LUKA BAKAR
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Sudah menikah
Alamat : Jl. Tinumbu
Tanggal MRS : 28 November 2019
RM : 0100 0275
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka Bakar
Anamnesis terpimpin:
Dialami sejak ± 3 hari yang lalu akibat terkena air panas, nyeri (+). Riwayat
pingsan (-), nyeri kepala (-) sesak (-) mual (-), muntah (-). Saat itu pasien sedang
memasak air di kompor, ketika pasien hendak menuangkan air yang telah
mendidih ke dalam termos, tiba- tiba pasien menyambar panci yang berisi air
panas tersebut hingga tumpah dan percikan air panasnya mengenai tubuh pasien
di bagian paha kiri.
Pasien belum pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.
1
Status Vitalis
TD : 120/70 mmHg
N : 82 x/menit, regular, kuat angkat
P : 18 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal
S : 36,5oC
Status Lokalis
Regio Femoralis
1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade I 9%, hiperemis (+), udem (-)
hematom (-), bulla (-)
2. Palpasi : Nyeri tekan (+)
Foto Klinis
28 November 2019
V. RESUME
Seorang wanita umur 30 thn masuk Rumah sakit dengan keluhan Luka
Bakar yang dialami sejak ± 3 hari yang lalu akibat terkena air panas. Nyeri (+)
kemerahan (+). Mekanisme Trauma : Pasien sedang memasak air di kompor,
ketika pasien hendak menuangkan air yang telah mendidih ke dalam termos, tiba-
tiba pasien menyambar panci yang berisi air panas tersebut hingga tumpah dan
percikan air panasnya mengenai tubuh pasien di bagian paha kiri. Pasien belum
pernah berobat ke Fasilitas Kesehatan sebelumnya dengan keluhan yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis Sakit sedang/ Gizi cukup/
Sadar (GCS15 E4M6V5). Status vitalis TD: 120/70 mmHg, Nadi: 82 x/menit,
regular, kuat angkat Pernapasan: 18 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal,
Suhu: 36,5oC. Status Lokalis : Regio Femoralis Inspeksi : Tampak luka bakar
grade I 9% , hiperemis (+) udem (+) hematom(-) Palpasi: Nyeri tekan (+).
2
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Luka bakar Grade I 9%
VII. PENATALAKSANAAN
- Cloramfenikol zalf kulit I-0-I
- Paracetamol 500 mg 3 x 1 oral
3
LUKA BAKAR
I. PENDAHULUAN
Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
kobaran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat
rendah Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat.
Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya
mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar
lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah
(bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis
penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip
yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan
jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam
batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada
dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit
trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung
yang sering terjadi pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan
penderita dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip utama
pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)
II. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan
tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan
raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada
Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan
Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan
4
unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60%
karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20%
sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di
Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)
5
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)
6
4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan
ruffinidermis dan sukutis.
5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah
kulit.
6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di
bawahnya dibawa oleh sel melanofag.
7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu
keratinosit, sel langerhans, melanosis.
8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7
dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)
IV. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin,
ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka
dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan
kulit..(1,4,7,10)
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke
tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-
lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
7
memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama
pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan
radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan
luka bakar radiasi.
V. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan
8
menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak
bewarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari
60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
9
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
Respon Sistemik
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya
luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
10
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
11
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)
VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari
dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.
Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I
adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau
tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka
bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan
pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan
dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness
burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak
eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas
dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis
yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam
7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat
memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama.
.(1,2,4,7,10)
12
derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk
degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari
dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar
keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
(1,2, 4,7,10)
13
II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari
Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,
karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-
anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)
14
III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn
Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
(1,4,7,10)
15
IV. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
V. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
VI. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
VII. Luka bakar kimia.
VIII. Trauma inhalasi
IX. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana
luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan
mortalitas.
X. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit
perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.
XI. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti
sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.
(1,4,7,10)
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face
16
mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan
broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada
luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan
pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas
dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah
serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
(1,4,7,10)
17
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama
dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali
dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu
NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi
cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
(1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
18
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)
19
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus
luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam
pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah
volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan
tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-
30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini
mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat
diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
(1,4,7,10)
20
pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan
berat. (1,4,7,10)
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
21
Kebutuhan Faal:
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
22
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang
cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan
untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis
diatasnya. (1,4,7,10)
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat
mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan
sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini
penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya
rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus
cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien
atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka
tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.
Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai
penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim
antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)
23
penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri
(autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin
grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%
biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana
populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-
patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-
3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan
adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan
diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian
nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera
bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral
dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam
yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar
luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat
dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah
sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah,
elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
24
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi
saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan
eksisi dan grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah
SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga
dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas
usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang
sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft.
Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit
berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit
dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah. (1,4,7,10)
X. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
25
PEMBAHASAN KASUS
Pasien dengan riwayat luka bakar pada daerah paha kiri dialami sejak 3
hari yang lalu, disebabkan tersiram air panas. Pasien mengeluh adanya nyeri dan
kemerahan pada daerah tempat luka bakar tersebut. Pasien belum pernah berobat
ke Fasilitas Kesehatan sebelumnya dengan keluhan yang sama.
Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien tampak sakit
sedang, gizi cukup, compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82
x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36.5°C. Dari pemeriksaan tempat luka,
didapatkan pada daerah paha kiri tampak luka bakar bakar grade I 9% ,
kemerahan tapi tidak terdapat hematom, ketika di tekan akan terasa nyeri.
Terapi yang di berikan kepada pasien cukup dengan pemberian antibiotic
zalf kulit untuk profilaksis infeksi sekunder dan pemberian analgetik untuk
mengatasi nyeri.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal.
November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter
19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari
2006
27