Anda di halaman 1dari 62

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI

ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH


ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI
JARINGAN ADENOID

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ALBERT HANDOKHO
NIM : 070600190

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti

Tahun 2011

Albert Handokho

Gambaran klinis dan perawatan anomali ortodonti pada penderita sindroma wajah

adenoid viii + 49 halaman

Pernafasan normal berperan di dalam pertumbuhan dan perkembangan dentofasial.

Apabila fungsi pernafasan terganggu maka akan berdampak terhadap tumbuh kembang

dentofasial. Salah satu gangguan fungsi pernafasan yang sering ditemui adalah obstruksi

saluran nafas atas karena hipertropi adenoid. Obstruksi saluran nafas atas akan

mengakibatkan pernafasan melalui mulut sebagai adaptasi fisiologis. Pernafasan melalui

mulut dalam jangka panjang akan menyebabkan sindroma wajah adenoid.

Sindroma wajah adenoid adalah suatu kelainan pertumbuhan wajah panjang

terutama pada 1/3 wajah bagian bawah. Gejala gejala yang menyertai antara lain

pernafasan mulut kronis, obstruksi apnea saat tidur dengan gejala mendengkur, penurunan

fungsi pendengaran, penciuman dan pengecapan, sinusitis, suara hiponasal dan maloklusi

Klas II Angle divisi 1 dan Klas III Angle.

2
Gambaran klinis umum sindroma wajah adenoid yang spesifik adalah 1/3 wajah

bagian bawah yang tampak panjang, ekspresi dummy face, bentuk wajah dolikosefali, mulut

yang selalu terbuka, kepala yang selalu didongakkan ke atas pada saat bernafas, tubuh yang

kurus dan rentan terhadap penyakit. Gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid antara

lain lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi, posisi rahang bawah

yang turun dan elongasi, mukosa oral yang kering, gigi geligi yang rentan karies, gigi

anterior rahang atas yang protrusi, gummy smile, kebiasaan menjulurkan lidah, gigitan

silang posterior, maloklusi Klas II Angle divisi 1 dan Klas III Angle dengan atau tanpa

gigitan terbuka anterior

Penegakan diagnosa sindroma wajah adenoid yaitu dengan anamnesa terhadap

pasien dengan orang tua pasien, pemeriksaan klinis, rongga mulut, analisa fungsional dan

radiografi sefalometri. Tindakan yang terlebih dahulu harus dilakukan sebelum melakukan

perawatan anomali ortodonti pada sindroma wajah adenoid yang disebabkan oleh hipertropi

jaringan adenoid yaitu adenoidektomi. Adenoidektomi adalah tindakan bedah untuk

membuang hipertropi adenoid yang menyebabkan obstruksi. Perawatan selanjutnya adalah

perawatan yang bertujuan untuk mengoreksi kebiasaan buruk, memperlebar lengkung

rahang atas yang sempit dengan pesawat rapid maxillary expansion, dan mengoreksi

maloklusi gigi geligi dengan pesawat cekat.

Daftar Rujukan : 28 (1985-2010)

3
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Maret 2011

Pembimbing : Tanda tangan

Erna Sulistyawati, drg, Sp.Ort (K) .


NIP : 19540212 198102 2 001

4
TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 24 Maret 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Erna Sulistyawati, drg, Sp.Ort (K)

ANGGOTA : 1. Erliera, drg, Sp.Ort

2. Mimi Marina Lubis, drg

3. Aditya Rachmawati, drg

5
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, oleh karena rahmat dan

karuniaNya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan

pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Erna Sulistyawati, drg.,

Sp.Ort(K) dan Aditya Rachmawati, drg. selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini

yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta meluangkan waktu kepada penulis.

Secara khusus penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluarga penulis yang selalu mendukung penulis selama menuntut ilmu di Fakultas

Kedokteran Gigi Sumatera Utara. Khususnya buat kedua orang tua penulis tercinta,

Ayahanda Suarno dan Ibunda Sudardiana serta kepada abang penulis Stefen Widokho

untuk pengorbanan, doa dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

2. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Sumatera Utara.
3. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara, khususnya

Erliera, drg, Sp.Ort dan Mimi Marina Lubis, drg selaku dosen penguji yang telah bersedia

memberikan petunjuk dan masukan yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA sebagai pembimbing akademik

5. Teman-teman penulis, Megawaty Ghozaly, Peiter Gozaly, Andrew Armand, Hendro

Kusnady, Desi Watri, Fransisca Wihary, dan teman-teman lainnya yang tak dapat penulis

tulis satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan perhatiannya.

Semoga Tuhan membalas dukungan dan perhatian tersebut serta melimpahkan

rahmat serta karuniaNya kepada kita semua.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran

yang berguna bagi bidang kedokteran gigi dan dokter gigi secara umum , serta bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 24 Maret 2011


Penulis

( ...)
Albert Handokho
NIM: 070600190
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ..

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI .. vi

DAFTAR GAMBAR .. viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Rumusan Masalah .. 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan .. .. 4
1.4 Ruang Lingkup . . 4

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID


2.1 Pengertian .. .. 5
2.2 Etiologi dan Predisposisi .. 7

BAB 3 GAMBARAN KLINIS, DAMPAK SINDROMA WAJAH


ADENOID TERHADAP MALOKLUSI, DAN PENEGAKAN
DIAGNOSA
3.1 Gambaran Klinis Umum .. ............ 10
3.2 Gambaran Klinis Oral
3.2.1 Palatum ............................ . 13
3.2.2 Mukosa oral ... .. 14
3.2.3 Gigi dan Hubungan Rahang ... 15
3.3 Dampak Sindroma Wajah Adenoid Terhadap
Maloklusi . .. 17
3.4 Penegakan Diagnosa . .. 19
BAB 4 PERAWATAN DAN LAPORAN KASUS
1.1 Perawatan . . .. 22
1.2 Laporan Kasus . 25

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


1.1 Kesimpulan . . .. 42
1.2 Saran .. 43

DAFTAR PUSTAKA . .. 44
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penderita sindroma wajah adenoid 6

2. Gambaran hipertropi adenoid yang menyumbat jalur pernafasan 8

3. Skema tentang etiologi sindroma wajah adenoid .. 9

4. Penderita sindroma wajah adenoid dengan bentuk wajah

dolikosefali . 11

5. Lebam pada kantung mata penderita . 12

6. Rongga hidung penderita yang sempit . 12

7. Penderita sindroma wajah adenoid dengan nasolabial yang cekung dan

Dagu yang retrusi .. 13

8. Palatum yang tinggi dengan bentuk huruf V 14

9. Inflamasi gingiva pada penderita sindroma wajah adenoid 14

10. Gigi anterior atas penderita yang protusi 16

11. Maloklusi gigitan terbuka anterior disertai dengan kebiasaan

menjulurkan lidah ... 16

12. Gummy smile ... 16

13. Kontraksi rahang atas karena ketidakaktifan fungsi saluran pernafasan 18

14. Gambaran radiografi hipertropi adenoid . 21


15. Fujioka : Titik A1 adalah konveksitas maksimal dari bagian inferior adenoid.

Garis B digambarkan segaris lurus dengan bagian anterior basioocciput.

Besarnya adenoid dapat diukur dari jarak A1 ke garis B yaitu titik A... 21

16. Tindakan adenoidektomi dengan kuret untuk mengangkat hipertropi

adenoid . 23

17. Gambaran skeletal : A. sebelum adenoidektomi, tampak sudut mandibula

yang besar, posisi lidah yang rendah, dan kurangnya pertumbuhan ramus.

B. setelah adenoidektomi, tampak sudut mandibula yang meningkat, posisi

lidah normal, dan peningkatan pertumbuhan ramus .. 24

18. Kondisi ruang nasofaring sebelum dan sesudah adenoidektomi . 24

19. Oral screen dan pre orthodontic trainer . 25

20. Rapid maxillary expansion ... 25

21. Pasien usia 5 tahun 10 bulan dengan sindroma wajah adenoid ... 26

22. Palatum pasien yang sempit dan tinggi ... 27

23. Foto intraoral pasien : maloklusi Klas II Angle Divisi 1 ............. 28

24. rapid maxillary expansion Schwarz ........ 28

25. Foto pasien setelah perawatan 19 bulan, tampak pertumbuhan rahang atas

dan ekspresi wajah pasien telah terkoreksi . 28

26. Foto intraoral pasien ; rahang atas yang mengalami ekspansi

dan terdapat diastema ................................ 29


27. Foto palatum pasien yang mengalami ekspansi setelah 19 bulan

perawatan . ... 29

28. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan .. 30

29. Foto intra oral pasien sebelum perawatan . ...... 31

30. Foto oklusal sebelum perawatan ... 31

31. Foto sefalometri dan panoramic sebelum perawatan 31

32. Foto intraoral pasien ketika dipasang bite block .. . 33

33. Foto oklusal pasien ketika dipasangkan rapid maxillary expansion

dipasang pada rahang atas dan bite block dipasang pada gigi posterior

rahang bawah .. . 33

34. Pesawat cekat dengan lip bumper dan elastik pada pasien ... 33

35. Foto ekstra oral pasien setelah 29 bulan perawatan . . 34

36. Foto intra oral pasien setelah 29 bulan perawatan . 34

37. Foto sefalometri dan panoramik setelah 29 bulan perawatan 35

38. Superimposed sebelum dan sesudah perawatan .. . 35

39. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan .. 36

40. Foto intra oral sebelum perawatan ; tampak gigitan terbuka anterior

yang sampai ke regio molar desidui . .. . 37

41. Foto sefalometri dan panoramic sebelum perawatan . . 37

42. Foto ekstra oral pasien setelah 16 bulan perawatan . . 39


43. Foto intra oral pasien setelah 16 bulan perawatan . . 40

44. Foto sefalometri dan panoramik setelah 16 bulan perawatan . . 40

45. Foto ekstra oral pasien 4 tahun setelah perawatan 43

46. Foto intra oral pasien 4 tahun setelah perawatan .. 43


Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti

Tahun 2011

Albert Handokho

Gambaran klinis dan perawatan anomali ortodonti pada penderita sindroma wajah

adenoid viii + 49 halaman

Pernafasan normal berperan di dalam pertumbuhan dan perkembangan dentofasial.

Apabila fungsi pernafasan terganggu maka akan berdampak terhadap tumbuh kembang

dentofasial. Salah satu gangguan fungsi pernafasan yang sering ditemui adalah obstruksi

saluran nafas atas karena hipertropi adenoid. Obstruksi saluran nafas atas akan

mengakibatkan pernafasan melalui mulut sebagai adaptasi fisiologis. Pernafasan melalui

mulut dalam jangka panjang akan menyebabkan sindroma wajah adenoid.

Sindroma wajah adenoid adalah suatu kelainan pertumbuhan wajah panjang

terutama pada 1/3 wajah bagian bawah. Gejala gejala yang menyertai antara lain

pernafasan mulut kronis, obstruksi apnea saat tidur dengan gejala mendengkur, penurunan

fungsi pendengaran, penciuman dan pengecapan, sinusitis, suara hiponasal dan maloklusi

Klas II Angle divisi 1 dan Klas III Angle.

2
Gambaran klinis umum sindroma wajah adenoid yang spesifik adalah 1/3 wajah

bagian bawah yang tampak panjang, ekspresi dummy face, bentuk wajah dolikosefali, mulut

yang selalu terbuka, kepala yang selalu didongakkan ke atas pada saat bernafas, tubuh yang

kurus dan rentan terhadap penyakit. Gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid antara

lain lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi, posisi rahang bawah

yang turun dan elongasi, mukosa oral yang kering, gigi geligi yang rentan karies, gigi

anterior rahang atas yang protrusi, gummy smile, kebiasaan menjulurkan lidah, gigitan

silang posterior, maloklusi Klas II Angle divisi 1 dan Klas III Angle dengan atau tanpa

gigitan terbuka anterior

Penegakan diagnosa sindroma wajah adenoid yaitu dengan anamnesa terhadap

pasien dengan orang tua pasien, pemeriksaan klinis, rongga mulut, analisa fungsional dan

radiografi sefalometri. Tindakan yang terlebih dahulu harus dilakukan sebelum melakukan

perawatan anomali ortodonti pada sindroma wajah adenoid yang disebabkan oleh hipertropi

jaringan adenoid yaitu adenoidektomi. Adenoidektomi adalah tindakan bedah untuk

membuang hipertropi adenoid yang menyebabkan obstruksi. Perawatan selanjutnya adalah

perawatan yang bertujuan untuk mengoreksi kebiasaan buruk, memperlebar lengkung

rahang atas yang sempit dengan pesawat rapid maxillary expansion, dan mengoreksi

maloklusi gigi geligi dengan pesawat cekat.

Daftar Rujukan : 28 (1985-2010)

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bidang ortodonti sangat berhubungan dengan fungsi pernafasan, pengunyahan dan

penelanan. Pernafasan, pengunyahan dan penelanan merupakan suatu satuan rangkaian

yang secara biologis tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Rangkaian ini berkaitan

dengan letak gigi-geligi di dalam rongga mulut, pertumbuhan dan perkembangan tulang

rahang dan tulang wajah. Kinerja dari rangkaian ini melibatkan rongga hidung dan rongga

mulut. Rongga hidung bagian bawah dibentuk oleh tulang-tulang maksila kanan dan kiri

yang merupakan tulang basal dari gigi-geligi rahang atas, oleh karena itu batas bawah

rongga hidung juga merupakan batas atas dari rongga mulut, kedua rongga tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain.1,2

Pada proses pernafasan normal melalui rongga hidung, terjadi pergerakan otot otot

disekitar wajah. Pergerakan tersebut akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan

tulang wajah serta oklusi secara normal. Apabila terjadi gangguan pada proses pernafasan,

maka pergerakan otot - otot wajah menjadi tidak seimbang sehingga menganggu

pertumbuhan dan perkembangan tulang wajah dan oklusi. 2

Salah satu jenis gangguan pernafasan yang sering ditemui dan menyebabkan

permasalahan pada bidang ortodonti adalah obstruksi saluran nafas atas yang disebabkan
oleh hipertropi dari jaringan adenoid. Jaringan adenoid atau tonsil faringeal merupakan

massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring di

atas palatum molle dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Jaringan adenoid berperan dalam

sistem imunitas dengan memproduksi limfosit B dan T. 2-5

Menurut Linder-Aronson dan Woodside (2000), secara fisiologis jaringan adenoid

tumbuh dan membesar mengisi ruang nasofaringeal pada usia 3-5 tahun, sehingga

mengurangi ukuran saluran napas nasofaringeal dan mencapai puncak hipertropi pada usia

5 dan 10-11 tahun. Pada keadaan normal adenoid mengecil pada masa pubertas, tetapi pada

beberapa anak adenoid tidak mengecil sehingga menutup saluran pernafasan atas. Penyebab

utamanya adalah infeksi saluran pernafasan atas yang berulang. Upaya adaptasi fisiologis

karena terhambatnya saluran pernafasan atas adalah dengan bernafas melalui mulut. 2,3,6

Pernafasan melalui mulut akan menganggu pertumbuhan dan perkembangan otot

dan tulang dentofasial, seperti menurunnya posisi rahang bawah, dimensi vertikal yang

tinggi, posisi tulang hyoid yang rendah dan perubahan dentofasial lainnya. Menurut Paul

dan Nanda (1973), apabila hal tersebut tidak segera ditangani, dalam jangka panjang akan

menyebabkan sindroma wajah adenoid.1,3,4-7

Karakteristik oral yang paling sering dijumpai pada sindroma wajah adenoid adalah

maloklusi Klas II Angle divisi 1 dengan atau tanpa gigitan terbuka anterior, sedangkan

maloklusi Klas III Angle dengan atau tanpa gigitan terbuka anterior jarang dijumpai.

Gambaran spesifik lainnya adalah mukosa oral yang kering dan mudah teriritasi karena
bernafas melalui rongga mulut, lengkung rahang atas yang sempit dan palatum yang

tinggi.3

Penegakan diagnosa sindroma wajah adenoid dilakukan dengan anamnesa,

pemeriksaan klinis, rongga mulut, fungsional dan analisa radiografi. Sebelum dilakukan

perawatan anomali ortodonti dengan pesawat cekat, terlebih dahulu dilakukan tindakan

adenoidektomi untuk membuang adenoid yang menghambat jalan nafas.2

Banyaknya manifestasi sindroma wajah adenoid pada bidang kedokteran gigi

khususnya bidang ortodonti, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat masalah

gambaran klinis dan perawatan anomali ortodonti pada sindroma wajah adenoid sebagai

bahan penulisan skripsi. Diharapkan tulisan ini dapat memebrikan masukan dalam

penegakan diagnosa dan rencana perawatan ortodonti penderita sindroma wajah adenoid.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran klinis anomali ortodonti penderita sindroma wajah

adenoid?

2. Bagaimanakah cara penegakan diagnosa dan perawatan anomali ortodonti

penderita sindroma wajah adenoid yang disebabkan oleh hipertropi adenoid?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.3.1. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui gambaran klinis anomali ortodonti penderita sindroma wajah

adenoid.

2. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosa dan perawatan anomali ortodonti

penderita sindroma wajah adenoid yang disebabkan oleh hipertropi adenoid.

1.3.2. Manfaat Penulisan

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang sindroma wajah adenoid

terutama pada bidang ortodonti.

3. Untuk membantu dalam melakukan penegakan diagnosa dan rencana perawatan.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan skripsi ini membahas mengenai pengertian, etiologi,

predisposisi, gambaran klinis umum, gambaran klinis oral, gambaran radiografi, dampak

sindroma wajah adenoid terhadap anomali ortodonti, penegakan diagnosa, perawatan

anomali ortodonti dan laporan kasus pada penderita sindroma wajah adenoid.
BAB 2

SINDROMA WAJAH ADENOID

2.1. Pengertian

Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

Copenhagen sebagai suatu kelainan dentofasial yang disebabkan oleh obstruksi saluran

nafas atas jangka panjang karena hipertropi dari jaringan adenoid. Nama lain dari sindroma

wajah adenoid adalah microrhinodysplasia, sindroma wajah panjang atau dummy face

syndrome.7,10 Gejala gejala yang menyertai antara lain pernafasan mulut kronis, obstruksi

apnea saat tidur dengan gejala mendengkur, penurunan fungsi pendengaran, penciuman dan

pengecapan, sinusitis, suara hiponasal dan maloklusi Klas II Angle divisi 1 dan Klas III

Angle. Wilhelm Meyer juga yang pertama kali menyarankan untuk membuang adenoid

yang hipertropi dengan prosedur bedah yang disebut adenoidektomi.11,12

Menurut Linder Arosson (2000), sindroma wajah adenoid diakibatkan oleh

penyumbatan saluran nafas atas kronis oleh karena hipertropi jaringan adenoid.

Penyumbatan saluran nafas atas kronis menyebabkan kuantitas pernafasan atas menjadi

menurun, sebagai penyesuaian fisiologis penderita akan bernafas melalui mulut. Pernafasan

melalui mulut menyebabkan perubahan struktur dentofasial yang dapat mengakibatkan

maloklusi, yaitu posisi rahang bawah yang turun dan elongasi, posisi tulang hyoid yang

turun sehingga lidah akan cenderung ke bawah dan ke depan, serta meningginya dimensi
vertikal.2,5,12,13 Gambaran penderita sindroma wajah adenoid dapat terlihat seperti gambar

berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Penderita sindroma wajah adenoid.21

Penelitian yang dilakukan oleh Quinn dan Ryan menunjukkan prevalansi sindroma

wajah adenoid dapat diperkirakan jumlahnya dari tindakan adenoidektomi yang dilakukan

sejak awal tahun 1960 sampai tahun 1970-an. Setiap tahunnya di Amerika Serikat terdapat

1 sampai 2 juta kasus tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya yang terjadi

pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke

waktu, dimana pada tahun 1996 diperkirakan 248.000 anak (86,4%) menjalani
tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja. Kasus yang

serupa juga terjadi di Skotlandia pada anak anak dibawah usia 15 tahun. Sedangkan pada

usia remaja sampai dewasa terjadi peningkatan angka tonsilektomi dari 2.919 operasi

(1990) menjadi 3.200 operasi (1996).14-16

Di Indonesia belum ada data nasional mengenai jumlah operasi adenoidektomi atau

tonsiloadenoidektomi, akan tetapi berdasarkan data yang didapat dari Rumah Sakit Umum

Dr. Sardjito Yogyakarta dan dari Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Data dari Rumah Sakit

Umum Dr. Sardjito diperoleh bahwa jumlah kasus selama 5 tahun (1999-2003)

menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi. Puncak

kenaikan yaitu 275 kasus pada tahun 2000 dan terus menurun sampai 152 kasus pada tahun

2003. Demikian pula dari data Rumah Sakit Fatmawati dalam 3 tahun (2002-2004)

dilaporkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi

setiap tahunnya.14,15

2.2. Etiologi dan Predisposisi

Faktor etiologi utama sindroma wajah adenoid adalah obstruksi saluran pernafasan

atas. Batas saluran pernafasan atas adalah dari rongga hidung hingga dinding posterior

hipofaring. Penyebab utama obstruksi saluran nafas atas adalah hipertropi jaringan adenoid

oleh karena infeksi saluran nafas atas yang berulang (Gambar 2). Infeksi dari bakteri -

bakteri yang memproduksi beta-lactamase seperti Beta-hemolytic Sterptoccocus grup A,


Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan Streptococcus pneumonia atau virus

seperti haemophilus Influenzae, apabila mengenai jaringan adenoid akan menyebabkan

inflamasi dan hipertropi. Jaringan adenoid yang seharusnya mengecil secara fisiologis

sejalan dengan pertambahan usia menjadi membesar dan pada akhirnya menutupi saluran

pernafasan atas. Hambatan pada saluran pernafasan atas akan mengakibatkan pernafasan

melalui mulut dan pola perkembangan wajah panjang. 1,3,8,16,19

Faktor etiologi lainnya dari sindroma wajah adenoid adalah inflamasi mukosa

hidung, deviasi septum nasalis, anomali kogenital, penyempitan lengkung maksila dan

kebiasaan buruk.1,11,17-20 Gambaran skematis mengenai etiologi sindroma wajah adenoid

akan diuraikan pada bagan (Gambar 3).

Gambar 2. Gambaran hipertropi adenoid yang


menyumbat jalur pernafasan.9
Gambar 3. Skema tentang etiologi sindroma wajah adenoid.3

Faktor predisposisi sindroma wajah adenoid terbagi menjadi dua, yaitu faktor

predisposisi umum dan lokal. Faktor predisposisi umum antara lain polusi lingkungan,

alergi, kebersihan yang buruk dan pola hidup yang tidak sehat. Faktor predisposisi lokal

antara lain tonsilitis kronis dan otitis media supuratif kronis.9


BAB 3

GAMBARAN KLINIS, DAMPAK SINDROMA WAJAH ADENOID TERHADAP

MALOKLUSI, DAN PENEGAKAN DIAGNOSA

Penderita sindroma wajah adenoid memiliki gambaran klinis yang spesifik, meliputi

gambaran klinis umum dan oral. Pengenalan terhadap gambaran klinis sindroma wajah

adenoid ini sangat penting di dalam menegakkan diagnosa dan perawatan yang adekuat.

3.1 Gambaran Klinis Umum

Gambaran klinis umum sindroma wajah adenoid yang spesifik adalah 1/3 wajah

bagian bawah yang terlihat lebih panjang dari normal karena posisi rahang bawah yang

turun dan elongasi, ekspresi dummy face, bentuk wajah dolikosefali (Gambar 4), mulut

yang selalu terbuka karena kebiasaan bernafas melalui mulut dan kepala yang didongakkan

ke atas pada saat bernafas melalui mulut. Gambaran klinis lainnya berupa lebam pada

kantung mata (Gambar 5) oleh karena gangguan tidur dan tubuh penderita yang kurus

karena bernafas melalui mulut tidak memiliki proses penyaringan udara, sehingga apabila

terdapat bakteri atau virus yang terhirup akan langsung masuk ke paru paru dan tubuh

penderita menjadi rentan terhadap penyakit. 10,16,18,19,21

Sepertiga wajah bagian atas penderita terlihat dalam kondisi yang normal, tetapi

pada wajah bagian tengah ke bawah menunjukkan beberapa anomali. Anomali pada 1/3
wajah bagian tengah antara lain rongga hidung yang sempit (Gambar 6) dan daerah

nasolabial yang cekung. Sedangkan anomali pada 1/3 wajah bagian bawah antara lain bibir

atas yang pendek, bibir yang inkompeten yaitu pada keadaan istirahat bibir atas dan bawah

tidak bertemu karena dimensi vertikal yang tinggi, dan posisi dagu yang retrusi karena

rotasi posterior rahang bawah (Gambar 7).4,9,11,19

Gambar 4. Penderita sindroma wajah adenoid dengan


bentuk wajah dolikosefali 13
Gambar 5. Lebam pada kantung mata penderita.23

Gambar 6. Lubang hidung penderita yang sempit.13


Gambar 7. Penderita sindroma wajah adenoid dengan
nasolabial yang cekung dan dagu yang retrusi.13

` 3.2. Gambaran Klinis Oral

3.2.1. Palatum

Hipertropi adenoid mengakibatkan kebiasaan bernafas melalui mulut, sehingga

fungsi saluran nafas atas menjadi tidak aktif. Kebiasaan tersebut mempengaruhi stimulasi

muskular dari otot otot fasial terhadap tumbuh kembang rahang atas, terutama stimulus

dari lidah. Dampaknya adalah kurangnya pertumbuhan rahang atas sehingga lengkung

rahang atas menjadi sempit dengan palatum yang tinggi dan berbentuk huruf V (Gambar

8).1,7,18,19,23
Gambar 8. Palatum yang tinggi dengan bentuk huruf V.23

3.2.2. Mukosa Oral

Kebiasaan bernafas melalui mulut pada penderita sindroma wajah adenoid

menyebabkan kuantitas saliva sebagai cairan rongga mulut menjadi sedikit. Kondisi

tersebut menyebabkan mukosa oral menjadi kering, mudah teriritasi dan terinflamasi,

sehingga pada mukosa oral penderita sering dijumpai ulserasi, pembengkakan interdental

papil dan saku periondontal (Gambar 9).22,24

Gambar 9. Inflamasi gingiva pada penderita sindroma wajah adenoid.22


3.2.3. Gigi Geligi dan Hubungan Rahang

Gambaran gigi-geligi pada penderita sindroma wajah adenoid antara lain gigi geligi

yang rentan karies karena pernafasan mulut yang menyebabkan kebersihan rongga mulut

yang buruk, gigi anterior rahang atas cenderung protrusi (Gambar 10), gigi berjejal anterior,

overjet yang besar, maloklusi gigitan terbuka anterior disertai dengan kebiasaan

menjulurkan lidah saat menelan (Gambar 11), dan gigitan silang posterior.2-7,12,24

Gambaran kondisi rahang yang dijumpai pada penderita sindroma wajah adenoid

antara lain lengkung rahang atas yang sempit, rahang bawah yang mengalami elongasi

karena rotasi posterior dari rahang bawah dan menurunnya posisi tulang hyoid yang disertai

dengan menurunnya posisi lidah.3,9,24

Salah satu gambaran yang khas pada penderita adalah gummy smile (Gambar 12),

yaitu gingiva rahang atas yang tampak pada saat tersenyum. Hal ini disebabkan oleh bibir

atas yang pendek, rahang atas yang retrognatik, dan gigi anterior atas yang protrusi. 13,23

Gambaran klinis anomali ortodonti yang paling sering dijumpai adalah maloklusi

Klas II Angle dengan atau tanpa gigitan terbuka anterior disertai dengan gigitan terbalik

posterior dimana salah satu kondilus rahang bisa saja maju ke depan, sehingga rahang

bawahnya miring dan gigi anterior hanya kontak pada gigi kaninus saja atau terkadang bisa

bilateral sehingga terlihat seperti "pseudo Klas I . Maloklusi Klas III Angle dengan atau

tanpa gigitan terbuka anterior juga dapat dijumpai namun sangat jarang.3-7,13,18,22
Gambar 10. Gigi anterior atas penderita yang protrusi.18

Gambar 11. Maloklusi gigitan terbuka anterior disertai


dengan kebiasaan menjulurkan lidah.22

Gambar 12. Gummy smile.23


3.3 Dampak Sindroma Wajah Adenoid Terhadap Maloklusi

Sindroma wajah adenoid umumnya terjadi akibat obstruksi saluran pernafasan yang

disebabkan oleh hipertropi adenoid. Infeksi saluran pernafasan atas yang berulang

menyebabkan terjadinya hipertropi adenoid, sehingga mengakibatkan ketidakaktifan fungsi

saluran pernafasan atas. Fungsi saluran pernafasan atas yang tidak aktif mengakibatkan

penderita beradaptasi dengan bernafas melalui mulut.3-7,23,24

Kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan hilangnya keseimbangan antara

tekanan otot genioglossus, hyoid dan eksternal pterigoideus yang akan menekan prosessus

alveolaris di daerah premolar dan molar ke arah medial, sehingga rahang bawah akan

menggantung ke bawah (rotasi posterior). Turunnya posisi rahang bawah ke posterior akan

memyebabkan posisi rahang atas lebih prognatik terhadap rahang bawah. Turunnya posisi

rahang bawah juga diikuti dengan turunnya posisi tulang hyoid yang mengakibatkan postur

lidah menjadi turun dan lebih ke anterior karena otot otot posterior lidah melekat pada

tulang hyoid. 1,3,19,23,24

Posisi lidah yang turun dan lebih ke anterior dari normal menyebabkan posisi lidah

tertahan pada gigi geligi anterior pada saat menelan yang disebut dengan kebiasaan

menjulurkan lidah. Apabila kebiasaan ini tidak segera dikoreksi, maka dalam jangka waktu

tertentu kebiasaan ini akan menyebabkan gigi anterior menjadi protrusi karena tekanan dari

dorongan lidah pada saat menelan dan maloklusi gigitan terbuka anterior. 3-6,24
Posisi lidah yang turun akan mempengaruhi pertumbuhan rahang atas, karena lidah

berperan penting dalam tumbuh kembang rahang atas. Tekanan lateral lidah ke palatum

berfungsi sebagai penyeimbang stimulasi ke dalam dari muskulus buccinator. Hal ini akan

menstimulasi tumbuh kembang rahang atas yang normal. Apabila posisi lidah turun, maka

tidak ada penyeimbang dari stimulasi muskulus buccinator, sehingga menyebabkan

lengkung rahang atas menjadi kurang berkembang dan sempit dengan palatum yang tinggi

(Gambar 13).3,7,23,24

Rahang atas yang kurang berkembang berdampak buruk pada tumbuh kembang

struktur dentokraniofasial, yaitu lengkung rahang atas baik dari ukuran maupun bentuknya

menjadi tidak harmonis dengan ukuran gigi-geligi permanen, sehingga mengakibatkan gigi-

geligi permanen kekurangan tempat untuk erupsi pada rahang atas. Kurangnya Leeway

space mengakibatkan erupsi gigi berjejal pada regio anterior dan gigitan terbalik pada regio

posterior.1,3,5,7,24

Gambar 13. Kurangnya pertumbuhan rahang atas karena ketidakaktifan


fungsi saluran pernafasan 23
3.4 Penegakan Diagnosa

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa sindroma wajah adenoid

antara lain anamnesa, pemeriksaan klinis, rongga mulut, analisa fungsional dan radiografi.

Melalui kelima pemeriksaan tersebut diharapkan diagnosa yang adekuat dapat

ditegakkan.3,8,12

Anamnesa yaitu wawancara kepada pasien dan orang tua pasien mengenai riwayat

penyakit dan gejala gejala yang menyertai. Melalui anamnesa, riwayat penyakit dan

gejala- gejala yang biasanya didapati antara lain penurunan fungsi pendengaran, penciuman

dan pengecapan, sinusitis, mendengkur pada saat tidur, tubuh yang rentan terhadap

penyakit, ketidakmampuan dalam berkonsentrasi dan tubuh yang mudah lelah. 8,15

Pemeriksaan klinis pasien terdiri dari pemeriksaan wajah secara menyeluruh dan

palpasi. Gambaran wajah pada sindroma wajah adenoid antara lain 1/3 wajah bagian bawah

yang tampak panjang, bentuk wajah dolikofasial, ekspresi dummy face, bibir yang tidak

kompeten dan posisi dagu yang retrusi. Pada pemeriksaan palpasi dilakukan pemeriksaan

dengan jari telunjuk guna meraba pembesaran adenoid 1,7-12,22-24

Pemeriksaan terhadap rongga mulut pasien dilakukan untuk melihat apakah terdapat

gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid, antara lain lengkung rahang atas yang sempit

dengan palatum yang tinggi, mukosa oral yang kering, maloklusi Klas II Angle divisi 1,

maloklusi Klas III Angle, gigitan terbuka anterior dan gigitan terbalik posterior. 1,7,22-24
Analisa fungsional terdiri dari pemeriksaan pola bernafas, pola penelanan dan pola

bicara pasien. Terdapat dua cara pemeriksaan pola bernafas pasien yaitu pemeriksaan

secara langsung dan pemeriksaan dengan kaca mulut. Pada pemeriksaan secara langsung

pasien diinstruksikan untuk menarik napas dalam-dalam. Pada pasien yang normal,

bibirnya akan terkatup dan lubang hidungnya akan bertambah besar, sedangkan pada

penderita sindroma wajah adenoid, mulutnya akan terbuka, bibir atas dan bawah tidak

terkatup, lubang hidungnya tidak membesar dan kepalanya akan mendongak ke atas.

Pemeriksaan dengan kaca mulut pada pasien normal, jika diletakkan kaca di antara lubang

hidung dan mulut, maka permukaan atasnya akan berembun karena bernafas melalui

hidung, sedangkan pada penderita sindroma wajah adenoid permukaan bawahnya yang

akan berembun karena bernafas melalui mulut.

Pada pemeriksaan pola penelanan, yang diperhatikan adalah bibir dan lidah pasien

pada saat menelan. Pada pasien yang normal, bibirnya terkatup dan lidahnya tidak menjulur

ke depan, sedangkan pada penderita sindroma wajah adenoid bibirnya terbuka dan lidahnya

menjulur ke depan. Pemeriksaan pola bicara yaitu penderita biasanya sulit untuk

mengucapkan huruf linguodental seperti S, Z, Th, Sh dan Ch karena terdapat gigitan

terbuka anterior. Fonasi penderita cenderung hiponasal atau bersuara sengau karena

ketidakmampuan katup velofaringeal menutup sempurna pada saat berbicara disebabkan

oleh hipertropi adenoid.3,17,24,25


Analisa radiografi pada sindroma wajah adenoid dilakukan dengan foto sefalometri

(Gambar 14). Analisa ini bertujuan untuk melihat hipertropi adenoid pada ruang

nasofaringeal. Menurut Fujioka (1979), pengukuran besar adenoid didalam ruang

nasofaringeal pada foto sefalometri ditunjukkan pada gambar berikut (Gambar 15). 3,8,12,15,16

Gambar 14. Gambaran radiografi hipertropi adenoid 8

Gambar 15. Fujioka :Titik A1 adalah konveksitas maksimal dari bagian inferior adenoid.
Garis B digambarkan segaris lurus dengan bagian anterior basioocciput.
Besarnya adenoid dapat diukur dari jarak A1 ke garis B yaitu titik A.16
BAB 4

PERAWATAN DAN LAPORAN KASUS

4.1 Perawatan

Perawatan anomali ortodonti sindroma wajah adenoid memerlukan kerjasama yang

baik antara bidang ortodonti dengan bidang otolaringologi. Tindakan yang terlebih dahulu

harus dilakukan sebelum perawatan anomali ortodonti adalah adenoidektomi, yaitu

tindakan bedah untuk membuang jaringan adenoid yang menghambat saluran pernafasan

atas (Gambar 15 - 17).2,12,19

Tahapan selanjutnya setelah tindakan adenoidektomi adalah perawatan terhadap

kebiasaan buruk seperti berbicara dengan suara hiponasal dan bernafas melalui mulut.

Koreksi suara hiponasal dilakukan dengan terapi bicara, sedangkan koreksi kebiasaan

bernafas melalui mulut dilakukan dengan pemakaian oral screen atau pre-orthodontic

trainer (Gambar 18) dibantu dengan terapi bernafas. Kedua alat ini berfungsi untuk

menutup jalur masuk udara ke rongga mulut sehingga penderita akan beradaptasi dengan

bernafas melalui rongga hidung.1,22

Perawatan lanjutan setelah kebiasaan buruk terkoreksi adalah perawatan lengkung

rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi dengan menggunakan pesawat rapid

maxillary expansion (Gambar 19). Perawatan fase ini bertujuan untuk mengoreksi

pertumbuhan bentuk rahang atas yang sempit dan pertumbuhan ruang nasal yang kurang
berkembang. Pada kasus maloklusi Klas II Angle divisi 1 selain dipasangkan pesawat rapid

maxillary expansion pada rahang atas, pesawat bite block dipasangkan pada rahang bawah

untuk mempertahankan hubungan vertikal selama rahang atas mengalami ekspansi. Pada

kasus maloklusi Klas III Angle, pada ekstraoral digunakan pesawat fungsional chin cap

untuk membatasi pertumbuhan rahang bawah ke arah vertikal dan merangsang rotasi

rahang bawah ke anterior.10,19,26-28

Perawatan tahap terakhir adalah perawatan dengan menggunakan pesawat cekat,

yang bertujuan untuk mengoreksi maloklusi gigi geligi. Pada tahap ini dilakukan analisa

ruang untuk mengetahui apakah ruang yang tersedia cukup untuk pergerakan gigi geligi.

Apabila terdapat kekurangan ruang, salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah

ekstraksi gigi premolar pertama. Pada kasus maloklusi Klas II Angle divisi 1, pada rahang

bawah digunakan pesawat cekat dengan lip bumper untuk membatasi tekanan bibir

terhadap gigi geligi anterior rahang bawah. 3,10,18,19,27

KURET

ADENOID

Gambar 15. Tindakan adenoidektomi dengan kuret untuk mengangkat


hipertropi adenoid.11
A B
Gambar 16. Gambaran skeletal : A. sebelum adenoidektomi, tampak sudut mandibula
yang besar, posisi lidah yang rendah, dan kurangnya pertumbuhan ramus.
B.setelah adenoidektomi, tampak sudut mandibula yang meningkat, posisi
lidah normal, dan peningkatan pertumbuhan ramus.12

Gambar 17. Kondisi ruang nasofaring sebelum dan sesudah adenoidektomi 9


Gambar 18. Oral screen dan pre orthodontic trainer 22

Gambar 19. Rapid maxillary expansion 7

4.2 Laporan Kasus

Berikut ini beberapa laporan kasus perawatan anomali ortodonti pada penderita

sindroma wajah adenoid.

Kasus 1. Penderita sindroma wajah adenoid dengan maloklusi dental Klas II

divisi 1 dan skeletal Klas II.26

Seorang pasien anak laki laki usia 5 tahun mempunyai karakteristik dan gambaran

skeletal sindroma wajah adenoid dan telah dilakukan tindakan adenoidektomi (Gambar 20).
Berdasarkan anamnesa dengan orangtua pasien, diketahui bahwa anak selalu tidur dengan

mulut terbuka, mudah lelah ketika beraktifitas, dan memiliki beberapa masalah di sekolah

seperti emosi yang labil, sulit untuk berkonsentrasi belajar dan prestasi belajar disekolah

yang rendah.

Gambar 20. Pasien usia 5 tahun 10 bulan dengan sindroma wajah adenoid.26

Pemeriksaan klinis dan rongga mulut

Pemeriksaan klinis pada pasien menunjukkan bahwa pasien memiliki karakteristik

dummy face, wajah yang terlalu panjang untuk anak seusianya, berat badan dan tinggi

badan dibawah rata rata anak seusianya.

Pada pemeriksaan rongga mulut didapati kondisi gigi geligi yang berjejal ringan,

klasifikasi skeletal Klas II dengan rahang bawah retrognatik, maloklusi Klas II Angle divisi

1 (Gambar 21), lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi (Gambar 22)

dan kebiasaan bernafas melalui rongga mulut.


Perawatan

Tujuan perawatan adalah untuk mencapai hubungan molar Klas I Angle dan

mencapai overjet yang ideal. Perawatan terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase pertama dengan

dengan pesawat ortodonti rapid maxillary expansion Schwarz pada kedua rahang (Gambar

23), lalu dilanjutkan ke fase kedua dengan pesawat cekat.

Hasil perawatan

Setelah 1 tahun perawatan, profil skeletal pasien mengalami peningkatan dan

terdapat diastema pada anterior rahang atas karena ekspansi rahang atas. Diastema pada

rahang atas nantinya akan dikoreksi pada fase kedua yaitu dengan pesawat cekat.

Berdasarkan anamnesa dengan orang tua pasien, pasien mengalami peningkatan yang

signifikan seperti dapat tidur lebih nyenyak, emosi lebih stabil, lebih energik dan aktif,

nafsu makan yang membaik dan kemampuan fonetik yang membaik (Gambar 24 - 26).

Gambar 21. Palatum pasien yang sempit dan tinggi.26


Gambar 22. Foto intraoral pasien : maloklusi Klas II Angle divisi 1.26

Gambar 23. rapid maxillary expansion Schwarz.26

Gambar 24. Foto pasien setelah perawatan 19 bulan, tampak pertumbuhan rahang
atas dan ekspresi wajah pasien telah terkoreksi. 26
Gambar 25. Foto intraoral pasien ; rahang atas yang mengalami
ekspansi dan terdapat diastema.26

Gambar 26. Foto palatum pasien yang mengalami ekspansi


setelah 19 bulan perawatan.26

Kasus 2. Penderita sindroma wajah adenoid dengan maloklusi dental Klas II

Angle divisi 1 dengan gigitan terbuka anterior. 27

Pasien laki - laki usia 10 tahun menginginkan perawatan ortodonti untuk

mengoreksi anomali dentalnya. Dari anamnesa dengan orangtua pasien diketahui bahwa

anak memiliki kebiasaan bernafas dari rongga mulut dan telah menjalani adenoidektomi

pada usia 8 tahun.


Pemeriksaan klins, rongga mulut dan radiografi

Karakteristik umum pasien yaitu bentuk wajah yang panjang dan rongga hidung

yang sempit. Pada pemeriksaan rongga mulut, dijumpai lengkung rahang atas yang sempit

disertai palatum yang tinggi berbentuk huruf V dan rahang atas yang retrognatik sehingga

menyebabkan bibir yang inkompeten. Kurangnya pertumbuhan rahang atas juga

mengakibatkan kurangnya leeway space untuk erupsi gigi kaninus permanen rahang

atas.Dari foto sefalometri dapat ditentukan diagnosa ortodonti pasien yaitu maloklusi Klas

II Angle divisi 1 dengan gigitan terbuka anterior dengan overjet 10 mm. (Gambar 27 30).

Gambar 27. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan. 27


Gambar 28. Foto intra oral pasien sebelum perawatan.27

Gambar 29. Foto oklusal sebelum perawatan.27

Gambar 30. Foto.sefalometri dan panoramik sebelum perawatan.27


Perawatan

Pesawat Rapid maxillary expansion digunakan selama 12 minggu dengan tujuan

memperlebar lengkung rahang atas yang sempit agar tercapai hubungan yang baik antar

kedua rahang. Bite block rahang bawah digunakan selama 9 minggu dan ditempatkan pada

gigi posterior rahang bawah untuk menjaga hubungan vertikal selama ekspansi rahang atas

(Gambar 31-32). Setelah pesawat rapid maxillary expansion dilepaskan, dipasangkan

pesawat cekat dengan kawat ortodonti Ni-Ti 0,014 inci dan dengan bantuan elastik Klas II

0,18 x 0,22 inci untuk memperbaiki hubungan molar pertama. Lip bumper digunakan

selama 14 jam sehari pada rahang bawah (Gambar 33). Perawatan dilakukan hanya dalam

29 bulan dikarenakan pasien sangat kooperatif dan hasil yang diinginkan telah tercapai.

Hasil perawatan

Hasil perawatan yang baik tercapai dengan terkoreksinya relasi oklusal dan skeletal.

Setelah perawatan, terlihat keseimbangan estetis pada wajah pasien dimana hubungan bibir

atas dan bawah kompeten., tercapainya hubungan molar pertama dan kaninus Klas 1, dan

overjet yang berhasil dikoreksi dari 10 mm hingga 1 mm. Koreksi lengkung rahang atas

yang sempit juga berhasil dilakukan sehingga palatum telah mencapai ukuran normal dan

dmensi vertikal setelah perawatan relatif stabil (Gambar 35 - 37).


Gambar 31. Foto intraoral pasien ketika dipasang bite block.27

Gambar 32. Foto oklusal pasien ketika dipasangkan rapid maxillary expansion pada
rahang atas dan bite block pada gigi posterior rahang bawah. 27

Gambar 33. Pesawat cekat dengan lip bumper dan elastik pada pasien.27
Gambar 34. Foto ekstra oral pasien setelah 29 bulan perawatan.27

Gambar. 35, Foto intra oral pasien setelah 29 bulan perawatan 27


Gambar.36, Foto sefalometri dan panoramik setelah 29 bulan perawatan.27

Gambar 37. Superimposed sebelum dan sesudah perawatan.27


Kasus 3. Penderita sindroma wajah Adenoid dengan Maloklusi Skeletal Klas

III dengan gigitan terbuka anterior.28

Pasien laki - laki usia 7 tahun (Gambar 38) menginginkan perawatan ortodonti. Dari

anamnesa diketahui bahwa pada saat anak berusia 4 tahun telah dilakukan bedah

adenoidektomi dan tonsilektomi, dan pasien sulit untuk berbicara dengan baik.

Gambar 38. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan 28

Pemeriksaan rongga mulut dan radiografi

Pemeriksaan rongga mulut menunjukkan bahwa terdapat gigitan terbuka anterior

yang parah sampai dengan regio molar desidui (Gambar 39), hubungan molar Klas 1, dan

kebiasaan menjulurkan lidah.


Pada pemeriksaan radiografi sefalometri dan panoramik (Gambar 40) menunjukkan

klasifikasi skeletal Klas III, gigitan terbuka anterior sebesar 9 mm, peningkatan panjang

wajah bagian bawah, dan gigi insisivus rahang bawah yang protrusi.

Gambar 39. Foto intra oral sebelum perawatan ; tampak gigitan terbuka anterior yang
sampai ke regio molar desidui.28

Gambar 40. Foto radiografi sefalometri dan panoramik sebelum perawatan.28


Tujuan perawatan

Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk mengoreksi gigitan terbuka anterior,

mendapatkan overbite, overjet, hubungan kaninus dan molar pertama yang ideal. Perawatan

ini meliputi koreksi dari inklinasi aksial gigi-gigi anterior rahang atas dan rahang bawah,

mendapatkan oklusi fungsional yang baik, membatasi ekstruksi molar rahang atas,

merangsang rotasi rahang bawah ke anterior, dan memperbaiki profil wajah pasien.

Perawatan

Terdapat dua fase perawatan yang akan dilakukan pada pasien. Fase pertama

menggunakan pesawat ekstra oral chin cap dan pesawat lepasan rapid maxillary expansion.

Pesawat chin cap berfungsi untuk membatasi pertumbuhan rahang bawah ke arah vertikal

dan merangsang rotasi rahang bawah ke anterior untuk mengoreksi bentuk skeletal wajah

pasien yang tampak panjang, sedangkan pesawat Rapid maxillary expansion berfungsi

untuk memperlebar lengkung rahang atas. Pada perawatan fase ini kebiasaan menjulurkan

lidah telah terkoreksi. Hasil perawatan dari fase ini adalah gigitan terbuka anterior

berkurang hingga 4 mm. Fase pertama ini berakhir hingga masa gigi bercampur.

Pada fase kedua perawatan digunakan pesawat cekat dengan kawat ortodonti Ni-Ti

0,016 x 0,022 inci dan elastik 4oz yang dipasangkan pada gigi kaninus rahang atas dan

bawah secara silang untuk mengoreksi gigitan terbuka anterior.


Hasil perawatan

Setelah 16 bulan perawatan aktif, pasien diinstruksikan untuk memakai pesawat

lepasan Hawley retainer dan chin cap pada saat tidur. Kombinasi kedua pesawat ini

berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan skeletal pasien selama masa pertumbuhan pasien.

Hasil perawatan yang signifikan antara lain tercapainya klasifikasi skeletal dan dental Klas

I, garis senyum yang baik, estetis wajah yang memuaskan, terkoreksinya inklinasi aksial

gigi geligi posterior, gigitan terbuka anterior yang berkurang dari 9 mm menjadi 3 mm, dan

tercapainya rotasi rahang bawah ke anterior. (Gambar 41-45)

Gambar 41. Foto ekstra oral pasien setelah 16 bulan perawatan. 28


Gambar 42. Foto intra oral pasien setelah 16 bulan perawatan. 28

Gambar 43. Foto sefalometri dan panoramik setelah 16 bulan perawatan.28


Gambar 44. Foto ekstra oral pasien 4 tahun setelah perawatan.28

Gambar 45. Foto intra oral pasien 4 tahun setelah perawatan. 28


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sindroma wajah adenoid adalah suatu sindroma kelainan pertumbuhan dan

perkembangan dentofasial yang disebabkan oleh obstruksi saluran pernafasan atas.

Obstruksi tersebut dapat terjadi karena jaringan adenoid yang mengalami hipertrofi

menutupi saluran pernafasan atas. Gejala gejala yang menyertai yaitu kebiasaan bernafas

melalui mulut, obstruksi apnea saat tidur, sinusitis, suara hiponasal, penurunan fungsi

pendengaran, penciuman, dan pengecapan.1-3,11,12

Gambaran klinis umum sindroma wajah adenoid yang spesifik adalah 1/3 wajah

bagian bawah yang tampak panjang, ekspresi dummy face, bentuk wajah dolikosefali, mulut

yang selalu terbuka, kepala yang selalu didongakkan ke atas pada saat bernafas, tubuh yang

kurus dan rentan terhadap penyakit. Gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid antara

lain lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi, posisi rahang bawah

yang turun dan elongasi, mukosa oral yang kering, gigi geligi yang rentan karies, gigi

anterior rahang atas yang protrusi, gummy smile, kebiasaan menjulurkan lidah, gigitan

silang posterior, maloklusi Klas II Angle divisi 1 dan Klas III dengan atau tanpa gigitan

terbuka anterior.1,9-17,22-24
Penegakan diagnosa sindroma wajah adenoid yaitu dengan anamnesa terhadap

pasien dengan orang tua pasien, pemeriksaan klinis, rongga mulut, analisa fungsional dan

radiografi sefalometri. Tindakan yang terlebih dahulu harus dilakukan sebelum melakukan

perawatan anomali ortodonti pada sindroma wajah adenoid yang disebabkan oleh hipertropi

jaringan adenoid yaitu adenoidektomi. Adenoidektomi adalah tindakan bedah untuk

membuang hipertropi adenoid yang menyebabkan obstruksi. Perawatan selanjutnya adalah

perawatan yang bertujuan untuk mengoreksi kebiasaan buruk, memperlebar lengkung

rahang atas yang sempit dengan pesawat rapid maxillary expansion, dan mengoreksi

maloklusi gigi geligi dengan pesawat cekat. 5-10,12-22

5.2 Saran

Diagnosa dan perawatan sindroma wajah adenoid sebaiknya dilakukan sedini

mungkin untuk mencegah terjadinya anomali ortodonti yang lebih berat, kebiasaan bernafas

melalui mulut dan menjulurkan lidah. Anomali yang dijumpai pada penderita sindroma

wajah adenoid sangat kompleks, oleh karena itu diperlukan kerja sama yang baik dari

beberapa disiplin ilmu, yaitu bidang otolaringologi dan ortodonti dalam menegakkan

diagnosa dan merencanakan perawatan, sehingga dapat diperoleh hasil perawatan yang

optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suminy D, Zen Y. Hubungan antara maloklusi dengan hambatan saluran

pernafasan. M.I. Kedokteran Gigi, 2007; 22(1).

2. Faria PTM, Ruellas ACO, Matsumoto MAN et al. Dentofacial morphology of

mouth breathing children. Braz Dent J, 2002; 13(2): 129-32.

3. Kusnoto H. Problema saluran pernafasan dan pengaruhnya terhadap kelainan

dentofasial. Cermin Dunia Kedokteran, 1985; 36: 52 6.

4. Flutter J. The negative effect of mouth breathing on the body and development

of the child. 2006.

<http://www.buteyko.iemouth%20breathing%20and%20crooked%20teeth.pdf

> (24/08/2010)

5. Purwanegara MK. Karakteristik maloklusi penderita napas mulut di bagian

THT RSUPN Ciptomangunkusumo FKUI Jakarta, 2003. < http://www.pdgi-

online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=764&Itemid=1

> (24/08/2010)

6. Cummings C. Cummings otolaryngology head & neck surgery. Philadephia.

Mosby,Inc, 2005: 3995-8.

7. Jaume F, Juan M. Treatment in the deciduous dentition: four clinical cases.

Prog Orthod, 2006; 7(2): 202-19.


8. Balasubramanian T. Adenoid, 2006. <www.drtbalu.com>(24/08/2010).

9. Ibrahim AA. Adenoids. Alexandria University.

<http://www.alexorl.com/alexorlfiles/DownLoad%20Lectures/Pharynx/ADEN

OIDS.pdf> (24/08/2010)

10. Anynomous. Adenoid hypertophy.

<http://en.wikipedia.org/wiki/Adenoid_hypertrophy> (24/08/2010)

11. Pasha A. Comparative study between endoscopy assisted adenoidectomy and

conventional adenoidectomy. Dissertation. Davangere: J.J.M. Medical College,

2006; 7-55.

12. Peltomaki T. The effect of mode of breathing on craniofacial growth

revisited, Eur J Orthod, 2007; 29: 426 9.

13. Readman P. inter-relationship between the upper airway and maxillofacial

growth. Synopses, 2000; 21: 10-9.

14. Fahmi MN. Presus THT- tonsilectomy. Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.2010.

<http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=presus+THT+"TONSILEK

TOMI"+Moch.Nizam+Fahmi+20040310109> (24/08/2010)

15. Amaludin T, Christanto A. Kajian manfaat tonsilektomi, Cermin Dunia

Kedokteran, 2007; 155: 61-8.


16. Weng LK. Relationship between tonsil/adenoid size and the frequency of

respiratory event in sleep-related breathing disorders in children. Dissertation.

Hongkong: University of Hongkong, 2010: 7-8.

17. Ngan P, Fields HW. Open bite: a review of etiology and management.

Pediatric Dentistry, 1997; 19(2): 91-8.

18. Williams KL, Mahony D. The effects of enlarged adenoids on a developing

malocclusion.<www.russiandoctors.org>. (24/08/2010)

19. Erliera. Hubungan postur kepala dengan tumbuh kembang mandibula pda

penderita obstruksi saluran nafas atas dengan kebiasaan buruk nafas mulut

(Studi potong lintang pada ras deutromalayid). Dissertation. Jakarta:

Universitas Indonesia, 2007: 1-19.

20. Soxman JA. Upper airway obstruction in the pediatric dental patient. General

Dentistry, 2004: 313-16.

21. Vig KWL. Nasal obstruction and facial growth : the strength of evidence for

clinical assumptions. Am J Ortho Dento Surgery, 1998; 113(6): 603-11.

22. Anynomous. Mouth breathing habit in children.

<http://www.jeffersondental.com/assets/docs/mouthBreathing.pdf>

(24/08/2010).

23. Page KC, Mahony D. The airway, breathing and orthodontics. Today's FD,

2010; 22(2): 43-7.


24. Tipton WP. Beauty balanced faces the first 9 years : the most critical time. Int J

orthod, 2006; 17(3): 13-22.

25. AboulAzm K. Orthodontic diagnosis. Pharos university, 2010: 9-11.

26. Jefferson Y. Mouth breathing: adverse effects on facial growth, health,

academics, and behavior. General Dentistry, 2010: 18-25.

27. Giancotti A, Masseli A, Girolamo RI. Rapid palatal expansion in treatment of

class II malocclusions. British journal of orthodontics, 1999; 26: 179-90.

28. Hamachi N, Ozer T, Basaran G et al. Early treatment of excessive open bite

and follow up: Case Report. Journal Of International Dental And Medical

Research, 2009; 2(1): 6-10.

Anda mungkin juga menyukai