihentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pascasalin
 Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensif).
3) Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk
keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular. Pemberian
antihipertensi berhubungan dengan pertumbuhan janin terhambat sesuai dengan
penurunan tekanan arteri rata – rata.
 Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg.
 Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg.
 Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hydralazine, dan labetalol parenteral.
 Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol.
4) Pengelolaan Aktif
Cara terminasi kehamilan:
Belum inpartu:
31

 Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop ≥ 6. Bila perlu dilakukan


pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi dianggap gagal
dan harus dilakukan seksio sesarea.
 Indikasi seksio sesarea:
- Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
- Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam
- Induksi persalinan gagal
- Terjadi gawat janin
- Kelainan letak
- Bila umur kehamilan < 34 minggu
Sudah inpartu:
 Perjalanan persalinan normal diikuti dengan partograf.
 Memperpendek kala II (diselesaikan dengan partus buatan kecuali ada
kontraindikasi).
 Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin.
 Bila skor bishop ≤ 6 direkomendasikan tindakan seksio sesarea.
 Anestesi dengan anestesi regional atau epidural.
9. Prognosis
Wanita dengan riwayat preeklamsia memiliki risiko penyakit kardiovaskular,
4x peningkatan risiko hipertensi, dan 2x risiko penyakit jantung iskemik, stroke dan
DVT di masa yang akan datang. Risiko kematian pada wanita dengan riwayat
preeklampsia lebih tinggi, termasuk yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskular. Komplikasi lain dari preeklamsia adalah kelahiran prematur,
pertumbuhan janin terhambat, abrupsi plasenta, dan eklamsia. Diperkirakan
eklamsia terjadi 1-3 dari 1000 pasien preeklamsia.
2. 3 EKLAMSIA
Menurut saat terjadinnya, eklamsia dapat dibedakan atas:
 Eklamsia antepartum: terjadi sebelum persalinan.
 Eklamsia intrapartum: terjadi sewaktu persalinan.
 Eklamsia pascasalin: terjadi setelah persalinan. Eklamsia pascasalin
dapat terjadi segera (early postpartum, setelah 24 jam – 7 hari pascasalin)
32

atau lambat (late postpartum, setelah 7 hari pascasalin selama masa


nifas).
1. Diagnosis
a) Anamnesis
Terjadinya kejang atau penurunan kesadaran. Serangan kejang eklamsia
dapat dibagi ke dalam 4 tingkat:
 Tingkat invasi (tingkat permulaan): mata terpaku, kepala dipalingkan ke
satu sisi, muka memperlihatkan kejang-kejang halus. Tingkat ini
berlangsung beberapa detik.
 Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis): seluruh badan kaku, kadang-
kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.
 Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis): kejang hilang-timbul, rahang
membuka dan menutup begitu pula mata, otot-otot muka dan otot badan
berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang sangat kuat hingga
penderita dapat terlempar dari tempat tidur atau menggigit lidah sendiri.
Ludah berbuih bercampur darah keluar dari mulut, mata merah, dan
mulut biru. Kejang berangsur-angsur berkurang dan akhirnya berhenti.
Lama kejang sekitar 1 menit.
 Tingkat koma: setelah kejang klonis, penderita mengalami koma,
lamanya bervariasi mulai dari beberapa menit sampai berjam-jam. Bila
sadar kembali penderita tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi
(amnesia retrograde).
Kadang-kadang eklamsia timbul tanpa kejang dan ditandai dengan
penurunan kesadaran, disebut eclampsi sine eclampsi. Eklamsia antepartum
biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu kemudian. Namun
demikian, penderita juga dapat berangsur membaik dan tidak kejang lagi sementara
kehamilannya terus berlangsung. Eklamsia yang tidak segera disusul dengan
persalinan disebut intercurrent eclampsia.
Gejala pada impending eclampsia adalah:
 Penglihatan kabur
 Nyeri ulu hati
 Nyeri kepala hebat
33

b) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit
 Pemeriksaan elektrolit (Na, K, Ca, Cl), kadar glukosa, analisa gas darah,
asam urat
 Pemeriksaan fungsi ginjal: urea, kreatinin
 Pemeriksaan fungsi hati: SGOT, SGPT
 Punksi lumbal bila ada indikasi
 Roentgen toraks
 CT-Scan bila diduga ada perdarahan otak
 Pemeriksaan USG, KTG
2. Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis eklamsia, keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan kejang dan koma seperti uremia, keracunan, tetanus, epiplepsi,
histeria, ensefalitis, meningitis, tumor otak, pecah aneurisma otak, dan gangguan
hati harus disingkirkan. Namun demikian, semua ibu dalam masa kehamilan dan
masa yang mengalami kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai penderita
eklamsia sampai terbukti bukan.
3. Tatalaksana
a) Sikap Dasar
Tujuan pengobatan eklamsia adalah:
 Mencegah kejang berulang
 Menurunkan/mengendalikan tekanan darah
 Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan
pemberian cairan, misalnya ringer laktat. Cairan harus diberikan hati-hati
karena dapat menimbulkan hiperhidrasi dan edema paru. Oleh sebab itu,
produksi urine dan tekanan vena sentral harus dipantau:
- Urine tidak boleh kurang dari 30 cc/jam.
- Tekanan vena sentral tidak melebihi 6-8 cm H2O.
 Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita
memperoleh O2 dan mempertahankan kebebasan jalan napas.
 Semua kehamilan dengan eklamsia dan impending eclampsia harus harus
diakhiri tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin, dilakukan
34

setelah hemodinamika dan metabolism ibu sudah pulih/stabil, yakni 4-8


jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan di bawah ini:
- Setelah pemberian obat anti kejang terakhir
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir
- Pasien mulai sadar (responsif)
b) Pengobatan Medisinal
 Pemberian magnesium sulfat seperti pada preeklamsia berat.
 Perawatan serangan kejang dan koma:
- Di kamar isolasi yang cukup terang dan tenang.
- Mulut penderita dipasangi sudip lidah.
- Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap.
- Fiksasi badan ke tempat tidur harus cukup longgar untuk
menghindari fraktur.
- Untuk mengatasi status konvulsivus, dapat dipertimbangkan
suntikan benzodiazepin, fenitoin, atau diazepam.
- Untuk mengatasi edema otak, dapat diberikan infus cairan mannitol,
gliserol, atau deksametason.
- Kesadaran dan kedalaman koma dipantau.
- Dekubitus dicegah.
- Nutrisi dapat diberikan melalui nasogastric tube (NGT).
 Obat suportif: antihipertensi (diberikan seperti pada preeklamsia berat),
diuretik, kardiotonik, antipiretik, antibiotik, antinyeri menurut indikasi.
c) Pengelolaan Obstetrik
Terminasi kehamilan dengan pervaginam, seksio sesarea apabila terdapat
indikasi.
d) Perawatan Rumah Sakit
Diperlukan perawatan di ruang intensif bila tersedia.
4. Prognosis
Eklamsia sangat berbahaya karena prognosisnya kurang baik untuk ibu
maupun anak. Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan usia ibu (prognosis
35

multipara lebih buruk, terutama bila usia ibu melebihi 35 tahun) serta oleh keadaan
sewaktu penderita masuk rumah sakit. Kematian akibat eklamsia sebesar ± 5%.
Diuresis juga mempengaruhi prognosis. Jika produksi urine > 800 cc/24 jam
atau 200 cc/6 jam, prognosis menjadi lebih baik. Sebaliknya, oliguria dan anuria
merupakan gejala-gejala yang memperparah diagnosis. Gejala-gejala lain yang
memberatkan prognosis yaitu:
 Koma yang lama
 Nadi > 120x/menit
 Suhu > 39°C
 Tekanan darah > 200 mmHg
 Kejang > 10 kali serangan
 Proteinuria > 10 gram/hari
 Tidak ada edema
2. 4 HIPERTENSI KRONIS
Hipertensi kronis terjadi pada sekitar 5% kehamilan. Ketika terjadi tekanan
darah tinggi sebelum usia kehamilan 20 minggu, biasanya disebabkan oleh
hipertensi kronis. Faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi kronis adalah
gangguan pada aktivitas saraf simpatis, aktivitas angiotensin II, dan genetik. Faktor
risiko lainnya adalah obesitas, dyslipidemia, dan kurangnya aktivitas fisik.
1. Diagnosis
 Deteksi adanya hipertensi sekunder
 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, gula darah
 Deteksi adanya preeklamsia: kreatinin, elektrolit, asam urat, enzim hati,
platelet, dan urinalisis
 Elektrokardiogram, ekokardigram dapat memperlihatkan kardiomegali

2. Tatalaksana
Penurunan tekanan darah yang terlalu agresif tidak disarankan karena
mengganggu aliran darah uteroplasenta. Obat antihipertensi disarankan pada pasien
dengan tekanan darah sistolik lebih dari 150/100 mmHg atau telah terjadi kerusakan
target organ. Penanganan superimposed preeklamsia sama seperti pengananan
preeklamsia.
36

Gambar 7. Algoritma Tatalaksana Hipertensi Kronis dalam Kehamilan


37

Gambar 7. Pilihan Obat Antihipertensi dalam Kehamilan


3. Prognosis
Hipertensi kronis merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia.
Superimposed preeklamsia terjadi pada 13-40% wanita dengan hipertensi kronis.
Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia memiliki prognosis lebih
buruk pada kondisi maternal dan fetal. Pengaruh hipertensi kronis pada kondisi
maternal adalah peningkatan hipertensi yang merusak target organ, termasuk
jantung, otak, dan ginjal dan meningkatkan risiko terjadinya diabetes gestasional
dan abrupsio plasenta. Pengaruh terhadap janin adalah terjadinya pertumbuhan
yang terhambat dan prematuritas. Semua komplikasi dari hipertensi kronis semakin
berat jika disertai dengan preeklamsia. Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya
superimposed preeklamsia adalah diabetes, obesitas, gangguan ginjal, riwayat
preeklamsia, keparahan dan durasi hipertensi sebelum kehamilan, dan hipertensi
sekunder. Pasien hamil dengan hipertensi kronis tanpa komplikasi dapat melahirkan
pervaginam, seksio sesarea dilakukan jika terdapat indikasi.
2. 5 HIPERTENSI GESTASIONAL
Hipertensi gestasional terjadi pada sekitar 6% kehamilan. Patogenesis
terjadinya hipertensi gestasional belum jelas dan belum diketahui apakah hipertensi
gestasional menggambarkan stadium awal dari preeklamsia atau merupakan
penyakit yang terpisah.
Pasien dengan hipertensi gestasional harus dipantau apakah terdapat gejala
dan tanda preeklamsia. Pemeriksaan yang dilakukan termasuk pemeriksaan urin,
38

enzim hati, kreatinin, hematokrit, platelet, dan LDH. Pertumbuhan janin juga harus
dipantau.
Sekitar 15-25% pasien dengan hipertensi gestasional mengalami preeklamsia.
Pasien dengan tekanan darah < 160/110 mmHg tidak memiliki peningkatan risiko
terjadinya kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat, abrupsio plasenta,
atau kematian janin dalam kandungan. Pasien dengan hipertensi gestasional berat
(> 160/110 mmHg) memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur, pertumbuhan
janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
Antihipertensi tidak direkomendasikan pada pasien tanpa hipertensi
gestasional berat. Persalinan direkomendasikan pada usia kehamilan 39-40 minggu.
Penanganan hipertensi gestasional berat sama dengan preeklamsia berat.
39

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics 25th ed. New York: McGraw Hill Medical, 2018.
2. Goodwin TM, DeCherney A, Nathan L, Laufer N. Current diagnosis and
treatment obstetrics and gynecology 11th ed. New York: McGraw Hill
Medical, 2012.
3. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, Effendi JS. Obstetri patologi: ilmu
kesehatan reproduksi edisi 3. Jakarta: EGC, 2013.
4. POGI. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) tentang
Preeklampsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2015.
5. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in
pregnancy. ACOG technical bulletin no. 219. Int J Gynecol Obstet.
1996;53:175-83.
6. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice
Bulletin No. 125: Chronic hypertension in pregnancy. Obstetrics and
gynecology. 2012 Feb;119(2 Pt 1):396.
7. Wasseff S. Mechanisms of convulsions in eclampsia. Medical hypotheses.
2009 Jan 1;72(1):49-51.

Anda mungkin juga menyukai