Anda di halaman 1dari 22

LABORATORIUM ILMU JURNAL

KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN NOVEMBER 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

TINJAUAN FIXED DRUG ERUPTION YANG TERKHUSUS PADA


GENERALIZED BULLOUS FIXED DRUG ERUPTION

Oleh :
Aulia Rahmadani, S.Ked
K1B1 21 025

Pembimbing
dr. Shinta N. Barnas, M.Kes., Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Aulia Rahmadani, S.Ked
NIM : K1B1 21 025
Judul : Tinjauan Fixed Drug Eruption yang Terkhusus pada
Generalized Bullous Fixed Drug Eruption
Laboratorium : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan Jurnal dalam rangka kepaniteraan klinik pada laboratorium
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
pada November 2021.

Kendari, November 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Shinta N. Barnas, M.Kes., Sp.KK


Tinjauan Fixed Drug Eruption yang Terkhusus pada Generalized
Bullous Fixed Drug Eruption

ABSTRAK
Fixed Drug Eruption (FDE) adalah reaksi obat yang membahayakan kulit yang
ditandai dengan timbulnya ruam di lokasi yang sama pada tubuh setelah pajanan
obat penyebab. Apabila terjadi kekambuhan, bulla dapat menyebar ke bagian yang
lainnya. Pada lesi dapat disertai vesikel dan/atau bulla di bagian atasnya, dan bila
menutupi sebagian besar luas permukaan tubuh, erupsi disebut sebagai Generalized
Bullous fixed Drug Eruption (GBFDE). Karena adanya lesi kulit yang meluas yang
dapat dilihat pada kondisi ini, GBFDE mungkin disalahartikan secara klinis dengan
Stevens-Johnson Syndrome /Toxic Epidermal Necrolysis (SJS/TEN). Terapi yang
dapat diberikan untuk GBFDE termasuk terapi suportif, steroid topikal dan/atau
sistemik, dan terapi terbaru yaitu siklosporin, yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi dan menghentikan penggunaan obat penyebab.

Kata Kunci : Fixed Drug Eruption; Generalized Bullous fixed Drug Eruption;
Stevens-Johnson Syndrome; Toxic Epidermal Necrolysis; Drug Rash; FDE;
GBFDE; SJS/TEN

1. Pengantar
Fixed Drug Eruption (FDE) pertama kali dijelaskan pada tahun 1889 oleh
Bourns, dan istilah Fixed Drug Eruption, atau "éruption érythémato-pigmentée
fixe” diciptakan oleh Brocq pada tahun 1894.1,2 Brocq menggambarkan “plak-plak
edematous berbentuk bulat atau oval, dengan ukuran yang bervariasi dari ukuran
koin hingga telapak tangan, dan berulang di berbagai bagian tubuh. Meskipun lesi
telah memudar, tetapi lesi akan tetap menimbulkan bekas di daerah yang terkena,
dengan pigmentasi warna dan durasi yang bervariasi”.1
2. Definisi
Fixed Drug Eruption (FDE) merupakan lesi berulang di tempat yang sama
setelah paparan obat penyebab. Dimana setiap tambahan paparan, lesi akan semakin
membesar dan jumlahnya akan semakin bertambah.3 Morfologi khas FDE adalah
soliter, plak eritematasa hingga keunguan berbatas tegas, berbentuk bulat hingga
oval dengan bagian tengah lesi berwarna kehitaman (Gambar 1a–c).4 Setelah
inflamasi akut, terjadi hiperpigmentasi pasca-inflamasi yang berlangsung
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Lesi dapat muncul sebagai blister,
vesikel, dan/atau bulla, yang mudah pecah, menimbulkan erosi atau ulkus yang
dangkal (Gambar 1. d dan e).2 Dalam sebuah studi retrospektif dari 57 pasien
dengan FDE di India Selatan, sepertiga ditemukan memiliki lesi bulosa dan erosif.5
Dalam beberapa kasus, terdapat erupsi bulla yang ekstensif selain bercak khas FDE,
suatu kondisi yang disebut sebagai Generalized Bullous fixed Drug Eruption
(GBFDE).2 Satu studi FDE bullosa yang datang ke Departemen Dermatologi di
Tunisia selama periode 18 tahun menemukan bahwa 44,4% kasus terlokalisir dan
55,6% kasus bersifat generalisata.6
Varian lain dari FDE adalah subtipe nonpigmentasi, yang sembuh tanpa
perubahan pigmentasi residual setelah dua hingga tiga minggu.7 Varian ini secara
historis dianggap langka dan secara klasik dikaitkan dengan pseudoefedrin.7
Namun, sebuah studi 2010 dari 59 kasus FDE ditemukan 20% dari subtipe
nonpigmentasi, dan menemukan tidak adanya hubungan antara subtipe klinis dan
obat yang terlibat.8 Ini menunjukkan bahwa varian nonpigmentasi lebih umum dan
terkait dengan jumlah obat yang lebih banyak daripada yang diperkirakan
sebelumnya.
Gambar 1. Contoh Fixed Drug Eruption (FDE). (A-C) FDE Non-bullosa
dengan morfologi yang klasik yaitu plak eritematosa hingga keunguan, bercak
bulat hingga oval dengan bagian tengah berwarna kehitaman. (D,E) contoh
FDE bullosa/erosi.

Lokasi timbulnya lesi FDE yang paling sering dilaporkan juga bervariasi
tergantung pada penelitian. Ekstremitas atas dilaporkan sebagai lokasi yang paling
umum dalam sebuah penelitian9, sementara yang lainnya juga bisa timbul di bagian
bibir.3,5 Disamping itu, penelitian lain melaporkan distribusi lesi tergantung pada
jenis kelamin, dengan 89% wanita datang dengan keterlibatan anggota badan
(terutama pada tangan dan kaki), sedangkan 90% pria memiliki lesi pada alat
kelamin.8 Selaput lendir sering terkena. Sebuah penelitian menemukan bahwa
24,2% kasus FDE memiliki keterlibatan genital.10 Sementara penelitian lain
menemukan bahwa mukosa mulut terpengaruh pada 34,7% kasus FDE yang sudah
ada.11 Dalam satu penelitian retrospektif, lesi mukosa mulut ditemukan menyertai
lesi genital pada 68,8% kasus FDE genital.11 Lesi pada mukosa mulut paling sering
bullosa dan erosif; namun, morfologi aftosa atau eritematosa diamati pada sebagian
11
kecil pasien, yang dapat menyebabkan kesalahan diagnosis penyakit Behçet.
Sekitar lima persen pasien dengan FDE memiliki keterlibatan membran mukosa
saja tanpa disertai lesi kulit.8
FDE bisa soliter, tersebar, atau generalisata; kebanyakan pasien memiliki lima
atau lebih sedikit lesi.3,9 Interval antara paparan obat dan timbulnya FDE bisa
selama dua minggu, tetapi kebanyakan pasien, terutama mereka yang telah terpapar
obat, riwayat pengobatan sebelumnya, perkembangan erupsi dalam waktu 48
jam.5,6,7,10 Pada saat paparan, kebanyakan pasien mengingat riwayat lesi yang
serupa sebelumnya.9,10 Dengan setiap kekambuhan, lesi secara khas muncul di
tempat yang sama dengan erupsi sebelumnya, dan dengan paparan berulang
terhadap obat penyebab, keterlibatan dapat menyebar ke tempat lain yang
sebelumnya tidak terlibat.10,11 Sekitar seperempat pasien mengalami gejala lokal
seperti gatal dan/atau terbakar yang berhubungan dengan erupsi.3

3. Epidemiologi
FDE dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak dan orang tua, tetapi
paling sering terjadi pada orang dewasa muda hingga lanjut usia, dengan usia rata-
rata yang dilaporkan berkisar antara 35-60 tahun.5,6,8,9,10,12 Usia rata-rata pasien
dengan FDE bullosa non-generalized ditemukan secara signifikan lebih muda
daripada pasien GBFDE (47,2 : 69,1), dan usia rata-rata juga berbeda (46:74).12
FDE terjadi pada dasarnya sama pada pria dan wanita.6,10,12

4. Patogenesis
FDE di mediasi oleh sel T memori CD8+ yang berada di lapisan basal epidermis
dari lesi FDE yang sedang dorman.13 Dalam 24 jam setelah mengonsumsi obat
tersebut, sel T CD8+ ini bermigrasi keatas di epidermis13 menghasilkan sitokin
14,15
seperti interferon gamma dan TNF-alpha , dan mengambil fenotipe Natural
Killer cells, mengekspresikan molekul permukaan sel CD56 serta molekul
sitotoksik granzim B dan perforin.13 Aktivitas ini menyebabkan nekrosis epidermal
yang diamati pada FDE.15 Pada saat yang sama, sel T regulator CD4+ Foxp3+
bermigrasi ke epidermis, membatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh sel T
CD8+.13 Tindakan sel T regulator CD4+, yang meliputi produksi sitokin anti-
inflamasi IL-10, menjelaskan sifat FDE yang self-limited.15 Setelah fase akut FDE
telah teratasi, sel CD8+ kehilangan fenotipe pembunuh alami yang mereka peroleh
selama serangan akut FDE, dan mereka tetap diam di lapisan basal epidermis di
lokasi erupsi sebelumnya selama bertahun-tahun.13
FDE untuk obat yang sama telah dilaporkan oleh anggota keluarga,
menunjukkan bahwa mungkin ada komponen genetik pada patogenesis
FDE.16,17,18,29,20,21,22 Obat-obatan yang terlibat dalam kasus keluarga FDE termasuk
tetrasiklin/demeclocycline16, feprazon17,18, trimetoprim/sulfametoksazol19,20,
difenhidramin dan aspirin21 dan ibuprofen.22 Hubungan yang spesifik telah
ditemukan antara gen Human Leukocyte Antigen (HLA) dan FDE dari obat-obatan
tertentu. Misalnya, haplotipe HLA-A30 B13 Cw6 ditemukan secara signifikan
lebih sering pada pasien dengan FDE sekunder untuk trimetoprim/sulfametoksazol
daripada pasien kontrol yang sehat,20 sedangkan alel HLA-B22 dikaitkan dengan
FDE yang diinduksi feprazon.17,23

5. Etiologi
Banyak zat telah terlibat dalam FDE. Obat penyebab yang paling umum
berbeda tergantung pada wilayah geografis. Dalam satu analisis retrospektif FDE
dalam periode tiga tahun di Prancis, agen penyebab yang paling umum adalah
asetaminofen, diikuti oleh NSAID seperti piroksikam, naproxen, dan ibuprofen.8
Sebuah penelitian selama 14 tahun di Tunisia menunjukkan NSAID sebagai
kategori obat yang paling sering dikaitkan dengan FDE, diikuti oleh antibiotik,
terutama amoksisilin, levofloxacin, dan doksisiklin.9 Analisis terhadap 450 kasus di
Pakistan mengungkapkan trimetoprim/sulfametoksazol sebagai agen penyebab
pada 73% kasus.3 Antiepilepsi seperti fenitoin, karbamazepin, dan fenobarbital
sering terlibat.5,9 Agen selain obat, seperti kontras intravena dan vaksin influenza,
juga telah dilaporkan menyebabkan FDE.24,25
Makanan juga telah terlibat dalam Fixed Eruption yang hampir mirip dengan
FDE, dan kondisi ini disebut "Fixed Food Eruption" (FFE). FFE telah dilaporkan
dari berbagai makanan, termasuk kacang pohon seperti kacang mete, almond, dan
kenari; makanan laut seperti kerang dan kepiting; buah-buahan termasuk stroberi
dan kiwi; dan lentil.26,27 Kina dalam air tonik telah dikaitkan dengan FFE.28 Zat
aditif pewarna makanan kuning seperti: tartrazine dan Quinoline Yellow yang biasa
ditemukan dalam makanan dan obat-obatan telah terlibat dalam apa yang disebut
“Fixed Food and Drug Eruption.26,29 Contoh lain dari Fixed Food and Drug
Eruption dilaporkan dengan laktosa sebagai agen penyebab.30 Pasien datang
dengan lesi berulang pada kelopak mata bilateral setelah terpapar produk susu dan
empat obat yang tidak terkait yang masing-masing mengandung laktosa sebagai
bahan tidak aktif. 30 Laktosa dikonfirmasi sebagai zat yang terlibat dengan uji
tantangan oral.30 Pasien tanpa riwayat pengobatan sugestif yang datang dengan lesi
yang menyerupai FDE harus ditanya tentang hubungan antara erupsi kulit dan jenis
makanan yang dikonsumsi.

6. Diagnosa
Diagnosis FDE sering dapat dibuat atas dasar klinis berdasarkan tampilan yang
khas dan riwayat erupsi serupa dengan paparan obat. Namun, bila presentasinya
ambigu, terutama pada varian FDE seperti GBFDE atau subtipe nonpigmentasi,
biopsi dapat dilakukan. Secara histopatologi, FDE ditandai dengan dermatitis
interface vakuolar dengan infiltrasi eosinofil dan limfosit perivaskular baik
superfisial maupun profunda.31,32 Nekrotik keratinosit dapat terlihat tersebar di
seluruh epidermis, dan inkontinensia pigmen yang khas.32 Dalam kasus FDE yang
berulang di tempat yang sama, fibrosis papiler dermis kadang-kadang terlihat di
samping banyak melanofag.31 Secara klinis dan histologis, diagnosis banding untuk
FDE dapat mencakup erupsi kulit lainnya yang ditandai Vacuolar Dermatitis
Interface seperti eritema multiforme, bulla pada Graft-versus-host disease, dan
Stevens-Johnson Syndrome; Toxic Epidermal Necrolysis (SJS/TEN), dan temuan
histologis harus berhubungan dengan gambaran klinis.31 Gambar 2 menunjukkan
histologi karakteristik FDE.

Gambar 2. Histologi karakteristik FDE menunjukkan Vacuolar Dermatitis


Interface, nekrotik keratinosit, dan inkontinensia pigmen (atas). Penebalan jaringan
nekrosis menghasilkan bulla subepidermal pada lesi akut yang berkembang pesat
(bawah).

Setelah diagnosis FDE ditegakkan, penting untuk mencoba


mengidentifikasi obat penyebab. Karena FDE dapat menjadi semakin parah dengan
setiap kekambuhan, pasien harus menghindari obat penyebab dan zat yang bereaksi
berlawanan, setelah diketahui.4 Kadang-kadang, pasien dapat menentukan resep
atau obat bebas yang dimulai sesaat sebelum timbulnya ruam. Namun, dalam
banyak kasus, obat penyebab tidak jelas. Dalam hal ini, tes diagnostik untuk
mengidentifikasi agen etiologi dapat dilakukan.
Oral Challenge test, juga dikenal sebagai tes provokasi oral, secara
tradisional merupakan gold standar untuk diagnosis.9 Metode ini memiliki
sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan studi diagnostik lainnya seperti uji
tempel.9 Oral Challenge test dilakukan dengan memberikan sebagian kecil,
biasanya sepersepuluh, dari dosis terapeutik obat dan menilai kekambuhan ruam.33
Dosis yang diberikan dapat ditingkatkan jika dosis uji awal tidak menghasilkan
reaksi, dan pemberian dosis terapeutik penuh tanpa respon merupakan hasil
negatif.9 Tes ini dikontraindikasikan pada kasus FDE umum yang diketahui 4,6 dan
jarang dilakukan hari ini, bahkan ketika pasien hanya memiliki riwayat reaksi lokal,
karena risiko memicu GBFDE.34 Ketika Oral Challenge test dilakukan, hal itu
dilakukan hanya di bawah pengawasan dokter yang ketat.34
Serangkaian kasus baru-baru ini mengusulkan pedoman baru untuk
melakukan Oral Challenge test dengan aman, bahkan pada pasien dengan riwayat
FDE generalisata.35 Untuk pasien yang menunjukkan kurang dari tiga lesi FDE,
peneliti merekomendasikan dimulai dengan dosis harian rata-rata standar dan jika
tidak ada reaksi yang terlihat, ditingkatkan menjadi dua kali dosis harian.35 Jika
dosis dua kali sehari tidak menghasilkan reaksi, obat dikecualikan sebagai
penyebab FDE. Untuk pasien yang datang dengan lebih dari tiga lesi FDE atau
memiliki keterlibatan oral, peneliti merekomendasikan Oral Challenge test
bertingkat35. Oral Challenge tes bertingkah dimulai dengan 20% dari dosis harian
dan meningkat sepuluh persen setiap 30 menit sampai pasien mengembangkan lesi
FDE atau dosis kumulatif dua kali dosis harian rata-rata tercapai.35 Seri kasus ini
terbatas pada dua pasien, bagaimanapun, dan salah satu dari mereka
mengembangkan lesi FDE baru dengan Oral Challenge test bertingkat di samping
kekambuhan FDE di lokasi keterlibatan sebelumnya [35]. Studi lebih lanjut perlu
dilakukan untuk menentukan keamanan pedoman yang diusulkan ini.
Uji tempel dianggap sebagai metode yang lebih aman, meskipun kurang
sensitif, untuk menjelaskan obat penyebab dalam FDE.34 Uji tempel dilakukan di
lokasi lesi FDE sebelumnya setidaknya dua minggu setelah resolusi erupsi
sebelumnya.33 Obat diencerkan dalam petrolatum atau air pada konsentrasi 10-20
persen.33 Patch ditempelkan selama 24 hingga 48 jam, dan infiltrat eritema atau
reaksi lokal yang intens merupakan hasil tes yang positif.34 Sebuah tinjauan
retrospektif dari 52 pasien dengan diagnosis klinis FDE yang menjalani uji tempel
menunjukkan reaksi positif pada lesi kulit pada 40,4% pasien.34 Reaktivitas positif
dalam penelitian ini hampir eksklusif untuk NSAID, sedangkan kelas obat lain,
terutama antibiotik, secara konsisten memberikan hasil tes negatif, bahkan ketika
kecurigaan klinis tinggi.34 Dalam penelitian yang sama, uji tempel pada kulit non-
lesi negatif pada semua kecuali satu pasien.34 Fakta bahwa utilitas diagnostik
tergantung pada kelas obat yang terlibat adalah keterbatasan uji tempel.
Tes transformasi limfosit (LTT) jarang digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis FDE. Pengujian ini melibatkan inkubasi sel mononuklear darah perifer
pasien (PBMC) dengan obat penyebab yang dicurigai dan mengukur tingkat
proliferasinya dibandingkan dengan PBMC pasien yang tidak terpapar.36,37 Indeks
stimulasi lebih besar dari 1,8 hingga 2,0 dianggap positif.36,37 Meskipun tes ini
umumnya tidak mengungkap diagnosis FDE, tes ini telah terbukti sebagai
konfirmasi untuk kasus FDE yang disebabkan oleh etoricoxib, allopurinol,
flukonazol, dan asam traneksamat.36,37,38,39 LTT mungkin paling berguna ketika
kecurigaan klinis tinggi bahwa kasus FDE disebabkan oleh obat yang diketahui
memiliki tingkat negatif palsu yang tinggi dalam uji tempel lesi, seperti
allopurinol.34

7. Generalized Bullous fixed Drug Eruption (GBFDE)


GBFDE didefinisikan sebagai lesi FDE khas serta bulla dan erosi yang melibatkan
setidaknya 10% dari luas permukaan tubuh dan setidaknya tiga dari enam lokasi
anatomi yang berbeda (khususnya kepala dan leher, badan bagian anterior,
punggung, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan alat kelamin).32 Karena
distribusi yang luas, warna kehitaman, dan pelepasan kulit terlihat pada GBFDE,
kondisi ini sering disalahartikan secara klinis dengan SJS/TEN.40 Faktanya, Alan
Lyell, peneliti pertama yang menggambarkan SJS/TEN dalam kasus 4 pasien,
menarik kembali laporannya 34 tahun kemudian, menyatakan bahwa 2 dari 4 kasus
sebenarnya merupakan GBFDE.41,42

7.1. Diagnosis dan Perbedaan dari SJS/TEN


Beberapa perbedaan antara GBFDE dan SJS/TEN dapat dibuat berdasarkan
klinis, meskipun gambaran dari kondisi ini dapat tumpang tindih. Pasien dengan
GBFDE cenderung lebih tua dan cenderung memiliki gejala konstitusional
dibandingkan pasien dengan SJS/TEN.12 Sementara keterlibatan mukosa dianggap
kurang sering dan kurang parah pada GBFDE, lesi bullosa atau mukosa yang erosi
pada GBFDE sering diamati.43 Sebuah studi retrospektif dari pusat rujukan tunggal
di Taiwan utara menemukan bahwa 66,7% pasien dengan GBFDE memiliki
keterlibatan mukosa, dibandingkan 30% kasus FDE bullosa non-umum.12
GBFDE selalu muncul dalam satu sampai dua minggu (tetapi paling sering
dalam 48 jam) setelah mengkonsumsi obat penyebab.5,8,9,10 Sedangkan antara
paparan obat dan presentasi klinis SJS/TEN paling sering satu sampai tiga
minggu.44 Lesi kulit SJS/TEN cenderung menyatu dan memiliki pusat atipikal,
sedangkan bercak dan bulla pada GBFDE cenderung berbatas tegas dan memiliki
area kulit normal yang lebih luas di antara lesi.43,45 GBFDE sembuh dengan
hiperpigmentasi tetapi tidak ada jaringan parut permanen, sedangkan SJS/TEN
dikaitkan dengan jaringan parut yang signifikan, terutama pada bagian mukosa.45
Riwayat erupsi kulit yang serupa, meskipun mungkin kurang parah, sebagai respons
terhadap obat penyebab sering kali dapat ditemukan pada kasus GBFDE.5
Biopsi kulit dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis GBFDE
apabila presentasi klinis tidak jelas. Spesimen biopsi harus mencakup area lesi
epidermis yang utuh dan sebagian area bulla; dengan demikian, shave biopsy yang
mencakup area lesi yang lebih luas mungkin lebih optimal daripada punch biopsy
4-6 mm. Temuan histopatologi karakteristik GBFDE terdiri dari bulla subepidermal
atau denudasi epidermis dan perubahan vakuolar pada dermo-epiderma junction,
dengan beberapa nekrotik keratinosit dalam lesi epidermis yang utuh. Meskipun
infiltrat sel inflamasi bervariasi, biasanya terdapat infiltrat limfosit perivaskular dan
eosinofil interstisial yang cukup padat. Sebagai respon terhadap nekrosis epidermis,
beberapa neutrofil juga dapat ditemukan.46 Sebaliknya, SJS/TEN, khususnya TEN,
lebih sering ditandai dengan hampir tidak adanya atau jarang infiltrat inflamasi dan
nekrosis epidermal yang luas.46
Sebuah analisis retrospektif menemukan bahwa SJS/TEN menunjukkan
kumpulan keratinosit yang apoptosis, terutama di tepi bulla dilapisan antara
epidermis dan dermis.32 Pada GBFDE, kumpulan tersebut biasanya tidak terlihat,
dan keratinosit nekrotik malah tersebar di seluruh epidermis.32 Studi lain yang
membandingkan SJS/TEN dan GBFDE mereplikasi temuan ini, mengidentifikasi
apa yang disebut “fire flag sign” (lebih dari dua agregat keratinosit diskeratosis di
epidermis) pada 100% kasus SJS/TEN dan 0% kasus GBFDE.12 Infiltrasi eosinofil
lebih banyak ditemukan pada kasus GBFDE, dan bila dilihat jumlah eosinofil
cenderung lebih banyak.12,32 Dalam satu penelitian, inkontinensia pigmen terlihat
pada 100% kasus GBFDE dibandingkan 33,3% kasus SJS/TEN.12 Akan tetapi,
GBFDE dan SJS/TEN tidak selalu dapat dibedakan berdasarkan histopatologi saja
karena terdapat temuan yang tumpang tindih. Dengan demikian, korelasi klinis-
patologis tetap menjadi acuan terbaik dalam menegakkan diagnosis GBFDE.31
Tingkat ekspresi dari berbagai penanda imunohistokimia berbeda antara
GBFDE dan SJS/TEN. Dalam satu penelitian, jumlah sel T CD4+ dermal dan sel T
regulator Foxp3+ dermal secara signifikan lebih besar pada GBFDE, sedangkan sel
CD56+ intraepidermal terlihat lebih sering pada SJS/TEN.32 Sementara molekul
sitotoksik Fas, FasL, perforin, dan granzyme B tidak berbeda antara kedua kondisi
tersebut, jumlah sel intraepidermal yang mengekspresikan granulysin, yang dikenal
sebagai mediator utama nekrosis epidermal pada SJS/TEN yang terbukti signifikan.
lebih besar di SJS/TEN daripada GBFDE.32 Di sisi lain, analisis histopatologi
retrospektif dari enam jenis reaksi obat kulit yang merugikan menemukan tingkat
ekspresi granulysin yang tinggi pada SJS, TEN, dan FDE, dengan positif masing-
masing pada 93%, 88%, dan 100% kasus.47 Ekspresi granulysin epidermal ringan
hingga sedang terlihat pada tingkat yang lebih tinggi pada SJS dan TEN
dibandingkan pada FDE (69% kasus SJS, 85% kasus TEN, dan 45% kasus FDE);
namun, ekspresi intens terlihat pada 18% kasus FDE versus 0% kasus SJS dan
TEN.47 Temuan kontradiktif mengenai ekspresi granulysin epidermal
menunjukkan bahwa deteksi histologis molekul ini mungkin tidak dapat
membedakan SJS/TEN dan FDE.
Kadar granulysin serum telah ditemukan secara signifikan lebih rendah pada
GBFDE dibandingkan dengan SJS/TEN.32 Hal ini mengarahkan peneliti untuk
menganjurkan penggunaan tes granulysin serum sebagai metode untuk
mendiagnosis SJS/TEN dengan cepat.44 Faktanya, tes imunokromatografi untuk
mendeteksi kadar granulysin serum yang tinggi dikembangkan yang memberikan
hasil positif pada 80% pasien dengan SJS/TEN dibandingkan dengan hanya empat
persen pasien dengan "reaksi kulit yang diinduksi obat biasa".48 Namun, persentase
pasien GBFDE yang akan dites positif dengan uji ini belum diteliti. Tingkat
granulysin yang diekspresikan dalam cairan bulla pada gangguan yang dimediasi
sel T sitotoksik, termasuk SJS/TEN dan FDE bulosa umum dan lokal, telah
ditemukan secara signifikan lebih tinggi daripada bulla yang dimediasi sel T non-
sitotoksik seperti lupus eritematosus bullosa, pemphigus vulgaris, dan pemfigoid
bullosa.49 Selain itu, kadar bulla granulysin pada SJS/TEN baru-baru ini terbukti
secara signifikan lebih tinggi daripada FDE bulosa, meskipun perbandingan tidak
membedakan antara FDE bulosa lokal dan umum.49 Penelitian lebih lanjut akan
diperlukan untuk menentukan apakah kadar granulysin lesi dalam cairan bulla
dapat membantu membedakan SJS/ TEN dan GBFDE; namun, hal ini pada
akhirnya ialah diagnosis klinis berdasarkan riwayat yang konsisten dan temuan
pada pemeriksaan fisik.

7.2. Prognosis
GBFDE umumnya dianggap terkait dengan prognosis yang jauh lebih baik daripada
SJS/TEN. Sebuah penelitian retrospektif yang diterbitkan pada tahun 2012
memberikan keraguan ketika penelitan tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam tingkat mortalitas untuk pasien dengan GBFDE dibandingkan
dengan pasien dengan SJS/TEN ketika dihubungkan dengan usia dan derajat lesi
pada kulit.43 Angka mortalitas keseluruhan untuk GBFDE adalah 22%.43 Namun,
pasien dengan GBFDE yang dimasukkan dalam penelitian ini awalnya dilaporkan
ke database sebagai kasus potensial SJS/TEN sebelum diagnosis ini dihilangkan,
dan hampir sepertiga pasien GBFDE memiliki keterlibatan membran mukosa
setidaknya dalam dua kasus.43 Pasien dalam penelitian ini mungkin telah mewakili
sampel kasus GBFDE yang lebih parah, dan mengingat hasil yang menguntungkan
sering dilaporkan pada penelitian ini, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan nuntuk
menyelidiki angka kematian GBFDE. Sampai saat ini, belum ada penelitian lain
yang menguatkan hasil ini.
7.3. Terapi
Secara umum, pengobatan untuk FDE adalah identifikasi dan menghentikan
penggunaan obat penyebab.50 Hal ini juga merupakan terapi untuk GBFDE.44 Ada
banyak laporan pasien dengan GBFDE yang lesi kulitnya membaik dengan
penghentian obat penyebab dan perawatan suportif saja.1,40,44,51,52 Namun, steroid
53,54
topikal serta pemberian steroid sistemik jangka pendek1,55-62 paling sering
prednison oral atau prednisolon, sering digunakan untuk mengobati GBFDE.
GBFDE sangat jarang membutuhkan pemindahan ke unit perawatan intensif untuk
luka bakar atau unit perawatan luka yang parahf.24
Karena meningkatnya laporan kasus GBFDE yang parah, termasuk penelitian
yang telah disebutkan di atas menggambarkan tingkat kematian yang tinggi dalam
kondisi ini43, terdapat terapi baru dalam penggunaan siklosporin dalam suatu
perawatan. Sejauh ini, ada enam kasus GBFDE yang diobati dengan siklosporin
yang dijelaskan dalam literature.63-67 Lima dari kasus terjadi pada orang dewasa,
dan pasien ini diobati dengan siklosporin lima sampai 14 hari, biasanya dengan
dosis harian 3 atau 5 mg/kg dengan resolusi eritema dan penghentian bulla lebih
lanjut.63,64,65,66 Satu kasus pediatrik GBFDE diobati dengan siklosporin 5 mg/kg
dibagi menjadi dua dosis harian selama satu minggu diikuti lagi dengan 2,5
mg/kg/hari selama dua minggu.67 Pada pasien ini, perbaikan eritema dan
penghentian luka bulla lebih lanjut tercatat dalam 24 jam terapi siklosporin.67 Tidak
ada uji klinis yang membandingkan manfaat dari perawatan suportif saja
dibandingkan dengan perawatan seperti steroid topikal, steroid sistemik, atau
siklosporin untuk GBFDE. Belum jelas apakah intervensi ini mempercepat resolusi
erupsi atau menurunkan mortalitas dibandingkan dengan penghentian obat etiologi
saja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baird, B.J.; De Villez, R.L. Widespread Bullous Fixed Drug Eruption


Mimicking Toxic Epidermal Necrolysis. Int. J. Dermatol. 1988, 27, 170–174.
2. Lisi, P.; Stingeni, L. Fixed drug eruption: Bullous form. Clin. Dermatol. 1993,
11, 461–466.
3. Mahboob, A.; Haroon, T.S. Drugs causing fixed eruptions: A study of 450
cases. Int. J. Dermatol. 1998, 37, 833–838.
4. Flowers, R.; Brodell, R.; Brents, M.; Wyatt, J.P. Fixed Drug Eruptions:
Presentation, Diagnosis, and Management. South. Med. J.2014, 107, 724–727.
5. Pai, V.; Kikkeri, N.; Athanikar, S.; Bhandari, P.; Shukla, P.; Rai, V.
Retrospective analysis of fixed drug eruptions among patients attending a
tertiary care center in Southern India. Indian J. Dermatol. Venereol. Leprol.
2014, 80, 194.
6. Zaouak, A.; Ben Salem, F.; Ben Jannet, S.; Hammami, H.; Fenniche, S. Bullous
fixed drug eruption: A potential diagnostic pitfall: A study of 18 cases.
Therapies 2019, 74, 527–530.
7. Shelley, W.B.; Shelley, E.D. Nonpigmenting fixed drug eruption as a distinctive
reaction pattern: Examples caused by sensitivity to pseudoephedrine
hydrochloride and tetrahydrozoline. J. Am. Acad. Dermatol. 1987, 17, 403–407.
8. Brahimi, N.; Routier, E.; Raison-Peyron, N.; Tronquoy, A.-F.; Pouget-Jasson,
C.; Amarger, S.; Machet, L.; Amsler, E.; Claeys, A.; Sassolas, B.; et al. A three-
year-analysis of fixed drug eruptions in hospital settings in France. Eur. J.
Dermatol. 2010, 20, 461–464.
9. Ben Fadhel, N.; Chaabane, A.; Ammar, H.; Ben Romdhane, H.; Soua, Y.;
Chadli, Z.; Zili, J.; Boughattas, N.A.; Ben Fredj, N.; Aouam, K.; et al. Clinical
features, culprit drugs, and allergology workup in 41 cases of fixed drug
eruption. Contact Dermat. 2019, 81, 336–340.
10. Heng, Y.; Yew, Y.; Lim, D.; Lim, Y.L. An update of fixed drug eruptions in
Singapore. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2014, 29, 1539–1544.
11. Özkaya, E. Oral mucosal fixed drug eruption: Characteristics and differential
diagnosis. J. Am. Acad. Dermatol. 2013, 69, e51–e58.
12. Lee, C.-H.; Chen, Y.-C.; Cho, Y.-T.; Chang, C.-Y.; Chu, C.-Y. Fixed-drug
eruption: A retrospective study in a single referral center in northern Taiwan.
Dermatol. Sin. 2012, 30, 11–15.
13. Mizukawa, Y.; Yamazaki, Y.; Shiohara, T. In vivo dynamics of intraepidermal
CD8+ T cells and CD4+ T cells during the evolution of fixed drug eruption. Br.
J. Dermatol. 2008, 158, 1230–1238.
14. Mizukawa, Y.; Yamazaki, Y.; Teraki, Y.; Hayakawa, J.; Hayakawa, K.; Nuriya,
H.; Kohara, M.; Shiohara, T. Direct Evidence for Interferon- Production by
Effector-Memory-Type Intraepidermal T Cells Residing at an Effector Site of
Immunopathology in Fixed Drug Eruption. Am. J. Pathol. 2002, 161, 1337–
1347.
15. Teraki, Y.; Shiohara, T. IFN-–producing effector CD8+ T cells and IL-10–
producing regulatory CD4+ T cells in fixed drug eruption. J. Allergy Clin.
Immunol. 2003, 112, 609–615.
16. Jolly, H.W.; Sherman, I.J.; Carpenter, C.L.; Nesbitt, L.T.; Meek, T.J. Fixed
Drug Eruptions to Tetracyclines. Arch. Dermatol. 1978,
17. 114, 1484–1485. Pellicano, R.; Lornuto, M.; Ciavarella, G.; Di Giorgio, G.;
Gasparini, P. Fixed drug eruptions with feprazone are linked to HLA-B22. J.
Am. Acad. Dermatol. 1997, 36, 782–784.
18. Pellicano, R.; Silvestris, A.; Iannantuono, M.; Ciavarella, G.; Lomuto, M.
Familial occurrence of fixed drug eruptions. Acta Derm. Venereol. 1992, 72,
292–293.
19. Bhargava, P.; Kuldeep, C.; Mathur, N. Polysensitivity and familiar occurrence
in fixed drug eruption. Int. J. Dermatol. 1997, 36, 36.
20. Özkaya-Bayazit, E.; Akar, U. Fixed drug eruption induced by trimethoprim-
sulfamethoxazole: Evidence for a link to HLA-A30 B13 Cw6 haplotype. J. Am.
Acad. Dermatol. 2001, 45, 712–717.
21. Hatzis, J.; Noutsis, K.; Hatzidakis, E.; Bassioukas, K.; Perissios, A. Fixed drug
eruption in a mother and her son. Cutis 1992, 50, 50–52.
22. Al Aboud, K.; Ramesh, V.; Al Hawsawi, K. Fixed drug eruption to ibuprofen
in daughter and father. J. Drugs Dermatol. 2003, 2, 658–659.
23. Pellicano, R.; Ciavarella, G.; Lomuto, M.; Di Giorgio, G. Genetic susceptibility
to fixed drug eruption: Evidence for a link with HLA-B22. J. Am. Acad.
Dermatol. 1994, 30, 52–54.
24. Byrd, R.C.; Mournighan, K.J.; Baca-Atlas, M.; Helton, M.R.; Sun, N.Z.; Siegel,
M.B. Generalized bullous fixed-drug eruption secondary to the influenza
vaccine. JAAD Case Rep. 2018, 4, 953–955.
25. Gavin, M.; Sharp, L.; Walker, K.; Behrens, E.; Akin, R.; Stetson, C.L. Contrast-
induced generalized bullous fixed drug eruption resembling Stevens-Johnson
syndrome. Proc. Bayl. Univ. Med. Cent. 2019, 32, 601–602.
26. Sharma, L.; Agarwal, R.; Chopra, A.; Mitra, B. A Cross-Sectional
Observational Study of Clinical Spectrum and Prevalence of Fixed Food
Eruption in a Tertiary Care Hospital. Indian Derm. Online J. 2020, 11, 361–
366.
27. Yanguas, I.; Oleaga, J.M.; González-Güemes, M.; Goday, J.; Soloeta, R. Fixed
food eruption caused by lentils. J. Am. Acad. Dermatol. 1998, 38, 640–641.
28. Bel, B.; Jeudy, G.; Bouilly, D.; Dalac, S.; Vabres, P.; Collet, E. Fixed eruption
due to quinine contained in tonic water: Positive patch-testing. Contact Dermat.
2009, 61, 242–244.
29. Leleu, C.; Boulitrop, C.; Bel, B.; Vabres, P.; Collet, E.; Jeudy, G. Quinoline
Yellow dye-induced fixed food-and-drug eruption. Contact Dermat. 2013, 68,
187–188.
30. Tsuruta, D.; Sowa, J.; Kobayashi, H.; Ishii, M. Fixed food eruption caused by
lactose identified after oral administration of four unrelated drugs. J. Am. Acad.
Dermatol. 2005, 52, 370–371.
31. Weyers, W.; Metze, D. Histopathology of drug eruptions–general criteria,
common patterns, and differential diagnosis. Dermatol. Pr. Concept. 2001, 1,
33–47.
32. Cho, Y.-T.; Lin, J.-W.; Chen, Y.-C.; Chang, C.-Y.; Hsiao, C.-H.; Chung, W.-
H.; Chu, C.-Y. Generalized bullous fixed drug eruption is distinct from Stevens-
Johnson syndrome/toxic epidermal necrolysis by immunohistopathological
features. J. Am. Acad. Dermatol. 2014, 70, 539–548.
33. Shiohara, T. Fixed drug eruption: Pathogenesis and diagnostic tests. Curr. Opin.
Allergy Clin. Immunol. 2009, 9, 316–321.
34. Andrade, P.; Brinca, A.; Gonçalo, M. Patch testing in fixed drug eruptions—A
20-year review. Contact Dermat. 2011, 65, 195–201.
35. Vissing, M.B.; Bhasin, A.; Sluzevich, J. The role and histopathology of oral
drug challenge in the evaluation of fixed drug eruptions. J. Cutan. Immunol.
Allergy 2021. epub ahead of printing.
36. Movsisyan, M.; Fiandor, A.; Gonzalez-Muñoz, M.; Quirce, S.; Bellón, T.;
Hakobyan, A.; Marques-Mejias, M.A.; Domínguez-Ortega, J.; Cabañas, R. The
Lymphocyte Transformation Test Is Useful in the Diagnosis of Fixed Drug
Eruption Induced by Etoricoxib. J. Investig. Allergol. Clin. Immunol. 2019, 29,
307–309.
37. Kim, M.-H.; Shim, E.-J.; Jung, J.-W.; Sohn, S.-W.; Kang, H.-R. A Case of
Allopurinol-Induced Fixed Drug Eruption Confirmed With a Lymphocyte
Transformation Test. Allergy Asthma Immunol. Res. 2012, 4, 309–310.
38. Demir, S.; Cetin, E.A.; Unal, D.; Coskun, R.; Olgac, M.; Gelincik, A.; Çolako
˘glu, B.; Buyukozturk, S. Generalized Fixed Drug Eruption Induced by
Fluconazole Without Cross-Reactivity to Itraconazole: Lymphocyte
Transformation Test Confirms the Diagnosis. Drug Saf. Case Rep. 2018, 5, 2.
39. Kawaguchi, K.; Kinoshita, S.; Ishikawa, M.; Sakura, H. Tranexamic acid—
Induced fixed drug eruption confirmed by the drug lymphocyte transformation
test. Clin. Case Rep. 2019, 7, 2074–2075.
40. Patell, R.D.; Dosi, R.V.; Shah, P.C.; Joshi, H.S. Widespread bullous fixed drug
eruption. BMJ Case Rep. 2014.
41. Lyell, A. Toxic Epidermal Necrolysis: An Eruption Resembling Scalding of the
Skin. Br. J. Dermatol. 1956, 68, 355–361.
42. Lyell, A. Requiem for toxic epidermal necrolysis. Br. J. Dermatol. 1990, 122,
837–846.
43. Lipowicz, S.; Sekula, P.; Ingen-Housz-Oro, S.; Liss, Y.; Sassolas, B.; Dunant,
A.; Roujeau, J.-C.; Mockenhaupt, M. Prognosis of generalized bullous fixed
drug eruption: Comparison with Stevens-Johnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis. Br. J. Dermatol. 2013, 168, 726–732.
44. Mitre, V.; Applebaum, D.S.; Albahrani, Y.; Hsu, S. Generalized bullous fixed
drug eruption imitating toxic epidermal necrolysis: A case report and literature
review. Dermatol. Online J. 2017, 23.
45. Bataille, M.; Vonarx, M.; Vermersch-Langlin, A. Illustration of diagnostic and
prognostic difficulties during the early stages of generalized bullous fixed drug
eruptions. Eur. J. Dermatol. 2017, 27, 86–88.
46. Ackerman, A.B. Histologic Diagnosis of Inflammatory Skin Disease: An
Algorithmic Method Based on Pattern Analysis, 2nd ed.; Williams Wilkins:
Baltimore, MD, USA, 1997.
47. Weinborn, M.; Barbaud, A.; Truchetet, F.; Beurey, P.; Germain, L.; Cribier, B.
Histopathological study of six types of adverse cutaneous drug reactions using
granulysin expression. Int. J. Dermatol. 2016, 55, 1225–1233.
48. Fujita, Y.; Yoshioka, N.; Abe, R.; Murata, J.; Hoshina, D.; Mae, H.; Shimizu,
H. Rapid immunochromatographic test for serum granulysin is useful for the
prediction of Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. J. Am.
Acad. Dermatol. 2011, 65, 65–68.
49. Chen, C.-B.; Kuo, K.L.; Wang, C.-W.; Lu, C.-W.; Hui, R.C.-Y.; Lu, K.-L.;
Chang, W.-C.; Chen, W.-T.; Yun, F.; Teng, Y.-C.; et al. Detecting Lesional
Granulysin Levels for Rapid Diagnosis of Cytotoxic T lymphocyte–Mediated
Bullous Skin Disorders. J. Allergy Clin. Immunol. Pr. 2020, 9, 1327–1337.e3.
50. Özkaya, E. Fixed drug eruption: State of the art. J. Dtsch. Dermatol. Ges. 2008,
6, 181–188.
51. Dharamsi, F.M.; Michener, M.D.; Dharamsi, J.W. Bullous Fixed Drug Eruption
Masquerading as Recurrent Stevens Johnson Syndrome. J. Emerg. Med. 2015,
48, 551–554.
52. Jain, A.; Gupta, N. Multifocal Bullous Fixed Drug Erruption Due To Phenytoin:
A Lesson Learned. J. Clin. Diagn. Res. 2015, 9, OD04-05.
53. Balta, I.; Simsek, H.; Simsek, G.G. Flurbiprofen-induced generalized bullous
fixed drug eruption. Hum. Exp. Toxicol. 2013, 33, 106–108.
54. Bandino, J.P.; Wohltmann, W.E.; Bray, D.W.; Hoover, A.Z. Naproxen-induced
generalized bullous fixed drug eruption. Dermatol. Online J. 2009, 15.
55. Makris, M.; Fokoloros, C.; Syrmali, A.; Tsakiraki, Z.; Damaskou, V.;
Papadavid, E. Generalized Bullous Fixed Drug Eruption to Fluconazole with
Positive Patch Testing and Confirmed Tolerance to Itraconazole. Iran. J. Allergy
Asthma Immunol. 2021, 20, 255–259.
56. Ada, S.; Yilmaz, S. Ciprofloxacin-induced generalized bullous fixed drug
eruption. Indian J. Dermatol. Venereol. Leprol. 2008, 74, 511–512.
57. Elsner, P.; Mockenhaupt, M. Generalized Bullous Fixed Drug Eruption
Following Metamizole (Re-)Exposure: A Medical Error-analytic Case Study.
Acta Derm. Venereol. 2018, 98, 376–377.
58. Nitya, S.; Deepa, K.; Mangaiarkkarasi, A.; Karthikeyan, K. Doxycycline
induced generalized bullous fixed drug eruption—A case report. J. Young
Pharm. 2013, 5, 195–196.
59. Das, A.; Podder, I.; Chandra, S.; Gharami, R.C. Doxycycline induced
generalized bullous fixed drug eruption. Indian J. Dermatol. 2016, 61, 128.
60. Vide, J.; Moreira, C.; Cunha, A.P.; Baldaia, H.; Magina, S.; Azevedo, F.
Generalized Bullous Fixed Drug Eruption due to Bromhexine. Dermatol.
Online J. 2016, 22.
61. Jain, S.P.; Jain, P.A. Bullous, Fixed Drug Eruption to Ciprofloxacin: A Case
Report. J. Clin. Diagn. Res. 2013, 7, 744–745.
62. Manikandan, R.; Porselvi, A.; Keerthana, G.; Vaishnavi, K.; Girija, S.;
Narasimhan, M.; Vijayakumar, T. Cefotaxime induced generalized bullous
fixed drug eruption—A case report. Toxicol. Rep. 2018, 5, 1011–1013.
63. Mora, P.V.; García, S.; Valenzuela, F.; Morales, C. Generalized bullous fixed
drug eruption successfully treated with cyclosporine. Dermatol. Ther. 2020, 33,
e13492.
64. Malviya, N.; Cyrus, N.; Vandergriff, T.; Mauskar, M. Generalized bullous fixed
drug eruption treated with cyclosporine. Dermatol. Online J. 2017, 23.
65. Balai, M.; Beniwal, R.; Gupta, L.K.; Khare, A.K.; Mittal, A.; Mehta, S.
Cyclosporine in generalized bullous-fixed drug eruption. Indian J. Dermatol.
2018, 63, 432–433.
66. Daulatabadkar, B.; Pande, S.; Borkar, M. Generalized bullous fixed drug
reaction: A close similarity to stevens-johnson syndrome. Indian J. Drugs
Dermatol. 2017, 3, 28.
67. Barootes, H.C.; Peebles, E.R.; Matsui, D.; Rieder, M.; Abuzgaia, A.;
Mohammed, J.A. Severe Generalized Bullous Fixed Drug Eruption Treated
with Cyclosporine: A Case Report and Literature Review. Case Rep. Dermatol.
2021, 13, 154–163.

Anda mungkin juga menyukai