Anda di halaman 1dari 49

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

TUBERKULOSIS PARU + LIMFADENITIS

Oleh :
Aulia Rahmadani, S.Ked
K1B1 21 025

Pembimbing :
dr. Yusuf Musafir Kolewora, Sp.P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Aulia Rahmadani, S.Ked

NIM : K1B1 21 025

Judul : Tuberkulosis Paru + Limfadenitis

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, 30 Juli 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yusuf Musafir Kolewora, Sp.P


BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Nn. NA

Nomor RM : 147294

Tanggal Lahir : 9 November 2000

Umur : 20 tahun

Alamat : Poleang, Bombana

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Tanggal masuk RS : 03 Juni 2021

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama :

Batuk

2. Anamnesis terpimpin

Pasien datang ke poli RS SMS Berjaya Kolaka dengan keluhan

batuk berdahak sejak ±2 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih

kekuningan tanpa disertai bercak darah. Keluhan ini dirasakan semakin

memberat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh terdapat

benjolan dileher kanan dan kiri, bahu kiri dan ketiak kanan yang dirasakan
semakin membesar, tidak nyeri, dan menetap dengan ukuran bervariasi,

sejak 1 bulan sebelum masuk RS.

Pasien juga mengeluhkan sering lemas, pusing, sakit kepala, tidak

nafsu makan, dan adanya penurunan berat badan sekitar 10 kg. Pasien

tidak demam, keringat malam, mual dan muntah, BAB dan BAK dalam

batas normal. Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak

mengonsumsi obat 6 bulan. Tidak ada anggota keluarga yang menderita

penyakit dan keluhan yang sama.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

a. Keadaan umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda vital :

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 76x/menit

Suhu : 36,2°C

Pernapasan : 20x/menit

SpO2 : 98%

d. Status Gizi

BB : 36,7 kg

TB : 158 cm

Status Gizi : Gizi Kurang


2. Pemeriksaan Fisik

Kepala

Kepala : Normochepal, rambut kepala tidak mudah rontok

Wajah : Edema (-)

Telinga : Serumen (-/-), otorhea (-/-)

Mata : Cekung (-), Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik

(-), pupil isokor

Hidung : Rinore (-), Epistaksis (-)

Bibir : Pucat (+), sianosis (-)

Lidah : Atrofi papil lidah (-)

Kelenjar Getah Bening

Inspeksi : Pembesaran KGB pada superior-inferior jugular

kanan dan kiri, supraclavicular kiri, dan axilla

kanan

Palpasi : Benjolan berukuran 0,5 - 5 cm dengan konsistensi

kenyal, menetap, dan nyeri (-)

Paru-Paru :

Inspeksi : Normochest, pengembangan dada simetris, retraksi

dada (-)

Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-), pelebaran

sela iga (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (+/+), wheezing (-/-).


Jantung :

Inspeksi : Ictus Cordis tidak nampak dan tidak teraba

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada linea midclavicularis

sinistra ICS V

Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II dalam batas normal,

murmur (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus dalam batas normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-),

splenomegali (-)

Perkusi : Timpani

Extremitas

Inspeksi : Edema (-/-) pada pergelangan kaki dan tangan,

peteki (-/-), deformitas (-/-), eritema (-/-),

Clubbing

finger (-/-).

Palpasi : akral hangat, CRT ˂ 2 detik

D. Ringkasan Riwayat Penyakit

Pasien datang ke poli RS SMS Berjaya Kolaka dengan keluhan batuk

berdahak sejak ±2 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih kekuningan tanpa
disertai bercak darah. Keluhan ini dirasakan semakin memberat sejak 1

minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh terdapat benjolan dileher kanan dan

kiri, bahu kiri dan ketiak kanan yang dirasakan semakin mem besar, tidak

nyeri, dan menetap dengan ukuran bervariasi, sejak 1 bulan sebelum masuk

RS.

Pasien juga mengeluhkan sering lemas, pusing, sakit kepala, tidak nafsu

makan, dan adanya penurunan berat badan sekitar 10 kg. Pasien tidak demam,

keringat malam, mual dan muntah, BAB dan BAK dalam batas normal. Tidak

ada riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak mengonsumsi obat 6

bulan. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit dan keluhan yang

sama.

Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah

100/60 mmgHg, Nadi 76x/menit, Suhu 36,2°C, Pernapasan 20x/menit, SpO2

98%. Kepala normochepal, konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-), bibir

pucat. Pembesaran KGB pada superior-inferior jugular kanan dan kiri,

supraclavicular kiri dan axilla kanan dengan ukuran 0,5 – 5 cm dengan

konsistensi kenyal, menetap dan tidak nyeri. Thoraks : pengembangan dada

simetris, massa (-), sonor (+), bunyi napas vesikuler (+), rhonki (+), wheezing

(-), ictus cordis tidak Nampak dan tidak teraba, batas jantung kanan dan kiri

dalam batas normal. Abdomen : datar, bising usus dalam batas normal,

timpani, tidak ada pembesaran hepar dan lien. Ekstremitas : edema (-), peteki

(-), deformitas (-), eritema (-), clubbing finger (-), akral hangat dan CRT ˂ 2

detik.
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Rutin (4 Juni 2021) RS benyamin


Guluh Kolaka
Jenis Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC 7,89 4.0 -10.0 103/uL
RBC 2,64 4.0 -6.0 106/uL
HGB 4,9 12.0 – 16.0 g/dL
HCT 17,9 36.0 – 48.0 %
MCV 67,8 80.0 – 97.0 fL
MCH 18,6 27.0 – 34.0 pg
MCHC 27,4 32.0 – 37.0 g/dL
PLT 383 150 – 450 103/uL
RDW-SD 50,3 39 – 46 fL
RDW-CV 20,7 11.5 – 14.5 %
PDW 8,6 9.0 – 17.0 fL
MPV 8,5 9.0 – 13.0 fL
P-LCR 12,8 13.0 – 43.0 %
PCT 0,32 0.17 – 0.35 %

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Hematologi (4 Juni 2021) RS benyamin


Guluh Kolaka
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Neut# 5,83 1.50 – 7.20 103/uL
Lymph# 1,20 0.80 – 5.00 103/uL
Mono# 0,83 0.08 – 0.50 103/uL
Eo# 0,01 0.04 – 0.30 103/uL
Baso# 0,02 0.00 – 0.10 103/uL
Ig# 0,03 0.00 – 7.00 103/uL
Neut% 73,9 37.0 – 72.0 %
Lymph% 15,2 20.0 – 50.0 %
Mono% 10,5 2.0 – 8.0 %
Eo% 0,1 1.0 – 3.0 %
Baso% 0,3 0.0 – 1.0 %
Ig% 0,4 0.0 – 72.0 %

2. Kimia Darah (4 Juni 2021)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Glukosa Sewaktu 85 ˂ 140 mg/dl
Albumin 2,3 3,5 – 5,5 g/dl
Ureum 13 10,0 – 50,0 mg/dl
Kreatinin 0,6 0,1 – 1,3 mg/dl
SGOT 46 0 – 35 U/L
SGPT 61 0 - 35 U/L

3. Rapid Tes Antigen SARS CoV-2 (27 Mei 2021) RS SMS Berjaya

Kolaka

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Rapid Tes Antigen Negatif Negatif
SARS CoV-2

4. Radiologi
Gambar 1. Foto Thoraks PA (27/5/2021)

Cor ukuran dalam bentuk normal, Pulmo Tampak infiltrat di suprahilar

kanan kiri, Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam, Hemidiaphragma

kanan kiri tampak baik, Tulang yang tervisualisasi intak.

Kesan : Keradangan paru dapat merupakan proses spesifik.


Gambar 2. Pemeriksaan USG Leher + Axilla kanan(27/5/2021)

Tampak multiple nodul bentuk oval dan membulat ukuran bervariasi,

sebagian tanpa gambaran central echogenic fatty hilus, di upper-lower

jugular kanan, upper-lower jugular kiri, supraclavicula kiri, dan axilla

kanan, ukuran antara 0,5 x 0,5 cm hingga 5 x 4 x 3,6 cm.

Kesan Lymphadenopathy multiple, suspek proses spesifik.

F. Perencanaan

1. Rencana Diagnostik

TB Paru, Limfadenitis TB

2. Rencana Terapi

IVFD NaCl 0.9% 500 ml 20 tpm

Asetilsistein tab 3x1


Inj. Cetriaxone 2 gr/24 jam

Curcuma tab 3x1

Inj. Omeprazole 1 vial/24 jam

Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam

G. Perkembangan Pasien

Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi


3 – 6 – 2021 S : batuk berdahak, benjolan  IVFD NaCl 0.9%
Poli
dileher kanan dan kiri, bahu 500 ml 20 tpm

kiri dan ketiak kanan,  Asetilsistein tab 3x1

lemas, pusing, sakit kepala,  Inj. Cetriaxone 2

tidak nafsu makan, dan gr/24 jam

adanya penurunan berat  Curcuma tab 3x1


badan
 Inj. Omeprazole 1
O:
vial/24 jam
T : 100/60 mmHg
 Inj. Ondansetron 1
N : 76x/menit
amp/12 jam
S : 36,2°C

P : 20x/menit

SpO2 : 98%

Kepala : Normochepal,

konjungtiva anemis (+),

sclera ikterik (-), bibir pucat.

Pembesaran KGB pada


superior-inferior jugular

kanan dan kiri,

supraclavicular kiri dan

axilla kanan dengan ukuran

0,5 – 5 cm dengan

konsistensi kenyal, menetap

dan tidak nyeri.

Thoraks : pengembangan

dada simetris, massa (-),

sonor (+), bunyi napas

vesikuler (+), rhonki (+/+),

wheezing (-), ictus cordis

tidak Nampak dan tidak

teraba, batas jantung kanan

dan kiri dalam batas normal.

Abdomen : datar, bising

usus dalam batas normal,

timpani, tidak ada

pembesaran hepar dan lien.

Ekstremitas : edema (-),

peteki (-), deformitas (-),

eritema (-), clubbing finger

(-), akral hangat dan CRT ˂


2 detik.

A : TB paru
4 – 6 – 2021 S : batuk berdahak, demam,  IVFD NaCl 0.9%

lemas, dan pusing 500 ml 20 tpm

O:  Asetilsistein tab 3x1

T : 80/50 mmHg  Inj. Cetriaxone 2

N : 96x/menit gr/24 jam

S : 38°C  Curcuma tab 3x1


P : 20x/menit
 Inj. Omeprazole 1
SpO2 : 99%
vial/24 jam
Konjungtiva anemis (+),

Pembesaran KGB pada

superior-inferior jugular

kanan dan kiri,

supraclavicular kiri dan

axilla kanan

Thoraks : rhonki (+/+)

A : TB Paru, TB Kelenjar
5 – 6 – 2021 S : batuk berdahak, lemas  IVFD NaCl 0.9%

berkurang, dan pusing 500 ml 16 tpm

O:  Asetilsistein tab 3x1

T : 90/50 mmHg  Inj. Cetriaxone 2

N : 102x/menit gr/24 jam

S : 37°C  Curcuma tab 3x1


P : 20x/menit  Inj. Omeprazole 1

SpO2 : 99% vial/24 jam

Konjungtiva anemis (+),  Inbumin tab 3x1

Pembesaran KGB pada  Transfusi PRC 2 bag

superior-inferior jugular

kanan dan kiri,

supraclavicular kiri dan

axilla kanan

Thoraks : rhonki (+/+),

A : TB Paru, Limfadenitis

TB, Anemia,

Hipoalbuminemia
6 – 6 – 2021 S : batuk berdahak, lemas  IVFD NaCl 0.9%

O: 500 ml 16 tpm

T : 87/67 mmHg  PCT tab 3x1

N : 76x/menit  Asetilsistein tab 3x1

S : 36,4°C  Inj. Cetriaxone 2


P : 22x/menit gr/24 jam
SpO2 : 98%
 Curcuma tab 3x1
Konjungtiva anemis (+),
 Inj. Omeprazole 1
Pembesaran KGB pada
vial/24 jam
superior-inferior jugular
 Inbumin tab 3x1
kanan dan kiri,
 Transfusi PRC 2 bag
supraclavicular kiri dan
axilla kanan

Thoraks : rhonki (+/+),

A : TB Paru, Limfadenitis

TB, Anemia, Hipoalbumin


7 – 6 – 2021 S : batuk, lemas  IVFD NaCl 0.9%

O: 500 ml 20 tpm

T : 83/54 mmHg  PCT tab 3x1

N : 72x/menit  Asetilsistein tab 3x1

S : 37,2°C  Inj. Cetriaxone 2


P : 22x/menit gr/24 jam
SpO2 : 98%
 Curcuma tab 3x1
Pembesaran KGB pada
 Inj. Omeprazole 1
superior-inferior jugular
vial/24 jam
kanan dan kiri,
 Inj. Ondansetron 1
supraclavicular kiri dan
amp/12 jam
axilla kanan
 Inbumin tab 3x1
Thoraks : rhonki (+/+),
 Transfusi PRC 1 bag
A : TB Paru, Limfadenitis
 OAT Kategori I
TB, Anemia, Hipoalbumin

8 – 6 – 2021 S : batuk, lemas, mual,  IVFD NaCl 0.9%

demam 500 ml 16 tpm

O:  PCT tab 3x1

T : 90/60 mmHg  Asetilsistein tab 3x1

N : 84x/menit  Inj. Cetriaxone 2


S : 37,3°C gr/24 jam

P : 20x/menit  Curcuma tab 3x1

SpO2 : 99%  Inj. Omeprazole 1

Hb : 9,6 gr/dL vial/24 jam

Pembesaran KGB pada  Inj. Ondansetron 1

superior-inferior jugular amp/12 jam

kanan dan kiri,  Inbumin tab 3x1


supraclavicular kiri dan
 OAT Kategori I
axilla kanan.
 Transfusi PRC 1 bag
A : TB Paru, Limfadenitis

TB, Anemia, dispepsia,

Hipoalbumin
9 – 6 – 2021 S : batuk, lemas berkurang  IVFD NaCl 0.9%

O: 500 ml 16 tpm

T : 80/60 mmHg  Asetilsistein tab 3x1

N : 80x/menit  Curcuma tab 3x1

S : 36,5°C  Inbumin tab 3x1


P : 20x/menit
 OAT Kategori I
SpO2 : 99%

Pembesaran KGB pada

superior-inferior jugular

kanan dan kiri,

supraclavicular kiri dan

axilla kanan
A : TB Paru, Limfadenitis

TB, Anemia, dispepsia,

Hipoalbumin

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tuberculosis Paru

1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB)


merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini

masih menjadi penyebab utama kematian di dunia1.

2. Epidemiologi

Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden

TBC (CI 8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000

penduduk. Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India,

Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan1.

Gambar 3. Estimasi jumlah kasus baru TB di Negara yang memiliki


paling sedikit 100.000 kasus baru.
Gambar 4. Estimasi incidence rate TB per 100.000 penduduk.

Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di

Kawasan Asia Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan salah satu

di dalamnya—dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika, seperti yang terlihat

pada gambar berikut ini1.

Gambar 5. Estimasi Insidens TBC menurut Regional

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada

tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah

kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar

dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi

Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan

pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini

terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC

misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini

menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok

sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok1.


Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014,

prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759

per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas dan prevalensi TBC BTA

positif sebesar 257 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas.

Berdasarkan survey Riskesdas 2013, semakin bertambah usia,

prevalensinya semakin tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan

durasi paparan TBC lebih lama dibandingkan kelompok umur di

bawahnya. Gambaran kesakitan menurut pendidikan menunjukkan,

prevalensi semakin rendah seiring dengan tingginya tingkat pendidikan.

Kesakitan TBC menurut kuintil indeks kepemilikian menunjukkan tidak

ada perbedaan antara kelompok terbawah sampai dengan menengah atas.

Perbedaan hanya terjadi pada kelompok teratas. Hal ini berarti risiko TBC

dapat terjadi pada hampir semua tingkatan sosial ekonomi1.

3. Etiologi

Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain

adalah sebagai berikut:2

• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6

mikron.

• Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,

berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah

mikroskop.

• Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein

Jensen, Ogawa.
• Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam

jangka waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

• Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra

violet. Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar

kuman akan mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada

suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.

• Kuman dapat bersifat dorman.

4. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB, terutama pasien yang

mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin,

pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang

menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung

kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis. Sedangkan kalau bersin dapat

mengeluarkan sebanyak 4500– 1.000.000 M.tuberculosis3.

5. Patomekanisme

a. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi

ini menetap dalam udara selama 1-2 jam, tergantung pada sinar

ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban4.


Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada jalan napas atau jaringan paru-paru. Masuknya kuman

TB ini akan diatasi oleh mekanisme imunologik non spesifik.

Makrofag alveolus akan melakukan fagositosis terhadap kuman TB

dan biasanya mampu menghancurkan sebagian besar kuman TB. Pada

sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman

TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam

makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk

koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan

paru disebut Fokus Primer GOHN4.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan

terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer yang terkena di lobus

paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar

limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru,

yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer

merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang

membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang

(limfangitis)4.

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi

TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam 4-8 minggu


dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi

tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah >100 kuman yaitu

jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler4.

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib seperti:

a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali

b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas

c) Menyebar dengan cara per kontinuitatum, bronkogen, hematogen

limfogen

b. Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul

bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

tuberkulosis post primer/tuberkulosis sekunder. Mayoritas reinfeksi

90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti

malnutrisi, penyakit maligna, AIDS dan lain-lain. Tuberkulosis post

primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas

paru. Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke

nodus hiler paru4.

Sarang dini mula-mulanya berbentuk sarang pneumonia kecil,

tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien

sarang dini akan menjadi:4

a) Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b) Sarang yang mulanya meluas, segera menyembuh dengan

serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi


keras menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai

granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat disekitarnya

dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek

membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar

akan menjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis,

lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas

dalam jumlah yang besar sehingga menjadi sklerotik (kronik)

6. Faktor Risiko

Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih

tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :

1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais

lain.

2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu

yang panjang

3. Perokok

4. Konsumsi alkohol tinggi

5. Anak usia <5 tahun dan lansia

6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang

infeksius

7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh:

lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)

8. Petugas kesehatan

7. Klasifikasi
Berikut klasifikasi tuberkulosis adalah sebagai berikut:

1) Berdasarkan lokasi anatomi penyakit:5

a) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus TB ekstra

paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

b) Tuberkulosis ekstra paru

c) Tuberkulosis yang menyerang selain paru minsalnya pleura,

selaput otak, pericardium, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, dan lain-lain.

2) Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:5

a) Pasien baru TB Adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).

b) Pasien yang pernah diobati TB

Adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1

bulan atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien ini selanjutnya

diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

1. Pasien kambuh, adalah pasien TB yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan balteriologis atau klinis.


2. Pasien yang diobati kembali setelah gagal, adalah pasien TB

yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

3. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up), adalah pasien TB yang pernah diobati dan

dinyatakan lost to follow-up (klasifikasi ini sebelumnya

dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus

berobat/default).

4. Lain-lain, adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3) Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat: Pengelompokan

pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari

Mycobacterium tuberkulosis terhadap OAT dan dapat berupa:5

a) Mono resistan (TB MR), resistan terhadap salah satu jenis OAT

lini pertama saja.

b) Poli resistan (TB PR), resistan terhadap lebih dari satu jenisOAT

lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

c) Multi drug resistan (TB MDR), resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

d) Extensive drug resistan (TB XDR), adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan


florokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis

suntikan.

e) Resistan rifampisin (TB RR), resistan terhadap Rifampisin dengan

atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip atau metode fenotip.

4) Berdasarkan status HIV:5

a) Pasien TB dengan HIV Positif (pasien ko-infeksi TB/HIV), adalah

pasien TB dengan:

• Hasil tes HIV postif sebelumnya atau sedang mendapatkan Anti

Retroviral Therapy, atau

• Hasil tes HIV postif pada saat diagnosis TB.

b) Pasien TB dengan HIV negatif, adalah pasien TB dengan:

• Hasil tes HIV negatif sebelumnya, atau

• Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.

8. Gejala Klinis

Keluhan yang paling umum ditemukan adalah :4

a) Demam

b) Batuk/batuk darah

c) Sesak napas

d) Nyeri dada

e) Malaise

Keluhan lain:

a) Penurunan berat badan


b) Penurunan nafsu makan

c) Menggigil

d) Berkeringat di malam hari

9. Diagnosis

Menurut Kemenkes RI (2016), diagnosis TB antara lain adalah sebagai

berikut:2

a. Diagnosis TB paru

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan

penunjang lainnya.

1) Keluhan dan hasil anamnesis meliputi:

Keluhan yang disampaikan pasien, serta wawancara rinci berdasar

keluhan pasien.

Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala dan tanda TB yang meliputi:

a) Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala

tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak

nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan

fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien

dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala

TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama

2 minggu atau lebih.


b) Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada

penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis

kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi

TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang

datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap

sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

c) Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan

pada orang dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan

pasien TB, tinggal di daerah padat penduduk, wilayah kumuh,

daerah pengungsian, dan orang yang bekerja dengan bahan

kimia yang berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan bakteriologi

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan

diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan

menilai keberhasilan pengobatan.

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan

dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang

dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):

a. S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.


b. P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah

bangun tidur. Dapat dilakukan dirumah pasien atau di

bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani rawat

inap.

2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode

Xpert MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan

diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi

hasil pengobatan.

3. Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media

padat (Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria

Growth Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium

tuberkulosis (M.tb). Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan

disarana laboratorium yang terpantau mutunya.

b) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Pemeriksaan foto toraks

2. Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB

ekstraparu.

c) Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

resistensi M.tb terhadap OAT.


Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium

yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA),

dan mendapatkan sertifikat nasional maupun internasional.

d) Pemeriksaan serologis

Sampai saat ini belum direkomendasikan.


b. Diagnosis TB ekstraparu

1) Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya

kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura

(Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada

limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus) pada

spondilitis TB dan lain-lainnya.

2) Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari

contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena.

3) Pemeriksaan mikroskopis dahak wajib dilakukan untuk

memastikan kemungkinan TB Paru.

4) Pemeriksaan TCM pada beberapa kasus curiga TB ekstraparu

dilakukan dengan contoh uji cairan serebrospinal (Cerebro Spinal

Fluid/CSF) pada kecurigaan TB meningitis, contoh uji kelenjar

getah bening melalui pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum

Halus/BAJAH (Fine Neddle Aspirate Biopsy/FNAB) pada pasien

dengan kecurigaan TB kelenjar, dan contoh uji jaringan pada

pasien dengan kecurigaan TB jaringan lainnya.

10. Penatalaksanaan TB

Menurut Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, pengobatan TB meliputi:2

1) Tahap Awal
Pengobatan diberikan tiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini

dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada

dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil

kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien

mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien

baru, harus diberikan selama 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang

masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien

dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) :

Menurut Permenkes RI Nomor 67 Tahun 2016, jenis Obat Anti

Tuberkulosis (OAT):

Tabel 3. OAT Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping


Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer (Gangguan saraf tepi),
psikosis toksik, gangguan fungsi hati,
(H) kejang.
Rifampisin Bakterisidal Flu syndrome (gejala influenza berat),
gangguan gastrointestinal, urine
(R) berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik.
Pirazinamid Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati, gout arthritis.
(Z)
Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
(S) renjatan anafilaktik, anemia,
agranulosis, trombositopeni.
Etambutol Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer (gangguan saraf tepi).
(E)
Tabel 4. OAT Lini Kedua
Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer (Gangguan saraf tepi),


(H) psikosis toksik, gangguan fungsi hati, kejang.

Rifampisin Bakterisidal Flu syndrome (gejala influenza berat),


(R) gangguan gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak nafas, anemia
hemolitik.
Pirazinamid Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
(Z) hati, gout arthritis.

Streptomisin Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan


(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulosis,
trombositopeni.

Etambutol Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis


(E) perifer (gangguan saraf tepi).

Tabel 5. Pengelompokan OAT Lini Kedua


Grup Golongan Jenis Obat

A Florokuinolon Levofloksasin (Lfx)


Moksifloksasin
(Mfx)
Gatifloksasin (Gfx)
B OAT suntik lini Kanamisin
kedua (Km) Amikasin
(Am)
Kapreomisin
(Cm)
Streptomisin (S)
C OAT oral lini Etionamid (Eto) / Protionamid
kedua (Pto) Sikloserin (Cs) / Terizidon
(Trd) Clofazimin (Cfz)
Linezolid (Lzd)
D D1 OAT Lini Pirazinamid (Z)
Pertama Etambutol (E)
Isoniazid (H) dosis tinggi
D2 OAT baru: Bedaquiline (Bdq)
Delamanid (Dlm)Pretonamid (PA-
824)
D3 OAT Asam para
tambahan aminosalisilat (PAS)
Imipenemsilastatin (Ipm)
Moropenem (Mpm)
Amoksilin clavulanat
(Amx-Clv)
Thioasetazon (T)

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan yang digunakan adalah:

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR)

2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

3) Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.

4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini

ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,

Sikloserin, Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid,

Delamanid dan obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu

pirazinamid and etambutol.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri

dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya


disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1

(satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan.

Tabel 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)

11. Pencegahan

WHO merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse) dalam penatalaksanaan kasus TB, selain relatif

tidak mahal dan mudah, strategi ini dianggap dapat menurunkan resiko

terjadinya kasus resistensi obat terhadap TB. Pencegahan yang terbaik

adalah dengan standarisasi pemberian regimen yang efektif, penerapan

strategi DOTS dan pemakaian OAT dalam bentuk fixed dose combination

(FDC) adalah yang sangat tepat untuk mencegah terjadinya resistensi OAT

Pencegahan terjadinya resisten obat TB dapat dimulai sejak awal

penanganan kasus baru TB antara lain : pengobatan secara pasti terhadap

kasus BTA positif pada pertama kali, penyembuhan secara komplit kasus

kambuh, penyediaan suatu pedoman terapi terhadap TB, penjaminan

ketersediaan OAT secara gratis. Banyaknya kasus resisten obat TB oleh

karena “man made phenomena” maka jangan pernah memberikan terapi

tunggal pada kasus TB. Peranan pemerintah dalam hal dukungan


kelangsungan program dan ketersediaan dana untuk menanggulangi TB

(DOTS). Dasar pengobatan TB oleh klinisi berdasarkan pedoman terapi

sesuai evidence base dan tes kepekaan kuman.

B. Limfadenitis TB

1. Definisi dan Etiologi

Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar limfe atau getah

bening. Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada

kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Limfadenitis TB termasuk salah satu penyakit TB di luar

paru (TB ekstra paru)4. Tuberkulosis limfadenopati dapat mengenai semua

usia terutama pada usia 10-30 tahun, lebih sering pada wanita6.

2. Patogenesis

TB ekstrapulmoner merupakan penyakit TB yang terjadi di luar

paru, organ yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar

getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meninges, peritoneum dan

perikardium. TB primer dapat terjadi pada seseorang yang terpapar basil

tuberkulosis untuk pertama kalinya.

Limfadenitis TB dapat terjadi selama TB primer atau merupakan

reaktivasi dari fokus infeksi dorman di paru-paru, kemudian menyebar

secara limfogen ke kelenjar getah bening regional. Dari nodul limfatikus

regional dapat terus menyebar melalui sistem limfatik ke kelenjar getah

bening yang lain7.


Penyebaran ke organ lain dapat terjadi secara hematogen, dibawa

oleh sel monosit dan melalui kelenjar getah bening dapat mencapai aliran

darah, kemudian dapat menyebar ke seluruh organ. Kelenjar getah bening

hilus, mediastinal, dan paratrakheal merupakan kelenjar getah bening

pertama tempat penyebaran M.tuberculosis dari parenkim di paru-paru.

Limfadenitis TB supraklavikula merupakan manifestasi penyebaran

melalui limfogen di paru, karena drainase limfatik dari parenkim paru.

Sedangkan limfadenitis TB servikalis dapat merupakan penyebaran dari

focus primer dari tonsil, adenoid sinusoid atau osteomyelitis dari tulang

ethmoid.

Peningkatan ukuran nodus dapat disebabkan oleh hal berikut ini:8

1. Multiplikasi sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit

atau histiosit.

2. Infiltrasi sel sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.

3. Drainase sumber infeksi oleh kelenjar getah bening.

3. Manifestasi klinis

Manifestasi limfadenitis TB dapat berupa demam ringan,

penurunan berat badan, kelelahan dan jarang dengan gejala batuk dan

keringat malam. Lebih dari 57% dari pasien tidak memiliki gejala

sistemik8.

Manifestasi klinis yang paling banyak timbul pada limfadenitis TB

yaitu pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Biasanya benjolan

tidak nyeri dan membesar dalam hitungan minggu sampai bulan.


Limfadenitis TB yang paling sering melibatkan kelenjar getah bening

servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar

mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan

kelenjar inguinalis9.

Bedasarkan penelitian Geldmacher didapatkan kelenjar limfe yang

terlibat yaitu 63,3 % padakelenjar limfe servikalis, 26,7% kelenjar

mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila dan didapatkan pula pada 35%

pasien mengalami pembengkakan lebih dari satu tempat. Pembengkakan

terjadi dapat secara unilateral maupun bilateral, tunggal maupun multipel9.

Menurut Jones dan Campbell, limfadenopati tuberkulosis perifer

dapat diklasifikasikan kedalam lima stadium yaitu:10

 Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan


diskret.
 Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke
jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.
 Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening)
akibat pembentukan abses.
 Stadium 4 : pembentukan collar-stud abscess.
 Stadium 5: pembentukan traktus sinus

4. Pemeriksaan Penunjang11

a. Pemeriksaan Laboratorium
 Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin dapat disertai
denganleukositosis.
 Uji mantoux positif, dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi

imun tipelambat yang spesifik untuk antigen mikrobackterium

seseorang. Pengukuran dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi.

Hasil positif bila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm,

intermediate bila indurasi 5-9 mm, negatif bila < 4 mm.

 Pemeriksaan dengan menggunakan Enzyme-Linked

Immunoadsorbent Assay(ELISA) dengan memiliki sensitivitas

60-80%.

 Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang

masih terus dikembangkan.

b. Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi meliputi pemeriksaan mikroskopis dan

kultur. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan pengunaan

pewarnaan Ziehl Neelsen.Spesimen dapat didapatkan dengan biopsy

aspirasi. Dalam pemeriksaan ini diperlukan minimal 10.000 basil TB

agar pewarnaan mendapatkan hasil positif. Selain itu jugakultur dapat

dijadikan pebantu dalam menegakkan diagnosis limfadenitis TB.

Adanya 10- 100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur

menjadi positif, namun diperlukan waktu beberapa minggu untuk

mendapatkan hasil kultur.

c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi ini dapat diambil dari biopsi

aspirasi kelenjar limfe. Sensivitas dan spesifitas nya pemeriksaan ini

yaitu 78% dan 99%. Pada pemeriksaan sitologi ini dapat ditemukan

Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.

d. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT Scan dan MRI dapat dilakukan untuk

membantu penegakkan diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat

menunjukkan kelainannya pada TB paru pada 14-20% kasus. USG

kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multiokular

singularatau multipel hipoekoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal.

Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk membedakan pembesaran

kelenjar dapat diakibatkan oleh infeksi TB, metastatis, limfoma atau

reaksi hyperplasia. Pada pemebesaran kelenjar diakibatkan infeksi

TB biasanya ditandai dengan fusion tendency,peripheral halo dan

internal echoes.

Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi

sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancementserta

nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya

manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan

pada limfadenitis TB.

Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi,

dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada
daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan

edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik.

5. Pengobatan

Pengobatan TB limfadenopati sama dengan pengobatan TB paru yaitu

2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang bervariasi 6 sampai 12 bulan

tergantung kondisi klinis. Eksisi bedah dipertimbangkan pada

limfadenopati yang memberikan gejala klinis simptomatis dan kasus

resistensi obat6.

Adapun kategori Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi dua,

yaitu:

1) OAT utama (first line Antituberculosis Drugs) dibagi menjadi dua

berdasarkan sifatnya:

 Bakterisidal, golongan yang termasuk yaitu INH,rifampisin,

pirazinamid dan Streptomisin-

 Bakteriostatik, golongan yang termasuk yaitu etambutol.

2) OAT sekunder (Second line Antituberculosis Drugs) yang terdiri dari

Paraaminosalicyclic Acid (PAS), ethionamid, sikloserin, kanamisin

dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga lebih

toksik sehingga jarang dipakai.


BAB III

PEMBAHASAN

USIA DAN JENIS KELAMIN


Kasus Teori
Nn. NA, Perempuan, usia 20 tahun Tuberkulosis limfadenopati dapat
mengenai semua usia terutama pada
usia 10-30 tahun, lebih sering pada
wanita
GEJALA KLINIS
Kasus Teori
Pasien datang ke poli RS SMS Berjaya Keluhan yang paling umum ditemukan
Kolaka dengan keluhan batuk adalah :
berdahak sejak ±2 bulan yang lalu. a) Demam
Dahak berwarna putih kekuningan b) Batuk/batuk darah
tanpa disertai bercak darah. Keluhan c) Sesak napas
ini dirasakan semakin memberat sejak d) Nyeri dada
1 minggu yang lalu. e) Malaise
Pasien juga mengeluhkan sering Keluhan lain:
lemas, pusing, sakit kepala, tidak a) Penurunan berat badan
nafsu makan, dan adanya penurunan b) Penurunan nafsu makan
berat badan sekitar 10 kg. c) Menggigil
Pasien juga mengeluh terdapat d) Berkeringat di malam hari
benjolan dileher kanan dan kiri, bahu
kiri dan ketiak kanan yang dirasakan Manifestasi klinis yang paling banyak
semakin mem besar, tidak nyeri, dan timbul pada limfadenitis TB yaitu
menetap dengan ukuran bervariasi, pembesaran kelenjar getah bening
sejak 1 bulan sebelum masuk RS. yang lambat. Biasanya benjolan tidak
nyeri dan membesar dalam hitungan
minggu sampai bulan.
Riwayat Penyakit Sekarang : Tuberkulosis dapat menyebabkan
Anemia (+) bermacam-macam kelainan
Hipoalbumin (+) laboratorium seperti anemia,
peningkatan sedimentasi eritrosit,
penurunan jumlah serum albumin,
hiponatremia, gangguan fungsi hepar,
leukositosis, dan hipokalsemia.
Penyebab anemia pada TB yaitu
dikarenakan penekanan eritropoiesis
oleh mediator inflamasi yaitu IL-6
,IFN-γ , IL-1β ,TNF-α. Kejadian
anemia dapat diperberat oleh
defisiensi zat gizi dan sindrom
malabsorbsi. Anemia pada penderita
tuberkulosis juga dapat terjadi akibat
status nutrisi yang buruk pada
penderita tuberkulosis. Parameter
status nutrisi yang sering digunakan
adalah kadar albumin dan indeks
massa tubuh
PEMERIKSAAN FISIK
Kasus Teori
a. Keadaan umum : Sakit sedang Kejadian anemia dapat diperberat oleh
b. Kesadaran : Compos Mentis defisiensi zat gizi dan sindrom
c. Tanda vital : malabsorbsi. Anemia pada penderita
Tekanan darah: 100/60 mmHg tuberkulosis juga dapat terjadi akibat
Nadi : 76x/menit status nutrisi yang buruk pada
Suhu : 36,2°C penderita tuberkulosis. Parameter
Pernapasan : 20x/menit status nutrisi yang sering digunakan
SpO2 : 98% adalah kadar albumin dan indeks
d. Status Gizi massa tubuh.
BB : 36,7 kg
TB : 158 cm Berdasarkan penelitian Geldmacher
Status Gizi : Gizi Kurang didapatkan kelenjar limfe yang terlibat
Konjungtiva anemis (+) yaitu 63,3 % pada kelenjar limfe
Bibir Pucat (+) servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal,
Pembesaran KGB pada superior- dan 8,3% pada kelenjar aksila dan
inferior jugular kanan dan kiri, didapatkan pula pada 35% pasien
supraclavicular kiri, dan axilla kanan mengalami pembengkakan lebih dari
Benjolan berukuran 0,5 - 5 cm dengan satu tempat. Pembengkakan terjadi
konsistensi kenyal, menetap, dan nyeri dapat secara unilateral maupun
(-) bilateral, tunggal maupun multiple.
Thoraks : rhonki (+/+)
Pada pemeriksaan auskultasi terdengar
suara napas bronkial/amforik/ronkhi
basah/suara napas melemah di apex paru,
tanda-tanda penarikan paru, diafrahma
dan mediastinum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kasus Teori
Laboratorium : Tuberkulosis dapat menyebabkan
RBC : 2,64 bermacam-macam kelainan
HGB : 4,9 laboratorium seperti anemia,
HCT : 17,9 peningkatan sedimentasi eritrosit,
Albumin : 2,3 penurunan jumlah serum albumin,
SGOT : 46 hiponatremia, gangguan fungsi hepar,
SGPT : 61 leukositosis, dan hipokalsemia.

Radiologi
Foto Thoraks : Foto toraks dapat menunjukkan
Tampak infiltrat di suprahilar kanan kelainannya pada TB paru pada 14-
kiri 20% kasus. Radiologi dengan foto
Kesan : Keradangan paru dapat thoraks pada TB, umumnya di apeks
merupakan proses spesifik. paru terdapat gambaran bercak-
bercak berawan dengan batas jelas
USG Leher+Axilla kanan membentuk tuberkuloma. Gambaran
Tampak multiple nodul bentuk oval lain yang dapat menyertai yaitu,
dan membulan ukuran bervariasi, kavitas (bayangan cincin berdinding
sebagian tanpa gambaran central tipis), pleuritis ( penebalan pleura),
echogenic fatty hilus, di upper-lower efusi pleura (sudut kostrofrenikus
jugular kanan, upper-lower jugular tumpul).
kiri, supraclavicula kiri, dan axilla
kanan, ukuran antara 0,5 x 0,5 cm USG kelenjar dapat menunjukkan
hinggal 5 x 4 x 3,6 cm. adanya lesi kistik multiokular singular
Kesan Lymphadenopathy multiple, atau multipel hipoekoik yang
suspek proses spesifik dikelilingi oleh kapsul tebal. Pada
pembesaran kelenjar diakibatkan
infeksi TB biasanya ditandai dengan
fusion tendency,peripheral halo dan
internal echoes.

PENGOBATAN
Kasus Teori
 IVFD NaCl 0.9% 500 ml 20 tpm Pengobatan TB limfadenopati sama
 Asetilsistein tab 3x1 dengan pengobatan TB paru yaitu

 Inj. Cetriaxone 2 gr/24 jam 2RHZE/4RH akan tetapi durasi yang

 Curcuma tab 3x1 bervariasi 6 sampai 12 bulan


tergantung kondisi klinis.
 Inj. Omeprazole 1 vial/24 jam
 Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam
 Inbumin tab 3x1
 Transfusi PRC 2 bag
 OAT Kategori I
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2018. Toss TB (Temukan TB Obati

Sampai Sembuh). Kementeria Kesehatan RI

2. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta

3. Kementrian Kesehatan RI. 2017. Penanggulangan Tuberkulosis. Direktorat

Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Jakarta

4. Amin Z., Bahar A. 2014.Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi Ke 6. Jakarta Pusat: Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Hariadi, S., Amin, M., Pradjoko, I., Winariani., Margono, B. P., Wibisono,

M. J., dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya. Departemen

Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD. Dr. Soetomo.

6. Kementrian Kesehatan RI. 2019. Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta

7. Ghorpade, D.S., Leyland, R., Kurowska-Stolarska, M., Patil, S.A., Balaji,

K.N. 2012. MicroRNA-155 is required for Mycobacterium bovis BCG-

mediated apoptosis of macrophages. Mol Cell Biol. 32(12):39-53.

8. Mohapatra PR, Janmeja AK. Tuberculous Lymphadenitis. Journal Of The


Association Of India
9. Geldmacher H, Taube C, Kroeger C, Magnussen H, Kirsten DK..Assessment
of lymph node tuberculosis in northern Germany:a clinical review. Chest
2002:1177-82.
10. Prasanta, R., Ashok K. 2009. Tuberculous Lymphadenitis. JAPY. August. .
2009:585-87
11. Fontanilla JM, Barnes A.Current Diagnosis and Management of Peripheral

Lympadenitis.Clin infect Dis 2011: 555

Anda mungkin juga menyukai