A. Identitas
Nama
: An. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 6 tahun 4 bulan
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Pahlawan, Roban, Singkawang Tengah
Tanggal Lahir
: 12 Desember 2008
Urutan Anak
: Anak pertama
Usia Ayah : 28 tahun
Usia Ibu
: 26 tahun
Tanggal MRS
: 6 April 2015
Identitas
Ayah
Ibu
Nama
Tn. A
Ny. W
Umur
28 tahun
26 tahun
Pendidikan
SMP
SMA
Pekerjaan
Swasta
6 th
darah
g. Sistem muskuloskeletal : bengkak pada tungkai (-), nyeri (-),
bengkak sendi (-)
h. Sistem urogenital
: BAK dalam batas normal, nyeri (-)
i. Sistem integumentum
: rash morbiliform dari wajah meluas ke
leher dan seluruh badan (+), gatal (+), pucat
(-), sianosis (-)
d. Suhu
: 38,1o C
Simpulan: Takikardi, hipertermi
4. Antropometri
a. Berat Badan
: 22 kg
b. Tinggi Badan
: 114 cm
c. Lingkar Kepala
: 50 cm
d. Lingkar Lengan Atas : 17 cm
Simpulan: Dalam batas normal
5. Status Gizi
a. BB/U
:
Interpretasi
:
b. PB/U
:
Interpretasi
:
c. BB/TB
:
Interpretasi
:
Simpulan: Status gizi baik
6. Status Generalis
a. Kulit
b. Kepala
c. Mata
0 < Z < 1 SD
Normal
1 < Z < 2 SD
Normal
110%
Gizi baik
d. Telinga
e. Hidung
f. Mulut
g. Tenggorokan
h. Leher
i. Dada
j. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
(3mm/3mm)
: AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
membran timpani tidak dapat dinilai
AD : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
membran timpani tidak dapat dinilai
: rinorhea (-), edema mukosa (-/-)
: stomatitis (-), bercak koplik (-), typhoid tongue (-)
: faring hiperemis, pembesaran tonsil (T3/T3),
detritus (-)
: kesan membengkak, nyeri tekan (+). Pembesaran
kelenjar getah bening tidak ditemukan, massa
tiroid normal.
: simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
: iktus kordis tidak terlihat
: iktus kordis teraba di SIC 5 linea midclavicula
sinistra, thrill (-)
: batas kanan jantung di SIC 4 linea parasternal
Rujukan
07/04/15
WBC (/mm3)
3.600-11.000
6.100
HGB (g/dl)
11,7-17,3
12,3
HCT (%)
38,0-54,0
34,7
PLT (/mm3)
150.000-440.000
231.000
5. Pilek
6. Mata merah
7. Nyeri tenggorokan
8. Telinga kadang berdengung
9. BAB cair 1 kali
10. Lemah
11. Nafsu makan menurun
12. Riwayat imunisasi tidak lengkap (imunisasi campak (-))
13. Rash morbiliform, injeksi konjungtiva, tonsilofaringitis, kesan edema
fasial
F. Diagnosis Kerja
1. Diagnosis kerja
:
Campak dengan tonsilofaringitis bakterial
2. Diagnosa banding :
Rubela, eksantema subitum, demam skarlet, demam berdarah dengue,
dan infeksi virus lain seperti cikungunya, enterovirus. parvovirus B19,
adenovirus, dan human herpes virus type 6
G. Tatalaksana
1. Non Medikamentosa
a. Rawat inap di ruang isolasi
b. Tirah baring
c. Nutrisi
kebutuhan kalori 1980 kkal/hari
kebutuhan protein 26,4 g/hari
kebutuhan cairan 1540 cc/hari
d. Edukasi imunisasi
2. Medikamentosa
IVFD D5 NS 12 tpm makro (50% kebutuhan cairan)
Injeksi amoksilin clavulanat 1 gram/24 jam IV
Injeksi ranitidin 25 mg/12 jam IV
Paracetamol infus 250 mg/6 jam IV
Vitamin A 200.000 IU (kapul merah)
Ambroksol syrup 3 x cth 1 PO
H. Prognosis
Tanggal
08/04/15
Follow Up Harian
Subjective
demam (+),
Objective
Assessment
KU : tampak lemah
Campak
Planning
IVFD D5 NS 20 tpm
bintik-bintik
merah di wajah
meluas hingga
ke badan, batuk
(+), pilek (+),
nyeri tenggorok
(+), sesak (-),
nafsu makan
turun, BAB cair
1 kali
Tonsilofaringitis
bakterial
9/4/15
Demam (+),
bintik-bintik
merah dan gatal
seluruh tubuh,
mata merah (+),
batuk (+), pilek
(-), nyeri
tenggorok (+),
BAB cair (-),
nafsu makan
menurun
KU : tampak lemah
Kesadaran : kompos mentis
TTV : TD : 90/55 mmHg
HR : 122 x/menit,
RR: 22 x/menit reguler
T : 38,1oC
Rash morbiliform meluas
hingga ekstremitas, wajah
tampak sembab.
Leher: tampak bengkak,
pembesaran KGB (-)
Mata: Injeksi konjungtiva (+/+),
sekret (-)
Faring hiperemis (+), tonsil
(T3/T3) detritus (-).
Campak
Tonsilofaringitis
bakterial
Tanggal
10/4/15
Subjective
Demam (+),
bintik-bintik
merah dan gatal
Objective
Assessment
KU : tampak lemah
Kesadaran : kompos mentis
Campak
Tonsilofaringitis
(makro)
Cefotaxim 3x750 mg IV
Clanexi 3x1 g IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Metamizole 220 mg IV
jika suhu39oC
Vitamin A 200.000 IU
Parasetamol 250 mg/6
jam PO
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
Monitor intake
makan/minum
Isolasi
IVFD D5 NS 20 tpm
(makro)
Cefotaxim 3x750 mg IV
Clanexi 3x1 g IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Metamizole 220 mg IV
jika suhu39oC
Parasetamol inf 220
mg/6 jam IV
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
Gentamisin tetes mata 3
x gtt 1
Monitor intake
makan/minum
Isolasi
Planning
IVFD D5 NS 20 tpm
(makro)
seluruh tubuh
semakin tegas,
batuk (+), pilek
(-), nyeri
tenggorok (+),
BAB cair (-),
nafsu makan
menurun (+),
mata merah (-)
bakterial
11/4/15
Demam (-),
bintik-bintik
merah mulai
menghitam,
gatal (+), mata
merah (-), batuk
(+), pilek (-),
nyeri tenggorok
(-),
BAB cair (-),
nafsu makan
baik
KU : tampak baik
Kesadaran : kompos mentis
TTV : TD : 100/60 mmHg
HR : 96 x/menit,
RR: 20 x/menit reguler
T : 36,8oC
Rash morbiliform generalisata
Leher: Pembesaran KGB (-)
Mata: Injeksi konjungtiva (-/-),
sekret (-)
Faring hiperemis (+), tonsil
(T2/T2) detritus (-)
Campak
Tonsilofaringitis
bakterial
Tanggal
12/4/15
Subjective
Demam (-),
bintik-bintik
merah mulai
menghitam,
Objective
Assessment
KU : tampak baik
Kesadaran : kompos mentis
TTV : TD : 100/60 mmHg
10
Campak
Tonsilofaringitis
bakterial
Cefotaxim 3x750 mg IV
Clanexi 3x1 g IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Metamizole 220 mg IV
jika suhu39oC
Parasetamol inf 220
mg/6 jam IV
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
Gentamisin tetes mata 3
x gtt 1
Monitor intake
makan/minum
Isolasi
IVFD D5 NS 20 tpm
(makro)
Cefotaxim 3x750 mg IV
Clanexi 3x1 g IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Metamizole 220 mg IV
jika suhu39oC
Parasetamol inf 220
mg/6 jam IV
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
Gentamisin tetes mata 3
x gtt 1
Monitor intake
makan/minum
Isolasi
Planning
IVFD D5 NS 20 tpm
(makro)
Cefotaxim 3x750 mg IV
HR : 100 x/menit,
RR: 22 x/menit reguler
T : 36,7oC
Rash morbiliform generalisata
Leher: Pembesaran KGB (-)
Mata: Injeksi konjungtiva (-/-),
sekret (-)
Faring hiperemis (-), tonsil
(T2/T2) detritus (-).
13/4/15
Demam (-),
bintik-bintik
merah mulai
menghitam,
gatal (+),mata
merah (-), batuk
(+), pilek (-),
nyeri tenggorok
(-),
BAB cair (-),
nafsu makan
baik
KU : tampak baik
Kesadaran : kompos mentis
TTV : TD : 90/60 mmHg
HR : 98 x/menit,
RR: 20 x/menit reguler
T : 36,8oC
Ruam hiperpigmentasi
Leher: Pembesaran KGB (-)
Mata: Injeksi konjungtiva (-/-),
sekret (-)
Faring hiperemis (-), tonsil
(T2/T2) detritus (-).
Campak
Tonsilofaringitis
bakterial
Clanexi 3x1 g IV
Ranitidin 2x25 mg IV
Metamizole 220 mg IV
jika suhu39oC
Parasetamol inf 220
mg/6 jam IV
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
Gentamisin tetes mata 3
x gtt 1
Monitor intake
makan/minum
Isolasi
Cefixime syr 2 x 100 mg
PO
Ambroksol syr 3 x 15
mg PO
Sanvita B syr 1 x 5ml
(5mg B1, 2mg B2, 2,5
mg B6, 3 mcg B12,
20mg nicotinamide) PO
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan usia 6 tahun 4 bulan datang ke RS dengan keluhan
utama demam sejak 4 hari. Demam tinggi mendadak tidak disertai menggigil atau
11
pun keringat malam, bersifat remiten. Demam hari ke-2 disertai batuk, pilek, dan
nyeri tenggorokan. Demam hari ke-3 muncul ruam kemerahan di wajah yang
meluas hingga ke leher dan badan. Pasien juga merasakan bengkak di wajah dan
leher, telinga terasa berdengung. Keluhan mual dan muntah disangkal, namun
terdapat penurunan nafsu makan. BAB cair 1 kali dengan ampas, tidak disertai
lendir maupun darah. BAK dalam batas normal.
Berdasarkan data anamnesis untuk pasien dengan keluhan demam memiliki
banyak diagnosis banding. Suhu memiliki sistem termoregulasi yang bekerja
berdasarkan masukan dari ujung saraf dan dari suhu darah yang beredar di tubuh.
Berdasarkan input tersebut maka set point akan membentuk panas atau justru
membuang panas. Demam atau peningkatan suhu dalam tubuh dapat terjadi akibat
beberapa hal, yang tersering adalah sebagai respon dari proses infeksi.
Mekanismenya dapat dijelaskan dari bagan pada gambar 1.1
Pada anak infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yang utama
ialah virus dan bakteri. Gejala batuk/pilek dan nyeri menelan yang muncul pada
pasien biasanya muncul pada infeksi saluran napas bagian atas. Pasien pada kasus
ini datang dengan keluhan demam disertai ruam. Menurut WHO, beberapa
diagnosis banding yang mungkin antara lain campak, rubela, eksantema subitum,
demam skarlet, demam berdarah dengue, dan infeksi virus lain seperti cikungunya
dan enterovirus. 2
Infeksi
Peningkatan:
Endotoksin
Sitokin proinflamasi
Reseptor endotelial
Reseptor subendotelial
Peningkatan:
Cox
Diteruskan ke neuron
PGE2otonom
(termasuk
12yang diproduksi sel kupfer)
di nukleus paraventrikular lalu
Mengaktifkanke
neuron
Peningkatan sel neuron
diproyeksikan
batangsekitar
otak,
GABA
Norepinefrin
Potensiasi
respon
ventromedial
noradrenergik
(A2
cellfebris
Group)
PGE dilepaskan ke jaringan
sekitar
medulla
spinalispreoptic
(sistem
Demam
terhadap
LPS
nucleus
(VMPO)
hipotalamus anterior ventrolateral medulla
otonom)
13
dengan keluhan sama pada 2 minggu sebelum pasien sakit. Hal ini dapat
mengarahkan kecurigaan bahwa terdapat sumber infeksi yang menularkan infeksi
virus/bakteri pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada hari ke-6 demam didapatkan
keadaan umum pasien tampak demam dengan kesadaran dan kesan gizi baik.
Pasien dalam keadaan febris 38,1oC dengan nadi 122x/menit, laju napas serta
tekanan darah dalam batas normal. Pada pemeriksaan status generalis, ditemukan
rash morbiliform. Rash morbiliform ialah lesi makulopapular pada kulit dengan
warna kemerahan dan diameter 2-10 mm, dapat berkonfluens membentuk ruam
yang lebih besar di beberapa tempat.3
Penyakit infeksi yang dapat menimbulkan rash morbiliform dan demam pada
anak-anak sangat beragam, antara lain campak, rubela, infeksi grup A
Streptococcus, parvovirus B19, non-polio enterovirus, adenovirus, dan human
herpes virus type 6.4
14
Pada pasien juga didapatkan wajah dan leher tampak edema/sembab. Penyebab
tersering kondisi ini pada anak-anak ialah inflamasi. Kondisi yang paling umum
ditemukan ialah limfadenitis dengan manifestasi tersering berupa pembengkakan
dan eritema pada leher atas dan submandibula dan/atau regio parotis. Infeksi virus
pada saluran napas atas ialah penyebab tersering dari servikal dan fasial adenitis,
dengan sebagian besar kasus bersifat self-limited. Selain itu Staphylococcus
aureus dan grup A Streptococci adalah penyebab umum limfadenitis bakteri.5
Pada pemeriksaan mata didapatkan injeksi konjungtiva ringan di kedua mata,
tidak disertai sekret. Hal ini biasa muncul pada konjungtivitis akibat infeksi virus.
Pada tenggorokan didapatkan faring dan tonsil tampak hiperemis serta tonsil
membesar (T3/T3) tanpa disertai detritus. Hal ini menandakan terjadi infeksi
saluran napas atas dengan manifestasi tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis dapat
disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa diagnosa banding dapat
disingkirkan seperti eksantema subitum oleh karena pada kasus ini ketika ruam
muncul demam masih tinggi, demam skarlet oleh karena pada pasien ruam tidak
mulai dari daerah lipatan serta tidak ditemukan lidah berwarna merah strawbery.
Rubela dapat dikesampingkan pada kasus ini oleh karena pada rubela demam
cenderung lebih ringan bahkan terkadang gejala pertama yang akan muncul ialah
ruam makulopapular yang berlangsung hanya sekitar 3 hari, selain itu terdapat
adenopati umum terutama pada kelenjar limfe suboksipital, postaurikular, dan
servikal posterior yang biasanya muncul 1 minggu sebelum munculnya ruam dan
berakhir setelah beberapa minggu. Oleh karena itu, atas dasar pertimbangan klinis
pasien, maka diagnosis kerja untuk pasien pada kasus ini ialah campak disertai
tonsilofaringitis bakteri.
Campak adalah infeksi virus akut dengan karakteristik demam, batuk, dan
konjungtivitis, serta ruam makulopapular generalisata. Virus penyebab campak
ditransmisikan melalui droplet aerosol sehingga inisial infeksi melalui saluran
pernapasan. Virus kemudian memasuki limfatik lokal dan ditransport melalui
aliran limfonodus, mengalami amplifikasi hingga menimbulkan viremia. Monosit
15
dan limfosit merupakan target infeksi utama di dalam aliran darah yang membawa
virus ke berbagai organ tubuh. Jaringan dan organ limfoid merupan lokasi virus
melakukan replikasi, meskipun kulit, konjungtiva, paru-paru, saluran pencernaan,
hati, ginjal, dan mukosa genital juga dapat terlibat.6,8 Pada penelitian yang
dilakukan pada anak-anak dengan infeksi campak didapatkan sel giant
multinukleated yang tipikal infeksi virus campak pada saluran napas, saluran
cerna, dan sebagian besar jaringan limfoid. Infeksi virus campak menyebabkan
penurunan limfosit CD4 (mulai sebelum onset rash dan berakhir sekitar 1 bulan)
serta menekan respon hipersensitivitas tipe 4.12
Virus penyebab campak ialah genus morbili virus yang merupakan famili
paramyxoviridae. Campak ditrasmisikan secara primer dari orang ke orang
melalui droplet saluran pernapasan, tetapi dapat pula menyebar melalui udara
dengan nuclei droplet aerosol.7,8 Selain itu dapat pula melaui kontak langsung
terhadap sekresi nasal dan tenggorokan dari orang terinfeksi.10 Orang yang
terinfeksi dapat menularkan pada periode waktu dari 4 hari sebelum hingga 4 hari
setelah onset munculnya ruam kulit. Campak merupakan penyakit virus yang
sangat menular, serangan sekunder mencapai hingga >90%.7,8
Kontak terhadap pasien yang dicurigai mengalami infeksi campak ialah dengan
menilai:10
a. Orang-orang yang tinggal serumah
b. Orang-orang yang memiliki kontak wajah ke wajah
c. Orang-orang yang berada pada lingkungan udara yang sama dan dalam
periode kurang lebih 2 jam.
d. Semua siswa yang bersekolah di tempat yang sama
16
Periode inkubasi virus campak ialah 7-21 hari, rata-rata 10-14 hari dari paparan
hingga onset demam.8 Demam pada kondisi ini mencapai 39o-40,5oC.12 Dari
paparan hingga munculnya rash morbiliform sekitar 14 hari, jarang hingga 19-21
hari.10 Gejala prodormal berupa demam tinggi yang dapat mencapai hingga
40,6oC, konjungtivitis, coryza (pilek), batuk, serta koplik spots (bercak kecil putih
dengan diameter 2-3 mm yang berada pada bagian tengah dari dasar eritematous
pada mukosa buccal, biasanya berseberangan dengan molar pertama, dapat pula
ditemukan di palatum mole, konjungtiva, dan mukosa vaginal).
Karakteristik ruam makulopapular muncul pada hari ke-3 hingga ke-7 dari
sejak muncul gejala prodormal, ruam berupa patch diskret eritematous dengan
diameter 3-8 mm. Ruam muncul dari wajah, ada sumber yang mengatakan mulai
dari retroaurikula dan wajah kemudian menyebar ke batang tubuh dan selanjutnya
ke ekstremitas.7,8,10 Dengan pemeriksaan yang teliti sejumlah kecil lesi juga dapat
ditemukan pada telapak tangan (25-50% kasus).12 Ruam berakhir setelah 4-7 hari
dengan arah yang sama (ruam menghilang mulai dari wajah, tubuh, kemudian
ekstremitas). Ruam biasanya menghilang dalam bentuk deskuamasi kecoklatan,
kadang tidak disadari oleh anak yang mandi setiap harinya.7,8,10,12
17
Demam pada pasien dengan infeksi campak biasanya menetap hingga 2-3 hari
setelah onset rash morbiliform, dan batuk menetap selama sekitar 10 hari. Koplik
spots biasanya muncul 1 hari sebelum onset rash dan menetap selama 2-3 hari,
ditemukan pada 60-70% kasus. Fotofobia sebagai akibat dari iridosiklitis, nyeri
tenggorokan, nyeri kepala, nyeri perut, dan limfadenopati ringan generalisata juga
umum ditemukan pada infeksi campak.12
Menurut Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, gejala
klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:17
a. Stadium prodromal: berlangsung 2-4 hari ditandai dengan demam yang
diikuti dengan batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan
konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di
depan molar tiga disebut bercak koplik.
b. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang
bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di
18
19
20
Komplikasi
Pernapasan
Neurologi
Gastrointestinal
Oftalmik
Hematologi
Kardiovaskular
Miokarditis, perikarditis.
Dermatologi
Lainnya
21
signifikan serokonversi level IgG, isolasi virus campak, atau identifikasi PCR
RNA virus campak yang berasal dari spesimen klinis.7,10
Pada pasien yang belum mendapatkan vaksinasi campak sebelumnya seperti
pada kasus ini, maka IgM direkomendasikan untuk mengkonfirmasi penyakit
campak. Antibodi IgM campak muncul dalam 1-4 hari dari onset ruam
morbiliform, puncaknya dalam minggu pertama setelah onset ruam dan jarang
terdeteksi setelah minggu ke 6-8. IgG antibodi virus campak umumnya diproduksi
dan terdeteksi beberapa hari setelah respon IgM. Puncak level IgG ialah 2 minggu
post onset ruam dan bertahan selama hidup.7 Peningkatan signifikan titer IgG
untuk campak menjadi 4 kali atau lebih merupakan metode serologi alternatif
untuk diagnosis campak.10
22
Confirmed Case
Konfirmasi laboratorium
Konfirmasi laboratorium adanya infeksi tanpa riwayat imunisasi
baru-baru ini dengan vaksin campak
Isolasi virus campak dari spesimen klinis yang sesuai
ATAU
Deteksi RNA virus campak
ATAU
Serokonversi signifikan titer IgG campak
ATAU
Pemeriksaan serologi positif untuk antibodi IgM pada orang
yang memiliki hubungan epidemiologi dan konfirmasi
laboratorium pada orang yang baru melakukan perjalanan ke
tempat dengan infeksi campak
Konfirmasi dengan hubungan epidemiologi
Penyakit klinis pada seseorang dengan hubungan epidemiologi
terhadap konfirmasi laboratorium
Probable Case
Penyakit klinis
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang sesuai
ATAU
Tidak ada hubungan epidemiologi terhadap komfirmasi
laboratorium
ATAU
Orang yang baru saja melakukan perjalanan ke area dengan
infeksi campak
Clinical Case
23
24
26
27
sementara kecuali terjadi modifikasi atau campak tipikal, dan anak seharusnya
mendapatkan vaksin campak pada 5-6 bulan setelah pemberian imunoglobulin. 7,8
Pada kasus-kasus yang jarang, pemberian vaksin MMR memiliki hubungan
dengan beberapa efek samping, yaitu:8
a. Anafilaktik (sekitar 1-3,5 per 1 juta dosis yang diberikan)
b. Trombositopenia (1 kasus per 25.000 dosis selama 6 minggu setelah
imunisasi)
c. Kejang demam (risiko kejang demam meningkat kira-kira 3 kali lipat pada
8-14 hari setelah pemberian vaksin MMR. Akan tetapi perlu
dipertimbangkan derajat kejang demam setelah pemberian vaksin campak
jauh lebih rendah dibandingkan risko kejang demam setelah mengalami
penyakit campak)
d. Keluhan sendi (artralgia muncul pada 25% anak perempuan postpubertal
oleh karena komponen rubela pada vaksin MMR. Kira-kira 10% artritis akut
umumnya bertahan 1 hari hingga 3 minggu dan jarang berulang)
Vaksin MMR dikontraindikasikan pada:9
a. Anak imunosupresif
b. Anak yang terkonfirmasi memiliki reaksi anafilatik pada pemberian dosis
sebelumnya untuk vaksin yang mengandung measles-mumpps-rubela- atau
juga varisela
c. Anak yang terkonfirmasi memiliki reaksi anafilaktik terhadap neomisin dan
relaktin
Pada pasien juga dipertimbangkan mengalami tonsilofaringitis akut.
Peradangan tonsil oleh karena akuisisi dan pertahanan imun terhadap persentasi
antigen, mengandung limfosit T, makrofag dan bagian germinal limfosit B,
merupakan bagian mucosa associated lymphoid tissue (MALT) system yang
paling pertama dan mudah dicapai pada manusia. Tonsilitis akut ialah peradangan
tonsil yang diakibatkan oleh virus maupun bakteri yang ditandai dengan
odinofagia, pembengkakan dan kemerahan pada tonsil (mungkin disertai eksudat),
limfadenopati servikal, dan demam >38,3oC per rektal. Odinofagia berlangsung
selama 24-48 jam sebagai bagian dari gejala prodormal common cold terkait
28
infeksi virus pada saluran napas atas. Diagnosis tonsilitis akut dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis oleh spesialis.14
Faringitis dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri, berdasarkan data
terbaru didapatkan terutama pada anak usia dibawah 3 tahun hanya sekitar 15%
kasus faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus grup A, sedangkan sebagian
besar kasus disebabkan oleh virus.14 Pada literatur lain dikatakan faringitis akut
Streptococcus grup A menyebabkan 37% kasus pada anak usia >5 tahun. Bakteri
lain yang dapat menyebabkan faringitis antara lain Streptococcus grup C (5%
kasus), C. pneumoniae (1% kasus), M. pneumoniae (1% kasus), dan bakteri
anaerob (1% kasus). Faringitis Streptococcal mencapai puncak insiden pada usia
prasekolah. Infeksi ditransmisikan melalui saluran napas dan periode inkubasi
sekitar 2-5 hari.16
Gambaran klinis tanpa ditunjang pemeriksaan penunjang sulit membedakan
etiologi dari faringitis, tetapi kondisi faringitis yang disertai rhinorea, batuk,
hoarseness, konjungtivitis, atau diare dapat mengarahkan kecurigaan pada infeksi
virus. Demam pada kasus yang disebabkan oleh infeksi virus cenderung naik
secara gradual, berbeda pada infeksi bakteri yang onset demamnya mendadak.
Pada keaadaan ini kultur swab tenggorok tidak direkomendasikan.15,16
Tabel 3. Gambaran klinis Faringitis akut akibat Streptococcus Grup A16
Gejala dan Tanda
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
Tidak ada batuk
51-79
36-68
Pembengkakan nodus servikal anterior
55-82
34-73
Nyeri kepala
48
50-80
Mialgia
49
60
Pteki palatina
95
Eksudat faringeal
26
88
Demam >38oC
22-58
52-92
Eksudat tonsilar
36
85
29
Skor
Tidak batuk
Usia 45 tahun
-1
Untuk interpretasi:16
31
Dosis
Durasi
Penisilin V (oral)
10 hari
10 hari
Sekali
10 hari
10 hari
5 hari
10 hari
Berdasarkan uraian diatas maka untuk diagnosis kerja pasien pada kasus ini
ialah penyakit campak mempertimbangkan keadaan klinis pasien yang
menunjukkan demam 38oC disertai batuk, coryza, dan konjungtivitis. Selain itu
pada hari ketiga demam pasien menunjukkan peningkatan demam disertai adanya
ruam makulopapular yang muncul mulai dari wajah kemudian meluas hingga ke
badan dan ekstremitas mendukung ke arah perjalanan klinis penyakit campak.
Riwayat tidak mendapatkan imunisasi campak sebelumnya serta riwayat kontak
dengan anak yang memiliki keluhan yang sama sekitar 2 minggu sebelum pasien
masuk rumah sakit mendukung kecurigaan ke arah campak.
Diagnosis kerja lain pada pasien ini ialah tonsilofaringitis Streptococcus grup
A, dapat muncul sebagai infeksi sekunder dan campak. Penilaian lebih diarahkan
pada tonsilofaringitis Streptococcus grup A berdasarkan penilaian dengan skor
centor sebagai berikut.
Gambaran Klinis
32
Skor
Tidak batuk
Total skor Centor pada kasus ini ialah 4, dengan demikian kemungkinan
terinfeksi Streptococcus grup A mencapai 28-35%, pada kondisi ini telah
direkomendasikan untuk dilakukan rapid antigen test dengan spesimen yang
sesuai (swab tenggorok) dan jika terbukti positif maka direkomendasikan
pemberian antibiotik.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin (leukosit, Hb, Ht, dan trombosit)
tidak ditemukan temuan bermakna, termasuk tidak didapatkan leukopenia maupun
leukositosis. Akan tetapi, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi
sehingga perlu evaluasi lebih lanjut. Pada pasien dengan campak, umumnya
didapatkan jumlah leukosit normal atau leukopenia, jika ada infeksi bakteri
sekunder mungkin meningkat/leukositosis.10,17 Pada kasus ini, pemeriksaan
penunjang lainnya yang diusulkan untuk konfirmasi infeksi virus campak ialah
pemeriksaan IgM antibodi yang mana pemeriksaan ini dapat diterapkan untuk
menilai infeksi campak pada fase akut serta pasien yang belum mendapatkan
vaksin campak sebelumnya. Pada pasien juga dipikirkan mengalami
tonsilofaringitis akibat infeksi Streptococcus grup A sehingga diusulkan
pemeriksaan rapid antigen test dari hasil spesimen yang diperoleh melalui swab
tenggorok.
Penatalaksanaan pasien pada kasus ini ialah rawat inap (isolasi) dengan
indikasi hipertermi dengan suhu >39oC dan asupan oral yang sulit sebagai mana,
hal ini sesuai Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Penanganan nonmedikamentasa
berupa tirah baring serta pemenuhan cairan dan kalori yang adekuat yang pada
pasien ini memberikan hasil perhitungan kebutuhan cairan 1540 cc/hari
(berdasarkan rumus Holiday-Segar) dan menurut Recommended Dietary
Allowances kebutuhan kalori sebesar 1980 kkal/hari dan kebutuhan protein 26,4
33
g/hari. Terapi medikamentosa yang penulis rekomendasikan pada kasus ini ialah
IVFD D5NS 12 tpm makro (sekitar 50% dari total kebutuhan cairan), injeksi
antibiotik berupa amoksilin clavulanat 1 g/24 jam, terapi suportif penurun panas
dengan paracetamol infus 250mg/6 jam IV, dan mukolitik berupa ambroxol syrup
3xcth I, serta vitamin A 200.000 IU dengan pemberian 2 dosis pada 2 hari pertama
terapi.
Pemberian vitamin A sebagaimana yang direkomendasikan WHO dengan
pemberian 200.000 IU untuk anak usia > 1 tahun, anjuran pemberian dua dosis.
Pemberian antibiotik tidak rutin diberikan pada pasien campak
mempertimbangkan kemungkinan memunculkan resistensi antibiotik meskipun
dengan tujuan profilaksis komplikasi, namun ada penelitian dari Koenig (2006)
yang menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan
risiko komplikasi. Pada pasien dengan infeksi sekunder tonsilofaringitis bakteri
rekomendasi pemberian antara lain dapat diberikan amoksisilin 50mg/kgBB sekali
sehari (maksimal 1 g). Terapi suportif dengan pemberian paracetamol bisa
dipertibangkan antara lain untuk mencegah komplikasi kejang demam, selain itu
paracetamol juga memiliki efek analgetik untuk meringankan keluhan nyeri
tenggorokan pasien. Ambroxol sebagai obat antibatuk dan mukolitik bisa
diberikan untuk meringankan keluhan batuk pasien, selain itu mempermudah
pengeluaran dahak agar tidak menjadi tempat infeksi bakteri.
Prognosis pasien pada kasus ini adalah baik berdarkan usia pasien (6 tahun),
status nutrisi, ketiadaan gejala defisiensi vitamin A, serta tidak adanya status
imunokompomise. Sekitar 30% kasus campak menunjukkan paling tidak ada 1
komplikasi, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun, sehingga pada pasien ini
kemungkinan muncul komplikasi <30%. Pada kasus ini faktor yang mungkin
memperberat kondisi pasien ialah riwayat pasien yang belum pernah mendapat
imunisasi campak sebelumnya. Menurut penelitian Mitchel et al. (2013), derajat
keparahan infeksi campak pada pasien yang belum diimunisasi adalah 2,8 kali
dibandingkan pasien yang telah mendapatkan imunisasi. Perbedaan kondisi klinis
yang bermakna ialah pada pasien yang belum diimunisasi dapat memiliki demam
34
yang lebih tinggi dan lebih lama, membutuhkan tirah baring yang lebih lama,
membutuhkan terapi (selain paracetamol) yang lebih lama, serta gambaran klinis
yang lebih berat untuk rash makulopapular dan diare.20
Pada hasil follow up (demam hari ke 5-11/ hari ke 2-7 perawatan) didapatkan
keadaan umum membaik serta demam turun menjadi normal pada hari ke-9
demam. Rash morbiliform meluas ke seluruh tubuh pada hari ke-7 dan mulai
menghitam (hiperpigmentasi) pada hari ke-10. Injeksi konjungtiva menghilang
pada hari 8. Tonsil yang awalnya T3/T3 mulai mengecil (T2/T2) pada hari ke-9.
Keluhan nyeri tenggorokan menghilang pada hari ke-9. Batuk dan rasa gatal pada
ruam kulit mulai meringan pada hari ke-10. Pasien dipulangkan pada hari ke-11.
Berdasarkan hasil follow up tersebut maka gambaran perjalanan penyakit dapat
dilihat pada bagan berikut:
3 hari
DAFTAR PUSTAKA
35
36
37