Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

DIAPER RASH

Oleh :

Dewi Trisnawati

01.211.6364

Pembimbing Klinik:

dr. Wahyu Hidayat, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

2015

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z. N
Umur : 9 bulan
No. CM : 129xxx
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangmlati 5/1, Demak
Pekerjaan :-
Tanggal periksa : 25 November 2015
Ruang : Poli Kulit dan Kelamin

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada tanggal
25 November 2015 di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Sunan Kalijaga
Demak.
A. Keluhan Utama
Timbul ruam merah dan bintik-bintik merah di bokong &
selangkangan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
2 minggu timbul ruam merah dan bintik-bintik merah dikulit
pantat pasien dan selangkangan pasien, setelah ruam merah di pantat
sembuh, ruam mulai tumbuh lagi di bagian punggung bawah (setelah
hilang di satu bagian timbul di bagian lain di sekitar pantat dan
selangkangan), keadaan terus berlanjut selama 2 minggu.
Ada keluhan gatal, anak sering berusaha menggarruk daerah
yang ada bintik-bintik merahnya, dan sering rewel bila gatal. Demam
disangkal. Pasien sudah periksa ke dokter umum, namun setelah
sembuh bintik-bintik merah kambuh lagi. Sejak usia 5 bulan anak
menggunakan pampers, ibu mengganti pampers rata-rata 3-4 kali

2
sehari tanpa mengecek banyak sedikitnya urin yang telah tertampung
dalam pampers.
Pasien mandi 2x sehari, ganti pakaian setelah mandi, pakaian
pasien selalu disetrika. Pasien menggunakan kipas angin dikamarnya.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat gatal-gatal, ruam merah dikulit atau keluhan sakit di kulit
sebelumnya disangkal
D. Riwayat Keluarga
- Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
- Riwayat penyakit kulit disangkal.
- Riwayat alergi disangkal.
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya ditanggung sendiri, kesan ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Dermatologis
Lokasi
1. Selangkangan
2. Bokong
3. Punggung bawah
UKK :
1. Plakat eritematosa dengan skuama halus di atasnya dikelilingi papul eritem
(lesi satelit +)
2. Plakat hipopigmentasi dengan skuama halus di atasnya dikelilingi makula
hipopigmentasi
3. Papul eritem multipel, makula hipopigmentasi multipel

3
Gambar 1. Diagnosis : Diaper rash e.c infeksi sekunder Candida albican
Lokasi : Selangkangan kanan dan kiri
UKK : Plakat eritematosa dengan skuama halus di atasnya
dikelilingi papul eritem (lesi satelit +)

4
Gambar 2. Diagnosis : Diaper rash e.c infeksi sekunder Candida albican
Lokasi : I. Punggung bawah
II. Bokong
UKK : I. Papul eritem multipel, makula hipopigmentasi multipel
II. Papul eritem multipel, makula hipopigmentasi
multipel

5
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Diaper rash
2. Eritrasma
3. Tinea cruris
4. Dermatitis kontak alergika (popok)
V. DIAGNOSIS KERJA
Diaper rash

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan mikroskopis KOH 10%.
Akan didapatkan hifa semu (pseudo hifa) dan blastospora.
- Pemeriksaan lampu Wood
Tidak ditemukan efloresensi berwarna merah membara
- Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat diberikan kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan
bakteri, disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 0C, koloni
tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast colony.

VII. PENATALAKSANAAN
 Cortamin syrup ( Betamethason 0,25 mg + CTM 2 mg) 3x/hari @1/2
cth
 Cream jamur (sore) Asam salisilat+sulfur+ketokonazol
 Sabun mandi (ketokonazol)
 BG (pagi) betamethason + gentamicin
 Bedak kocok (pagi & malam)
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad sanam : ad bonam
- Quo ad cosmetican : ad bonam
IX. EDUKASI

6
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit jamur yang
membutuhkan pengobatan rutin dan lama, sehingga harus minum obat
secara teratur dan kontrol seminggu kemudian.
- Menjaga kulit tetap kering, mandi teratur, memakai pakaian yang longgar
dan dari bahan katun yang menyerap keringat.
- Mengganti popok (pampers) minimal tiap 4 jam dan sering-sering dicek
- Memasang kipas angin di rumah, terutama di kamar tidur.
- Menghindari perlukaan terhadap kulit, termasuk garukan.
- Menghindari pemakaian handuk bergantian.
- Pakaian dan handuk segera dicuci terpisah, direndam air panas untuk
menghindari penularan penyakit dan disetrika.

X. RESUME
Seorang anak 2 minggu timbul bintik-bintik merah dikulit pantat
pasien dan selangkangan pasien, setelah bintik-bintik di pantat sembuh,
bintik-bintik mulai tumbuh lagi di bagian punggung bawah (setelah hilang
di satu bagian timbul di bagian lain di sekitar pantat dan selangkangan),
keadaan terus berlanjut selama 2 minggu. Ada keluhan gatal, anak sering
berusaha menggarruk daerah yang ada bintik-bintik merahnya, dan sering
rewel bila gatal. Demam disangkal. Pasien sudah periksa ke dokter umum,
namun setelah sembuh bintik-bintik merah kambuh lagi. Sejak usia 5 bulan
anak menggunakan pampers, ibu mengganti pampers rata-rata 3-4 kali
sehari tanpa mengecek banyak sedikitnya urin yang telah tertampung dalam
pampers.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis,
didapatkan lokasi lesi yaitu pada bokong dan selangkangan dengan status
dermatologis ditemukan plakat eritematosa dengan skuama halus di atasnya
dan dikelilingi paul eritem (lesi satelit +), serta di punggung bawah
didapatkan status dermatologis papul eritem multipel dan makula
hipopigmentasi. Sebaiknya untuk menunjang diagnosis dilakukan
pemeriksaan laboratorium KOH 10%. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik, diagnosis pada pasien ini adalah diaper rash. Terapi
untuk pasien adalah obat anti jamur topical, dan kombinasi kortikosteroid
dan antihistamin sistemik.

7
TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS POPOK

I. SINONIM 
Diaper rash, napkin dermatitis, diaper dermatitis, nappy rash

II. DEFINISI
Spektrum kelainan (semua erupsi) kulit yang terjadi pada area
yang tertutup oleh popok dengan sebab apapun. Secara klinis, dermatitis
popok terjadi di area genital, gluteus, bagian atas paha dan abdomen bawah.2,3

Kondisi kondisi tersebut dapat diakibatkan secara langsung oleh penggunaan


popok (contoh: dermatitis kontak iritan) ataupun yang tidak (contoh: psoriasis
& jamur yang dipicu oleh pemakaian popok).

III. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis popok pertama kali dideskripsikan dengan tepat pada
tahun 1915 dimana penyakit ini disebut sebagai erupsi di area popok dengan
bau amonia yang khas. Secara statistik, 20% kelainan kulit pada usia 0-5
tahun adalah dermatitis popok. Di Amerika Serikat, dermatitis popok adalah
kelainan kulit paling sering ditemukan pada usia bayi. Puncak insidensi
adalah pada usia 6-12 bulan dan dapat berlanjut hingga usia 18 bulan.

Seiring peningkatan aktivitas anak maka friksi lebih mudah terjadi.


Perubahan pola diet pada anak usia lebih dai 6 bulan memicu perubahan pH
feses. Dalam sebuah penilitian di Inggris dari tahun 1990-1997 terbukti
bahwa bayi yang mendapat ASI eksklusif angka kejadian diaper
dermatitisnya lebih rendah dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

Tidak ada perbedaan frekuensi antara etnik dan gender. Studi


terakhir, persentase dari bayi dengan dermatitis popok adalah 16% - 70%.
Laporan frekuensi umur maksimal dari beberapa penelitian berkisar antara 9 -
12 bulan dan 12 – 24 bulan.

8
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari dermatitis popok primer masih belum diketahui dengan jelas
karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh di dalamnya. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis popok iritan primer antara lain:

a. Mikroorganisme
Hampir 80% Candida albicans berhasil diidentifikasi pada bayi
dengan iritasi kulit perianal dan menjadi penyebab terbanyak dermatitis
popok iritan primer. Infeksi terjadi umumnya 48 - 72 jam setelah iritasi.
Kondisi yang dapat meningkatkan kemungkinan infeksi sekunder jamur
meliputi pemberian antibiotik, immunodefisiensi, dan diabetes mellitus.
Bakteri seperti Staphylococcus aureus atau Streptokokus grup A juga dapat
menyebabkan erupsi di daerah popok. Namun, kolonisasi Staphylococcus
aureus lebih sering terjadi pada anak dengan dermatitis atopik. Bakteri lain
yang dapat menyebabkan peradangan pada vagina dan jaringan sekitarnya
(vulvovaginitis) termasuk Shigella, Escherichia coli, dan Yersinia
enterocolitica.3

b. Maserasi oleh air


Stratum korneum bertanggung jawab sebagai barrier air di epidermis,
terdiri dari sel-sel yang secara terus-menerus mati dan digantikan oleh sel-sel
baru dalam siklus selama 12-24 hari. Matrix ekstraseluler yang bersifat
hidrofobik berperan sebagai barrier air, mencegah hilangnya air dari tubuh
serta masuknya air serta substansi hidrofilik lainnya dari luar. Sedangkan sel-
sel hidrofilik di stratum korneum (corneocyte) sebagai proteksi mekanik dari
lingkungan eksterna dalam bentuk lapisan tanduk.4

Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan beberapa efek pada


stratum korneum. Pertama, akan membuat permukaan kulit lebih rentan dan
sensitive terhadap gesekan. Kemudian akan menyebabkan peningkatan
penyerapan substansi iritan ke lapisan kulit di bawah stratum korneum.
Terpaparnya lapisan ini akan memudahkan masuknya mikroorganisme
patogen. Proses yang terjadi dalam jangka waktu lama di kulit akan

9
menyababkan eritem, dan jika air terus-menerus kontak dengan bagian ini
akan memicu terjadinya dermatitis.4

c. Suhu yang lembab dan gesekan


Faktor lain yang berperan adalah kelembaban dan gesekan.
Lingkungan di dalam popok yang lembab dan seringnya gesekan antara kulit
dan popok menyebabkan fungsi barier kulit terganggu dan mempermudah
penetrasi zat-zat iritan.3

d. Urin dan Feses


Bayi yang baru lahir dapat mengeluarkan urin 20 kali dalam 24 jam.
Frekuensi ini berkurang menjadi rata-rata 7 kali dalam 24 jam pada usia 12
bulan. Adanya kerja enzim di feses (protease, lipase) yang memecah urea di
urin bayi menjadi ammonia akan meningkatkan pH urin, mempermudah
terjadinya iritasi kulit, dan menjadi penyebab utama dermatitis popok iritan
primer.3,4

Hal ini membuktikan pentingnya pengaruh pH urin. Semakin tinggi


(alkali) pH urin, semakin rentan bayi untuk mengalami dermatitis popok
iritan. Meskipun begitu, urine yang alkali tidak membahayakan secara
langsung. Efek membahayakan ini dihasilkan dari interaksi dengan berbagai
material dan enzim feses di popok.3,4

e. Faktor nutrisi
Dermatitis popok dapat menjadi tanda awal kekurangan biotin dan
zink pada anak-anak.3

f. Zat kimia iritan


Sabun, deterjen dan antiseptik dapat memicu atau memperparah
dermatitis kontak iritan primer. Namun, dengan menggunakan popok sekali
pakai kemungkinan ini akan berkurang.3

g. Antibiotik

10
Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi untuk kondisi seperti
otitis media dan infeksi saluran pernapasan terbukti dapat menyebabkan
peningkatan insiden dermatitis popok iritan.3,4

h. Diare
Peningkatan produksi feses cair berhubungan dengan pemendekan
waktu transit sehingga feses lebih banyak mengandung enzim-enzim sisa
pencernaan.4

i. Perawatan kulit yang tidak benar


Pengguanaan sabun cair dan bedak, keduanya meningktakan resiko
terkena dermatitis iritan(4)

Adanya anomali saluran kemih dapat menyebabkan urin keluar terus-


menerus dan meningkatkan predisposisi infeksi saluran kemih.4

Berikut adalah beberapa kelainan kulit tersering penyebab dermatitis popok

1 Dermatitis kontak iritan

2 Candidiasis

3 Dermatitis psoriasiform

4 Impetigo bullosa

5 Dermatitis seboroik

6 Defisiensi zinc

7 Abnormalitas nutrisi

8 Kawasaki disease

Pada akhirnya, etiologi dari dermatitis popok iritan primer masih belum
jelas. Maserasi dan gesekan tampaknya berperan penting dalam kerusakan barrier

11
kulit. Adanya enzim proteolitik dan lipase di feses dapat berperan sebagai iritan di
kulit yang mengalami gangguan barrier, terutama jika pH urin tinggi akibat enzim
yang dapat memecah urea di urin menjadi ammonia. Adanya invasi sekunder dari
Candida albicans yang ada di feses juga meningkatkan risiko terjadinya
dermatitis popok.4

V. PATOGENESIS
Peningkatan kelembaban, friksi, sisa ekskresi berupa urin dan feses serta
mikroorganisme di daerah popok membuat kulit lebih rentan terhadap kerusakan
baik oleh bahan fisik, kimia, dan mekanisme enzimatik, semuanya mempengaruhi
fungsi barier epidermal. Barier epidermal terletak pada lapisan terluar epidermal
yaitu stratum korneum, yang tersusun atas korneosit dan lemak matrik
ekstraseluler. Area bokong merupakan area dengan banyak lipatan kulit yang
menyebabkan proses pembersihan dan kontrol microenvirontment menjadi lebih
sulit.

pH normal kulit adalah 4,5-5,5. Padabayi cukup bulan, transepidermal


water loss (TEWL) nya lebih rendah dibandingkan bayiprematur karena kulit
sebagai barier telah terbentuk sempurna. Kulit disini berperan sebagai barier
terhadap bahan iritan, friksi, mencegah penguapan dan kelembaban yang
berlebihan (overhidrasi).

Adanya urin dan feses secara bersamaan pada kulit bayi akibat trapping
oleh popok menyebabkan urease dari feses akan memecahkan urine. Urea pada
urin akan diubah mejadi amonia yang bersifat alkali. Hasil dari pemecahan ini
menyebabkan penurunan konsentrasi ion H+ yang mengakibatkan pH kulit
meningkat. Urine alkali menyebabkan aktivasi enzim sisa pencernaan yang
terdapat di dalam feses berupa protease dan lipase yang merusak struktur kulit.
Peningkatan pH pada area popok juga menyebabkan kulit lebih permeabel
terhadap partikel zat iritan dan mikroorganisme. Mikroorganisme yang ada pada
tinja bayi dapat merusak stratum korneum. Mikroorganisme yang paling banyak
menginfeksi adalah Candida albicans dan Staphylococcus aureus(5,6)

12
Pada kasus bayi bayi yang sedang dalam kondisi diare, mekanisme diarea
menunjukkan waktu transit gastrointestinal menurun, artinya enzim-enzim
pancreas tidak dideaktivasi secaras empurna di kolon, hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas lipase dan protease feses. Pada bayi dengan
diarea biasanya ruam muncul dalam waktu 48jam.

Penggunaan popok selain berkaitan dengan pH, juga berkaitan dengan


meningkatnya kelembaban. Popok basah yang dibiarkan dalam waktu lama akan
menyebabkan stratum corneum mengalami maserasi terutama pada lapisan lipid
interselulernya serta pada korneodesmosom binding, hal ini merupakan pintu
masuk untuk lokal iritan dan kondisi ini juga memudahkan terjadinya friksi baik
antara kulit-kulit ataupun kulit-popok.

Urin Hidrasi berlebihan Maserasi stratum


korneum

Barier
stratum
korneum
menurun
Urea NH4

Feces
Lipase
pH

Pencernaan lemak/protein Penetrasi


Protease iritan dan
mikroba

Hidrasi
pH
Suhu Proliferasi mikroba Iritasi kulit

Gambar1. Faktor fisikal dan biokimia dalam patofisiologi dermatitis popok.(2)

13
VI. GEJALA KLINIS
Dermatitis popok iritan primer diawali dengan lesi eritem yang jelas dan
konfluen setelah pemakaian popok. Lesi bisa berkembang menjadi papul
eritem disertai edema dan deskuamasi ringan sesuai intensitas waktu.
Normalnya, terjadi di area yang permukaannya konvex seperti bokong, paha
atas, abdomen bawah, pubis, labia mayora dan skrotum dan jarang terjadi di
daerah lipatan. Candidosis dapat dipertimbangkan sebagai komplikasi utama
jika keduanya terjadi bersamaan yang ditandai dengan lesi eritem semakin
luas disertai lesi satelit papulo pustular. Pada anak-anak dibawah 4 bulan,
manifestasi awal berupa eritem perianal ringan.5

Pada beberapa kasus yang berat, erupsi mungkin berkembang menjadi


maserasi dan eksudasi, membentuk papul, vesikel atau bula, erosi hingga
ulserasi, perluasan erupsi hingga penis, vulva dan organ genital lain.5

14
VII.  DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dermatitis umumnya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

A. ANAMNESIS
- Onset, durasi, karakteristik ruam
- Adakah ruam pada area lain di tubuh bayi
- Adakah kecenderungan anak menjadi lebih rewel, menangis saat pergantian
popok atau saat bergerak, serta tampak gelisah atau menggaruk
- Riwayat kontak dengan bayi/anak lain dengan keluhan serupa
- Riwayat penyakit terdahulu yaitu diare, penggunaan antibiotik
- Riwayat makanan
- Menilai diaper practice frekuensi penggantian, tipe diaper yang digunakan,
cream/minyak yang dipakai, cara membersihkan, penggunaan sabun/deterjen
- Dermatitis kontak iritan/miliaria  riwayat diare, dieksaserbasi dengan gosokan,
pemakaian tisu basah dan deterjen. Membaik dalam waktu kurang dari 3 hari
setelah diaper changing practice.
- Kandidiasis  riwayat penggunaan antibiotik, tidak ada perubahan yang
bermakna setelah diaper changing practice, nyeri sehingga menyebabkan anak
menangis saat bergerak atau kencing atau BAB atau popoknya diganti. Harus
dipikirkan untuk semua ruam yang lebih dari 3 hari
- Infeksi bakteri  terdapat gejala konstitusional berupa demam, pustul, limfangitis
- Granuloma gluteal infantum  proses berbulan-bulan, resisten terhadap
pemberian barrier cream, antifungal, topikal kortikosteroid
- Dermatitis atopi  riwayat atopi di keluarga (rinitis alergi, urtika, dermatitis
atopi, asma). Adanya ruam lain di wajah atau bagian esktensor ekstremitas
- Dermatitis seboroik  biasa jarang ditemukan pada bayi dibawah 2 minggu.
Erupsi berupa lesi eritem dengan permukaan besisik berminyak, dengan krusta
kekuningan di kulit kepala, wajah, retroaurikula , axilla dan presternal. Sifatnya
asimtomatik.
- Psoriasis  ada riwayat keluarga yang menderita psoriasis.

B. PEMERIKSAAN FISIK

15
Sebaiknya seluruh baju yang melapisi tubuh bayi dilepaskan untuk menilaiadakah
lesi lain pada kulit.

- Dermatitis kontak iritan  eritem tampak megkilat, tanpa scaling, berbatas tidak
jelas, pada kasus sedang dapat ditemukan papul, vesikel dan erosi superfisial. Pada
kasus berat dapat berkembang menjadi nodul dengan ulserasi yang berbatas tegas.
Area yang biasa terkena di area pantat, bagian medial paha, mons pubis dan
scrotum. Area lipatan kulit jarang terkena. Dapat menyebabkan reaksi id
(autoeczematous) yaitu reaksi radang di luar area diaper

Tingkat keparahan Dermatitis Popok

Skor Derajat Gejala

0 Tidak ada Tidak ada kelainan( mungkin ada sedikit


kekeringan, tidak /satu papul tanp
kemerahan)

0.5 Sangat ringan cenderung berwarna merah muda di daerah


yang sangat kecil (<2%), mungkin memiliki
satu papul / atau sedikit kekeringan.

1.0 Ringan Cenderung warna merah muda di daerah


kecil (2% -10%) atau pasti kemerahan di
daerah yang sangat kecil (<2%) atau
tersebar

16
papula / atau sedikit kering / bersisik

1.5 Ringan/Sedang Cenderung warna merah muda jelas di area


yang lebih besar (10%) atau pasti
kemerahan di daerah kecil (2% -10%) atau
kemerahannya sangat intens di daerah
yang sangat kecil (<2%) dan / atau papula
tersebar (<10% daerah) dan / atau
kekeringan sedang / bersisik

2.0 Sedang Kemerahan yang pasti dalam area yang


lebih besar (10% -50%) atau kemerahan
yang sangat intens di daerah yang sangat
kecil (<2%) dan / atau satu dari beberapa
area papula (10% -50%) dengan lima atau
lebih sedikit pustula, mungkin sedikit
memiliki deskuamasi atau edema

2.5 Sedang/Berat kemerahan Pasti di daerah yang sangat


besar (> 50%) atau kemerahan yang sangat
intens di daerah kecil (2% -10%) tanpa
edema

dan / atau daerah yang lebih besar (> 50%)


dari beberapa papula dan / atau pustula;
mungkin memiliki deskuamasi moderat
dan / atauedema

3.0 Berat Kemerahan sangat intens di daerah yang


lebih besar (> 10%) dan / atau deskuamasi
berat, edema berat, erosi dan ulserasi;

17
mungkin memiliki daerah papula yang
besar dan konfluen atau banyak pustula /
vesikel

- Intertrigo  pada lipatan kulit, eritem pada area inguinal, intergluteal atau lipat
paha
- Miliaria  papulovesikel multipel, diskret dan eritem. Pada wajah, leher, axila,
punggung juga biasanya ada
- Candidal dermatitis  papul dan pustul eritem yang berkelompuk membentuk
suatu konfluensi berwarna merah terang (beefy red) dengan batas tegas dan
terdapat lesi satelit. Pada mukosa oral juga harus diperiksa apakah terdapat
selaput putih (thrush)

- Infeksi bakteri  edem, eritem, nyeri pada perabaan, discharge purulen


- Granuloma gluteal infantum nodul merah gelap hingga ungu yang tidak
nyeri, berukuran 0,5-4cm, predileksi pada paha, abdomen, genitalia

18
- Dermatitis atopi  lesi yang sifatnya akut, batas tidak jelas, eritem, bersisik,
dan berkrusta. Pada kondisi kronik sudah terjadi likenifikasi, hiperpigmentasi
dan sering terdapat ekskoriasi
- Dermatitis seboroik patch atau plak eritem berbatas tegas dengan sisik
berminyak berwarna kunig. Lebih berat pada daerah lipatan. Terdapat pada
area lain juga seperti kulit kepala, wajah, retroaurikula, axila dan presternal.
- Psoriasis  plak berbatas tegas, merah terang, sisik putih tidak patgnomonik
pada area diaper karena kelembaban daerah tersebut tinggi, terdapat lesi serupa
pada area luar diaper
- Impetigo  vesikel, pustul, bula dan krusta pada area periumbilical. Jika
ditemukan pada area diaper, bula biasanya sudah tidak intak. Terdapat erosi
superfisial

- C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH 10% dari kerokan kulit pada lesi aktif  pada
candidiasis akan tampak gambaran blastospora dan pseudohifa

VIII. DIAGNOSIS BANDING
1. Candida Diaper Dermatitis
Candida dermatitis popok adalah yang kedua paling sering terjadi dari dermatitis
popok ditandai dengan eritematous merah terang, papula patch lembab, dan plak
yang cenderung melibatkan lipatan tubuh serta permukaan cembung. Lesi satelit
merupakan gejala yang khas selain kehadiran oral thrush.Candida dari intestinal
flora yang sering mengkontaminasi dermatitis popok yang dialami lebih dari 3
hari, dan tingkat infeksi Candida meningkat dengan keparahan klinis dari
dermatitis yand dialami.(1)

19
Gambar 4 : Infeksi Candidiasis dengan lesi satelit dan eritmatous merah terang.(7)

2. Tinea Kruris
Tinea kruris adalah dermatofitosis yang biasanya mengenai daerah lipat paha,
daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Lesi pada kulit terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke sekitar
anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lain. Kelainan
kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi yang berbatas tegas.
Peradangan pada daerah tepi lebih nyata dari pada daerah tengahnya.
Efflorensinya dapat berupa sebagai eritem multipel dengan papulovesikel yang
berbatas tegas dan terjadi peninggian tepi. Pasien sering mengeluhkan gatal,
nyeri, dan biasa didapatkan maserasi dan komplikasinya dapat berupa infeksi
sekunder.(10)

Gambar 2: terdapat plak eritematosa berbatas tegas di daerah inguinal dan pubis.(1)

1. Eritrasma
Penyakit tersering berlokalisata di sela paha. Efloresensi yang sama yaitu
eritem dan skuama, pada seluruh lesi merupakan tanda-tanda khas
penyakit ini. Pemeriksaan lampu wood dapat menolong dengan adanya
flurosensi merah (coral red).(10)

20
Gambar 3 : Eritrasma: infeksi bakteri (Corynebacterium minutissimum).
Berwarna coklat seperti gambaran tinea kruris.(11)

IX.    TERAPI
PENCEGAHAN
Berikut adalah beberapa pencegahan yang dapat diedukasikan kepada orang tua
untuk mencegah dermatitis popok pada anak/bayinya
Memilih popok sekali pakai yang memiliki daya serap kuat

Menjaga area popok tetap kering dengan melakukan penggantian popok


atau mengecek popok setiap 2 jam dan lebih sering lagi pada anak yang
sedang diare dan neonatus

Sebelum memakaikan popok yang baru, pastikan seluruh iritan di area


popok telah dibersihkan dengan air dan bahan katun. Jangan memakai
tisu atau kain dengan pewangi, pengawet dsb. Hindari penggunaan
deterjen dan menggosok terlalu keras.

Jika tanda-tanda kemerahan muncul pada area popok, aplikasikan barier


topikal yang mengandung zinc oksida dan sedapat mungkin minimal
pewangi

Sempatkan beberapa jam dalam sehari untuk membebaskan bayi dari


popok (diaper free time) dan hindari penggunaan celana berbahan plastik

Secara singkat pencegahan dermatitis popok dapat disingkat menjadi ABCDE


A : air (memberikan kesempatan kulit untuk bernafas dengan free diaper time)
B : barrier cream (aplikasi barrier cream zinc oxyde atau petroleum jelly)
C : cleansing (membersihkan dengan cara dan alat yang benar)
D : diaper (pemilihan popok dengan superabsorbent gel, ukurang yang sesuai)

21
E : education

TATA LAKSANA
1. Pastikan hygiene dalam pemakaian diaper pada saat erupsi mulai tampak.
Menghindari gosokan berlebihan. Membersikan kulit dari urin dan feses
dilakukan dengan air hangat dan sabun yang dipilh sebaiknya yang lembut tanpa
pewangi.
Sabun pada umumnya memiliki pH yang cenderung basa yang mana
memberikan dampak negatif pada kulit. Sabun juga mengandung garam kalsium
dan magnesium yang dapat mencetuskan iritasi pada kulit.

2. Aplikasikan barier mekanik yaitu krim yang mengandung zinc oksida dengan
sesedikit mungkin bahan tambahan, dan gunakan pasta zinc oksida jika anak
sedang dalam kondisi diare. Ini merupakan terapi lini pertama pada kasus diaper
rash. Zinc oksidamemiliki fungsi sebagai astringen, antiseptik, membantu
penyembuhan luka dan sifatnya hypoallergenic.
Barier krim lain yang dapat dipilih adalah petroleum jelly. Penggunaan barier
krim ini akan mengurangi kontak langsung antara kulit bayi dengan feses dan
urin. Bentuk pasta dipilih pada kasus dermatitis yang beat karena konsistensinya
lebih padat, mengandung petroleum jelly dan konsentrasi zinc oksidanya lebih
tinggi. Penggunaan pasta agar lebih efektif dapat dilapisi dengan petroleum jelly
sebelum popok dipakaikan.

Barier krim lain yang masih dalam pengembangan adalah krim vitamin A dan D.
Barier ini bekerja melalui 2 cara yaitu dengan membentuk lapisan lipid pada
permukaan kulit dan dengan mengakomodasi lipid dapat berpenetrasi ke stratum
korneum. Hal ini penting karena dalam patofisiologi kerusakan kulit,
lapisanyang rusak adalah lapisan lipid interselulersehingga penggunaan krim
dapat menggantikan fungsi lapisan tersebut sbagai barier mekanik agar TEWL
berkurang dan mencegah molekl iritan dan mikroorganisme masuk.

22
Sukralfat topikal juga telah terbukti memberikan proteksi yang lebih baik
dibandingkan zinc oxyde. Terutama pada bayi dengan diare dan rentan
mengalami iritasi dan erosi kulit. Akan tetapi untuk mendapatkan produk ini
masih cenderung sulit.

Penggunaan bedak tabur memang dapat mengurangi friksi pada area bokong,
akan tetapi tidak menciptakan lapisan lipid sebagai pengganti kerusakan stratum
korneum sehingga tidak direkomendasikan dalam penatalaksanaan dermatitis
popok.

Krim lanoliln, bee’s wax, canola, sunflower seed belum secara kuat terbukti
membantu penyembuhan dermatitis popok meski penggunaannya dalam
perawatan kulit sehari-hari sudah terbukti baik.

Penggunaan zinc peroral masih belum terbukti dapat membantu penyembuhan


dermatitis popok.

Pemakaian barrier cream sebagaiterapitunggalhanyadisarankanselama 3hari.


Jikadalam 3hari ruamtidakmengalamiperbaikanmaka 91%
sudahterdapatinfeksimikroorganismeterutamakandida.

3. Jika erupsi terjadi akibat infeksi sekunder dari C. albicans, penggunaan salep
anti jamur seperti salep miconazole 2%, krim clotrimazole 1% atau krim

23
amfoterisin setiap penggantian popok atau minimal 4x/hari terbukti efektif.
Bersihkan semua benda benda yang berkaitan dengan pemakaian popok anak.
Jangan pernah gunakan gabungan antifungal dan kortikosteroid pada area diaper.
Pilihan utama antifungal adalah clotrimzole dan nystatin topikal.

4. Penggunaan kortikosteroid hanya dengan pertimbangan kasus dermatitis sedang


sampai berat. Kortikosteroid topikal yang dipilih harus yang potensinya paling
lemah (Hydrocortisone 1%), diaplikasikan 2-4 kali sehari selama 3 hari.
Maksimal penggunaan dalah 2 minggu. Pemakaian kortikosteroid pada bayi
dapat menimbulkan efek samping berupa Cushing syndrome, atrofi kulit, supresi
adrenal dan munculnya striae.

5. Penggunaan antibiotik dapat dipertimbangkan jika tanda-tanda infeksi bakteri


nyata. Antibiotik topikal yang disarankan adalah mupirocin dan basitrasin
topikal. Antibiotik sistemik hanya dipertimbangkan untuk diberikan pada anak
dengan riwayat atopi
Antibiotik sistemik pada kasus berat dapat diberikan Amoxicilin atau
Amoxicilin-clavulanate. Pada impetigo lini pertama nya adalah Eritromisin
50mg/kgBB/hari untuk 7-10hari.

6. Pemantauan pada primary care hanya dilakukan selama 4 minggu. Jika


perbaikan tidak ditemukan maka sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis kulit.

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi dari dermatitis popok termasuk erosi sampai ulserasi dengan tepi
lesi yang meninggi (Jacquet Erosive Diaper Dermatitis), papul dan nodul
pseudoverukosa serta nodul dan plak keunguan (Granuloma Gluteal
Infantum).1

Jacquet dermatitis erosif, merupakan bentuk komplikasi dermatitis popok


yang paling berat dan dapat terjadi pada setiap usia. Kondisi ini bisa terjadi
akibat diare. Hal ini ditandai dengan nodul eritematosa, erosi, batas

24
tegas,ulserasi atau erosi dengan batas yang meninggi. Hal ini sudah jarang
terjadi sejak munculnya popok daya serap tinggi.3

Granuloma gluteale infantum adalah sebuah reaksi granulomatosa yang


terjadi akibat iritasi, maserasi dan superinfeksi. Reaksi granulomatosa ini
diperburuk dengan penggunaan kortikosteroid topikal.3,9

XII. PROGNOSIS
Dermatitis popok iritan primer memiliki respons yang berbeda-beda terhadap
pengobatan, dan dalam jangka waktu lama bisa membaik dengan sendirinya
jika pemakaian popok dihentikan. Meskipun begitu, pada beberapa anak
erupsi di daerah popok hanya sebagai salah satu tanda adanya kemungkinan
penyakit kulit kronis yang lain, terutama psoriasis dan dermatitis atopi. Pada
dermatitis atopi seringkali gejala awal yang muncul berupa dermatitis popok
yang sulit dibedakan dengan dermatitis popok iritan primer. Sehingga sulit
untuk mengatakan pada orang tua dengan anak yang mengalami ruam popok
bahwa prognosisnya selalu baik. Selain itu, kemungkinan dermatitis popok
berulang juga tinggi pada anak-anak yang sebelumnya sudah pernah
mengalami ruam popok.4,7

25

Anda mungkin juga menyukai