Anda di halaman 1dari 25

Penatalaksanaan Kasus

Gigitan Hewan
Tersangka/Rabies
dr. Reza Mahendra

STATUS PASIEN
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. S
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Pulau Kayu Aro
Pekerjaan : Buruh

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Digigit anjing di paha kiri sejak 30 menit sebelum
masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Setengah jam sebelum masuk rumah sakit pasien
digigit anjing di paha sebelah kiri. Pasien sedang
bekerja di kebun, tiba-tiba datang anjing liar dan
langsung menggigit paha pasien. Pasien tidak melihat
detail ciri-ciri anjing yang menggit pasien. Setelah
menggigit anjing tersebut lalu langsung kabur dan
tidak diketahui nasibnya. Pasien segera dibawa ke
rumah sakit oleh teman kerjanya. Gejala demam,
kejang, sakit kepala, mual & muntah pada pasien
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat serupa sebelumnya tidak
ada
Pasien belum pernah mendapatkan
VAR (Vaksin Anti Rabies) sebelumnya

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis (GCS E4M6V5)
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Nadi: 90 kali/menit, teratur, isi cukup
Frekuensi nafas: 24 kali/menit,
abdominotorakal, dalam, teratur
Suhu: 36,5oC

Status generalis
Kepala: normocefali, tidak ada deformitas
Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/THT: Cairan dari telinga tidak ada, sekret dari hidung tidak ada
Mulut: Bibir dan mukosa lembab
Leher: KGB tidak teraba
Paru: .Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 s, edema tidak ada

Status Lokalis:
Pada regio paha bagian kiri terdapat vulnus morsum berjumlah
dua, masing masing berukuran 2 x cm dan 2x cm.
Perdarahan (+), eritema (+), edema (+), nyeri (+), pus (-).

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperiksa

Diagnosis Kerja
Vulnus Morsum regio femur sinistra ec gigitan
anjing

Tatalaksana
wound toilet
ATS 1 Ampul
Asam Mefenamat 3x500 mg
Amoksisilin 3x500 mg
Injeksi verorab 0,5 ml

Definisi
Rabies merupakan salah satu penyakit
zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan
dari hewan ke manusia, di mana agen
infektifnya berupa virus rabies yang
menginfeksi susunan saraf pusat. Rabies
yang menginfeksi kucing, anjing, atau
kera dapat menular ke manusia melalui
kontak dengan kelenjar saliva (air liur)
hewan yang terinfeksi.

Kejadian
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus
gigitan hewan penular rabies meningkat pesat dua tahun
belakangan ini. Pada tahun 2008, terdapat 20.926 kasus dan
104 orang meninggal karena rabies. Pada tahun 2009,
jumlah gigitan naik menjadi 42.106 kasus dengan jumlah
yang meninggal 137 orang. Tahun 2010 hingga bulan
Agustus, jumlah korban gigitan 40.180 kasus dengan
kematian 113 orang.
Tahun 2010, terjadi pula kejadian luar biasa rabies di Pulau
Nias dan daerah Maluku Tenggara yang sebelumnya tidak
pernah terdapat rabies.
Sejauh ini, terdapat 24 provinsi yang melaporkan kasus
rabies di daerahnya dan hanya sembilan provinsi bebas dari
rabies, yaitu Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Papua, dan Papua Barat.

Cara penularan
Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan binatang.
Kuman yang terdapat dalam air liur binatang ini akan
masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia.
Binatang yang sering menderita rabies adalah anjing,
kucing, kelelawar dan kera. Selain lewat gigitan, rabies
juga dapat ditularkan melalui mata, hidung, mulut dan
luka yang terkontaminasi oleh air liur binatang yang
terjangkit rabies namun sangat jarang terjadi,
umumnya penularan melalui gigitan.
Sedangkan penularan rabies dari manusia ke manusia
sampai saat ini belum ada bukti maupun penelitian
yang dapat membuktikannya, meskipun ada teori yang
menyatakan bahwa rabies dapat ditularkan dari orang
ke orang namun pada kenyataannya tidak dapat
dibuktikan.

Manifestasi klinis
a. Stadium prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di
tenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium sensoris
Penderita merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan
pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala
cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensoris.
c. Stadium eksitasi
Hal yang sangat khas pada stadium ini adalah munculnya
macam-macam fobia seperti hidrofobia. Pada stadium ini dapat
terjadi apneu,sianosis, konvulsan, dan takikardia. Gejala
eksitasi terus berlangsung sampai penderita meninggal.
d. Stadium paralisis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium
sebelumnya, namun kadang ditemukan pasien yang tidak
menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis otot yang
terjadi secara progresif karena gangguan pada medulla
spinalis.

PATOGENESIS
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan,
maka selama 2-3 minggu virus tetap tinggal
pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian
bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf
posterior
tanpa
menunjukkan
perubahanperubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2
minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya
3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang
harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai
otak.

Sesampainya
di
otak
virus
kemudian
memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron, terutama mempunyai
predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuronneuron sentral, virus kemudian kearah perifer
dalam serabut saraf eferen dan pada saraf
volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus menyerang hampir
tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan
berkembang biak dalam jaringan-jaringannya,
seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

Pencegahan
Jadilah pemelihara hewan yang baik
Menempatkan hewan peliharaan
dalam kandang yang baik dan sesuai
dan senantiasa memperhatikan
kebersihan kandang dan sekitarnya.
Jika anda bepergian ke daerah yang
terjangkit rabies, segeralah ke pusat
pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan vaksinasi rabies.

Penanggulangan
Setiap penderita kasus gigitan oleh hewan
penular rabies harus diduga sebagai tersangka
rabies, tindakan yang harus dilakukan adalah:
Pertolongan pertama terhadap penderita
gigitan:
Luka gigitan dicuci dengan detergen selama 510 menit, keringkan dan diberi yodium tinture
atau alcohol 70%
Penderita di bawah ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Kejadian penggigitan dilaporkan ke petugas
Dinas Kesehatan setempat.

PENGEBALAN SEBELUM DIGIGIT


(PRE EXPOSURE VACCINATION)

Vaksinasi
rabies
pada
manusia
direkomendasikan
kepada
para
pelancong yang tinggal atau bepergian
ke negara endemik rabies.
Selain para pelancong, vaksin rabies juga
direkomendasikan kepada orang-orang
yang aktivitasnya beresiko untuk tertular
rabies, seperti pemburu, penjaga hutan,
pekerja
laboratorium,
pekerja
pemotongan hewan, dan dokter hewan.

Pemberian VAR bertujuan untuk melindungi


seseorang dengan resiko tinggi terhadap kontak
yang tidak diketahui dengan virus rabies,
mengurangi dosis yang diperlukan jika terjadi
kontak dengan virus rabies dan melindungi
seseorang
apabila
terjadi
keterlambatan
pemberian vaksinasi setelah kontak.
WHO
merekomendasikan
VAR
diberikan
sebanyak tiga kali dengan dosis yang penuh 0,5
ml pada hari ke-0, ke-7 dan ke-21 atau ke-28,
secara IM di daerah deltoid pada orang dewasa
dan anterolateral paha pada anak-anak.

Untuk di Indonesia pedoman VAR adalah :


2x vaksinasi dasar dengan dosis 0,5 ml IM
pada hari ke-0 dan ke-28, kemudian VAR
ulangan 1 tahun setelah pemberian
pertama dan ulangan selanjutnya tiap 3
tahun.
Bagi seseorang yang akan menerima VAR
dan kemoprofilaksis malaria, VAR sebaiknya
diberikan terlebih dahulu secara lengkap
sebelum memulai kemoprofilaksis malaria.
Klorokuin akan menghambat pembentukan
respon antibodi pada pemberian VAR.

PEMBERIAN VAKSIN SESUDAH DIGIGIT


(POST EXPOSURE VACCINATION)

Untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang


masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah
mencuci luka gigitan segera dengan air mengalir selama
10-15 menit kemudian diberikan antiseptik.
Pemberian
profilaksis
tetanus
dan
antibiotik
dipertimbangkan pada luka resiko tinggi antara lain: luka
gigitan multipel, luka dalam dan lebar, luka di daerah
muka, kepala, leher, jari tangan/kaki, dan jilatan pada
mukosa.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali
jahitan
situasi. Disekitar luka gigitan yang terpaksa dijahit, perlu
disuntik SAR sebanyak mungkin, sisanya disuntikan
secara IM.

Terhadap luka resiko rendah yang tidak berbahaya


seperti: jilatan pada kulit, luka, garukan atau lecet
(erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan
dan kaki, cukup diberikan VAR saja.
Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan
tersangka/ hewan rabies atau penderita rabies) tetapi
tidak ada luka, terjadi kontak tidak langsung atau tidak
ada kontak maka tidak perlu diberikan VAR atau SAR.
Pedoman VAR setelah digigit adalah 4 kali pemberian
dengan dosis 0,5 ml IM di daerah deltoid (anak-anak di
daerah paha).
Sedangkan pada kasus yang memerlukan SAR,
diberikan bersamaan dengan VAR hari ke-0 dengan
dosis 20 IU/kgBB disuntikkan secara infiltrasi disekitar
luka, sisanya IM.

Bila seorang pasien yang telah divaksinasi


dengan VAR secara komplit dan dalam jangka
waktu 3 bulan setelah divaksinasi digigit lagi
oleh hewan pembawa rabies, maka pasien
tersebut tidak memerlukan VAR.
Bila digigit antara 3 bulan -1 tahun cukup
diberi VAR 1 kali, sedangkan lebih dari 1
tahun dianggap penderita baru.
Bagi yang kontak dengan penderita rabies,
pemberian VAR tidak rutin dikerjakan. VAR
dan SAR diberikan bila terjadi kontak dengan
air liur (saliva) pada kulit yang luka, selaput
lendir dan mukosa.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai