Anda di halaman 1dari 39

MANAJEMEN KASUS

DERMATITIS ATOPIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh :
Inna Faradina Putri
14711042

Pembimbing :
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD DR. SOEDONO MADIUN
OKTOBER 2019
HALAMAN PENGESAHAN
MANAJEMEN KASUS

DERMATITIS ATOPIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Soedono, Madiun

Oleh :

Inna Faradina Putri


14711042

Telah dipresentasikan tanggal :


Oktober 2019

Mengetahui,
Dokter Pembimbing/penguji

dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

2
A. IDENTITAS
1. Nama : An. N
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur : 2 Tahun 6 bulan
4. Suku : Jawa
5. Ras : Mongoloid
6. Alamat : Candi RT 23/4 Bagi, Madiun
7. Pekerjaan : Tidak Bekerja
8. Agama : Islam
9. No. RM : 6779619

B. ANAMNESIS
Anamnesis diberikan oleh orang tua pasien Ny. S pada tanggal 9
September 2019.
1. Keluhan Utama
Gatal – gatal pada tangan dan kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu, ibu pasien melihat muncul kemerahan pada
tangan dan kaki pasien. Keluhan diawali dengan muncul bintil-bintil
kemerahan pada tangan, kemerahan menyebar ke kaki dan ada beberapaa
yang muncul di pipi. Menurut ibu pasien, pasien sering menggaruk bagian
yang kemerahan bahkan saat pasien tidur. Sejak sering digaruk oleh pasien
bintil-bintil banyak yang menjadi bernanah. Ibu pasien merasa jika anak
sering memakan telur dan ayam keluhan kemerahan semakin banyak. Ibu
pasien juga mengaku sering merasa kulit anaknya kasar dan kering.
Pasien sudah dibawa berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat salep
desolex, namun keluhan belum membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa pada saat pasien berusia 6 bulan.
4. Riwayat Alergi
- Riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
5. Riwayat Kebiasaan

3
- Pasien mandi 2 kali sehari dan mengganti dengan baju yang bersih.

6. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat anggota keluarga,pada ayah terdapat riwayat gatal-gatal setiap
musim kemarau dan juga riwayat bersin-bersin setiap pagi.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pemeriksaan Tanda Vital
Frekuensi nadi : 110kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu : 36 0C
Kesimpulan : Tanda – tanda vital dalam batas normal

D. STATUS DERMATOLOGI
1. Ujud Kelainan Kulit

 Pada regio pipi kanan tampak papul eritem


 Pada region lengan bawah pasien tampak macula hiperpigmentasi
multiple berbatas tegas

4
 Pada region tungkai bawah tampak plak hiperpigmentasi disetai
dengan erosi.

5
2. Dokumentasi UKK

Gambar 1. Pada regio pipi kiri tampak papul eritematosa.

Gambar 2. Pada regio lengan bawah kanan dan kiri tampak makula
hiperpigmentasi.

6
Gambar 3. Pada bagian paha tampak plak eritematosa multiple beberapa disetai
erosi.

7
Gambar 4. Pada regio betis dan punggung kaki tampak plak eritematosa multiple
pada beberapa bagian tampak erosi.

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Atopik
2. Dermatitis Kontak Atopik
3. Impetigo

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan,diagnosis ditegakkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

G. DIAGNOSIS
Dermatitis Atopik dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria menurut
Hanifin dan Rajka. Terdapat 2 kriteria mayor dan minor.
a) Kriteria Mayor
a. Pruritus
b. Morfologi dan distribusi lesi:
i. Wajah dan ekstensor pada bayi
ii. Likenifikasi fleksural pada dewasa 
c. Dermatitis kronik atau kronik residif
d. Stigmata atopi pada pasien DA atau keluarganya (asma,
rinitis alergi, dermatitis atopik)
b) Kriteria Minor
a. Xerosis, fisura periaurikular
b. Hiperlinearitas palmaris, garis Dennie-Morgan
c. IgE reaktif (peningkatan kadar di serum, RAST dan uji kulit
positif)
d. Dermatitis di daerah palmo-plantar, kulit kepala, puting susu
e. Kheilitis, keratosis pilaris, ptiriasis alba
f. Kemudahan terinfeksi S. aureus dan herpes simpleks

8
g. White dermographism
h. Katarak dan keratokonus
i. Kemerahan atau pucat di wajah
j. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
k. Gatal bila berkeringat
l. Intoleransi terhadap bahan wol dan pelarut lipid
m. Intoleransi makanan

Pada pasien terdapat 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor

H. TERAPI
1. Sistemik

 Anti histamin/ : Sirup cetirizine 10 mg 1 x sehari diminum


anti gatal peroral pada malam hari selama 10 hari atau bila
sudah tidak mengeluhkan gatal obat minum ini
dapat dihentikan.
2. Topikal
 Kortikosteroid : Salep Desoximetasone 0,25%
Salep dicampur menjadi satu menjadi sediaan
salep dan digunakan 2 kali sehari 15 menit setelah
menggunakan pelembab.
 Pelembab : Emollient cream digunakan sebagai pelembab
digunakan 2 kali sehari setelah mandi.

9
I. PENULISAN RESEP

KLINIK DOKTER KELUARGA


dr. Karmila Intansari
SIP 1571156
Jl. dr. Soetomo, No.66, Kartoharjo

Madiun, 04 September 2019

R / Cetirizine syr 5mg/5ml Fl No. 1


S 1 dd cth I malam hari

R / Desoximetasone 0,25% tube No 1


M f l a ungt da in pot
S,ue 2 x sehari

R / Emollient cream 200 ml tube No.I


S 2 dd ue (setelah mandi pada )

Pro : An . N BB : 15 kg
Umur : 2,5 tahun No. RM : 6581803

J. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita penyakit Dermatitis
Atopik, yaitu penyakit kulit yang disebabkan oleh reaksi alergi pada tubuh
sesorang yang memiliki bakat alergi.
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit ini dapat kambuh
kembali
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai cara meminum atau
menggunakan obat yang diberikan yaitu anti-histamin sebagai anti gatal
berupa cetirizine siruo yang diminum 1 kali sehari. Menjelaskan
penggunaan salep yang berisi kortikosteroid desoximetasone digunakan
pada kemerahan atau luka yang ada di badan pasien sebanyak 2 kali

10
sehari, selain itu menjelaskan penggunaan pelembab emollient cream yang
digunakan sebagai mosturaizer digunakan pada kulit 2 kali setelah mandi
karena kulit seseorang yang terkena dermatitis atopic harus terjaga
kelembabannya.
K. SARAN
1. Menyarankan kepada pasien agar menghindari makanan yang dirasa
memicu timbulnya gatal atau memperparah gatal.
2. Menyarankan kepada pasien agar meningkatkan kebersihan diri dan
lingkungan.
3. Menyarankan keluarga pasien untuk menghindari pasien menggaruk kulit
agar mencegah infeksi sekunder.
4. Menggunakan atau mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
5. Pasien kontrol 2 minggu kemudian atau bila memburuk segera datang
kembali.

L. PROGNOSIS
1. Ad vitam : ad bonam
2. Ad sanactionam : ad bonam
3. Ad functionam : ad bonam

11
TINJAUAN TEORI
DERMATITIS ATOPIK

A. DEFINISI
Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis
residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu.(FK UI,2015)
Dermatitis Atopik berhubungan dengan penyakit atopi lainnya, misalnya
rhinitis alergi dan asma bronkial. (PERDOSKI, 2017). Terdapat berbagai
istilah yang digunakan sebagai sinonim dermatitis atopi seperti eczema
atopic, eczema fleksural, neuodermatitis diseminata, dan prurigo Besnier.
(Solomon, 2005)

B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang sering menyerang
anak-anak dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada
orang dewasa 1-3% di Amerika, Jepang, Eropa, Australia, dan negara industri
lain. Sedangkan pada negara agraris seperti Cina dan Asia Tengah prevalensi
dermatitis atopi lebih rendah. Di Indonesia, angka prevalensi kasus dermatitis
atopik menurut Kelompok Studi Dermatologi Anak (KSDAI) yaitu sebesar
23,67% dimana dermatitis atopic menempati menmpati peringkat pertama
dari 10 besar penyakit kulit anak.
Dermatitis atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
dengan ratio kira-kira 1,3:1 (Sularsito, 2011) Pada anak, sekitar 45% kasus
dermatitis atopic muncul dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% muncul
dalam tahun pertama kehidupan, dan 85% kasus muncul sebelum usia 5
tahun. 3,7 Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan
(early-onset dermatitis atopic). Sekitar 45% kasus dermatitis atopic anak
muncul dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% muncul dalam tahun pertama
kehidupan, dan 85% kasus muncul sebelum usia 5 tahun. Sebagian besar
yaitu 70% kasus penderita dermatitis atopik anak, akan mengalami remisi
spontan sebelum dewasa. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat
dewasa (late onset dermatitis atopic ). (Bieber 2010)

12
ETIOLOGI
Terdapat 2 bentuk Dermatitis Atopik, yaitu bentuk ekstrinsik/alergi dan
bentuk intrinsik/ non alergi, bentuk ekstrinsik didapatkan 70-80% pasien pada
dermatitis atopic. Pada bentuk ekstrinsik terjadi sensitasi terhadap allergen
lingkungan disertai serum IgE yang meningkat. Sedangkan pada bentuk
intrinsik didapatkan pada 20-3-% pasien Dermatitis Atopik dan tidak terjadi
sensitasi terhadap alergen lingkungan disertai serum IgE yang rendah.
(Perdoski,2014)
Penyebab Dermatitis Atopik sering dikaitkan dengan interaksi komplks
antara kelainan genetik yang menyebabkan terganggunya sawar kulit,
gangguan sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat
terhadap alergen. Penyebab Dermatitis Atopik dapat dibagi menjadi beberapa
faktor yaitu
 Faktor Intrinsik meliputi
o Genetik (familial, mutasi gen fillagrin)
o Gangguan fungsi sawar kulit
o Imunologis (disregulasi faktor imun)
o Psikologik
 Faktor Ekstrinsik meliputi
o Faktor lingkungan, misalnya bahan-bahan iritan, polutan,
alergen hirup maupun makanan.
Apabila terjadi interaksi antara faktor intrinsic dan ekstrensik akan
menyebabkan kulit kering karena terjadi transepidermal water loss
(TEWL) dan juga menyebabkan reaksi inflamasi sehingga keluhan muncul.
(Perdoski,2014)

C. PATOGENESIS
1. Hubungan disfungsi sawar kulit dengan pathogenesis Dermatitis
Atopik.
Dermatitis Atopik erat kaitannya dengan gangguan sawar kulit akibat
menurunnya fungsi gen yang meregulasi keratin (felagrin dan lokirin),

13
berkurangnya volume seramid serta meningkatnya enzim proteolitik dan
Trans-epidermal-waterloss (TEWL). TEWL pada pasien dermatitis atopic
meningkat 2-5 kali dari orang normal. Sawar kulit juga dapat menurun akibat
pajanan protease eksogen yang berasal dari tungau dan debu rumah,
superantigen Staphylococcus aureus dan juga kelembaban udara. Karena
perubahan dari sawar kulit mengakibatkan hipersensitivitas terhadap alergen.
Peningkatan TEWL mengakibatkan penurunan dari kapasitas penyimpanan
air (skin capacitance), serta menyebabakan perubahan Komposisi lipid
dimana menjadi penyabab kulit kering dan sensitivitas gatal terhadap
berbagai rangsangan. (FK UI,2015)
2. Faktor Genetik
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang
mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33
mengandung kumpulan familygen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF,
yang diekspresikan oleh sel TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan
penting dalam ekspresi dermatitis atopik. Perbedaan genetik aktivitas
transkripsi gen IL-4 mempengaruhi presdiposisi dermatitis atopik.Ada
hubungan yang erat antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan
dermatitis atopik, tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis alergik. ( FK
UI,2015) . Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak
diturunkan dari garis keturunan ibu daripada garis keturunan ayah. Sejumlah
survey berbasis populasi menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki
atopik lebih besar ketika ibunya memiliki atopik, daripada ayahnya. Darah
tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya atopik atau memiliki IgE
yang tinggi, sedangkan atopik paternal atau IgE yang meningkat tidak
berhubungan dengan kenaikan darah tali pusat IgE. (FK UI,2015)
3. Faktor imunologis.

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi


imunologik, yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
Beberapa parameter imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik,
seperti kadar IgE dalam serum penderita pada 60-80% kasus meningkat,
adanya IgE spesifik terhadap bermacam aerolergen dan eosinofilia darah serta

14
diketemukannya molekul IgE pada permukaan sel langerhans
epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis
atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik
mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik.(FK UI,2015)
Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2,
Th 17, sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan
sel T. Sitokin Th2 jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang
menurun.Hal ini menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin
IL-4, IL-5, dan IL-13 ditemukan lebih banyak diekspresikan oleh sel-sel
sehingga terjadi peningkatan IgE dari sel plasma dan penurunan kadar
interferon-gamma.Dermatitis atopik akut berhubungan dengan produksi
sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu immunoglobulin tipe isq
berubah menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul adhesi pada
sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam perkembangan dan ketahanan
eosinofil, dan mendominasi dermatitis atopik kronis.( Djuanda,2007)
Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen
atau alergen dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi
sensitisasi, dimana alergen akan ditangkap oleh antigen presenting cell untuk
kemudian disajikan kepada sel limfosit T untuk kemudian diproses dan
disajikan kepada sel limfosit T dengan bantuan molekul MHC kelas II. Hal ini
menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai alergen tersebut melalui T
cell reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi menjadi subpopulasi
sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktivitas sel B
untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada di sirkulasi IgE
segera berikatan dengan sel mast dan basofil.Pada paparan alergen berikutnya
IgE telah bersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara
alergen dengan IgE.Ikatan ini akan menyebabkan degranulasi sel mast.
Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator baik yang telah tersedia
seperti histamine yang akan menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator
baru yang dibentuk seperti leukotrien C4, prostaglandin D2 dan lain
sebagainya. (Kariosentono,2006)

15
Sel langerhans epidermal berperan penting pula dalam pathogenesis
dermatitis atopik oleh karena mengekspresikan reseptor pada permukaan
membrannya yang dapat mengikat molekul IgE serta mensekresi berbagai
sitokin 5 . Inflamasi kulit atopik dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin
dan kemokin pro-inflamatori. Sitokin seperti Faktor Tumor Nekrosis (TNF-α )
dan interleukin 1 (IL-1) dari sel-sel residen seperti keratinosit, sel mast, sel
dendritik mengikat reseptor pada endotel vaskular, mengaktifkan jalur sinyal
seluler yang mengarah kepada peningkatan pelekatan molekul sel endotel
vaskular. Peristiwa ini menimbulkan proses pengikatan, aktivasi dan pelekatan
pada endotel vaskular yang diikuti oleh ekstravasasi sel yang meradang ke
atas kulit. Sekali sel- sel yang inflamasi telah infiltrasi ke kulit, sel-sel tersebut
akan merespon kenaikan kemotaktik yang ditimbulkan oleh kemokin yang
diakibatkan oleh daerah yang luka atau infeksi.(FK UI.2015)

Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri,


virus, dan jamur, karena imunitas seluler menurun (aktivitas TH1 menurun).
Staphylococcus aureus ditemukan lebih dari 90% pada kulit penderita
dermatitis atopik, sedangkan orang normal hanya 5%. Bakteri ini membentuk
koloni pada kulit penderita dermatitis atopik, dan eksotosin yang
dikeluarkannya merupakan superantigen yang 6 diduga memiliki peran
patogenik dengan cara menstimulasi aktivitas sel T dan makrofag. Apabila ada
superantigen menembus sawar kulit yang terganggu akan menginduksi IgE
spesifik, dan degranulasi sel mas, kejadian ini memicu siklus gatal garuk yang
akan menimbulkan lesi. Superantigen juga meningkatkan sintesis IgE spesifik
dan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis
atopic. .( Djuanda,2007)

D. GEJALA KLINIS
 Gejala Subyektif

Pada keluhan Dermatitis Atopik yang khas adalah rasa gatal (pruritus)
dapat sangat berat sehingga mengganggu tidur. Lesi dapat timbul di

16
daerah-daerah predileksi, daerah predileksi dapat berbeda pada setiap
usia. (PERDOSKI,2017).
Efloresensi lesi pada Dermatitis Atopik sangat bergantung pada
awitan dan beratnya penyakit. Lesi akut ditandai dengan eriteme
berbatas tidak tegas, papul, papulovesil, erosi dan eksudasi. Lesi
subakut berupa plak eritematosa , berskuama, ekskoriasi dan papul
sedangkan untuk lesi kronik terdiri atas plak tebal / likenifikasi
kehitaman, papul fibrotik (prurigo). Pada Dermatitis Atopik yang
sudah berlangsung lama, ketiga stadium dapat ditemukan, baik secara
bersamaan atau berlainan. (PERDOSKI,2014)

E. PEMERIKSAAN KULIT
1. Lokalisasi :
Bentuk bayi: kedua pipi, kepala, badan, lipatan siku dan lipatan lutut.
Bentuk anak: tengkuk, lipatan siku, lipatan lutut
Bentuk dewasa: tengkuk, lipatan siku, lipatan lutut, punggung kaki.
2. Efloresensi :
Bentuk bayi: eritema berbatas tegas, papul/vesikel, miliar disertai erosi
dan eksudasi serta krusta
Bentuk anak: papul-papul miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.
Bentuk dewasa: biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.
(Siregar, R.S. 2015; PERDOSKI, 2017)

17
Gambar 11. Predileksi Tinea Korporis (Siregar, R.S. 2015)

Gambar 12.Dermatitis atopi pada bayi. Pada kedua pipi simetris (Siregar,
R.S. 2015)

18
Gambar 13. Pada region fasialis tampak macula eitematus batas tidak jelas di
beberapa tempat terdapat papul dan skuama di kedua pipi bayi.(Murtiastutik.dkk,
2018)

Gambar 14. Dermatitis Atopik fase Dewasa (Murtiastutik,dkk. 2018)

19
Gambar 15.Dermatitis atopi pada anak. A.Pada kedua lipatan lutut tampak
eritema, erosi. Pada kedua siku tampak erosi dan skuama (Siregar, R.S.
2015)

Hill dan Sulzberger membagi Dermatitis Atopik menjadi 3


1. Fase bayi (infantile) usia 0-2 tahun
Lesi mulai pada pipi dan kulit kepala, dapat timbul pula pada dahi ,
telinga, leher dan terkadang batang tubuh. Dengan bertambahnya usia
lesi dapat mengenai bagian ekstensor ekstremitas.
2. Fase anak usia 2 tahun- pubertas
Distribusi lesi simetris, di daerah fleksura yaitu, pergelangan tangan ,
pergelangan kaki, tangan, kaki, daerah antekubital, popliteal, dan leher.
Lesi lebih bersifat kronik, lebih kering, berupa plak eritematosa,
skuama, batas tidak tegas dapat disertai eksudat, ekskoriasi dan krusta.
3. Fase Dewasa usia pubertas-dewasa

Lokasi pada lipatan fleksura, wajah, leher,lengan atas, punggung serta


bagian dorsal tangan, kaki, jari tangan atau kaki. Lesi kering, berupa
papul atau plak eritematosa, skuama, likenifikasi.

20
F. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis Dermatitis Atopik dilakukan menggunakan kriteria
diagnosis. Terdapat beberapa kriteria diagnosis yang dapat digunakan untuk
menegakan diagnosis Dermatitis Atopik.
Kriteria William digunakan untuk menegakkan diagnosis di pelayanan
kesehatan primer. Kriteria William terdiri dari kriteria mayor dan minor.
Diagnosis dermatitis atopic dapat ditegakan jika memenuhi kriteria mayor
dan minimal 3 kriteria minor.
 Kriteria Mayor
Terdapat kulit yang gatal (pada anak kecil terdapat tanda garukan)
 Kriteria Minor
o Riwayat perubahan kulit kering di fosa kubiti, fosa popliteal,
bagian anterior dorsum pedis atau sekitar leher termasuk pipi
pada anak dibawah 10 tahun
o Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi pada
anak <4 tahun pada generasi pertama pada keluarga)
o Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
o Dermatitis fleksura (pipi, dahi dan paha bagian lateral <4
tahun)
o Awitan di bawah 2 tahun ( tidak dinyatakan pada anak <4
tahun)
(PERDOSKI,2014; FK UI,2015)

Selain kriteria William terdapat kriteria Hanifin-Rajka. Kriterai ini banyak


digunakan pada pelayanan sekunder dan tersier serta untuk penelitian.
Diagnosis dermatitis atopic dapat ditegakan jika memenuhi 3 kriteria mayor
dan 3 kriteria minur dari kriteria Hanifin- Rajka.
 Kriteria Mayor
1. Pruritus
2. Morfologi dan distribusi lesi:
 Wajah dan ekstensor pada bayi
 Likenifikasi fleksural pada dewasa
3. Dermatitis kronik atau kronik residif

21
4. Stigmata atopi pada pasien DA atau keluarganya (asma, rinitis alergi,
dermatitis atopik)
 Kriteria minor (tiga atau lebih)
o Xerosis, fisura periaurikular
o Hiperlinearitas palmaris, garis Dennie-Morgan
o IgE reaktif (peningkatan kadar di serum, RAST dan uji kulit
positif)
o Dermatitis di daerah palmo-plantar, kulit kepala, puting susu
o Kheilitis, keratosis pilaris, ptiriasis alba
o Kemudahan terinfeksi S. aureus dan herpes simpleks
o White dermographism
o Katarak dan keratokonus
o Kemerahan atau pucat di wajah
o Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
o Gatal bila berkeringat
o Intoleransi terhadap bahan wol dan pelarut lipid
o Intoleransi makanan
o Kegelapan pada orbita
o Aksentuasi perifolikular (PERDOSKI,2014)

Terdapat cara untuk mengukur keparahan dari Dermatitis Atopik yaitu


menggunakan indeks SCORAD. The Europian Task Force on Atopic
Dermatitis membuat suatu indeks untuk menilai derajat dermatitis atopik,
dikenal dengan istilah SCORAD (Score of atopic dermatitis). SCORAD
dapat menilai derajat keparahan inflamasi dermatitis atopik dengan
menilai:
(A) luas luka,
(B) tanda-tanda inflamasi
(C) Keluhan gatal dan gangguan tidur.
Tanda inflamasi yaitu eritema, indurasi, ekskoriasi, papul, dan likenifikasi.
Eritema adalah kemerahan kulit karena pelebaran pembuluh pembuluh
darah. Indurasi adalah pengerasan, misalnya tentang jaringan pembuluh
darah. Indurasi adalah pengerasan, misalnya tentang jaringan.

22
Luas luka (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine dengan
skala penilaian 0-100. Tanda-tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri
dari 6 kriteria: eritema, edema/papul, ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan
kulit kering yang masingmasing dinilai dari skala 0-3. Gejala subjektif (C)
terdiri dari pruritus dan gangguan tidur yang masing-masing dinilai
dengan visual analogue scale dari skala 0-10 sehingga skor maksimum
untuk bagian ini adalah 20. Formula SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 + C.
Pada formula ini A adalah luas luka (0-100), B adalah intensitas (0-18),
dan C adalah gejala subjektif (0-20). Skor maksimal SCORAD adalah
10.(FK UI, 2015).

Berdasarkan dari penilaian SCORAD dermatitis atopik


digolongkan menjadi:
1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15)
perubahan warna kulit menjadi kemerahan ,
kulit kering yang ringan, gatal ringan tidak ada
infeksi sekunder
2. Dermatitis atopic sedang (skor SCORAD antara
15-40): kulit kemerahan,infeksi kulit ringan atau
sedang, gatal, gangguan tidur dan likenifikasi
3. Dermatitis atopic berat (skor SCORAD >40):
kemerahan kulit, gatal, likenifikasi, ganggun

23
tidur, infeksi kulit yang berat.
(PERDOSKI,2014)

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan
kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa
gatal, eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di tempat
yang terkena. Pajanan yang berulang atau berlanjut akan menyebabkan
plak eritema terlikenifikasidenganhiperkeratosis, skuama, danfissura.
Keadaan ini dapat ditemukan pada keadaan kronik. Penyakit ini
disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas tipe IV dan merupakan respon
hipersensitifitas tipe lambat dan timbul akibat pajanan suatu alergen, yang
sebelumnya sudah terpajan oleh alergen yang sama.( Cohen,2008)
Keluhan utama pada penderita DKA biasanya datang dengan gatal dan
eritema berbatas tegas. Tangan dan wajah adalah daerah yang paling
umum. Jika proses akut, akan timbul vesikel dan bula. Jika proses kronik,
makan akan timbul skuama dan penebalan kulit( likenifikasi ). Biasanya
tidak selalu proses ini terbatas pada paparan kulit (Cohen, 2008)
Terdapat temapat-tempat predileksi tangan dan lengan paling
sering karena merupakan organ paling sering digunakan untuk bekerja
dapat disebabkan bahan seperti deterjen,antiseptik dan pestisida. Pada
bagian wajah biasanya dikarenakan kosmetik, spons, alergen udara, dan
tangkai kaca mata. Telinga, leher,badan, genital dan juga tungkai atas dan
bawah juga sering terkena dan tergantung dengan alergen yang sering
mengenai. Umumnya predileksi pada dermatitis kontak alergi tergantung
dari daerah yang terkena paparan alergen. (FK UI,2015)

24
Gambar 16. Predileksi Dermatitis Kontak Alergi (Siregar, R.S., 2015)

2. Impetigo Krustosa
Impetigo adalah infeksi permukaan kulit, di mana penyakit ini
merupakan salah satu bentuk pioderma (infeksi kulit akibat bakteri
Staphylococcus, Streptococcus, atau keduanya) yang sangat menular.
Impetigo dibagi menjadi 2 jenis, yaitu impetigo yang ditandai dengan
keropeng (impetigo krustosa), dan impetigo yang ditandai dengan benjolan
berisi cairan (impetigo bulosa). Sebanyak 70% impetigo adalah bentuk
keropeng. Impetigo jenis ini ditandai dengan keropeng, sebagian besar
terdapat pada anak usia 2-5 tahun, karena sistem imun anak yang belum
berkembang sempurna. Impetigo krustosa merupakan infeksi kulit bakteri
yang paling sering dijumpai pada anak, terutama anak yang tinggal di
iklim panas dan lembab. Penyebab impetigo krustosa adalah bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolytic grup A, atau
kombinasi keduanya. Sebagian besar infeksi diawali oleh infeksi
Streptococcus, namun seiring waktu akan digantikan oleh Staphylococcus.
Penderita datang ke dokter dengan keluhan rasa gatal. Gejala
timbul 1-3 hari setelah infeksi. Kelainan kulit diawali oleh kemerahan
mendatar pada kulit yang dengan cepat berubah menjadi benjolan seperti

25
jerawat yang berisi cairan atau nanah berukuran kurang lebih 2 cm.
Benjolan kecil ini dapat pecah, mengeluarkan isi nanah atau cairan,
kemudian mengering dan meninggalkan keropeng tebal berwarna kuning
seperti madu. Jika keropeng ini dikelupas, terdapat luka dangkal yang
merah dan basah di bawahnya. Terdapat beberapa benjolan seperti ini
yang berkumpul di suatu tempat atau bergabung satu sama lain menjadi
besar. Benjolan ini umumnya tidak nyeri, namun dapat terasa gatal ringan
sesekali. Jika kelainan kulit ini disentuh atau digaruk oleh penderita, maka
kuku-kuku penderita dapat menjadi pembawa bakteri dan menyebabkan
benjolan-benjolan baru di kulit daerah lain yang disentuh penderita.
Kemerahan atau bengkak di sekitar.
Pemeriksaan Impetigo krustosa
o Lokalisasi : daerah yang terpajan, terutama wajah (lubang hidung dan
mulut karena dianggap sebagai sumber infeksi dari daerah tersebut),leher,
dapat juga ditemui di lengan atau tungkai, namun jarang mengenai telapak
tangan dan telapak kaki.
o Efloresensi : makula eritematosa miliar sampai lentikular, difus, anular,
sirsinar; vesikel dan bula lentikular difus; pustule miliar sampai lentikular;
krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.

26
Gambar 15. Predileksi Impetigo Krustosa (Siregar, R.S., 2015)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk


menegakkan diagnosis, tetapi pemeriksaan penunjang mungkin diperlukan
untuk mencari faktor atopi dengan melakukan uji kulit alergen atau uji IgE
spesifik.
`
I. TATALAKSANA
Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia berdasarkan dari 5 pilar
penatalaksanaan Dermatitis Atopik. 5 pilar trsebut adalah
 Edukasi dan empowerment pasien serta caraiver(s)
 Menghindari dan memodifikasi faktor pencetus lingkungan
/modifikasi gaya hidup
 Memperkuat dan mempertahankan fungsi sawar kulit yang optimal.
 Menghilangkan penyakit kulit inflamasi
 Mengendalikan dan mengeliminasi siklus garuk-garuk.
a) Terapi Farmakologi diberikan untuk pasien dapat diberikan secara
sistemik dan juga topical.
1. Sistemik

27
a) Anti-histamin
Antihistamin (oral) untuk mengurangi rasa gatal pada tubuh
yaitu dapat diberikan cetirizine atau loratadine dengan dosis anak
usia 2-5 tahun 5 mg/hari, ≥ 6 tahun 5-10 mg/hari, dan ≥ 12 tahun 10
mg/hari. (Siregar, R.S., 2015)
Cetirizine dan Loratadin merupakan antihistamin H1 generasi 2.
H1 generasi 2 memiliki efek kantuk, namun tidak sekuat generasi
pertama. Masa kerja obat Loratadin lebih lama yaitu selama 24 jam,
sedangkan cetirizine selama 12-24 jam. Cetirizine bereaksi dalam
tubuh dan dikeluarkan lebih cepat daripada loratadine. (FK UI,
2017)
Cetirizine memiliki onset yang cepat yaitu Cmax (peak serum
time) tercapai dalam 1 jam pada dewasa maupun anak-anak dan
hanya diminum satu kali sehari karena durasi aksi nya yang lama.
Obat ini memiliki efek antikolinergik minimal. Didalam tubuh obat
ini dimetabolisme sebagian melalui mekanisme O-dealkilasi menjadi
metabolit dengan aktivitas yang dapat diabaikan. T½ eliminasi
cetirizine pada orang sehat rata-rata 7,9 jam. Ekskresi melalui urin
sekitar 70%, sedang melalui feses sekitar 10%. Cetirizine
menghasilkan efek anti alergi melalui mekanisme kompetisi dengan
reseptor H1 pada sel efektor di saluran gastrointestinal, pembuluh
darah dan saluran pernapasan. (Medscape, 2019)
Loratadin merupakan antihistamin trisiklik long-acting dengan
aktivitas antagonis reseptor H1-selektif perifer selektif. Obat ini
memiliki onset penyerapan 1-3 jam dan efek puncaknya 8-12 jam.
Waktu paruh (T½) eliminasi loratadin rata-rata 12-15 jam dan
ekskresi melalui urin maupun feses sekitar 40%. (Medscape, 2019)

2. Topikal
 Diberikan antiinflamasi
o Kortikosteroid

28
Beberapa obat digunakan untuk mengatasi reaksi peradangan yaitu
kortikosteroid (lokal atau sistemik) serta tar. Kortikosteroid topikal sering
diperlukan pada saat eksaserbasi akut dermatitis atopik. Kortikosteroid
topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus serta vasokonstriktor.
Kortikosteroid fluorinasi dan esterifikasi mempunyai potensi yang lebih
kuat dibandingkan dengan yang non- fluorinasi dan non esterifikasi (Tabel
1).

Pemilihan kortikosteroid topikal tergantung lokasi dan luasnya lesi.


Sebaiknya digunakan potensi serendah mungkin yang masih efektif.
Bentuk krim lebih mudah penggunaannya tetapi mudah menimbulkan
kekeringan. Bentuk salep mempunyai efek melindungi kulit dari
kekeringan, tetapi dapat meningkatkan rasa gatal serta dapat menimbulkan
folikulitis. Oleh karena itu bentuk krim cocok untuk lingkungan yang

29
lembab sedangkan lotion dan spray lebih cocok untuk kulit kepala atau
kulit berambut. Penggunaan kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih
dari 2 kali sehari karena tidak meningkatkan efikasi malah menambah
biaya pengobatan. (Adinoff ,2009)
Pada daerah kulit yang tipis seperti daerah muka, leher, ketiak dan
selangkangan sebaiknya tidak digunakan kortikosteroid topikal potensi
sedang atau tinggi kecuali digunakan dalam jangka pendek dengan
pengawasan yang ketat. Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal
tersering antara lain, katarak bila digunakan di daerah periorbital, atropi
kulit, hipopigmentasi, jerawat dan terkadang efek sistemik. Dapat pula
terjadi infeksi sekunder oleh jamur.(Munasir,2009)
 Pelembab
Pelembab diberikan pada penderita dermatitis atopik untuk
memperbaiki keadaan sawar kulit, mempertahankan hidarasi kulit,
memperbaiki fungsi sawar kulit untuk mengikat, menarik dan
mendistribusian air. Berikut terdapt kriteria pelembab yang baik untuk
penderita Dermatitis Atopik.

Kriteria pelembaba ideal (PERDOSKI,2014)


Pelembab yang direkomendasikan mengandung humektan,
emolien dan oklusif. Oklusif terbukti dapat menurunkan TEWL, dapat
memproteksi kulit yang sedang inflamasi terhadap iritan eksternal, namun

30
kenyamanannya sering tidak disukai. Contoh dari pelembab yang
mengandung humektan adalah Petrolatum,seramid, parafin, lanolin dan
dimethicone.(PERDOSKI, 2015)
Pelembab yang mengandung emolien memiliki kegunaan sebagai
pengisi celah diantara korneosit membuat kulit lebih halus, biasanya lebih
digunakan untuk menjaga kelembaban bukan memperbaiki kondisi kurit
yang kering, contohnya adalah palm oil, lanolin dan coconut oil. Pada
pelembab yang mengandung humektan memiliki kegunaan sebagai
mengikat dan menarik air dari atmosfer dan sering digunakan untuk
mempertahankan kelembaban dari pada memperbaiki, contohnya
gliserol,asam hialuronat dan sorbitol.(PERDOSKI,2015)
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang umum ditemukan adalah infeksi kulit oleh kuman
S. aureus dan H. simplex yang akan menghinggapi sebagian besar
penderita DA. Sedangkan pada jangka panjang penderita DA memiliki
kemungkinan untuk menderita gejala alergi di saluran
napas.(PERDOSKI,2015)
K. PROGNOSIS
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh namun cenderung akan
kambuh kembali, karena merupakan penyakit yang bersifat kronis, namun
dapat dilakukan pengobatan untuk menanggulangi kekambuhan(PERDOSKI,
2014).
1. Quo ad vitam : bonam
2. Quo ad functionam : bonam
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam

31
PEMBAHASAN KASUS

A. RESUME PASIEN
Pasien perempuan usai 2,5 tahun beralamat di Bagi, Madiun beragama
islam datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan gatal pada pipi,
tangan dan kaki. Sejak 1 bulan yang lalu, ibu pasien melihat muncul
kemerahan pada tangan dan kaki pasien. Keluhan diawali dengan muncul
bintil-bintil kemerahan pada tangan, kemerahan menyebar ke kaki dan ada
beberapaa yang muncul di pipi. Menurut ibu pasien, pasien sering menggaruk
bagian yang kemerahan bahkan saat pasien tidur. Sejak sering digaruk oleh
pasien bintil-bintil banyak yang menjadi bernanah. Ibu pasien merasa jika
anak sering memakan telur dan ayam keluhan kemerahan semakin banyak.
Ibu pasien juga mengaku sering merasa kulit anaknya kasar dan kering.
Pasien sudah dibawa berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat salep
desolex, namun keluhan belum membaik.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada regio pipi kanan tampak
papul eritem .Pada region lengan bawah pasien tampak macula
hiperpigmentasi multiple berbatas tegas.Pada region tungkai bawah tampak
plak hiperpigmentasi disetai dengan erosi.

ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus dan teori yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka di bawah ini ditampilkan bentuk analisis kasus dalam
penegakkan diagnosis dengan mengacu kepada diagnosis banding yang telah
dijabarkan sebelumnya.

32
Tabel 1. Analisis Penegakkan Diagnosis
Perbeda Dermatitis Kontak Impetigo
Dermatitis Atopik Kasus
an Alergi Krustosa
Usia Menyerang semua Menyerang semua Menyerang semua Pasien berumur
umur, umur umur terutama 2.5 tahun.
bayi 2 bulan-2 tahun anak-anak .
anak 3-10 tahun
dewasa 13-10 tahun
.

(+) (+) (+)


Jenis Frekuensi lebih Frekuensi sama Frekuensi sama Pasien adalah
Kelamin banyak pada wanita antara perempuan antara perempuan seorang
dibanding laki-laki. dan laki-laki. dan laki-laki. perempuan
1,3:1
(+) (+) (+)
Faktor - Tinggal di daerah - Daerah tempat - Pasien tinggal
resiko yang panas tinggal tidak - Tinggal di di daerah yang
- Terdapat riwayat berpengaruh daerah daerah sedang
atopic - Higine yang tropis. bermusim
- Diturunkan buruk dan bekerja - Higine yang panas.
autosomal dominan
pada lingkungan buruk memicu - Riwayat atopik
- Higine yang buruk
yang lembab penyakit
memperberat
mempengaruhi - Malnutrisi dan
penyakit
penyakit anemia.
- Lingkungan yang
- Pemakaian alat-
mengandung
sensitaizer dan alat yan salah.

iritan menimbulkan
penyakit

(+) (-)
(-)

33
Predilek Wajah,leher, anggota Pada tempat yang daerah yang Pada pasien lesi
si gerak atas dan terkena kontak terpajan, terutama terlihat pada
bawah, lipatan siku dengan alergen. wajah,leher, dapat wajah, tangan dan
dan lutut. juga ditemui di kaki
lengan atau
tungkai, namun
jarang mengenai
telapak tangan
dan telapak kaki.

(+)
(+)

(+)
Gejala Rasa gatal yang - Rasa gatal ringan - Gatal ringan- Pasien merasakan
Khas teramat berat sering hingga sedang. sedang gatal berat, sering
menimbulkan (-) menggaruk dan
gangguan tidur dan meggangu tidur.
Lebih gatal saat
berkeringan (-)

(+)
UKK Bentuk bayi: eritema makula Terdapat plak
berbatas tegas, Jika proses akut, eritematosa miliar eritematosa,
papul/vesikel, miliar akan timbul vesikel sampai lentikular, berbatas jelas,
disertai erosi dan dan bula. Jika proses difus, anular, tepi polisiklik
eksudasi serta krusta kronik, makan akan sirsinar; vesikel aktif meninggi
Bentuk anak: papul- timbul skuama dan dan bula dengan central
papul miliar, penebalan kulit. lentikular difus; healing dan
likenifikasi, tidak pustule miliar skuama.

34
eksudatif. sampai lentikular;
Bentuk dewasa: krusta kuning
biasanya kecoklatan,
hiperpigmentasi, berlapis-lapis,
kering dan mudah diangkat
likenifikasi.

(-)

(-)

(+)

35
Pemerik Pemeriksaan Pemeriksaan Kultur bakteri Tidak dilakukan
saan laboratorium IgE eosinophil peremiksaan
Penunja (-) Pemeriksaan uji penunjang
ng/Tam temple (patch test)
bahan Uji gores (scratch
test) (-)
Uji tusuk (prick test)

(-)

Kesimp
+6 +3 +3
ulan

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis yang


paling mungkin untuk pasien adalah Dermatitis Atopi dengan nilai +6. Hal ini
dapat ditegakkan karena baik dari usia, jenis kelamin, faktor resiko,
predileksi, gejala klinis, dan ujud kelainan kulitada pada pasien sesuai dengan
teori yang berhubungan dengan Dermatitis Atopik.
Berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan, pasien mendapatkan
terapi berupa obat minum dan obat topikal. Terapi sistemik yang diberikan
berupa anti-histamin sebagai anti gatal cetirizine dengan dosis anak 5mg/hari
dengan sediaan sirup. Pasien meminum obat 1 kali sehati sebanyak 1 sendok.
Pemberian anti gatal sesuai dengan anjuran dari pedoman penatalaksaan
dermatitis alergi. Obat anti gatal dihentikan bila sudah tidak mengeluhkan
gatal .(PERDOSKI.2014)
Cetirizine merupakan antihistamin H1 generasi 2 yang mana memiliki
efek kantuk, namun tidak sekuat generasi pertama, dengan masa kerja obat
12-24 jam (FK UI, 2017). Obat ini memiliki efek antikolinergik minimal.
Cetirizine memiliki onset yang cepat yaitu Cmax tercapai dalam 1 jam pada
dewasa maupun anak-anak dan hanya diminum satu kali sehari karena durasi
aksi nya yang lama. Didalam tubuh obat ini dimetabolisme sebagian melalui

36
mekanisme O-dealkilasi menjadi metabolit dengan aktivitas yang dapat
diabaikan. (Medscape, 2019)
Selain diberi obat sistemik, pasien diberikan obat topikal berupa
kortikosteroid yaitu desoximetasone 0,25% digunakan 2 kali sehari tipis pada
daerah lesi, digunakna 15 menit setelah penggunaan pelembab.
Desoximetasone merupakan obat kortikostroid dengan potensi sedang, dipilih
Kortikosteroid topikal sering diperlukan pada saat eksaserbasi akut dermatitis
atopik. Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus
serta vasokonstriktor. Kortikosteroid fluorinasi dan esterifikasi mempunyai
potensi yang lebih kuat dibandingkan dengan yang non- fluorinasi dan non
esterifikasi. Pemilihan kortikosteroid topikal tergantung lokasi dan luasnya
lesi. Sebaiknya digunakan potensi serendah mungkin yang masih efektif.
Pada daerah kulit yang tipis seperti daerah muka, leher, ketiak dan
selangkangan sebaiknya tidak digunakan kortikosteroid topikal potensi
sedang atau tinggi kecuali digunakan dalam jangka pendek dengan
pengawasan yang ketat. Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal
tersering antara lain, katarak bila digunakan di daerah periorbital, atropi kulit,
hipopigmentasi, jerawat dan terkadang efek sistemik. Dapat pula terjadi
infeksi sekunder oleh jamur.(Munasir,2009)
Selain pemberian topikal kortikostreoid pasien juga diberikan pelembab
untuk memperbaiki kondisi kulit dan menjaga kelembaban. Dipilih pelembab
yang mengandung emollient karena dapat berfungsi untuk menjaga
kelembaban kulit. Pelembab yang mengandung emolien memiliki kegunaan
sebagai pengisi celah diantara korneosit membuat kulit lebih halus, biasanya
lebih digunakan untuk menjaga kelembaban bukan memperbaiki kondisi kurit
yang kering, contohnya adalah palm oil, lanolin dan coconut oil. Pada
pelembab yang mengandung humektan memiliki kegunaan sebagai mengikat
dan menarik air dari atmosfer dan sering digunakan untuk mempertahankan
kelembaban dari pada memperbaiki, contohnya gliserol,asam hialuronat dan
sorbitol.(PERDOSKI,2015)

37
Memberikan edukasi dengan Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien
menderita penyakit Dermatitis Atopik, yaitu penyakit kulit yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada tubuh sesorang yang memiliki bakat alergi.
Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penyakit ini dapat kambuh
kembaliMenjelaskan kepada keluarga pasien mengenai cara meminum atau
menggunakan obat yang diberikan yaitu anti-histamin sebagai anti gatal
berupa cetirizine siruo yang diminum 1 kali sehari. Menjelaskan penggunaan
salep racikan yang berisi kortikosteroid desoximetasone digunakan pada
kemerahan atau luka yang ada di badan pasien sebanyak 2 kali sehari, selain
itu menjelaskan penggunaan pelembab emollient cream yang digunakan
sebagai mosturaizer digunakan pada kulit 2 kali setelah mandi karena kulit
seseorang yang terkena dermatitis atopic harus terjaga kelembabannya.
Menyarankan kepada pasien agar menghindari makanan yang dirasa
memicu timbulnya gatal atau memperparah gatal.Menyarankan kepada pasien
agar meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan.Menyarankan keluarga
pasien untuk menghindari pasien menggaruk kulit agar mencegah infeksi
sekunder.Menggunakan atau mengkonsumsi obat sesuai anjuran.Pasien
kontrol 2 minggu kemudian atau bila memburuk segera datang kembali.

38
DAFTAR PUSTAKA

Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Wolf K, Goldsmith
LA,Katz SI, Gilchrestba, Paller AS, Leffel DA, ed. Flitzpatricks
Dermatology in General Medicine Edisi Ke-7. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc, 2008. h. 136-44
Djuanda, A., et al. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Badan
Penerbit FK UI. Jakarta.
Medscape. 2019. Cetirizine. Available
from:https://reference.medscape.com/drug/zyrtec-cetirizine-343384#10.
[cited 2019 Sept 16].

Medscape. 2019. Loratadine. Available


from:https://reference.medscape.com/drug/claritin-reditabs-loratadine-
343397#10. [cited 2019 Sept 16].

PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia. Jakarta.

Solomon WR. Dermatitis atopik dan urtikaria. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2005. hlm. 191-7

Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. hlm. 129-53.

Siregar, R.S., 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3. EGC.
Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai