Anda di halaman 1dari 23

REFARAT NOVEMBER 2023

EPHELIDES

SAMPUL

Disusun Oleh:

REGITA ANGGIE CAHYANI N 111 22060

NI MADE INTAN PARIWARA N 111 22 055

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Regita Anggie Cahyani

No. Stambuk : N 111 22 060

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Refleksi Kasus : Ephelides

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2023

Pembimbing Dokter Muda

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E Regita Anggie Cahyani


HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ni Made Intan Pariwara

No. Stambuk : N 111 22 055

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Refleksi Kasus : Ephelides

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2023

Pembimbing Dokter Muda

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E Ni Made Intan Pariwara


STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Ny. F
2) Umur : 57 Tahun
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Tanggal Pemeriksaan : 09 November 2023
6) Dokter Pemeriksa : dr. Diany Nurdin, M.Kes., Sp. D.V.E.,
FINSDV, FAADV

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal pada daerah sela-
sela jari tangan.

2) Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien perempuan berusia 57 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Undata dengan keluhan timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal
pada daerah sela-sela jari kedua tangan sejak 5 hari yang lalu. Keluhan
dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah 1
minggu mencuci pakaian menggunakan tangan. Awalnya bercak kemerahan
muncul hanya sedikit pada tangan kiri namun lama kelamaan semakin banyak
dan berpindah ke tangan kanan. Gatal yang dirasakan sangat hebat membuat pasien
menggaruk tangannya terkadang sampai lecet dan perih. Pasien mengatakan
sering mengganti merk detergen yang digunakan di rumah. Pasien juga
mengatakan keluhan ini sudah dirasakan berulang kali.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
hipertensi disangkal, riwayat alergi makanan (-), riwayat alergi obat (-).

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak mengalami keluhan yang serupa dengan pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1) Keadaan umum : Sakit ringan
2) Status Gizi : Baik
3) Kesadaran : Compos Mentis GCS E4M6V5

Tanda-Tanda Vital

TD : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Respirasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

SpO2 : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Dermatologis

1) Regio Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit


2) Regio Telinga : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
3) Regio Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
4) Regio Wajah : Tidak tedapat ujud kelainan kulit
5) Regio Ketiak : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
6) Regio Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
7) Regio Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
8) Regio Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
9) Regio Selangkangan : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
10) Regio Ekstremitas Atas : Tampak plak eritematous disertai skuama
halus-halus pada dorsum dan palmar manus dextra dan sinistra, dan terdapat
ekskoriasi berukuran miliar, soliter, berbentuk irregular pada digiti II palmar
manus dextra.
11) Regio Ekstremitas Bawah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
12) Regio Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit

IV. GAMBAR

Gambar 1.a Gambar 1.b


Gambar 1.c
Tampak plak eritematous disertai skuama halus-halus pada dorsum dan palmar manus dextra
dan sinistra, dan terdapat ekskoriasi berukuran miliar, soliter, berbentuk irregular pada digiti
II palmar manus dextra.

V. RESUME
Pasien Ny. F berusia 57 tahun datang dengan keluhan timbul bercak
kemerahan disertai rasa gatal di sela-sela jari kedua tangan sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Setelah 1 minggu mencuci
pakaian menggunakan tangan keluhan tersebut mulai muncul. Awalnya hanya
muncul ditangan kiri lalu menyebar ke tangan kanan. Rasa gatal yang terus
menerus membuat pasien menggaruknya hingga lecet dan perih. Pasien sering
mengganti merk detergen yang digunakan dirumah dan keluhan ini sudah
berulang kali.
Pada pemeriksaan dermatologis, tampak plak eritematous disertai
skuama halus-halus pada dorsum dan palmar manus dextra dan sinistra, dan
terdapat ekskoriasi berukuran miliar, soliter, berbentuk irregular pada digiti II
palmar manus dextra.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Dermatitis Kontak Alergi

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Dermatitis Kontak Iritan
- Dermatitis Numular
- Psoriasis Pustulosa Lokalisata

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Patch Test (Tes tempel)
IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
1) Menghindari pajanan bahan kontak detergen yang dicurigai.
2) Menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan saat kontak dengan
bahan kontak.
3) Mengedukasi pasien untuk tidak menggaruk area yang luka.

Medikamentosa

Topikal

1) Desoxymethasone 0,25% cream

Sistemik

1) Cetirizine tablet 1x10 mg


2) Methylprednisolon 2x4mg (1-1-0)
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : ad bonam

XI. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan
dari permeriksaan fisik. Untuk anamnesis, pasien perempuan berusia 57 tahun
datang dengan keluhan timbul bercak kemerahan disertai rasa gatal pada daerah
sela-sela jari kedua tangan sejak 5 hari yang lalu. Keluhan dirasakan sejak 2
bulan yang lalu. Pasien mengatakan keluhan muncul setelah 1 minggu mencuci
pakaian menggunakan tangan. Awalnya bercak kemerahan muncul hanya
sedikit pada tangan kiri namun lama kelamaan semakin banyak dan berpindah ke
tangan kanan. Gatal yang dirasakan sangat hebat membuat pasien menggaruk
tangannya terkadang sampai lecet dan perih. Pasien mengatakan sering
mengganti merk detergen yang digunakan di rumah. Pasien juga mengatakan
keluhan ini sudah dirasakan berulang kali.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan
Dermatitis Kontak Alergi (DKA). Dermatitis adalah peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap faktor eksogen dan atau faktor
endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.1
Dermatitis kontak adalah gangguan inflamasi pada kulit disebabkan
kontak dengan zat eksogen yang menyebabkan kontak iritan atau kontak alergi
ditandai dengan gatal, kemerahan, eritema, bersisik, vesikula, dan papul. 1
Dermatitis kontak memiliki dua jenis yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan
dermatitis kontak alergi (DKA). Dermatitis kontak iritan adalah reaksi
nonimunologis atau non-spesifik dari kulit terhadap iritasi yang menyebabkan
kerusakan pada sel epidermis sehingga terjadi peradangan pada kulit oleh sel
imun. Sedangkan dermatitis kontak alergi adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV
tertunda (delayed) terhadap agen eksogen dan rangsangan eksternal.2
Pathogenesis dermatitis kontak alergi diawali fase sensitisasi selama 10
sampai 15 hari dan umumnya tidak memunculkan gejala. Fase ini diawali dari
masuknya hapten ke dalam lapisan epidermis melewati stratum korneum,
kemudian secara pinositosis hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans, dan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom dan sitosol, setelah itu akan
dikonjugasikan pada molekul HLA-DR untuk menjadi antigen lengkap. Setelah
terpapar oleh hapten, keratinosit akan melepaskan sitokin proinflamasi (IL-1
dan TNFα) kemudian menyebabkan aktivasi sel Langerhans dan stimulasi sel T.
Sel Langerhans akan bermigrasi melalui kelenjar limfatik ke kelenjar getah
bening regional yang akan mempresentasikan human leukocyte antigen
complex dan mengaktifkan antigen-specific T cells yang akan berdiferensiasi
menjadi sel T memori dan bermigrasi ke dalam sirkulasi kemudian akan
bertindak sebagai efektor pada sel target.2 Hal ini sesuai pada pasien dimana
keluhan muncul 1 minggu setelah mencuci pakaian menggunakan tangan
dengan detergen.
Fase kedua yaitu fase elisitasi, fase ini umumnya berlangsung selama
24-48 jam. Diawali dengan paparan ulang hapten yang akan mengarah ke
tingkat peradangan nonspesifik. Fase ini seperti pada fase sensitisasi, yaitu
Ketika semua proses kimiawi sudah selesai, maka keratinosit akan
menghasilkan sitokin yang dapat merangsang keratinosit agar menghasilkan
eikosanoid. Eikosanoid akan menyebabkan dilatasi vaskuler dan peningkatan
permeabilitas. Selain itu eikosanoid juga akan merekrut mediator inflamasi
seperti netrofil, monosit, dan sel darah lain yang masuk ke dermis.2
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi inflamasi kulit yang disebabkan
oleh kontak dengan eksogen alergen tertentu yang sebelumnya sudah
disensitisasi oleh seseorang. Dermatitis kontak alergi dapat berkembang akibat
paparan berulang terhadap alergen kimia. Faktor lain yang dapat memengaruhi
terjadinya dermatitis kontak alergi adalah potensi sensitisasi alergen, luas area
yang terkena, lama kontak, suhu, pH, dan kelembaban lingkungan. Faktor
individu juga dapat berpengaruh pada kejadian dermatitis kontak alergi,
misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,
ketebalan epidermis), status imun, dan terkena paparan sinar matahari secara
intens.2 Berdasarkan reaksi yang timbul pada reaksi akut maupun kronis,
dermatitis kontak ini memiliki spektrum gejala klinis meliputi ulserasi,
folikulitis, erupsi akneiformis, milier, kelainan pembentukkan pigmen, alopesia,
urtikaria, dan reaksi granulomatosa.3
Waktu yang di perlukan untuk indukasi DKA umumnya adalah 7-20
hari. Jika sebelumnya pasien mempunyai riwayat terpapar dengan substansi
yang dicurigai atau substansi yang dapat menimbulkan terjadinya reaksi silang,
maka waktu yang diperlukan untuk menginduksi terjadinya reaksi alergi bisa
lebih cepat terjadi sekitar 24-48 jam. Susbstansi tersebut mengiritasi kulit,
sehingga mengakibatkan kerusakan dan memicu reaksi peradangan. Iritasi kulit
merupakan penyebab tersering dari dermatitis kontak.4 hal ini mungkin saja
terjadi pada Ny. F yang memang telah memiliki sensitivitas terhadap substansi
tertentu.
Berdasarkan lokasi kejadiaan pada Dermatitis Kontak Alergik (DKA)
antara lain:
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering
digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat
kerja sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat
atopi pada penderita. Pada pekerjaan yang basah (wet work), misalnya
memasak makanan, mencuci pakaian pengatur rambut di salon, angka
kejadian dermatitis tangan lebih tinggi. Etiologi dermatitis tangan sangat
kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan di samping atopi.
Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan, misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen, dan pestisida. 5
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak
dapat disebabkan oleh deodoran, antiperspiran, formaldehid yang ada di
pakaian.5
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai
kaca mata), semua alergen yang kontak dengan tangan dapat mengenai
muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir
atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-
buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat
rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata. 5,9
4. Kelopak Mata
Kelopak mata adalah salah satu area kulit paling sensitif sehingga
rentan terhadap iritasi dan alergen. ACD pada kelopak mata dan area
periorbital terutama disebabkan oleh kosmetik yang dioleskan pada rambut,
wajah, atau kuku, termasuk sampo, kondisioner, pembersih wajah,
penghapus riasan, maskara, cat kuku, kuku akrilik, riasan.11
5. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat
rambut, hearing-aids, gagang telepon. 5
6. Leher
Leher juga merupakan tempat yang sangat reaktif untuk ACD.
Kosmetik yang dioleskan pada wajah, kulit kepala, atau rambut sering kali
pada awalnya mempengaruhi leher. Bahan-bahan cat kuku (tosylamide form-
aldehyde resin dan epoxy resin) merupakan penyebab umum. Selain itu,
sebagai praktik budaya, parfum biasanya disemprotkan pada leher. Pada
individu yang peka terhadap wewangian, praktik pengaplikasian wewangian
berulang kali pada leher bagian depan dapat mengakibatkan munculnya plak
dermatitis pada leher, yang disebut sebagai tanda alat penyemprot. alergi
logam dapat bermanifestasi sebagai dermatitis eksim kronis akibat paparan
terhadap kalung dan jepitan perhiasan yang mengandung nikel dan / atau
kobalt. 5
7. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau
pewangi pakaian. 5
8. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut
wanitia, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila
mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid. 5
9. Tungkai atas dan bawah
Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci
(nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada kaki dapat
disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai.5
Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitifitas tipe IV
akibat paparan kulit dengan bahan-bahan yang bersifat sensitizer (alergen),
reaksi imunologi tipe IV ini merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat.
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah
(<1000 dalton), disebut juga hapten. Hapten bersifat lipofilik, sangat reaktif,
dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian
dalam yang hidup. Gejala dermatitis kontak alergi pada umumnya pasien
mengeluh gatal. Kelainan kulit yang timbul bergantung pada tingkat keparahan
dan lokasinya. Pada keadaan akut gejala yang timbul berupa bercak eritematosa
berbatas tegas kemudian diikuti edema, populovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah sehingga muncul erosi dan eksudasi (basah).
Pada keadaan kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, berbatas tidak tegas.6
Pada kasus ini, Ny. F mengeluhkan adanya bercak kemerahan yang
disertai rasa gatal pada sela-sela jari tangan, rasa gatal yang hebat menyebabkan
pasien menggaruknya. Rasa gatal dirasakan membaik ketika pasien
menggaruknya. Setelah pasien menggaruk tangannya lebih dalam sehingga
tampak ada lapisan kulit yang terlepas atau yang disebut skuama, ekskoriasi dan
peninggian di atas permukaan kulit atau plak dengan dasar eritem. Hal ini
sesuai dengan teori gejala utama dari DKA adalah gatal disertai dengan adanya
lesi berupa plak eritema disertai ekskoriasi dan terdapat skuama. Gejala
dermatitis kontak alergik memiliki kemiripan dengan dermatitis kontak iritan,
dermatitis atopi, dermatitis seboroik, dermatitis numularis dan psoriasis.
Sehingga dapat didiagnosis banding dengan penyakit-penyakit tersebut.

Tabel 1. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Alergi

Pemeriksaan
Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang
Dermatitis Kontak Dermatitis Informasi yang Pemeriksaan
Iritan (DKI). 9 Kontak iritan perlu dilakukan penunjang pada
atau DKI saat anamnesis kasus DKI bertujuan
merupakan berupa gejala untuk
peradangan pada utama (nyeri. menyingkirkan
kulit akibat efek Gatal, eritema, rasa diagnosis banding
sitotosik terbakar, yaitu Dermatitis
langsung dari menyengat, dan Kontak Alergi
bahan kimia, ketidaknyamanan), dengan melakukan
fisik, atau agen onset gejala, tes tempel. 10
biologis pada Riwayat alergi,
Gambar 2. sel-sel epidermis riwayat pekerjaan,
tanpa adanya Riwayat terpapar
produksi dari faktor iritan dan
antibody Riwayat
spesifik.10 pengobatan.
Pemeriksaan fisik
berdasarkan
efloresensi kulit
yang terlihat seperti
adanya macula
eritema berbatas
tegas,
hyperkeratosis,
fisura, vesikel,
penampilan
epidermis yang
mengkilap, kering
dan melepuh. 10
Dermatitis Numularis.12 Dermatitis Gambaran klinis Pemeriksan
Numularis dermatitis penunjang
adalah numularis adalah Perubahan
peradangan kulit lesi akut berupa histopatologi yang
yang bersifat plak eritematosa ditemukan
Gambar 3. kronis, ditandai berbentuk koin bergantung pada fase
dengan lesi dengan batas tegas lesi saat biopsi
berbentuk mata yang terbentuk dari dilakukan. Pada lesi
uang (koin) atau papul dan akut ditemukan
agak lonjong, papulovesikel yang spongiosis, vesikel
berbatas tegas. 5 berkonfluens. intraepidermal, serta
Lambat laun sebukan sel radang
vesikel pecah dan limfosit dan
terjadi eksudasi makrofag di sekitar
berbentuk pinpoint. pembuluh darah.
Jumlah lesi dapat Pada lesi sub akut,
hanya satu atau terdapat
multipel dan parakeratosis, scale-
tersebar pada crust, hiperplasi
ekstremitas epidermal, dan
bilateral atau spongiosis
simetris.5 Tempat epidermis. Selain itu
predileksi lain ditemukan pula sel
adalah badan, infiltrat campuran di
punggung tangan dermis. Pada lesi
dan lengan kronik didapatkan
bawah.12 hiperkeratosis dan
akantosis. Gambaran
ini menyerupai liken
simpleks kronik. Tes
tempel dapat
berguna pada kasus
kronik yang
rekalsitran terhadap
terapi. Tes ini
berguna untuk
menyingkirkan
kemungkinan adanya
dermatitis kontak.5
Psoriasis Pustulosa Penyakit kulit Psoriasis pustulosa Pemeriksaan
Lokalisata.14 inflamatorik ditandai dengan penunjang pada
kronis dengan lesi eritematosa psoriasis dapat
faktor genetik skuama pustul dianjurkan
kuat yang miliar berwarna pemeriksaan
Gambar 4.
manifestasinya putih atau histopatologik dan
tidak terbatas kekuningan yang kerokan KOH.
pada lesi kulit, dapat menyerang Menurut
namun juga seluruh tubuh. kepustakaan
pada berbagai Terdapat dua tipe gambaran
organ, termasuk psoriasis pustulosa histopatologik
kuku, sendi, dan yaitu tipe psoriasis berupa
lidah generalisata (Von parakeratosis, sering
(geographic Zumbusch) dan dengan
tongue).13 tipe lokalisata. hiperkeratosis,
Plamoplantar akantosis,
pustulosis psoriasis pemanjangan rete
timbul kelainan ridge, pemanjangan
pada tangan dan papila dermis
kaki dengan lesi disertai mikroabses
pustula pada dasar Munro di epidermis,
eritematosa dan dermis sembab
skuama.14 dengan sebukan sel
limfosit dan monosit.
Pemeriksaan KOH
bertujuan untuk
mengetahui apakah
terdapat infeksi
jamur.14

Planning pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan untuk


menyingkirkan diagnosis banding berupa tes tempel dan histopatologi, tes
temple (patch test) adalah tes definitif untuk memastikan jenis dermatitis yang
diderita oleh pasien. Uji tempel merupakan gold standard pemeriksaan DKA
dengan tingkat sensitivutas sebesar 70-80%. Pelaksanaan uji tempel
dilaksanakan setelah gejala dermatitis yang diderita sembuh, bila
memungkinkan lakukan setelah 3 minggu dari gejala pertama muncul. Hindari
atau dihentikan pemakaian imunosupresan obat-obatan seperti kortikosteroid
sistemik (CS) dan imunosupresan sistemik sebelum lakukan Patch test
sekurang-kurangnya 1 minggu, menghindari aplikasi kortikosteroid topikal
(TCS), kalsineurin topikal inhibitor (TCI), atau radiasi ultraviolet ke kulit,
karena ini dapat mengurangi respons Patch Test Alergi. Uji tempel dibuka
setelah 48 jam (2 hari penempelan), kemudian pembacaan kedua dilakukan
pada hari ke-3 sampai ke-7. Lokasi untuk melakukan uji temple biasanya
dilakukan pada permukaan kulit punggung atau dilakukan pada permukaan
kulit lengan atas. Hasil positif dapat berupa eritema dengan utikaria sampai
vesikel atau bula, jika penyebabnya karena iritasi, reaksi akan menurun setelah
48 jam (reaksi tipe descrendo), sedangkan pada dermatitis alergi reaksi akan
meningkat (reaksi tipe crescendo).7
Kelainan kulit pada DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, Gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis kontak iritan, dermatitis seboroik, atau dermatitis atopi. Diagnosis
banding yang terutama ialah DKI. Pada keadaan ini pemeriksaan uji tempel
perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut
merupakan dermatitis kontak alergik. Untuk penatalaksanaan kasus dermatitis
kontak alergi dapat dilakukan dengan medikamentosa dan non medikamentosa.
Penanganan non medikamentosa seperti menghindari faktor penyebab dan
faktor resiko seperti 8:

a. Menghindari kontak dengan bahan alergen


b. Menggunakan sarung tangan ketika hendak kontak dengan bahan
detergen/sabun.
c. Menghentikan pemakaian kosmetik/obat yang tidak cocok
d. Menjaga kebersihan kulit, jika terkena bahan alergen cepat dibersihkan

Pengobatan pilihan untuk DKA adalah kortikosteroid topikal, dan


berbagai perawatan simtomatik dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
gatal. Namun, identifikasi dan penghapusan dari setiap agen penyebab potensial
sangat penting. Pengobatan DKA secara topikal dapat menggunakan
kortikosteroid dimana sediaan yang tersedia berupa lotion atau krim, pemberian
salep pelembap apabila pada efloresensi ditemukan likenifikasi dan
hiperkeratosis. Jenis kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison 2,5%
atau flucinolol asetonide 0,025% atau desoksimethason 0,1%. Antibiotik
topikal diberikan pada kasus yang terdapat tanda infeksi staphylococcus aureus
dan streptococcus beta hemolyticus. Pengobatan sistemik diberikan untuk
mengurangi rasa gatal dan pada kasus gejala dermatitis yang berat.
Kortikosteroid oral diberikan pada kasus akut dengan intensitas gejala sedang
hingga berat serta pada DKA yang sulit disembuhkan.7
Kortikosteroid topikal adalah obat yang paling sering digunakan untuk
pengobatan pasien dengan penyakit kulit inflamasi. Risiko yang terkait dengan
penggunaan kortikosteroid lebih ditujukan dari manfaat terapeutik, dan
tergantung dari potensi steroid dan kapasitas penetrasi perkutan.
Desoksimetason adalah golongan obat kortikosteroid yang diketahui memiliki
efek yang berhubungan dengan kemampuannya untuk merangsang biosintesis
protein lipomodulin, yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2
sehingga mencegah pelepasan mediator proses peradangan, yaitu asam
arakidonat dan metabolitnya, seperti prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
tromboksan dan prostasiklin yang dapat menyebabkan nyeri, efek vasodilatasi,
penimbunan leukosit dan efek fagositosis yang menyebabkan kerusakan
jaringan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, krim desoximetasone secara
signifikan lebih aktif mengurangi eritema dan perbaikan lesi secara keseluruhan
dibandingkan dengan betametason valerat. Perbedaannya paling jelas 4 hari
setelah pengobatan dimulai, desoximetasone cream dianggap lebih baik pada
27,5% kasus. Perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Desoximetasone
memiliki efek cepat pada lesi psoriatik dibandingkan betametason dipropionat
0,05%.4 Pada kasus ini, pasien diberikan obat topical yaitu Desoxymethason
0,25% cream dioleskan pagi dan malam hari.
Antihistamin generasi kedua juga banyak digunakan, karena sifatnya
yang kurang lipofilik, tidak mempengaruhi sistem saraf pusat, dan memiliki
keunggulan adanya efek anti inflamasi. Cetirizin dihidroklorida adalah
golongan antihistamin yang merupakan antihistamin generasi kedua
(antihistamin selektif), antagonis reseptor H1 periferal dengan efek sedatif
(kantuk) yang rendah pada dosis aktif farmakologi atau dosis yang dianjurkan.
Mekanisme kerja antihistamin ini yaitu antagonis reseptor histamin H1
berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah
ikatan dan kerja histamine. Metilprednisolon merupakan obat golongan
golongan kortikosteroid dengan cara kerja sebagaui anti inflamasi dengan
menghambat sintesis asam arakidonat oleh pospolipid agar tidak membentuk
prostaglandin dan leukotrien untuk mengeluarkan mediator inflamasi serta
menurukan permeabilitas vaskular pada daerah yang mengalami inflamasi.4,8

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan


penyebabnya. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen, atau sulit menghindari alergen
penyebab, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat
di lingkungan pasien.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Lisa R, Santi TD, Fahdhienie F. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Pencegahan Dermatitis Pada Nelayan Di Wilayah Teupin Pukat Kecamatan
Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2022. J Heal Med Sci [Internet].
2022;1(4):41–55.
2. Rahmasari PD, Sastramihardja HS, Hartati J. Studi Literatur: Faktor Risiko
Dermatitis Kontak pada Pekerja. InBandung Conference Series: Medical
Science 2023 Feb 2 (Vol. 3, No. 1, pp. 655-658).
3. Prastiwi MH, Sibuea SH, Putri GT. Penatalaksanaan Holistik Pasien
Perempuan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Melalui Pendekatan Kedokteran
Keluarga. Medical Profession Journal of Lampung. 2023 Feb 11;13(2):83-9.
4. Taslim, Wahyuni, and Muhammad Ardi Munir. "DERMATITIS KONTAK
ALERGI." Jurnal Medical Profession (Medpro) 2.2 (2020): 79-83.
5. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2019.
6. Pratama MA. Scooping Review: Efektivitas Penggunaan Alat Pelindung Diri
dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik. Jurnal Riset
Kedokteran. 2021 Jul 10:26-31.
7. Santi NW, Suryaningrum RI. DIAGNOSIS BANDING PADA DERMATITIS
KONTAK ALERGI. Proceeding Book National Symposium and Workshop
Continuing Medical Education XIV.
8. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI; 2021
9. Sewon, Kang et al. Fitzpatrick’s Dermatolofy 9th Edition Volume, Elsevier.
New York: McGraw-Hill Education; 2019. 3416 p
10. Wijaya, I, P, G, I., Darmada, I., Rusyati. Edukasi Dan Penatalaksanaan
Dermatitis Kontak Iritan Kronis Di Rsup Sanglah Denpasar Bali Tahun
2014/2015. Journal Medika. Vol. 5 No. 8. 2016.
11. Nassau, Stacy, and Luz Fonacier. "Allergic contact dermatitis." Medical
Clinics 104.1 (2020): 61-76.
12. Harlim, A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Alergi Kulit. Jakarta
: FK UI;2016.
13. Winarni, Dwi Retno Adi, and Yohanes Widodo Wirohadidjojo. "Manajemen
Psoriasis Pustulosa." Cermin Dunia Kedokteran 50.3 (2023): 151-156.
14. Putra, M. R. E., Anggraini, D. I., Nasution, S. H., & Sibero, H. T. (2023).
Diagnosis dan Tatalaksana Psoriasis. Medical Profession Journal of
Lampung, 13(2), 164-170.

Anda mungkin juga menyukai