Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

Disusun untuk memenuhi sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RST Bhakti Wira Tamtama Semarang

Disusun oleh :

Annisa Safira Nurdila

30101206788

Pembimbing :

Dr. H. Taufik Kresno D., Sp.PD, FINASIM, SH

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

RST BHAKTI WIRA TAMTAMA

SEMARANG

2018
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Bapak Mat Saan

Usia : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Demak

Pekerjaan : Pensiunan

B. DATA DASAR

1. Anamnesis

 Riwayat Penyakit Sekarang:

Keluhan utama : Sesak Nafas yang semakin berat ± 2 hari SMRS

Lokasi : Dada

Onset : Sejak ± 2 hari yang lalu

Kronologis : Sejak ± 2 bulan SMRS os mengeluh sesak napas.

Sesak muncul pertama kali saat os habis mengangkat air. Sebelumnya pasien

tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama. Sesak napas juga

muncul saat os berbaring sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur.

Sejak ± 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas yang bertambah berat. Sudah 5

hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada meskipun

os beristirahat. Pasiem tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika

posisi berbaring.
Kuantitas dan kualitas : seperti tertekan dan sesak. Kualitas terus menerus.

Faktor memperberat/ringan : lebih ringan jika posisi duduk atau tidur

dengan bantal tinggi

Keluhan lain : Di malam hari pasien mengeluh mual (+), muntah (+),

isi cairan berwarna bening, frekuensi 2x dalam semalam

Sejak ± 2 bulan SMRS os mengeluh sesak napas. Sesak muncul pertama kali

saat os habis mengangkat air. Sebelumnya pasien tidak ada keluhan saat

melakukan aktivitas yang sama. Sesak napas juga muncul saat os berbaring

sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur. Di malam hari pasien sering

terbangun tiba-tiba karena sesak napas. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan

emosi. Mengi (-). Nyeri dada (-). Batuk (+), tidak berdahak, tidak berdarah.

Mual (-). Muntah (-). Nyeri ulu hati (-). Bengkak pada kaki (+). Demam (-).

BAK biasa. BAB biasa. Pasien tidak berobat.

Sejak ± 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas yang bertambah berat.

Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada

meskipun os beristirahat. Pasiem tidak bisa tidur karena sesak semakin

bertambah jika posisi berbaring. Di malam hari pasien mengeluh mual (+),

muntah (+), isi cairan berwarna bening, frekuensi 2x dalam semalam. Sesak

tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Mengi (-). Nyeri dada (-). Batuk (+),

tidak berdahak, tidak berdarah. Bengkak pada kaki (+). Demam (-). BAK biasa.

BAB biasa. Lalu pasien memutuskan berobat ke RS.


 Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah mengalami kondisi seperti ini

sebelumnya. Riwayat hipertensi (+). Riwayat DM disangkal. Riwayat asma

disangkal. Riwayat dislipidemia disangkal.

 Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (+), DM (-)

 Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien merupakan pasien JKN PBI

2. Anamnesis Sistemik

 Umum : tampak kesakitan

 Kulit : gatal (-), luka (-), kuning (-), pucat(-)

 Kepala : mesocephal, nyeri kepala (+)

 Mata : mata merah(-), konjungtiva anemis(-), sclera ikterik (-)

 Telinga : berdenging (-), kurang pendengaran (-)

 Hidung : simetris, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-),

 Mulut : simetris, sianosis (-), bibir pucat(-), bibir kering (-),

mukosa hiperemis (-), deviasi lidah (-), lidah typhoid

 Tenggorokan : nyeri tenggorokan (-), serak (-), nyeri telan (-)

 Leher : deviasi trachea (-), pembesaran thyroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-)

 Dada : sesak nafas (+), nyeri dada (-)

 Sistem Pencernaan : nyeri perut (-), mual (-), muntah (-),

BAB berdarah (-)

 Sistem Urogenital : disuria (-)

 Sistem Muskulo : nyeri otot (-), merah (-), bengkak (-)

 Ekstermitas : akral dingin (-), edem pada ekstremitas inferior (+),

ada pitting edema.


3. Pemeriksaan Fisik

Status Pasien

Kesadaran Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Usia : 61 tahun

BB : 40 kg

TB : 147 cm

BMI : 18,51 (Underweight)

Vital Sign

Tekanan darah : 150/110

Nadi : 120x/ menit

Suhu : 36,2oC

RR : 24 x/ menit

Pemeriksaan Fisik

a. Status Internus

 Kepala : Mesocephal, alopesia (-)

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-)

 Hidung : Simetris, sekret (-), nafas cuping hidung (-)

 Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-)

 Tenggorokan : Hiperemis (-), nyeri telan (-)


 Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)

 Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)

 Extremitas : Oedem ekstremitas (-), ptekia (-)

b. PF Thorax - Paru

INSPEKSI ANTERIOR POSTERIOR

Statis RR : 24x/min, Hyperpigmentasi RR : 24x/min, Hiperpigmentasi

(-), tumor (-), inflammation (-), (-), tumor (-), inflammation (-),

spider nevi (-), Hemithorax D=S, spider nevi (-), Hemithorax D=S,

ICS Normal, Diameter AP < LL ICS Normal, Diameter AP < LL

Dinamik Pergerakan Hemithorax kanan = Pergerakan hemithorax kanan =

kiri, tidak terlihat gerakan otot kiri, tidak terlihat gerakan otot

bantu nafas, retraksi ICS (-) bantu nafas, retraksi ICS (-)

PALPASI Nyeri tekan (-), tumor (-), Arcus Nyeri tekan (-), tumor (-),

costae angle < 90, pelebaran ICS pelebaran ICS (-), Sterm

(-), Stem fremitus D = S fremitus D = S

PERKUSI Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

AUSKULTASI Rhonki Basah Halus dibasal Paru Rhonki Basah Halus dibasal Paru

c. PF Thorax - Jantung

INSPEKSI

Ictus cordis tampak di ICS 6 Linea Axillaris Anterior

PALPASI

Iktus kordis teraba ICS 6 Linea Axillaris Anteriors

Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus epigastrium(-)
PERKUSI

Redup

Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Kanan jantung : ICS V linea sternalis sinistra

Kiri jantung : ICS VI 2 cm dari linea midclavicula sinistra

AUSKULTASI

katup aorta : SD I-II murni, reguler

katup trikuspidal : SD I-II murni,reguler

katup pulmonal : SD I-II murni, reguler

katup mitral : SD I-II murni, reguler

bising :-

d. PF abdomen

INSPEKSI

bentuk datar, sikatrik (-), striae (-), caput medusa (-), hiperpigmentasi (-), spider nevi (-)

AUSKULTASI

bising peristaltik (+)  12 kali/menit, bising pembuluh darah (-)

PERKUSI
Perkusi 4 regio : timpani

Hepar : pekak (+), liver span dextra 11 cm, sinistra 6 cm

Lien : troube space (+)

Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)

PALPASI

Superfisial Nyeri tekan abdomen (-), Massa (-), defence muscular (-)

Dalam  Nyeri tekan dalam (-)

Organ  Hepar tidak teraba membesar, lien schuffner (0), ginjal tidak teraba membesar

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (20/08/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 10,6 g/dL 11,7 – 15,5 (g/dL)

Hematocrit 30,8 % 33 – 45 (%)

Leukocyte 8,7 3,6 – 11 (ribu/uL)

Trombocyte 252 150 – 440 (ribu/uL)

Eritrosit 3,84 4.0-6.0 (juta/uL)

Netrofil 79,5 50-70 (%)

Limfosit 15,3 25-40%

Monosit 4,8 2-8%

Eosinophil 0,1 2-4%

Basophil 0,3 0-1%

Gula Darah Sewaktu 91 75-110 (mg/dL)

Ureum 104.0 10-50 (mg/dL)

Kreatinin 4,9 0,5-0,9 (mg/dL)


SGOT 526 0-35 (U/I)

SGPT 250 0-35 (U/I)

HBsAg Negatif Negatif


IRAMA : Sinus rhytm

REGULARITAS : Regular

FREKUENSI : 125x/menit

AXIS : L1 (+) AVF (+) -> NAD

ZONA TRANSISI : V5 (clockwise rotation)

GELOMBANG P : 0,04s

PR INTERVAL : 0,08s

QRS COMPLEX : 0,08 s

ST SEGMEN : Isoelektrik

GELOMBANG T : T prekordial : <10 mV, T ekstremitas : <5 mV

INTERPRETASI : Iskemik anterior


INTERPRETASI : LVH + Elongasi Aorta

5. Abnormalitas Data

Anamnesis : Laboratory Pemeriksaan X


1. Sesak Examination: Foto Thorax
2. Tidur harus 15. Cardiomegali
6. Hb ↓
dengan bantal
7. Hematocrit ↓ (LVH)
tinggi
3. Batuk 8. Eritrosit ↓ 16. Susp. Gambaran
edema pulmo
9. netrofil ↓
17 Susp. Efusi
10.Limfosit ↓
pleura dupleks
Physical 11.Ureum ↑
Examination : 12.Creatinin ↑
5. ↑ BP (150/110)
13.SGOT↑
14.SGPT ↑
6. DAFTAR MASALAH

 CHF

 Hipertensi Grade II

7. PEMBAHASAN

A. GAGAL JANTUNG

Assessment : NYHA 4, LVH

Ip Dx : BNP, Pro BNP, Echocardiografi

Ip Tx :

Non Farmakologi :

 Diet rendah garam

 Diet rendah cairan

 Mengurangi aktivitas fisik

Farmakologi :

 Bisoprolol 2,5 mg 1x1

 Captopril 6,25 mg 1x1

 Spironolakton 25mg 1x1

• Ip. Mx : Pemeriksaan fisik

• Ip.Ex :

 Diet rendah garam

 Minum maksimal 1,5 L/hari

 Mengurangi aktivitas fisik

 Olahraga ringan 30 menit/ hari (5x/minggu)


B. HIPERTENSI GRADE I

Assesment Risk factor : DM, Dislipidemia, smoker, obesity, family hipertension,

alcholol use history.

Ip Dx : Gula Darah (GDS,GD2PP) , Profil lipid (LDL, HDL, Trigliserid, Kolesterol

total)

Ip Tx :

Non Farmakologi :

 Diet rendah garam

 Diet rendah lemak tinggi serat

 Mengurangi stress

Farmakologi :

 Captopril 12,5mg 1x1

 Amlodipin 5 mg 1x1
CONGESTIVE HEART FAILURE

I. PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan
saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya. Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal jantung adalah disfungsi
miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan
gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi miokard yang paling sering terjadi
akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat infark miokard yang merupakan
penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
1, 2

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang
lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia
belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung
Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65%
adalah pasien gagal jantung. 3 Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan
yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien
penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang
ringan. 2, 3
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun
sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama. 2

II. DEFINISI

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah
perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1

Beberapa istilah dalam gagal jantung : 4

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,
pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri,
dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun
tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure),
karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal,
hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol,
peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan
tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan
jantung atau seluruh rongga jantung. 5

II1. ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta


dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu
perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat
berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. 1
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal
jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan
penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien
dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. 5

IV. PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin
kurang efektif. 1,5,6,7

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :


Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan
berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6
Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan
parasimpatik pada gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :


Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensinI
- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
-
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 1,
5, 6, 7
Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan
kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
1,
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
4,6,7
Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap
hemodinamik berlebih. 8

V. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat


latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung,
toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan
aktivitas yang lebih ringan. 1, 4
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9

 Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan
merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak
kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.
Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar
membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
 Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah
ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan
dispnea atau ortopnea.
 Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
 Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
 Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.
 Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
 Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.
 Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam
hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi
cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
 Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini
dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal
jantung kanan yang nyata.
 Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
2,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
10

Kriteria Diagnosis : 11
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9

Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain: 1

 NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
 NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
 NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
 NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan. 12

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13


Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
11,
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
12

3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang
efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat
mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13

4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna
adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian
semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan
menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding
regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat
penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga
memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan
end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas
oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak
ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).
11

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan


secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi. 13
Terapi : 14
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
 Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung
berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-
80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain,
digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling


sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop
diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan
tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,
dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu
sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian
dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan
kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan
sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta
yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan
bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi
terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,
digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan
emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi
ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial
kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic
Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama
amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan
untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis
untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)


dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan
fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,
takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan
hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta
cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul
pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)
atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark. 13
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan
hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring
gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi
jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan
merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat
oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus
dihindari bila memungkinkan. 13
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri
dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan
tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan
dapat diulang sesuai kebutuhan. 13
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta
tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal
jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang
lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis
pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri
tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide


adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.
Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume
karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1
menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit. 13
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator
digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg.
Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan
pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan
afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg. 13
Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian
5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan
meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang
reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt,
untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15
– 20 μg/kg/mnt. 13
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi
AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering
digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk
terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi
penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg
bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25–
0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt. 13
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok
kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan
tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah
epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5
μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena,
nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).
Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat
untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload
tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia
jantungharus diterapi. 13
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist
device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau
syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai
regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist
Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,
indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik. 13

VIII. PROGNOSA

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat


berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat. 11

Anda mungkin juga menyukai