Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN KASUS

SKABIES

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh :
Pramudito Cahyo Januaryadi
15711043

Pembimbing :
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN KASUS

SKABIES

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Pramudito Cahyo Januaryadi

15711043

Telah dipresentasikan tanggal :

Oktober 2019

Mengetahui,

Dokter Pembimbing/penguji

dr. Rahajeng Musy, Sp.KK

2
A. IDENTITAS
1. Nama : An. DB
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 13 Tahun
4. Suku : Jawa
5. Ras : Mongoloid
6. Alamat : Taman, Madiun
7. Pekerjaan : Pelajar
8. Agama : Islam
9. No. RM : 6-78-21-04

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap An. DB pada tanggal 11 Oktober 2019.
1. Keluhan Utama
Gatal dan luka pada tangan, kaki, serta pantat.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan sering merasakan
gatal dan muncul luka di tangan, kaki dan pantat. Awalnya pasien
merasakan muncul bentol-bentol kemerahan yang gatal dan berawal dari
serla jari kaki, karena merasa gatal pasien sering kali menggaruk daerah
yang gatal sampai akhirnya luka dan menyeba ke tangan dan pantat.Selain
tangan dan pantat, benjolan juga dirasakan muncul di dada, perut, dan
punggung namun tidak terlalu banyak. Pasien mengaku gatal yang
dirasakannya terus menerus dan memberat saat malam hari terutama
sebelum tidur. Beberapa kali juga pasien menemui keluarnya nanah dari
bekas luka garukannya, dan pasien juga sempat demam namun sekaran
sudah tidak demam. Pasien merupakan salah satu siswa yang tinggal di
pondok pesantren dan dirinya mengaku banyak teman di pondoknya yang
mengeluhkan hal serupa. Pasien juga pernah mengalami hal ini
sebelumnya sekitar 2 tahun yang lalu dan sudah berobat sampai sembuh
dengan bantuan obat minum dan oles dari dokter (lupa nama obatnya),

3
namun keluhan yang sekarang belum diobati sama sekali. Pasien memiliki
kebiasaan mandi 2 kali sehari, kadang pasien bergantian handuk dengan
teman di pondoknya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa dirasakan di hampir seluruh tubuh sekiar 2 tahun
yang lalu. Riwayat penyakit kulit yang lainnya disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit kulit
lain di keluarga juga disangkal.
5. Riwayat Alergi
Alergi makanan dan alergi obat disangkal.
6. Riwayat Kebiasaan
Karena pasien tinggal di pondok pesantren dirinya sering kali
bertukar tempat tidur dengan temannya, selain itu pasien juga sering
bergantian handuk dengan temannya. Pasien mengaku tidak pernah
bertukar pakaian dengan temannya

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
2. Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi napas : 21 kali/menit
Suhu : 37,10C
Kesimpulan : Tanda vital dalam batas normal
3. Antropometri
Tinggi badan : 154 cm
Berat badan : 48 kg

4
IMT / Kesimpulan : 20,239 / IMT dalam batas normal
D. STATUS DERMATOLOGI
1. Ujud Kelainan Kulit

 Pada regio dada, punggung, lengan bawah, dan telapak tangan terdapat
multiple papul eritematosa dan pustul berukuran lentikuler berbatas
tegas tersebar.
 Pada regio tungkai bawah dan pantat ditemukan makulo-patch
hiperpigmentosa multiple berbatas tegas disertai dengan erosi dan
ulkus dangkal multiple tersebar dengan dasar kemerahan, beberapa
ditutupi oleh krusta coklat-hitam tebal.
2. Dokumentasi UKK

5
Gambar 1. Pada regio dada dan perut tampak papul eritem dan pustul
berukuran miliar berbatas tegas multiple tersebar. (No. 1 menunjukkan
papul eritem, No. 2 menunjukkan pustul)

Gambar 2. Pada regio punggung terdapat papul eritem dan pustul


berukuran miliar berbatas tegas multiple tersebar.

6
Gambar 3. Pada regio telapak tangan kiri, lengan bawah kanan dan kiri
terdapat papul eritema lentikuler berbatas tegas multiple tersebar. (No.
3 menunjukkan papul eritem di telapak tangan kiri)

Gambar 4. Pada regio pantat terdapat erosi dan ulkus dangkal dengan
dasar kemerahan, beberapa ditutupi oleh krusta coklat-hitam tebal.
(No. 4 menunjukkan ulkus dangkal yang ditutupi krusta)

6
6
5

7
Gambar 5. Pada regio tungkai bawah kanan dan kiri terdapat makula
dan patch hiperpigmentasi (No. 5) berbatas tegas multiple tersebar
disertai ulkus d,angkal yang ditutupi krusta coklat-merah tebal (No. 6).

6
6

Gambar 5. Pada regio selangkangan dan kemaluan terdapat papul


eritem lentikuler multiple tersebar. (No. 7 dan 8)

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies dengan Infeksi Sekunder
2. Prurigo Hebra
3. Folikulitis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Sediaan Langsung
Spesimen : Kerokan kulit didapatkan dari papul eritem yang terdapat
di lengan bawah kiri bagian flexor, serta dari cairan pus

8
yang diambil dari pustul yang dipecahkan pada regio
punggung.

Hasil :
- Pada mikroskop dengan spesimen kerokan kulit perbesaran 100 kali,
tidak ditemukan gambaran Sarcoptes scabiei maupun telurnya, hanya
terdapat skuama. (No. 9)
- Pada mikroskop dengan spesimen pus dari pustul yang kemudian
diberi pewarnaan gram A sampai dengan D lalu dilihat dengan
perbesaran 100 kali, didapatkan adanya bakteri kokus gram + (positif)
yang tersusun bergerombol. (No. 10)

9
10

Gambar 8. Pada mikroskop perbesaran 40 kali

G. DIAGNOSIS
Skabies + Secondary Infection

H. TERAPI
1. Sistemik
 Antihistamine : Cetirizine tablet 10 mg diberikan 1 x/hari saat
malam untuk mengatasi rasa gatal, dapat
dihentikan apabila tidak merasa gatal.
 Antibiotik : Amoxicilin tablet 500 mg diberikan 3 x/hari
selama 7 hari. Obat harus diminum sampai habis

9
2. Topikal
 Antiparasitik : Cream permethrin 5% 30 gram (scabimite 5%)
diberikan sekali pakai menutupi seluruh tubuh
kecuali wajah dan rambut kepala. Pemberian pada
saat malam hari, setelah dioleskan dibiarkan
selama 8-10 jam (sampai pagi) lalu dibilas dengan
air. Apabila selama 8 jam tersebut ada bagian
tubuh yang tercuci, maka harus dioleskan ulang di
bagian yang tercuci.

I. PENULISAN RESEP

KLINIK JANUARI
dr. Pramudito Cahyo Januaryadi
No. SIP 15712039
Perum. Bumi Antariksa, Madiun
Madiun, 10 Oktober 2019

R / Cetirizine tab 10 mg No. V


S 1 dd tab I p.r.n gatal, malam hari
R / Amoxicilin tab 500 mg No. XXI
S 3 dd tab I HABISKAN!
R / Permethrin cream 5% 30 gr tube No. IV
S ue (malam hari, seluruh tubuh kecuali wajah dan rambut
kepala, pakai 5 hari sekali selama 20 hari)

Pro : An. DB Alamat : Taman, Madiun


Umur : 13 tahun No. RM : 6-78-21-04
BB : 48 kg

J. EDUKASI

10
1. Menjelaskan kepada pasien dan orang tua mengenai penyakit yang
dideritanya yaitu skabies yang merupakan penyakit kulit akibat ‘kutu’ atau
tungau Sarcopter scabiei var. hominis yang sudah disertai oleh infeksi
bakteri yang awalnya terdapat di kulit, di mana kondisi tersebut
menyebabkan munculnya kelainan pada permukaan kulit dan juga rasa
gatal pada kulit terutama saat malam hari.
2. Menjelaskan tanda dan gejalanya yaitu munculnya bintil-bintil kemerahan
pada permukaan kulit khususnya di daerah sela jari tangan, kaki, dan area
kemaluan yang disertai rasa gatal yang memberat saat malam hari.
3. Menjelaskan kemungkinan diagnosis lain yaitu prurigo hebra yang
merupakan reaksi kulit kronik dengan bentuk kelainan kulit yang mirip
dengan skabies yaitu bintil kemerahan dan folikulitis yang merupakan
penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri pioderm yang
menyerang folikel rambut..
4. Menjelaskan kepada pasien dan orang tuanya tentang rencana terapi untuk
penyakit ini, yaitu obat minum ada 2 jenis. Pertama, cetirizine tablet 10
mg yang merupakan obat untuk mengatasi rasa gatal yang dirasakan oleh
pasien, obat ini hanya perlu diminum 1 x/hari pada saat malam hari
apabila sudah tidak merasa gatal maka konsumsi obat ini dapat dihentikan.
Kedua, Amoxicilin 500 mg yang merupakan antibiotik untuk mengatasi
infeksi sekunder oleh bakteri yang ada di kulit, diberikan 3 x/hari selama 7
hari khusus untuk obat ini harus diminum sampai habis. Ketiga,
merupakan obat luar / obat oles di kulit berupa cream permethrin 5%
diberikan selama 5 hari sekali dari kepala sampai kaki kecuali bagian
wajah dan rambut kepala, setelah dioleskan harus dibiarkan selama 8-10
jam, apabila dalam 8 jam tersebut obat tercuci maka pemakaian harus
diulangi.
5. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penyakit ini dapat dengan
mudah menular ke orang lain melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung seperti melalui pakaian, handuk, alas tidur dan sprei yang
dipakai bersamaan / bergantian.

11
6. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga semua yang berbahan kain yang
pernah kontak langsung dengan pasien sampai pasien dinyatakan sembuh
harus dicuci dengan cara diawali dengan perendaman di air panas selama
kurang lebih 30 menit baru dicuci dengan sabun. Kasur dan bantal baiknya
dijemur di bawah sinar matahari saat siang, lantai juga sebaiknya dipel
menggunakan karbol.

K. SARAN
1. Menyarankan kepada pasien agar dapat menjaga kebersihan diri sendiri
dan lingkungannya. Agar dapat meminimalisir resiko penularan keorang
lain atau tertular kembali
2. Menyarankan pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal dan tidak
mengkorek-korek luka yang ada keraknya agar tidak terjadi infeksi dengan
jangkauan yang lebih luas dan penyembuhan dapat berlangsung dengan
cepat.
3. Mengkonsumsi dan menggunakan obat sesuai dengan anjuran dan aturan
yang sudah dijelaskan.
4. Pasien kontrol setelah pemakaian cream ke-4 atau setelah hari ke-20 untuk
melihat perkembangan dari penyakit dan memantau pengobatan, atau
dapat datang kembali apabila keluhan dirasa menjadi lebih parah.
5. Teman di pondok pesantren atau anggota keluaraga di rumah yang
memiliki keluhan serupa agar dapat diperiksakan.

L. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder pioderma, pada pasien ini terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder oleh bakteri pioderma yaitu Staphylococcus sp. yang
dapat dilihat dari pengecatan gram cairan dari pustul menggambarkan
bakteri kokus gram + yang tersusun bergerombol. Manifestasi klinis yang
dirasakan oleh pasien adalah munculnya bisul kecil bernanah dan juga
adanya luka yang menjadi koreng berwarna cokelat-kekuningan dengan
dasar luka kemerahan.

12
M. PROGNOSIS
1. Ad vitam : bonam
2. Ad sanationam : bonam
3. Ad fungsionam : bonam

13
TINJAUAN TEORI
SKABIES

A. DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau yang disebut Sarcoptes scabiei jenis manusia dan
produknya pada tubuh. Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk
oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor, tidak bermata dan mampu menggali terowongan di kulit
yang dapat menyebabkan rasa gatal. Tungau ini biasanya menyerang pada sela
jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam,
genitalia pria, dan bokong. Pada bayi, biasa di kepala, telapak tangan dan kaki.
Penyakit ini sering disebut dengan kudis, gudig, maupun the itch. (Siregar,
R.S, 2016; FK UI, 2019; CDC, 2017).
B. EPIDEMIOLOGI DAN PENYEBAB
Di Indonesia, skabies merupakan urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering yang terjadi di masyarakat. Prevalensi tiap masing-masing daerah
berbeda yaitu sekitar 4,6% hingga 12,95%. Lingkungan yang padat oleh
populasi manusia di suatu tempat dapat memudahkan penularan penyakit ini
terutama di daerah pemukiman padat penghuni seperti TPA (taman
pendidikan anak), penjara, barak, rumah susun, pondok pesantren. Selain itu,
daerah yang kumuh dengan kebersihan dan hygiene yang buruk serta
seseorang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun juga mempermudah
penularan. Frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Penyakit ini sering
menyerang pada anak-anak meskipun orang dewasa juga dapat terkena
(Ibadurrahmi, dkk., 2017 dan Siregar, R.S, 2004).
Penyebab dari penyakit skabies yaitu Sarcoptes scabiei jenis manusia yang
mana tergolong famili artropoda kelas araknida, orde akarina, famili sarkoptes
(Siregar, R.S, 2004). Spesies betina berukuran 300 x 350 μm, sedangkan
jantan berukuran 150 x 200 μm. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2
pasang kaki depan dan 2 pasang kaki belakang. Kaki depan pada betina dan

14
jantan memiliki fungsi yang sama sebagai alat untuk melekat, akan tetapi kaki
belakangnya memiliki fungsi yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir
dangan rambut, sedangkan pada jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan kaki keempat berakhir dengan alat perekat (FK UI, 2019).
C. PATOGENESIS
Mekanisme penularan skabies dapat melalui dua cara yaitu secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dapat ditularkan
melalui kontak kulit dengan kulit orang yang menderita skabies, sedangkan
secara tidak langsung dapat bersamaan dirumah atau asrama, dengan berbagi
barang-barang seperti pakaian, handuk, atau tempat tidur yang digunakan oleh
orang yang terinfeksi (Siregar, 2016 dan CDC, 2017). Penularan paling utama
adalah melalui kontak dari kulit ke kulit terutama pada pasien yang aktif
berhubungan seksual. Oleh karena itu, skabies dipertimbangkan sebagai
penyakit menular seksual (Barry et al., 2018).

Gambar 7. Transmisi Skabies (Sumber: CDC, 2017)

15
Siklus hidup Sarcoptes scabiei yang diawali oleh masuknya tungau
dewasa ke dalam kulit manusia dan membuat terowongan di stratum korneum
sampai akhirnya tungau betina bertelur. Sarcoptes scabiei tidak dapat
menembus lebih dalam dari lapisan stratum korneum. Setelah telur menetas,
larva bermigrasi ke permukaan kulit dan menggali stratum corneum yang utuh
untuk membangun liang pendek yang hampir tak terlihat, yang disebut
molting pouches (CDC, 2017). Telur ini menetas menjadi larva dalam waktu
2-3 hari dan larva menjadi nimfa dalam waktu 3-4 hari. Nimfa berubah
menjadi tungau dewasa dalam 4-7 hari. Sarcoptes scabiei jantan akan mati
setelah melakukan kopulasi, tetapi kadang-kadang dapat bertahan hidup dalam
beberapa hari. Pada sebagian besar infeksi, diperkirakan jumlah tungau betina
hanya terbatas 10 sampai 15 ekor dan kadang terowongan sulit untuk
diidentifikasi. Siklus hidupnya memerlukan waktu sekitar 8-12 hari mulai dari
telur hingga dewasa (FK UI, 2019). Perkawinan hanya terjadi satu kali dan
tungau jantan mati. Betina berkeliaran di permukaan kulit sampai menemukan
tempat yang cocok untuk liang permanen. Saat berada di permukaan kulit,
tungau berpegangan pada kulit menggunakan pulvili seperti pengisap yang
menempel pada dua pasang kaki paling depan. Ketika tungau betina
menemukan lokasi yang cocok, ia mulai membuat liang yang khas dan terus
memperpanjang liangnya dan bertelur selama sisa hidupnya (1-2 bulan) (CDC,
2017). Ketika seseorang pertama kali terinfeksi tungau kudis, biasanya perlu
2-6 minggu untuk muncul gejala setelah terinfeksi. Jika seseorang pernah
menderita kudis sebelumnya, gejala muncul 1-4 hari setelah paparan (CDC,
2017). Dalam suhu dibawah 20°C tungau tidak dapat bergerak namun dapat
bertahan hidup dalam beberapa periode (Barry et al., 2018).
D. GEJALA KLINIS
Penderita mengeluhkan gatal terutama pada malam hari. Ujud Kelainan
kulit (UKK) mula-mula berupa papul, vesikel. Akibat dari garukan dapat
timbul lesi sekunder yaitu berupa pustul. Predileksi penyakit ini yaitu pada
sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam,
genitalia pria, dan bokong. Pada bayi, biasa di kepala, telapak tangan dan

16
kaki. Efloresensinya dapat berupa papul dan vesikel miliar sampai lentikular
disertai ekskoriasi (scratch mark). Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul
lentikular. Lesi yang khas terdapat terowongan miliar, tampak berasal dari
salah satu papul atau vesikel yang biasa sebagai ujung terowongan yang
merupakan tempat bersembunyi dan bertelur Sarcoptes scabiei betina (FK UI,
2019).

Gambar predileksi lokasi anatomis seringnya muncul gejala dari infeksi


Sarcoptes scabiei.

Gambar Skabies pada genitalia pria (kiri), sela jari tangan kiri (tengah),
pergelangan tangan kiri bagian dalam (kanan) (Barry, M., et al., 2018) tampak
papul eritem miliar

Skabies memiliki beberapa macam, yaitu skabies nodular dan skabies


Norwegia (skabies berkrusta). Pada skabies nodular, dapat terjadi terutama
pasien anak-anak yang mana nodul tampak pada 7-10% pasien dengan
skabies. Karena anak-anak tidak mampu menggaruk sehingga nodul dapat
berkembang sekitar 2-20 mm, sedangkan pada skabies Norwegia (skabies
berkrusta) dapat ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki,
kuku yang distrofik, dan skuama yang generalisata. Tungau dapat ditemukan
dalam jumlah yang besar, namun rasa gatal minimal. Penyakit ini dapat
diderita oleh orang dengan retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan
imunologi, dan psikosis (FK UI, 2019).

17
Gambar Skabies Nodular (kiri) (Barry, M., et al., 2018) dan
Skabies Norwegia (kanan) (Silva S.F., 2019)

E. DIAGNOSIS
Dalam FK UI 2019, terdapat empat tanda kardinal, pertama pruritus
nokturna yaitu gatal pada malam hari diakibatkan oleh tungau yang lebih
suka beraktivitas pada suhu yang lebih lembab dan panas. Rasa gatal timbul
akibat sensitisasi kulit terhadap sekret dan sekret tungau yang dikeluarkan
pada waktu pembuatan terowongan; kedua menyerang secara kelompok,
misalnya dalam asrama maupun dalam sebuah keluarga apabila ada satu
anggota yang terkena memungkinkan anggota keluarga lain juga terkena atau
dapat menjadi carrier; ketiga adanya terowongan (kunikulus) pada tempat
predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan dapat ditemukan
papul atau vesikel. Terowongan ini muncul akibat tungau yang mengeluarkan
sekret yang dapat melisiskan stratum korneum. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan sebagainya);
keempat ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

18
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Prurigo Hebra
Adalah reaksi kulit yang bersifat kronik residif dengan efloresensi
beraneka ragam yang penyebabnya belum jelas atau diduga pengaruh
faktor eksternal seperti gigitan serangga, sinar matahari, udara dingin, atau
pengaruh dari faktor internal seperti infeksi kronik. Higienitas buruk atau
kurang dapat berpengaruh menimbukan penyakit ini. Keluhan berupa gatal
kronik, akibatnya kulit jadi hitam dan menebal. Penderita mengeluh selalu
gelisah dan gatal. Lesi berupa papul-papul eritem miliar berbentuk kubah
disertai vesikel kecil di puncaknya bersifat kronis dan kumat-kumatan,
tergolong sebagai salah satu bentuk neurodermatitis, predileksi utama di
ekstremitas atas maupun bawah bagian ekstensor. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pemeriksaan darah, tinja, radiografi, Imunofluoresen
darah, dan tes tusuk berbagai alergen, parasit usus dan serangga (kutu
busuk, nyamuk) (Siregar, 2016 dan FK UI, 2019).

Gambar Prurigo Hebra (Oakley A., 2009) dan gambar lokasi


predileksinya.
2. Folikulitis
Folikulitis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri
pioderm biasanya berjenis Staphylococcus sp. yang secara umum
menyerang folikel rambut. Penyakit ini dapat ditemui pada semua usia,
namun sering kali penyakit ini ditemukan pada usia anak-anak. Resiko
penyakit ini meliputi iklim dan cuaca yang panas dan lembab, kebersihan

19
yang kurang, serta faktor-faktor pemberat seperti stress fisik, gizi yang
kurang, dan beberapa faktor lainnya. Biasanya penderita mengeluhkan rasa
gatal dan panas seperti terbakar di daerah yang berambut, bisa jadi kepala,
lengan, tungkai atas dan bawah. Lesi berupa papul atau pustul yang
ditembus oleh rambut, meskipun begitu pertumbuhan rambut biasanya
tidak terganggu. Pemeriksaan penunjang meliputi pengerokan lesi yang
kemudian diambil sekretnya dan diberi pengecatan gram, biasanya akan
ditemui bakteri coccus yang tersusun secara bergerombol (Staphylococcus
sp.)

Gambar predileksi dari folikulitis dan contoh ujud kelainan


kulitnya.

Gambar bakteri Staphylococcus sp. pada pengecatan gram

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa cara untuk menemukan tungau dewasa, larva, telur atau skibala :
1. Kerokan kulit atau skin scraping yaitu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan. Mencari papul atau terowongan yang baru dibentuk, kemudian
dikerok dengan skalpel steril yang ditetesi dengan minyak imersi untuk

20
mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan pada
gelas obyek dan ditutup dengan kaca tutup, lalu diperiksa di bawah
mikroskop.

Gambar 12. Sarcoptes scabiei dan telurnya pada mikroskop perbesaran 10 x


(Stone, et al., 2012)
2. Mengambil tungau dengan jarum, yaitu jarum ditusukkan pada
terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial atau
dicongkel. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat ke
luar. Dengan cara ini tungau sulit ditemukan, tetapi bagi orang yang
berpengalaman, cara ini dapat meningkatkan ketepatan diagnosis.
3. Tes tinta pada terowongan (burrow ink test), yaitu papul skabies dilapisi
tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit,
kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk
ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig-
zag.
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy), yaitu lesi dijepit dengan
2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
mikroskop cahaya.
5. Biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin eosin
(HE).
H. TATALAKSANA
1. Sistemik
Antihistamin (oral) untuk mengurangi rasa gatal pada tubuh yaitu
dapat diberikan cetirizine atau loratadine dengan dosis anak usia 2-5 tahun
5 mg/hari, ≥ 6 tahun 5-10 mg/hari, dan ≥ 12 tahun 10 mg/hari. Ketika
terjadi infeksi sekunder dapat diberi antibiotik berupa amoxicillin tablet

21
dengan dosis 500 mg 3 kali/hari untuk dewasa dan anak 10-20 mg/kgBB/6
jam. (PERDOSKI, 2017).
Cetirizine dan Loratadin merupakan antihistamin H1 generasi 2
yang mana memiliki efek kantuk, namun tidak sekuat generasi pertama.
Masa kerja obat Loratadin lebih lama yaitu selama 24 jam, sedangkan
cetirizine selama 12-24 jam. Cetirizine bereaksi dalam tubuh dan
dikeluarkan lebih cepat daripada loratadin (FK UI, 2017).
Cetirizine memiliki onset yang cepat yaitu Cmax (peak serum
time) tercapai dalam 1 jam pada dewasa maupun anak-anak dan durasi aksi
lama yang hanya diminum satu kali sehari karena durasi aksi nya yang
lama. Didalam tubuh obat ini dimetabolisme sebagian melalui mekanisme
O-dealkilasi menjadi metabolit dengan aktivitas yang dapat diabaikan. T½
eliminasi cetirizine pada orang sehat rata-rata 7,9 jam. Ekskresi melalui
urin sekitar 70%, sedang melalui feses sekitar 10%. Cetirizine
menghasilkan efek anti alergi melalui mekanisme Kompetisi dengan
reseptor H1 pada sel efektor pada saluran gastrointestinal, pembuluh darah
dan saluran pernapasan (Medscape, 2019).
Amoxicilin merupakan antibiotik golongan penicilin yang berasal
dari jamur Penicillium. Amoxicilin sampai sekarang masih dijadikan
pilihan utama untuk kasus infeksi bakteri ringan. Pemberian amoxicilin
pada dewasa bisa diberikan 3 x 500 mg dalam sehari, sedangkan untuk
anak-anak sebesar 10-20 mg/kgBB sekali pemberian, dapat diberikan 3-4
x. Pilihan kedua apabila Amoxicilin dirasa kurang reaktif, dapat diganti
menjadi kombinasi Amoxicilin 500 mg – Asam Klavulanat 125 mg
(Amoxiclav 625 mg) dapat diberikan sehari sampai dengan 3 kali untuk
remaja dan dewasa. Sedangkan untuk anak-anak masih dianjurkan
Amoxicilin double dose atau 80-90 mg/kgBB dalam sehari dibagi menjadi
3-4 dosis. (Medscape, 2019)
2. Topikal
a. Permetrin

22
Merupakan pilihan pertama (Salavastru et al., 2017), tersedia
dalam bentuk krim 5%, yang digunakan selama 8-10 jam (FK UI, 2019)
atau dalam buku Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 2012
dapat dioleskan selama 8-14 jam dan setelah itu dicuci bersih digunakan
sebanyak 1 x seminggu sekali pakai pada malam hari pada seluruh
tubuh kecuali wajah. Apabila belum sembuh dapat digunakan kembali
pada minggu kedua sebanyak 1 kali pemakaian, serta bila belum
sembuh dapat diulang pada minggu ketiga. Cara kerja obat permetrin
5% adalah memiliki target utama terhadap membran sel skabies.
Permetrin membuat ion Cl masuk ke dalam sel parasit tersebut secara
berlebihan, sehingga membuat sel saraf kesulitan untuk depolarisasi dan
parasit akan lisis atau lumpuh. Obat ini cukup efektif dalam membunuh
parasit, namun tidak efektif untuk telur. Hal tersebut mendasari bahwa
penggunaan permetrin hingga 3 kali pemberian. Pada pemberian kedua
dan ketiga dapat membunuh tungau yang baru menetas. Pada bayi
kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui keamanannya
belum dapat dipastikan sehingga pemberiannya jarang dilakukan
(Stone, et al., 2012). Pada wanita hamil dapat diberikan dengan
penggunaan yang tidak lama yaitu sekitar 2 jam. Efek samping yang
jarang ditemukan adalah rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena
kulit sensitif dan terekskoriasi (FK UI, 2019).
b. Sulfur Presipitatum 5-10%
Sulfur konsentrasi 5%-10% dalam vaselin dapat dipakai sebagai
skabisida (antiskabies). Obat ini hanya membunuh larva dan tungau
tetapi tidak membunuh telur, sehingga pemakaian harus dilakukan
selama 3 hari berturut-turut serta dapat dipakai untuk bayi dan anak
dengan usia kurang dari 2 tahun. Untuk anak-anak dosis sulfur adalah
setengah dosis orang dewasa. Bentuk aktif sulfur adalah H2S dan asam
pentationik yang mempunyai sifat keratinolitik. Obat ini murah
harganya dan cukup efektif hasilnya, namun karena baunya kurang

23
enak, lengket, dapat mewarnai pakaian, dan kadang menimbulkan iritasi
sehingga kurang disuka (FK UI, 2019 dan PERDOSKI, 2017).
c. Benzyl Benzoate
Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Digunakan dalam bentuk emulsi 20-25% dengan periode kontak 24
jam, diberikan setiap malam selama 3 hari. Terapi ini memiliki
kontraindikasi pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak
kurang dari 2 tahun, lebih efektif untuk resistant crusted scabies (FK
UI, 2019).
d. Krotamiton
Krotamiton konsentrasi 10% dalam bentuk krim atau losio, juga
merupakan skabisida yang cukup efektif, Cara pemakaian adalah
dengan mengoleskan bahan tersebut di seluruh badan mulai dari leher
selama 8 jam, dan dilakukan pengulangan setelah 24 jam. Dilaporkan
bahwa aplikasi selama 5 hari berturut-turut memberikan hasil yang
memuaskan. Efek sampingnya adalah iritasi kulit dan pada pemakaian
lama dapat menyebabkan sensitisasi. (FK UI, 2019 dan PERDOSKI,
2017).
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder pioderma, bentuk infeksi sekunder diakibatkan
oleh barrier kulit yang rusak karena digaruk dari rasa gatal skabies
sehingga membuat bakteri flora normal kulit seperti Streptococcus
sp. dan Staphylococcus sp. yang bersifat piogenik mudah
menginfiltrasi dan menginfeksi.
2. Rheumatic Fever dan GNAPS, merupakan komplikasi lanjutan
dari infeksi bakteri piogenik yang merusak jaringan otot jantung
dan parenkim ginjal. Pada rheumatic fever dapat terjadi
myocarditis atau pericarditis yang dapat menyebabkan kemampuan
jantung untuk memompa darah menurun dan berakibat kematian.
Pada GNAPS terjadi kerusakan fungsi filtrasi sehingga dapat

24
menyebabkan Acute Kidney Injury (AKI) sampai dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronis.
3. Toxic Shock Syndrome, bentuk lanjutan dari infeki sekunder oleh
bakteri piogenik Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp., pasien
dapat mengalami shock akibat infiltrasi bakteri ke dalam sistem
vaskuler dan zat toxin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut,
sehingga dapat menyebabkan respon vasodilatasi sistemik yang
masif dan berujung ke kondisi syok.

J. PROGNOSIS
Prognosis sangat baik bila tatalaksana dilakukan dengan tepat. Pruritus
dapat bertahan beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi
hipersensitif terhadap antigen tungau. Skabies nodular dapat bertahan
beberapa bulan setelah pengobatan. Skabies krustosa relatif sulit diobati. Ad
vitam : bonam, ad funtionam : dubia ad bonam, ad sanactionam : bonam
(PERDOSKI, 2017).

25
PEMBAHASAN KASUS

A. RESUME PASIEN
Pasien laki-laki dengan usia 13 tahun yang tinggal di Taman, Madiun
beragama Islam datang dengan keluhan gatal dan luka di pantat, dan tungkai
bawah kanan kiri. Sejak Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan sering
merasakan gatal dan muncul luka di tangan, kaki dan pantat. Awalnya pasien
merasakan muncul bentol-bentol kemerahan yang gatal dan berawal dari serla
jari kaki, karena merasa gatal pasien sering kali menggaruk daerah yang gatal
sampai akhirnya luka dan menyeba ke tangan dan pantat.Selain tangan dan
pantat, benjolan juga dirasakan muncul di dada, perut, dan punggung namun
tidak terlalu banyak. Pasien mengaku gatal yang dirasakannya terus menerus
dan memberat saat malam hari terutama sebelum tidur. Beberapa kali juga
pasien menemui keluarnya nanah dari bekas luka garukannya, dan pasien juga
sempat demam namun sekaran sudah tidak demam. Pasien merupakan salah
satu siswa yang tinggal di pondok pesantren dan dirinya mengaku banyak
teman di pondoknya yang mengeluhkan hal serupa. Pasien juga pernah
mengalami hal ini sebelumnya sekitar 2 tahun yang lalu dan sudah berobat
sampai sembuh dengan bantuan obat minum dan oles dari dokter (lupa nama
obatnya), namun keluhan yang sekarang belum diobati sama sekali. Pasien
memiliki kebiasaan mandi 2 kali sehari, kadang pasien bergantian handuk
dengan teman di pondoknya.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan UKK
didapatkan pada regio dada, punggung, lengan bawah, dan telapak tangan
terdapat multiple papul eritematosa dan pustul berukuran lentikuler berbatas
tegas tersebar, Pada regio tungkai bawah dan pantat ditemukan erosi dan
ulkus dangkal multiple tersebar dengan dasar kemerahan, beberapa ditutupi
oleh krusta coklat-hitam tebal. Pada pemeriksaan skin scraping dari kerokan
skuama di regio lengan bawah kiri bagian flexor dilihat pada mikroskop
dengan perbesaran 40x tidak ditemukan adanya gambaran semua fase hidup

26
tungau Sarcoptes scabiei dan hanya ditemukan skuama pada preparat
tersebut.
B. ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus dan teori yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka di bawah ini ditampilkan bentuk analisis kasus dalam
penegakkan diagnosis dengan mengacu kepada diagnosis banding yang telah
dijabarkan sebelumnya.

Perbedaan Skabies Prurigo Hebra Folikulitis Kasus


Faktor Resiko - Higienitas Higienitas buruk Higienitas buruk - Pasien sering
buruk (jarang (jarang mandi, bertukar tempat tidur
mandi, jarang jarang mengganti dan juga handuk
mengganti dan dan mencuci dengan teman satu
mencuci pakaian) pakaian) pondoknya
- Berkontak - Keluhan serupa
langsung maupun pada teman satu
tidak langsung kamar pasien
dengan penderita
skabies
(+) (+) (+)
Lingkungan/ - Populasi yang - Tidak - Daerah yang - Pasien adalah
Populasi padat dijelaskan memiliki iklim murid pesantren yang
panas dan lembab tinggal dengan
(+) (-) (+) banyak orang

Predileksi Sela- sela jari, Ekstremitas atas Kepala, Lengan kanan dan
pergelangan dan bawah. ekstremitas atas kiri, tangan kiri,
tangan, aksila, dan bawah dada, perut,
sekitar umbilikus, punggung,
paha bagian selangkangan, sekitar
dalam, genetalia kemaluan, dan

27
pria, bokong, tungkai bawah kanan
kaki. dan kiri.

(+) (-)
(+)

UKK Papul dan vesikel Sifat Berupa papul dan papul dasar eritem
miliar sampai multiformis, pustul lentikular dan pustul miliar,
lentikular disertai papul-papul sampai miliar berbatas tegas,
ekskoriasi eritem miliar yang di multiple, terseba
(scratch mark). berbentuk kubah tengahnya disertai erosi dan
Lesi khas disertai vesikel ditumbuhi oleh ulkus dangkal yang
terowongan tipis kecil di rambut beberapa ditutupi
dan kecil sekitar 1 puncaknya. krusta coklat-hitam
cm tebal

(+)

(+)
(-)

28
Gejala khas Gatal yang Gatal Gatal dan panas Gatal yang dirasakan
semakin memberat saat
memberat saat malam hari terutama
malam hari saat sebelum tidur
(+) (-) (-)
Pemeriksaan Pengerokan kulit Tidak ada Pengerokan kulit Pada pemeriksaan
Penunjang dtemukan tungau pemeriksaan dan pengecatan skin scraping hanya
dan atau telur penunjang gram ditemukan ditemukan skuama
pada pemeriksaan pengerokan kulit bakteri coccus
skin scraping. gram positif
tersusun
bergerombol

(-)
(-) (-)
Kesimpulan +5 +3 +2

29
Dari tabel kerja diketahui pasien memiliki riwayat higenitas yang buruk
yaitu sering bertukar handuk dan kasur dengan temannya yang memiliki
gejala serupa, pasien juga tinggal di lingkungan yang padat (pesantren),
predileksi UKK yang sesuai dengn skabies, bentuk UKK yang sesuai dengan
skabies, dan gejala berupa gatal memberat saat malam hari, sehingga dapat
disimpulkan penyakit yang paling mungkin diderita oleh pasien adalah
skabies dengan skor +5 dibandingkan dengan diagnosa bandi lainnya yaitu
prurigo hebra dan folikulitis. Faktor risiko lainnya adalah kontak langsung
dengan penderita yaitu teman satu kamar pasien yang memiliki keluhan
serupa, higienitas yang buruk. UKK dan lokasi lesi pasien yaitu pada regio
dada, punggung, lengan bawah, dan telapak tangan terdapat multiple papul
eritematosa dan pustul berukuran lentikuler berbatas tegas tersebar, Pada
regio tungkai bawah dan pantat ditemukan erosi dan ulkus dangkal multiple
tersebar dengan dasar kemerahan, beberapa ditutupi oleh krusta coklat-hitam
tebal. Pada pemeriksaan penunjang yaitu skin scraping dari kerokan skuama
pada papul eritem di regio lengan bawah kiri bagian fleksor dengan
perbesaran mikroskop 40x tidak ditemukan adanya gambaran tungau
Sarcoptes scabiei maupun telurnya, namun hanya skuama. Meskipun dari
pemeriksaan penunjang tidak ditemukan semua fase hidup skabies dan atau
skibala, ada 2 dari tanda 4 kardinal yang sudah cukup untuk menegakkan
skabies, yaitu pruritus nokturna dan menyerang pada sekelompok manusia (di
pondok pesantren).
Terapi yang diberikan meliputi terapi sistemik dan topikal. Terapi sistemik
yang diberikan berupa anti-histamin untuk mengurangi rasa gatal yaitu tablet
cetirizine 10 mg 1 kali sehari pada malam hari dapat dihentikan apabila tidak
merasa gatal. Tablet cetirizine lebih dipilih daripada loratadin karena efeknya
didalam tubuh, durasi, serta ekskresinya lebih cepat. Karena pasien adalah
santri di pondok pesantren yang memiliki aktivitas dan jadwal kegiatan yang
padat maka tablet cetirizine lebih cocok dalam situasi ini. Selain itu juga
diberikan Amoxicilin tablet 500 mg 3 x/hari selama 7 hari untuk mengatasi

30
infeksi sekunder yang terdapat pada pasien, obat ini harus diminum sampai
habis. Pemberian terapi topikal diberikan anti parasit/ anti skabies yang
berfungsi untuk membunuh tungau Sarcoptes scabiei yaitu cream permethrin
5% diberikan selama 5 hari sekali dari kepala sampai kaki kecuali bagian
wajah dan rambut kepala, setelah dioleskan harus dibiarkan selama 8-10 jam,
apabila dalam 8 jam tersebut obat tercuci maka pemakaian harus diulangi.
Cream permethrin dipakai sampai dengan 4x pemakaian atau sampai hari ke-
20. Setelah hari ke-20 perlu kontrol kembali ke dokter untuk memastikan
apakah perlu tatalaksana ulang krim permethrin atau tidak.
Selain terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi yaitu memberikan
edukasi kepada pasien mengenai menjaga higienitas dan kebersihan tubuh
dengan mandi 2 kali sehari, menggunakan handuk untuk mengeringkan badan
setelah mandi, mengganti sarung bantal yang kemudian dicuci dan dijemur
dibawah sinar matahari lalu disetrika, dan menyarankan pasien kepada
temannya yang mempunyai keluhan serupa agar diobati pula. Berdasarkan
literatur, asalkan tatalaksana dilakukan dengan tepat, prognosis dari penyakit
ini cenderung baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Barry, M., et al., 2018. Scabies. [cited 2019 Oct 28]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview#showall

Centers of Disease Control and Prevention. 2017. Parasites – Scabies. [cited 2019
Oct 28]. Available from: https://www.cdc.gov/parasites/scabies/

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). 2017. Buku Farmakologi


dan Terapi Edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

FK UI. 2019. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. Jakarta: FK UI.

Ibadurrahmi, Hasna, Silvia Veronica, and Nunuk Nugrohowati, 2017. Faktor-


faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies pada santri di
pondok pesantren qotrun nada cipayung depok februari tahun 2016. Jurnal
Profesi Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 10.1

Medscape, 2019. Cetirizine. [cited 2019 Oct 28]. Available from:


https://reference.medscape.com/drug/zyrtec-cetirizine-343384#10

Medscape, 2019. Loratadine. [cited 2019 Oct 28]. Available from:


https://reference.medscape.com/drug/claritin-reditabs-loratadine-343397#10

Oakley A., 2009. Prurigo. [cited 2019 Oct 28]. Available from:
https://www.dermnetnz.org/topics/prurigo/

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2017.


Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.

Salavastru, C. M., Chosidow, O., Boffa, M. J., Janier, M., & Tiplica, G. S. 2017.
European Guideline for The Management of Scabies. Journal European
Academy of Dermatology and Venereology, 1–6. doi:10.1111/jdv.14351.

32
Silva S.F., 2019. Dermatology Atlas. [cited 2019 Oct 28]. Available from:
http://www.atlasdermatologico.com.br/disease.jsf;jsessionid=70347B63157
B29A5071ADCE83D3A8C1F?diseaseId=334

Siregar, R.S. 2016. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta: EGC.

Stone, S.P., Goldfarb, J.N., and Bacelieri, R.E., 2012. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. Dalam: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller,
A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York: Mc Graw Hill co., pp. 2029-2037.

33

Anda mungkin juga menyukai