OLEH :
PUSKESMAN SICANANG
MEDAN
TAHUN 2021
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan izin Allah SWT penulis dapat meyelesaikan
penulisan makalah berjudul “Prevalensi Resorpsi Akar Apikal Eksternal Pada Gigi Premolar
Setelah Perawatan Ortodonti”.
Penulisan makalah ini diajukan sebagai syarat untuk usul kenaikan pangkat. Penulisan
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,untuk itu penulis mohon maaf
apabila masih ada kekurangan.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan
bagi kita semua . Amin Ya Rabbal Alamin.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 4
2.1 Jenis Perawatan Ortodonti……………………………………… 5
2.1.1 Piranti Ortodonti Lepasan ………………………………… 6
2.1.2 Piranti Ortodonti Cekat …………………………………… 6
2.2 Dampak Pemakaian Piranti Ortodonti ……………………… 7
2.3 Resorpsi Akar…………………………………………………… 8
2.3.1 Klasifikasi Resorpsi Akar …………………………………. 9
2.3.2 Mekanisme Resorpsi Akar……………………………………. 12
2.4 Faktor Risiko Resorpsi Akar …………………………………… 12
2.4.1 Faktor Mekanik Ortodonti …………………………………… 13
2.4.2 Faktor Biologi Individu ………………………………………. 14
2.5 Evaluasi Kuantitatif resorpsi Apikal Akar Dengan Indeks
Levander Malmgren, dan linge…………………………………. 16
2.6 Hubungan Perawatan Ortodonti Dengan Terjadinya Resorpsi
Akar …………………………………………………………… 18
2.7 Radiografi Dental Pada Perawatan Ortodonti ………………… 19
2.7.1 Radiografi Panoramik………………………………………… 19
2.8 Software ImageJ………………………………………………… 20
2.9 Kerangka Teori…………………………………………………. 21
2.10 Kerangka Konsep……………………………………………… 22
ii
iii
3.7.1 Alat Penelitian ……………………………………………… 28
3.7.2 Bahan Penelitian……………………………………………… 29
3.8 Prosedur Penelitian …………………………………………… 29
3.9 Analisa Data……………………………………………………. 32
3.10 Masalah Etika ………………………………………………… 32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 42
iiiv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
ii
2
ii
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ortodonti sebagai cabang ilmu kedokteran gigi yang menangani tentang susunan
gigi menggunakan kawat yang berkaitan dengan manajemen dan pengobatan
maloklusi.18 Kondisi sosial ekonomi pada masyarakat semakin hari semakin
meningkat, dan keinginan untuk memperbaiki penampilan diri mereka juga meningkat,
karena itu banyak pasien yang ingin menerima perawatan ortodonti, namun pasien
harus memahami bahwa fungsi merupakan hal yang utama dibandingkan dengan
estetik.13 Ortodonti berasal dari bahasa Yunani yaitu orthos dandontos. Orthos berarti
baik dan dontos berarti gigi. Jadi ortodonti dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang bertujuan memperbaiki gigi yang tidak teratur.19
Ortodonti telah didefinisikan oleh Salzmann pada tahun 1943 sebagai cabang
ilmu dan seni kedokteran gigi yang berhubungan dengan anomali perkembangan dan
posisi gigi dan rahang karena dapat memengaruhi kesehatan mulut dan fisik, estetika
dan mental yang baik dari orang tersebut.4 Ada banyak pendapat mengenai pengertian
ortodonti. Definisi ortodonti menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. The British Society of Ortodontis
Ortodonti merupakan studi dari pertumbuhan dan perkembangan dari rahang dan
wajah pada masa tertentu, dan tubuh secara umum, yang memengaruhi posisigigi;
studi tentang aksi dan reaksi dari perkembangan internal dan eksternal dan pencegahan
dan perbaikan dari perkembangan yang tertunda.1,4
2. American Board of Ortodontis (ABO) dan American Association of
Orthodontists
Perawatan ortodonti merupakan salah satu ilmu dalam bidang kedokteran gigi
yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan gigi dan jaringan sekitarnya, dari
janin sampai dewasa, yang bertujuan mencegah dan memperbaiki keadaan gigi yang
letaknya tidak baik untuk mencapai hubungan fungsional dan anatomis yang normal,
oklusi normal dan tampilan wajah yang baik.4
Perawatan ortodonti merupakan salah satu bidang kedokteran gigi yang
ii
4
ii
5
ii
6
ii
7
Adapun risiko yang lain dari pemakaian pesawat ortodonti ialah rusaknya
jaringan periodontal hal tersebut dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, dari
gingivitis ke periodontitis, fenestrasi, lipatan interdental, resesi atau inflamasi gingiva.
Sebagai hasil dari berkurangnya akses pembersihan, peningkatan inflamasi gingiva
umum terlihat setelah pemasangan alat cekat. Ini secara normal berkurang atau mereda
setelah dilepasnya alat.5,6
ii
8
permanen, sedangkan resorpsi akar pada gigi permanen bersifat patologis.31 Resorpsi
merupakan salah satu akibat atau dampak umum dari perawatan ortodonti yang tidak
diinginkan dan tidak dapat dihindari.9,10,11
Resorpsi akar adalah proses fisiologis yang mengakibatkan hilangnya sementum
8,29,30
dan dentin yang merupakan fenomena multifaktorial. Umumnya, selama
perawatan alat cekat konvensional yang berlangsung 2 tahun sekitar 1 mm panjang akar
hilang.5 Harry dan Sims pada tahun 1982 (cit, Jiang) menemukan beberapa tingkatan
resorpsi akar pada kebanyakan pasien.9
Resorpsi akar yang berhubungan dengan perawatan ortodonti adalah resorpsi
akar eksternal.8 Sebagian besar penelitian tentang resorpsi akar dan hubungannya
dengan pengobatan ortodonti telah menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang
terkait dengan resorpsi akar (Jiang dkk, 2001).9 Umur, jenis kelamin, nutrisi, genetik,
tipe dari appliance, kekuatan yang digunakan selama perawatan, adanya ekstraksi atau
tidak adanya ekstraksi, lamanya perawatan, dan jarak gigi yang berpindah semua
memiliki pengaruh pada resorpsi akar.9
ii
9
1. Resorpsi Internal
Resorpsi internal adalah fenomena patologis dari aspek internal akar yang
ditandai dengan hilangnya dentin akibat tindakan sel klastik. Hal itu terjadi pada
kondisi peradangan pulpa.34,35 Resorpsi internal juga disebut sebagai granuloma
internal, resorpsi progresif internal, resorpsi tengah internal, pulpotomi atau “gigi
merah muda”.29,30 Resorpsi internal jarang terjadi pada gigi permanen. Biasanya
berpengaruh pada gigi anterior, hal ini sering ditemukan pada gigi dengan
perkembangan yang belum selesai, dimana lapisan dentin tipis, dan tubulus di
dalamnya sangat luas.30
Resorpsi internal merupakan dampak dari resorpsi di bagian dalam akar diikuti
dengan nekrosis odontoblas yang menyebabkan inflamasi kronis dan invasi bakteri di
jaringan pulpa.31,36 Resorpsi internal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan, resorpsi ini bersifat self limiting dan prosesnya hampir sama
dengan resorpsi penggantian eksternal.33
2. Resorpsi Eksternal
Resorpsi akar eksternal merupakan konsekuensi umum yang tidak diinginkan
dari perawatan ortodonti.14,37 Resorpsi akar eksternal terjadi dikaitkan dengan
hilangnya jaringan nekrotik dari area ligamen periodontal yang telah diberikan beban
ortodonti.14 Resorpsi akar eksternal bermula dari servikal gigi dan berlanjut ke dalam
ii
10
ii
11
ii
12
ii
13
ii
14
ii
15
ii
16
Setiap distorsi antara radiografi sebelum dan sesudah dapat dihitung dengan
menggunakan registrasi panjang mahkota (crown length registration) (gambar4).
Metode dibawah ini dijelaskan oleh Linge dan Linge, dimana faktor koreksi dihitung
untuk menghubungkan radiografi sebelum dan sesudah perawatan.38,46
Persamaan :
Correction factor (CF) = C1/C2
C1 = Panjang mahkota pada radiografi sebelum perawatan
C2 = Panjang mahkota pada radiografi sesudah perawatan
Resorpsi apikal akar = R1 – ( R2 × CF)
R1 = Panjang akar sebelum perawatan
R2 = Panjang akar setelah perawatan
Persentase resorpsi akar per gigi = 𝑟𝑒𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠i 𝑎𝑝i𝑘𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑎𝑟 ×100
𝑅1
ii
17
(A) (B)
Gambar 6. Pengukuran derajat
resorpsi akar apikal eksternal.44
Keterangan gambar :
A: Sebelum perawatan. X adalah titik tengah insisal mahkota, Y titik tengah CEJ,
Z titik ujung akar, C1 panjang mahkota sebelum perawatan, R1 panjang akar
sebelum perawatan.
B: Sesudah perawatan. X’ adalah titik tengah insisal, Y’ titik tengah CEJ, Z’ titik
ujung akar, C1 panjang mahkota setelah perawatan, R2 panjang akar setelah
perawatan.
ii
18
ii
19
ii
BAB 3
METODE PENELITIAN
N = Besar sampel
δ = Standar deviasi penelitian sebelumnya
Zα = Deviasi baku alpha untuk α = 5% (1,96)
Zβ = Deviasi baku alpha untuk β = 10% (1,28)
(μ0- μa) = Selisih rerata yang diduga = 40%
ii
Sehingga :
1,02(1,96 + 1,28)2
𝑁=
(𝑜, 4)2
10,4976
𝑁=
0,16
𝑁 = 65,61
𝑁 = 66
ii
3.2.3 Variabel Terkendali
1. Jenis alat yang digunakan sama pada setiap subjek yang diteliti
2. Umur pasien 17-40 tahun
3. Panoramik dari laboratorium yang sama
3.2.4 Variabel Tidak Terkendali
1. Jenis kebutuhan
2. Ras
3. Faktor genetik
4. Kepadatan tulang alveolar
5. Mekanik ortodonti
6. Morfologi akar
ii
berdasarkan ImageJ
modifikasi Linge dan
Linge dan indeks
Levander dan
Malmgren sesuai
dengan gambar 6
yaitu:
Titik x: Titik tengah
mahkota
Titik y: Titik tengah
CEJ
Titik z: Ujung akar
Titik C: Panjang
mahkota
Titik R: Panjang akar
Garis pertama ditarik
dari titik 2 ke 3. Garis
kedua ditarik tegak
lurus dari titik 1 ke
garis DEC (antara
garis 2 dan 3). Garis
ketiga ditarik tegak
lurus dari titik 4
(tengah Incisal Edge)
ke garis DEC. panjang
akar (R) dan panjang
mahkota (C) diukur
tegak lurus ke arah
garis DEC sebagai
ii
jarak terpanjang antara
apikal akar dan incisal
edge. Kemudian
persentase resorpsi
akar apikal (RAA)
didapatkan dari
metode Linge dan
Linge dan derajat
resorpsi akar
ditentukan indeks
Levander dan
Malmgren sesuai
dengan gambar 3 dan
4
Derajat resorpsi akar:
Skor 0: tidak ada
resorpsi akar (normal)
Skor 1: resorpsi ringan
(0,1-0,9%)
Skor 2: resorpsi
moderat (1-24,9%)
Skor 3: resorpsi parah
(25-50%)
Skor 4:resorpsi sangat
parah (>50%)
4 Radiografi Radiografi panoramik
panoramik merupakan salah satu
radiografi ekstra oral
yang secara umum
ii
dilakukan di
kedokteran
gigi,tekhnik ini
menghasilkan
gambaran atau bekerja
pada prinsip-prinsip
tomografi dari struktur
anatomis kompleks
yang meliputi gigi,
sendi rahang atas,
rahang bawah,
temporomandibula,
dan struktur
pendukungnya dalam
satu film.
5 Pasien RSGM Pasien yang Rekam Ordinal
FKG USU melakukan perawatan Medik
ortodonti di RSGM
FKG USU
6 Software Program pengolah Nominal
ImageJ gambar yang dapat
mengukur jarak untuk
dilakukan pada
penelitian ini.
ii
3. Software ImageJ
a b
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Radiografi panoramik
ii
canon 550D dengan jarak foto panoramik dengan lensa kamera sejauh 15 cm dengan
menutup cahaya berlebih dari viewer box. Pengambilan foto dilakukan dengan
pembesaran yang sama dengan mode pengambilan foto yang sama yaitu mode EXR
High Resolution Priority. Setelah itu, bagian foto yang tidak perlu dipotong (crop) dan
disesuaikan posisi foto tegak lurus dengan menggunakan aplikasi PhotoScape.
4. Membuat garis panduan. Garis panduan dibuat menggunakan aplikasi Paint
yang berguna untuk memudahkan peneliti saat mengukur resorpsi akar. Garis ditarik
secara tegak lurus dari ujung akar sampai ke proyeksi puncak cusp premolar maksila
dan mandibula. Toolbar Ruler dan Gridlines memudahkan peneliti untuk melihat garis
panduan ujung akar gigi sudah tegak lurus puncak cusp (gambar 10).
ii
Gambar 11. Kalibrasi ukuran foto panoramic dengan
imagej (dokumentasi pribadi)
Setelah dikalibrasi, ukur resorpsi akar dengan cara menarik garis dari garis panduan
yang telah dibuat sebelumnya ke puncak cusp gigi premolar Lalu tekan Analyze dan
Measure (gambar 12).
ii
C1 = Panjang mahkota pada radiografi sebelum perawatan
C2 = Panjang mahkota pada radiografi sesudah perawatan
Resorpsi apikal akar = R1 – ( R2 × CF)
R1 = Panjang akar sebelum perawatan
R2 = Panjang akar setelah perawatan
7. Untuk mendapatkan data yang valid, dilakukan uji operator terlebih dahulu
yaitu dimana operator mengukur 4 radiografi panoramik sebelum dan sesudah
perawatan ortodonti sebanyak 2 kali. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak
berbeda , maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.
8. Derajat RAAE (Resorpsi Akar Apikal Eksternal) ditentukan berdasarkan
indeks Levander dan Malmgren.( lihat gambar sebelumnya : gambar 5 )
9. Hasil pengukuran yang didapatkan kemudian diolah secara komputerisasi
dan dianalisis.
ii
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. Distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang melakukan
perawatan ortodonti cekat ≤2 tahun.
Skor 0 1 2 3 4 Total
N % N % N % N % N % N %
Gigi
14 0 0 4 12,1 29 87,9 0 0 0 0 33 100
15 1 3 4 12,1 28 84,8 0 0 1 0 33 100
24 1 3 3 9,1 29 87,9 0 0 0 0 33 100
25 1 3 3 9,1 28 84,4 1 3 0 0 33 100
34 1 3 22 66,7 10 30,3 0 0 0 0 33 100
Pada tabel 2 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat ≤2 tahun 33 pasien (264 gigi
premolar) yang diteliti, hasil yang didapati adalah sebanyak 47 (17.80%) gigi premolar
mengalami RAAE ringan (skor 1), sebanyak 212 (80.3%) gigi premolar
ii
mengalami RAAE moderat (skor 2), dan sebanyak 1 (0,4%) gigi premolar mengalami
RAAE parah (skor 3). Gigi premolar yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
adalah 0.
Tabel 3. Distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang melakukan
perawatan ortodonti cekat >2 tahun.
Skor 0 1 2 3 4 Total
N % N % N % N % N % N %
Gigi
14 0 0 2 6,1 29 87,9 1 3 0 0 33 100
15 0 0 3 9,1 30 90,9 0 0 0 0 33 100
24 0 0 2 6,1 31 93,9 0 0 0 0 33 100
25 0 0 3 9,1 30 90,9 1 3 0 0 33 100
34 0 0 3 9,1 30 90,9 0 0 0 0 33 100
Pada tabel 3 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat >2 tahun 33 pasien (264 gigi
premolar) yang diteliti, hasil yang didapat adalah sebanyak 25 (9,5%) gigi premolar
mengalami RAAE ringan (skor 1), sebanyak 237 (89,8%) gigi premolar mengalami
RAAE moderat (skor 2) dan sebanyak 2 (0,8%) gigi premolar mengalami RAAE parah
(skor 3). Gigi premolar yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0
ii
Tabel 4. Hasil uji T-independen.
Rata-rata (mm) SD P-Value
Gigi premolar
1.6 1.3
perawatan ≤2 tahun
Gigi premolar 0.2
perawatan >2 1.7 1.4
tahun
*=signifikan
Pada tabel 4 menunjukkan rata-rata RAAE yang terjadi pada gigi premolar
pasien yang melakukan perawatan selama ≤2 tahun adalah 1.5983mm ± 1.31661.
Sedangkan pada perawatan >2 tahun adalah 1.74971mm ± 1.43690. Hasil analisis
statistik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan
perawatan >2 tahun (p=0.207).
ii
BAB 5
PEMBAHASAN
ii
yang dievaluasi adalah 66 pasien (528 gigi premolar) yang yaitu 33 pasien (264 gigi
premolar) yang melakukan perawatan ≤2 tahun dan 33 pasien (264 gigi premolar) yang
melakukan perawatan >2 tahun
Mengukur derajat RAAE menggunakan modifikasi metode Linge-Linge dan
indeks Levander-Malmgren. Linge dan Linge memperkenalkan metode crown length
registration dengan menghitung faktor koreksi. Metode ini dapat menghubungkan
radiografi sebelum dan sesudah. Indeks Levander-Malmgren adalah metode subjektif.
Penilaian derajat resorpsi akar tidak tergantung kepada standarisasi radiografi sebelum
perawatan. Distorsi pada radiografi panoramik sebelum dan sesudah perawatan
mungkin terjadi sehingga dapat menyulitkan peneliti mengevaluasi RAAE dengan
indeks Levander-Malmgren saja. Oleh karena itu, peneliti menggunakan dua metode
untuk menilai RAAE gigi premolar sebelum dan sesudah perawatan.
Tabel 2 menunjukkan distribusi RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien
yang dirawat dengan piranti ortodonti cekat ≤2 tahun 33 pasien (264 gigi premolar)
yang diteliti, hasil yang didapat adalah sebanyak 4 (1,5%) gigi premolar tidak
mengalami resorpsi (skor 0), sebanyak 47 (17.80%) gigi premolar mengalami RAAE
ringan (skor 1) yaitu panjang akar normal hanya konturnya saja yang tidak teratur,
sebanyak 212 (80,3%) gigi premolar mengalami RAAE moderat (skor 2), dan
sebanyak 1 (0,4%) gigi premolar mengalami RAAE parah (skor 3). Gigi premolar
yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0.
Tabel 3 menunjukkan dari 33 pasien (264 gigi premolar) yang diteliti, hasil
yang didapati adalah sebanyak 25 (9,5%) gigi premolar mengalami RAAE ringan (skor
1), sebanyak 237 (89,8%) gigi premolar mengalami RAAE moderat (skor 2) dan
sebanyak 2 (0,8%) gigi premolar mengalami RAAE parah (skor 3). Gigi premolar
yang mengalami RAAE sangat parah (skor 4) adalah 0.
Berdasarkan penelitian Chavez dkk, insiden terjadinya RAAE berkisar antara
34.5% (n=55) dengan durasi perawatan selama 19-24 bulan, dan 21.8% (n=55) dengan
durasi 25 bulan.15 Secara keseluruhan, rata-rata skor RAAE yang terjadi adalah skor 2.
Hasil ini dapat disesuaikan dengan penelitian Apajalahti dkk, sebagian besar resorpsi
akar dengan skor 2 terjadi pada perawatan selama 2-3 tahun ataupun
ii
lebih.9 Berdasarkan Levander dan Malmgren, resorpsi akar tidak terjadi secara
signifikan pada gigi berakar pendek.50
Uji statistik pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan perawatan >2 tahun. Hasil uji T-independen
(tabel 4) menunjukkan rata-rata RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien yang
melakukan perawatan selama selama ≤2 tahun adalah 1.5983mm ± 1.31661. Sedangkan
pada perawatan >2 tahun adalah 1.74971mm ± 1.43690. Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan
perawatan >2 tahun (p=0.207).
Berdasarkan hasil penelitian bahwa semakin lama durasi perawatan maka
semakin besar skor terjadinya resorpsi pada akar gigi, dimana didapati hasil bahwa
sebanyak 237 gigi premolar dengan durasi perawatan >2 tahun mengalami RAAE pada
skor 2 dan 2 gigi premolar mengalami RAAE pada skor 3, sedangkan pada perawatan
≤2 tahun hanya 212 gigi premolar yang mengalami RAAE pada skor 2 dan 1 gigi
premolar mengalami RAAE pada skor 3. Penelitian Jiang dkk menyatakan bahwa
semakin lama durasi perawatan maka semakin parah resorpsi akar terjadi. Hal ini
dikarenakan durasi perawatan memiliki korelasi yang signifikan dengan RAAE.9
Penelitian ini menggunakan radiografi panoramik sehingga terdapat
kekurangan dalam angulasi gigi premolar dan pembesaran radiografi panoramik yaitu
magnifikasinya 20% lebih daripada magnifikasi radiografi periapikal.57 Radiografi
panoramik sulit dalam penentuan diagnosis karena derajat magnifikasi pada area
tertentu tidak diketahui. Kekurangan radiografi panoramik juga tidak dapat melihat
bentuk akar gigi secara keseluruhan.46
Perbedaan hasil dari penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
besar gaya, tipe gerakan, durasi gerakan yang diterapkan, piranti, umur, jenis kelamin,
genetik, riwayat trauma, kepadatan tulang alveolar, dan bentuk akar gigi. Bentuk akar
gigi merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi hasil dari penelitian, dimana
bentuk akar gigi yang runcing lebih banyak menyebabkan terjadi RAAE karena
tekanan yang lebih tinggi didistribusikan melalui apeks akar yang lebih kecil daripada
apeks akar dari bentuk akar yang normal. Pandey dkk (cit, Bahirrah)
ii
pada penelitiannya mendapati hasil bahwa akar gigi yang dilaserasi menerima beban
yang lebih dibanding akar gigi normal. Hal ini disebabkan gaya ortodonti yang
bertumpu pada akar dan struktur apikal yaitu selular sementum kurang termineralisasi
dan mudah terjadi trauma.32
RAAE merupakan suatu dampak negatif dalam perawatan ortodonti, maka
sebagai ortodontis penting untuk memahami mengenai RAAE dan akibatnya. Hal ini
dapat diatasi dengan mengenal bentuk akar sebelum melakukan perawatan,
menggunakan gaya yang optimum pada saat kontrol dan melakukan radiografi
periapikal pada gigi yang lebih rentan terhadap RAAE selama durasi perawatan.
ii
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini pada radiografi panoramik yaitu tentang
resorpsi akar gigi premolar pada pasien RSGM FKG USU dengan kasus non- ekstraksi
dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat resorpsi akar apikal eksternal pada gigi premolar
2. Prevalensi derajat RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien (264
gigi premolar pada 33 pasien) yang melakukan perawatan ortodonti cekat
selama ≤2 tahun adalah:
● Sebanyak 1,5% gigi premolar tidak mengalami resorpsi (skor 0)
● Sebanyak 17.80% mengalami RAAE ringan (skor 1)
● sebanyak 80,3% mengalami RAAE moderat (skor 2)
● sebanyak 0,4% mengalami RAAE parah (skor 3)
● sebanyak 0% mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
3. Prevalensi derajat RAAE yang terjadi pada gigi premolar pasien (264
gigi premolar pada 33 pasien) yang melakukan perawatan ortodonti cekat
selama lebih >2 tahun adalah:
● sebanyak 9,5% mengalami RAAE ringan (skor 1)
● sebanyak 89,7% mengalami RAAE moderat (skor 2)
● sebanyak 0,8% mengalami RAAE parah (skor 3)
● sebanyak 0% mengalami RAAE sangat parah (skor 4)
4. Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara perawatan ≤2 tahun dan perawatan >2 tahun (p=0,207).
6.2 Saran
1. Perlu diperhatikan etiologi dari RAAE selama perawatan ortodonti
untuk mencegah terjadinya resorpsi yang parah
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan Cone-beam
ii
computed tomography (CBCT). CBCT dapat digunakan untuk menilai RAAE dengan
lebih baik dan akurat.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menemukan dan menentukan
potensi biomarker yang terdapat selama terjadinya resorpsi akar karena penting untuk
mendeteksi dini RAAE sehingga dapat mencegah resorpsi akar berkembang menjadi
lebih parah.
ii
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhalajhi SI. Introduction to orthodontics. In: Orthodontics the art and science.
3rd ed. New delhi: Darya ganj, 2003:1,4-6,63-7,69-76,301-2.
2. Rahardjo C, et al. Pengaruh gel teripang emas terhadap jumlah fibroblas di
daerah tarikan pada relaps gigi setelah perawatan ortodonti. Denta jurnal
kedokteran gigi 2014; 8: 27.
3. American association of orthodontists. Clinical practice guidelines for
orthodontics and dentofacial orthopedics 2008: 3-4.
4. Singh G.eds. Introduction to orthodontics. In: Textbook of orthodontics. 3rd ed.
New delhi: Gopsons papers ltd, sector 60, noida, 2015:3-4.
5. Alawiyah T. komplikasi dan resiko yang berhubungan dengan perawatan
ortodonti. Jurnal ilmiah widya 2017; 4(1): 258-61.
6. Preoteasa CT, et al. Risk and complications associated with orthodontic
treatment. Orthodontics- basic aspect and clinical considerations 2012: 407- 23.
7. Travess H, et al. orthodontics part 6: risk in orthodontic treatment. British Dent
J 2004; 196(2): 30-37.
8. Ramanathan C, Hofman Z. Review article root resorption in relation to
orthodontic tooth movement. Acta medica 2006; 49: 91-2.
9. Jiang R P, et al. Root resorption before and after orthodontic treatment: a
clinical study of contributory factors. European J of Ortho 2010; 32: 693.
10. Owman-moll P, Kurol J. root resorption after orthodontic treatment in high and
low risk patients: analysis of allergy as a possible predisposing faktor. European
J of Ortho 2000; 22: 957-8.
11. Apajalahti S, Peltola JS. Apical root resorption after orthodontic treatment-a
retrospective study. European J of Ortho 2007; 29: 408-12.
12. Dindaroğlu F, Doğan S. Root resorption in orthodontics. Turkish J Orthod
2016; 29: 103-8.
ii
13. Rafiuddin S, et al. Iatrogenic damage to the periodontium caused by
orthodontic treatment procedures: an overview. The Open dentistry Journal
2015; 9 (Suppl 1: M13): 228-234.
14. Jung YH, et al. External root resorption after orthodontic treatment: a study of
contributing factors. Imaging science in dentistry 2011; 41: 17-21.
15. Chavez MGH, et al. Apical root resorption incidence in finished cases of the
orthodontics department of the postgraduate studies and research division of the
faculty of dentistry,UNAM,during the 2010-2012 period. Revista Mexicana de
ortodoncia 2015; 3(3): 175-81.
16. Lund H, et al. apical root resorption during orthodontic treatment a prospective
study using cone beam CT. angle orthodontist 2012; 82(3): 480-3.
17. Panainte I, et al. Apical root resorption after orthodontic treatment. European
Sci J 2016; 12(24): 43-7.
18. Cobourne MT, Dibiase AT. Occlusion and malocclusion. In: Handbook of
orthodontics, 2010: 1-6.
19. Rori J, et al. perancangan aplikasi panduan belajar pengenalan ortodonsia
menggunakan animasi 3D. E-jurnal teknik informatika 2016; 8(1):47-51.
20. Hassan R, Rahimah AK. Review article: Occlusion, malocclusion and method
of measurements-an overview. 2007(2): 3-9.
21. Sandeep G, Sonia G. Pattern of dental malocclusion in orthodontic patients in
Rwanda: a retrospective hospital based study. Rwanda Med J 2012; 69(4): 13-
8.
22. Laguhi VA, et al. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada
pasien di rumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi manado. J e-G
2014; 2(2).
23. Shenoy RP, et al. Malocclusion and orthodontics treatment need among high
school students in mangalore city, india. J Med Research 2014; 2014: 1-6.
24. Staley RN, Reske NT. Orthodontic diagnosis and treatment planning. In:
Essentials of orthodontics diagnosis and treatment. USA: Blackwell publishing,
2011: 6-11.
ii
25. Singh G.eds. Textbook of orthodontics. 2nd ed. New delhi: Jaypee brother
medical publisher (p) Ltd. 2007:421,449.
26. Alam MK. Removable appliance. In: A to Z orthodontics. Malaysia: Ppsp
publication, 2012: 3-10.
27. Alam MK. Fixed appliance. In: A to Z orthodontics. Malaysia: Ppsp
publication, 2012: 3-10.
28. Phulari BS. Introduction to orthodontics. In: history of orthodontics. 1st ed. New
delhi: Jaypee brothers medical publishers (p) ltd, 2013: 17.
29. Sak M, et al. Tooth root resorption: etiophatogenesis and classification. Micro
medicine 2016; 4(1): 21-31.
30. Thomas P, et al. Review article: An insight into internal resorption. 2014; 2014:
1-7.
31. Singh O, et al. Root resorption: challenge to the endodontist. International J of
Oral Research and Dental Sci 2017; 2(1): 31-41.
32. Bahirrah S, Marina M, Gunaseran D. Prevalence of Root Resorption in Patients of
RSGM Universitas Sumatera Utara with Non-extraction Orthodontic Treatment.
Proceedings of seminar internasional Conference of Science, Technology,
Engineering, Environmental and Ramification Researche. Medan 2020: 410-414.
33. Darcey J, Qualtrough A. Resorption: part 1. Pathology, classification and
aetiology. British Dent J 2013; 214(9): 439-51.
34. Bains R, et al. Internal resorption: clinical perspective and treatment challenges.
Asian J of Oral Health & Allied Sci 2015; 5: 37-43.
35. Nilsson E, el at. Management of internal root resorption on permanent teeth.
International J of Dentistry 2013; 2013: 1-7.
36. Altundasar E, et al. Management of a perforating internal resorptive defect with
mineral trioxide aggregate: a case report. J Endodontics 2009; 35(10): 1441-4.
37. Srivastava SC, et al. Risk factors and contemporary treatment of
Orthodontically induced apical root resorption: a review. J Dent Health Oral
Disord Ther 2016; 4(5): 1-7.
ii
38. Lopatiene K, et al. Risk factor of root resorption after orthodontic treatment.
Baltic Dent and Maxillofacial J 2008; 10(3): 89-95.
39. Marques LS, et al. Root resorption in orthodontics: an evidence-based
approach. 2012: 420-46.
40. Maues CPR, el at. Severe root resorption resulting from orthodontic treatment:
prevalence and risk factors. Dental Press J Orthod 2015; 20(1): 52- 8.
41. Vlasa A, et al. Correlation Between Orthodontic Forces and Root Resorption
– a Systematic Review of the Literature. J of Interdisciplinary Med 2016;1(2):
142-5.
42. Wahab RMA, et al. An Insight into Risk Factors for Root Resorption During
Orthodontic Treatment. J Med Sci 2017; 17(1): 1-9.
43. Feller R, et al. Apical external root resorption and repair in orthodontic tooth
movement: biological events. BioMed Research International 2016 : 1-7.
44. Nanekrungsan K, Patanaporn V, Janhom A, Korwanich N. External apical root
resorption in maxillary incisors in orthodontic patients: associated factors and
radiographic evaluation. Imaging Science in Dentistry 2012; 42: 147-54.
45. Topkara A. External apical root resorption caused by orthodontic treatment: a
review of the literature. European J Pediatric Dentistry 2011; 12: 163-6.
46. Sameshima GT, Asgarifar KO. Assessment of root resorption and root shape:
periapical vs panoramic films. Angle Orthod 2001; 71: 185-9.
47. Oyama K, et al. Effects of root morphology on stress distribution at the root
apex. European J Ortho 2007: 113-7.
48. Sunku R, et al. Quantitative Digital Subtraction Radiography in the Assessment
of External Apical Root Resorption Induced by Orthodontic Therapy: A
Retrospective Study. J Contemporary Dent Practice 2011; 12(6): 422-8.
49. Levander E, Malmgren O. Evaluation of the risk of root resorption during
orthodontic treatment: A study of upper incisors. European J Ortho 1988: 30-
8.
ii
ii