Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Peritonitis merupakan salah satu kondisi yang termasuk dalam kondisi akut
abdomen atau kegawatan abdomen. Akut abdomen ditandai dengan keluhan utama
berupa nyeri abdomen yang timbul mendadak. Keadaan tersebut membutuhkan
penanganan segera yang sering berupa tindakan bedah. Penyebab dari peritonitis
adalah kontaminasi rongga abdomen akibat perforasi yang dapat disebabkan oleh
obstruksi, strangulasi ataupun proses infeksi pada saluran pencernaan.
Perforasi ileum merupakan suatu bentuk penetrasi yang kompleks dari dinding
usus halus akibat dari bocornya kandungan dari usus ke dalam rongga abdomen.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga abdomen atau dengan kata lain, terjadi peritonitis.
Pada keadaan gawat abdomen, penegakkan diagnosis yang tepat dan
pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus dilakukan sesegera
mungkin. Keterlambatan penanganan dapat menyebabkan peningkatan risiko
terjadinya penyulit yang akan berakibat pada bertambahnya morbiditas dan risiko
mortalitas. Maka dari itu, penting bagi dokter umum untuk mengetahui kondisi
peritonitis sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan awal dan
rujukan segera yang akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan kemungkinan
prognosis yang lebih baik.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. N
Tempat/Tgl Lahir : Semarang, 17 Desember 1950
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Donosari 4/3 Tegaron Banyubiru Kab. Semarang
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Jaminan : BPJS Non PBI
No. RM : 0101XX-2012
Tanggal Masuk : 22 Januari 2017, pukul 23.34 WIB
Ruangan : Wijaya Kusuma VIP-316

II.2 ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan pada tanggal 24 Januari 2017, secara auto dan
alloanamnesis. Sebelumnya, pasien merupakan pasien konsulan dari dokter spesialis
penyakit dalam (Dr. Alex, Sp.PD), yang selanjutnya diputuskan untuk dilakukan
rawat bersama dengan dokter spesialis bedah (Dr. Shofia Agung, Sp.B).
Permintaan Konsul
Pasien dikonsulkan dengan abdominal pain (H+2 rawat inap).
Keluhan utama
Nyeri perut 3 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
Keluarga pasien mengatakan, pasien dibawa ke IGD RSUD Ambarawa pada
hari Minggu, 22 Januari 2017 karena nyeri perut yang dirasakan pada bagian
ulu hati, sejak 1 hari SMRS. Nyeri perut dirasakan seperti terpuntir, teriris

2
dan terasa mulas, dengan skala nyeri 6 dari 10. Nyeri perut tidak membaik
saat pasien berbaring ataupun beristirahat. Keluhan tidak disertai rasa panas
yang menjalar ke daerah dada, leher atau punggung. Keluhan dirasakan
semakin hari semakin bertambah berat dan bahkan disertai mual hingga
muntah. Muntah disebutkan sebanyak 5 kali sehari, yang berisi makanan
dan cairan.
Saat ini pasien merasakan nyeri bertambah pada seluruh lapang perut, mual,
namun sudah tidak muntah. Pasien mengatakan nafsu makan menurun, tubuh
terasa lemas dan pusing. Pasien mengaku selama 1 hari SMRS, tidak dapat
buang gas dan BAB, sehingga pasien merasakan perutnya penuh dan
kembung. BAK dirasakan normal tidak ada keluhan.
Sebelumnya, pasien mengaku sejak bulan Juni 2016 memang mengeluhkan
memiliki masalah pencernaan yaitu diare dan maag. Namun, pasien selalu
mengobati keluhannya tersebut dengan minum obat yang dibelinya di apotik
dan tanpa resep dokter.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat diabetes melitus : Terdiagnosis sejak tahun 2010
Riwayat penyakit saluran pencernaan : Diare (+), gastritis (+),
typhoid fever (-)
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat diabetes melitus : Disangkal

Riwayat pengobatan
Selama ini setiap mengalami diare dan serangan maag, pasien selalu
mengobati keluhannya tersebut dengan minum obat yang dibelinya di apotik
namun tanpa resep dokter.

3
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah seorang kepala keluarga. Pasien tinggal serumah dengan istri,
sedangkan anak, menantu dan cucunya hidup sendiri. Untuk biaya
pengobatan pasien ditanggung BPJS. Kesan ekonomi, cukup.
Pasien bukan perokok ataupun alkoholic. Pasien mengatakan cukup jarang
berolahraga. Aktivitas pasien sehari-hari hanya merawat istrinya di rumah
yang sedang mengalami stroke. Pasien mengaku minum air putih yang
cukup tiap harinya, untuk konsumsi makanan yang cukup karbohidrat,
protein dan lemak dirasa kurang, karena sudah setahun ini hanya mengurus
dan memikirkan istrinya. Menurut keluarga, saat ini pasien kurang
paham/peduli dengan makanan sehari-harinya. Pasien menyukai sayur, buah
dan makanan lainnya yang tinggi serat, serta tidak lupa mencucinya sebelum
dikonsumsi.
.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS 15 (E4 V5 M6)
Tanda vital
Tekanan darah : 124/75 mmHg
Nadi : 94 x/menit
Laju pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37 C
SpO2 : 93 %
Skala nyeri : Nyeri bersifat akut, dengan skala nyeri 6 dari 10
Status generalis
Kulit : sianosis (-), ikterik (-), kering (-)
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, refleks cahaya (+/+)

4
Telinga : discharge (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan
fungsi pendengaran (+/+)
Hidung : sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : deviasi trakhea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-)

Thorax
Pulmo
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : fremitus taktil simetris kanan-kiri
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan (-/-)
Cor
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi :
Batas jantung kanan : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Batas jantung atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
- Auskultasi: bunyi jantung I II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya, ikterik (-), darm steifung (-), darm contour
(-), lesi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada seluruh regio abdomen, defans muskuler (+),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Pemeriksaan
undulasi asites (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (+), nyeri ketok CVA (-)

5
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Massa (-/-) (-/-)
Hiperpigmentasi (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Pucat (-/-) (-/-)
Pitting udem (-/-) (-/-)

II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Telah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis, meliputi :
Laboratorium
Tanggal Periksa : 23 Januari 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hb 16,8 13,2-17,3 g/dl
Leukosit 5,3 3,8-10,6 Ribu
Eritrosit 5,37 4,5-5,8 Juta
Hematokrit 50,6 40-52 %
MCV 94,2 82-98 fL
MCH 31,5 27-32 Pg
MCHC 33,4 32-37 g/dl
RDW 12,2 10-16 %
Trombosit 213 150-400 Ribu
MPV 8,7 7-11 mikro m3
Limfosit 0,6 L 1,0-4,5 103/mikro
Monosit 0,0 L 0,2-1,0 103/mikro
Eosinofil 0,0 L 0,04-0,8 103/mikro
Basofil 0,0 0-0,2 103/mikro
Neutrofil 4,6 1,8-7,5 103/mikro
Limfosit % 11,3 L 25-40 %
Monosit % 0,9 L 2-8 %
Eosinofil % 0,9 L 2-4 %
Basofil % 0,7 0-1 %
Neutrofil % 86,2 H 50-70 %
PCT 0,186 0,2-0,5 %
PDW 12,7 10-18 %
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 175 H 74-106 mg/dl
Ureum 54,7 H 10-50 mg/dl

6
Kreatinin 2,03 H 0,62-1,1 mg/dl
Natrium 143,6 136-146
Kalium 3,80 3,5-5,1
Chlorida 101,9 98-106
SEROLOGI
HbsA1C 7,98 - Normal 4-6% %
-Dm terkontrol
baik < 7%
-Dm terkontrol
kurang baik 7-8%
-Dm tidak
terkontrol > 8%

II.5 DIAGNOSIS
a. Dispepsia
b. Diabetes melitus

II.6 PENATALAKSANAAN
a. Monitoring: Tanda vital, nyeri
b. Terapi non-bedah:
Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Pasang kanul O2
Insulin 8 IU sc
Inj Ranitidin 1 amp (extra) / 12 jam
Inj Ondansetron 1 amp (extra) / 12 jam
PO Metformin 3 x 1 tab
PO Sucralfat syr 3 CI
c. Edukasi:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien, pengobatan dan perlunya dilakukan rujukan guna
pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis serta penanganan
lebih lanjut.
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis bedah dan
penyakit dalam untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

II.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam

7
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

II.8 FOLLOW UP
23 Januari 2017
S : Nyeri perut, perut terasa penuh dan kembung. Tidak nafsu makan dan
belum BAB ataupun buang gas.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 37,4 C

Status lokalis :

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya, ikterik (-), darm steifung (-), darm contour
(-), lesi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada seluruh regio abdomen, defans muskuler (+),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Pemeriksaan
undulasi asites (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (+), nyeri ketok CVA (-)

A : Dispepsia, suspek ileus


: Diabetes melitus
P : Rencana BNO 3 posisi
: Pasang NGT, dialirkan
: Infus NaCl 0,9% 20 tpm
: Pasang kanul O2
: Insulin 8 IU sc
: Inj Ranitidin 1 amp (extra) / 12 jam
: Inj Ondansetron 1 amp (extra) / 12 jam
: PO Metformin 3 x 1 tab
: PO Sucralfat syr 3 CI

8
24 Januari 2017
S : Nyeri perut, perut terasa penuh dan kembung. Tidak nafsu makan dan
belum BAB ataupun buang gas.
O : KU : sakit berat, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 130/70 mmHg, N : 82 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36,3 C

Pemeriksaan fisik abdomen :

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya, ikterik (-), darm steifung (-), darm contour
(-), lesi (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada seluruh regio abdomen, defans muskuler (+),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Pemeriksaan
undulasi asites (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (+), nyeri ketok CVA (-)

Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hb 16,0 13,2-17,3 g/dl
Leukosit 5,3 3,8-10,6 Ribu
Eritrosit 5,18 4,5-5,8 Juta
Hematokrit 48,9 40-52 %
MCV 94,4 82-98 fL
MCH 30,9 27-32 Pg
MCHC 32,7 32-37 g/dl
RDW 13,4 10-16 %
Trombosit 182 150-400 Ribu
MPV 8,7 7-11 mikro m3
Limfosit 0,7 L 1,0-4,5 103/mikro
Monosit 0,2 0,2-1,0 103/mikro
Granulosit 4,4 H 0,04-0,8 103/mikro
Limfosit % 12,9 L 25-40 %
Monosit % 3,5 L 2-8 %
Granulosit % 83,6 H 50-70 %
PCT 0,158 0,2-0,5 %
PDW 18,1 10-18 %
KIMIA KLINIK 9
Glukosa sewaktu 162 H 74-106 mg/dl
Ureum 105,6 H 10-50 mg/dl
Kreatinin 3,85 H 0,62-1,1 mg/dl
- Hasil rontgen BNO 3 posisi :
o Kesan :
Tidak tampak gambaran ileus
TIdak tampak gambaran coiled spring atau herring bone
A : Peritonitis
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Infus RL : Dextrose 5% 20 tpm
- Inj Ceftriaxone 2 x 1
- Inj Ketorolac 3 x 1
- Inj Ondansetron 2 x 1
- Inj Ranitidin 2 x 1
- NGT, dialirkan
- Pasang kateter
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B Laparotomy cyto
Tindakan Operasi :
Dilakukan persiapan tindakan operatif cyto berupa laparatomi eksplorasi, jika
pasien/keluarga setuju, yang dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2016.
Persiapan Pre-Operatif meliputi :
- Puasa, dimulai pada tanggal 24 Januari 2016 pukul 09.00 WIB

- Konsul spesialis anastesi untuk tindakan pembiusan

Laporan Operasi :

Dokter Operator : Dr. Shofia Agung, Sp.B, Msi, Med


Dokter Anastesi : Dr. A.S. Heru, Sp.An
Jenis Anastesi : SubArachnoid Block/Spinal
Diagnosis Pre Operasi : Peritonitis
Diagnosis Pasca Operasi : Peritonitis e.c. Perforasi ileum
Jenis Tindakan Operasi : Laparatomi eksplorasi
Tanggal Operasi : 24 Januari 2016
Jam Operasi dimulai : 12.45 WIB
Jam Operasi Selesai : 14.15 WIB
Durasi Operasi : 1 jam 30 menit
Laporan Operasi :
- Pasien dalam posisi berbaring telentang dengan anastesi spinal

- Dilakukan tindakan asepsis-antisepsis pada seluruh lapang abdomen,


dilanjutkan dengan pemasangan duk steril

10
- Dilakukan insisi midline abdomen lapisan demi lapisan. Otot abdomen
dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya

- Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi

- Didapatkan : pus 200 cc dan perforasi pada ileum

- Dilakukan eksplorasi terhadap rongga peritoneum dan organ lain didalamnya,


kemudian dilakukan pencucian dengan NaCl

- Tindakan hemostasis

- Tutup sayatan dengan jahitan lapisan demi lapisan

- Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

Tanda vital post operasi


TD : 88/38 mmHg, N : 124 x/menit, RR : 33 x/menit, T : 36,7 C, SpO2 : 84%

Planning post operasi


- Infus RL 30 tpm
- Inj Efotax 3 x 1 gr
- Inj Ketosik 3 x 30 mg
- Inj Tricker 3 x 1 amp
- Infus Promuba 3 x 500 mg
- Pertahankan NGT, DC, drain
- Monitoring keadaan umum dan tanda vital
- Pasien dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

25 Januari 2017
S : Nyeri post operasi, sudah bisa BAB dan buang gas. Pasien
mengeluhkan sesak saat berbaring yang dirasa hilang timbul dan
kepala terasa pusing. Mual dan muntah (-), BAK normal tidak ada
keluhan.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 116/50 mmHg, N : 135 x/menit, RR : 44 x/menit, T : 36,3 C,
SpO2 : 92%

11
Pemeriksaan fisik abdomen :

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)

Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hb 14,7 13,2-17,3 g/dl
Leukosit 13 H 3,8-10,6 Ribu
Eritrosit 4,67 4,5-5,8 Juta
Hematokrit 42,2 40-52 %
MCV 90,4 82-98 fL
MCH 31,5 27-32 Pg
MCHC 34,8 32-37 g/dl
RDW 11,2 10-16 %
Trombosit 134 L 150-400 Ribu
MPV 9,1 7-11 mikro m3
Limfosit 0,7 L 1,0-4,5 103/mikro
Monosit 0,2 0,2-1,0 103/mikro
Granulosit 12,1 H 0,04-0,8 103/mikro
Limfosit % 5,3 L 25-40 %
Monosit % 1,4 L 2-8 %
Granulosit % 93,3 H 50-70 %
PCT 0,122 0,2-0,5 %
PDW 16,3 10-18 %
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 113 H 74-106 mg/dl
Ureum 163,4 H 10-50 mg/dl
Kreatinin 4,13 H 0,62-1,1 mg/dl

12
A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. perforasi ileum
: Acute Kidney Injury
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3L/mnt
- Inj Ondansetron 2 x 1amp
- PO aminefron 3 x 2 tab
- NGT, dialirkan
- Sementara pasien hanya boleh minum
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus Futrolit s/s Infus NaCl 20 tpm
- Infus Pamol 3 x 500 mg
- Inj Efotax 3 x 1 gr
- Inj Ketosik 3 x 30 mg
- Inj Tricker 3 x 1 amp
- Infus Promuba 3 x 500 mg
- Pertahankan NGT, DC, drain
- Monitoring keadaan umum dan tanda vital
26 Januari 2017
S : Nyeri post operasi. Pasien masih mengeluhkan sesak saat berbaring
yang dirasa hilang timbul, hal ini menyebabkan kualitas tidur pasien
menurun. Mual dan muntah (-), BAK normal tidak ada keluhan.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 132/88 mmHg, N : 97 x/menit, RR : 22 x/menit, T : 36 C,
SpO2 : 95%
Pemeriksaan fisik abdomen :

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

13
- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)
pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)

Pemeriksaan penunjang :
- GDS : 125 mg/dl (H)
A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Acute Kidney Injury
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Cek HbsAg
- Oksigenasi nasal canul 3L/mnt
- Inj Ondansetron 2 x 1
- Saran : Program haemodialisis
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus Futrolit s/s NaCl 20 tpm
- Infus Pamol 3 x 500 mg
- Inj Efotax 3 x 1 gr
- Inj Ketosik 3 x 30 mg
- Inj Tricker 3 x 1 amp
- Infus Promuba 3 x 500 mg
- Aff NGT
- Mobilisasi, relaksasi
- Sudah boleh makan, diet makanan cair

27 Januari 2017
S : Nyeri post operasi berkurang, namun saat bergerak nyeri terasa seperti
teriris, batuk, pasien masih mengeluhkan sesak, hal ini menyebabkan
kualitas tidur pasien menurun. Mual dan muntah (-), BAK normal
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 158/96 mmHg, N : 89 x/menit, RR : 22 x/menit, T : 35,5 C,
SpO2 : 96%
Pemeriksaan fisik abdomen :

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-), GB (+)

14
- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)

A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum


: Acute Kidney Injury
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Cek HbsAg
- Oksigenasi nasal canul 3L/mnt
- Inj Ceftriaxone 1 x1
- Inj Ondansetron 2 x 1
- Rencana program haemodialisis
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 30 tpm
- Infus Pamol stop
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj Ranitidin 3 x 1 amp
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Pertahankan DC, drain
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut 2 kali sehari
- Pindah ruangan

28 Januari 2017
S : Nyeri post operasi berkurang, namun masih terasa nyeri saat
melakukan gerakan. Pasien sudah mulai melakukan mobilisasi. Pasien
masih mengeluhkan batuk berdahak, saat ini dahak
dirasa sulit dikeluarkan dan menyebabkan sesak yang selama ini
dirasa, bertambah berat.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 140/90 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 26 x/menit, T : 36 C,
SpO2 : 96%
Pemeriksaan fisik abdomen :
- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan
sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post

15
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)

A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum


: Acute Kidney Injury
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3 L/mnt
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ondansetron 2 x 1
- Program haemodialisa : besok
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj Ranitidin 3 x 1 amp
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Pertahankan DC, drain
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair

29 Januari 2017
S : Nyeri post operasi berkurang, namun masih terasa nyeri saat
melakukan gerakan ataupun batuk. Pasien masih mengeluhkan batuk
berdahak, dahak dirasa sulit dikeluarkan dan menyebabkan sesak
bertambah berat.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 150/90 mmHg, N : 90 x/menit, RR : 26 x/menit, T : 36,5 C,
SpO2 : 99%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)

16
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)

Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hb 13,7 13,2-17,3 g/dl
Leukosit 16,5 H 3,8-10,6 Ribu
Eritrosit 4,5 4,5-5,8 Juta
Hematokrit 40,8 40-52 %
MCV 90,7 82-98 fL
MCH 30,4 27-32 Pg
MCHC 33,6 32-37 g/dl
RDW 12,6 10-16 %
Trombosit 161 150-400 Ribu
MPV 8,6 7-11 mikro m3
Limfosit 1,1 1,0-4,5 103/mikro
Monosit 0,8 0,2-1,0 103/mikro
Granulosit 14,6 H 0,04-0,8 103/mikro
Limfosit % 6,9 L 25-40 %
Monosit % 4,9 2-8 %
Granulosit % 88,2 H 50-70 %
PCT 0,138 0,2-0,5 %
PDW 13,9 10-18 %
KIMIA KLINIK
Ureum 139,4 H 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,67 H 0,62-1,1 mg/dl

A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum


: Chronic kidney disease stage IV

17
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3 L/mnt
- OBH syr 3 x 1 C
- Inj Ondansetron 2 x 1
- Haemodialisa : tunda e.c hasil lab Ur/Cr mengalami penurunan
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj Ranitidin 3 x 1 amp
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Pertahankan DC, drain
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair

30 Januari 2017
S : Nyeri post operasi sangat berkurang, namun masih terasa nyeri saat
batuk. Pasien masih mengeluhkan batuk berdahak, sesak berkurang.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 170/100 mmHg, N : 84 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36,6 C,
SpO2 : 99%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


Pemeriksaan penunjang

18
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
KIMIA KLINIK
Ureum 138,4 H 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,67 H 0,62-1,1 mg/dl

A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum


: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3L/mnt
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Azitromycin 1 x 500 mg
- Inj Ondansetron stop
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj Ranitidin 3 x 1 amp
- Infus Metronidazol stop
- Pertahankan DC, drain
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair

31 Januari 2017
S : Nyeri post operasi sangat berkurang, bahkan hampir sudah tidak terasa
nyeri saat batuk. Pasien masih mengeluhkan batuk berdahak.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 188/115 mmHg, N : 94 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36,2 C,
SpO2 : 99%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, balut (+), rembes (-),
hiperemis (-), GB (+)

19
- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (+), nyeri tekan (+)


pada sekitar luka post operasi

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV

P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD


- Oksigenasi nasal canul 3L/mnt
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Inj Metilprednisolon 1 x 125 mg
- Azitromycin 1 x 500 mg
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Inj Ketorolac 3 x 30 mg
- Inj Ranitidin 3 x 1 amp
- Aff DC, aff drain
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Aff hecting

1 Februari 2017
S : Nyeri post operasi sangat berkurang, sudah tidak nyeri saat batuk
maupun ditekan. Namun, pasien masih mengeluhkan batuk berdahak,
dahak dirasa sulit dikeluarkan dan menyebabkan timbulnya keluhan
sesak yang bertambah berat, hal ini menyebabkan kualitas tidur pasien
menurun. Pasien mengeluhkan sulit tidur semalam. Pagi ini pasien
sudah BAB dan buang gas. BAB dikatakan normal tidak ada keluhan,
konsistensi normal, warna kecoklatan. BAK normal tidak ada keluhan.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 165/95 mmHg, N : 110 x/menit, RR : 26 x/menit, T : 36,3 C,
SpO2 : 98%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

20
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, aff hecting , balut (+),
rembes (-), hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
KIMIA KLINIK
Ureum 92,3 H 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,21 H 0,62-1,1 mg/dl

A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum

: Chronic kidney disease stage IV


P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3 L/mnt
- Inj Ambroxol 3 x 1
- Inj Metilprednisolon 1 x 125 mg
- Azitromycin 1 x 500 mg
- Rontgen thorax AP
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Terapi injeksi stop, ganti PO
- PO Cefadroxyl 3 x 1 cap
- PO Ketoprofen 3 x 1 tab
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut setiap hari

2 Februari 2017

21
S : Nyeri post operasi berkurang, batuk berdahak namun dahaknya sulit
dikeluarkan, sesak sejak semalam. Pasien sempat mengalami kejang
pada pagi hari (pukul 06.45 WIB). Kejang terjadi pada seluruh tubuh,
dengan mata mendelik ke atas, mulut tidak berbusa, lidah tidak
terbelalak, pasien tidak tersedak. Kejang terjadi selama 2 menit.
Setelah sadar, selama 10 menit pasien sempat mengigau dan tidak
dapat diajak berkomunikasi, kemudian setelahnya, pasien sadar penuh.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 169/115 mmHg, N : 130 x/menit, RR : 21 x/menit, T : 36,3 C,
SpO2 : 93%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, aff hecting , balut (+),
rembes (-), hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


Pemeriksaan penunjang
- Hasil rontgen X-foto thorax AP :
o Cor : Batas kanan sulit dinilai tertutup infiltrat
o Pulmo : Corakan meningkat
: Tampak bercak infiltrat perihiler kanan, perikardial
kiri
o Sinus kostofrenikus kiri lancip, kanan suram
o Diafragma kanan setinggi kosta 7 posterior, kiri 9-10
o Kesan :
Cor sulit dinilai

22
Gambaran bronkopneumonia
Diafragma kanan letak tinggi DD/ Hepatomegali
A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 4 L/mnt
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Inj Ceftriaxone 2 x 1
- Cek darah lengkap, ureum, creatinin
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- PO Cefadroxyl 3 x 1 cap
- PO Ketoprofen 3 x 1 tab
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut setiap hari, aff hecting

3 Februari 2017
S : Pasien sudah tidak mengeluh nyeri pada luka post operasi, baik pada
saat batuk maupun ditekan. Namun, pasien masih mengeluhkan batuk
berdahak dan sesak. Pasien merasa saat ini tubuhnya terasa lemas dan
kepala pusing cekot-cekot. BAB dan BAK sudah tidak ada keluhan.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 160/100 mmHg, N : 101 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 36,5 C,
SpO2 : 93%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, hecting (-), balut (+),
rembes (+), pus (+), hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

23
- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3 L/mnt
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Inj Ketorolac 2 x 1
- Inj Ceftriaxone stop
- Cek darah lengkap, ureum, creatinin
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Terapi PO stop, ganti terapi injeksi
- Inj Cefotaxim 3 x 1 gr
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut sehari 2 kali

4 Februari 2017
S : Pasien sudah tidak mengeluh nyeri pada luka post operasi, baik pada
saat batuk maupun ditekan. Namun, pasien masih mengeluhkan batuk
berdahak, sesak sudah berkurang.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 160/90 mmHg, N : 100 x/menit, RR : 22 x/menit, T : 36,3 C,
SpO2 : 96%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, hecting (-), balut (+),
rembes (+), pus (+), hiperemis (-), GB (+)

24
- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Oksigenasi nasal canul 3 L/mnt
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Inj Ketorolac 2 x 1
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Infus RL 20 tpm
- Inj Cefotaxim 3 x 1 gr
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut sehari 2 kali

5 Februari 2017
S : Pasien sudah tidak mengeluh nyeri sama sekali pada luka post operasi.
Namun, pasien masih mengeluhkan batuk berdahak. Pasien sudah
tidak sesak.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 156/103 mmHg, N : 96 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36 C,
SpO2 : 96%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)
Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, hecting (-), balut (+),
rembes (+), pus (+), hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

25
- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)


A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Infus RL s/s Aminofusin 20 tpm
- Inj Bisolvon 3 x 1
- Inj Ketorolac 2 x 1
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Inj Cefotaxim 3 x 1 gr
- Infus Metronidazol 3 x 500 mg
- Mobilisasi, relaksasi
- Diet makanan cair
- Ganti balut sehari 2 kali

6 Februari 2017
S : Tidak ada keluhan.
O : KU : sakit sedang, KS : compos mentis
Tanda vital :
TD : 145/96 mmHg, N : 94 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36 C,
SpO2 : 98%
Status lokalis :
Thorax
- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
- Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+)

Abdomen

- Inspeksi : Perut tampak cembung, warna kulit sama dengan


sekitarnya. Pada regio umbilicalis, terdapat luka post
operasi midline incision, hecting (-), balut (+),
rembes (+), pus (+), hiperemis (-), GB (+)

- Auskultasi : Bising usus (+), metallic sound (-)

- Palpasi : Teraba hangat, distensi abdomen (-), nyeri tekan (-)

26
- Perkusi : Pekak hepar (-), hipertimpani (-)
A : Post laparotomy cyto dengan indikasi Peritonitis e.c. Perforasi ileum
: Chronic kidney disease stage IV
P : Planning dari Dr. Alex, Sp.PD
- Boleh pulang
- Terapi rawat jalan :
o PO Asetilsistein 3 x 1
o PO Insesata 1 x 300
: Planning dari Dr. Shofia Agung, Sp.B
- Boleh pulang
- Terapi rawat jalan :
o PO Cefadroxyl cap 3 x 1
o PO Ketoprofen tab 3 x1
o PO Metronidazol tab 3 x 1
o PO Ranitidin tab 3 x 1
o Mobilisasi, relaksasi
o Diet makanan cair
o Ganti balut tiap hari
- Kontrol ke poliklinik jika obat sudah mau habis

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didagnosis dengan keadaan peritonitis et. causa perforasi
ileum. Dasar dari penegakkan diagnosis ini adalah hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil anamnesis, terdapat faktor risiko yang
berkaitan dengan terjadinya perforasi ileum yaitu kondisi gangguan pencernaan yang
sering dikeluhkan oleh pasien berupa diare, kondisi ini tidak hanya dialami 1 kali,
melainkan cukup sering. Kondisi ini diperberat dengan mengingat obat-obatan yang
digunakan oleh pasien, dibelinya tanpa resep dokter. Hal ini lah yang menyebabkan
kondisi usus dari pasien kurang baik, diperberat dengan kurangnya menjaga pola

27
makan, merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis terjadinya perforasi
ileum.
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan keluhan yang mengarah kepada
keadaan peritonitis, yaitu nyeri perut yang dirasakan berawal pada bagian ulu hati
yang tidak menjalar ke daerah dada, leher atau punggung ataupun terasa panas.
Keluhan nyeri perut kemudian bertambah berat dan dalam waktu dua hari, nyeri
dirasakan terjadi pada seluruh lapang perut, tidak membaik saat pasien berbaring
ataupun beristirahat, keluhan disertai demam, mual hingga muntah, nafsu makan
menurun, tubuh terasa lemas, tidak dapat buang gas dan BAB, perut terasa penuh dan
kembung.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil pemeriksaan yang identik dengan
keadaan peritonitis yaitu, nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen, distensi
abdomen, defance muscular.
Untuk membantu penegakkan diagnosis, dilakukan berbagai pemeriksaan
penunjang dengan hasil yang mengarah pada peritonitis. Sehingga, untuk
memperbaiki kondisi umum pasien, dilakukan tindakan laparatomi. Selama durante
operatie didapatkan perforasi ileum dan adanya pus, serta perlengketan pada lapisan
peritoneum.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, pasien ini didiagnosis dengan peritonitis
et. causa perforasi ileum. Kemudian dilakukan penatalaksaanaan lanjut berupa
pengobatan dengan antibiotic dan pemberian analgetic.

28
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

IV.1 ANATOMI PERITONEUM


Sebagian besar organ system gastrointestinal berada pada cavum abdominalis.
Cavum abdomen memiliki dibatasi oleh struktur disekitarnya pada 4 sisi :
a. Kranial : Diagfragma, processus xymphoideus dan arcus costae
b. Ventral : Lapisan dinding abdomen
c. Dorsal : Columna vertebralis, M.Dorsalis abdominalis
d. Kaudal : Rongga pelvis
Secara umum, lapisan dinding abdomen dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
lapisan superficial, lapisan intemedius dan lapisan profundus.

Gambar 1. Lapisan Dinding Abdomen

29
Lapisan Dinding
Abdomen

Superficial Intermedius Profundus

Fasia transversalis,
Fasia abdomen, otot
Kulit, Subkutis abdomen
panikulus adiposus,
pertoneum parietalis

Diagram 1. Pembagian Lapisan Dinding Abdomen

a. Kulit
Merupakan lapisan yang paling luar, dimana pada permukaannya terdapat garis
lipatan kulit yang berjalan hamper horizontal yang dikenal sebagai Tension
Line of Langer. Kulit abdomen dipersarafi oleh ramus anterior T7-T12 dan L1.
Mendapatkan vaskularisasi dari A.Epigastrica superior et Inferior pada bagian
tengah, dan A.Circumfleksa illium profundum pada bagian pinggang.

Gambar 2. Lapisan Dinding Abdomen secara Longitudinal

30
b. Subkutis
Pada lapisan subkutis, terdapat fasia superficialis abdomen yang terdiri dari 2
lapisan, yaitu :
1) Facia Camperi
Merupakan lapisan yang mengandung lemak yang tebal (pan adiposus
superficialis)
2) Facia Scarpae
Lapisan membrane tipis yang pada bagian pinggir arcus pubis disebut
sebagai facia collesi (stratum membranosum profundus)
c. Fasia Profunda Abdomen
Disebut juga sebagai facia inominata glaudeti. Lapisan ini merupakan lapisan
tipis jaringan ikat yang menutupi otot-otot abdomen.
d. Muskulus Abdominalis

Musculus
Abdominalis

Mm.
Mm. Dorsalis
Ventrolateral

Diagram 2. Pembagian Otot Dinding Abdomen

Yang termasuk kedalam muskuli ventrolateral adalah :


1) M. Obliqus Eksternus
2) M. Obliqus Internus
3) M. Transversus Abdominis
4) M. Rectus Abdominis
5) M. Pyramidalis

31
Gambar 3. Muskulus Ventrolateral Abdomen

Otot ini berfungsi untuk gerakan laterofleksi dan rotasi tubuh, fleksi tubuh,
stabilisasi pelvis, membantu diagfragma dalam proses pernafasan dan berperan
dalam meningkatkan tekanan intraabdominal. Dipersarafi oleh nervus T7-T12,
L1 dan Nervus illiohypogastricus
Yang termasuk kedalam muskulus dorsalis adalah :
1) M. Quadratus Lumborum
2) M. Psoas Mayor
3) M. Psoas Minor
4) M. Illiacus
5) Aponeurosis Mm. Obliqua

Gambar 6. Muskulus Dorsalis Abdomen


e. Fasia Tranversalis
Merupakan lapisan tipis yang membatasu M.Transversus abdominis
f. Panikulus Adiposus Pre-Peritoneum
Merupakan lapisan lemak ekstraperitoneal yang merupakan lapisan tipis
jaringan ikat yang mengandung lemak
g. Peritoneum
Merupakan membran serosa yang membatasi dan membungkus organ
intraabdominal dengan lapisan dinding perut lainnya. Terbagi menjadi 2, yaitu
peritoneum parietal dan peritoneum visceral. Peritoneum parietal merupakan
lapisan peritoneum superficial yang merupakan membrane serosa tipis yang
membatasi antara organ internal dengan lapisan dinding abdomen. Sedangkan

32
peritoneum visceral merupakan membrane serosa yang membungkus/melapisi
organ-organ intraabdominal. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat rongga
yang disebut dengan cavitas peritonealis yang berisi cairan serosa. Cavitas ini
terdiri atas kantong besar dan kantong kecil (bursa omentalis) yang saling
berhubungan melalui foramen epiploicum.

Gambar 4. Peritoneum

Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten


dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat
bergerak kedua arah. Molekul-molekul yang lebih besar dibersihkan kedalam
mesotelium diafragma dan limfatik melalui stomata kecil. Organ-organ yang
terdapat di cavum peritoneum yang meliputi gaster, hepar, termasuk kedalam
organ intraperitoneum, sedangkan organ lainnya seperti pankreas, duodenum,
kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter termasuk kedalam organ
retroperitoneum, karena hanya sebagian komponen organ yang dilapisi oleh
peritoneum viseral.

33
Gambar 5. Organ Intrabdominal

Peritoneum viserale yang membungkus organ gastrointestinal dipersarafi oleh


sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan,
sehingga sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan
oleh pasien. Akan tetapi jika dilakukan tarikan atau regangan pada organ,
kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia (kolik atau
peradangan seperti apendisitis) maka akan timbul nyeri viseral. Nyeri viseral
merupakan nyeri tumpul dan biasanya pasien tidak dapat menunjuk dengan
tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya
untuk menujuk daerah yang nyeri. Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf
tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan,
tekanan, atau proses inflamasi. Nyeri yang dirasakan merupakan nyeri tajam
seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi
nyeri.
Dinding abdomen dibagi menjadi 2 kelompok untuk proyeksi organ
gastrointestinal. Pembagian pertama, dinding abdomen dibagi menjadi 4
kuadran, sedangkan pembagian kedua, dinding abdomen dibagi menjadi 9
regio.

34
Gambar 6. Proyeksi Organ Gastrointestinal

IV.2 KEGAWATAN ABDOMEN


Kegawatan abdomen merupakan keadaan klinis kegawatan pada rongga perut
yang timbul mendadak dan ditandai dengan keluhan utama berupa nyeri perut.
Kondisi ini memerlukan penanganan segera berupa tindakan bedah. Perforasi saluran
cerna yang menyebabkan kontaminasi rongga perut akibat infeksi, obstruksi ataupun
strangulasi dapat menyebabkan terjadinya peritonitis. Beberapa proses patologik yang
menyebabkan kegawatan abdomen adalah sebagai berikut :
a. Peradangan
Apendisitis akut, perforasi apendiks, perforasi ulkus gaster, perforasi usus
tifoid, pankreatitis akut, kolesistitis akut.
b. Perforasi
Perforasi dari organ-organ saluran pencernaan.
Akan muncul gambaran peritonitis generalisata dan tanda-tanda umum infeksi
yang meluas (demam, keadaan umum yang merosok, takikardia)
c. Ileus Obstruktif
Hernia inkaserata, volvulus usus
Obstruksi usus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah hebat, distensi
perut dan peningkatan bising usus.
d. Iskemia
Hernia strangulata, volvulus, kelainan atau penyumbatan vaskular.
e. Perdarahan
Kehamilan ektopik, ruptur aneurisma.

35
Adanya darah dalam rongga perut menyebabkan rangsangan peritoneum dan
nyeri yang akan berlanjut menjadi anemia dan syok hemoragik. Perdarahan
dalam rongga usus memerlukan operasi segera.
f. Cedera
Perforasi organ berongga, perdarahan limpa atau hati akibat trauma pada
abdomen. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus.

Keluhan utama pada kegawatan abdomen adalah nyeri perut. Terdapat 2 jenis
nyeri perut, yaitu nyeri viseral dan nyeri somatik. Nyeri viseral merupakan nyeri
samar/nyeri tumpul yang terjadi akibat rangsangan pada organ ataupun struktur dalam
rongga perut. Nyeri viseral menunjukkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang bersangkutan. Organ yang berasal dari foregut (lambung,
duodenum, hepatobilier, pankreas) akan menimbulkan nyeri pada region epigastrium
(ulu hati). Organ yang berasal dari midgut seperti usus halus dan usus besar
(pertengahan kolon transversum) akan menimbulkan nyeri pada regio umbilikalis.
Sedangkan sisa usus besar dari pertengahan kolon transversum sampai ke kolon
sigmoid yang berasal dari hindgut akan menimbulkan nyeri pada regio suprapubis
(buli-buli) dan rektosigmoid. Lain halnya dengan nyeri viseral, nyeri somatik
merupakan nyeri tajam yang terjadi akibat rangsangan pada bagian yang dipersrafi
oleh saraf tepi, seperti regangan pada peritoneum parietalis dan luka pada dinding
perut. Gesekan ataupun gerakan pada kedua lapisan peritoneum biasanya akan
menyebabkan peningkatan intensitas nyeri. Nyeri somatik yang muncul merupakan
proyeksi organ yang ada pada regio tersebut, sehingga lebih mudah menentukan
perkiraan asal penyebab nyeri.
Berdasarkan penyebarannya, nyeri dapat berupa nyeri alih atau nyeri proyeksi.
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan mempersarafi lebih dari satu regio.
Misalnya pada kondisi kolesistitis akut, nyeri awalnya akan dirasakan di daerah
epigastrium atau hipokondrium kanan dengan nyeri alih ke daerah ujung scapula pada
punggung kanan. Hal tersebut terjadi akibat tingkat persarafan yang sama selama
masa embrional. Sedangkan nyeri proyeksi merupakan nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan saraf sensorik akibat cedera atau peradangan saraf.

36
Terdapat beberapa jenis nyeri khusus yang dapat muncul pada penyakit tertentu
dan akan membantu dalam penegakkan diagnosis :
a.Hiperestesia
Kondisi ini terjadi jika ada peradangan pada rongga dibawahnya. Pada
kegawatan abdomen, hiperestesia sering ditemukan pada peritonitis lokal
maupun generalisata.
b. Nyeri kontinue
Nyeri ini merupakan yang terjadi secara terus menerus karena proses iritasi
yang berlangsung terus, misalnya pada reaksi inflamasi pada peritonitis.
c.Nyeri kolik
Nyeri kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
dan biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut. Nyeri kolik
merupakan nyeri episodik yang kumatan. Biasanya terjadi pada obstruksi usus,
batu ureter, batu empedu dan peningkatan tekanan intraluminal. Nyeri kolik
biasanya disertai dengan mual atau muntah dan gerak paksa (trias kolik).
d. Nyeri iskemik
Nyeri iskemik merupakan nyeri yang muncul sebagai tanda adanya jaringan
yang terancam neksosis. Nyeri iskemik biasanya sangat hebat, menetap dan
tidak menyurut. Disertai dengan gambaran takikardia, penurunan keadaan
umum dan syok yang terjadi akibat intoksikasi jaringan nekrosis.
e.Nyeri berpindah
Nyeri berpindah sesuai dengan perkembangan patologinya. Biasanya terjadi
pada apendisitis akut dimana ada perpindahan nyeri dari daerah
epigastrium/periumbilical ke region perut kanan bawah. Selain itu pada
perforasi ulkus duodenum, akan terjadi perpindahan nyeri dari perut bagian atas
ke kanan bawah.
Untuk dapat menegakkan diagnosis kondisi akut abdomen, perlu didapatkan
anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang sesuai. Pada anamnesis perlu
ditanyakan onset timbulnya nyeri, durasi serangan nyeri, letak nyeri dan sifatnya,
skala nyeri dan faktor-faktor yang memperberat atau memperingan rasa nyeri.
Tanyakan juga ada tidaknya muntah atau konstipasi yang sangat sering menyertai
kondisi-kondisi gawat abdomen. Pola defekasi, miksi dan riwayat-riwayat lain yang
mendukung klinis pasien perlu juga ditanyakan dalam anamnesis.

37
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh, mulai dari
keadaan umum, tanda vital, ada tidaknya tanda-tanda dehidrasi, perdarahan, syok,
infeksi atau sepsis. Pada pemeriksaan status lokalis abdomen, dilakukan inspeksi
bentuk perut, auskultasi bising usus, palpasi untuk identifikasi lokasi nyeri tekan dan
defance muscular, pada perkusi juga dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
perkusi pekak hepar.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah pada kegawatan abdomen sangat
bergantung pada diagnosis. Jika masih ada keraguan, sebaiknya dilakukan observasi
dan pengawasan terhadap perjalanan kondisi klinis pasien. Selama observasi dan
pengawasan, saluran cerna diistirahatkan dengan memuasakan pasien, dekompresi
dengan pemasangan nasogastric tube (NGT) dan pemberian cairan melalui infus.
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan yang memerlukan pertimbangan laparatomi pada
kasus gawat abdomen :
a. Defance muscular, terutama jika meluas
b. Nyeri tekan abdomen, terutama jika meluas
c. Distensi perut, terutama dengan ketegangan yang meningkat
d. Massa yang nyeri, terutama jika disetai dengan suhu tinggi atau hipotensi
e. Tanda meragukan yang disertai dengan tanda perdarahan atau tanda sepsis
f. Tanda iskemia oleh gangguan vascular atau strangulasi, dengan intoksikasi atau
perburukan kondisi
g. Pemeriksaan radiologi : pneumoperitoneum, distensi usus hebat yang
bertambah, ekstravasasi kontras, tumor suhu tinggi, oklusi vena atau arteri
mesentrika
h. Pemeriksaan endoskopi : perforasi saluran cerna, perdarahan saluran cerna yang
tidak teratasi
i. Parasentesis atau laparoskopi : darah segar, nanah, empedu, isi usus atau urin.

IV.3 PERITONITIS
IV.3.1 Definisi
Peritonitis adalah peradangan akut maupun kronis pada peritoneum, dapat terjadi
secara lokal (localized peritonitis) ataupun menyeluruh (general peritonitis). Peritonitis
menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen. Akut abdomen adalah
suatu kegawatan abdomen yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah.
Peritonitis secara umum adalah penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh

38
bedah. Peritonitis tersebut disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam
abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari
dalam misal karena perforasi. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang
biasanya disertai dengan bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering
dikaitkan dengan perforasi viskus (secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan
sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis dikategorikan sebagai primary
peritonitis.
Perforasi ileum merupakan suatu bentuk penetrasi yang kompleks dari dinding
usus halus akibat dari bocornya kandungan dari usus ke dalam rongga abdomen.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga abdomen atau dengan kata lain, terjadi peritonitis.

IV.3.2 Epidemiologi
Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan wanita.
Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah
perforasi apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis, perforasi ulkus peptikum
atau perforasi ileum. Menurut survei World Health Organization (WHO), kasus
peritonitis di dunia adalah 5,9 juta kasus. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Hamburg-Altona Jerman, ditemukan 73% penyebab tersering peritonitis adalah
perforasi dan 27% terjadi pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis dari 11.000
pasien yang ada. Angka kejadian peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003
sebesar 0,0036% (4562 orang).

IV.3. 3 Etiologi
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Peritonitis primer
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan
kelenjar getah bening dari organ peritoneal yang berhubungan langsung dengan
rongga peritoneum. Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP). Kasus SBP disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama

39
oleh bakteri gram negatif (E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus),
bakteri gram positif (streptococcus pneumonia, staphylococcus). Penyebab
paling sering peritonitis primer terbagi menjadi peritonitis primer yang spesifik
yaitu oleh tuberkulosis paru dan kondisi tidak spesifik lainnya seperti sirosis
hepatis dengan asites, nefrosis, pyelonefritis, SLE, dan bronkopnemonia.
b. Peritonitis sekunder
Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari
organ intraperitoneal, seperti infeksi pada traktus gastrointestinal, traktus
urinarius, adanya benda asing yang berasal dari perforasi apendiks, asam
lambung dari perforasi lambung, asam empedu akibat trauma pada traktus
biliaris, bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi pankreatitis, serta
laserasi hepar akibat trauma dan merupakan jenis peritonitis yang paling sering
terjadi.
c. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung
yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang dengan
kondisi komorbid. Umumnya pada pasien yang mendapat terapi tidak adekuat,
superinfeksi kuman dan akibat tindakan operasi sebelumya. Organisme
penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu staphylococcus sp,
candida, dan mycobacteri. Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan
keruh pada dialisis. Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula.

IV.3.4 Patofisiologi
Reaksi awal peradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti
terbentuknya pus dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisir infeksi. Bila
infeksi mereda, perlekatan akan menghilang, tetapi bila proses berlanjut maka pita-
pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupun organ
lainnya.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Cairan dan elektrolit, akan masuk kedalam lumen usus dan
menyebabkan terbentuknya sekuestrasi. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara

40
cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai
mediator, seperti interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius. Karena tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi kompensasi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum, maka dapat timbul
peritonitis umum. Kondisi perlekatan ileum yang menetap sebagai pita-pita fibrosa,
dapat mengakibatkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus menyebabkan kembung,
nausea, vomitting, sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan febris. Dengan disertai
perlekatan-perlekatan usus, maka dinding usus menjadi atonia.
Lumen usus yang tersumbat dan atonia secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan yang diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, namun
tidak adanya absorpsi, dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan gagal absorbsi merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah mengecilnya ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, hingga syok hipovolemik.
Pada kondisi perforasi ileum, maka feses cair dan mikroorganisme segera
mengkontaminasi peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam)
baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat
protective mechanism yaitu sifat bila suatu segmen ileus mengalami perforasi,
maka segmen tersebut segera berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup lubang
perforasi. Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung dari keadaan umum dan
juga keadaan usus itu sendiri. Pada penderita dengan keadaan umum minimal, maka
sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tidak ada sama sekali.

IV.3.5 Manifestasi Klinis


a. Nyeri abdomen

41
Gejala klinis peritonitis yang utama dan selalu ada adalah nyeri abdomen. Nyeri
umumnya timbul dengan onset tiba-tiba dan didapatkan pada seluruh lapang
abdomen. Seiring dengan perjalanan penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,
seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan. Nyeri lebih terasa pada
daerah dimana terjadinya peradangan peritoneum. Menurunnya intesitas dan
penyebaran dari nyeri menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan,
ketika intesitasnya meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri,
menandakan penyebaran dari peritonitis. Nyeri diperberat saat penderita
bergerak.

b. Defance muscular
Dinding abdomen akan terasa tegang, hal ini disebabkan oleh mekanisme
antisipasi penderita secara involuner berupa kontraksi otot dinding abdomen
untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau keadaan tegang karena
adanya iritasi peritoneum.
c. Demam, anoreksia, mual, muntah
Pada penderita, juga akan ditemukan gejala demam, anoreksia, mual, dan
muntah. Badan terasa demam dan mengigil yang hilang timbul. Meningkatnya
suhu tubuh dapat mencapai 38C sampai 40C.
Kemudian, timbulnya mual dan muntah disebabkan oleh adanya kelainan
patologis organ visera atau akibat iritasi peritoneum. Perbedaan keadaan
muntah dari organ yang mengalami perforasi adalah jika disebabkan oleh
stenosis pilorus, konsistensinya lebih encer dan berbau asam, jika disebabkan
oleh obstruksi usus halus, umumnya berwarna kehijauan, jika disebabkan oleh
obstruksi kolon, onset muntah akan lebih lama.
Dehidrasi dapat terjadi akibat hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output
urin dan syok.
d. Facies hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates. Gejala ini termasuk
ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka tampak pucat.
Peritonitis dengan facies hiprocrates, umumnya terjadi pada stadium pre

42
terminal. Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut
difleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena gerakan dapat
menyebabkan nyeri pada abdomen.
e. Syok
Syok dapat disebabkan oleh dua faktor. Yang pertama akibat perpindahan cairan
intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari intestinal. Yang kedua
disebabkan terjadinya sepsis generalisata.

IV.3.6 Diagnosis
a. Labortorium
Pada kasus peritonitis umumnya terjadi leukositosis yang dapat mencapai lebih
dari 20.000/mm. Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke kiri
dan dominasi oleh polimononuklear yang memberikan bukti adanya
peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan yang
nyata. Pada pasien dengan kondisi sepsis berat atau immunocompromised dapat
terjadi leukopenia.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada peritonitis adalah dilakukan foto thoraks PA lateral
serta foto polos abdomen.
Pada foto thoraks dapat menunjukkan gambaran proses pengisian udara di
lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Pada foto polos
diafragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibatnya
adanya udara bebas dalam cavum peritoneum.
Pada pemeriksaan foto polos abdomen dapat dijumpai :
1) Tampak udara usus merata dan bebas, kondisi ini berbeda dengan gambaran
ileus obstruksi
2) Pada lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga
menyerupai ileus paralitik
3) Usus yang dilatasi, umumnya berdinding tebal
4) Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
5) Asites, karena adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum

IV.3.7 Penatalaksanaan
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa dan memerlukan
pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen

43
adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena,
menemukan dan mengeliminasi fokus septik atau penyebab radang lain,
mengeliminasi mikroorganisme penyebab, dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik dan intestinal, serta mempertahankan fungsi sistem organ
lainnya.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera setelah diagnosis peritonitis bakteri
ditegakkan. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi. Pada SBP,
pemberian antibiotik terutama adalah dengan Sefalosporin generasi III, kemudian
diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminoglikosida sebaiknya
dihindari, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena efeknya yang
nefrotoksik.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang
menyebabkan radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan
drainase abses dan endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah
laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi
yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

44
BAB V
KESIMPULAN

Peritonitis adalah kondisi peradangan pada peritoneum dan menjadi salah satu
penyebab tersering dari akut abdomen. Manifestasi klinis dari peritonitis adalah nyeri
yang terasa tiba-tiba dan hebat, menyebar hingga keseluruh lapang abdomen. Tanda
lainnya yaitu adanya distensi abdomen, defance muscular, demam, nausea, vomitus,
hingga syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik). Peritonitis adalah suatu kondisi
yang mengancam jiwa dan memerlukan pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip
utama terapi adalah menemukan dan mengeliminasi fokus septik atau penyebab
radang lain, mengeliminasi mikroorganisme penyebab, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, serta mempertahankan fungsi sistem
organ lainnya.

45
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Arief, M, Suprohaita, Wahyu, IK, Wiewiek, S 2000, Kapita Selekta Kedokteran :


Bedah Digestif ed.III, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, hlm.302-21.

Balley 1988, Short Practice of Surgery ed.XX, ELBS, England.

Cavalli, Z, Ader, F, Valour, F, dkk 2016, Clinical Presentation, Diagnosis, and


Bacterial Epidemiology of Peritonitis in Two University Hospitals in
France, Infectious diseases and therapy, France, hlm.193-9.

Cole dkk 1970, Cole and Zollinger textbook of Surgery 9th edition, Appelton-Century
Corp, United State of America.

Fauci dkk 2008, Horrisons Principal of Internal Medicine Volume 1, McGraw hill,
United State of America.

Guyton, AC, Hall, JE 2007, Buku ajar fisiologi kedokteran ed.XI, EGC, Jakarta.

Kocaman, O 2014, Understanding peritonitis: a difficult task to overcome, The


Turkish journal of gastroenterology, Turkey, hlm.79.

Mansjoer, A, Suprohaita, Wardani, WI 2005, Kapita Selekta Kedokteran ed.III :


Bedah Digestif, Media Aesculapius, Jakarta, hlm.307-13.

46
Philips, T 1997, Surgical Diagnosis ed.III, Toronto University of Illnois College of
Medicine, Toronto.

Rasad, S, Kartoleksono, S, Ekayuda, I 1999, Radiologi Diagnostik : Abdomen Akut,


Gaya Baru, Jakarta, hlm.256-7.

Sanai, FM, Bzeizi, KI 2005, Systematic review : peritonitispresenting features,


diagnostic strategies and treatment, Alimentary pharmacology &
therapeutics, England, hlm.685-700.

Singh, R, Kumar, N, Bhattacharya, A, Vajifdar, H 2011, Preoperatif predictors of


mortality in adults patient with perforation peritonitis, Indian Journal of
Critical Care Medicine, India, hlm.157-63.

Sjamsuhidajat, R, Jong, WD 2005, Buku ajar Ilmu Bedah ed.II : Gawat abdomen,
EGC, Jakarta, hlm.237-248.

Sjamsuhidajat, R, Jong, WD 2005, Buku ajar Ilmu Bedah ed.II : Dinding perut,
hernia, retroperitoneum dan omentum, EGC, Jakarta, hlm.639-45.

Sjamsuhidajat, R, Jong, WD 2005, Buku ajar Ilmu Bedah ed.II : Infeksi, EGC,
Jakarta, hlm.36-94.

47
Sulton, David 1995, Buku Ajar Radiologi Mahasiswa Kedokteran : Gastroenterologi
ed.V, Hipokrates, Jakarta, hlm.34-8.

Towsend, M 2008, Sabiston textbook of Surgery, Elsivier, United State of America.

Zinner, M 1997, Abdominal Operations ed.X, Schwartz, United States of America.

48

Anda mungkin juga menyukai