Oleh:
Ima Maili Shofiyani
212.121.0061
Pembimbing Lapangan :
dr. Titis Ari Respatilatsih
Pembimbing:
dr. Farida Rusnianah, M.Kes. (MARS), Dipl.DK.
Sri Herlina, S.KM, M.PH
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, wr.wb.
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Pioderma” tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Public
Health dan untuk menambah wawasan penulis tentang penatalaksanaan Pioderma.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Kritik dan saran untuk penyempurnaan semoga telaah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamualaikum wr.wb
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
3
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : An R
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Panggungrejo
Suku : Jawa
Pendidikan :-
Tanggal periksa : 21 Maret 2019
Jam datang : 09.00 WIB
2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Gatal pada kedua kaki
RPS: Pasien datang ke poli umum Puskesmas Gondanglegi pada tanggal 21
Maret 2019 dengan keluhan gatal-gatal pada kedua kaki sejak ± 1 minggu
yang lalu. Awalnya muncul seperti plentingan kecil kemudian lama
kelamaan membesar dan berisi nanah. Gatal terasa terus-menerus, terutama
saat malam. Menurut ibunya, pasien sering menggaruk kakinya sehingga
terdapat luka lecet akibat garukan. Selain lecet juga timbul koreng pada
bagian yang digaruk, bila koreng dikelupas mengeluarkan darah.
RPD:
Riwayat penyakit serupa: disangkal
Riwayat HT: disangkal
Riwayat DM: disangkal
RPK
Riwayat penyakit serupa: disangkal
Riwayat HT: disangkal
Riwayat DM: disangkal
R. pengobatan:
Pernah diobati dengan salep acyclovir yang di dapat dari apotek
namun keluhan tidak membaik
R. alergi: disangkal
4
5
5
6
An. R merasa gelisah dan tidak nyaman karena rasa gatal yang
mengganggu sehingga sulit tidur dan sulit bermain.
3. Diagnosis dari segi sosial dan ekonomi :
Aspek sosial dan ekonomi keluarga An. R dalam kondisi menengah
kebawah. An. R sebagai anak satu-satunya dari ayah dan ibunya yang
masing-masing berprofesi sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga.
Pasien dan keluarga menggunakan BPJS.
2.9 Penatalaksanaan Holistik
1. Holistik
o Aspek personal: memberikan KIE mengenai keluhannya, seperti
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, kaitan kegiatan pasien dengan
keluhan pasien, upaya preventif dan kuratif.
o Aspek klinis : memberikan terapi berupa obat oral dan salep.
Pasien dianjurkan kontrol jika obat habis atau jika keluhan tidak
berkurang, serta mengkonsumsi obat rutin dan teratur.
o Aspek resiko internal : KIE agar istirahat yang cukup agar makan
makanan dengan gizi cukup.
o Aspek resiko eksternal: KIE mengenai higiene sanitasi lingkungan
rumah dan anggota keluarga yang lainnya.
2. Komprehensif
o Promotif : penjelasan atau KIE mengenai diagnosis pioderma,
komunikasi hal-hal yang terkait dengan penyakit tersebut
o Preventif: tata cara untuk mencegah terjadinya penularan seperti
tata cara untuk menjaga higiene sanitasi diri dan lingkungan rumah
seperti selalu membersihkan rumah, menutup makanan, cuci
tangan yang baik setiap kali akan makan.
o Kuratif: antihistamin, antibiotik, salep antibiotik, istirahat, diet
yang cukup.
o Rehabilitatif: istirahat yang cukup
3. Integratif : bekerjasama dengan keluarga pasien dalam menjaga sanitasi
dan higienitas diri dan lingkungan rumah, bekerjasama dengan tenaga
kesehatan lain untuk mengadakan penyuluhan mengenai pioderma.
6
7
7
8
BAB III
PEMBAHASAN ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA
8
9
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu √
9
10
bersama-sama
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu √
bersama-sama
10
11
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu √
bersama-sama
B. Genogram
Keterangan
= Laki –laki = Pioderma
= Perempuan = Tinggal serumah
11
12
Tn.S
Ny.S
An.R An.M
Keterangan:
: hubungan baik
: hubungan kurang baik
Kesimpulan : Hubungan antara An. R dengan keluarganya cukup baik. Dalam
keluarga ini jarang terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
3.2 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
3.2.1. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
a. Pengetahuan
Keluarga ini pengetahuan tentang kesehatan kurang.
b. Sikap
Keluarga ini peduli terhadap kesehatan pasien maupun anggota
keluarga yang lain. Hal ini dapat dilihat dari sikap aggota keluaraga
lain yang selalu merawat anggota keluarga ketika salah satu sakit.
c. Tindakan
Apabila terdapat anggota keluarga yang sakit, mereka segera datang
ke Puskesmas Gondanglegi.
2. Faktor Non Perilaku Keluarga
a. Lingkungan
Lingkungan rumah jarang penduduk dan berada di pinggir jalan kecil
sehingga udara masih cukup bersih. Rumah yang cukup ventilasi
namun relative kurang bersih.
b. Pelayanan kesehatan
Puskesmas setempat cukup dekat dengan rumah An.R.
12
13
c. Keturunan
Penyakit yang diderita An.R merupakan penyakit yang diturunkan.
Pengetahuan:
Tingkat pengetahuan An.R
kurang mengenai kesehatan & Lingkungan:
penyakit yang dialaminya Lingkungan sekitar rumah cukup baik
dan ventilasi cukup.
Sikap:
Sikap:
Cukup perhatian
Cukup perhatian
keluarga terhadap Keturunan:
keluarga Keluarga Ny.P
Keluarga An.R Tidak ada faktor
penyakit penderita
terhadap keturunan
penyakit
penderita
Tindakan: Pelayanan Kesehatan:
Pelayanan Kesehatan:
segera datang ke Letak puskesmas cukup dekat
puskesmas apabila
Jika Ny. W sakit,
dengan rumah a,.An.R
merasa tidak enak orangtuanya
badan. membawanya berobat
ke perawat terdekat
Keterangan :
: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
13
14
tidur. Dinding rumah berupa tembok bata yang sudah dicat di bagian
depan dan tembok bata tanpa di cat di bagian belakang. Perabotan
lengkap. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan LPG. Sumber air
untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air sumur. Secara keseluruhan
kebersihan rumah kurang terjaga.
2. Denah Rumah
KM Dapur &
Kamar R.makan
Kamar
R. Tamu Kamar
14
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Pioderma merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus, Streptococcus atau keduanya, dapat juga disebabkan oleh bakteri
Gram-negatif seperti Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgari, Proteus mirabilis,
Escherichia coli dan Klebsiella.3
4.2 Etiologi
Penyebab utama dari infeksi ini adalah bakteri Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoliticus, sedangkan staphylococcus epidemis merupakan
penghuni normal di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.3
4.3 Epidemiologi
Prevalensi pioderma dibeberapa negara lain, seperti di Brazil, Ethiopia,
Taiwan, dan lain-lain adalah 0,2-35 %. Sedangkan prevalensi pioderma di
Indonesia adalah 1,4 % pada dewasa dan 0,2 % pada anak.
4.4 Faktor Predisposisi3
15
16
4.5 Patofisiologi
Banyak hal yang mempengaruhi seseorang sampai terjadinya pioderma
antara lain faktor host, agent, dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan diatas
dimana adanya ketidakseimbangan antara ketiga faktor tersebut. Staphylococcus
mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan
substansi penting di dalam struktur dinding sel Peptidoglikan, suatu polimer
polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan
eksoskeleton kaku pada dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat
atau lisozim. Hal ini merupakan penting dalam potogenitas infeksi: zat ini
menyebabkan monosit membuat interleukin-1 (pirogen endogen) dan antibodi
opsonik, dan zat ini juga menjadi zat kimia penarik (kemotraktan) untuk leukosit
polimorfonuklear, mempunyai aktifitas mirip endotoksin, mengaktifkan
komplement.
Patologi prototipe lesi staphylococcus adalah furunkel atau abses setempat
lainnya. Kelompok-kelompok S. aureus yang tinggal dalam folikel rambut
16
17
4.6 Klasifikasi 3
4.6.1 Pioderma Primer
17
18
18
19
19
20
20
21
c. Impetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada
neonates.Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya likasinya
menyeluruh, dapat disertai demam.
21
22
4.7.2 Folikulitis
- Definisi :keradangan yang dimulai dari folikel rambut.
- Etiologi :Biasanya Staphylococcus aureus.
- Epidemiologi: Folikulitis dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering di
jumpai pada anak – anak dan folikulitis juga tidak di pengaruhi oleh jenis
kelamin. Jadi pria dan wanita memiliki angka resiko yang sama untuk terkena
folikulitis, dan folkulitis lebih sering timbul pada daerah panas atau beriklim
tropis.
- Patogenesis: Setiap rambut tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu
kantung kecil di bawah kulit. Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel
juga terdapat pada seluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki
dan membrane mukosa bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak
ataupun pelumas dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat
saluran folikel rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau
gesekan pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal
ini merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Kebersihan yang kurang
dan higiene yang buruk menjadi faktor pemicu dari timbulnya folikulitis,
sedangkan keadaan lelah, kurang gizi dan Diabetes melitus merupan faktor
yang mempercepat atau memperberat folikulitis ini.
- Klasifikasi:
a. Folikulitis superfisialis: terdapat di dalam epidermis.
- Sinonim : Impetigo Bockhar
- Gejala klinis :Berukuran kecil, mudah pecah, pustule berbentuk
kubah, terdapat di kulit kepala dan biasanya multiple pada anak-anak
dan pada orang dewasa di temukan pada daerah dagu, axila,
extremitas atau tungkai bawah, dan daerah bokong.
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
4.7.4 Ektima
- Definisi :Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan
infeksi Streptococcus,
- Etiologi:Disebabkan infeksi Streptococcus, biasanya Streptococcus B
hemolyticus
- Epidemiologi:Sering terjadi pada traveler (orang yang bepergian) terjdi pada
anak-anak, dewasa muda, dan orang tua dengan sanitasi dan higienis yang
buruk serta terdapat gangguan imunokompromise. Tidak ada perbedaan ras
dan jenis kelamin terhadap angka insdensi tersebut.
- Patogenesa:Patogen utama streptokokus pada manusia merupakan bagian
grup A streptokokus (GAS), terutama Streptokokus pyogenes. Bakteri ini
terbagi menjadi beberapa divisi tergantung antigen protein permukaan M dan
T. Protein M melindungi organisme melawan fagosit, mengakibatkan
adherensi pada jaringan epitel yang berbeda dan berkontribusi pada terjadinya
virulensi. Antigen protein T juga berada pada permukaan dan gen untuk
protein T telah diinvestigasi, khususnya dalam kejadian tiba-tiba (outbreaks)
di mana protein M tidak terindentifikasi. C5a peptidase, sebuah enzim
proteolitik pada permukaan grup A streptokokus, menghambat dalam
pengenalan sel-sel fagosit terhadap lokasi infeksi, dan selanjutnya memainkan
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
- Gejala Klinis:
Tampak lesi yang kemerahan, bengkak, dan lembut dengan batas yang tidak
jelas, piting edema tampak jelas, kadang kulit dapat tampak pucat karena
bengkak. Ketika mulai terjadi nekrosis, jarang tampak di permukaan, yang
menjadi tanda umum adalah abses dan ulkus yang baru terbentuk.
- Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan histopatologi tidak banyak
membantu, hanya menunjukkan edema dan neutrophil. Pada banyak kasus,
kultur kuman dapat dilakukan dengan mengaspirasi dari lesinya
Tabel 4.2: Perbedaan selulitis dan abses:
33
34
Apabila pasien alergi terhadap penicillin atau suspect MRSA dapat diberikan
vancomycin intra vena atau doxycycline 200 mg per oral pada hari pertamaa
lalu dilanjutkan dengan 100 mg per oral.
3.7.8 Flegmon
- Definisi: Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis
hanya saja ditambah dengan insisi
34
35
35
36
Pada anak, faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun contohnya:
malnutrisi, morbili, banyak keringat karena sering bersamaan dengan timbulnya
miliaria. Pada gambaran klinis didapatkan berupa nodus eritematosa, multiple, tak
nyeri, berbentuk kubah, dan lama memecah. Lokasinya terdapat di tempat yang
menjadi sumber keringat.
- Diagnosis Banding: Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri dan
berbentuk seperti krucut dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat
pecah.
- Pengobatan: Dapat diberikan pengobatan antibiotik yang sistemi dan topikal.
Perlu diperhatikan faktor predisposisi.
4.7.11 Hidradenitis
- Definisi: Hidraadenitis merupakan infeksi kelenjar apokrin, yang biasanya
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
- Etiologi: Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Staphylococcus aureus
- Epidemilogi: Infeksi hidraadenitis terjadi pada sesudah akil balik (masa
pubertas) sampai dewasa muda
- Gejala Klinis :
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia sesudah akil
balik samapai dewasa muda. Sering diketahui oleh trauma atau mikrotrauma,
36
37
37
38
Antibodi maternal dapat ditransfer kepada infant melalui ASI tetapi SSSS
masih dapat terjadi karena inadekuat imunitas dan imatur ginjal.
- Patogenesis :Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung,
tenggorok, dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik
(epidermolin, eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh sampai pada
epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan
kuman penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan
eksofoliatin, pada bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga
penyakit ini terjadi pada golongan usia tersebut
- Gejala Klinis :
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian
atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak
pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24
jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda
nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai
38
39
39
40
40
41
41
42
4.10 Komplikasi
Komplikasi pioderma yaitu bisa menyebar ke bagian tubuh yang laindan
Septikemia (bakteri dalam peredaran darah).
4.11 Pencegahan
- Jagalah kebersihan dengan mandi tiap hari
- Jangan menggaruk apabila kulit terasa gatal
- Apabila kulit cedera, teriris atau luka, oleskan cairan antibiotika
42
43
BAB V
PENUTUP
43
44
permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 %
yang dilarutkan 10 kali
44
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Seven Edition. Mc Graw
Hill; 2008.
2. Stevens,L, Alan L, Hery f, Practice Guidelines for the Diagnosis and
Management of Skin Soft-Tisue Infection. Oxfordjournal.org 2005 . 1376-
1379.
3. Djuanda A. Pioderma. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2010. h.29-35
4. Martodihardjo. Sunarko dkk, 2005. Impitigo dan Furunkel/Karbunkel.
Dalam Pedoman Diagnosa dan Terapi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press, hal 94-97
5. Mansjoer A, Suprohaita dkk, 2000. Pioderma. Kapikta Selekta Kedokteran
Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 76-
85
6. Murtiastutik D, Ervianti E dkk, 2009. Impetigo,
Folikulitis/Furunkel/Karbunkel, Erisipelas. Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi kedua. Surabaya: Fakultas Airlangga/RSUD dr. Soetomo, hal 27-38
45
46
LAMPIRAN
46
47
47
48
48