Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

“Insect Bite”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo

Pembimbing
dr. Irma Yasmin, Sp.KK

Disusun oleh :
Titik Meilasari / H2A014004P

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. 1
Daftar Isi...................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan. ..................................................................................... 3
Latar Belakang. ........................................................................................... 3
Bab II Laporan Kasus.................................................................................. 4
a. Identitas Penderita ............................................................................. 4
b. Anamnesis.......................................................................................... 4
c. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 5
d. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 6
e. Resume .............................................................................................. 11
f. Daftar Masalah................................................................................... 11
g. Diagnosis Banding ............................................................................. 11
h. Diagnosis Kerja ................................................................................. 12
i. Initial Plan .......................................................................................... 12
j. Prognosis ........................................................................................... 12
Bab III Tinjauan Pustaka ............................................................................. 13
a. Definisi Insect Bite ............................................................................ 13
b. Epidemiologi Insect Bite ................................................................... 13
c. Etiologi Insect Bite ............................................................................ 13
d. Patogenesis Insect Bite ...................................................................... 14
e. Diagnosis Insect Bite ......................................................................... 15
f. Diagnosis Banding Insect Bite........................................................... 17
g. Penatalaksanaan Insect Bite ............................................................... 19
h. Prognosis Insect Bite ......................................................................... 20
Daftar Pustaka. ............................................................................................ 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut mencari
makanannya. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di
lokasi yang tersengat. Kebanyakan gigitan dan sengatan dilakukan untuk
pertahanan. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Namun pengetahuan ilmiah mengenai alergi terhadap gigitan
serangga masih terbatas. Reaksi paling sering dilaporkan terjadi setelah digigit
nyamuk dan sejenisnya, serta dari golongan serangga Triatoma. Sayangnya,
strategi manajemen untuk mengurangi risiko insect bite reaction ke depannya
masih kurang dikembangkan dan kurang efektif bila dibandingkan dengan alergi
terhadap sengatan serangga.1
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta
memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang kaki,
dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu. Reaksi
paling sering dilaporkan terjadi setelah digigit nyamuk dan sejenisnya. Gigitan
dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh dunia. Dapat
terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena musiman,
meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di sekitar kita.
Prevalensi antara pria dan wanita sama.2

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Penderita
Nama : Ny. S
Tempat, Tanggal Lahir : Lumajang, 12 Juni 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : Jualan
Alamat : Kuningan, Semarang Utara
Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah
Status : Menikah
No. RM : 00
Tanggal Masuk RS : 25 Mei 2018
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Mei 2018 jam
10.30 WIB di Poli Kulit.
Keluhan utama : Gatal-gatal dan timbul bercak merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien wanita usia 53 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal
dan timbul bercak merah pada lengan tangan, tungkai kaki, perut, punggung,
dan belakang telinga sejak ± 10 tahun terakhir. Gatal-gatal pertama kali
dirasakan dibelakang telinga 10 tahun lalu sejak pertama kali tinggal dirumah
semarang kemudian menyebar kebagian tubuh lainnya. Gatal dirasakan terus
menerus sehingga pasien sering menggaruk kulitnya dan setelah digaruk kulit
terasa panas. Pasien sering menggaruk kulit yang gatal hingga lecet. Gatal
paling dirasakan saat berkeringat. Sebelumnya sudah dibawa ke RS namun
masih terdapat bercak-bercak merah. Karena tidak ada perbaikan pasien
memeriksakan kembali keluhan ke poli klinik kulit di RSUD Tugurejo.
Pasien mengeluhkan jika dirumah sering digigit nyamuk, rumah pasien
dikelilingi kebun pisang, singkong yang banyak nyamuk dan terdapat kolam

4
ikan yang tidak terawat. Bak mandi pasien tidak pernah ditutup. Pasien ketika
dirumah sering menggunakan pakaian lengan dan celana pendek. Tidak ada
keluhan lain seperti nyeri dan demam.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat sakit kulit lain : diakui (Psoriasis)
c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat alergi obat : disangkal
a. Riwayat alergi makanan : diakui (alergi udang)
Riwayat Penyakit Keluarga :
b. Riwayat keluhan serupa : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
d. Riwayat kencing manis : disangkal
e. Riwayat alergi obat : disangkal
f. Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat Pribadi :
a. Riwayat kebiasaan merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien berobat menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.
III. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 Mei 2018 jam 10.45 WIB di poli
kulit.
a. Keadaan Umum : Tampak gatal
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital :
1. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2. RR : 22 x/ menit
3. Nadi : 77 x/ menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
4. Suhu : 36,8 0 C (axiller)

5
d. Status Gizi :
1. BB : 51 kg
2. TB : 155 cm
3. BMI : 21,22 kg/m2
Kesan gizi : cukup
e. Status Generalisata :
1. Kepala
Bentuk mesosefal, rambut warna hitam, tidak mudah dicabut.
2. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), pupil
isokor (3 mm), reflek cahaya (+/+) normal
3. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)
4. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
5. Mulut
Bibir kering (-), bibir sianosis (-)
6. Leher
Simetris, bantuan otot-otot pernafasan (-), pembesaran KGB (-), nyeri
tekan (-)
7. Thoraks
Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi : pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-), pulsus
sternalif (-), thrill (-)
c. Perkusi :
1) Kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
2) Kiri atas : ICS II parasternal sinsitra
3) Pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
4) Kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra

6
5) Kiri bawah : ICS V linea medioclavicularis sinistra 1 cm
ke medial
d. Auskultasi : reguler, suara jantung tambahan (-)

Pulmo

Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Normal Normal
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)
Gerakan Simetris Simetris
pernafasan Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
3. Perkusi paru paru

4. Auskultasi Vesikuler Vesikuler


Suara dasar (-) (-)
Suara tambahan
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Normal Normal
Nyeri tekan (-) (-)
Pelebaran ICS (-) (-)
Gerakan Simetris Simetris
penafasan

7
3. P
Perkusi Sonor seluruh lapang Sonor seluruh lapang
uSuara lapang paru paru paru
l Peranjakan paru 6 cm Peranjakan paru 6 cm
m
Peranjakan paru
4. oAuskultasi Vesikuler Vesikuler
Suara dasar (-) (-)
Suara tambahan

8. Abdomen
a. Inspeksi
Simetris, datar, terdapat bercak-bercak merah
b. Auskultasi
Bising usus (+) normal (8-15 kali/menit)
c. Perkusi
Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+), pekak alih (-)
d. Palpasi
Nyeri tekan (-), perut papan (-), hepar dan lien tidak teraba
9. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edem (-/-) (+/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
CRT < 2 detik < 2 detik

8
f. Status Lokalis :

9
Status Dermatology :
a. Lokasi
 Abdomen
 Ekstremitas superior dextra et sinistra
 Ekstremitas inferior dextra et sinistra
 Retroauricula
b. Morfologi :
 UKK Primer : Papula eritem, makula eritema
 UKK sekunder : Skuama
c. Distribusi
Generalisata

10
d. Konfigurasi
Miliar
IV. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
V. Resume
Pasien mengeluhkan gatal-gatal dan timbul bercak merah pada lengan
tangan, tungkai kaki, perut, punggung, dan belakang telinga sejak ± 10 tahun
terakhir. Gatal-gatal pertama kali dirasakan dibelakang telinga 10 tahun lalu
sejak pertama kali tinggal dirumah semarang kemudian menyebar kebagian
tubuh lainnya. Gatal dirasakan terus menerus sehingga pasien sering
menggaruk kulitnya dan setelah digaruk kulit terasa panas. Pasien sering
menggaruk kulit yang gatal hingga lecet. Pasien mengeluhkan jika dirumah
sering digigit nyamuk, rumah pasien dikelilingi kebun pisang, singkong yang
banyak nyamuk dan terdapat kolam ikan yang tidak terawat. Bak mandi pasien
tidak pernah ditutup. Pasien ketika dirumah sering menggunakan pakaian
lengan dan celana pendek. Dari pemeriksaan lokalis ditemukan adanya
morfologi papula eritem, makula eritema dan skuama serta distribusi
generalisata dan konfigurasi miliar.
VI. Daftar Masalah
Masalah Aktif Masalah Pasif
1. Gatal 2. Papula eritem
3. Makula Eritema
4. Skuama
5. Distribusi : Generalisata
6. Konfigurasi : Miliar

VII.Diagnosis Banding
1. Insect Bite : 1,2,3,4,5,6
2. Scabies : 1,2,3,4,5
3. Prurigo : 1,5,6

11
VIII. Diagnosis Kerja :
Diagnosis Kerja : Insect Bite
Diagnosis Banding :
1. Insect Bite
2. Scabies
3. Prurigo
IX. Initial Plan
a. Ip Terapi :
Non Medikamentosa:
Lesi jangan sering digaruk, jangan digosok dengan minyak dan lainnya,
menjaga hygien pribadi dan lingkungan
Medikamentosa:
Topikal:
- Krim mometason furoat 0,1% dioles 2 x sehari
Oral:
- Loratadin 10 mg 1 x 1 tab
c. Ip Monitoring :
- Monitoring keadaan umum pasien dan tanda vital
- Monitoring perbaikan tanda dan gejala pasien
g. Ip Edukasi :
- Minum obat secara teratur
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit pasien mulai dari
penyebabnya, faktor risiko, pencegahan dan prognosis.
- Menerangkan pentingnya menjaga higenitas diri dan lingkungan tempat
tinggal.
- Memakai baju berlengan panjang dan celana panjang
- Membasmi sarang nyamuk dengan secara rutin menguras bak mandi dan
menutup bak mandi
X. Prognosis
a. Ad vitam : Ad bonam c. Ad fungsionam : Ad Bonam
b. Ad sanam : Ad bonam d. Ad Cosmeticam : Ad Bonam

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Insect bite ( gigitan serangga) adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau allergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang.2
Insect bite reaction (reaksi gigitan serangga) adalah reaksi yang disebabkan
oleh gigitan yang biasanya berasal dari bagian mulut serangga dan terjadi saat
serangga berusaha untuk mempertahankan diri atau saat serangga tersebut
mencari makanannya.1
3.2 Epimediologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama diseluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi di
sekitar kita. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Bayi dan anak-anak lebih
rentan terkena gigitan serangga dibandingkan orang dewasa. Salah satu faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini adalah lingkungan sekitar seperti
tempat mencari mata pencaharian yaitu perkebunan, persawahan dan lain-lain.1
3.3 Etiologi
Insect bite reaction disebabkan oleh artropoda kelas insekta. Insekta
memiliki tahap dewasa dengan karakter eksoskeleton yang keras, 3 pasang
kaki, dan tubuh bersegmen dimana kepala, toraks, dan abdomennya menyatu.
Insekta merupakan golongan hewan yang memiliki jenis paling banyak dan
paling beragam. Oleh karena itu, kontak antara manusia dan serangga sulit
dihindari. Paparan terhadap gigitan atau sengatan serangga dan sejenisnya
dapat berakibat ringan atau hampir tidak disadari ataupun dapat mengancam
nyawa.2
Secara sederhana gigitan dan sengatan serangga dibagi menjadi 2 grup
yaitu Venomous (beracun) dan non-venomous (tidak beracun). Serangga yang
beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau

13
lebah. Ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara
menyuntikkan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan
serangga yang tidak beracun menggigit atau menembus kulit dan masuk
menghisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.1
Ada 30 lebih jenis serangga tetapi hanya beberapa saja yang bisa
menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelasa arthopoda yang
melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
1. Kelas Arachnida
a. Acarina
b. Araniae (Laba-laba)
c. Scorpionidae (Kalajengking)
2. Kelas Chilopoda (Lipan) dan Diplopoda (Luing)
3. Kelas Insekta
a. Anoplura (Pthyreus pubis, Pediculus humanus, Capitis et corporis)
b. Coleoptera (Kumbang)
c. Dipthera (Nyamuk dan Lalat)
d. Hemiptera (Kutu busuk)
e. Hymenoptera (Semut, Lebah dan Tawon)
f. Lepidoptera (Kupu-kupu)
3.4 Patogenesis
Gigitan atau serangan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigian atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon
oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang
kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan
histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan
oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau
sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi
yang timbul dapat dibagi dalam dua kelompok : reaksi imediate dan reaksi
delayed.1,2
Reaksi imediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang

14
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih
luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan
neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya
reaksi neutrofilk. Enzim hyluronidase yang juga ada pada racun serangga
akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran racun
tersebut.3
3.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Kebanyakan pasien sadar dengan adanya gigitan serangga ketika terjadi
reaksi atau tepat setelah gigitan, namun paparannya sering tidak diketahui
kecuali terjadi reaksi yang berat atau berakibat sistemik. Pasien yang
memiliki sejarah tidak memiliki rumah atau pernah tinggal di tempat
penampungan mungkin mengalami paparan terhadap organisme, seperti
serangga kasur. Pasien dengan penyakit mental juga memungkinkan
adanya riwayat paparan dengan parasit serangga. Paparan dengan binatang
liar maupun binatang peliharaan juga dapat menyebabkan paparan
terhadap gigitan serangga.3
b. Gejala Klinis
Pada reaksi lokal, pasien mungkin akan mengeluh tidak nyaman, gatal,
nyeri sedang maupun berat, eritema, panas, dan edema pada jaringan
sekitar gigitan. Pada reaksi lokal berat, keluhan terdiri dari eritema yang
luas, urtikaria, dan edema pruritis. Reaksi lokal yang berat dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sistemik serius pada paparan
berikutnya.1

15
Gambar : Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti
papula di lokasi gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya
berdiameter <1 cm serta memiliki vesikel di atasnya, Bila tergoreskan
mengakibatkan erosi maupun krusta.

Gambar : pada bagian tengah lesi tampak ekskoriasi dikelilingi daerah yang
edem dan eritem.
Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya
gejala lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan.
Gejala dapat bervariasi dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya
termasuk ruam yang luas, urtikaria, pruritus, dan angioedema. Gejala ini
dapat berkembang dan pasien dapat mengalami ansietas, disorientasi,
kelemahan, gangguan gastrointestinal, kram perut pada wanita,
inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau

16
batuk. Seiring berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami kegagalan
napas dan kolaps kardiovaskuler.1
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang dibutuhkan. Pemeriksaan laboratorium
yang sesuai harus dilakukan apabila pasien mengalami reaksi yang berat
dan membutuhkan penanganan di rumah sakit atau dicurigai mengalami
kegagalan organ akhir atau membutuhkan evaluasi akibat infeksi sekunder,
seperti sellulitis.
Pemeriksaan mikroskopis dari apusan kulit dapat bermanfaat pada
diagnosis scabies atau kutu, namun tidak berguna pada kebanyakan gigitan
serangga.
Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam menentukan infeksi
yang diakibatkan oleh vektor serangga, namun jarang tersedia dan
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya.3
3.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding insect bite reaction didasarkan oleh reaksi pada tempat
gigitan (papula eritema, vesikel), organisme yang menggigit serta nekrosis
kutaneus yang menyebabkan timbulnya lesi yang berbeda:
a. Scabies
Scabies adalah infeksi parasit yang umumnya terjadi di dunia.
Arthropoda Sarcoptes scabiei var hominis menyebabkan pruritus
berat dan merupakan penyakit kulit yang sangat menular, dapat
menyerang pria dan wanita dari semua tingkat status social ekonomi
dan etnik. Gejala dan tanda biasanya berkembang perlahan sekitar 2-3
minggu sebelum pasien mencari penanganan medis untuk
mengatasinya. Scabies muncul dalam bentuk cluster, pada individu
terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul. Diagnose scabies dapat
dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota keluarga yang
mengalaminya. Pruritus nocturnal merupakan keluhan utama yang
khas pada scabies. Lesi primer scabies berbentuk liang, papul, nodul,
biasanya pustul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari,

17
area fleksor pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus,
area genital dan gluteal, serta kaki. Lesi sekunder berbentuk urtikaria,
impetigo, dan plak eksematous.4,5

Gambar: Predileksi scabies

18
b. Prurigo
Merupakan reaksi kulit yang bersifat residif dengan efloresensi
beranekaragam. Diduga ada pengaruh dari luar seperti gigitan
serangga, sinar matahari, udara dingin, dan pengaruh dari dalam tubuh
seperti infeksi kronik. Wanita lebih banyak dari pria. Biasanya
dicetuskan oleh infeksi kronik dan keganasan, kekurangan makan
protein dan kalori. Dari anamnesis didahului oleh gigitan serangga
(nyamuk,semut), selanjutnya timbul urtikaria papular. Kemudian
timbul rasa gatal, dan karena digaruk timbul bintik-bintik. Gatal
bersifat kronik, akibatnya kulit menjadi hitam dan menebal. Penderita
mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah dirangsang.3

Gambar: A. Predileksi. B. papula-papula pada daerah ekstensor


ekstremitas.
3.7 Penatalaksanaan
a. Perawatan Pra Rumah Sakit
Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan
memberikan kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air
untuk meminimalisasi kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas,
kompres es dapat meminimalisasi pembengkakan. Pemberian kompres es
tidak boleh dilakukan lebih dari 15 menit dan harus diberikan dengan
pembatas baju antara es dan kulit untuk mencegah luka langsung akibat
suhu dingin pada kulit. Epinefrin merupakan kunci utama untuk penanganan

19
pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin sistemik dan
kortikosteroid, bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi sistemik.1
b. Medikamentosa
1. Topikal : Jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat
3%, atau kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-2%. Jika
reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan torniket
proksimal dari tempat gigitan dan diberi obat sistemik.
2. Sistemik : Injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau
difenhidramin 50mg. Adrenalin 1% 0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid
sistemik diberikan pada penderita yang tak tertolong dengan antihistamin
atau adrenalin.
c. Perawatan Unit Gawat Darurat (keadaan berat)
Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani
anafilaksis berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan
anafilaksis emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan
injeksi awal intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan
1:1000. Dapat diulang setiap 10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena
epinefrin (1:10.000) juga dapat dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu
didapatkan respon positif, bolus tadi dapat dilanjutkan dengan infus
dicampur epinefrin yang kontinu dan termonitor. Eritema yang tidak
diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin sulit dibedakan dengan
sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan antibiotik
profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan.1
3.8 Prognosis
Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang
terlibat dan seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai
jenis analgetik, antibiotik, dan pemberian oral antihistamin cukup membantu,
begitupun dengan kortikosteroid oral maupun topikal. Pemberian insektisida,
mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas lingkungan juga perlu
diperhatikan. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan medis
darurat yang tepat memberikan prognosis baik.3

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Moffitt, John E. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern
Medical Journal, November 2003.

2. Insect Bites and Infestations. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill.

3. Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1.
Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003.

4. McCroskey, Amy L. MD. Scabies. [Posted : 6 October 2010] Taken from :


http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall
[Downloaded : 28 Juni 2012]

5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. P. 1718-27

21

Anda mungkin juga menyukai