Anda di halaman 1dari 31

DEPARTEMEN PROSTODONSI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERISTAS HASANUDDIN

Karya Tulis Ilmiah

“Pertimbangan Prostodontik Lepasan untuk Pasien yang Mengalami


Gangguan Neurologis dan Neuromuskular”

Disusun Oleh :

Nama : Nadia Risda Kurnia

NIM : J014221048

Pembimbing : drg. Muhammad Ikbal, Ph,D, Sp.Pros

Hari/Tanggal Baca : Selasa, 16 Mei 2023

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN PROSTODONSI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat
dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Pertimbangan Prostodontik Lepasan untuk Pasien yang Mengalami
Gangguan Neurologis dan Neuromuskular” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kami. Selama persiapan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini
rampung, penulis mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat
bantuan, saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya dapat terselesaikan. Semoga
amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa di
masa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

Nadia Risda Kurnia

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
1.3 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Macam-Macam Gangguan Neurologis dan Neuromuskular terkait
Prostodontik Lepasan ................................................................................ 4
2.1.1 Penyakit Alzheimer .......................................................................... 4
2.1.2 Penyakit Parkinson ........................................................................... 6
2.1.3 Epilepsi ............................................................................................ 7
2.1.4 Bell’s Palsy ...................................................................................... 8
2.1.5 Myasthenia Gravis ........................................................................... 9
2.1.6 Dystonia Oromandibular .................................................................. 10
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Modifikasi Prostodontik Lepasan pada pasien Gangguan Neurologis dan
Neuromuskular .......................................................................................... 12
3.1.1 Penyakit Alzheimer .......................................................................... 12
3.1.2 Penyakit Parkinson ........................................................................... 14
3.1.3 Epilepsi ............................................................................................ 16
3.1.4 Bell’s Palsy ...................................................................................... 17
3.1.5 Myasthenia Gravis ........................................................................... 20
3.1.6 Dystonia Oromandibular .................................................................. 21
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Gigi tiruan berlabel ..................................................................... 12

Gambar 3.2 Pelacakan gigi tiruan melalui aplikasi seluler ............................ 13

Gambar 3.3 Pegangan sikat gigi yang dimodifikasi ....................................... 14

Gambar 3.4 Gigi tiruan dengan saliva reservoir fungsional ........................... 15

Gambar 3.5 Gigi tiruan sebagian lepasan yang terbuat dari bahan valplast ... 15

Gambar 3.6 Pembuatan basis gigi tiruan dengan slot penempatan obat ....... 16

Gambar 3.7 Basis gigi tiruan yang diperkuat dengan kerangka logam ........ 17

Gambar 3.8 Gigi tiruan dengan undetachable cheek plumper ....................... 18

Gambar 3.9 Gigi tiruan dengan detachable cheek plumper ........................... 18

Gambar 3.10 Gigi tiruan dengan occlusal table monoplane (angulasi cusp nol
derajat).............................................................................................................. 19

Gambar 3.11 Liquid-supported dentures ........................................................ 19

Gambar 3.12 Tampilan perencanaan virtual prostesis dari data pindaian fixed
complete denture mandibula yang ada dan silinder sementara ........................ 21

Gambar 3.13 Tampilan frontal dari complete denture maksila definitif dan
rebasing kerangka mandibula yang ada ........................................................... 21

Gambar 3.12 Tampilan oklusal prostesis PMMA (polimetil metakrilat) dengan


titik ''pivot'' sisi kanan ...................................................................................... 22

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prostodontik merupakan cabang kedokteran gigi yang berkaitan dengan
pemulihan dan pemeliharaan fungsi mulut, kenyamanan, penampilan, dan
kesehatan pasien dengan restorasi gigi alami dan/atau penggantian gigi yang
hilang dan jaringan kraniofasial menggunakan pengganti buatan yang
biokompatibel1. Praktek saat ini dalam pengelolaan kehilangan gigi sebagian
melibatkan pertimbangan berbagai jenis prostesis. Setiap jenis prostesis dapat
digunakan untuk gigi yang tersisa, jaringan lunak pendukung, dan/atau implant
sehingga menuntut penerapan pengetahuan dan pemikiran kritis yang tepat
untuk memastikan hasil terbaik sesuai kebutuhan dan keinginan pasien.
Meskipun lebih dari satu prostesis dapat memenuhi kebutuhan pasien, setiap
prostesis harus dipertimbangkan sebagai bagian dari manajemen keseluruhan
yang memenuhi tujuan dasar perawatan prostodontik2. Prostodontik lepasan
merupakan salah satu cabang prostodontik yang berkaitan dengan penggantian
gigi dan struktur yang berdekatan untuk pasien edentulous atau edentulous
sebagian dengan pengganti buatan yang dapat dilepas dari mulut3.
Evaluasi medis pasien yang mempertimbangkan perawatan prostodontik
merupakan langkah penting dalam perencanaan perawatan. Ahli prostodontik
harus dapat menilai risiko yang terkait dengan perawatan pasien dengan kondisi
sistemik. Banyak faktor yang berhubungan dengan evaluasi status dan risiko
kesehatan pasien termasuk riwayat medis dan gigi pasien saat ini dan di masa
lalu, penggunaan obat-obatan saat ini dan di masa lalu, jenis perawatan, lama
perawatan, invasi perawatan, dan tingkat urgensi perawatan. Keberhasilan
penatalaksanaan pasien dimulai dari pengambilan riwayat medis yang memadai
hingga membuat rencana perawatan yang tepat. Banyak pasien lanjut usia telah
didiagnosis dengan beberapa kondisi medis sebelum mereka hadir untuk
perawatan prostodontik4. Salah satunya adalah gangguan neurologis dan
neuromuscular. Sebagian besar gangguan neurologis dan neuromuscular terjadi
pada tahap akhir kehidupan (6th atau 7th dekade), dimana sebagian besar pasien
menjadi tidak bergigi sebagian atau seluruhnya5.
Gangguan neurologis dan neuromuscular adalah penyakit terkait usia yang
paling umum yang sangat memengaruhi fungsi serta kemampuan beradaptasi

1
prostesis lepasan intraoral. Gangguan neuromuskular memengaruhi rencana
perawatan. Riwayat medis umum yang akurat & terkini dibutuhkan mencakup
obat apa pun yang diminum pasien serta semua kondisi medis yang relevan.
Oleh karena itu, pasien perlu dikonsultasikan dengan dokter sebelum perawatan
prostetik. Sistem neuromuskuler menjadi bagian dari sistem saraf tepi
mencakup semua otot tubuh dan saraf sebagai syarat untuk semua aktivitas
motorik sadar atau tidak sadar. Oleh karena itu, jelas bahwa setiap patologi pada
saraf yang menyebabkan gangguan otot terkait (kelemahan, pengecilan otot,
kram, spastisitas, atau nyeri) akan menghambat kemudahan penerimaan gigi
tiruan dan dengan demikian dibutuhkan modifikasi dalam teknik terapi
tradisional, pemilihan bahan gigi serta pasca perawatan.
Dokter gigi dihadapkan dengan pasien yang terkena salah satu dari
gangguan ini memiliki masalah utama kognisi, mobilitas, dan perilaku, serta
pemeliharaan gigi. Sementara pengobatan pasien dengan degenerasi saraf
progresif sulit sehingga peningkatan pengetahuan tentang etiologi dan
patogenesis penyakit ini telah memberikan peluang baru dan pemahaman baru
tentang kebutuhan pengobatan pasien. Hal ini diharapkan dapat mengubah
respons pasien terhadap perawatan prostetik dan dapat memengaruhi prognosis.
Mengingat dampak gangguan neurologis dan neuromuscular cukup luas serta
sebagian besar populasi menderita gangguan tersebut. Maka sudah saatnya
rencana perawatan gigi yang terperinci untuk profilaksis, pemeliharaan, dan
perawatan lengkap pasien yang menderita gangguan neurologis direncanakan
dan diterapkan sehingga pasien mendapatkan perawatan terbaik yang di
modifikasi khusus untuk merawat dan sejauh mungkin memperlambat efek
berbahaya dari gangguan neurologis dan neuromuscular pada kesehatan gigi
secara keseluruhan6.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui macam-macam
modifikasi prostodontik lepasan pada pasien dengan gangguan neurologis dan
neuromuskular

2
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat dari karya tulis ilmiah ini adalah agar menjadi bahan belajar bagi
penulis dan pembaca mengenai macam-macam modifikasi prostodontik
lepasan pada pasien dengan gangguan neurologis dan neuromuscular.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam-Macam Gangguan Neurologis dan Neuromuscular terkait


Prostodontik Lepasan

2.1.1 Penyakit Alzheimer

Peningkatan standar hidup dan kualitas hidup masyarakat telah berkontribusi


pada peningkatan harapan hidup dan populasi yang menua7. Bertambahnya usia
merupakan faktor risiko penting untuk penyakit Alzheimer. World Health
Organization (WHO) mendefinisikan penyakit Alzheimer sebagai penyakit
neurodegeneratif dengan etiologi yang tidak diketahui, ditandai dengan memori
progresif dan gangguan kognitif8. Ini adalah bentuk demensia yang paling umum,
terhitung sekitar 50-80% kasus demensia di seluruh dunia9. Faktanya, prevalensi
penyakit Alzheimer di seluruh dunia meningkat dua kali lipat selama beberapa
dekade terakhir10.

Penyakit Alzheimer tidak diketahui penyebabnya . Usia onset gangguan


degeneratif ini biasanya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih . Orang lanjut usia
sering datang dengan atrofi kortikal serebral dan menunjukkan peningkatan yang
signifikan dalam kekusutan neurofibrillary intraseluler karena hiperfosforilasi
protein serta plak neurotic yang mengandung beta-amiloid. Orang lanjut usia
mungkin menderita kehilangan kemampuan intelektual dan sosial secara progresif
yang pada akhirnya akan mengganggu fungsi sehari-hari. Diagnosis biasanya
dibuat berdasarkan riwayat tanda dan gejala. Orang lanjut usia dapat hidup selama
empat sampai delapan tahun setelah diagnosis11.
Onset klinis penyakit Alzheimer dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu12 :
 Praklinis, meliputi tiga periode. Pada periode pertama dan kedua, biomarker
cairan serebrospinal tertentu menjadi terdeteksi. Namun, pasien masih tidak
menunjukkan gejala demensia. Pada periode ketiga tahap praklinis, pasien
dapat melakukan tes fungsi kognitif yang lebih buruk dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
 Gangguan kognitif ringan, Kemampuan kognitif pasien dapat menurun di
berbagai domain, termasuk memori, bahasa, perhatian, dan fungsi eksekutif

4
 Demensia penyakit Alzheimer. Ketika orang lanjut usia memiliki
setidaknya dua dari gejala berikut: gangguan penalaran, gangguan memori
untuk informasi baru, gangguan fungsi bahasa, gangguan kemampuan
visuospasial, atau perubahan perilaku atau kepribadian, mereka akan
didiagnosis menderita demensia
Kerusakan otak yang disebabkan oleh AD juga dapat mengurangi sensasi bau
dan rasa, mempengaruhi aliran air liur, nafsu makan, dan fungsi motorik sehingga
mengganggu fungsi pengunyahan. Gangguan fungsi pengunyahan juga dapat
membatasi makan dan kehidupan sosial, secara negatif mempengaruhi kesehatan
mulut terkait kualitas hidup. Fungsi pengunyahan tidak hanya berhubungan dengan
keberadaan gigi asli tetapi juga tergantung pada umpan balik sensorik dan
koordinasi motorik antara otot pengunyahan, bibir, pipi, dan lidah. Pada demensia
tahap awal dikaitkan dengan gangguan keterampilan motorik, patologi yang
mendasari ini mungkin secara langsung berkontribusi pada efisiensi pengunyahan
yang lebih rendah.
Rehabilitasi mulut dengan prostesis lepasan meningkatkan kesehatan mulut
terkait kualitas hidup dan pengunyahan pada orang tua dengan penyakit alzheimer.
Namun, kesulitan pengunyahan tetap ada. Dokter harus menyadari gangguan
pengunyahan orang tua dengan alzheimer ketika mengusulkan terapi rehabilitasi
dan penyesuaian diet13. Individu yang terkena alzheimer cenderung mengalami
coated hairy tongue, angular cheilitis, ulserasi, karies, periodontitis dan akhirnya
kehilangan gigi karena pemeliharaan kebersihan mulut yang buruk14. Pada penyakit
Alzheimer, berkurangnya kognisi dan ketangkasan tentu memperumit tindakan
kebersihan mulut, jadi bantuan dengan praktik kebersihan mulut mungkin
diperlukan15.
Kekhawatiran perawatan prostodontik pada pasien ini termasuk pemeliharaan
kebersihan prostesis yang buruk, xerostomia (karena obat antikolinergik dan
penyakit itu sendiri), diskinesia (hanya dalam bentuk penyakit yang parah), dan
gangguan kemampuan untuk beradaptasi dengan prostesis baru. Oleh karena itu,
untuk memastikan perubahan minimal pada prostesis sebelumnya, refabrikasi
prostesis baru dapat dihindari dengan relining atau kontur permukaan cameo dari
gigi tiruan baru harus disimulasikan sesuai dengan yang lama5.

5
2.1.2 Penyakit Parkinson

Penyakit parkinson adalah salah satu penyakit yang paling tersebar luas di
dunia, mempengaruhi hingga 1-2% dari seluruh populasi di atas 60 tahun . Bahkan
mempengaruhi hingga 1-2 per 1000 orang dari seluruh populasi. Penyakit parkinson
adalah penyakit neurodegeneratif kedua yang paling umum. Dengan onset pada
dekade kelima atau keenam kehidupan. diperkirakan mempengaruhi antara 1% dan
2% individu dalam kelompok usia ini16. Meskipun penyebab penyakit Parkinson
sebagian besar tidak teridentifikasi dan tidak diketahui, kejadian luas dapat
dijelaskan hingga 3 kali peningkatan risiko pada populasi, yang anggota keluarga
dan saudara kandungnya memiliki penyakit ini17.

Penyakit parkinson adalah gangguan degeneratif jangka panjang dari sistem


saraf pusat yang terutama mempengaruhi sistem motorik. Gejala umumnya muncul
perlahan seiring waktu. Hal ini disebabkan degenerasi progresif sel saraf di otak
yang mengakibatkan penurunan kadar dopamin. Dopamin adalah bahan kimia yang
membantu dalam mentransmisikan pesan antar sel. Tiga tanda kardinal yang
mencirikan penyakit Parkinson dan menyebabkan kecacatan pada pasien adalah
diskinesia (gerakan tak sadar), bradikinesia (gerakan lambat) dan akinesia
(kekakuan otot). Pada awal penyakit, yang paling jelas adalah gemetar, kaku,
gerakan lambat dan kesulitan berjalan, berpikir. Demensia menjadi umum pada
stadium lanjut penyakit. Depresi dan kecemasan juga sering terjadi pada lebih dari
sepertiga orang dengan penyakit Parkinson. Gejala lain termasuk masalah sensorik,
tidur dan emosional18.
Gejala fisik penyakit parkinson menghadirkan tantangan untuk rutinitas sehari-
hari termasuk perawatan gigi. Komponen utama kebersihan mulut dan program
perawatan di rumah memerlukan koordinasi otot-mata, ketangkasan digital, dan
kontrol lidah-pipi-bibir. Tremor yang disebabkan oleh penyakit Parkinson dapat
membuat kunjungan ke dokter gigi menjadi tantangan. Pasien-pasien ini mengalami
kesulitan membuka mulut mereka untuk waktu yang lama. Kecemasan
meningkatkan gejala Parkinson. Pasien harus tetap tenang selama perawatan gigi.
Sangat penting untuk membuat lingkungan sebebas mungkin dari stres. Masalah
terkait seperti kekakuan dan postur abnormal dapat membuat pemeriksaan gigi
menjadi lebih sulit. Kemampuan menelan yang lemah dapat meningkatkan risiko
aspirasi. Selain itu, orang dengan penyakit Parkinson yang telah menjalani
pengobatan selama beberapa tahun mulai mengalami diskinesia, yang
mempengaruhi rahang sebagai serta menggertakkan gigi yang keduanya dapat

6
menimbulkan masalah selama perawatan gigi. Orang dengan penyakit Parkinson
juga mengalami mulut kering, yang berkontribusi atau memperburuk kesulitan
mengunyah yang sudah ada atau ketidaknyamanan gigi tiruan. Selain kesulitan
terkait motorik yang terkait dengan penyakit Parkison, ada perubahan perilaku
tambahan yang berdampak negatif pada perawatan gigi. Ini termasuk sikap apatis,
depresi, dan pelupa, yang semuanya menyebabkan kelalaian dalam perawatan
kesehatan mulut sehari-hari19.
Dokter gigi menghadapi banyak masalah dalam pembuatan gigi tiruan penuh
pada pasien seperti itu karena peningkatan tremor, peningkatan air liur,
berkurangnya keterampilan adaptif dan kontrol otot yang buruk membuat
pembuatan cetakan dan perekaman hubungan rahang menjadi sulit, menyebabkan
retensi yang terganggu. Lidah dapat melepaskan gigi tiruan mandibula dan otot-otot
wajah yang kaku atau tidak dapat dikendalikan dapat mencegah gigi tiruan rahang
atas mempertahankan segel retentif. Selain itu, pasien merasa kesulitan untuk
merawat dan memelihara gigi tiruannya. Dalam kedokteran gigi, tujuan utama
prostodontis adalah untuk menjamin kualitas hidup yang baik bagi pasien yang
menderita PD. Salah satu metode perawatan yang paling umum adalah gigi tiruan
sebagian lepasan, yang meningkatkan persamaan hidup yang berhubungan dengan
kesehatan mulut dan juga meningkatkan efisiensi pengunyahan pasien. Untuk
memastikan kesetaraan hidup terkait kesehatan mulut yang baik, kesehatan mulut
pasien perlu ditangani, pendekatan multidisiplin sangat penting17.

2.1.3 Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit yang melibatkan kejang yang ditandai dengan


perubahan persepsi, perilaku dan aktivitas mental, serta kontraksi otot yang tidak
disengaja, kehilangan kesadaran sementara dan perubahan kronis pada fungsi
neurologis yang dihasilkan dari aktivitas listrik abnormal di otak. Kejang epilepsi
bersifat reversibel dan sering kambuh20. Siapapun bisa terkena kejang, pada
kenyataannya hingga 5% dari populasi dunia mungkin pernah mengalami kejang
tunggal di beberapa titik dalam hidup mereka. Sebuah publikasi WHO
memperkirakan prevalensi rata-rata epilepsi aktif sekitar 8,2 kasus per 1000 pada
populasi umum. Menurut International League Against Epilepsy, epilepsi
didiagnosis ketika seseorang mengalami dua atau lebih kejang yang tidak beralasan.
Kejang diklasifikasikan sebagai "parsial" ketika pelepasan listrik yang
menyebabkannya terjadi di area otak tertentu atau "umum" ketika pelepasan

7
mempengaruhi seluruh korteks otak. Ketika ada kehilangan kesadaran, kejang
disebut kompleks. Ini juga diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, dan dapat
bersifat simtomatik (disebabkan oleh malformasi perkembangan), idiopatik (ketika
kondisi genetik bertanggung jawab) atau kriptogenik (ketika penyebabnya tidak
diketahui)21.
Kemungkinan serangan kejang di kursi gigi pada pasien epilepsi
memerlukan kebutuhan semua profesional gigi untuk terlatih dalam mengelola
keadaan darurat tersebut. Pasien epilepsi memiliki jumlah karies dan gigi yang
hilang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum karena
penderita epilepsi umumnya mengalami kesulitan dengan keterampilan motorik,
yang mencakup masalah dengan keterampilan motorik halus, keterampilan motorik
kasar, dan koordinasi yang secara negatif memengaruhi kemampuan menyikat gigi.
Hiperplasia gingiva terlihat pada 50% pasien yang memakai obat antiepilepsi.
Fenitoin dalam waktu 12-24 bulan setelah pengobatan dimulai. Kejang epilepsi
biasanya menyebabkan cedera mulut ringan, seperti menggigit lidah.dan juga sering
menyebabkan cedera gigi atau, dalam beberapa kasus, menyebabkan trauma
maksilofasial, terutama pada pasien yang menderita kejang umum yang tidak
terkontrol. Pasien dengan epilepsi memiliki peningkatan risiko kehilangan gigi, dan
status prostodontik pasien epilepsi tidak optimal dibandingkan dengan individu
nonepilepsi. Hal ini dapat berdampak buruk pada kualitas hidup. Cedera terkait
kejang pada prostesis juga menjadi masalah. Oleh karena itu, dokter gigi perlu
memiliki pengetahuan yang memadai tentang epilepsi dan dampaknya terhadap
kesehatan gigi dan mulut pasien epilepsi untuk mengelola kondisi tersebut22.

2.1.4 Bell’s Palsy

Bell’s palsy adalah mononeuropati kranial yang paling umum dengan


tingkat kejadian yang dilaporkan 11,5-40,2 per 100.000. Hal ini terlihat sama pada
pria dan wanita dan terjadi pada semua usia dengan kecenderungan untuk
mempengaruhi orang di pertengahan hingga akhir kehidupan. Tidak ada predileksi
ras, dan kedua sisi wajah terkena dampak yang sama, meskipun bell’s palsy bilateral
jarang terjadi (0,3% kasus). Berbagai studi epidemiologi telah menetapkan trend
musiman,dengan kejadian yang lebih tinggi pada bulan-bulan yang lebih dingin
dalam setahun. Bahkan tanpa pengobatan, 70% orang yang terkena dampak akan
sembuh total, sementara sekitar 30% akan mengalami pemulihan sebagian atau
tidak lengkap. Bell's palsy adalah mononeuropati paling umum yang menyebabkan

8
kelumpuhan atau paresis wajah unilateral akut. Kondisi ini memuncak dalam waktu
72 jam dan mungkin berhubungan dengan berbagai tanda dan gejala, termasuk nyeri
post-auricular, kelopak mata terkulai, hilangnya sensasi pengecapan dan penurunan
lakrimasi. Meskipun etiologi kondisi ini tidak diketahui, inflamasi, infeksi virus,
iskemia, dan anatomi nervus fasialis semuanya terlibat dalam patofisiologi penyakit
ini23.
Pasien dengan bell’s palsy mengalami kekurangan atau kehilangan gerak
yang tidak terduga pada sisi wajah yang terkena dampak dengan hilangnya kontrol
secara tiba-tiba. Pasien bell’s palsy juga menghadapi kesulitan dalam
mengernyitkan pelipis, menutup mata, bersiul, mengangkat alis pada sisi yang
terkena24. Sisi mulut menggantung menyebabkan mudah berliur. Ketika pasien
berusaha untuk menutup kelopak mata, bola mata berputar ke atas sehingga hanya
sklera putih yang terlihat. Manajemen prostodontik pada pasien ini memerlukan
pendekatan sistematis karena gambaran klinis Bell's palsy dapat mengganggu
sebagian besar tahapan seperti pembuatan cetakan, hubungan rahang, retensi gigi
tiruan, dan stabilitas25.

2.1.5 Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah penyakit neuromuskuler autoimun yang secara


klinis ditandai dengan kelemahan otot rangka yang berfluktuasi atau intermiten,
kelelahan yang tidak biasa dan tidak normal setelah aktivitas yang sedikit membaik
setelah periode istirahat. Etiologi MG tidak sepenuhnya dipahami, walaupun ada
hubungan yang kuat antara MG dan keterlibatan timus serta adanya gangguan yang
dimediasi autoantibodi lainnya. Penyakit ini tidak memiliki kecenderungan untuk
jenis kelamin, namun MG lebih sering menyerang wanita berusia 20-30 tahun,
dengan rasio wanita-ke-pria digambarkan sekitar 7:3. Hal ini diamati kurang umum
pada pria berusia di atas 50 tahun (60-70 tahun), dengan rasio 3:2. Myasthenia masa
kanak-kanak juga telah terdeteksi tetapi dianggap sangat jarang dibandingkan
dengan kejadian pada orang dewasa. Prevalensi MG muncul dengan nilai yang
berbeda, mulai dari 15 hingga 179, atau hingga 150–200 kasus per juta orang.
Penyakit ini diketahui secara khusus memengaruhi otot pengunyahan, wajah, dan
orofaringeal, perawatan gigi terbukti sangat menantang bagi dokter gigi dan pasien.
Beberapa gejala paling umum yang memiliki relevansi khusus dengan pekerjaan
dokter gigi termasuk kelelahan otot pengunyahan, kesulitan berbicara—disartria
atau suara sengau, kesulitan menelan, diplopia, masalah mata, potensi gagal napas

9
akut akibat kelemahan otot pernapasan, yang semuanya menimbulkan batasan pada
durasi perawatan gigi26. Mengenakan gigi tiruan lepasan, terutama gigi tiruan
lengkap, membutuhkan pola koordinasi neuromuskuler yang kompleks. Kelelahan
otot merusak tonisitas otot pada pasien ini yang sering menyebabkan kesulitan
dalam mencapai penutupan perifer dan retensi gigi tiruan. Selanjutnya, gigi tiruan
yang tidak pas, flensa yang terlalu panjang dan tebal dapat memperburuk
kelemahan otot27.

2.1.6 Dystonia Oromandibular

Dystonia adalah manifestasi dari kontraksi otot parah yang tidak disengaja,
yang menyebabkan gerakan ritmis dan atipikal di berbagai bagian tubuh.
Berdasarkan daerah yang terkena, distonia secara anatomi dapat dikategorikan
sebagai fokal (mempengaruhi satu atau dua bagian tubuh), segmental, multifokal,
dan umum. Itu juga dapat dikategorikan berdasarkan etiologi. Dystonia primer
bersifat idiopatik atau diturunkan; sementara, distonia sekunder berkembang
setelah insiden traumatis atau bedah, penyakit otak, dan obat-obatan. Jenis distonia
yang melibatkan rongga mulut disebut sebagai dystonia oromandibular yaitu
kelainan neurologis fokal langka yang memengaruhi otot-otot wajah bagian bawah.
Hal ini ditandai dengan gerakan kejang otot lidah, wajah, dan mastikator yang
berulang-ulang atau berkelanjutan. Dystonia oromandibular diklasifikasikan
sebagai pembukaan rahang, penutupan rahang, penyimpangan rahang, atau distonia
lingual, atau kombinasi dari hal-hal tersebut28.
Prevalensi dystonia oromandibular telah dilaporkan setinggi 6,9/100.000
kasus dan kejadian telah dilaporkan hingga 3,3 kasus per juta. Perawatan gigi dapat
menjadi penyebab timbulnya atau eksaserbasi dystonia oromandibular. Pasien
dyastonia oromandibular dapat datang ke dokter gigi dengan gerakan rahang yang
tidak disengaja dan masalah penemuan intraoral, dokter gigi harus menyadari gejala
dan tanda untuk merujuk pasien yang mencurigakan jika perlu. Dokter juga
diharuskan memahami pertimbangan khusus dalam mengelola perawatan gigi
pasien dystonia oromandibular. Selain itu, pada beberapa pasien, dyastonia
oromandibular dapat berkembang setelah perawatan gigi seperti penggunaan gigi
tiruan yang tidak pas atau banyaknya pencabutan gigi. Modifikasi gigi tiruan yang
ada harus dipertimbangkan sebagai alternatif pengobatan langsung, noninvasif, dan

10
reversibel untuk pasien dengan dystonia oromandibular ang menggunakan gigi
tiruan lengkap atau sebagian lepasan29.

11
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Modifikasi Prostodontik Lepasan pada pasien Gangguan Neurologis dan


Neuromuscular

3.1.1 Penyakit Alzheimer

Penyakit alzheimer merupakan gangguan neurologis yang terutama


mempengaruhi transmisi sinaptik kolinergik di otak, sehingga menyebabkan
penurunan progresif dalam kemampuan kognitif seperti kesadaran, pengenalan,
proses belajar, dan komunikasi bersama dengan keterampilan motorik. Ini adalah
penyebab paling umum dari demensia pada orang tua. Kekhawatiran perawatan
prostodontik pada pasien ini termasuk pemeliharaan kebersihan prostesis yang
buruk, xerostomia (karena obat antikolinergik dan penyakit itu sendiri), diskinesia
(hanya dalam bentuk penyakit yang parah), dan gangguan kemampuan untuk
beradaptasi dengan prostesis baru. Oleh karena itu, untuk memastikan perubahan
minimal pada prostesis sebelumnya, refabrikasi prostesis baru dapat dihindari
dengan relining atau kontur permukaan cameo dari gigi tiruan baru harus
disimulasikan sesuai dengan yang lama. Pengasuh harus diminta untuk mendorong
pasien memakai gigi tiruan mereka, terutama di lingkungan asing seperti pusat
kesehatan di mana gigi tiruan dapat hilang atau tertukar, dan pasien mungkin
kehilangan kemampuan untuk beradaptasi dengan prostesis baru. Gigi tiruan
berlabel dapat dibuat untuk pasien dengan demensia berat. Label dengan nama
pasien dan nomor kontak darurat ditempatkan pada bagian distal dari molar
terakhir, saat memproses gigi tiruan.

Gambar 3.1 Gigi tiruan berlabel

12
Pasien Alzheimer sebagian besar terkait dengan kehilangan gigi dan
membutuhkan prostesis untuk meningkatkan fungsi mulut dan kualitas hidup
mereka30.Memasang pelacak ke gigi palsu dan melacak pasien melalui model
Global Position System (GPS) dapat membantu pengasuh. Dengan kemajuan
teknologi, para pengasuh dapat diberikan pilihan yang mudah dan ekonomis dalam
melacak pasien ini. Banyak perangkat seluler dan teknik yang beroperasi melalui
GPS dirancang. Masalah utama yang ada dalam biaya dan perangkat mungkin tidak
digunakan oleh pasien. Pelacak GPS yang terpasang pada gigi tiruan sederhana,
ekonomis, dan nyaman digunakan untuk pasien. Ini memberikan dukungan yang
diperlukan untuk pengasuh dalam melacak pasien dan meningkatkan kualitas hidup
kesehatan mulut31.
Perangkat pelacak GPS dirancang untuk dipasang pada gigi tiruan maksila atau
mandibula. Sinyal yang dikirim oleh pelacak akan diterima dan diterjemahkan
melalui ponsel. Desain pelacak bekerja dengan Android, iPhone, dan aplikasi
lainnya. Perangkat akan mengirimkan informasi tentang lokasi, kecepatan, jarak
yang ditempuh, dan rute melalui sistem pemetaan gratis yang tersedia di jaringan
telepon. Desain pelacakan akurasi jarak jauh harus diadaptasi dan model
memungkinkan perangkat untuk dilacak bahkan di area yang sulit. Pelacak
dirancang untuk memberikan posisi laporan otomatis. Fasilitas username,
password, dan nomor resmi harus disediakan untuk meningkatkan akurasi. Selain
itu, perangkat menggabungkan fitur peringatan baterai lemah, pemantauan jarak
jauh, dan peringatan geofence pada gerakan dan kecepatan. Fitur-fitur ini dapat
membantu melacak dan memeriksa pasien. Masa pakai baterai bervariasi antara 40
dan 48 jam dan dapat diisi ulang. Selain itu, perangkat diprogram untuk bekerja
dengan daya rendah.

Gambar 3.2 Pelacakan gigi tiruan melalui aplikasi seluler

13
3.1.2 Parkinson Disease

Penyakit Parkinson merupakan gangguan progresif yang memiliki onset yang


berbahaya, dimana defisiensi dopamin terjadi karena degenerasi neuron dalam
nukleus katekolamin otak tengah, seperti locus coeruleus dan substantia nigra pars
compacta. Janji temu tengah hari atau sore hari lebih baik dan pasien disarankan
untuk mengunjungi klinik 1 hingga 1,5 jam setelah pemberian obat serta buang air
kecil sebelum prosedur karena inkompetensi kandung kemih. Kursi gigi harus
dinaikkan secara perlahan untuk menghindari hipotensi ortostatik. Kursi gigi harus
direbahkan hingga 45° (posisi semi fowler) untuk membantu gerakan menelan,
penyangga mulut molting ekstraoral dapat digunakan untuk membantu membuka
mulut, bahan gigi dengan setting cepat harus digunakan, serta latihan wajah dapat
dilakukan untuk meningkatkan hipomimia dan koordinasi otot wajah pada pasien.
Ketangkasan yang buruk (dissinergi dan dismetria), ada peningkatan kemungkinan
jatuhnya prostesis serta kesulitan dalam menjaga kebersihannya. Oleh karena itu,
basis gigi tiruan logam atau resin high impact dengan penguatan serat kaca dapat
digunakan untuk membuat gigi tiruan. Pengasuh pasien dapat diinstruksikan untuk
membersihkan prostesis secara mekanis secara teratur menggunakan pasta
nonabrasif atau pasien dapat diberikan sikat dengan bola busa untuk memudahkan
dalam mencengkeram5.

Gambar 3.3 Pegangan sikat gigi yang dimodifikasi

Selain itu, penggunaan obat dopaminergik yang berkepanjangan menyebabkan


xerostomia yang dapat meningkatkan kemungkinan pertumbuhan berlebih jamur
intraoral. Setelah berkonsultasi dengan dokter, jika obat yang menyebabkan
xerostomia tidak dapat diubah, penggunaan pengganti saliva artifisial atau
membuat reservoir saliva fungsional pada prostesis dapat dipertimbangkan5.

14
Gambar 3.4 Gigi tiruan dengan saliva reservoir fungsional

Keseimbangan otot yang biasanya menstabilkan prostesis dalam kondisi statis


dan dinamis, sangat berkurang pada penyakit Parkinson akibat disfungsi sistem
motorik. Stabilisasi melalui kerjasama sinergis dan antagonis dari otot orofasial
terbatas sehingga sulit untuk memastikan stabilisasi prosthesis terutama di
mandibula. Akibatnya, pasien penyakit Parkinson mengalami kesulitan untuk
perawatan dengan prostesis yang dapat dilepas. Untuk merehabilitasi situasi
edentulous sebagian dengan penyakit Parkinson individu perlu membuat gigi tiruan
sebagian lepasan dengan cakupan maksimum untuk mencegah aspirasi dan
tersedak. Attachment tidak dianjurkan karena pasien tidak memiliki gerakan stabil
yang diperlukan untuk penyisipan prostesis. Gigi tiruan fleksibel (valplast), bahan
prostetik yang tersedia baru-baru ini untuk gigi tiruan sebagian lepasan dapat
memberikan retensi dan stabilitas yang baik karena ukurannya yang pas32,33.

Gambar 3.5 Gigi tiruan sebagian lepasan yang terbuat dari bahan valplast

Selain itu terdapat modifikasi gigi tiruan dengan slot obat yang dibuat
menggunakan auto-polymerising high impact resin karena kekuatan lenturnya yang
tinggi. Rencana perawatan diselesaikan setelah berkonsultasi dengan dokter pasien.
Slot penempatan obat dimasukkan ke dalam gigi tiruan dengan menempatkan obat

15
di bagian anterior palatal. Pilihan obat yang digunakan pada gigi tiruan adalah Tab.
Pardopa (levodopa 100mg plus carbidopa 10 mg) diproduksi oleh Synchro (Micro
Labs Ltd) yang disintegrasi secara oral dan formulasi pelepasan yang diperpanjang.
Pardopa Tablet mengandung carbidopa dan levodopa sebagai bahan aktif dan
bekerja dengan meningkatkan kadar dopamin di otak untuk fungsi otak yang tepat.
Carbidopa memungkinkan lebih banyak levodopa memasuki otak dan digunakan
untuk mengobati kekakuan, tremor, kejang dan kontrol otot yang buruk pada
penyakit parkinson dan kondisi terkait lainnya. Levodopa memiliki waktu paruh
yang pendek dan oleh karena itu formulasi immediate release menyebabkan
peningkatan cepat dan penurunan konsentrasi levodopa plasma. Formulasi
extended release membantu mempertahankan konsentrasi levodopa plasma yang
stabil dan dengan demikian mengelola fluktuasi motorik. Jadi, dengan
mempertimbangkan keuntungan dari formulasi extended release Pardopa
dibandingkan dengan immidiate release, dibuatlah gigi tiruan drug delivery dengan
slot untuk menempatkan obat18.

Gambar 3.6 Pembuatan basis gigi tiruan dengan slot penempatan obat

3.1.3 Epilepsi

Manajemen pasien epilepsi yang memburuk secara mental merupakan


tantangan bagi setiap dokter gigi dan membutuhkan rencana perawatan yang tepat.
Prostesis cekat selalu lebih disarankan daripada gigi tiruan sebagian lepasan karena
bahaya cedera kejang dan aspirasi. Namun jika gigi tiruan lepasan tidak dapat
dihindari, maka basis logam lebih disarankan untuk meminimalkan kemungkinan
patah. Selain itu, gigi tiruan sebagian lepasan fleksibel dengan bahan valplast
memiliki keuntungan tambahan yaitu nyaman bagi pasien, tidak dapat patah selama
episode epilepsi, meningkatkan efisiensi pengunyahan dan pemeliharaan
kebersihan mulut menjadi lebih mudah5.

16
Gambar 3.7 Basis gigi tiruan yang diperkuat dengan kerangka logam

3.1.4 Bell’s Palsy

Pada pasien bell’s palsy, terdapat banyak gejala yang membahayakan


perawatan prostodontik. Menggigit pipi, aliran saliva yang tidak terkendali, gerakan
mandibula yang tidak dapat diprediksi dan tidak menentu adalah beberapa gejala
yang dapat mengganggu selama pencetakan, hubungan rahang dan prosedur
lainnya34. Rehabilitasi prostodontik dari rahang atas dan rahang bawah yang tidak
bergigi sepenuhnya pada pasien dengan bell's palsy yang kekurangan kontrol otot
merupakan tantangan bagi dokter gigi karena menimbulkan kesulitan klinis.
Mempertimbangkan kendala ekonomi, kondisi sistemik, dan keengganan untuk
menjalani prosedur bedah yang panjang dan ekstensif. ada pasien geriatri, gigi
tiruan lengkap konvensional dianggap sebagai cara terbaik untuk merehabilitasi35.
Rehabilitasi prostodontik pasien tidak lagi terbatas pada penggantian gigi yang
hilang saja. Pentingnya estetika wajah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
perawatan gigi, dan pasien semakin menuntut peningkatan estetika.
Seorang prostodontis memainkan peran integral dalam memulihkan kerugian
pada pasien dengan wajah cekung. Terkadang, gigi palsu konvensional dapat
memenuhi tuntutan tersebut. Namun, dalam beberapa kasus, dukungan tambahan
pada gigi palsu dapat diberikan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan cheek
plumper atau cheek lifting. Cheek plumper atau cheek lifting adalah prostesis untuk
menopang dan mengangkat pipi agar memberikan estetika yang dibutuhkan dan
akan meningkatkan harga diri pasien. Cheek plumper dapat terdiri dari dua jenis:
dapat dilepas (detachable) atau tidak dapat dilepas (undetachable)36.

17
Gambar 3.8 Gigi tiruan dengan undetachable cheek plumper

Undetachable cheek plumpers tidak umum digunakan karena beratnya yang


bertambah dan juga menambah ketidaknyamanan pada pasien selama
pengunyahan. Prostesis ini menjadi lebih menantang pada pasien dengan
pembukaan mulut yang terbatas. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan
menggunakan detachable cheek plumpers. Detachable cheek plumpers dilekatkan
pada gigi tiruan lengkap dengan berbagai mode seperti magnet, ball end clasp, press
buttons, kunci gesek yang disesuaikan, die pin, hooks dan loops serta dengan
menyesuaikan pegas kawat ortodontik yang semuanya tersedia dalam literatur dan
digunakan oleh berbagai penulis37,38.

Gambar 3.9 Gigi tiruan dengan detachable cheek plumper

Selain itu terdapat rehabilitasi pasien bell’s palsy dengan teknik impresi yang
dimodifikasi dan oklusi monoplane. Gigi tiruan yang memiliki occlusal table
monoplane (angulasi cusp nol derajat) disusun mengikuti teori oklusi monoplane.
Gigi posterior derajat nol (skema oklusal monoplane) dipilih karena memiliki
keuntungan dari pencetakan yang paling sederhana dan berbagai posisi gigi yang
memungkinkan. Selanjutnya, modifikasi tersebut menghilangkan tekanan lateral
pada struktur yang mendasarinya.

18
Gambar 3.10 Gigi tiruan dengan occlusal table monoplane (angulasi cusp nol derajat)

Masalah yang dihadapi selama rehabilitasi prostodontik pada pasien bell’s palsy
meliputi aliran air liur yang tidak terkontrol, mulut kering, dan koordinasi otot yang
buruk. Pasien ini direhabilitasi dengan liquid-supported dentures dan gigi tiruan
lengkap rahang bawah dengan teknik zona netral. Prinsip dari desain ini adalah
bahwa gigi tiruan yang didukung cairan bersifat fleksibel dan secara terus menerus
beradaptasi dengan mukosa. Namun, masih cukup kaku untuk menopang gigi
selama penggunaan yang sebenarnya.

Gambar 3.11 Liquid-supported dentures

Dengan demikian, basis gigi tiruan ditutup dengan foil fleksibel yang pas untuk
menjaga lapisan tipis cairan di tempatnya. Desain ini akan bertindak sebagai reliner
kontinu untuk gigi tiruan dan dengan demikian memiliki keunggulan dibandingkan
desain gigi tiruan yang ada. Saat tidak ada gaya yang diterapkan, foil tetap pada

19
posisi istirahat, bertindak sebagai lapisan lunak; dan ketika gigi tiruan sedang
digunakan, beban yang diarahkan secara vertikal didistribusikan ke segala arah oleh
cairan sehingga menghasilkan distribusi tegangan yang optimal. Ini membantu
dalam pelestarian jangka panjang dari tulang dan jaringan lunak. Dalam hal ini,
lembaran bening termoplastik polietilen (Easy-Vac Gasket) digunakan karena
kelembutannya, fleksibilitas, dan biokompatibilitas. Untuk bantalan cair, gliserin
digunakan karena jernih, kental, dan biokompatibel. Sedangkan tujuan dari zona
netral adalah untuk membangun gigi tiruan dalam keseimbangan otot, yaitu gigi
tiruan yang selaras dengan lingkungan untuk memberikan stabilitas, retensi, dan
kenyamanan yang optimal. Filosofi zona netral didasarkan pada konsep bahwa
untuk setiap pasien terdapat suatu area dibawah gigi tiruan yaitu suatu area spesifik
di mana fungsi otot tidak akan menggeser gigi tiruan, dan pada saat yang sama
kekuatan yang dihasilkan oleh lidah dinetralkan oleh kekuatan yang dihasilkan oleh
bibir dan pipi. Oleh karena itu, pada pasien bells palsy, sangat penting untuk
merekam zona netral karena tidak seimbangnya kekuatan yang dihasilkan oleh sisi
yang tidak terpengaruh dan terpengaruh pada ketidakstabilan gigi tiruan39.

3.1.5 Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis adalah gangguan sistemik neuromuscular autoimun di mana


pasien mengalami kesulitan menelan dan masalah bicara dan pengunyahan
sehingga pembuatan prostesis lepasan harus dilakukan dengan perhatian yang
cermat. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi digital. Penerapan
teknologi digital canggih mengurangi rata-rata 7 kunjungan gigi yang diperlukan
untuk proses konvensional menjadi 4 kunjungan. Fixed complete denture
mandibula tidak diproses sampai estetik, oklusi, dan fonetik dikonfirmasi ulang
dengan complete denture maxila40.

20
Gambar 3.12 Tampilan perencanaan virtual prostesis dari data pindaian fixed complete denture
mandibula yang ada dan silinder sementara.

Gambar 3.13 Tampilan frontal dari complete denture maksila definitif dan rebasing kerangka
mandibula yang ada

3.1.6 Dystonia Oromandibular

Pada sebagian besar pasien, gejala dystonia oromandibular yang lebih menonjol
adalah keterbatasan pada saat pembukaan atau penutupan rahang. Namun, gejala
deviasi lateral atau keterlibatan lidah juga bisa terjadi. Pasien yang menemukan
keringanan pada distonia mereka mealuli trik sensorik dievaluasi oleh ahli
prostodontik. Prostesis dibuat hanya untuk rahang atas bagi sebagian besar pasien
karena kurang menonjol dan tidak mengganggu lidah mereka. Impresi gigi dibuat
dari lengkung gigi rahang atas. Prostesis resin akrilik bening dengan pivot point
dibuat untuk kontak gigi posterior. Pivot point dibuat di sisi berlawanan dari setiap
prostesis, satu di kanan dan satu di kiri, untuk digunakan pasien secara bergantian
selama beberapa hari. Prostesis hanya menutupi permukaan gigitan gigi belakang
sehingga sedikit mengganggu lidah. Hal ini memungkinkan pasien membuka mulut
sedikit untuk berbicara dengan kontak gigi belakang terbuka kira-kira 3–5 mm.
Kontak titik pivot prostesis memungkinkan pasien mengurangi/menghilangkan
distonia mereka secara signifikan. Sebelumnya, dengan pembuatan prostesis

21
dengan satu pivot point, tercatat distonia kembali setelah beberapa bulan dipakai.
Efek positif dari prostesis diperpanjang dengan bergantian pivot point secara
berkala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya41.

Gambar 3.14 Tampilan oklusal prostesis PMMA (polimetil metakrilat) dengan titik ''pivot'' sisi
kanan

22
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam beberapa kasus, dokter gigi mungkin menjadi orang pertama yang
mengenali gejala gangguan yang sebagian besar mempengaruhi pasien geriatri. Jika
tahap awal onsetnya mempengaruhi lingkungan mulut atau keluhan pasien tentang
gangguan fungsional pada prostesis lama. Oleh karena itu, terlepas dari
perawatannya, aspek prostodontis terlatih harus memiliki pemahaman menyeluruh
tentang kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi manipulasi prostesis. Riwayat
medis dan obat-obatan yang terperinci serta pemeriksaan klinis menyeluruh dari
prostesis sebelumnya membantu penerapan rencana perawatan yang benar dan
dengan demikian mengubah prosedur sesuai dengan tingkat keparahan kondisi dan
selaras dengan neuromuskulatur. Selain itu, pekerjaan multidisiplin yang
melibatkan dokter, ahli prostodontik, ahli gizi, dan ahli terapi wicara akan
memberikan perawatan kesehatan yang baik kepada pasien ini karena gejala yang
ditimbulkan oleh gangguan neurologis dan neuromuscular sangat berbeda dan
bervariasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Lakshmi S. Preclinical manual of prosthodontics. India: Elsevier Health Science.


3rd Ed. 2018. P.16
2. Carr AB, Brown DT. McCrackens’s removable partial prosthodontics. St. Louis,
Missouri: Elsevier Health Science. 13th Ed. 2016. p.2
3. Rangrajan V, Padmanbhan TV. Textbook of prosthodontics. India: Elsevier Health
Science. 2nd Ed. 2017. p.999
4. Ghimire P, Suwal P, Basnet BB. Management of medically compromised
prosthodontic patients. International Journal of Dentistry. 2022 Jan 11;2022.
5. Kaushik A, Bhatnagar A, Kaur T. Removable prosthodontic considerations for
patients having neurologic and neuromuscular disorders. J Int Clin Dent Res Organ
2022;14:24-30.
6. Rastogi S, Rastogi R. Dental Care Associated with Patients Suffering from
Neurological Disorders : New Prespective in Neuoroscience. India: Nova
Publishers. 2022. p.19
7. Niu, H.; Alvarez-Alvarez, I.; Guillen-Grima, F.; Aguinaga-Ontoso, I. Prevalence
and incidence of Alzheimer’s disease in Europe: A meta-analysis. Neurologia 2017,
32, 523–532.
8. Gao SS, Chu CH, Young FY. Oral health and care for elderly people with
Alzheimer’s disease. International journal of environmental research and public
health. 2020 Aug;17(16):5713.
9. Gao, S.S.; Chu, C.H.; Young, F.Y.F. Integrating 5S methodology into oral hygiene
practice for elderly with Alzheimer’s disease. Dent. J. 2020, 8, 29.
10. GBD 2016 Dementia Collaborators. Global, regional, and national burden of
Alzheimer’s disease and other dementias, 1990–2016: A systematic analysis for the
global burden of disease study 2016. Lancet Neurol. 2019, 18, 88–106.
11. Marchini, L.; Ettinger, R.; Caprio, T.; Jucan, A. Oral health care for patients with
Alzheimer’s disease: An update. Spec. Care Dent. 2019, 39, 262–273.
12. Hane, F.T.; Robinson, M.; Lee, B.Y.; Bai, O.; Leonenko, Z.; Albert, M.S. Recent
progress in Alzheimer’s disease research, part 3: Diagnosis and treatment. J.
Alzheimers Dis. 2017, 57, 645–665.
13. Campos CH, Ribeiro GR, Garcia RC. Mastication and oral health–related quality
of life in removable denture wearers with Alzheimer’s disease. The Journal of
Prosthetic Dentistry. 2018 May 1;119(5):764-8.

24
14. Charles D, Sreedharan. Prosthetic Rehabilitation of a Patient with Alzheimers
Disease using a Combined Ball, Bar and Clip Retained Implant Supported
Overdenture: A Case Report. Global J of Med Res: J Dent & Otolaryngology. 2017;
2(1): 1-6
15. Pazos, P.; Leira, A.; Dominguez, C.; Pias-Peleteiro, JM; Blanco, J.; Aldrey, JM
Asosiasi antara penyakit periodontal dan demensia: Tinjauan pustaka.Neurologia.
2018,33, 602–613.
16. Tysnes O, Storstein A (2017) Epidemiology of parkinson’s disease. J Neural
Transm 124: 901-905.
17. Ribeiro GR, Campos CH, Garcia RC. Influence of a removable prosthesis on oral
health-related quality of life and mastication in elders with Parkinson disease. The
Journal of prosthetic dentistry. 2017 Nov 1;118(5):637-42.
18. Pavithra K, Rhea A, Dhanraj M. Prosthodontic management of a patient with
parkinson’s disease-a case report. Journal of Young Pharmacists. 2018;10(3):377.
19. Jacob RM, Lal A, Francis G, Mathew, Alani M, Joy KA. Prosthodontic
rehabilitation of a patient with parkinson’s disease: a case report. IOSR Journal of
Dental and Medical Sciences 2021;6(7):51-55
20. Nandeeshwar DB, Arora N. Prosthodontic management of an epileptic patient: a
case report and treatment planning. Journal of Advanced Medical and Dental
Sciences Research. 2014 Oct;2(4).
21. Joshi SR, Pendyala GS, Saraf V, Choudhari S, Mopagar V. A comprehensive oral
and dental management of an epileptic and intellectually deteriorated adolescent.
Dental Research Journal. 2013 Jul;10(4):562.
22. Goswami M, Johar S, Khokhar A. Oral health considerations and dental
management for epileptic children in pediatric dental care. International Journal of
Clinical Pediatric Dentistry. 2023 Jan;16(1):170.
23. Danesh A, Ouanounou A. Bell’s Palsy: Etiology, Management and Dental
Implications. J Can Dent Assoc. 2022;88:1488-2159.
24. Rajapur A, Mitra N, Prakash VJ, Rah SA, Thumar S. Prosthodontic Rehabilitation
of Patients with Bell’s palsy: Our experience. Journal of International Oral Health:
JIOH. 2015;7(Suppl 2):77.
25. Shubha C, Babita Y, Renu L, Isha G, Sakshi S, Pranav B. Palliative Prosthodontics
in Bell's Palsy: A Review. International Journal of Recent Advances in
Multidisciplinary Topics. 2022 Jun 29;3(6):108-10.

25
26. Dzhongova E, Edrev S. Preoperative management of patients with myasthenia
gravis: a review article. Scripta Scientifica Medicinae Dentalis. 2023 Apr 20;9(1).
27. Gade D, Mahule D, Trivedi D, Shaikh D. Prosthodontic management of patients
with systemic disorders. European Journal of Molecular & Clinical Medicine. 2021
Mar 23;8(3):1439-51.
28. Raoofi S, Khorshidi H, Najafi M. Etiology, diagnosis and management of
oromandibular dystonia: an update for stomatologists. 2017; 73-81
29. Sakar O, Matur Z, Mumcu Z, Sesen P, Oge E. Multidisciplinary management of a
partially edentulous patient with oromandibular dystonia: A clinical report. The
Journal of prosthetic dentistry. 2018 Aug 1;120(2):173-6.
30. Fang WL, Jiang MJ, Gu BB, Wei YM, Fan SN, Liao W, et al. Tooth loss as a risk
factor for dementia: Systematic review and meta‑analysis of 21 observational
studies. BMC Psychiatry 2018;18:345.
31. Chander NG, Reddy DV. Denture tracker for edentulous Alzheimer's patients. The
Journal of Indian Prosthodontic Society. 2023 Jan 1;23(1):96-8.
32. Harilal G, Kumar S, Kumar R, Sreenivasulu D, Venumadhan G. Oral rehabilitation
of a parkinson disease patient: a case report. IP Annals of Prosthodontics and
Restorative Dentistry. January-March 2018;4(1):13-15
33. Mootha A, Jaiswal SS, Dugal R. Prosthodontic treatment in Parkinson’s disease
patients: literature review. Journal of the California Dental Association. 2018 Nov
1;46(11):691-7.
34. Gupta R, Luthra RP, Abhishek BA. Bell’s Palsy and Its Prosthodontic Significance.
Journal Of Applied Dental and Medical Sciences. 2018;4:4.
35. Bolloju VB, Praveen M, Jadhav S, Ragini B, Naishadham PP. Rehabilitation of
edentulous maxillary arch with hollow denture in an elderly patient with bell's
palsy. Journal of Oral Research and Review. 2020 Jul 1;12(2):87.
36. Abdelbagi NF, Ismail IA, Awadalkreem F, Alhajj MN. Detachable lip and cheek
plumper for rehabilitation of facial disfigurement. Case Reports in Dentistry. 2021
May 13;2021:1-6.
37. Patil S, Rajeshwari CL, Srivatsa G. Costumised cheek plumper for completely
edentulous patient-a clinical report. IP Annals of Prosthodontic and Restorative
Dentistry. 2023; 9(1): 3-6
38. Doddamani SS, Somashekhar PT, Shamnur SN, Doddamani P, Poonam K,
Devendrappa CM. Thrifty way of managing hemifacial palsy patients using an
innovative detachable cheek plumper prosthesis. Int J Oral Health Sci 2016;6:44-7.

26
39. Makker R, Choukse V. Prosthodontic Management of Completely Edentulous
Patient with Unilateral Facial Paralysis. Journal of Oral Health & Community
Dentistry. 2018 Jan 1;12(1).
40. AlHelal AA, Richardson PM, Kattadiyil M. Application of digital technology in the
prosthodontic management of a patient with myasthenia gravis. The Journal of
Prosthetic Dentistry.2015; 1-6
41. Gonzalez-Alegre P, Schneider RL, Hoffman H. Clinical, etiological, and
therapeutic features of jaw-opening and jaw-closing oromandibular dystonias: A
decade of experience at a single treatment center. Tremor and other hyperkinetic
movements. 2014;4.

27

Anda mungkin juga menyukai