DOKTER PEMBIMBING :
PENYUSUN :
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut dapat
berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi
menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien immunocompromised
dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi
terpenting pada diare akut adalah rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan
larutan yang mengandung air, garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya
diperlukan pada keadaan khusus.1,2
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. R
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswi
RPS: pasien datang dengan keluhan mencret sejak 3 hari SMRS. Dalam 1 hari, BAB
mencret >5x , berisi cairan saja, berwarna kuning kecoklatan kira-kira <1/4 gelas aqua
tiap kali BAB, ada ampas, tidak berbau busuk, tidak ada darah maupun lendir. Perut
terasa mulas di perut bagian tengah tiap kali pasien ingin BAB. Keluhan disertai
dengan demam. Demam turun bila diberi obat penurun demam.
2 hari SMRS pasien juga mengeluh adanya muntah 4x dalam sehari yang berisi air
saja kira-kira <1/4 gelas aqua tiap kali muntah, sakit kepala dibagian pelipis kanan
dan kiri, dan badan yang terasa lemas. Asupan minuman baik namun BAK dirasa
berkurang dari biasanya.
3
Adanya rasa haus terus menerus dan batuk-pilek disangkal. Pasien mengaku akhir-
akhir ini ia kerap kali makan di warung nasi pinggiran, riwayat bepergian ke luar kota,
penggunanaan antibiotik lama, alergi produk susu dan kafein disangkal.
Untuk keluhannya pasien sudah memeriksakan diri ke bidan dan diberi obat
paracetamol, dan obat tablet berwarna keunguan yang diminum 1x1 namun keluhan
tidak membaik.
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, habitus : athtletikus
2. Tanda Vital
TD : 150/80 mmHg
Suhu : 36,40 C
Respirasi : 24 x/menit
3. Status Gizi
Tinggi badan : 145 cm
Berat badan : 50 kg
Hidung
Tidak tampak pernapasan cuping, sekret (-), epistaksis (-).
Mulut
4
Mukosa bibir agak kering. bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-).
6. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
7. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-),
8. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan abdominothoracal, retraksi sela iga (-), BPH
ICS IV peranjakan 2 cm
Cor :
ictus cordis tidak tampak, teraba kuat angkat di ICS IV, 2 cm medial dari linea
midclav sinistra
batas kiri jantung pada ICS IV 2 cm lateral dari linea midclav sinistra.
Pulmo :
pengembangan dada kanan sama dengan kiri, fremitus raba kiri sama dengan
kanan, perkusi sonor di semua lapang paru, suara dasar vesikuler, suara tambahan
(ronchi -/-), wheezing -/-), Vokal resonan kiri sama dengan kanan,
9. Abdomen
Tampak datar, supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak membesar. Ginjal
: Balotemen (-/-), Nyeri ketok CVA (-/-), timpani, RT tidak terisi, Shifting dullnes
(-), BU (+) meningkat
10. Ektremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)
5
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Pemeriksaan Laboratorium: DR, GDS
D. DIAGNOSA KERJA
-Gastroenteritis Dehidrasi Ringan- dd/ bacterial gastroenteritis,
E. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Tidak puasa
2. Medikamentosa
Attapulgite 2 tablet tiap BAB cair ( maksimal 12 tab/24 jam )
Oralit sachet tiap kali muntah atau BAB cair (sebanyaknya, minimal 200cc )
Ondancentron 2x8 mg
Paracetamol 3x500 mg
F. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
7
2.2 Etiologi3
2.3 Epidemiologi3
8
(incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens
diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan
angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data
riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di
Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di
69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).
Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,64 %)
dengan penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat
baik di rumah maupun di sarana kesehatan.
9
4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah
sakit.
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut: 1)
Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan dan
elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di
enterosit, 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas
usus, 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus
disebut diare infeksi.
Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini
antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli,
reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat dll).
Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier
dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di enterosit
dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
10
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus,
pasca vagotomi, hipertiroid.
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella)
atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.
Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio
cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu
membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation
natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa
natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion bikarbonat, air,
natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi ion natrium
diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida. Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding
sel usus.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
11
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut,
terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna yaitu
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus.
Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri atas:
Diare karena bakteri non invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak
mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens, V.
Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosine 3’,5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium.
12
Tabel 3. Perbedaan diare inflamasi dengan non inflamasi
Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik
atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Pasien yang
13
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah
kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
14
Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan
mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu timbulnya
gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat mengarahkan
penyebab infeksi, seperti berikut ini:
1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau kontaminasi
bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic E. coli,
Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Giardia,
Cyclospora, atau Cryptosporidium.
Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar :5
Shigella. Shigella merupakan penyebab klasik diare inflamasi atau disentri dan
penyebab ke-2 tersering penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne
15
disease) di Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi problem utama di
pusat perawatan harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp merupakan penyebab
tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 27,3%. Dari
keseluruhan Shigella spp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri; 15,0% adalah S.
sonnei; dan 2,2% merupakan S. dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10 kuman untuk
menginisiasi timbulnya penyakit ini dan penyebaran dari orang ke orang amat mudah
terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang teringan. Paling sering terjadi di negara-negara
industri. Infeksi S. flexneri akan menimbulkan gejala disentri dan diare persisten.
Paling sering terjadi di negara-negara berkembang. S. dysenteriae tipe 1 (Sd1)
menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat menimbulkan epidemi diare berdarah
(bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika
Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan komplikasi hemolytic-uremic syndrome
(HUS) dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
16
disertai demam. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menimbulkan bloody
diarrhea, dan Enteroaggregative E. coli (EAggEC) dapat menimbulkan diare persisten
pada pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV).
Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan
Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-anak.
17
Diare pada pasien immunocompromise. Individu dengan penyakit
immunocompromise, seperti limfoma, transplantasi sumsum tulang, atau infeksi HIV
berisiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi yang disebabkan oleh patogen usus
dibandingkan individu sehat. Diare dilaporkan terjadi pada 60% dari pasien dengan
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di negara-negara industri dan 95%
pasien AIDS di negara-negara berkembang. Patogen yang paling sering dijumpai
adalah Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora, Microsporidium,
Salmonella enteritidis, Campylobacter, Shigella spp, Mycobacterium avium complex,
Cytomegalovirus, Herpes simplex, dan Adenovirus. Prevalensi diare akibat berbagai
patogen tersebut pada pasien AIDS dilaporkan terus menurun dengan semakin luasnya
pemberian terapi antiretroviral, walaupun diare masih sering dijumpai pada kelompok
pasien tersebut.
18
juga menjadi penyebab dari 20% diare tanpa kolitis akibat pemakaian antibiotik.
Kolitis pseudomembranosa berkisar dari diare ringan-sedang hingga kolitis berat.
Sebenarnya semua antibiotik telah dihubungkan dengan infeksi C. difficile, akan
tetapi penyebab tersering adalah golongan penisilin berspektrum luas, cephalosporin,
dan clindamycin. Sebagian besar pasien mengalami gejala selagi masih memakai
antibiotik, tetapi diare dapat juga baru timbul 1-3 minggu sesudah antibiotik
dihentikan. Infeksi C. difficile juga dapat timbul pada pasien-pasien yang mendapat
kemoterapi.
Tabel 3. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
19
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan
urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya
menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata,
serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi volume
ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi
postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan
lembab. Pemeriksaan abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus
diare. Kualitas bising usus dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan dapat
membantu klinisi dalam menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga perlu
dicari karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh patogen enterik invasif.
Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang berlangsung
selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses lengkap
20
dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi amebiasis serta x-
ray abdomen.
2.8 Penatalaksanaan1
21
Dalam penanganan diare terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan,
diantaranya: pencegahan, rehidrasi, diet, obat antidiare dan antibiotika.
2.8.1 Rehidrasi1
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO dapat
menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit dengan
osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah, BAB yang
cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara intravena
dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga direkomendasikan
sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera. Dalam memberikan
URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi pasien. Prinsip dalam
menentukan jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah cairan yang keluar dari
tubuh. Terdapat beberapa macam perhitungan kehilangan cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :
22
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau 2
koma
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2
Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian URO
secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi terbagi
atas:1
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan cairan
selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor
Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan IWL.
2.8.2 Diet1
23
disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus
dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang dapat
digunakan diantaranya:
24
penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan diare
akibat pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada
tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun pejamu.
Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai probiotik, yakni
Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus
GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Streptococcus thermophilus,
Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardi. Yang umum digunakan adalah
kelompok laktobasilus dan bifidobakteria. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui dosis yang tepat, jangka waktu pemberian serta bentuk sediaan
yang ideal agar probiotik yang diberikan dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.
2.8.4 Antibiotika1
Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited disease
karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak dianjurkan
pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses berdarah/mucoid, terdapat darah
samar atauleukosit pada feses), diare turis (traveler’s diarrhea) atau imunosupresif.
Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini
baik terhadap bakteri pathogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella,
Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu
kotrimoksazol (trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin 250-
500 mg 4 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis, tetracyclin
(doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis dapat
digunakan tetraciclin atau metronidazole.
Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon (misal
siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang memberikan
perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetropim-
sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang harus diobati adalah
Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, traveler’s diarrhea, dan infeksi karena
penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks). Pathogen yang
mungkin di obati termasuk Vibro non kolera, Yersinia, dan Camphylobacter, dan bila
gejala lebih lama pada infeksi aeromonas, Plesiomonas dan E coli enteropathologenic.
25
Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile yaitu metonidazol oral 25-500 mg
4 x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin merupakan obat alternative, tetapi bila
diberikan secara parenteral. Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak
dapat mentoleransi pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber: PAPDI
26
DAFTAR PUSTAKA
27