Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Aceh Utara
Oleh :
Preseptor :
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
kesempatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
"Acquired Perforating Dermatosis". Penyusunan laporan kasus ini merupakan
pemenuhan syarat untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian
Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Wizar
Putri Mellaratna, M. Ked (DV), Sp. DV sebagai pembimbing yang telah meluangkan
waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
APD terjadi di seluruh dunia tanpa kecenderungan pada jenis kelamin tertentu.
Penyakit sistemik yang paling umum berkaitan dengan APD adalah CKD dan DM.
APD telah tercatat 4,5%-10% terjadi pada pasien hemodilisis di Amerika Utara dan 11%
pada populasi dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneum) di Inggris Raya.
APD juga terjadi pada pasien CKD yang tidak menjalani dialisis serta pada pasien yang
mendapat transplantasi ginjal. Penyebab paling umum dari CKD pada pasien APD
adalah nefropati diabetik. Tabel 69-2 berisis tentang kondisi-kondisi yang jarang
dilaporkan. APD jarang dikaitkan dengan pemakaian beberapa obat, termasuk inhibitor
tumor nekrosis faktor-α, indinavir dan sorafenib. Pasien berkulit hitam mendominasi
di antara pasien hemodialisis dengan APD yang dilaporkan dalam suatu studi, tetapi
tidak dikonfirmasi dalam studi lainnya. AEPS juga diketahui efek samping dari terapi
D-penicillamine yang berlangsung lama. AEPS juga telah dilaporkan pada pasien CKD
tanpa paparan penicillamine atau keadaan yang terkait lainnya (4).
BAB 2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 15 Januari 1990 (31 tahun)
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Aceh Besar
Status : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2021
Keluhan Utama :
Bercak hitam pada kedua tangan dan ujung jari kaki sejak 1 tahun yang
lalu.
Keluhan Tambahan :
Tidak ada
BAB 3
PEMBAHASAN
Pasien laki laki, Tn I 31 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Cut
Meutia dengan keluhan muncul bercak hitam pada kedua tangan sejak 1 tahun yang lalu.
Secara epidemiologi, APD terjadi di seluruh dunia tanpa kecenderungan pada jenis kelamin
lakilaki dan perempuan. Penyakit sistemik yang paling umum berkaitan dengan APD
adalah CKD dan DM. Prevalensi yang tepat dan kejadian dermatosis perforasi didapat tidak
diketahui. Dalam studi retrospektif pasien yang didiagnosis dengan APD antara tahun 2002
dan 2014, termasuk 33 pasien. Diperkirakan kejadian ini adalah 2,53 kasus per 100.000
penduduk per tahun (5).
Menurut pengakuan pasien, bercak hitam awalnya hanya muncul pada jari tangan
kanan, bercak hitam seperti tahi lalat, bentuk bulat , berukuran kecil namun seiring nya
waktu bercak hitam tersebut menjadi besar dan bertambah banyak. APD muncul sebagai
ruam dengan papula umbilicated dan topi keratotik sentral, umumnya terkait dengan
pruritis . Lesi paling sering muncul pada permukaan ekstensor ekstremitas bawah, tetapi
APD juga dapat terlihat pada batang tubuh, kulit kepala, atau area mana pun yang mungkin
digaruk pasien karena pruritis. (6). Lesi APD yang berhubungan dengan CRF atau DM
biasanya berukuran 2-10 mm, hiperkeratosis dan sering berupa papula yang berumbilikasi,
umumnya terletak di tungkai, terutama tungkai. Lesi biasanya sangat gatal, dengan
fenomena Koebner positif pada garukan. Dalam kasus yang kami laporkan, terdapat
dominasi lesi ekstremitas bawah dan dalam kedua kasus, pruritus adalah gejala utama (6).
BAB 4
KESIMPULAN
1. Imam TH, Khan N, Hsu PT, Cassarino DS. Laporan Kasus Dermatosis Perforasi
yang Diperoleh pada Pasien Dialisis Peritoneum : Laporan Kasus dan Tinjauan
Literatur. 2018;2018(Gambar 1).
2. Vázquez-lópez F, Vivanco-allende BB. Dermatosis Perforasi yang Diperoleh :
Laporan 8 Kasus -. 2014;105(6).
3. S.-B. Hong, J.H. Park, C.-G. Ihm, dan N.-I. Kim, "Dermatosis perforasi yang
didapat pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan diabetes mellitus,"Jurnal Ilmu
Kedokteran Korea, vol. 19, tidak. 2, hlm. 283– 288, 2014.
4. Martins, M. Rivera, R. Carrillo-Gijon, JL Teruel, dan J. Ortuno, "Dermatosis
perforasi yang didapat pada pasien dialisis peritoneal," ginjal internasional, vol. 71,
tidak. 8, hal. 832, 2007.
5. RP Rapini, AA Hebert, dan CR Drucker, “Acquired perforating dermatosis: bukti
untuk kombinasi transepidermal eliminasi serat kolagen dan elastik,” Dermatologi
JAMA, vol. 125, tidak. 8, hlm. 1074–1078, 1989
6. Marrero MD, Nagore E, Castejón P, íguez JA. Kolagenosis perforante reactiva
adquirida. Dos casos en pacientes diabéticas. Actas Dermosifiliogr. 2001;92:589--
93
9
10