Anda di halaman 1dari 47

PREVALENSI RESORPSI AKAR APIKAL EKSTERNAL

PADA GIGI PREMOLAR SETELAH PERAWATAN


ORTODONTI

OLEH :

Drg. Nuriah Hartati Tarigan


NIP. 19721122 200212 2 004

PUSKESMAN SICANANG
MEDAN
TAHUN 2021

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan izin Allah SWT penulis dapat meyelesaikan
penulisan makalah berjudul “Prevalensi Resorpsi Akar Apikal Eksternal Pada Gigi Premolar
Setelah Perawatan Ortodonti”.

Penulisan makalah ini diajukan sebagai syarat untuk usul kenaikan pangkat. Penulisan
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,untuk itu penulis mohon maaf
apabila masih ada kekurangan.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan
bagi kita semua . Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, 4 Juli 2021


Penulis

(drg. Nuriah Hartati Tarigan)

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 4
2.1 Jenis Perawatan Ortodonti……………………………………… 5
2.1.1 Piranti Ortodonti Lepasan ………………………………… 6
2.1.2 Piranti Ortodonti Cekat …………………………………… 6
2.2 Dampak Pemakaian Piranti Ortodonti ……………………… 7
2.3 Resorpsi Akar…………………………………………………… 8
2.3.1 Klasifikasi Resorpsi Akar …………………………………. 9
2.3.2 Mekanisme Resorpsi Akar……………………………………. 12
2.4 Faktor Risiko Resorpsi Akar …………………………………… 12
2.4.1 Faktor Mekanik Ortodonti …………………………………… 13
2.4.2 Faktor Biologi Individu ………………………………………. 14
2.5 Evaluasi Kuantitatif resorpsi Apikal Akar Dengan Indeks
Levander Malmgren, dan linge…………………………………. 16
2.6 Hubungan Perawatan Ortodonti Dengan Terjadinya Resorpsi
Akar …………………………………………………………… 18
2.7 Radiografi Dental Pada Perawatan Ortodonti ………………… 19
2.7.1 Radiografi Panoramik………………………………………… 19
2.8 Software ImageJ………………………………………………… 20
2.9 Kerangka Teori…………………………………………………. 21
2.10 Kerangka Konsep……………………………………………… 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ………………………………. 23

3.4 Sampel Penelitian ………………………………………………. 23


3.4.1 Kriteria Inklusi ……………………………………………….. 24
3.4.2 Kriteria Eksklusi ……………………………………………… 24
3.5 Variabel Penelitian……………………………………………… 24
3.5.1 Variabel Bebas………………………………………………... 24
3.5.2 Variabel Tergantung………………………………………….. 24
3.5.3 Variabel Terkendali ………………………………………… 25
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali……………………………………. 25
3.6 Definisi Operasional……………………………………………. 25
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ……………………………………… 28

ii
iii
3.7.1 Alat Penelitian ……………………………………………… 28
3.7.2 Bahan Penelitian……………………………………………… 29
3.8 Prosedur Penelitian …………………………………………… 29
3.9 Analisa Data……………………………………………………. 32
3.10 Masalah Etika ………………………………………………… 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN……………………………………………. 33

BAB 5 PEMBAHASAN ……………………………………………… 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………… 40


6.1 Kesimpulan …………………………………………………… 40
6.2 Saran …………………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 42

iiiv
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ortodonti merupakan ilmu yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan
atau pematangan struktur dentofasial yang bertujuan dan berperan penting untuk
mencegah dan memperbaiki hubungan antara gigi atau tulang wajah dan jaringan
sekitarnya untuk mencapai hubungan fungsional dan anatomis yang normal, oklusi
normal dan tampilan wajah yang baik, serta untuk meningkatkan kemampuan
pengunyahan, berbicara, dan penampilan.1,2,3,4
Perawatan ortodonti bertujuan untuk menghasilkan fungsi stomatognasi yang
maksimal, keseimbangan struktural dan keselarasan.4 Pemakaian pesawat ortodonti
mempunyai dampak negatif. Dampak negatif dari pemakaian pesawat ortodonti yaitu
yang paling sering terjadi adalah resorpsi akar, alergi, gangguan sendi
temporomandibular, perubahan profil wajah, demineralisasi yang dapat menyebabkan
karies, reaksi pulpa, penyakit periodontal, oral hygine buruk, trauma, dan lain-lain.5-9
Resorpsi akar merupakan gejala umum atau konsekuensi yang tidak
diinginkan dari perawatan ortodonti dan merupakan fenomena multifaktorial.8-11
Resorpsi akar dapat diklasifikasikan menjadi resorpsi akar eksternal dan internal.8
Resorpsi akar yang berhubungan dengan ortodonti yaitu resorpsi akar apikal eksternal
(RAAE).8 Interaksi antara gaya ortodonti dan ligamen periodontal menyebabkan
terjadinya inflamasi yang menginduksi resorpsi apikal tanpa gejala klinis. Fenomena
ini disebut sebagai resorpsi akar apikal eksternal (RAAE).12 Resorpsi akar apikal
eksternal (RAAE) merupakan salah satu komplikasi dalam perawatan ortodonti.
RAAE adalah hilangnya struktur akar yang melibatkan daerah apikal sehingga dapat
dilihat pada gambaran radiografi standar. RAAE sering terjadi dan tidak dapat
diprediksi akibat perawatan ortodonti.13
Menurut penelitian Apajalahti dkk, resorpsi akar pada gigi insisivus maksila
sebesar 37% pasien dan resorpsi akar pada premolar sebesar 8,5% pasien. Didapati

ii
2

hubungan yang signifikan antara penggunaan perawatan ortodonti cekat dengan


resorpsi akar, selain itu durasi perawatan juga memengaruhi tingkat resorpsi akar
tersebut. Rata-rata lamanya perawatan yang menyebabkan terjadinya resorpsi akar
adalah 2,3 tahun.11
Berdasarkan penelitian Jung dkk, terjadinya resorpsi akar lebih dari 1 mm
setelah perawatan, yaitu sebanyak 27% terjadi resorpsi pada gigi insisivus sentralis
rahang atas, dan 2% terjadi resorpsi pada gigi premolar rahang atas.14 Berbeda halnya
dengan penelitian Chavez pada tahun 2015, dimana resorpsi akar lebih banyak terjadi
pada insisivus sentralis rahang bawah diikuti insisivus lateral rahang atas dan gigi yang
paling sedikit mengalami resorpsi akar adalah gigi premolar pertama. 15
Menurut penelitian Lund dkk, menunjukkan gigi yang paling sering mengalami
resorpsi adalah gigi anterior maksila. Didapati hasil 94% pasien setelah perawatan
ortodonti mengalami resorpsi akar lebih dari satu gigi sebesar > 1 mm dan6,6% pasien
mengalami resorpsi akar lebih dari satu gigi sebesar 4 mm. Gigi insisivus atas dan akar
palatal gigi premolar menunjukkan 2,6% mengalami resorpsi akar > 4 mm. Resorpsi
akar terjadi setelah 6 bulan perawatan ortodonti, dimana hampir 91% pasien
mengalami resorpsi akar, tapi hanya beberapa pasien yang mengalami resorpsi akar >
4 mm.16
Berdasarkan penelitian Panainte dkk, didapati hasil resorpsi yang terjadi lebih
dari skor 2 pada perawatan selama 28 bulan pada rahang atas, dan 30 bulan pada rahang
bawah dan tidak ditemukannya resorpsi pada pasien dengan perawatan jangka pendek.

ii
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Ortodonti sebagai cabang ilmu kedokteran gigi yang menangani tentang susunan
gigi menggunakan kawat yang berkaitan dengan manajemen dan pengobatan
maloklusi.18 Kondisi sosial ekonomi pada masyarakat semakin hari semakin
meningkat, dan keinginan untuk memperbaiki penampilan diri mereka juga meningkat,
karena itu banyak pasien yang ingin menerima perawatan ortodonti, namun pasien
harus memahami bahwa fungsi merupakan hal yang utama dibandingkan dengan
estetik.13 Ortodonti berasal dari bahasa Yunani yaitu orthos dandontos. Orthos berarti
baik dan dontos berarti gigi. Jadi ortodonti dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan memperbaiki gigi yang tidak teratur.19
Ortodonti telah didefinisikan oleh Salzmann pada tahun 1943 sebagai cabang
ilmu dan seni kedokteran gigi yang berhubungan dengan anomali perkembangan dan
posisi gigi dan rahang karena dapat memengaruhi kesehatan mulut dan fisik, estetika
dan mental yang baik dari orang tersebut.4 Ada banyak pendapat mengenai pengertian
ortodonti. Definisi ortodonti menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. The British Society of Ortodontis
Ortodonti merupakan studi dari pertumbuhan dan perkembangan dari rahang dan
wajah pada masa tertentu, dan tubuh secara umum, yang memengaruhi posisigigi;
studi tentang aksi dan reaksi dari perkembangan internal dan eksternal dan pencegahan
dan perbaikan dari perkembangan yang tertunda.1,4
2. American Board of Ortodontis (ABO) dan American Association of
Orthodontists
Perawatan ortodonti merupakan salah satu ilmu dalam bidang kedokteran gigi
yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi dan jaringan sekitarnya, dari
janin sampai dewasa, yang bertujuan mencegah dan memperbaiki keadaan gigi yang
letaknya tidak baik untuk mencapai hubungan fungsional dan anatomis yang normal,
oklusi normal dan tampilan wajah yang baik.4
Perawatan ortodonti merupakan salah satu bidang kedokteran gigi yang

ii
4

berperan penting dalam memperbaiki maloklusi. Maloklusi adalah penyimpangan


hubungan atau anomali dari oklusi ideal antara maksila dan mandibula atau suatu
bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk
normal yang menyebabkan gangguan yang menghambat fungsi dan tidak memuaskan
secara estetika sehingga menyiratkan kondisi ketidakseimbangan ukuran dan posisi
relatif gigi, tulang wajah, dan jaringan lunak yang membutuhkan perawatan.20-23
Maloklusi dapat muncul dengan berbagai cara.18 Maloklusi dapat dibagi secara luas
yaitu;
1. Maloklusi intra-arch yang mencakup variasi posisi gigi individu dan
maloklusi yang memengaruhi sekelompok gigi dalam lengkungan.
2. Maloklusi inter-arch yang terdiri dari malserasi lengkung gigi satu
sama lain pada tulang kerangka yang biasanya terkait.
3. Maloklusi skeletal dengan melibatkan dasar tulang yang
mendasarinya.1
Adapun klasifikasi maloklusi menurut Angle yaitu angle’s klas I dimana posisi
molar pertama dalam posisi yang normal dimana cusp mesio-buccal dari molar
permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama
mandibula, klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan
molar dimana cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada
groove buccal molar permanen pertama mandibula. Klas II angle terbagi atas beberapa
yaitu, klas II divisi, klas II divisi 2, klas II divisi 1, dan klas II subdivisi. Klas III
maloklusi dimana keadaan gigi bawah terletak lebih ke mesial daripada gigi atas.
Maloklusi klas III ini menunjukkan hubungan cusp mesio-buccal dari molar permanen
pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar kedua
mandibula, biasanya hal ini menghasilkan crossbite anterior.1,21,24 Ortodonti juga
dibutuhkan dan direkomendasikan untuk fungsional dan estetis untuk meningkatkan
kualitas hidup.5,6

2.1 Jenis Perawatan Ortodonti


Ada dua jenis alat yang dapat digunakan pada perawatan ortodonti, yaitu

ii
5

piranti ortodonti lepasan dan piranti ortodonti cekat .

2.1.1 Piranti Ortodonti Lepasan


Piranti ortodonti lepasan merupakan jenis perawatan ortodonti yang dapat
dipasang, dilepaskan dan dibersihkan oleh pasien. Alat ini mempunyai kemampuan
perawatan yang lebih sederhana dibandingkan dengan alat cekat.4,25,26 Jenis piranti
ortodonti lepasan dapat berupa aktif dan pasif.25,26 Piranti ortodonti lepasan aktif
didesain untuk menggerakkan gigi yang tumpang tindih dengan menggunakan
komponen aktif. Jenis piranti ortodonti lepasan pasif merupakan piranti ortodonti yang
bersifat pasif tidak memberikan tekanan dan didesain untuk mempertahankan gigi pada
posisi yang sudah ada.25,26
Piranti ortodonti lepasan mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan
ortodonti lepasan yaitu, dapat dilepas dan dipasang sendiri oleh pasien, piranti juga
dapat dibersihkan sendiri oleh pasien dan waktu kunjungan singkat serta harga lebih
murah daripada perawatan ortodonti cekat.26

2.1.2 Piranti Ortodonti Cekat


Piranti ortodonti cekat merupakan jenis perawatan ortodonti yang dipasangkan
oleh operator dan tidak dapat dilepaskan oleh pasien itu sendiri. Alat ini mempunyai
kemampuan perawatan yang tinggi.25,27 Piranti ortodonti cekat terdiri dari 2 komponen
yaitu aktif dan pasif. Komponen aktif meliputi elastics, elastomerics, springs, dan
magnet. Sedangkan komponen pasif meliputi band, brackets, buccal tubes, lingual
attachments, lock pins, dan ligature wires.25
Piranti ortodonti cekat biasanya diindikasikan bila terdapat banyaknya
pergerakan maloklusi pada gigi, seperti tipping, bodily, dan lain sebagainya.28 Tipping
merupakan tipe yang paling sederhana dari pergerakan gigi, dimana mahkota gigi
bergerak ke arah gaya yang berada disekitar titik tumpu di daerah apikal akar dan bodily
merupakan pergerakan gigi dimana mahkota dan akar bergerak ke arah yang sama.1
Piranti ortodonti cekat mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungan
ortodonti cekat, yaitu:4,27

ii
6

1. Dapat menggerakkan gigi dengan gerakan bodily, rotasi, tipping, intrusi,


ekstrusi dan pergerakan akar.
2. Memungkinkan untuk menggerakkan beberapa gigi.
3. Kerjasama dengan pasien kurang dibandingkan dengan subjek pengguna alat
ortodonti lepasan, namun kerjasama dengan pasien tidak dapat untuk ditiadakan sama
sekali karena menunjang keberhasilan perawatan.
Adapun kerugian ortodonti cekat, yaitu: 4,27
1. Pemeliharaan kesehatan mulut dan kebersihan mulut menjadi lebih sulit.
2. Adanya tekanan yang terlalu kuat sehingga dapat merusak struktur gigi.
3. Untuk mendapatkan hasil perawatan yang baik, maka harus dikerjakan oleh
spesialis ortodontis.
4. Waktu kunjungan lebih lama.
5. Harga lebih mahal daripada perawatan ortodonti lepasan.

2.2 Risiko Pemakaian Piranti Ortodonti


Seperti perawatan lainnya, perawatan ortodonti juga memiliki dampak atauresiko
dan komplikasi. Terdapat beberapa resiko setelah perawatan ortodonti seperti resorpsi
akar, oral hygiene yang memburuk, kerusakan jaringan periodontal dan lain
sebagainya.3,5,6
Oral hygiene yang memburuk merupakan salah satu resiko dari pemakaian
piranti ortodonti. Bagian-bagian alat ortodonti cekat yang menempel di gigi pasien
sering menyulitkan pasien dalam membersihkan rongga mulut. Sisa makanan yang
disebabkan oleh penyikatan gigi yang tidak sempurna menyebabkan oral hygiene
menjadi lebih sulit untuk dijaga, debris melekat pada sekitar bracket dan wire
penghilangannya menjadi lebih sulit dicapai.5

ii
7

Gambar 1. Oral hygiene yang buruk. 5

Adapun risiko yang lain dari pemakaian pesawat ortodonti ialah rusaknya
jaringan periodontal hal tersebut dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, dari
gingivitis ke periodontitis, fenestrasi, lipatan interdental, resesi atau inflamasi gingiva.
Sebagai hasil dari berkurangnya akses pembersihan, peningkatan inflamasi gingiva
umum terlihat setelah pemasangan alat cekat. Ini secara normal berkurang atau mereda
setelah dilepasnya alat.5,6

Gambar 2. Kerusakan jaringan


periodontal.5,6

2.3 Resorpsi Akar


Resorpsi adalah kombinasi faktor fisiologis atau patologis yang menyebabkan
hilangnya enamel, dentin, sementum, dan tulang alveolar oleh aksi sel raksasa
polinuklear, dan menurut glosarium asosiasi endodontis Amerika, resorpsi
didefinisikan sebagai kondisi yang terkait dengan proses fisiologis atau patologis yang
mengakibatkan hilangnya dentin, sementum, atau tulang.8,29,30
Resorpsi akar pada gigi desidui terjadi ketika gigi akan digantikan dengan gigi

ii
8

permanen, sedangkan resorpsi akar pada gigi permanen bersifat patologis.31 Resorpsi
merupakan salah satu akibat atau dampak umum dari perawatan ortodonti yang tidak
diinginkan dan tidak dapat dihindari.9,10,11
Resorpsi akar adalah proses fisiologis yang mengakibatkan hilangnya sementum
8,29,30
dan dentin yang merupakan fenomena multifaktorial. Umumnya, selama
perawatan alat cekat konvensional yang berlangsung 2 tahun sekitar 1 mm panjang akar
hilang.5 Harry dan Sims pada tahun 1982 (cit, Jiang) menemukan beberapa tingkatan
resorpsi akar pada kebanyakan pasien.9
Resorpsi akar yang berhubungan dengan perawatan ortodonti adalah resorpsi
akar eksternal.8 Sebagian besar penelitian tentang resorpsi akar dan hubungannya
dengan pengobatan ortodonti telah menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang
terkait dengan resorpsi akar (Jiang dkk, 2001).9 Umur, jenis kelamin, nutrisi, genetik,
tipe dari appliance, kekuatan yang digunakan selama perawatan, adanya ekstraksi atau
tidak adanya ekstraksi, lamanya perawatan, dan jarak gigi yang berpindah semua
memiliki pengaruh pada resorpsi akar.9

2.3.1 Klasifikasi Resorpsi Akar


Menurut Proteasa (cit, Bahirrah) resorpsi apikal merupakan komplikasi yang
tidak dapat dihindari dan pada studi mikroskopis menunjukkan prevalensi 100%,
proses ini dapat menyebabkan pemendekan akar.32
Resorpsi akar merupakan fenomena multifaktorial yang dapat di klasifikasikan
tergantung pada lokasi lesinya, yaitu resorpsi internal dan resorpsi eksternal.8,33,34
Andreasen mengklasifikasikan resorpsi akar menjadi.
1. Resorpsi Permukaan Eksternal
2. Resorpsi Inflamasi Eksternal
3. Resorpsi Penggantian Eksternal
4. Resorpsi Servikal Eksternal
5. Resorpsi akar internal

ii
9

Gambar 3. Klasifikasi Resorpsi Andreasen.33

1. Resorpsi Internal
Resorpsi internal adalah fenomena patologis dari aspek internal akar yang
ditandai dengan hilangnya dentin akibat tindakan sel klastik. Hal itu terjadi pada
kondisi peradangan pulpa.34,35 Resorpsi internal juga disebut sebagai granuloma
internal, resorpsi progresif internal, resorpsi tengah internal, pulpotomi atau “gigi
merah muda”.29,30 Resorpsi internal jarang terjadi pada gigi permanen. Biasanya
berpengaruh pada gigi anterior, hal ini sering ditemukan pada gigi dengan
perkembangan yang belum selesai, dimana lapisan dentin tipis, dan tubulus di
dalamnya sangat luas.30
Resorpsi internal merupakan dampak dari resorpsi di bagian dalam akar diikuti
dengan nekrosis odontoblas yang menyebabkan inflamasi kronis dan invasi bakteri di
jaringan pulpa.31,36 Resorpsi internal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan, resorpsi ini bersifat self limiting dan prosesnya hampir sama
dengan resorpsi penggantian eksternal.33

2. Resorpsi Eksternal
Resorpsi akar eksternal merupakan konsekuensi umum yang tidak diinginkan
dari perawatan ortodonti.14,37 Resorpsi akar eksternal terjadi dikaitkan dengan
hilangnya jaringan nekrotik dari area ligamen periodontal yang telah diberikan beban
ortodonti.14 Resorpsi akar eksternal bermula dari servikal gigi dan berlanjut ke dalam

ii
10

yang berhubungan dengan tekanan dari perawatan ortodonti.30


Resorpsi akar eksternal dapat dibedakan menjadi;29,33
1. Resorpsi Permukaan Eksternal
Resorpsi permukaan eksternal diakibatkan oleh trauma pada permukaan akar
atau di sekitar periodonsium. Terjadinya proses self limiting dari aktivitas osteoklas
selama dua hingga tiga minggu diikuti oleh permukaan akar dan penyembuhan
semental dan perlekatan kembali ligamen periodontal.33
2. Resorpsi Inflamasi Eksternal
Resorpsi inflamasi Eksternal merupakan resorpsi yang paling umum. Ditandai
oleh depresi yang dalam dan berbentuk mangkuk (bowl-shaped) pada sementum dan
akar dentin. Sebagian besar terjadi pada apeks akar. Pengembangan resorpsi eksternal
biasanya terjadi ketika infeksi tumpang tindih dengan luka. Etiologi resorpsi inflamasi
eksternal ialah endodontik, periodontal dan perawatan ortodonti atau tekanan gigi
impaksi dan akar gigi yang berdekatan.29,36 Menurut British Dental Jurnal resorpsi
inflamasi eksternal disebut juga dengan resorpsi akar apikal eksternal (RAAE).33 Pada
gambaran radiografi resorpsi inflamasi eksternal ditemukannya kehilangan apeks akar
yang menyebabkan pembulatan pada apeks akar gigi.24
3. Resorpsi Servikal Eksternal
Resorpsi servikal eksternal merupakan lesi resorpsi lokal pada daerah servikal
akar dibawah perlekatan epitel dan jarang melibatkan pulpa. Etiologi proses ini tidak
sepenuhnya dipahami. Faktor predisposisi yang paling umum yang menyebabkan jenis
resorpsi ini adalah kerusakan permukaan sementum akibat trauma gigi, prosedur
periodontal yang tidak dilakukan dengan benar, internal bleaching agent.29,33
4. Resorpsi Penggantian Eksternal
Resorpsi penggantian eksternal merupakan proses pergantian permukaan akar
dengan tulang atau dikenal sebagai ankylosis. Resorpsi penggantian eksternal juga
dikenal dengan proses hilangnya jaringan akar dan menggantinya melalui tulang.
Penyebab ankylosis dan pergantian ialah trauma, dislokasi gigi, intrusi aksial dan
lateral, serta infeksi peradangan pulpa yang mati, tekanan, gangguan dalam sirkulasi
darah lokal, faktor genetik, defisiensi vitamin A, dan ketidakseimbangan hormon.29,33

ii
11

2.3.2 Mekanisme Resorpsi Akar


Gerakan gigi dalam perawatan ortodonti didasarkan pada ligamen periodontal
yang diinduksi oleh kekuatan dan remodeling tulang alveolar (Abuabara, 2007).Ketika
tekanan diberikan resorpsi tulang alveolar akan terjadi pada daerah yang menerima
tekanan. Selama pergerakan gigi, area kompresi (di mana osteoklas beraksi
menginduksi resorpsi tulang) dan area ketegangan (di mana osteoblas aktif
menginduksi pengendapan tulang) terbentuk. Gigi akan bergerak menuju sisi resorpsi
tulang.38,39
Selama pergerakan gigi pada perawatan ortodonti, ligamen periodontal
dihadapkan pada kekuatan mekanis berupa tekanan dan tarikan. Pada daerah pemberian
tekanan, pembuluh darah tertutup sehingga terjadi nekrosis pada daerah yang tertekan.
Daerah nekrosis ini disebut dengan zona hialin bebas. Ketika zona hialin terbentuk,
pergerakan gigi akan terhenti. Setelah regenerasi ligamen periodontal, zona hialin
dihilangkan oleh sel mononukleus yang mirip dengan makrofag dan oleh sel-sel raksasa
multinukleus sehingga gigi mulai bergerak lagi.38
Selama pengangkatan zona hialin, permukaan akar gigi bagian luar yang terdiri
dari sementoblas dapat mengalami kerusakan, dan ini menyebabkan daerah yang padat
akan sementum menjadi terpapar. Ada kemungkinan bahwa gaya yang terjadi selama
perawatan ortodonti dapat secara langsung merusak permukaan luar akar. Proses
resorpsi selesai setelah pengangkatan zona hialin, dan atau ketika gaya ortodonti
menurun.38

2.4 Faktor Resiko Resorpsi Akar


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya resorpsi akar setelahperawatan
ortodonti secara umum seperti umur, jenis kelamin, nutrisi, genetik, trauma pada gigi
sebelum perawatan ortodonti, kepadatan tulang dan bentuk akar gigi, tipe dari piranti,
kekuatan dan gaya mekanis yang digunakan selama perawatan, adanya ekstraksi atau
tidak adanya ekstraksi, lamanya perawatan, dan jarak gigi yang berpindah semua
memiliki pengaruh pada terjadinya resorpsi akar.12,38,40

ii
12

2.4.1 Faktor Mekanik Ortodonti


Terdapat beberapa faktor mekanik ortodonti, diantaranya:
1. Besar gaya
Besar gaya yang kuat pada perawatan ortodonti dapat memengaruhi terjadinya
resorpsi akar. Vlasa dkk , menyatakan bahwa tingkat keparahan resorpsi tergantung
pada besarnya gaya yang diterapkan.41
Kekuatan atau gaya yang optimal untuk pergerakan ortodontik tetapi tidak
menyebabkan resorpsi akar adalah 7-26 g / cm2 pada area permukaan akar.37
2. Durasi gaya yang diterapkan
Durasi gaya intermitten dan continue dapat menyebabkan terjadinya resorpsi
akar.42 Gaya intermitten menyebabkan perubahan pada skeletal, sedangkan gaya
continue menghasilkan perubahan pada gerakan gigi. Gaya continue menghasilkan
gerakan gigi yang cepat dan dapat menyebabkan resiko terhadap tingginya resorpsi
akar, hal ini disebabkan oleh gaya intermitten yang memungkinkan waktu untuk
mekanisme reparative dan menghasilkan sedikit resorpsi akar. Gaya continue yang
ringan menyebabkan resorpsi akar yang lebih sedikit.41,42
3. Tipe gerakan
Resorpsi akar dapat terjadi apabila diberikan tekanan yang tinggi dimana gaya
diintensifkan. Gerakan tipping akan memberikan resorpsi yang lebih parah
dibandingkan dengan gerakan bodily, dikarenakan gerakan bodily tekanannya di
sepanjang permukaan akar sehingga resorpsinya terjadi di zona kompresi ligamen
periodontal, sedangkan gerakan tipping tekanannya terkonsentrasi pada bagian apikal
sehingga menyebabkan resorpsi yang lebih besar di akar gigi. Adapun gerakan lainnya
yang dapat menyebabkan resorpsi akar yaitu gerakan intrusif dan ekstrusif.43
4. Durasi perawatan
Durasi perawatan secara signifikan berhubungan dengan terjadinya resorpsi
akar, dimana durasi perawatan yang lama dikutip sebagai salah satu faktor resiko dalam
terjadinya resorpsi akar eksternal yang parah.13,40 Terdapat perbedaan yang sangat
signifikan dalam RAAE antara kelompok durasi pengobatan (dalam 1, 2, 3 danlebih
dari 3 tahun perawatan).44 Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.

ii
13

Levander dan Malmgren membagi total perawatan waktu ke dalam kelompok


pengobatan: dalam 1 tahun, 2 tahun, dan lebih dari 2 tahun. Dari hasil penelitian
tersebut, secara statistik ditemukan perbedaan yang signifikan diantara pembagian
kelompok pengobatan dan disimpulkan bahwa total durasi perawatan berkaitan erat
dengan RAAE.44 Durasi perawatan dengan menggunakan ortodonti cekat ditemukan
sebagai faktor resiko resorpsi akar. Pasien dengan perawatan ortodonti cekat yang
berlangsung lama mengalami resorpsi akar tingkat 2 secara signifikan, adapun selama
perawatan alat cekat konvensional yang berlangsung 2 tahun sekitar 1 mm panjang akar
hilang.5,38 Rata-rata lamanya perawatan ortodonti yang dapat menyebabkan terjadinya
resorpsi akar parah adalah 2-3 tahun.11,38
5. Piranti
Piranti ortodonti cekat lebih banyak menyebabkan resorpsi akar dibandingkan
dengan piranti ortodonti lepasan. Hal ini dikarenakan oleh pergerakan gigi yang lebih
besar dan tekanan yang lebih besar dari penggunaan piranti ortodonti cekat.38,41

2.4.2 Faktor Biologi Individu


Terdapat beberapa faktor biologi individu yang dapat menyebabkan terjadinya
resorpsi akar, diantaranya:
1. Umur
Resiko resorpsi akar meningkat seiring bertambahnya usia, orang dewasa
menunjukkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap resorpsi akar. Hal ini disebabkan
karena penurunan vaskularisasi membran periodontal dan peningkatan kepadatan
tulang.12,38
2. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menemukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
signifikan terhadap terjadinya resorpsi akar.42 Panainte dalam penelitiannya
menyatakan bahwa perempuan lebih banyak menunjukkan terjadinya resorpsi akar
dalam jumlah keseluruhan gigi, namun dalam jumlah satuan gigi seperti gigi insisivus
maxilla dan mandibula, dan pada gigi premolar resorpsi akar lebih banyak terjadi
pada laki-laki.17 Namun demikian ada penelitian yang membuktikan bahwa

ii
14

perbedaan jenis kelamin tidak signifikan dengan resorpsi akar.9,14


3. Genetik
Diperkirakan bahwa faktor genetik berperan dalam terjadinya resorpsi akar.
Faktor-faktor genetik berperan setidaknya 50% variasi dalam resorpsi akar.35 Pasien
yang homozigot memiliki 5,6 kali lipat terhadap peningkatan risiko resorpsi akar
dibandingkan dengan mereka yang tidak homozigot.38,45
4. Riwayat Trauma
Trauma pada gigi dapat menyebabkan terjadinya resorpsi akar pada gigi tanpa
adanya perawatan ortodonti, kondisi pada gigi yang mengalami trauma secara
ortodonti dengan resorpsi akar sebelumnya lebih sensitif terhadap hilangnya jaringan
akar yang lebih lanjut.38
5. Kepadatan Tulang Alveolar
Kepadatan tulang alveolar pada resorpsi akar dinilai secara kontroversal.
Sebagian penelitian telah membuktikan bahwa semakin padat tulang alveolar maka
semakin banyak terjadinya resorpsi selama perawatan ortodonti. Menurut Reitan (cit,
Lopatiene) Continuous force yang kuat yang memengaruhi tulang alveolar dengan
kepadatan yang lebih rendah menyebabkan resorpsi akar yang sama dengan continuous
force ringan yang memengaruhi tulang alveolar dengan kepadatan yang lebih tinggi.38
Sementum lebih padat daripada tulang alveolar dan terdapat lebih banyak serat ligamen
periodontal dalam sementum daripada di tulang alveolar sehingga osteoklas memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk melukai lapisan sementum dan menginduksi
resorpsi akar.38
6. Bentuk Akar Gigi
Bentuk akar abnormal dikategorikan ke dalam bentuk akar dilaserasi dan akar
runcing. Akar yang dilaserasi atau akar yang runcing lebih banyak mengalami terjadi
resorpsi daripada akar yang normal dikarenakan lebih banyak gaya yang diaplikasikan
secara ortodonti untuk menggerakkan akar dilaserasi tersebut. Akar runcing juga lebih
banyak terjadi RAAE karena tekanan yang lebih tinggi didistribusikan melalui apeks
akar yang lebih kecil daripada apeks akar dari bentuk akar yang normal.44 Sameshima
dan Sinclair pada tahun 2004 melakukan penelitian

ii
15

menggunakan radiografi yang diambil sebelum dan setelah perawatan ortodonti


menemukan bahwa resorpsi akar eksternal yang lebih parah pada akar gigi abnormal
dibandingkan akar gigi yang normal.46

Gambar 4. Moroflogi gigi: A. Normal root;


B. Short root; C. Blunt root; D. Bent root;
E. Pipette shaped.47

2.5 Evaluasi Kuantitatif Resorpsi Apikal Akar Dengan Indeks Levander


Malmgren, dan Linge
Perawatan ortodonti memiliki efek positif, namun juga memiliki resiko dan
komplikasi yang terkait atau dampak sekunder yang tidak diinginkan salah satunya
adalah resorpsi akar eksternal yang disebabkan oleh respon iatrogenik yang terjadi pada
jaringan yang terlibat selama perawatan ortodonti.6 Dalam ortodonti diagnosa klinis
resorpsi eksternal didasarkan melalui prosedur radiografi seperti radiografi panoramik,
radiografi periapikal dan CBCT.38,48 Adapun indeks evaluasi kuantitatif menurut
Levander dan Malmgren yang terdiri dari 5 tingkatan.38,44,49

Gambar 5. Derajat Resorpsi Akar


Berdasarkan Indeks Levander-Malmgreen.40

ii
16

Table 1. Derajat resorpsi akar apikal eksternal berdasarkan Indeks Levander-


Malmgren.40,44,45,49
Skor Keterangan
0 Tidak ada resorpsi akar (normal)
1 Resorpsi ringan, dengan panjang akar normal hanya konturnya yang tidak
teratur(0,1%-0,9%)
2 Resorpsi moderat, dengan kehilangan yang kecil dan kontur yang hampir
lurus (1-24,9%)
3 Resorpsi parah, dengan kehilangan apikal akar hampir 1/3 dari panjang akar
(25-50%)
4 Resorpsi sangat parah, dengan kehilangan akar lebih dari 1/3 panjang akar
(>50%)

Setiap distorsi antara radiografi sebelum dan sesudah dapat dihitung dengan
menggunakan registrasi panjang mahkota (crown length registration) (gambar4).
Metode dibawah ini dijelaskan oleh Linge dan Linge, dimana faktor koreksi dihitung
untuk menghubungkan radiografi sebelum dan sesudah perawatan.38,46

Persamaan :
Correction factor (CF) = C1/C2
C1 = Panjang mahkota pada radiografi sebelum perawatan
C2 = Panjang mahkota pada radiografi sesudah perawatan
Resorpsi apikal akar = R1 – ( R2 × CF)
R1 = Panjang akar sebelum perawatan
R2 = Panjang akar setelah perawatan
Persentase resorpsi akar per gigi = 𝑟𝑒𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠i 𝑎𝑝i𝑘𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑎𝑟 ×100
𝑅1

ii
17

(A) (B)
Gambar 6. Pengukuran derajat
resorpsi akar apikal eksternal.44

Keterangan gambar :
A: Sebelum perawatan. X adalah titik tengah insisal mahkota, Y titik tengah CEJ,
Z titik ujung akar, C1 panjang mahkota sebelum perawatan, R1 panjang akar
sebelum perawatan.
B: Sesudah perawatan. X’ adalah titik tengah insisal, Y’ titik tengah CEJ, Z’ titik
ujung akar, C1 panjang mahkota setelah perawatan, R2 panjang akar setelah
perawatan.

2.6 Hubungan Perawatan Ortodonti Dengan Terjadinya Resorpsi Akar


Resorpsi adalah dampak yang tidak diinginkan dan tidak dapat diduga dalam
perawatan ortodonti dan menyebabkan terjadinya pemendekan akar.9,11 Zehadani dkk
telah menyatakan bahwa resorpsi akar eksternal pertama kali dideskripsikan oleh Bates
pada tahun 1956 dalam sebuah makalahnya yang berjudul “Absorption”, Ottolengui
menghubungkan kerusakan tersebut dengan perawatan ortodonti.50
Pada tahun 2010 Jiang melakukan penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara resorpsi akar dengan perawatan ortodonti. Beberapa faktor yang
berhubungan dengan terjadinya resorpsi akar yaitu umur, jenis kelamin, genetik,
nutrisi, jenis alat yang digunakan dalam perawatan ortodonti, jangka waktu perawatan,
dan jarak gigi yang digerakkan.9

ii
18

2.7 Radiografi Dental Pada Perawatan Ortodonti


Radiografi merupakan pemeriksaan penunjang dalam praktek kedokteran gigi
yang diperlukan dalam penentuan diagnosis dan pengobatan penyakit mulut seperti
karies, penyakit periodontal, dan patologi oral. Terdapat 2 macam radiografi di dalam
kedokteran gigi, yaitu radiografi intra oral dan radiografi ekstra oral. Radiografi intra
oral merupakan radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur disekitarnya.51
Radiografi intra oral terbagi atas 3 tipe yaitu, periapikal, interproksimal (bite-wing),
dan oklusal. Radiografi ekstra oral terdiri dari panoramik sefalometri, posteroanterior,
radiografi panoramik, dan sebagainya. Dalam pembuatan radiografi ekstraoral, sumber
sinar x maupun film berada di luar mulut pasien.51

2.7.1 Radiografi Panoramik


Radiografi panoramik adalah teknik yang menghasilkan gambaran atau bekerja pada
prinsip-prinsip tomografi dari struktur anatomis kompleks yang meliputi gigi, sendi
rahang atas, rahang bawah, temporomandibula, dan struktur pendukungnya dalam satu
film.51,52

Gambar 7. Radiografi panoramik.53

Keuntungan dari radiografi panoramik meliputi: 51,53,54


1. Gambaran mencangkup anatomis yang luas (meliputi tulang wajah dan
gigi).
2. Dosis radiasi terhadap pasien relatif rendah.
3. Nyaman untuk pasien.
4. Dapat digunakan pada pasien yang tidak bisa membuka mulut.
5. Diperlukan waktu yang singkat untuk membuat gambaran panoramik,
biasanya dalam kisaran 3-4 menit.

ii
19

Adapun kerugian dari radiografi panoramik yaitu:53,54


1. Memberikan informasi yang kurang akurat terhadap kualitas tulang dan
penyakit gigi dan mulut.
2. Gambar tersebut tidak menampilkan detail anatomis yang baik seperti yang
tersedia pada radiografi periapikal intra oral. Dengan demikian, radiografi panoramik
tidak berguna untuk mendeteksi lesi karies kecil, struktur halus dari periodonsium
marjinal, atau penyakit periapikal.
3. Sering terlihatnya gambaran yang terdistorsi yang melekat dalam sistem
panoramik.
4. Pasien dengan kondisi klas II dan klas III yang ekstrim menyebabkan
ketidakmungkinan untuk mendapatkan gambar yang baik dari segmen gigi anterior.

2.8 Software ImageJ


ImageJ merupakan program pengolah gambar Java domain publik, berdasarkan
NIH Image, yang menghitung statistik nilai area dan piksel untuk pilihan analisis yang
ditetapkan pengguna.55
ImageJ mendukung fungsi pengolahan gambar standar seperti manipulasi
kontras, penajaman, perataan, deteksi tepi dan penyaringan median. Aplikasi ini dapat
menghitung statistik nilai area dan piksel dari pilihan yang ditetapkan pengguna, juga
bisa mengukur jarak dan sudut sehingga dapat membuat histogram kepadatan.

ii
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Sampel Penelitian


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi premolar pertama dan
kedua rahang atas dan rahang bawah yang diambil dengan teknik purpose sampling,
yaitu pemilihan sampel yang dilakukan tidak secara acak dan didasarkan dalam suatu
kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti. Penentuan besar sampel dihitung dengan
rumus :
𝛿2(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)2
𝑁=
(𝜇0 − 𝜇𝑎)2
Keterangan :

N = Besar sampel
δ = Standar deviasi penelitian sebelumnya
Zα = Deviasi baku alpha untuk α = 5% (1,96)
Zβ = Deviasi baku alpha untuk β = 10% (1,28)
(μ0- μa) = Selisih rerata yang diduga = 40%

ii
Sehingga :
1,02(1,96 + 1,28)2
𝑁=
(𝑜, 4)2
10,4976
𝑁=
0,16
𝑁 = 65,61
𝑁 = 66

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang dibutuhkan


adalah sebanyak 66 sampel pasien yang telah mendapatkan perlakuan perawatan
ortodonti cekat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan teknik purpose sampling yaitu pemilihan sampel yang dilakukan tidak secara
acak dan didasarkan dalam suatu kriteria inklusi dan eksklusi.

3.1.1 Kriteria Inklusi


1. Pasien yang telah selesai perawatan ortodonti.
2. Pasien dengan rentang umur 17- 40 tahun.
3. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik.
4. Kualitas foto radiografi yang baik.
5. Perhitungan dilakukan hanya pada akar premolar yang terlihat pada
radiografi panoramik.
6. Pasien yang telah selesai melakukan perawatan ortodonti dengan jangka
waktu ≤2 tahun >2 tahun.

3.1.2 Kriteria Eksklusi


1. Kualitas radiografi yang kurang baik
2. Akar premolar yang tak terlihat pada radiografi panoramik

3.2 Variabel Penelitian


3.2.1 Variabel Bebas
1. Perawatan ortodonti cekat
3.2.2 Variabel Tergantung
1. Resorpsi akar pada gigi premolar sebelum dan sesudah perawatan ortodonti

ii
3.2.3 Variabel Terkendali
1. Jenis alat yang digunakan sama pada setiap subjek yang diteliti
2. Umur pasien 17-40 tahun
3. Panoramik dari laboratorium yang sama
3.2.4 Variabel Tidak Terkendali
1. Jenis kebutuhan
2. Ras
3. Faktor genetik
4. Kepadatan tulang alveolar
5. Mekanik ortodonti
6. Morfologi akar

3.3 Definisi Oprasional


No Variabel Definisi oprasional Cara Skala
pengukuran ukur
1 Perawatan Perawatan ortodonti Rekam Nominal
ortodonti cekat yang menggunakan medik
pesawat ortodonti
cekat. Pada penelitian
ini dikelompokkan
menjadi ≤2 tahun dan
>2 tahun
2 Gigi premolar Gigi keempa, dan Radiografi
kelima dalam setiap panoramik
region di maksila dan
mandibula yaitu gigi
14,15,24,25,34,35, 44,
dan 45
3 Resorpsi akar Pengukuran dilakukan Software Nominal

ii
berdasarkan ImageJ
modifikasi Linge dan
Linge dan indeks
Levander dan
Malmgren sesuai
dengan gambar 6
yaitu:
Titik x: Titik tengah
mahkota
Titik y: Titik tengah
CEJ
Titik z: Ujung akar
Titik C: Panjang
mahkota
Titik R: Panjang akar
Garis pertama ditarik
dari titik 2 ke 3. Garis
kedua ditarik tegak
lurus dari titik 1 ke
garis DEC (antara
garis 2 dan 3). Garis
ketiga ditarik tegak
lurus dari titik 4
(tengah Incisal Edge)
ke garis DEC. panjang
akar (R) dan panjang
mahkota (C) diukur
tegak lurus ke arah
garis DEC sebagai

ii
jarak terpanjang antara
apikal akar dan incisal
edge. Kemudian
persentase resorpsi
akar apikal (RAA)
didapatkan dari
metode Linge dan
Linge dan derajat
resorpsi akar
ditentukan indeks
Levander dan
Malmgren sesuai
dengan gambar 3 dan
4
Derajat resorpsi akar:
Skor 0: tidak ada
resorpsi akar (normal)
Skor 1: resorpsi ringan
(0,1-0,9%)
Skor 2: resorpsi
moderat (1-24,9%)
Skor 3: resorpsi parah
(25-50%)
Skor 4:resorpsi sangat
parah (>50%)
4 Radiografi Radiografi panoramik
panoramik merupakan salah satu
radiografi ekstra oral
yang secara umum

ii
dilakukan di
kedokteran
gigi,tekhnik ini
menghasilkan
gambaran atau bekerja
pada prinsip-prinsip
tomografi dari struktur
anatomis kompleks
yang meliputi gigi,
sendi rahang atas,
rahang bawah,
temporomandibula,
dan struktur
pendukungnya dalam
satu film.
5 Pasien RSGM Pasien yang Rekam Ordinal
FKG USU melakukan perawatan Medik
ortodonti di RSGM
FKG USU
6 Software Program pengolah Nominal
ImageJ gambar yang dapat
mengukur jarak untuk
dilakukan pada
penelitian ini.

3.4 Alat Dan Bahan


3.4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini(gambar 9) adalah
1. Tracing box
2. Kamera Canon 550D

ii
3. Software ImageJ

a b

Gambar 8. Alat penelitian : a. Tracing box b.Kamera

3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Radiografi panoramik

Gambar 9. Bahan penelitian:


radiografi panoramik

3.5 Prosedur Penelitian


1. Peneliti harus mendapatkan persetujuan (ethical clearance) dari Komisi Etik
Fakultas Kedokteran USU.
2. Mengumpulkan radiografi panoramik pasien yang diperoleh dari rekam
medis Klinik PPDGS Ortodonti RSGM USU sebelum dan sesudah perawatan
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3. Melakukan digitalisasi foto panoramik. Digitalisasi foto panoramik
merupakan proses mengubah bentuk format foto panoramik dari format analog menjadi
format digital sehingga lebih mudah diolah secara komputerisasi. Digitalisasi foto
panoramik dilakukan dengan meletakkan foto panoramik di depan viewer box dengan
keadaan vertikal. Pengambilan foto dilakukan dengan menggunakan kamera

ii
canon 550D dengan jarak foto panoramik dengan lensa kamera sejauh 15 cm dengan
menutup cahaya berlebih dari viewer box. Pengambilan foto dilakukan dengan
pembesaran yang sama dengan mode pengambilan foto yang sama yaitu mode EXR
High Resolution Priority. Setelah itu, bagian foto yang tidak perlu dipotong (crop) dan
disesuaikan posisi foto tegak lurus dengan menggunakan aplikasi PhotoScape.
4. Membuat garis panduan. Garis panduan dibuat menggunakan aplikasi Paint
yang berguna untuk memudahkan peneliti saat mengukur resorpsi akar. Garis ditarik
secara tegak lurus dari ujung akar sampai ke proyeksi puncak cusp premolar maksila
dan mandibula. Toolbar Ruler dan Gridlines memudahkan peneliti untuk melihat garis
panduan ujung akar gigi sudah tegak lurus puncak cusp (gambar 10).

Gambar 10. Pembuatan garis panduan dengan


aplikasi paint (dokumentasi pribadi)

5. Pengukuran dengan menggunakan ImageJ. Foto panoramik yang telah di


digitalisasi dikalibrasi terlebih dahulu mengikuti foto panoramik yang sebenarnya
dengan menggunakan satuan milimeter. Kalibrasi dilakukan dengan menyesuaikan
lebar foto yang telah di digitalisasi dengan lebar ukuran foto sebenarnya yaitu sebesar
13.5 centimeter atau 135 milimeter (gambar 11).

ii
Gambar 11. Kalibrasi ukuran foto panoramic dengan
imagej (dokumentasi pribadi)

Setelah dikalibrasi, ukur resorpsi akar dengan cara menarik garis dari garis panduan
yang telah dibuat sebelumnya ke puncak cusp gigi premolar Lalu tekan Analyze dan
Measure (gambar 12).

Gambar 12. Pengukuran resorpsi akar dengan ImageJ


(dokumentasi pribadi)

6. Setelah dapat hasilnya dapat dilakukan penentuan persentase resorpsi


apikal akar berdasarkan metode Linge dan Linge.
Persamaan :
Correction faktor (CF) = C1/C2

ii
C1 = Panjang mahkota pada radiografi sebelum perawatan
C2 = Panjang mahkota pada radiografi sesudah perawatan
Resorpsi apikal akar = R1 – ( R2 × CF)
R1 = Panjang akar sebelum perawatan
R2 = Panjang akar setelah perawatan

Persentase resorpsi akar per gigi = 𝑟𝑒𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠i 𝑎𝑝i𝑘𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑎𝑟 ×100%


𝑅1

7. Untuk mendapatkan data yang valid, dilakukan uji operator terlebih dahulu
yaitu dimana operator mengukur 4 radiografi panoramik sebelum dan sesudah
perawatan ortodonti sebanyak 2 kali. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak
berbeda , maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.
8. Derajat RAAE (Resorpsi Akar Apikal Eksternal) ditentukan berdasarkan
indeks Levander dan Malmgren.( lihat gambar sebelumnya : gambar 5 )
9. Hasil pengukuran yang didapatkan kemudian diolah secara komputerisasi
dan dianalisis.

3.9 Analisa Data


Analisis data dilakukan secara komputerisasi untuk melihat distribusi frekuensi.
Jika data berdistribusi normal maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji
t-paired , jika tidak maka dilanjutkan dengan menggunakan uji wilcoxon.

3.10 Masalah Etika


Ethical clearance berguna sebagai pengawasan penelitian bahwa penelitianyang
dilakukan tidak melanggar dari norma-norma etik yang berlaku sehingga hasil
penelitian dapat dipublikasikan.

ii
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi perawatan ortodonti


pada pasien dengan kasus non ekstraksi. Sampel diambil dari rekam medik pasien
berupa foto radiografi panoramik di bagian Klinik PPDGS Ortodonti Universitas
Sumatera Utara. Resorpsi akar dievaluasi pada gigi premolar. Jumlah pasien yang
dievaluasi adalah 66 orang yaitu 33 pasien yang telah melakukan perawatan ≤2 tahun,
dan 33 pasien yang telah melakukan perawatan >2 tahun

Tabel 2. Distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang melakukan
perawatan ortodonti cekat ≤2 tahun.

Skor 0 1 2 3 4 Total

N % N % N % N % N % N %
Gigi
14 0 0 4 12,1 29 87,9 0 0 0 0 33 100
15 1 3 4 12,1 28 84,8 0 0 1 0 33 100
24 1 3 3 9,1 29 87,9 0 0 0 0 33 100
25 1 3 3 9,1 28 84,4 1 3 0 0 33 100
34 1 3 22 66,7 10 30,3 0 0 0 0 33 100

35 0 0 4 12,1 29 87,9 0 0 0 0 33 100


44 0 0 0 0 33 100 0 0 0 0 33 100
45 0 0 7 21,2 26 78,8 0 0 0 0 33 100
Total 4 1,5 47 17,80 212 80,3 1 0,4 0 0 264 100

Pada tabel 2 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat ≤2 tahun 33 pasien (264 gigi
premolar) yang diteliti, hasil yang didapati adalah sebanyak 47 (17.80%) gigi premolar
mengalami RAAE ringan (skor 1), sebanyak 212 (80.3%) gigi premolar

ii
mengalami RAAE moderat (skor 2), dan sebanyak 1 (0,4%) gigi premolar mengalami
RAAE parah (skor 3). Gigi premolar yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
adalah 0.

Tabel 3. Distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang melakukan
perawatan ortodonti cekat >2 tahun.

Skor 0 1 2 3 4 Total

N % N % N % N % N % N %
Gigi
14 0 0 2 6,1 29 87,9 1 3 0 0 33 100
15 0 0 3 9,1 30 90,9 0 0 0 0 33 100
24 0 0 2 6,1 31 93,9 0 0 0 0 33 100
25 0 0 3 9,1 30 90,9 1 3 0 0 33 100
34 0 0 3 9,1 30 90,9 0 0 0 0 33 100

35 0 0 5 15,2 29 87,9 0 0 0 0 33 100


44 0 0 2 6,1 33 100 1 0 0 0 33 100
45 0 0 5 15,2 27 81,8 0 0 1 3 33 100
Total 0 0 25 9,5 237 89,8 2 0,8 0 0 264 100

Pada tabel 3 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat >2 tahun 33 pasien (264 gigi
premolar) yang diteliti, hasil yang didapat adalah sebanyak 25 (9,5%) gigi premolar
mengalami RAAE ringan (skor 1), sebanyak 237 (89,8%) gigi premolar mengalami
RAAE moderat (skor 2) dan sebanyak 2 (0,8%) gigi premolar mengalami RAAE parah
(skor 3). Gigi premolar yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0

ii
Tabel 4. Hasil uji T-independen.
Rata-rata (mm) SD P-Value
Gigi premolar
1.6 1.3
perawatan ≤2 tahun
Gigi premolar 0.2
perawatan >2 1.7 1.4
tahun
*=signifikan

Pada tabel 4 menunjukkan rata-rata RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang melakukan perawatan selama ≤2 tahun adalah 1.5983mm ± 1.31661.
Sedangkan pada perawatan >2 tahun adalah 1.74971mm ± 1.43690. Hasil analisis
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan
perawatan >2 tahun (p=0.207).

ii
BAB 5

PEMBAHASAN

Resorpsi akar adalah proses fisiologis yang mengakibatkan hilangnya sementum


8,29,30
dan dentin dan merupakan fenomena multifaktorial. Umumnya, selama
perawatan alat cekat konvensional yang berlangsung 2 tahun sekitar 1 mm panjang akar
hilang.5 Resorpsi akar merupakan gejala umum atau konsekuensi yang tidak diinginkan
dari perawatan ortodonti dan merupakan fenomena multifaktorial.8-11 Resorpsi akar
dapat diklasifikasikan menjadi resorpsi akar eksternal dan internal.8 Resorpsi akar yang
berhubungan dengan ortodonti yaitu resorpsi akar apikal eksternal(RAAE).
Sebagian besar penelitian tentang resorpsi akar dan hubungannya dengan
perawatan ortodonti telah menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang terkait
dengan resorpsi akar hal tersebut didapati menurut penelitian Jiang.9 Umur, jenis
kelamin, nutrisi, genetik, tipe dari appliance, kekuatan yang digunakan selama
perawatan, adanya ekstraksi atau tidak adanya ekstraksi, lamanya perawatan, dan jarak
gigi yang berpindah semua memiliki pengaruh pada resorpsi akar.9
Resorpsi akar yang terjadi pada pasien ortodonti adalah resorpsi fisiologis karena
semua perawatan ortodonti disertai dengan self limiting dan reversible micro-
resorptions pada akar gigi. RAAE merupakan resorpsi patologis yang terjadi dalam
perawatan ortodonti. Odontoblas akan mencapai di luar sementum dan akan ke dentin
yang terletak di bawah lapisan sementum. Proses menjadi ireversibel apabila dentin
terpengaruh.56 Bentuk akar abnormal dikategorikan ke dalam bentuk akar dilaserasi
dan akar runcing, RAAE yang terjadi akibat pergerakan gigi ortodonti telah
menyebabkan terjadinya pemendekan akar.6 RAAE merupakan salah satu masalah
iatrogenik yang paling sering terjadi dengan perawatan ortodonti.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat prevalensi resorpsi akar pada
pasien yang melakukan perawatan ortodonti dengan kasus non-ekstraksi. Sampel
diambil dari rekam medik pasien berupa foto radiografi panoramik di Klinik PPDGS
Ortodonti RSGM USU. Resorpsi akar dievaluasi pada gigi premolar. Jumlah gigi

ii
yang dievaluasi adalah 66 pasien (528 gigi premolar) yang yaitu 33 pasien (264 gigi
premolar) yang melakukan perawatan ≤2 tahun dan 33 pasien (264 gigi premolar) yang
melakukan perawatan >2 tahun
Mengukur derajat RAAE menggunakan modifikasi metode Linge-Linge dan
indeks Levander-Malmgren. Linge dan Linge memperkenalkan metode crown length
registration dengan menghitung faktor koreksi. Metode ini dapat menghubungkan
radiografi sebelum dan sesudah. Indeks Levander-Malmgren adalah metode subjektif.
Penilaian derajat resorpsi akar tidak tergantung kepada standarisasi radiografi sebelum
perawatan. Distorsi pada radiografi panoramik sebelum dan sesudah perawatan
mungkin terjadi sehingga dapat menyulitkan peneliti mengevaluasi RAAE dengan
indeks Levander-Malmgren saja. Oleh karena itu, peneliti menggunakan dua metode
untuk menilai RAAE gigi premolar sebelum dan sesudah perawatan.
Tabel 2 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien
yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat ≤2 tahun 33 pasien (264 gigi premolar)
yang diteliti, hasil yang didapat adalah sebanyak 4 (1,5%) gigi premolar tidak
mengalami resorpsi (skor 0), sebanyak 47 (17.80%) gigi premolar mengalami RAAE
ringan (skor 1) yaitu panjang akar normal hanya konturnya saja yang tidak teratur,
sebanyak 212 (80,3%) gigi premolar mengalami RAAE moderat (skor 2), dan
sebanyak 1 (0,4%) gigi premolar mengalami RAAE parah (skor 3). Gigi premolar
yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0.
Tabel 3 menunjukkan dari 33 pasien (264 gigi premolar) yang diteliti, hasil
yang didapati adalah sebanyak 25 (9,5%) gigi premolar mengalami RAAE ringan (skor
1), sebanyak 237 (89,8%) gigi premolar mengalami RAAE moderat (skor 2) dan
sebanyak 2 (0,8%) gigi premolar mengalami RAAE parah (skor 3). Gigi premolar
yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0.
Berdasarkan penelitian Chavez dkk, insiden terjadinya RAAE berkisar antara
34.5% (n=55) dengan durasi perawatan selama 19-24 bulan, dan 21.8% (n=55) dengan
durasi 25 bulan.15 Secara keseluruhan, rata-rata skor RAAE yang terjadi adalah skor 2.
Hasil ini dapat disesuaikan dengan penelitian Apajalahti dkk, sebagian besar resorpsi
akar dengan skor 2 terjadi pada perawatan selama 2-3 tahun ataupun

ii
lebih.9 Berdasarkan Levander dan Malmgren, resorpsi akar tidak terjadi secara
signifikan pada gigi berakar pendek.50
Uji statistik pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan perawatan >2 tahun. Hasil uji T-independen
(tabel 4) menunjukkan rata-rata RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang
melakukan perawatan selama selama ≤2 tahun adalah 1.5983mm ± 1.31661. Sedangkan
pada perawatan >2 tahun adalah 1.74971mm ± 1.43690. Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan
perawatan >2 tahun (p=0.207).
Berdasarkan hasil penelitian bahwa semakin lama durasi perawatan maka
semakin besar skor terjadinya resorpsi pada akar gigi, dimana didapati hasil bahwa
sebanyak 237 gigi premolar dengan durasi perawatan >2 tahun mengalami RAAE pada
skor 2 dan 2 gigi premolar mengalami RAAE pada skor 3, sedangkan pada perawatan
≤2 tahun hanya 212 gigi premolar yang mengalami RAAE pada skor 2 dan 1 gigi
premolar mengalami RAAE pada skor 3. Penelitian Jiang dkk menyatakan bahwa
semakin lama durasi perawatan maka semakin parah resorpsi akar terjadi. Hal ini
dikarenakan durasi perawatan memiliki korelasi yang signifikan dengan RAAE.9
Penelitian ini menggunakan radiografi panoramik sehingga terdapat
kekurangan dalam angulasi gigi premolar dan pembesaran radiografi panoramik yaitu
magnifikasinya 20% lebih daripada magnifikasi radiografi periapikal.57 Radiografi
panoramik sulit dalam penentuan diagnosis karena derajat magnifikasi pada area
tertentu tidak diketahui. Kekurangan radiografi panoramik juga tidak dapat melihat
bentuk akar gigi secara keseluruhan.46
Perbedaan hasil dari penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
besar gaya, tipe gerakan, durasi gerakan yang diterapkan, piranti, umur, jenis kelamin,
genetik, riwayat trauma, kepadatan tulang alveolar, dan bentuk akar gigi. Bentuk akar
gigi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi hasil dari penelitian, dimana
bentuk akar gigi yang runcing lebih banyak menyebabkan terjadi RAAE karena
tekanan yang lebih tinggi didistribusikan melalui apeks akar yang lebih kecil daripada
apeks akar dari bentuk akar yang normal. Pandey dkk (cit, Bahirrah)

ii
pada penelitiannya mendapati hasil bahwa akar gigi yang dilaserasi menerima beban
yang lebih dibanding akar gigi normal. Hal ini disebabkan gaya ortodonti yang
bertumpu pada akar dan struktur apikal yaitu selular sementum kurang termineralisasi
dan mudah terjadi trauma.32
RAAE merupakan suatu dampak negatif dalam perawatan ortodonti, maka
sebagai ortodontis penting untuk memahami mengenai RAAE dan akibatnya. Hal ini
dapat diatasi dengan mengenal bentuk akar sebelum melakukan perawatan,
menggunakan gaya yang optimum pada saat kontrol dan melakukan radiografi
periapikal pada gigi yang lebih rentan terhadap RAAE selama durasi perawatan.

ii
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini pada radiografi panoramik yaitu tentang
resorpsi akar gigi premolar pada pasien RSGM FKG USU dengan kasus non- ekstraksi
dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat resorpsi akar apikal eksternal pada gigi premolar
2. Prevalensi derajat RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien (264
gigi premolar pada 33 pasien) yang melakukan perawatan ortodonti cekat
selama ≤2 tahun adalah:
● Sebanyak 1,5% gigi premolar tidak mengalami resorpsi (skor 0)
● Sebanyak 17.80% mengalami RAAE ringan (skor 1)
● sebanyak 80,3% mengalami RAAE moderat (skor 2)
● sebanyak 0,4% mengalami RAAE parah (skor 3)
● sebanyak 0% mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
3. Prevalensi derajat RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien (264
gigi premolar pada 33 pasien) yang melakukan perawatan ortodonti cekat
selama lebih >2 tahun adalah:
● sebanyak 9,5% mengalami RAAE ringan (skor 1)
● sebanyak 89,7% mengalami RAAE moderat (skor 2)
● sebanyak 0,8% mengalami RAAE parah (skor 3)
● sebanyak 0% mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
4. Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan perawatan >2 tahun (p=0,207).

6.2 Saran
1. Perlu diperhatikan etiologi dari RAAE selama perawatan ortodonti
untuk mencegah terjadinya resorpsi yang parah
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan Cone-beam

ii
computed tomography (CBCT). CBCT dapat digunakan untuk menilai RAAE dengan
lebih baik dan akurat.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menemukan dan menentukan
potensi biomarker yang terdapat selama terjadinya resorpsi akar karena penting untuk
mendeteksi dini RAAE sehingga dapat mencegah resorpsi akar berkembang menjadi
lebih parah.

ii
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhalajhi SI. Introduction to orthodontics. In: Orthodontics the art and science.
3rd ed. New delhi: Darya ganj, 2003:1,4-6,63-7,69-76,301-2.
2. Rahardjo C, et al. Pengaruh gel teripang emas terhadap jumlah fibroblas di
daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti. Denta jurnal
kedokteran gigi 2014; 8: 27.
3. American association of orthodontists. Clinical practice guidelines for
orthodontics and dentofacial orthopedics 2008: 3-4.
4. Singh G.eds. Introduction to orthodontics. In: Textbook of orthodontics. 3rd ed.
New delhi: Gopsons papers ltd, sector 60, noida, 2015:3-4.
5. Alawiyah T. komplikasi dan resiko yang berhubungan dengan perawatan
ortodonti. Jurnal ilmiah widya 2017; 4(1): 258-61.
6. Preoteasa CT, et al. Risk and complications associated with orthodontic
treatment. Orthodontics- basic aspect and clinical considerations 2012: 407- 23.
7. Travess H, et al. orthodontics part 6: risk in orthodontic treatment. British Dent
J 2004; 196(2): 30-37.
8. Ramanathan C, Hofman Z. Review article root resorption in relation to
orthodontic tooth movement. Acta medica 2006; 49: 91-2.
9. Jiang R P, et al. Root resorption before and after orthodontic treatment: a
clinical study of contributory factors. European J of Ortho 2010; 32: 693.
10. Owman-moll P, Kurol J. root resorption after orthodontic treatment in high and
low risk patients: analysis of allergy as a possible predisposing faktor. European
J of Ortho 2000; 22: 957-8.
11. Apajalahti S, Peltola JS. Apical root resorption after orthodontic treatment-a
retrospective study. European J of Ortho 2007; 29: 408-12.
12. Dindaroğlu F, Doğan S. Root resorption in orthodontics. Turkish J Orthod
2016; 29: 103-8.

ii
13. Rafiuddin S, et al. Iatrogenic damage to the periodontium caused by
orthodontic treatment procedures: an overview. The Open dentistry Journal
2015; 9 (Suppl 1: M13): 228-234.
14. Jung YH, et al. External root resorption after orthodontic treatment: a study of
contributing factors. Imaging science in dentistry 2011; 41: 17-21.
15. Chavez MGH, et al. Apical root resorption incidence in finished cases of the
orthodontics department of the postgraduate studies and research division of the
faculty of dentistry,UNAM,during the 2010-2012 period. Revista Mexicana de
ortodoncia 2015; 3(3): 175-81.
16. Lund H, et al. apical root resorption during orthodontic treatment a prospective
study using cone beam CT. angle orthodontist 2012; 82(3): 480-3.
17. Panainte I, et al. Apical root resorption after orthodontic treatment. European
Sci J 2016; 12(24): 43-7.
18. Cobourne MT, Dibiase AT. Occlusion and malocclusion. In: Handbook of
orthodontics, 2010: 1-6.
19. Rori J, et al. perancangan aplikasi panduan belajar pengenalan ortodonsia
menggunakan animasi 3D. E-jurnal teknik informatika 2016; 8(1):47-51.
20. Hassan R, Rahimah AK. Review article: Occlusion, malocclusion and method
of measurements-an overview. 2007(2): 3-9.
21. Sandeep G, Sonia G. Pattern of dental malocclusion in orthodontic patients in
Rwanda: a retrospective hospital based study. Rwanda Med J 2012; 69(4): 13-
8.
22. Laguhi VA, et al. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada
pasien di rumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi manado. J e-G
2014; 2(2).
23. Shenoy RP, et al. Malocclusion and orthodontics treatment need among high
school students in mangalore city, india. J Med Research 2014; 2014: 1-6.
24. Staley RN, Reske NT. Orthodontic diagnosis and treatment planning. In:
Essentials of orthodontics diagnosis and treatment. USA: Blackwell publishing,
2011: 6-11.

ii
25. Singh G.eds. Textbook of orthodontics. 2nd ed. New delhi: Jaypee brother
medical publisher (p) Ltd. 2007:421,449.
26. Alam MK. Removable appliance. In: A to Z orthodontics. Malaysia: Ppsp
publication, 2012: 3-10.
27. Alam MK. Fixed appliance. In: A to Z orthodontics. Malaysia: Ppsp
publication, 2012: 3-10.
28. Phulari BS. Introduction to orthodontics. In: history of orthodontics. 1st ed. New
delhi: Jaypee brothers medical publishers (p) ltd, 2013: 17.
29. Sak M, et al. Tooth root resorption: etiophatogenesis and classification. Micro
medicine 2016; 4(1): 21-31.
30. Thomas P, et al. Review article: An insight into internal resorption. 2014; 2014:
1-7.
31. Singh O, et al. Root resorption: challenge to the endodontist. International J of
Oral Research and Dental Sci 2017; 2(1): 31-41.
32. Bahirrah S, Marina M, Gunaseran D. Prevalence of Root Resorption in Patients of
RSGM Universitas Sumatera Utara with Non-extraction Orthodontic Treatment.
Proceedings of seminar internasional Conference of Science, Technology,
Engineering, Environmental and Ramification Researche. Medan 2020: 410-414.
33. Darcey J, Qualtrough A. Resorption: part 1. Pathology, classification and
aetiology. British Dent J 2013; 214(9): 439-51.
34. Bains R, et al. Internal resorption: clinical perspective and treatment challenges.
Asian J of Oral Health & Allied Sci 2015; 5: 37-43.
35. Nilsson E, el at. Management of internal root resorption on permanent teeth.
International J of Dentistry 2013; 2013: 1-7.
36. Altundasar E, et al. Management of a perforating internal resorptive defect with
mineral trioxide aggregate: a case report. J Endodontics 2009; 35(10): 1441-4.
37. Srivastava SC, et al. Risk factors and contemporary treatment of
Orthodontically induced apical root resorption: a review. J Dent Health Oral
Disord Ther 2016; 4(5): 1-7.

ii
38. Lopatiene K, et al. Risk factor of root resorption after orthodontic treatment.
Baltic Dent and Maxillofacial J 2008; 10(3): 89-95.
39. Marques LS, et al. Root resorption in orthodontics: an evidence-based
approach. 2012: 420-46.
40. Maues CPR, el at. Severe root resorption resulting from orthodontic treatment:
prevalence and risk factors. Dental Press J Orthod 2015; 20(1): 52- 8.
41. Vlasa A, et al. Correlation Between Orthodontic Forces and Root Resorption
– a Systematic Review of the Literature. J of Interdisciplinary Med 2016;1(2):
142-5.
42. Wahab RMA, et al. An Insight into Risk Factors for Root Resorption During
Orthodontic Treatment. J Med Sci 2017; 17(1): 1-9.
43. Feller R, et al. Apical external root resorption and repair in orthodontic tooth
movement: biological events. BioMed Research International 2016 : 1-7.
44. Nanekrungsan K, Patanaporn V, Janhom A, Korwanich N. External apical root
resorption in maxillary incisors in orthodontic patients: associated factors and
radiographic evaluation. Imaging Science in Dentistry 2012; 42: 147-54.
45. Topkara A. External apical root resorption caused by orthodontic treatment: a
review of the literature. European J Pediatric Dentistry 2011; 12: 163-6.
46. Sameshima GT, Asgarifar KO. Assessment of root resorption and root shape:
periapical vs panoramic films. Angle Orthod 2001; 71: 185-9.
47. Oyama K, et al. Effects of root morphology on stress distribution at the root
apex. European J Ortho 2007: 113-7.
48. Sunku R, et al. Quantitative Digital Subtraction Radiography in the Assessment
of External Apical Root Resorption Induced by Orthodontic Therapy: A
Retrospective Study. J Contemporary Dent Practice 2011; 12(6): 422-8.
49. Levander E, Malmgren O. Evaluation of the risk of root resorption during
orthodontic treatment: A study of upper incisors. European J Ortho 1988: 30-
8.

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai