Anda di halaman 1dari 13

Laporan Kasus IGD

Vulnus Punctum

Oleh:

dr. Annisa Safira Nurdila

Pendamping:

dr. Novieka Dessy M

RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Program Internship Dokter Indonesia

Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

2019
Kasus 1

Topik : Faringitis Akut

Tanggal Kasus : 28 Februari 2019

Presenter : dr. Annisa Safira Nurdila

Tanggal Presentasi : 4 Mei 2019

Pendamping : dr. Novieka Dessy M

Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Objektif Presentasi : Keterampilan, Diagnostik, Tatalaksana awal

Deskripsi :

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan

luka terbuka pada kaki kanan sejak 1 jam SMRS, luka disebabkan

karena tertusuk paku yang berkarat saat pasien sedang bekerja. Darah

(+), nyeri (+). Riwayat pemberian imunisasi TT tidak diketahui

Tujuan :

Diagnosis dan tatalaksana awal

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

Data Pasien : Nama Pasien : Tn. R

Umur : 24 tahun
Data untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis

Vulnus Punctum

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan luka terbuka pada kaki

kanan sejak 1 jam SMRS, luka disebabkan karena tertusuk paku yang berkarat saat pasien

sedang bekerja. Darah (+), nyeri (+). Riwayat pemberian imunisasi TT tidak diketahui

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (-) Riwayat Diabetes (-)

5. Lain-lain :

a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang, Kesadaran : kompos mentis

TD: 120/80 mmHg HR : 88x/menit, Suhu: 37,0⁰C, RR: 22x/menit

SaO2 98% O2 mask (-)

Kulit : Ikterik (-) anemis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : hiperemis (-/-), secret (-/-)

Mulut : mukosa basah (+)

Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (-) , Tonsil T0-T0


Thorax :

Jantung : S1-S2 tunggal, Bising (-)

Paru : suara nafas bronkovesikuler (-/-)Retraksi(-/-)wheezing(-/-) rhonki (-/-)

Abdomen : supel, hepar/lien tidakteraba, defans muscular (-), timpani, bising usus(+)

normal, nyeri tekan (-) seluruh lapang

Ekstremitas : edema -/-, CRT < 2”, akral hangat

Status Lokalis : Vulnus Punctum pada region pedis dextra dengan diameter ± 1cm,

Darah (-)

Hasil Pembelajaran

1. Diagnosis Kerja

Vulnus Punctum

2. Subyektif

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan luka terbuka pada

kaki kanan sejak 1 jam SMRS, luka disebabkan karena tertusuk paku yang berkarat saat

pasien sedang bekerja. Darah (+), nyeri (+). Riwayat pemberian imunisasi TT tidak

diketahui

3. Objektif / Dasar Diagnosis (1-3)

Diagnosis klinis Vulnus Punctum berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Pada pasien Tn. R didapatkan keluhan berupa Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara

Banjarmasin dengan keluhan luka terbuka pada kaki kanan sejak 1 jam SMRS, luka disebabkan

karena tertusuk paku yang berkarat saat pasien sedang bekerja. Darah (+), nyeri (+). Riwayat

pemberian imunisasi TT tidak diketahui

. Vulnus Punctum adalah luka kecil dengan dasar yang sukar dilihat. Disebabkan oleh

tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya kecil, dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini

kuman tetanus gampang masuk. Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk

ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien didapatkan adanya Vulnus Punctum

pada regio pedis dextra dengan diameter ± 1cm, kedalam luka tidak dapat ditentukan

Menurut Arief Mansjoer (2000), luka tusuk dapat disebabkan oleh

a. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.

b. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan suatu alat yang

ujung nya panjang

Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :

a. Lokasi anatomi injury

b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan (FKUI,

1995)

A. Patofisiologi

Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan contuiniutas

jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses
peradangan atau inflamasi. Dalam hal ini ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses

yang terjadi secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :

a. Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi

pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim,

trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi

pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap

leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar

dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel

mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,

terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit,

limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.

b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh

proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat

baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka

mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen,

kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata,

disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah

menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata dan

lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh

permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.

c. Fase “ remodeling “ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berahir bila

tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak

ada rasa sakit maupun gatal.


B. Gambaran Klinik

Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (lokal) dan gejala umum

(mengenai seluruh tubuh) (Arief Mansjoer, 2000).

a. Gejala Lokal :

1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau

derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada berat/luas kerusakan

ujung-ujung saraf dan lokasi luka

2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis

pembuluh darah yang rusak.

3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar

4) Ganguan fungsi, fungdi anggota badan akan terganggu baik oleh karena

rasa nyeri atau kerusakan tendon.

b. Gejala umum :

Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyulit/komplikasi yang terjadi

seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.


Pemeriksaan Penunjang (1-3)

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk

mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai terdapat

benda asing (Kartika, 2011)

1. Hitung darah lengkap

Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan

perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM dapat terjadi

sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap endothelium pembuluh darah.

2. GDA

Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi karbon

monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana ginjal dan kehilangan

mekanisme kompensasi pernapasan.

3. Elektrolit serum

Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan/kerusakan

SDM dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat terjadi bila mulai dieresis,

magnesium mungkin menurun.

4. BUN/ keratin

Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin dapat meningkat

karena cidera jaringan.

5. Urin

Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam

dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan dengan

mioglobulin.
6. Bronkoskopi

Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema,

pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.

7. EKG

Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

4. Diferensial Diagnosis

- Vulnus Laseratum

- Vulnus Scissum

5. Tatalaksana

Terapi di rumah sakit Bhayangkara:

- Tindakan Cross Incisi

- PO Cefadroxil tab 2x1 tab

- PO Asam Mefenamat 3x1 tab

- Gentamycin salp sue

- Inj. Tetagam IM

Pemberian ATS dan Tetanus Toksoid

a. Pemberian Anti Tetanus Serum


Suntikan tetanus ada 2 macam, yaitu anti tetanus serum (ATS) dan vaksin tetanus
toxoid. ATS sebanyak 1500 IU merupakan serum yang dapat langsung mencegah
timbulnya tetanus. Sementara itu, vaksin tetanus toxoid 0,5 ml tidak untuk mencegah
tetanus saat itu, namun untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap tetanus, sehingga
mencegah terjadinya tetanus di kemudian hari bila ternyata luka tersebut masih
mengandung kuman, juga mencegah tetanus pada kejadian lain dalam jangka waktu kira-
kira 6 bulan bila tanpa booster.
Indikasi suntikan ATS (Anti Tetanus Serum)

 Luka cukup besar (dalam lebih dari 1 cm)

 Luka berbentuk bintang

 Luka berasal dari benda yang kotor dan berkarat

 Luka gigitan hewan dan manusia

 Luka tembak dan luka bakar

 Luka terkontaminasi, yaitu: luka yang lebih dari 6 jam tidak ditangani, atau luka kurang
dari 6 jam namun terpapar banyak kontaminasi, atau luka kurang dari 6 jam namun
timbul karena kekuatan yang cukup besar (misalnya luka tembak atau terjepit mesin)

 Penderita tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus yang jelas atau tidak mendapat
booster selama 5tahun atau lebih

b. Pemberian Tetanus Toksiod


(Profilaksis the american college of surgeon committee on Trauma:

 Imunisasi pasif dengan human immune globulin tidak diindikasikan jika pasien tersebut
sudah mendapat suntikan toksoid minimal 2 kali sebelumnya.

 Pasien dengan imunisasi lengkap yaitu, pasien yang sudah mendapat booster dalam 10
tahun terakhir, tidak memerlukan penatalaksanaan tambahan untuk luka-luka non
tetanus biasa. Jika luka dicurigai mengandung tetanus, injeksi 0,5 ml toksoid tetanus
booster yang dapat diabsorbsi harus diberikan jika pemberian terakhir telah lebih dari 5
tahun yang lalu.
 Pasien dengan riwayat imunisasi lengkap tetapi booster yang didapat sudah melewati
masa 10 tahun harus mendapat toksoid tetanus untuk semua luka tembus.

 Pasien dengan riwayat imunisasi pernah mendapat sekali injeksi atau kurang, atau
riwyatnya tidak diketahui harus mendapat toksoid tetanus untuk luka nontetanus. Untuk
luka yang dicurigai tetanus dapat diberikan ATS.

1.1.2. Imunisasi tetanus toxoid (TT)


Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan
kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya
sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga
tahun).
Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam
tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5
diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

Imunisasi Luka kecil dan basah Luka-luka lainnya


tetanus
sebelum
Toksoid TIG Toksoid TIG
nya
(dosis)

Tidak jelas Td - Td Ya

0-1 Td - Td Ya

2 Td - Td -(x)
3-lebih -(xx) - -(xx) -

Keterangan;
TIG : Tetanus Imun Globulin (manusia)
Td : Tetanus difteri toksoid
- : Tidak diberikan
Ya : Diberikan
x : Kecuali luka lebih dari 24 jam
xx : Kecuali telah lebih dari 10 tahun pemberian toksoid yang terakhir
xxx : Kecuali telah lebih dari 5 tahun pemberian toksoid yang terakhir tetanus toksoid
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri. 2000. Traumatologi [online]. Dalam. Ilmu Kapita Selekta Ilmu Kedokteran

Forensik. Medan dalam http://luka tusuk porensik.comBrunner and Suddarth. 2002. Buku

Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta : EGC

Carpenito, lynda jual,2000. Diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

INETNA. 2004. Perawatan Luka. http://yosuapenta.mutiply.com/journal (online). Diakses pada

Selasa, 19 February 2013. Pukul 19:30 WITA.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapous.

Sumantri Bambang. 2012. Vulnus (luka). http://mantrinews.blogspot.com/2012/02/vulnus-

luka.html. (online).

Anda mungkin juga menyukai