Anda di halaman 1dari 52

PRESENTASI KASUS

C
Oleh :
Chrissanty

Pembimbing :
dr. A. Topik Tarigan, Sp.A
Program Internship Dokter Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah Ende
IDENTITAS
• Nama : An. SS
• Usia : 11 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Nama Ibu : Ny. O
• Alamat : Aesesa
• Agama : Katolik
• Tgl masuk IGD : 4 Desember 2018
ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)

Keluhan utama :
• Kejang sejak 10 jam SMRS

Keluhan tambahan
• Demam sejak 2 hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1 Bulan SMRS 2 Hari SMRS


• Pasien digigit oleh anjing di bagian • Demam (+), air liur lebih banyak dari
tangan. Orang tua tidak mengetahui biasanya, muntah bila minum air dan
anaknya digigit anjing dan ciri anjing sulit untuk makan dan minum
yang menggigit sehingga tidak diberi • Nyeri kepala disangkal
tatalaksana • Pasien tidak diberikan obat apapun
• Anjing langsung dibunuh oleh warga dirumah
setelah menggigit
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

10 Jam SMRS MRS (4/12/2018 – 22.00)


• Pasien kejang 6x di rumah, kejang seluruh tubuh • Pasien datang dengan kondisi gelisah, pasien
kelojotan dan mata mendelik ke atas. Kejang merasa kehausan namun saat diberikan air
muncul bila diberi rangsang sentuhan yang pasien menolak untuk minum. Saat
mengagetkan. Durasi kejang sekitar 5 menit, dipasangkan oksigen pasien menjadi lebih
setelah kejang pasien sadar kembali gelisah, takut cahaya (-)
• Pasien diantar ke Puskesmas Danga lalu dirujuk • Kejang di IGD tidak ada, pasien sulit untuk
dengan diagnosis suspek rabies diajak berkomunikasi
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat penyakit Riwayat alergi obat


Riwayat kejang
dengan gejala yang dan makanan
disangkal
sama disangkal disangkal
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
• Tidak diketahui

Riwayat Keluarga
• Pasien merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara
• Kondisi rumah tidak diketahui

Riwayat Imunisasi
• Riwayat imunisasi pasien tidak diingat oleh keluarga pasien

Riwayat Sosial dan Tumbuh Kembang


• Pasien bersekolah sampai kelas 3 SD, tidak ada gangguan dalam bersosialisasi
di sekolah.
PEMERIKSAAN FISIK (4/12/2018 pk 22.00)
Keadaa •Tampak sakit sedang
Kesa
n •Gelisah, tidak •E4M5V4
umum kooperatif daran
Tanda-
Antop •BB = 25 kg
•TB = 130 cm
•Laju nadi : 130x/menit
•WFH = 25/27 x 100% = 92% Tanda •Laju napas: 28x/menit
ometri •Status gizi baik menurut CDC
Vital
•Suhu : 37,9°C
PEMERIKSAAN FISIK

• Kepala : Normosefali, deformitas (-)


• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), cekung (+/+)
• Telinga : sekret -/-,
• Hidung : sekret -/-, deviasi septum (-),
• Mulut : Mukosa oral basah, lidah tergigit (-), hipersalivasi (+)
• Leher : Pembesaran KGB (–)
PEMERIKSAAN FISIK

• Paru-paru
• Inspeksi : Gerakan napas tampak simetris, retraksi (-)
• Palpasi : Gerakan napas teraba simetris
• Perkusi : Sonor (+/+)
• Auskultasi : Vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-)
• Jantung :
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Abdomen:
• Inspeksi : Tampak datar
• Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Bising usus (+), 6x/menit
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema(-/-/-/-), pada regio
antebrachii sinistra tampak 2 skar luka bekas gigitan ukuran 0,5 x 0,5
cm
• Kulit : Turgor kulit menurun
PEMERIKSAAN FISIK

• Rangsang meningeal : kaku kuduk (+), brudzinski (-), kernig (-)


• Tanda peningkatan TIK : nyeri kepala (-), muntah proyektil (-), bradikardi -
• Nervus I : tidak dilakukan
• Nervus II, III : Pupil isokor, 5mm/5mm, Refleks cahaya langsung (+/+),
Refleks cahaya tidak langsung (+/+).
• Nervus III, IV, VI : Gerakan bola mata sulit dinilai
• Nervus V : Kesan motorik dan sensorik baik
• Nervus VII : Wajah tampak simetris
PEMERIKSAAN FISIK
• Nervus VIII : sulit dinilai
• Nervus IX, X : sulit dinilai
• Nervus XI : sulit dinilai
• Nervus XII : sulit dinilai
• Refleks fisiologis : Biseps ++/++, triseps ++/++, patella ++/++, achilles ++/++
• Refleks patologis : Babinski -/-, Chaddock -/- , Oppenheim -/-, Gordon -/-, Schaeffer
- /-, Hoffman Tromner -/-
• Sensorik dan motorik : gerak aktif, respon terhadap nyeri (+)
• Autonom : dalam batas normal
Diagnosis

•Meningoencephalitis ec
suspek rabies DD/ infeksi Pemeriksaan Penunjang
bakteri • DL
• GDS
•Low intake dengan dehidrasi • Elektrolit  belum sempat
berat dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Jenis Pemeriksaan Nilai normal Hasil
Leukosit 4.4-11 ribu/μL 28 ribu/μL
Neutrofil 40-80% 82
Limfosit 20-40% 12
Eritrosit 4,5-5,5 juta/μL 8,3 juta/μL
Hemoglobin 13 – 17.0 g/dL 16,7 g/dL
Hematokrit 40-50% 52%
MCV 83-101 fl 64 fl
MCH 27-32 pg 20 pg
MCHC 31,5-34,5 g/dl 32 g/dl
Trombosit 150-410 ribu /μL 451 ribu /μL

GDS = 128
Tatalaksana
Tatalaksana awal di IGD Konsul dr. Topik, Sp.A, advis :
• Pro rawat dalam ruang isolasi anak • Fenitoin maintenance 5 mg/kgBB/hari
• IVFD RL rehidrasi 250 cc per jam tiap 12 jam  2 x 62,5 mg IV
selanjutnya 20 tpm makro • SAR 1 ampul  tidak tersedia
• Paracetamol 3 x 250 mg IV • Ceftriaxone 50 mg/kgBB/dosis tiap 12
• Diazepam 7,5 mg IV bila kejang jam  2 x 1.250 mg IV
• Dexamethasone 1 x 25 mg IV bolus
• Ondancetron 2 mg IV
selanjutnya 3 x 4 mg IV selama 3 hari
• KIE keluarga
Follow Up
23.00 00.15
00.20
• S : pasien menjadi • S : ayah pasien
• S : respon RJP -
lebih tenang melaporkan • O : nadi carotis
• O : Kesadaran : CM, bahwa pasien
HR : 104x/menit, tak teraba, napas
tidak bernapas
RR : 24x/menit, spontan -, pupil
dan tidak
suhu 37,5 C, lain- 8/8 mm, reflex
bergerak
lain tidak ada
• O : Kesadaran : cahaya -, reflex
perubahan kornea -, EKG
• A: koma, nadi
asistol
Meningoencephalitis carotis tidak
• A : Pasien
ec susp. Rabies DD/ teraba, napas
Infeksi Bakterial dinyatakan
spontan -
• P : Terapi dilayani, • A : Cardiac arrest meninggal dunia
observasi • P : KIE Keluarga
• P : RJP
TINJAUAN PUSTAKA
C

RABIES
Definisi Rabies yaitu
• Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus
RNA dari genus Lyssavirus, famili
Rhabdoviridae.
• Reservoir utama rabies adalah anjing
domestik. Sebagian besar kasus (98%)
disebabkan oleh gigitan anjing, sedangkan
sisanya oleh hewan lain seperti monyet dan
kucing.
• Infeksi virus akut yang menyerang sistem
saraf pusat manusia dan mamalia.
• Pada pasien yang tidak divaksinasi, kematian
mencapai 100%
• Virus cepat mati dengan zat pelarut
lemak seperti air sabun, detergent
• Virus cepat mati pada pH 3
Epidemiologi
Hewan Penular Rabies
Ciri hewan penular rabies :

• Pada rabies yang tenang, anjing tampak senang


bersembunyi di tempat yang gelap dan dingin, serta
tampak letargi
• Anjing tidak menurut/mengenal pemiliknya
• Mudah terkejut dan berontak bila diprovokasi
• Suka menggigit apa saja tanpa provokasi
• Beringas, menyerang manusia
• Air liur banyak keluar
• Ekor dilengkungkan ke bawah perut
• Kejang-kejang lalu menjadi lumpuh
• Kematian umumnya disebabkan kelumpuhan
pernapasan dalam 7-10 hari setelah gejala prodromal
Penularan
Virus masuk melalui kulit yang
terluka atau melalui mukosa
utuh seperti konjungtiva mata,
mulut, anus, genitalia eksterna,
atau transplantasi kornea

Tingkat infeksi dari kematian


paling tinggi pada gigitan
daerah wajah, menengah pada
gigitan daerah lengan dan
tangan,paling rendah bila gigitan
ditungkai dan kaki
Patogenesis
Periode Neurologik
Periode inkubasi Prodromal Akut Koma
Asimptomatis Panas, mual, muntah, Hydrophobia, aerophobia, Koma, henti jantung,
60 - 365 hari setelah nafsu makan menurun, pharyngeal spasm, cemas, hipotensi, hipoventilasi,
digigit sakit kepala, lemah, nyeri depresi, hiperaktif, Gejala infeksi sekunder
di tempat gigitan SSP: ggn 0 – 14 hari
Virus di otot, titer rendah koordinasi,paralisis,
2 – 10 hari Virus di otak dan tempat
bingung, delirium
Virus di SSP, otak titer lain titer tinggi
rendah 2 – 7 hari
Virus di otak dan tempat
lain titer tinggi
Antibodi terdeteksi di
serum
Gejala Klinis
Fase Prodromal
• Gejala tidak spesifik, demam dan di lokasi gigitan
terasa gatal, nyeri, dan kesemutan.
• Sensasi ini berkaitan dengan multiplikasi virus pada
ganglia dorsalis saraf sensorik yang mempersarafi
area gigitan.
• Berlangsung beberapa hari, tidak lebih dari
seminggu.
Gejala Klinis
Fase Neurologis Akut (klasik rabies)
• Terdiri dari 2 bentuk:
• Ensefalitik: hiperaktif, bingung, halusinasi, gangguan saraf kranial (III, VII, VIII),
stimulasi otonom (hipersalivasi, hiperlakrimasi, hiperhidrosis, dilatasi pupil,
tekanan darah labil, hilang kontrol suhu), spasme/ kejang akibat rangsang taktil,
visual, suara, penciuman, fotofobia, aerofobia dan hidrofobia. Kombinasi salivasi
berlebihan dan kesulitan dalam menelan menyebabkan gambaran klasik, yaitu mulut
berbusa. Disfungsi batang otak yang muncul pada awal penyakit membedakan rabies
dari ensefalitis virus lainnya
• Paralitik: bersifat ascending, umumnya lumpuh dari ekstremitas yang digigit lalu ke
seluruh tubuh dan otot pernapasan. Gejala klinis mirip dengan sindrom Guillain-
Barre (GBS). Gejala meningeal (sakit kepala, kaku kuduk) dapat menonjol
walaupun kesadaran normal
Gejala Klinis
Fase Koma
• Terjadi 1-2 minggu setelah fase neurologis akut.
• Pada kedua bentuk, pasien akhirnya akan berkembang
menjadi paralisis komplit, kemudian menjadi koma,
dan akhirnya meninggal yang umumnya karena
kegagalan pernafasan, aritmia dan miokarditis.
Diagnosis
Periode awal  temuan laboratorium tidak spesifik, seperti temuan ensefalitis oleh virus lainnya
• Pemeriksaan cairan serebrospinal  pleositosis dengan limfositosis, protein dapat sedikit meningkat, glukosa umumnya
normal.

Antemortem  diperlukan beberapa tes


• Deteksi antibodi spesifik virus rabies, isolasi virus, dan deteksi protein virus atau RNA.
• Spesimen : cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsi kulit.

Postmortem  adanya badan Negri pada jaringan otak pasien, meskipun hasil positif kurang dari
80% kasus.
• Badan Negri adalah badan inklusi sitoplasma berbentuk oval atau bulat, yang merupakan gumpalan nukleokapsid virus.
• Tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan kemungkinan rabies.
Tatalaksana : Pre Exposure
Pemberian vaksin pra-pajanan pada orang yang secara kontinu bagi yang sering atau berisiko tinggi terpajan
virus rabies
• Pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja kontak hewan penular, wisatawan, penjelajah gua, penduduk area endemik

Jenis vaksin
• Human diploid cell vaccine (IM dosis 1 mL), purified chick embryo cell vaccine (IM dosis 1 mL), dan purified vero cell vaccine (IM dosis 0,5
Ml)

Pemeriksaan antibodi berkala


• Pekerja yang terpajan virus rabies secara kontinu dan sering,  tiap 6 bulan dan bila titer <0,5 IU/mL perlu booster dosis tunggal secara IM/ID.
• Dokter hewan atau petugas kesehatan yang tidak terpajan secara kontinu  tiap 2 tahun
Tatalaksana : Post Exposure
Pencucian luka

Serum Anti Rabies

Vaksin Anti Rabies

Perawatan
• Pasien dengan klinis rabies perlu
dirawat di rumah sakit dengan terapi
simptomatik dan paliatif berupa
analgesik dan sedatif, serta ditempatkan
di ruangan khusus yang gelap dan
tenang
Perawatan Luka
• Luka gigitan/jilatan segera dicuci dengan air mengalir dan sabun/deterjen minimal 15 menit, dilanjutkan
pemberian antiseptic (povidon iodine, alkohol 70%, dll)
• Penjahitan luka dihindari sebisa mungkin. Bila tidak mungkin (misalnya luka lebar, dalam, perdarahan
aktif), dilakukan jahitan situasi. Bila akan diberi SAR, penjahitan harus ditunda beberapa jam (>2 jam),
sehingga antibodi dapat terinfiltrasi ke jaringan dengan baik
• Virus rabies umumnya menetap di sekitar luka selama 2 minggu sebelum mencapai ujung serabut saraf
posterior
Serum antirabies (SAR)  Imunisasi Pasif
• Memberi perlindungan selama 7-10 hari sebelum antibodi yang diinduksi vaksinasi muncul. Pemberian
tidak diperlukan jika vaksinasi telah diberikan >7 hari sebelumnya.
• SAR diinfiltrasi ke dalam dan di sekitar luka, lalu sisanya diinjeksi secara IM pada ekstremitas yang terluka
(deltoid atau anterolateral paha).
• Sebelum pemberian sebaiknya dilakukan skin test karena terkadang menimbulkan reaksi anafilaktik.
• Injeksi harus dilakukan pada area yang jauh dari area injeksi vaksin, karena dapat menekan produksi
antibodi.
• Pada luka berat dan multipel (biasa pada anak-anak), dilakukan pengenceran dengan normal salin (2-3
kali),sehingga dapat menginfiltrasi seluruh luka. SAR dapat diberikan sekali atau hingga hari ketujuh setelah
vaksinasi.
Vaksin Antirabies (VAR)  Imunisasi Aktif
• Menginduksi munculnya antibodi penetral rabies
• VAR diberikan secara IM di deltoid atau paha anterolateral pada anak < 1 tahun, tidak
diberikan di otot gluteal karena produksi antibodi rendah
• Pada gigitan berulang (re-exposure) dalam <3 bulan setelah profilaksis, VAR tidak perlu
diberikan lagi karena antibodi masih cukup untuk melindungi tubuh. Bila gigitan berulang
terjadi >3 bulan sampai 1 tahun, VAR diberikan 1 kali dan bila >1 tahun, harus diberi VAR
lengkap
• Jika VAR diberikan bersama dengan SAR, VAR diberikan dengan cara yang sama dan
diulang pada hari ke-90.
• Tidak ada kontraindikasi untuk terapi pasca- pajanan, termasuk ibu hamil/menyusui, bayi,
dan immunocompromised
TINJAUAN PUSTAKA
C

MENINGOENSEFALITIS
Definisi
Etiopatofisiologi
Anamnesis
Meningitis

• Anak : Demam, nyeri kepala, iritabel, fotofobia, Faktor Risiko


mual, muntah, kejang
• Bayi : demam, hipotermia, muntah, sulit
• Imunodefisiensi
makan/minum, rewel, mengantuk, gelisah • Trauma kepala
• Imunisasi tidak lengkap
Ensefalitis • Implan koklear
• Anak : Perubahan perilaku dan status mental, • Riwayat infeksi sebelumnya
kejang, kelemahan, gangguan sensorik
• Bayi : somnolen, tidak mau minum, reflex isap
• Riwayat pergi ke daerah endemis
lemah, iritabel, sulit menegakkan kepala, gangguan • Informasi epidemiologi lokal
pergerakan mata.
Pemeriksaan
Fisik
Tanda Peningkatan TIK
• Cushing Triad
• Hipertensi
• Bradikardia
• Depresi pernapasan
• Papiledema
• Parese nervus cranial
• Pengukuran lingkar kepala
Meningeal Sign

Kaku
Brudzinski
kuduk

Kernig Lasegue
Evaluasi Awal
Algoritma Tatalaksana
Kejang pada Anak
Tatalaksana Meningitis Bakterialis
(IDAI)
Terapi empiris
• Usia 1-3 bulan :
• Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-300 mg/kbBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau
• Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
• Usia > 3 bulan :
• Sefotaksim 200-300 mg/kbBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau
• Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis, atau
• Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Deksametason
• Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari, diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat pemberian antibiotik

Jika sudah ada hasil kultur maka terapi antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur dan uji resistensi. Lama
pengobatan umumnya 10-14 hari.

Terapi lain bersifat suportif


Tatalaksana Ensefalitis
Empiris : Acyclovir IV
• Anak : Acyclovir 10 mg/kgBB setiap
Stabilisasi kondisi umum 8 jam dalam NS 100 cc dalam 1 jam
selama 10-14 hari Pemberian kortikosteroid
(kejang, pernapasan,
• Neonatus : Acyclovir 10 mg/kgBB masih kontroversial
instabilitas otonom) setiap 8 jam selama 14-21 hari

Menurunkan TIK
• Elevasi kepala
• Hiperventilasi
Target CPP (cerebral perfusion • Restriksi cairan
pressure) 70 mmHg
Kesimpulan

Terima Kasih
Daftar Pustaka
• Pusat Data dan Informasi KEMENKES RI. 2016
• Pedoman Pelaksanaan Program Penanggulangan Rabies di Indonesia. KEMENKES RI Dirjen PP & PL. 2011
• CDC - The Rabies Virus - Rabies [Internet]. Cdc.gov. 2019 [cited 22 April 2019]. Available from: https://
www.cdc.gov/rabies/transmission/virus.html
• National Institute for Communicable Disease – Department of Health Republic of South Africa. Prevention of Rabies in
Humans. July 2015
• Tanzil K. Penyakit rabies dan penatalaksanaannya. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan. 2014;1(1):61-7.
• Purnamasari L, Awi Darma Putra K. Pengendalian dan manajemen rabies pada manusia di area endemik. CDK. 2017;44(1):66-
9.
• Pudjiadi A. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
• Ismael S. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus. IDAI. 2016
• Swanson D. Meningitis. Pediatrics in Review. 2015;36(12):514-526.
• J. Falchek S. Encephalitis in the Pediatric Population. Pediatrics in Review. 2012;33(3):122-133.

Anda mungkin juga menyukai