Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

TINEA CORPORIS

DOKTER PEMBIMBING
dr. Rompu Roger Aruan, Sp.KK

PENULIS
Fitrah Adhitya Abjan Sofyan
1102014104

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 30 MEI – 02 JULI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Fitrah Adhitya Abjan Sofyan

NPM 1102014104

Asal Institusi : Universitas Yarsi

Stase : ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Periode : 30 MEI 2022 – 03 JULI 2022

LAPORAN KASUS DENGAN JUDUL

“Tinea Corporis”

Penyusun

Fitrah Adhitya Abjan


Sofyan
1102014104

Pembimbing,

dr. Rompu Roger Aruan, Sp.KK

1
LAPORAN KASUS
STATUS KULIT DAN KELAMIN

Tanggal : 06 Juni 2022


Penyaji : Fitrah Adhitya Abjan Sofyan
Pembimbing : dr. Rompu Roger Aruan, Sp.KK

I. Indentitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Suku :-
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 02/06/2022 pukul 11.00 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan Utama : Gatal pada seluruh tubuh selama 2
minggu

Keluhan Tambahan : Gatal bertambah jika terkena keringat


dan perih

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Tn. T datang ke RSUD Koja Jakarta Utara dengan keluhan gatal pada
seluruh tubuh selama 2 minggu. Rasa gatal yang dirasakan terjadi secara terus
menerus dan perih. Keluhan bertambah jika panas dan berkeringat. Riwayat
penyakit Diabetes Mellitus dan hipertensi disangkal.

2
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

VI. RIWAYAT PENGOBATAN


Pasien belum pernah melakukan pengobatan sebelumnya.

VII. STATUS GENERALIS

1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan Darah : Tidak dikerjakan
4. Nadi : Tidak dikerjakan
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : Tidak dikerjakan
7. Saturasi Oksigen : Tidak dikerjakan
8. Tinggi Badan : Tidak dikerjakan
9. Berat Badan : 65 kg
10. Kepala : Normochepal
11. Mata : Tidak dikerjakan
12. THT : Tidak dikerjakan
13. Leher : Tidak dikerjakan
14. Jantung : Tidak dikerjakan
15. Paru : Tidak dikerjakan
16. Abdomen : Tidak dikerjakan
17. Ekstremitas Atas : kulit mengering
18. Ekstremitas Bawah : kulit mengering
19. Kuku : Tidak ditemukan kelainan
20. Kelamin : Tidak dikerjakan

3
VIII. STATUS DERMATOLOGIS

Regio : Tangan kanan, kaki kanan, seluruh badan


Efloresensi : makula hiperpigmentasi batas tidak tegas jumlah multiple
ukuran milier-plakat
Distribusi : Generalisata

4
X. RESUME
Tn. T datang ke RSUD Koja Jakarta Utara dengan keluhan gatal pada seluruh
tubuh selama 2 minggu. Rasa gatal yang dirasakan terjadi secara terus menerus
dan perih. Keluhan bertambah jika panas dan berkeringat. Riwayat penyakit
Diabetes Mellitus dan hipertensi disangkal. Status dermatologikus tampak
makula hiperpigmentasi batas tidak tegas jumlah multiple ukuran milier-plakat

XI. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Corporis

XII. DIAGNOSIS BANDING


 Psoriasis
 Dermatitis Atopik

XIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

XIV. TATALAKSANA
Terapi Sistemik :
 Antihistamin : Cetirizine tablet 10mg, 1 kali sehari
 Antifungi : Fluconazole tablet 200mg, 1 kali sehari

Terapi Topikal :
 Steroid : Ketokonazole 2% cream 1 kali sehari

XV. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanactionam : Bonam

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai lesi


inflamasi maupun non inflamasi pada kulit yang tidak berambut (glabrous skin)
yaitu seperti pada bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.

Dinamakan Tinea Corporis karena berdasarkan bagian tubuh yang terkena,


yaitu di badan dan anggota badan disebabkan oleh golongan jamur
Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum.

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang disebabkan


oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan
epidermophyton spp. Dermatofitosis mempunyai arti umum, yaitu semua
penyakit jamur yang menyerang kulit.

2.2 Epidemiologi
Dermatofitosis tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di
negara berkembang. Berdasarkan urutan kejadian dermatofitosis, tinea korporis
(57%), tinea unguinum (20%), tinea kruris (10%), tinea pedis dan tinea barbae
(6%), dan sebanyak 1% tipe lainnya. Di berbagai negara saat ini terjadi
peningkatan bermakna dermatofitosis. Di Kroasia dilaporkan prevalensi
dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan meningkat menjadi 73% pada tahun
2001. Di Amerika Serikat penderita tinea korporis mencapai 10-20% dari
kunjungan ke RS Arizona Regional Medical Center Hospital bagian divisi Poli
Jamur Kulit dan angka ini akan meningkat pada daerah yang lebih panas. Di
Malaysia didapatkan prevalensi tinea korporis sebesar 30,63% dari 180 pasien
yang datang ke Klinik Kulit RS Queen Elizabeth pada tahun 2007-2009. Di
Filipina insidensi tinea korporis menduduki urutan kedua sebanyak 22,63%
setelah Pityriasis versicolor 25,34% sepanjang tahun 2000-2003. Di Kimitsu Chuo
Hospital, Tokyo Jepang, kasus tinea korporis adalah sebesar 11,9%. Insidensi ini
menduduki urutan ketiga setelah tinea pedis (64,2%), diikuti tinea unguium
(14,6%).6

2.3 Etiologi
6
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,
Trichophyton dan Epidemophyton. Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang
sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan
zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.
Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies derma tofita, masing-masing 2
spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Trichophyton.
Telah juga ditemukan bentuk sempurna (perfect stage) pada spesies dermatofita
tersebut. Adanya bentuk sempurna yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan
"jenis kelaminnya" ini menyebabkan dermatofita dapat dimasukkan ke dalam
famili Gymnoascaceae. Dari beberapa spesies dermatofita, misalnya genus
Nannizzia dan Arthroderma masing-masing dihubungkan dengan genus
Microsporum dan Trichophyton.
Untuk kepentingan klinis dan epidemiologis, dermatofita yang
menginfeksi manusia dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik untuk
jamur yang berasal dari tanah antara lain M. Gypseum; golongan zoofilik berasal
dari hewan misalnya M. Canis; antropofilik khusus untuk jamur yang bersumber
dari manusia contohnya T. rubrum.1

7
2.4 Klasifikasi
Terdapat berbagai variasi gambaran klinis dermatofitosis, hal ini
bergantung pada spesies penyebab, ukuran inokulum jamur, bagian sehingga
tubuh yang terkena, dan sistem imun pejamu. Selanjutnya untuk kemudahan
diagnosis dan tatalaksana maka dermatofitosis dibagi menjadi beberapa bentuk,
yaitu:
 Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
 Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot
 Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genito krural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
 Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan
 Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
 Tinea korporis, dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain yang
tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas.

2.5 Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit,


penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak
yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatic.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik,
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga
membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan
baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
8
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity

9
(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita.
Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi
primer menyebabkan inflamasi minimal. Infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans
epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier
epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.
Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.9

2.6 Manifestasi Klinis

1. Tinea kapitis
 Grey patch
Inflamasi minimal, rambut berubah warna menjadi abu- abu dan tidak
berkilat, rambut mudah patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak
berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang
patah.
 Kerion
Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis
posterior.
 “Black dot”
Rambut mudah patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan
titik hitam pada daerah alopesia (black dot).
 Favus
Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang kemudian
membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula). Skutula dapat
berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy odor. Plak dapat
meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi dan alopesia.

10
2. Tinea korporis
Mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila
berkeringat, dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi
aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas
eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah
(central healing).

3. Tinea kruris
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas
dengan tepi meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak
di daerah inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan
bokong. Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien tertentu.
Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder.

4. Tinea pedis
 Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan
subdigital kaki, terutama pada tiga jari lateral.
 Tipe hiperkeratotik kronik
Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang
tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki), dikenal sebagai
“moccasin- type.”
 Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm,
vesikopustul, atau bula pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar.
 Tipe ulseratif akut
Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan
vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi purulen pada permukaan
plantar. Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan
demam.

11
5. Tinea Manum
 Dishidrotik: lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan
skuama di tepi pada telapak tangan,jari tangan, dan tepi lateral
tangan.
 Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular
atau iregular, eritematosa, dengan skuama difus. Garis garis tangan
menjadi semakin jelas. Lesi kronik dapat mengenai seluruh telapak
tangan dan jari disertai fisur.

6. Tinea unguium
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris
subungual, perubahan warna kuku, dengan lokasi sesuai bentuk klinis.

7. Tinea imbrikata
Terbentuk lingkaran konsentris tersusun seperti susunan genting.
Bila kronis, peradangan sangat ringan dan asimtomatik. Tidak pernah
mengenai rambut.2

2.7 Cara Diagnosis


1. Tinea kapitis
Terdapat tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis:
 Populasi risiko tinggi
 Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama tipikal,
alopesia dan pembesaran kelenjar getah bening. Tanda kardinal
tersebut merupakan faktor prediksi kuat untuk tinea kapitis.
Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia.
Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya.
 Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”)
Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna
menjadi abu- abu dan tidak berkilat, rambut mudah patah di atas
permukaan

12
skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas tegas
karena rambut yang patah. Berfluoresensi hijau dengan lampu Wood.
 Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum klinis
mulai dari folikulitis pustular hingga furunkel atau kerion. Sering
terjadi alopesia sikatrisial.Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan
limfadenopati servikalis posterior. Fluoresensi lampu Wood dapat
positif pada spesies tertentu.
 “Black dot”
Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah
patah pada permukaan skalp, meninggalkan kumpulan titik hitam pada
daerah alopesia (black dot). Kadang masih terdapat sisa rambut
normal di antara alopesia. Skuama difus juga umum ditemui.
 Favus
Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular
dengan skuama. Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang
kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy
odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi
dan alopesia.

2. Tinea korporis
Anamnesis : Ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah.
Pemeriksaan fisik :
Mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila berkeringat,
dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena
tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas eritema, skuama,
dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing).

13
3. Tinea kruris
Anamnesis : Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal.
Pemeriksaan fisik :
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi
meninggi yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak di daerah
inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum, perianal dan bokong.
Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien tertentu. Sering
disertai gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder.

4. Tinea pedis
Anamnesis : Gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah
dan mengelupas.
Pemeriksaan fisik :
 Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai. Terdapat skuama,
maserasi dan eritema pada daerah interdigital dan subdigital kaki,
terutama pada tiga jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat
menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian dorsum pedis.
Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi,
pruritus, dan malodor (dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).
 Tipe hiperkeratotik kronik
Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang
tebal (telapak kaki, lateral dan medial kaki), dikenal sebagai
“moccasin- type.” Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama
kolaret dengan diameter kurang dari 2 mm. Tinea manum unilateral
umumnya berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik sehingga
terjadi “two feet-one hand syndrome”.
 Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm,
vesikopustul, atau bula pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar.
Jarang dilaporkan pada anak-anak.

14
 Tipe ulseratif akut
Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan
vesikopustul dan daerah luas dengan ulserasi purulen pada permukaan
plantar. Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan
demam.

5. Tinea Manum
Biasanya unilateral, terdapat 2 bentuk:
 Dishidrotik: lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan
skuama di tepi pada telapak tangan,jari tangan, dan tepi lateral
tangan.
 Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular
atau iregular, eritematosa, dengan skuama difus. Garis garis tangan
menjadi semakin jelas. Lesi kronik dapat mengenai seluruh telapak
tangan dan jari disertai fisur.

6. Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku yang disebabkan
oleh jamur dermatofita, jamur nondermatofita, atau ragi (yeasts).
Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki, dengan bentuk klinis:
 Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
 Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
 Onikomikosis superfisial putih (OSP)
 Onikomikosis endoniks (OE)
 Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris subungual,
perubahan warna kuku, dengan lokasi sesuai bentuk klinis.

7. Tinea imbrikata
Penyakit ditandai dengan lapisan stratum korneum terlepas dengan bagian
bebasnya menghadap sentrum lesi. Terbentuk lingkaran konsentris tersusun

15
seperti susunan genting. Bila kronis, peradangan sangat ringan dan
asimtomatik. Tidak pernah mengenai rambut.2

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan mikologik untuk membantu warna menegakkan diagnosis
terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain,
misalnya pemeriksaan histopatologik, per cobaan binatang, dan imunologik tidak
diperlukan.
Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan
klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk
pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu
tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudian untuk:
1. Kulit tidak berambut (glabrous skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luas kelainan
sisik kulit dan oleh sertai kulit dikerok dengan pisau tumpul steril;
2. Kulit berambut
Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan. Kulit di
daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan
dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk
mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi dengan
kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis
tertentu;
3. Kuku
Bahan diambil dari bagian kuku yang sakit dan diambil sedalam-
dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku
diambil pula.
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat
adalah spora kecil (mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun di
luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat
terlihat juga hifa pada sediaan rambut.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
16
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja
(kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan
untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.1

2.9 Diagnosis Banding

1. Tinea kapitis
Dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopik, liken simpleks kronik,
alopesia areata, trikotilomania, liken plano pilaris
2. Tineapedis dan manum
Dermatitis kontak, psoriasis, keratoderma, skabies, pompoliks (eksema
dishidrotik)Tinea korporis

Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen tipe PB/ MB, eritema anulare
centrifugum, tinea imbrikata, dermatitis numularis
3. Tinea kruris
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa, dermatitis seboroik,
dermatitis kontak, psoriasis, lichen simpleks kronis
4. Tinea unguium
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab lain, onikolisis, 20-nail
dystrophy (trachyonychia), brittle nail, dermatitis kronis, psoriasis, lichen
planus
5. Tinea imbrikata
Tinea korporis.3

2.10 Tatalaksana

17
1. Tinea Kapitis
Tinea kapitis harus diobati dengan agen antijamur sistemik karena agen
topikal tidak menembus batang rambut. Namun, pengobatan bersamaan dengan
sampo selenium sulfida (Selsun) 1% atau 2,5% atau sampo ketokonazol 2% harus
digunakan selama dua minggu pertama karena dapat mengurangi penularan.
Selama bertahun-tahun, pengobatan lini pertama untuk tinea capitis telah
griseofulvin karena memiliki rekam jejak keamanan dan efektivitas yang panjang.
Namun, uji klinis acak telah mengkonfirmasi bahwa agen yang lebih baru, seperti
terbinafine dan flukonazol (Diflucan), memiliki efektivitas dan keamanan yang
sama dan kursus pengobatan yang lebih pendek . Terbinafine mungkin lebih
unggul daripada griseofulvin untuk Spesies Trichophyton, sedangkan griseofulvin
mungkin lebih unggul daripada terbinafine untuk spesies Microsporum yang
kurang umum. Hasil kultur biasanya tidak tersedia selama dua hingga enam
minggu, tetapi 95% kasus tinea kapitis di Amerika Serikat disebabkan oleh
Trichophyton, menjadikan terbinafine sebagai pilihan pertama yang masuk akal.

18
Namun, kerion harus diobati dengan griseofulvin kecuali Trichophyton telah
didokumentasikan sebagai patogen. Kegagalan untuk mengobati kerion dengan
segera dapat menyebabkan jaringan parut dan kerontokan rambut permanen.

2. Tinea Unguium (Onychomycosis)


Kursus pengobatan untuk onikomikosis panjang (tiga sampai enam bulan),
tingkat kegagalan yang tinggi, dan kekambuhan yang umum (sampai 50%). Pada
orang dewasa yang lebih tua, pengobatan onikomikosis sering opsional. , tetapi
kebanyakan remaja dan dewasa muda meminta perawatan untuk alasan kosmetik
atau ketidaknyamanan dari sepatu. Terapi topikal biasanya tidak efektif kecuali
dalam pengobatan bentuk superfisial putih. Namun, beberapa pasien menolak
pengobatan sistemik, dan pernis kuku ciclopirox (Penlac) dapat ditawarkan
bersama dengan informasi tentang tingkat kesembuhannya yang rendah.
Flukonazol oral adalah pilihan, tetapi untuk kebanyakan pasien terbinafin oral
adalah pengobatan pilihan karena efektivitasnya yang unggul, tolerabilitas, dan
biaya rendah. Karena kuku kaki tumbuh lambat, penilaian kesembuhan
membutuhkan waktu sembilan sampai 12 bulan.8

3. Tinea korporu

1. Terapi antijamur topical untuk tinea korporis, kruris dan pedis

19
Tinea pedis biasanya diobati dengan krim antijamur topikal selama 4
minggu; tinea pedis interdigital mungkin hanya memerlukan 1 minggu terapi.
Berbagai antijamur topikal efektif melawan tinea pedis termasuk azoles,
allylamines, butenafine, ciclopirox, tolnaftate, dan amorolfine sebagaimana
dibuktikan oleh meta-analisis yang menemukan bukti kuat keunggulan agen
antijamur topikal dibandingkan plasebo. Sebuah meta-analisis dari 11 percobaan
acak menyimpulkan bahwa pengobatan dengan terbinafine atau naftifine
menghasilkan tingkat kesembuhan yang sedikit lebih tinggi daripada pengobatan
dengan azole. Nistatin tidak efektif untuk pengobatan infeksi dermatofit. Gel
naftifine hidroklorida juga ditemukan efektif baik untuk tinea pedis tipe
interdigital dan moccasin.
Antijamur topical terbaru
Luliconazole, antijamur yang memiliki aksi fungisida terhadap spesies
Trichophyton yang mirip atau lebih dari terbinafine. Tersedia dalam formulasi krim

1%, efektif sebagai aplikasi sekali sehari selama 1-2 minggu untuk infeksi
dermatofit.
Baru-baru ini, gel amfoterisin B berbasis lipid telah menunjukkan sifat
farmakologis yang menggembirakan dan hasil klinis dalam pengobatan berbagai
infeksi jamur mukokutan termasuk dermatofitosis, tanpa efek
samping.Amfoterisin B yang tergabung dalam mikroemulsi menunjukkan
peningkatan 100% dalam retensi kulit dengan aktivitas antijamur in vitro yang
lebih baik terhadap T. rubrum. Satu kekhawatiran yang valid adalah apakah
penggunaan amfoterisin topikal dapat meningkatkan resistensinya

2. Terapi antijamur oral pada tinea pedis, korporis dan kruris

20
Antijamur sistemik diindikasikan dalam kasus keterlibatan yang luas dan pasien
yang gagal terapi topikal. Dari berbagai antijamur sistemik, terbinafine, dan
itrakonazol biasanya diresepkan. Griseofulvin dan flukonazol juga efektif tetapi
memerlukan pengobatan jangka panjang. RCT mendukung kemanjuran antijamur
sistemik. Percobaan komparatif antara itrakonazol 100 mg/hari dengan
griseofulvin ultramikronisasi 500 mg/hari untuk tinea corporis atau tinea cruris
menunjukkan hasil klinis dan mikologi yang lebih baik secara signifikan
dibandingkan itrakonazol setelah 2 minggu terapi. Studi serupa yang
membandingkan terbinafine dengan griseofulvin (keduanya 500 mg setiap hari
selama 6 minggu) untuk tinea corporis menemukan tingkat kesembuhan mikologi
sekitar 87% pada kelompok sebelumnya dibandingkan dengan 73% pada
kelompok terakhir. Sebuah studi

double- blinded antara itrakonazol (100 mg/hari) dan griseofulvin (500 mg/hari)
menemukan itrakonazol lebih unggul dalam memberikan penyembuhan mikologi.
Agen antijamur oral yang lebih baru
Ada kekurangan literatur terbaru mengenai antijamur sistemik dalam
pengobatan tinea cruris dan corporis. Meskipun beberapa antijamur sistemik yang
lebih baru telah disetujui dalam dua dekade terakhir tetapi kebanyakan dari
mereka dicadangkan untuk lebih mikosis sistemik invasif parah yang mengancam
jiwa dengan kurangnya bukti kemanjuran dalam mikosis superfisial. Baru-baru
ini, posokonazol ditemukan efektif pada pasien dengan infeksi kulit dan kuku
dermatofit yang luas dengan mutasi CARD9 yang mendasarinya.

2.11 Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada infeksi dermatofit. Salah satu komplikasi
tersebut termasuk Majocchi granuloma, adalah kondisi langka di mana dermatofit
menyerang melalui folikel dan berkembang lebih dalam ke dermis atau jaringan

21
subkutan. Trauma kulit ringan seperti mencukur dapat mempengaruhi pasien
untuk granuloma Majocchi. Lesi melibatkan folikel rambut dan muncul sebagai
nodul eritematosa atau papula. Ini bahkan dapat berkembang menjadi abses.
Antijamur oral seperti terbinafine 250 mg sekali sehari selama 2 sampai 4 minggu
adalah terapi yang direkomendasikan dalam kasus granuloma Majocchi.7

2.12 Prognosis
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali
bila terpajan ulang dengan jamur penyebab.4

2.13 Edukasi
1. Menjaga kebersihan diri.
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur.
5. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah
mandi.
6. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain.
Cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi.
7. Skrining keluarga
8. Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya
direndam dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau
menggunakan disinfektan lain.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editors. (2017) .Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
(2017) Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
3. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editor. (2012) . Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill.h.3247-3264
4. Andrews MD, Burns M. (2008) . Common tinea infections in children. Am
Fam Physician. May 15;77(10):1415-20.
5. Fauzia Tria Andara Sari, F., & Dian Isti Angraini, D. I. A. (2020).
Penatalaksanaan Pasien Tinea Korporis Pembuat Kerupuk Dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga. Majority, 9(1), 12-18.
6. Riani. (2017) . Hubungan Pengetahuan dan personal hygiene dengan
kejadian tinea corporis di desa kuapan wilayah kerja puskesmas xiii koto
Kampar tahun 2016. Dosen FIK Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai,
Riau, Indonesia.
7. Yee, G., & Al Aboud, A. M. (2019). Tinea corporis.
8. Ely JW, Rosenfeld S, Seabury Stone M. Diagnosis and management of
tinea infections. Am Fam Physician. 2014 Nov 15;90(10):702-10. PMID:
25403034.
9. Saraswati, Y. E., Darmada, I. G. K., & Rusyati, L. M. M. (2013). Tinea
korporis. E-Jurnal Medika Udayana [internet], 1957-1970.

23

Anda mungkin juga menyukai