Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN KASUS

TINEA CORPORIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh :
Rizki Sefrita Wulandari
14711100

Pembimbing :
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN KASUS

TINEA CORPORIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Rizki Sefrita Wulandari


14711100

Telah dipresentasikan tanggal :

Mei 2019

Mengetahui,

Dokter Pembimbing/penguji

dr. Rahajeng Musy, Sp.KK


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Nama : Ny. S
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur : 79 tahun
4. Suku : Jawa
5. Ras : Mongoloid
6. Alamat : Magetan
7. Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
8. Agama : Islam
9. No. RM : 640XXXX

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap Ny. Pada tanggal 6 agustus 2018
1. Keluhan utama
Gatal di daerah kaki dan perut
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 3 minggu lalu. Gatal yang dirasakan sangat mengganggu. Gatal
semakin memberat setelah beraktivitas (saat berkeringat). Sebelumnya,
pasien merasakan gatal di perut, paha, tungkai bawah, dan pergelangan
tangan. Pasien sudah meminum 2 jenis obat, dan memakai salep
miconazole 2%. Saat ini, pasien hanya merasakan gatal di pergelangan
kaki dan perut.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluhan serupa disangkal
4. Riwayat alergi
Alergi makanan dan alergi obat disangkal.
5. Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Dalam sehari, pasien
mandi sekali.
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36 C
Kesimpulan : hipertensi grade 1.

D. STATUS DERMATOLOGI
1. Ujud kelainan kulit

Keterangan :
 Pada regio perut terdapat patch hiperpigmentasi disertai ekskoriasi
dan skuama halus dengan pinggir lesi aktif berupa papul eritem dan
penyembuhan sentral
 Pada regio paha, tungkai bawah, tangan, dan kaki terdapat patch
hiperpigmentasi disertai ekskoriasi
2. Dokumentasi UKK

Gambar 1.1. patch hiperpigmentasi dengan ekskoriasi dan skuama halus


dengan pinggir lesi aktif berupa papul eritem
Gambar 1.2. pada paha kanan tampak patch hiperpigmentasi disertai
ekskoriasi

Gambar 1.3. pada paha kiri tampak patch hiperpigmentasi disertai


ekskoriasi
Gambae 1.4.pada tungkai dan kaki kanan tampak patch hiperpigmentasi
disertai ekskoriasi

Gambar 1.5. pada tungkai dan kaki kiri tampak patch hiperpigmentasi
disertai ekskoriasi

E. DIAGNOSIS BANDING
 Tinea korporis
 Kandidiasis kutis
 Psoriasis vulgaris

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan KOH dengan mengambil kerokan kulit pada lesi aktif
di daerah perut.

Hasil : pada pembesaran 10x hanya ditemukan


skuama

G. DIAGNOSIS
Tinea corporis
H. TERAPI
1. Sistemik
Antijamur : Ketoconazole 200mg tab 2x sehari saat makan selama 3
minggu
Antihistamin : Cetirizine 10mg tab 1x sehari saat malam, bila gatal
sangat mengganggu, diberikan selama 10 hari
2. Topical
Antijamur : Miconazole 2% 2x sehari setelah mandi, dioles tipis tipis

I. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang
diderita oleh pasien saat ini adalah tinea corporis dimana penyakit
tersebut merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur.
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa terdapat 3 macam
obat yang terdiri atas 2 jenis tablet dan 1 jenis krim. Kedua tablet tersebut
yaitu obat antifungal/antijamur (ketoconazole) yang diminum dua kali
sehari setelah makan dan obat antihistamin/antigatal (cetirizine) yang
diminum sekali sehari setelah makan malam bila gatal saja. Sedangkan
obat topikal yang harus dioles pada daerah yang dikeluhan tersebut yaitu
obat antifungal/antijamur (miconazole ) dioles 2 kali dalam sehari dan
tipis-tipis setelah mandi.

J. SARAN
1. Meningkatkan kebersihan badan dan lingkungan
2. Menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat.

K. PENULISAN RESEP
KLINIK SEHAT
dr. Rizki Sefrita Wulandari
No. SIP 14711100
Jl. Kawis No 24 Taman, Madiun

Madiun, 3 Mei 2019

R/ ketoconazole tab 200 mg No. XX


S. 2dd tab I p.c.
_________________________________________________UU
R/ cetirizine tab 10 mg No. X
S 1 dd tab I o.n. p.r.n
_________________________________________________UU
R/ Miconazole cr 2% 10gr No. II
S. ue (oleskan pagi dan malam setelah mandi)
_________________________________________________UU

Pro : Ny. S Alamat : Magetan


Umur: 79 tahun No RM : 640xxxx
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tinea corporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin) (Djuanda, 2009). Tinea corporis juga dapat didefinisikan
sebagai infeksi jamur yang menyerang bagitan tubuh selain daerah lengan,
selangkangan, dan wajah, (Goldstein & Goldstein, 2018)

B. EPIDEMIOLOGI
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting,
di mana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita. Perpindahan manusia dapat dengan cepat memengaruhi
penyebaran endemik dari jamur. Pemakaian bahan-bahan material yang
sifatnya oklusif, adanya trauma, dan pemanasan dapat meningkatkan
temperatur dan kelembaban kulit meningkatkan kejadian infeksi tinea
(kurniati & Rosita, 2008)
Tinea banyak menyerang pada masyarakat yang tinggal di daerah tropis
dengan musim panas dan banyak berkeringat. Selain itu, kebersihan yang
kurang diperhatikan dan lingkungan yang kotor dan lembab menyebabkan
penyakit ini lebih mudah terjangkit (Goldstein & Goldstein, 2018)

C. ETIOLOGI
Tricophyton rubrum adalah penyebab paling umum dari tinea korporis.
Penyebab penting lainnya termasuk Trichophyton tonsurans, Microsporum
canis, T. interdigitale (sebelumnya T. mentagrophytes), Microsporum
gypseum, Trichophyton violaceum, dan Microsporum audouinii. Penularan
infeksi juga bisa terjadi pada kontak langsung dengan individu atau hewan
yang terinfeksi, atau bisa juga tertular dari penyebaran sekunder dari tempat
infeksi dermatofit lain (misalnya, kulit kepala, kaki, dll). (Goldstein &
Goldstein, 2018)
Secara khusus, tinea corporis T. tonsurans pada dewasa dapat teradi
karena penularan dari anak-anak dengan tinea capitis, yang sering
disebabkan oleh organisme tersebut. tinea corporis M. canis sering diperoleh
melalui kontak dengan kucing atau anjing yang terinfeksi. Tinea corporis juga
dapat terjadi di antara atlet yang melakukan kontak kulit-ke-kulit, seperti
pegulat (tinea corporis gladiatorum). T. tonsurans adalah penyebab umum
tinea corporis gladiatorum. (Goldstein & Goldstein, 2018)
D. PATOGENESIS
Infeksi dermatofit melibatkan interaksi antara inang, agen dan lingkungan.
Faktor yang menjadi predisposisi infeksi tersebut merupakan penyakit yang
mendasarinya seperti diabetes mellitus, limfoma, immunocompromised, atau
sindrom Cushing, usia lebih tua, yang dapat menghasilkan dermatofitosis
lebih parah. Beberapa area tubuh lebih rentan terhadap perkembangan
infeksi dermatofit seperti daerah intertriginosa (ketiak, pangkal paha, dan
leher) dimana kelebihan keringat dan pH basa mendukung pertumbuhan
jamur. (Kurniati dan Cita Rosita, 2008)
Setelah dermatofit mengalami inokulasi ke kulit inang dan didukung oleh
kondisi kulit yang sesuai untuk terjadinya infeksi, dermatofit akan
berkembang yang diikuti oleh penetrasi yang dimediasi protease, serin-
subtilisin, dan fungolisin dan menyebabkan pencernaan jaringan keratin
menjadi oligopeptida atau asam amino. Kemudian oligopeptida atau asam
amino akan bertindak sebagai stimulan imunogenik. Selain itu, mannans
yang diproduksi oleh T. rubrum menyebabkan penghambatan limfosit.
Gangguan fungsi sel Th17 menyebabkan penurunan produksi interleukin-17
(IL-17) dan IL-22 (sitokin kunci dalam membersihkan infeksi jamur
mukokutan) sehingga menyebabkan infeksi persisten. (Kurniati dan Cita
Rosita, 2008)
Terjadinya penularan pada infeksi dermatofit bisa melalui tiga cara yaitu
antropofilik (ditularkan dari manusia ke manusia) yang ditularkan secara
langsung maupun tidak langsung, zoofilik (ditularkan dari hewan ke manusia)
secara langsung maupun tidak langsung, dan geofilik (transmisi dari tanah
ke manusia). Jamur harus melewati pertahanan tubuh spesifik dan non
spesifik untuk dapat menimbulkan suatu penyakit jamur (Kurniati dan Cita
Rosita, 2008)

E. GEJALA KLINIS
Tinea korporis sering diawali dengan munculnya plak pruritus, bulat atau
oval, eritematosa, atau plak yang menyebar secara sentrifugal.
Penyembuhan sentral (central healing) sering terjadi pada kasus Tinea.
Penyembuhan sentral adalah proses penyembuhan yang berada di bagian
tengah lesi, sedangkan bagian tepi lesi masih aktif. Hasil dari adanya
penyembuhan sentral adalah sebuah plak annular (ring shaped), maka dari
itu penyakit ini sering disebut ringworm (gambar 2.1.). Pustula kadang
terlihat pada lesi (gambar 2.2.). (Goldstein & Goldstein, 2018)
Gambar 2.1. lesi anular pada tinea

Gambar 2.2. lesi anular, plak eritem dengan pustule

Tinea korporis yang didapat dari hewan yang terinfeksi, terutama anak
kucing dan anak anjing, seringkali menimbulkan peradangan berat. Tinea
korporis yang luas harus memberikan kewaspadaan terhadap gangguan
kekebalan yang mendasarinya, seperti human immunodeficiency virus (HIV),
atau diabetes. (Goldstein & Goldstein, 2018)

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Kandidiasis kutis
Kandidiasis kutis adalah infeksi kulit akut atau subakut yang disebabkan
oleh jamur itermediat yang menyerang kulit, subkutan, kuku,selaput lendir,
dan alat alat dalam. Penyakit ini disebabkan oleh Candida albicans dan
dapat ditularkan baik langsung maupun tidak langsung. Candidiasis kutis
juga dapat menyerang segala umur baik pria maupun wanita, terutama pada
daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi. Perjalanan penyakitnya
berupa kulit gatal hebat disertai panas seperti terbakar, kadang disertai nyeri.

Predikleksi candidiasis kutis adalah pada kulit bokong sekitar anus, lipat
ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusat, garis-garis kaki dan
tangan serta kuku. Ujud kelainan kulit yang didapatkan berupa daerah
eritematosa, erosi, kadang-kadang denagn papul dan bersisik. Pada kasus
kronik dapat dijumpai hiperpigmentasi, hyperkeratosis dan berfisura.
Kerokan kulit dengan KOH 10% didapatkan sel sel ragi

Gambar 2. UKK kandidiasis kutis

Gambar 2. Predileksi kandidiasis kutis


2. Psoriasis vulgaris
Psoriasis vulgaris adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi khas
berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal
berlapis lapis, dan berwatna putih mengkilat. Penyebabnya belum jelas,
biasa menyerang dewasa muda. Gangguan ini diturunkan secara
autosomal dominan, dan dapat diperberat oleh faktor lain seperti stress,
emosi. Predileks psoriasis vulgaris adalah siku, lutut, kulit kepala, kaki,
dan tangan punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku. Ciri khas
psoriasis adalah adanya trias fenomena yaitu
a. Fenomena tetesan lilin : jika skuama digores dengan benda tajam
akan timbul tetesan lilin
b. Auspitz sign : jika goresan diteruskan akan timbuk bitnik-bintik darah
c. Fenomena koebner : timbul lesi pada bekas trauma atau garukan

Gambar 2. Predileksi psoriasis vulgaris


Gambar 2. UKK psoriasis vulgaris

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis
ataupun kultur. Meskipun pemeriksaan mikroskopis dapat memberikan bukti
adanya infeksi jamur dalam beberapa menit, namun tidak dapat
mengidentifikasi spesies jamurnya dan pada pemeriksaan mikroskopis juga
bisa didapatkan hasil negatif palsu, dan kultur jamur harus dilakukan jika
dicurigai adanya infeksi dermatofita secara klinis. (Verma & Hefferman,
2008)
Identifikasi jamur lebih baik menggunakan larutan KOH. KOH dapat
melarutkan jaringan sel dan mengkeratinisasi bahan lainnya, membuat
elemen jamur lebi mudah terlihat. Bahan untuk pemeriksaan dari kulit diambil
dari kerokan kulit dengan menggunakan ujung pisau yang tumpul. kerokan
kulit ditetesi larutan KOH 10%-20%. Sesudah dipanaskan dengan api
bunsen, kemudian dilihat dibawah mikroskop. Pada sediaan kulit yang
terlihat adalah hifa (sebagai dua garis sejajar), bersepta dan bercabang; juga
spora yang berderet. (Verma & Hefferman, 2008)
Pemeriksaan dengan kultur diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
mikroskopis langsung dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang
dianggap paling baik saat ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.
Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik (kloramfenikol) saja atau
ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan (Verma &
Hefferman, 2008)

H. TATALAKSANA
Menurut Goldstein & Goldstein (2018) tatalaksana tinea corporis berupa
tatalaksana sistemik dan topical, yaitu :
1. Sistemik
Antifungal
 griseofulvin 500-1000 mg selama 2-3 minggu
 ketokonazole 200 mg/hari selama 3 minggu
 Itrakonazol 100mg/ hari selama 2 minggu
 Terbinafine 250mg/hari selama 2-3 minggu
Antihistamin

Antihistamin (oral) untuk mengurangi rasa gatal pada tubuh yaitu


dapat diberikan cetirizine atau loratadine dengan dosis anak usia 2-5
tahun 5 mg/hari, ≥ 6 tahun 5-10 mg/hari, dan ≥ 12 tahun 10 mg/hari.
(PERDOSKI, 2017).

Cetirizine dan Loratadin merupakan antihistamin H1 generasi 2


yang mana memiliki efek kantuk, namun tidak sekuat generasi pertama.
Masa kerja obat Loratadin lebih lama yaitu selama 24 jam, sedangkan
cetirizine selama 12-24 jam. Cetirizine bereaksi dalam tubuh dan
dikeluarkan lebih cepat daripada loratadin (FK UI, 2017).

2. Topikal
Terapi topikal dapat diberikan salep atau krim antimikotik. Salep yang
digunakan diantaranya Allylamines, derivate imidazol, Tolnaftate
Butenafine, dan Ciclopirox.
BAB III

PEMBAHASAN

A. RESUME PASIEN
Perempuan berusia 79 tahun datang dengan keluhan gatal di
perut dan kaki. Gatal awalnya muncul sejak 3 minggu lalu. Gatal yang
dirasakan sangat mengganggu. Gatal semakin memberat setelah
beraktivitas (saat berkeringat). Sebelumnya, pasien merasakan gatal di
perut, paha, tungkai bawah, dan pergelangan tangan. Pasien sudah
meminum 2 jenis obat, dan memakai salep miconazole 2%. Saat ini,
pasien hanya merasakan gatal di pergelangan kaki dan perut. Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga. Dalam sehari, pasien mandi
sekali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade 1. Pada
pemeriksaan UKK didapatkan pada regio perut terdapat patch
hiperpigmentasi diseertai ekskoriasi dan skuama halus dengan pinggir
lesi aktif berupa papul eritem dan penyembuhan sentral. Pada regio paha,
tungkai bawah, tangan, dan kaki terdapat patch hiperpigmentasi disertai
ekskoriasi. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan KOH dengan sampel
kerokan kulit pada lesi aktif, hasilnya pada pembesaran 10x hanya
didapatkan skuama.

B. DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan kasus dan teori yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka di bawah ini ditampilkan bentuk analisis kasus dalam
penegakkan diagnosis dengan mengacu kepada diagnosis banding yang
telah dijabarkan sebelumnya.

Perbedaan Tinea Corporis Kandidiasis Psoriasis vulgaris kasus


kutis
Onset Akut Akut – sub akut Kronik Akut
(+) (-)
(+)
Umur Semua umur, Sering pada Semua umur Dewasa
lebih sering dewasa muda
(-)
(-)
dewasa
(+)
Cuaca dan Tropis, saat Tropis, saat Saat cuaca dingin Iklim tropis
iklim cuaca panas cuaca panas dan musim hujan
(+) (+) (-)

Faktor yang Kebersihan diri Kebersihan diri Stress, emosi Pasien sehari
mempengaruh dan lingkungan dan lingkungan mandi 1x sehari.
i kurang kurang (-)
(+)
(+)
Predileksi Anggota gerak pada kulit siku, lutut, kulit Perut, anggota
atas dan bawah, bokong sekitar kepala, kaki, dan gerak bawah,
dada, perut, anus, lipat ketiak, tangan punggung, kaki
punggung lipat paha, tungkai atas dan
bawah payudara, bawah
sekitar pusat,
garis-garis kaki
dan tangan serta
kuku

(-)
(+)

(-)

Ujud kelainan Makula/ plak daerah bercak-bercak pada regio perut


kulit merahh/ eritematosa, eritema berbatas terdapat patch
hiperpigmentasi erosi, kadang- tegas, ditutupi oleh hiperpigmentasi
dengan tepi aktif kadang denagn skuama tebal diseertai
dan papul dan berlapis lapis, dan ekskoriasi dan
penyembuhan bersisik. Pada berwatna putih skuama halus
sentral kasus kronik mengkilat dengan pinggir
dapat dijumpai lesi aktif berupa
hiperpigmentasi, papul eritem dan
hyperkeratosis penyembuhan
dan berfisura sentral
(+) (-)
(-)
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan (-) Dilakukan
penunjang KOH : ditemukan KOH : ditemukan pemeriksaan
hifa bersekat pseudohifa KOH : tidak
ditemukan hifa

Kesimpulan 6

Berdasarkan tabel diatas maka diagnosis yang paling mungkin


ada tinea corporis, karena pasien adalah pasien dewasa, dan keluhan
yang dirasakan adalah gatal yang terjadi selama 3 minggu (belum
termasuk kronis). Faktor resiko yang didapatkan pada pasien adalah
tinggal di iklim tropis, diketahui mandi 1x sehari. Gejala khas pada tinea
yaitu adanya penyembuhan sentral dan tepi aktif, yang ditemukan pada
regio perut pasien. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan KOH
tidak didapatkan hifa. Meski pemeriksaan penunjang tidak mendukung,
UKK khas pada tinea dan faktor resiko yang telah tergali dapat menjadi
alasan kuat tegaknya diagnosis pada kasus ini.

C. TERAPI
Terapi yang diberikan berupa terapi sistemik dan topical. Terapi
sistemik yang diberikan berupa antijamur ketoconazole dan anti-histamin
cetirizine. ketoconazole diberikan 2 kali dalam sehari, diberikan saat
makan, dan direncanakan akan terus berlanjut hingga 3 minggu.
Ketoconazole dipilih karena memiliki efektifitas yang baik dengan harga
yang terjangkau. Anti-histamin yang dipilih untuk mengurangi rasa gatal
yaitu tablet cetirizine 10 mg 1 kali sehari pada malam hari selama 5 hari
atau bila sudah tidak mengeluhkan gatal, obat minum ini dapat
dihentikan. Tablet cetirizine lebih dipilih daripada loratadin karena efeknya
didalam tubuh, durasi, serta ekskresinya lebih cepat.
Terapi topical diberikan miconazole. Miconazole merupakan jenis
antifungal dengan golongan azole. Meski telah diberi antifungal oral,
kombinasi antifungal oral dan antifungal topical dinilai memberikan luaran
(outcome) yang lebih baik pada media kultur walau pada sisi klinis
hasilnya tidak jauh berbeda (Gupta & Cooper, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. dkk., 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

FK UI, 2017. Buku Farmakologi dan Terapi edisi 6. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Gupya, A.K., Cooper, E.A., Update in antifungal therapy of


dermatophytosis. Mycopathologia. Vol 166. Issues 5-6. Halaman
353-367

Goldstein, A., Goldstein,B., Dermatophyte (tinea) infections. Tersedia


pada laman https://www.uptodate.com/contents/dermatophyte-tinea-
infections/ diakses tanggal 03 Mei 3019

Kurniati dan Cita Rosita, 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis


(Etiopathogenesis of Dermatophytoses). Jurnal Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. Vol. 20 No. 3 Desember 2008.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).


2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.

Siregar, R.S. 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Verma S, Heffernan MP. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,


Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam: Wolf K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-
Hill Companies Inc; 2008. H. 1807-21.

Anda mungkin juga menyukai