LATAR BELAKANG
Fraktur hidung merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma pada wajah,
ditandai dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominutif dan sering
menyebabkan sumbatan pada hidung.1 Fraktur hidung terjadi akibat benturan langsung pada
wajah yang paling sering didapatkan dengan insiden sekitar 40%. Bentuk struktur hidung yang
menonjol dan rapuh mengakibatkan hidung sangat rentan mengalami trauma benturan.
Kesalahan penanganan fraktur hidung mengakibatkan deformitas cukup bermakna secara
kosmetik maupun fungsional.1,2
Fraktur hidung dapat ditemukan bersamaan dengan fraktur tulang lainnya pada wajah.
Fraktur hidung sering tidak terdiagnosis dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa
pasien sering tidak menunjukkan gejala klinis. Jenis fraktur hidung bergantung arah benturan dan
pukulan yang mengenai hidung. Fraktur hidung pada orang dewasa banyak ditemukan pada
kasus trauma akibat olahraga, jatuh, perkelahian, kekerasan, kecelakaan lalu lintas, dan
kecelakaan bekerja. Deformitas, edema, epistaksis dan ekimosis periorbital memberi kesan ada
suatu fraktur tulang hidung sedangkan krepitasi tulang dan mobilitas segmen hidung merupakan
tanda diagnostik.3
BAB II
PENYAJIAN KASUS
2.1. Anamnesis
1. Identitas
Nama : An. Y
Jenis Kelamin: Perempuan
Usia : 26 tahun
Status : Pelajar
Tanggal berobat : 03/08/2018
2. Keluhan Utama
Pengeluaran darah dari hidung
6. Riwayat Kebiasaan
-.
2.2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 102 x / menit
Pernapasan : 24 x / menit
Suhu : tidak diperiksa
2. Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) racoon eye (-/-)
Telinga : Sekret (-/-) battle sign (-/-)
Thoraks :
Paru : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2”
3. Status Lokalis
Hidung
Kanan Kiri
Deformitas +
Nyeri tekan +
Cavum Nasi Clot darah (-) Clot darah (+)
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Concha Merah, Membesar Merah, Membesar
Gambar 2.1. Foto klinis pasien
2.5. Tatalaksana
- IVFD Frutrolit 12 tpm
- Inj. Claneksi 1 g/12 jam
- Inj. Novaldo 1 amp/8 jam
- Inj. Dexametason 1 amp/8 jam
- Inj. Omeprazol 1 vial/12 jam
2.6. Prognosis
a. Ad functionam : Dubia ad bonam
b. Ad sanactionam : Dubia ad bonam
c. Ad vitam : Dubia ad bonam
2.7.Follow Up Pasien
1) Tanggal 04/08/18
S: Nyeri pada hidung, rasa sulit bernafas, hidung sebelah kiri terasa tersumbat dan tidak
bisa mencium bau.
O: Hidung :
Kanan Kiri
Deformitas +
Nyeri tekan +
Cavum Nasi Clot darah (-) Clot darah (+)
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Concha Merah, Membesar Merah, Membesar
A: Fraktur Os Nasal
P:
o IVFD Frutrolit 12 tpm
o Inj. Claneksi 1 g/12 jam
o Inj. Novaldo 1 amp/8 jam
o Inj. Dexametason 1 amp/8 jam
o Inj. Omeprazol 1 vial/12 jam
o Rencana tindakan reposisi fraktur os. Nasal hari selasa (07-08-2018)
Laporan operasi reposisi Os. Nasal
O: Hidung :
Deformitas (-), hidung terpasang tampon dan perban
A: Trauma maksilofacial
Deviasi septum e.c Trauma + epistaksis
P:
o IVFD Frutrolit 12 tpm
o Inj. Claneksi 1 g/12 jam
o Inj. Novaldo 1 amp/8 jam
o Inj. Dexametason 1 amp/8 jam
o Inj. Omeprazol 1 vial/12 jam
o Ganti tampon nasal di poli bedah mulut (tampon telah di aff tanpa perdarahan)
3) Tanggal 09/08/18
O: Hidung :
Deformitas (-), hidung terpasang tampon dan perban
A: Trauma maksilofacial
Deviasi septum e.c Trauma + epistaksis
P: Boleh pulang, terapi pulang
o Capsul cefixim 2x100 mg (setelah makan)
o Na. diclofenac 3 x 50 mg (setelah makan)
o Vitamin c 2x1
o Nasalin nasal spray 2x4 spray CNDS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang hidung.
3.2. Epidemiologi
Fraktur hidung menduduki peringkat ketiga tersering dalam semua insiden fraktur.
Insiden di Amerika Serikat sekitar 39-45% pada fraktur wajah. Prevalensi laki-laki dua kali
lebih banyak dibanding perempuan. Pada laki-laki dikaitkan dengan trauma dan lebih umum
terjadi pada usia 12-25 tahun sedangkan pada perempuan yang sering terjadi kecelakaan
pribadi akibat jatuh pada pasien diatas usia 60 tahun. Insiden meningkat pada umur 15-30
tahun disebabkan oleh perkelahian 34%, kecelakaan lalu lintas 28% atau cedera akibat
olahraga 23%.5,6
3.3. Etiologi
Penyebab fraktur hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau wajah.
Hanya sedikit kekuatan benturan yang diperlukan untuk dapat menimbulkan fraktur hidung.
Fraktur hidung paling sering terjadi pada dewasa, di daerah perkotaan biasanya terjadi pada
perkelahian, olahraga, dan kecelakaan lalu lintas sedangkan daerah pedesaan biasanya
terjadi akibat kecelakaan bekerja. Kekerasan fisik pada perempuan dapat juga
dipertimbangkan.
3.4. Anatomi
Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cavum nasi dibagi oleh septum nasi
menjadi dua bagian, kanan dan kiri.2
1. Hidung Luar
Hidung luar mempunyai dua lubang berbentuk lonjong disebut nares, yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, ala nasi, berbentuk
bulat dan dapat digerakkan. Rangka hidung luar dibentuk oleh os nasale, processus
frontalis maxillaris, dan pars nasalis ossis frontalis. Di bawah, rangka hidung dibentuk
oleh lempeng-lempeng tulang rawan hialin (gambar 2.1).
3.5. Patofisiologi
Cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan ke hidung bervariasi sesuai dengan
faktor: 1)usia, berhubungan dengan fleksibilitas jaringan, 2) jumlah kekuatan yang
diterapkan, 3)arah gaya, dan 4)sifat dari objek yang mencolok.3 Pola fraktur hidung
bervariasi sesuai dengan arah trauma. Beban 25-75 pon per inci persegi diperlukan untuk
menghasilkan fraktur hidung, trauma dari arah lateral 16-66 kilopascal (kPa) dan lebih besar
dari arah depan 114-312 kPa.3 Fraktur tulang hidung berhubungan dengan tulang rawan
septum. Fraktur hidung tanpa disertai fraktur septum nasi terjadi pada cedera dengan
benturan kekuatan lemah. Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan
fraktur kominutif tulang hidung yang berhubungan dengan deformitas bentuk “C” pada
septum nasi. Deformitas ini biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasi dan meluas ke
posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os etmoid dan berakhir di lengkung
anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris.5
Sebagian besar klasifikasi klinis didasarkan pada tingkat dan arah trauma,
dikarakteristikkan sebagai cedera dari arah depan dan lateral berbagai tingkatan. Fraktur
hidung dari arah lateral paling sering dijumpai, jenis fraktur ini dapat menyebabkan fraktur
depresi tulang hidung ipsilateral yang melibatkan setengah bagian bawah hidung, prosesus
nasomaksilaris dan bagian tepi os piriformis.3,7 Fraktur hidung dari arah depan oleh Stranc
dan Robertson dibagi menjadi tiga bidang yang berbeda ditentukan oleh kedalaman cedera
dari bagian bawah hidung. Fraktur dari arah lateral dapat terjadi ringan hingga berat dengan
prognosis lebih baik dari arah depan.3,5,7 Murray dan Maran membuat klasifikasi jenis fraktur
hidung yang berdasarkan deviasi piramid hidung dari septum nasi sebagai pedoman
penatalaksanaan. Fraktur piramid tulang dapat digambarkan sebagai unilateral,
bilateral, open book (splaying), kominutif, impaksi posterior-inferior (fragmen telescoping),
dan avulsi ligamentum kantus medial.3
Gambar 3. Fraktur piramid tulang hidung bagian medial, fraktur dari arah depan dan dari
arah lateral.3
3. Byron J Bailey,et all. Nasal Fracture. In Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th
ed. Philadelpia:2006. Lippincott Williams & Wilkins. 71A. p996-1008.
4. Tardy M Eugene. Koreksi Bedah Kerusakan Wajah. Dalam Ballenger JJ. Penyakit
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Alih bahasa Staf Ahli Bagian THT
RSCM-FKUI. Jakarta:Binarupa Aksara. 1994. h.28-99.
5. Reddy likith V and Elhadi Haitem M. Nasal Fractures. Fonseca Marciani Turvey. In
Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. St. Louis: 2009. Saunders Elsevier. Chapter
16. p.270-28
3.6. Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai
dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan ada
robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada septum.1
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water dan
bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk melihat
fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat fraktur,
bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses, dimana
terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang
berat.3
a. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk
penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan
menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan.Sebagai contoh, trauma dari arah
frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan
pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan
terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma
lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi
mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat
berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13
b. Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam
atau terdorong.Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas
pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya.Fraktur nasal sering dihubungkan
dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea.Fraktur
nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa.
Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat
beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan
kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7,13
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat
khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada
trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk
menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut
untuk drainase bedah segera.Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien
dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya
terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung
telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar,
menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus
lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 3,7,13
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema
subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular.Pada pasien dengan
hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-
ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan
penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan,
anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan
memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah
dan/atau deformitas septum nasal.3,7,12,13
Pasha R, Doer TD, Mathog RH. Head and neck trauma. In: Pasha R,ed. Otolaryngology head
and neck surgery. New York: Thieme Medical Publisher Inc; 2005.p.468-72
Huriyati E, Fitria H. Penatalaksanaan fraktur os nasal
lama dengan komplikasi saddle
nose. Jurnal kesehatan andalas
2012;1:1-8. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id
3.8. Tatalaksana
3.10.1 Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan
bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.
Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat
kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang
dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan
untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi,
komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan
memberikan rasa nyaman pada pasien.1,10
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa
dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan
terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko
kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai kapan
seharusnya penatalaksanaan dilakukan.Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan segera
setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung.Sayangnya, jarang pasien
dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah
yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi sulit
dilakukan.Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi tertutup
dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda
setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi.3,7
Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan
keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur.
Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan
kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan.Tindakan pembersihan
(debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan
dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan
untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12
3.10.2 Operatif
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan
bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal
sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi
hidung.4,12
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang
sederhana.Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini,
satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas
kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi
jari.1
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,
cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua
rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur dikembalikan
pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang
dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1
Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon
pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis
gips yang dibentuk dari huruf “T” dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1
Langkah–langkah pada tindakan reduksi tertutup :
2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch yang
diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan
forceps walsham’s, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang
septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama bagian bawah
dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari terjadinya kompresi
dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.
3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan
septum nasal.
4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong
hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan
mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus
diulang.Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat
terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.
5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam
menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika
memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau
reseksi mukosa yang sangat terbatas.
6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka
dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus dibuka.
Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka seperti
pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil.Hidung membutuhkan suplai darah yang cukup dan
oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama
terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm.
Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips).3
20
Gambar 10 :Reposisi Fraktur Hidung
Gambar 11:Teknik reduksi tertutup 20
1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.
2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya fragmentasi
tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus lakrimalis.
Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini
harus segera dilakukan.
3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi
tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harusdilakukan insisi pada
interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit
beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas,
dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung, perdarahan dirasakan keluar dari
kedua lubang hidung, darah berwarna merah segar. pasien juga mengeluhkan seperti ada cairan
yang mengalir ketenggorokannya. Keluar darah dari telinga disangkal pasien.Muntah tidak ada,
mual tidak ada. Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan bleding (+) di hidung kanan dan kiri,
nyeri tekan(+). Dari pemeriksaan foto rontgen kepala didaptkan fraktur os nasal . Berdasarkan
pemeriksaan diatas ditegakkan diagnosis kerja epistaksis anterior d/s et causa fraktur os nasal.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah analgetik untuk menghilangkan rasa
nyeri. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan antibiotik. Menghentikan perdarahan dengan
tampon anterior boorzalf. Untuk penatalaksanaan lanjutan disarankan menjalani reposisi tertutup
Pada pasien ini diberikan edukasi untuk tentang penyakit yang diderita pada pasien,
tentang terapi yang diberikan kepada pasien tentang manfaat, cara, dan efek samping,
memberitahu pasien sebaiknya dilakukan operasi reposisi os nasal
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma yang
mengakibatkan fraktur pada tulang wajah.Angka kejadiannya mencapai 40% dari seluruh
kejadian.Penyebab dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat perkelahian,
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, mabuk, masalah kelahiran dan kadang iatrogenik. Tulang hidung
dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan
bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar.
Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam
mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik.Maka pengenalan atas gejala klinis
harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya.Gejala klinis dari
fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan
anosmia.Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum, depresi septum
nasi, dan epistakis.Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan pencitraan seperti foto
X-ray hidung dan CT scan hidung.
Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.Antibiotik diberikan untuk
mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian.Analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.Adapun pada fraktur hidung
sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas harus
dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi
terbuka.Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur
dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.