Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PEMBERIAN FLAVONOID TERHADAP

PEMBENTUKAN OSTEOBLAST PADA FRAKTUR


YANG DIALAMI TIKUS PUTIH
RAS RATTUS NOVERGICUS

PROPOSAL TESIS

Diajukan sebagai syarat melakukan penelitian pada progam pendidikan


dokter spesialis orthopedi dan traumatologi

Oleh:

ONGKO SETUNGGAL WIBOWO


Nim. 2307601110002

PROGRAM STUDI ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SYIAH KUALA DARUSSALAM
BANDA ACEH
TAHUN 2023
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Pengaruh Pemberian Flavonoid Terhadap Pembentukan Osteoblast pada Fraktur


yang dialami Tikus Putih Ras Rattus novergicus

PROPOSAL TESIS

Diajukan sebagai syarat melakukan penelitian pada progam pendidikan dokter


spesialis orthopedi dan traumatologi
Oleh:

NAMA: ONGKO SETUNGGAL WIBOWO


NIM. 2307601110002

Mahasiswa Program Studi Orthopedi Dan Traumatologi Fakultas Kedokteran


Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, 01 Agustus 2023

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

dr. dr.
NIP. NIP.

Mengetahui:
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,

Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, Sp.PD, KGH, FINASIM


NIP. 19601225 199002 1 001
iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah S.W.T yang Maha Kaya
dengan segala rahasia-Nya. Rasa syukur yang tak henti-hentinya kehadirat Allah
S.W.T karena berkat rahmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Shalawat dan salam kepada Rasullullah Muhammad S.A.W yang telah
membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tesis dengan judul “Pengaruh Pemberian Isoflavon Terhadap Pembentukan
Osteoblast pada Fraktur yang dialami Tikus Putih Ras Rattus novergicu” ini
disusun bertitik tolak dari keninginan Penulis untuk memberi kontribusi yang
nyata dalam bidang ilmu pengetahuan.
Tesis ini dapat Penulis selesaikan berkat bantuan baik secara moril
maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu dengan sepenuh hati, penulis
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, Sp.PD, KGH, FINASIM selaku dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
2. Pembimbing I dan II yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
yang berharga sampai akhir penulisan tugas akhir ini.
3. Penguji I dan II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dan saran, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian tugas akhir
ini.
4. Kedua orang tua penulis, istri dan anak serta saudara kandung yang tiada
hentinya memberikan do’a, dukungan moral, material, dan spiritual bagi
keberhasilan penulis sehingga penulisan tugas akhir ini terselesaikan, dan
seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada
penulis.
5. Para sahabat penulis yang selalu memberikan semangat dan pertolongan
dalam penulisan tugas akhir ini dan teman – teman semua yang tidak bisa
ditulis satu persatu.
iv

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dan memberi saran membangun dalam penyelesaian
proposal penelitian ini.

Penulis menyadari proposal penelitian ini masih sangat jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang membangun akan penulis
terima dengan senang hati demi kesempurnaan proposal penelitian ini. Akhir kata
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, Agustus 2023


Penulis,

Ongko Setunggal Wibowo


v

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan penelitian......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................3
1.4.1 Manfaat akademik............................................................................3
1.4.2 Manfaat penelitian...........................................................................3
1.4.3 Manfaat praktis................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4


2.1 Senyawa Flavonoid...................................................................................4
2.2 Tulang.......................................................................................................5
2.3 Fraktur.......................................................................................................7
2.4 Tikus Ras Rattus novergicus sebagai Hewan Coba..................................9
2.5 Hubungan Senya Flavonoid dan Proses Penyembuhan Fraktur.............10
2.6 Kerangka Teoritis Penelitian...................................................................12

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS.......................................13


3.1. Kerangka Konsep Penelitian...................................................................13
3.2. Definisi Operasional Penelitian..............................................................13
3.3. Hipotesis Penelitian................................................................................13

BAB IV METODOLOGI....................................................................................14
4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian..............................................................14
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................14
4.2.1 Waktu Penelitian............................................................................14
4.2.2 Tempat Penelitian..........................................................................14
4.3. Populasi dan Subjek Penelitian...............................................................14
4.4 Prosedur Penelitian.................................................................................15
4.5 Alur Penelitian........................................................................................18
4.6 Pengelolaan Data....................................................................................19
4.7 Analisis Data...........................................................................................19
4.8 Persetujuan Etika....................................................................................19
4.9 Personalia................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian....................................................................11


Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................12
Gambar 3 Alur Penelitian......................................................................................17
vii

DAFTAR TABEL
Tabel 9 Definisi Operasional Penelitian................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur Merupakan Terputusnya Kontinuitas Jaringan Tulang Yang


umumnya disebabkan oleh tekanan. Fraktur terbanyak disebabkan oleh suatu
kecelakaan.1 World Health Organization (WHO) melaporkan angka kecelakaan
fraktur di Dunia akan semakin meningkat seiring bertambahnya kendaraan. Usia
produktif merupakan usia yang rentang mengalami cedera akibat kecelakaan,
begitu juga lanjut usia dapat terjadi fraktur akibat penurunan masa tulang sehingga
rentan terjadi fraktur.1 Terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur pada tahun
2011-2012 berdasarkan laporan WHO.2
Di Indonesia angka kejadian atau insiden fraktur cukup tinggi, didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis dan penyebab
fraktur yang berbeda. terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar delapan juta orang
mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur
pada bagian ekstremitas bawah sebesar 65,2% dan ekstremitas atas sebesar
36,9%.2
Fraktur yang terbanyak di Indonesia yaitu fraktur ekstremitas bawah.
Bagian tubuh yang banyak mengalami cedera adalah ekstremitas bagian bawah. 3
Fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang
paling tinggi terjadinya cedera yaitu fraktur dengan persentase yaitu sebesar
67,9% dari 92,976. Orang dengan kasus fraktur pada tibia sebanyak 3.775, orang
yang mengalami fraktur cruris sebanyak 14.027, orang yang mengalami fraktur
femur sebanyak 19.754, orang yang mengalami fraktur pada tulang tulang kecil
dikaki sebanyak 970 dan orang yang mengalami fraktur fibula sebanyak 337.4
Data Rumah Sakit Dr Zainoel Abidin menyebutkan pada periode 2012-2014
terdapat 2.664 jumlah operasi pada kasus fraktur. Di Rumah sakit dr. Zainoe
Abidin Banda Aceh pasien fraktur dari bulan januari-juni tahun 2016, yaitu
sebanyak 307 pasien fraktur karena kecelakaan lalu lintas.5

1
2

Estrogen yang terdapat pada tulang berperan untuk meningkatkan sekresi


dan merangsang osteoprogenitor (OPG) dan transforming Growth Factor β
(TGF-β) yaitu merupakan faktor pertumbuhan sel osteoblast untuk pembentukan
tulang dan akan menghambat kerja dari osteoklast.6 Dalam proses penyembuhan
fraktur, peran estrogen sangat berpengaruh dalam proses remodeling.7 Selama
proses penyembuhan tulang berlangsung, sel osteoblast akan menghasilkan
jaringan osteoid dan mensekresikan sejumlah besar alkaline posphatase, yang
memegang peranan penting dalam mengendapkan kalisum dan fosfat ke dalam
matriks tulang. Berdasarkan hal itu, maka sebagian alkaline posphatase di dalam
darah dapat menjadi indikator yang baik untuk pembentukan tulang setelah
menggalami patah tulang. Aktifitas osteoblast di dalam darah mempunyai
hubungan yang erat dengan konsentrasi alkaline posphatase di dalam plasma,
dimana aktivitas enzim ini bertanggung jawab terhadap proses klasifikasi fibril
kolagen sebagai bahan dasar dari tulang.8
Berdasarkan faktor estrogen yang mempunyai pengaruh dalam proses
perbaikan tulang, Flavonoid memiliki fitoestrogen atau aktivitas osteogenic yang
mengandung kadar Isoflavon. Diadzein yang terdapat pada Isoflavon memiliki
senyawa estrogenic, dimana aktivitas tersebut memiliki struktur fenolik yang
mirip dengan hormone estrogen. Genistein adalah fitoestrogen yang memiliki
fungsi sebagai precursor pada metabolism manusia serta memiliki sifat dapat
terikat dengan gen pada kromosom yang dapat menggendalikan Estrogen
Reseptor walau ikatannya lemah tetapi dengan adanya Estrogen Reseptor (ERβ)
mempunyai ikatan yang sama dengan estrogen. Isoflavon merupakan salah satu
turunan dari Flavonoid, yang sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan
kalus tulang pada proses penyembuhan fraktur.9,10
Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pemanfaatan senyawa Flavonoid dengan aktifitas estrogenik yang
berperan penting dalam proses pembentukan tulang yang menggalami fraktur,
sehingga dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan penggunaannya sebagai
terapi tulang yang mengalami fraktur.
3

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan massalah dalam penelitian ialah “Apakah pemberian Flavonoid


berpengaruh terhadap pembentukan osteoblast pada fraktur yang dialami tikus
putih ras Rattus novergicus?”

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui perngaruh pemberian


Flavonoid terhadap pembentukan osteoblast pada fraktur yang dialami tikus putih
ras Rattus novergicus.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
Flavonoid serta pengaruhnya untuk proses penyembuhan fraktur tulang.

1.4.2 Manfaat penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber refernsi mengenai
Flavonoid serta pengaruhnya untuk proses penyembuhan fraktur tulang.

1.4.3 Manfaat praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu terapi untuk
percepatan penyembuhan fraktur tulang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Senyawa Flavonoid

Flavonoid adalah metabolit sekunder dari tanaman, dimana asupan


Flavonoid tidak menimbulkan efek samping serta bermanfaat bagi kesehatan.
Berbagai jenis Flavonoid terkandung dalam tanaman, pada biji-bijian cenderung
mengdandung flavon, dan pada buah dan sayuran mengandung flavonol dan
glikosida. Semua Flavonoid memiliki kerangka flavon dasar dengan rantai
fenilpropanoid 15 karbon (sistem C6-C3-C6), yang membentuk dua cincin
aromatic yang dihubungkan oleh cincin piran heterosiklik. Berdasarkan struktur
kimianya, derajat oksidasi, dan rantai pengikatnya Flavonoid tak jenuh dapat
diklasifikasikan lagi menjadi 6 kelompok besar: IsoFlavonoid, flavanon, flavanol,
flavonol, flavon dan antosianidin.11
Flavonoid terbukti memiliki aktivitas antikanker, namun mekanisme
molekuler yang bertanggung jawab terhadap efek tersebut masih belum
sepenuhnya dijelaskan. Kanker adalah penyakit heterogen yang ditandai dengan
proliferasi yang tidak terkontrol dan gangguan siklus sel yang mengarah pada
pertumbuhan sel abnormal dan bermetastasis ke jaringan lain dari tubuh.11
Beberapa bahan pangan yang telah dianalisis, diketahui kedelai menempati urutan
pertama yang mengandung senyawa Isoflavon dan derivatnya. Isoflavon dan
derivatnya merupakan senyawa yang diketahui berfungsi sebagai antioksidan,
antitumor, dan antiosteroklerosis. Isoflavon pada tempe merupakan salah satu
senyawa alami yang memiliki sifat seperti estrogen (like estrogen). Kemiripan
struktur molekul Isoflavon tempe dengan estrogen endogen, menyebabkan
Isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen (RE), khususnya reseptor β-
RE, yang terdapat pada berbagai sel. Kemampuan Isoflavon berikatan dengan
reseptor β-RE dan kemudian menginduksi gen, diharapkan dapat meningkatkan
hormone estrogen.8
Isoflavon ini hadir sebagai glikosida ( terikat dalam molekul gula) yaitu
Genistin, Diadzin, dan Gycitin merupakan glikosida dari Isoflavon kedelai,

4
5

sementara aglikon pada Isoflavon merupakan Genistein,Diadzein, dan Glycitein.


Kandungan yang terdapat pada Isoflavon estrogenik atau bersifat hormonal.12
Isoflavon utama pada kedelai terdiri dari genistein (4’,5’,7-tryhydroxyIsoflavone)
dan diazein (4’,7’-dihifroxyIsoflavone), serta turunan dari β-glikosida yaitu
genistinn dan diazin. Glycitien (7,4’-dihidroxy-6-methoxy-Isoflavone) juga
ditemukan dalam skala kecil di senyawa Isoflavon berserta glikosidanya.13
Diadzein yang terdapat pada Isoflavon memiliki senyawa estrogenic, dimana
aktivitas tersebut memiliki struktur fenolik yang mirip dengan hormone estrogen.
Genistein adalah fitoestrogen yang memiliki fungsi sebagai precursor pada
metabolism manusia serta memiliki sifat dapat terikat dengan gen pada kromosom
yang dapat menggendalikan Estrogen Reseptor walau ikatannya lemah tetapi
dengan adanya Estrogen Reseptor (ERβ) mempunyai ikatan yang sama dengan
estrogen.14

2.2 Tulang

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang memiliki sistem regenerasi


seluler yang sangat kompleks. Sel-sel lama akan di rombak dan digantikan dengan
sel-sel yang baru. Keseimbangan dalam formasi dan resorpsi tulang akan
mempengaruhi densitas tulang dan juga dapat mempengaruhi seseorang
mengalami fraktur tulang. Tulang mempunyai fungsi utama sebagai pembentuk
rangka dan sebagai alat gerak tubuh, pelindung organ-organ internal tubuh, serta
juga menjadi tempat penyimpanan mineral. klasifikasi tulang secara umum dapat
dibagi secara regional ataupun berdasarkan bentuk umumnya. Tulang juga
mempunyai dua bentuk, yaitu tulang kompakta dan tulang spongiosa. Dimana
tualng kompakta adalah tulang yang tampak sebagai massa yang padat,
sedangakan tulang spongiosa terdiri dari anyaman trabekula.15
Berdasarkan bentuk umumnya tulang dibagi menjadi beberapa bentuk:16
a. Tulang Panjang
Adalah tulang yang ditemukan pada bagian ekstremitas, dan panjang lebih
besar dari lebar tulangnya.
b. Tulang Pendek
6

Adalah tulang yang ditemukan pada bagian kaki dan tangan. Bentuk
umumnya adalah bulat dan ireguler dan terdiri dari tulang spongiosa yang
dikelilingi lapisan tipis tulang kompakta.
c. Tulang Pipih
Adalah tulang pada tempurung kepala, yang terediri dari dua lapisan
tulang padat yang diantaranya menggandung jaringan berspon.
d. Tulang Ireguler
Adalah tulang yang tersususn dari tulang kompakta pada bagian luarnya
dan juga dibentuk oleh lapisan tulang spongiosa pada bagian dalamnya.

Proses pertumbuhan tulang sudah dimulai sejak di dalam embrio. Dimna


terdapat dua proses dalam pembentukan tulang yaitu Osifikasi Endokondral dan
Osifikasi Intramembranos.17,18
a. Osifikasi endokondral
Sebagian tulang di tubuh berkembang melalui proses osifikasi
endokondral. Dimana pada awal pembentukan tulang disebut dengan
tulang hialin sementara. Seiring dengan pertumbuhan terjadilah
pemebntukan kondrosit, lalu mengakibatkan hypertrofi (membesar),
sehingga, menjadi matur, dan model tulang rawan hialin mengalami
klasifikasi yang menyebabkan berkurangnya difusi nutrien dan gas melalui
matriksnya. Akibatnya kondrosit akan mati dan matriks yang menggalami
klasifikasi berfungsi sebagian pengendapan material tulang, sel-sel
perikondriasis akan memperlihatkan potensi osteogeniknya dan terbentuk
suatu kerah periosteal tipis disekeliling bagian batang tangan tulang
dimana jaringan ikat ini disebut jaringan periosteum. Sel-sel masenkim
dari dalam yang kemudian berproliferasi dan berdiferensi menjadi sel
osteoprogenitor yang kemudian berproliferasi dan berdiferensi menjadi
osteoblast. Membentuk pusat osifikasi primer di tulang yang sedang
tumbuh dimulai pada bagian batang dari pada tulang panjang. Selanjutnya,
diikuti dengan pusat osifikasi sekunder yang terjadi pada permukaan ujung
sendi yang memanjang. Tulang rawan yang terdapat pada batang tulang
dan permukaan ujung sendi, akan berganti menjadi tulang panjang yang
7

sedang tumbuh. Pertumbuhna tersebut akan berlanjut dan memiliki fungsi


untuk pemanjangan tulang sehingga berhentinya pertumbuhan tulang.
Pada akhirnya seluruh proses osifikasi akan menggantikan sleuruh tulang
panjang atau tulang rawan sendi.18,19

b. Osifikasi Intramembranosa
Proses pembentukan tulang akan lebih sederhana dari pada proses osifikasi
endokondral. Berawal dari mesenkim jaringan ikat dan tidak didahului
oleh model tulang rawan disebut dengan proses osifikasi intamembranosa.
Sebagin dari sel masenkim berdifisiensi menjadi osteoblast yang
menghasilkan matriks osteoid dan menggalami klasifikasi, kemudian
terbentuklah anyaman tulang spongiosa yang merupakan anastomosis dari
pusat osifikasi yang terdiri dari batang, lempeng dan duri yang disebut
trabekula. Selanjutnya, osteoblast di lakuna dikelilingi oleh tulang dan
menjadi osteosit. Sama dengan osifikasi endokondral, saat osteosit berada
di lakuna, osteosit membentuk hubungan antarsel yang kompleks melalui
kanalikuli.19 Contoh tulang yang terbentuk pada proses ini adalah
mandibula, maksila, klavikula dan hampir seluruh tulang pipih
tengkorak.18

2.3 Fraktur

Fraktur adalah suatu kondisi dimana terputusnya kontinuitas/keutuhan


pada jaringan tulang yang pada umumnya diakibatkan oleh trauma dan bersifat
total maupun sebagian. Jika tulang mengalami stress yang berlebihan dari
kemampuannya untuk mengabsorbsi maka akan menimbulkan terjadinya fraktur
pada tulang. 20
Penyebab fraktur disebabkan karena tekanan yang kuat yang mengenai
tulang melebihi kekuatan tulang normal dalam mempertahankannya atau tekanan
kuat yang mengenai tulang yang terkena penyakit. Tulang mempunyai sifat yang
rapuh, akan tetapi tulang mempunyai kekuatan gaya pegas sehingga mampu untuk
menahan tekanan.21
8

Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan


tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang
terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan
fraktur yang terjadi. Fraktur tertutup dimana terjadinya fraktur tetapi fragmen
tulang tidak menembus kulit atau berhubungan dengan dunia luar. Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang diikuti dengan komplikasi seperti infeksi pada
tulang dan lainnya. 22
Gejala pada fraktur adalah terdapat adanya riwayat trauma, nyeri dan
bengkak pada bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, deskrepansi),
gangguan fungsi musculoskeletal akibat nyeri, putusnya kontuinitas tulang, dan
gangguan neurovaskuler. Apabila terdapat gejala-gejala tersebut, secara klinis
maka diagnosis pada fraktur dapat ditegakkan. 23,24
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui mekanisme cedera dan riwayat
cedera atau fraktur sebelumnya. Pada anamnesis ada 3 hal yang penting
dilakukan, yakni ispeksi/look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan,
pemanjangan), bengkak, palpasi/feel (nyeri tekan, krepitasi). Pemeriksaan
neurovaskularisasi bagian distal dan proksimal fraktur meliputi : pulsasi arteri,
warna kulit, pengembalian cairan kapiler, sensasi. Pemeriksaan gerakan/moving
dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan
dengan lokasi fraktur. 25,26
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin, factor pembekuan dara, golongan
darah, cross-test, urinalisa dan pemeriksaan radiologis.23
Pengelolaan patah tulang secara umum mengikuti prinsip pengobatan
kedokteran pada umumnya, yaitu yang pertama adalah jangan cederai pasien
(premium non nocere). Cedera tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang
salah dan/atau tindakan yang berlebihan. Prinsippenanganan fraktur meliputi
reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan
rehabilitasi.12
Tahapan penyembuhan tulang dibagi menjadi 5 fase. Fase hematoma
terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar
dan di dalam fraktur. Fase proloferasi terjadi selama 3- 2 minggu. Pada 8 jam
9

setelah fraktur akan terjadi reaksi radang akut disertai dengan proliferasi dibawah
periosteum dan di dalam saluran medula yang menembus ujung fragmen
dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Fase
pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berdiferensiasi
memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan
tindakan yang tepat, selain itu akan membentuk tulang kartilago dan
osteoklast.24,21
Masa pada tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago
juga osteoklast yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan
periosteom dan endoosteom dan akan terjadi selama 4 minggu,dan tulang yang
sudah mati akan digantikan. Fase konsodilatasi terjadi dalam waktu 3 minggu-6
bulan. Anyamnya tulang akan menjadi padat jika aktivitas osteoblast dan
osteoklast tetap berlanjut, maka anyaman tulang akan berubah menjadi tulang
lamelar. Rongga yang terdapat diantara fragmen dan tulang baru akan diisi dengan
osteoblast dan perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat
badan normal. Fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur
sudah dihubungkan dengan tulang yang padat, dan tulang tersebut akan diresorbsi
dan pembentukan tulang yang terus menerus lameral akan menjadi lebih tebal,
dinding-dinding yang tidak dikehendaki akan dibuang, dibentuk rongga sumsum
dan akhirnya tulang akan memperoleh bentuk seperti normalnya. Hal tersebut
akan terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.21,24

2.4 Tikus Ras Rattus novergicus sebagai Hewan Coba

Tikus adalah hewan mamalia yang apabila dilakukan suatu perlakuan tidak
jauh berbeda hasilnya disbanding dengan mamalia lainnya dan penggunaannya
telah menyebar luas di seluruh dunia.27 Tikus putih ini memiliki beberapa
keunggulan salah satunya adalah lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan
perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Siklus hidup
pada tikus putih ini tidak kurang dari tiga tahun, dengan berat badan pada tikus
dewasa rata-rata 200-250 gram. Salah satunya adalah tikus putih (Rattus
novergicus) yang berasal dari Asia Tengah.27
10

Taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai berikut:28


Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentina
Superfamili : Muroidea
Family : Muridae
Subfamily : murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Novergicus strain wistar
Hewan percobaan atau laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara
dan diternakan sebagai hewan model untuk pembelajaran dan pengembangan ilmu
dalam bidang penelitian. 27

2.5 Hubungan Senya Flavonoid dan Proses Penyembuhan Fraktur

Flavonoid yang memiliki efek sebagai pro-oksidan dapat menekan


proliferasi sel kanker dengan cara menghambat epidermal growth factor
receptor/mitogen activated protein kinase (EGFR / MAPK), phosphatidylinositide
3-kinases (PI3K), protein kinase B (Akt) serta nuclear factor kappa-light-chain-
enhancer of activated B cells (NF-κB).11 IsoFlavonoid genistein dapat mengatur
ekspresi reseptor estrogen-α dan mengubah rasio Bax/Bcl-2 sehingga menurunkan
proliferasi, diferensiasi, dan mengaktifkan apoptosis pada sel MCF-7 dan 3T3-L1.
Selain itu, genistein dapat menekan Bcl-2, Bcl-xL, c-inhibitor of apoptosis protein
1 (c-IAP1), survivin, dan NF-κB dalam sel C200 dan A2780.11
Isoflavon pada kedelai adalah sebagai glikosida dan anglikon, dimana
glikosidanya merupakan ganistin, diadzin, dan gycitin, sementara anglikonnya
adalah genistien, glycitein, dan diadzein. Diadzein dan genistien merupakan
senyawa Isoflavon yang mempunyai sifat estrogenic.29
Genistrin adalah fitoestrogen yang memiliki fungsi sebagai prekursor pada
metabolisme manusia serta juga dapat mempengaruhi kedelai terhadap estrogen
reseptor (ER). Fungsi dari estrogen didalam tubuh bukan hanya untuk reproduksi
11

akan tetapi juga memiliki peran penting untuk tulang, otak, jantung, serta juga
dapat mempengaruhi metabolism lipid, karbohidrat, protein, dan mineral.
Estrogen merupakan suatu hormone steroid yang sangat berperan pada tulang,
karena estrogen mempunyai kemampuan untuk mengaktivasi sel osteoblast
maupun osteoklast yang mempunyai peran penting dalam pembentukan tulang
dan massa tulang dan juga mempunyai reseptor estrogen (ERs). Osteoblast yang
mempunyai fungsi sebagai sel yang melakukan penyerapan sekresi dan osteoklast
yang berfungsi sebagai sel yang melakukan penyerapan mineral pada tulang,
Dimana regulator dari semuanya adalah estrogen.20,29
Secara teori dikatan bahwa dengan kandungan yang terdapat pada kacang
kedelai yang memiliki aktifitas estrogenic, apabila diberikan untuk pananganan
fraktur akan berpengaruh pada proses remodeling dimana estrogen yang ada
nantinya akan mensekresikan dan merangsang Osteoprogenitor (OPG) dan
Transforming Growth Factor beta (TGF-Beta) sehingga terjadilah proses osifikasi
atau pembentukan tulang yang dilakukan oleh osteoblast.20
12

2.6 Kerangka Teoritis Penelitian

Tulang

Trauma

Lokasi fraktur

Fraktur Luas fraktur

Vaskularisasi

Penyembuhan
Tulang

Fase inflamasi dan Fase pembentukan Fase Fase


Fase Hematoma
proloferasi kalus konsodilatasi remodeling

Flavonoid

Estrogen

Osteoclast Osteoblast

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan keterkaitan variabel dependen dan independen, kerangka


konsep dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut:

Flavoniod Jumlah sel osteoblast

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional penelitian ini disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1 Definisi Operasional Penelitian

N
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
o
1. Flavonoid Flavonoid menggunakan Timbangan Batas Nominal
dosis 80 ml/kbBb, 100 obat Deteksi
ml/kgBb, dan 120 ml/kgBb 0,156-10
ng/ml
2. Jumlah Peningkatan jumlah sel Perhitungan Jumlah sel Nominal
osteoblast osteoblast adalah secara yang
perhitungan jumlah sel yang manuaal ditemukan
terdapat pada 3 lapang
pandang dari sediaan
histopatologi kalus pada
penyembuhan fraktur tulang

13
14

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh pemberian Flavonid


Terhadap Pembentukan Osteoblast pada Fraktur yang dialami Tikus Putih Ras
Rattus novergicus
BAB IV
METODOLOGI

4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorik


menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Metode Posttest Only
Control Design, Pada penelitian ini digunakan hewan coba berupa tikus putih Ras
Rattus novegicus jantan strain wistar. Hewan coba dibagi secara acak sederhana
menjadi 4 perlakuan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian


Penelitian ini dimulai pada bulan Janurai 2023 sampai dengan Februari
2023.

4.2.2 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakn di kandang budidaya hewan Fakultas
Kedokteran Hewan Unsyiah untuk pemeliharaan hewan coba, Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah untuk pembuatan preparat
histologi dan menghitung jumlah osteroblast pada preparat tersebut.

4.3. Populasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada hewan coba tikus putih jantan Ras Rattus
norvergicus strain wistar. Untuk menentukan besar ulangan maka akan dihitung
dengan menggunakan rumus dari frederer, yaitu dengan rumus sebagai berikut:

( n−1 )( t−1 ) ≥15

Sehingga dalam proses percobaan ini jumlah ulangan minimal yang dibutuhkan
per kelompok adalah sebagai berikut:

15
16

( n−1 )( 4−1 ) ≥ 15
( n−1 )( 3 ) ≥ 15
3 n−3≥ 15
3 n ≥15+ 3
n=¿3
Keterangan :
t = treatment ataupun perlakuan
n = jumlah ulangan ataupun jumlah sampel yang berkelompok

4.3.1. Kriteria Inklusi


Kriteria Inklusi penelitian ini sebagai berikut :
1. Tikus putih Ras Rattus novergicus jantan strain wistar
2. Umur 4-7 bulan
3. Berat badan 200-250 gram
4. Kondisi sehat (aktif dan tidak cacat)

4.3.1 Kriteria Eksklusi


Kriteria Ekslusi penelitian ini ialah tikus mati selama penelitian

4.4 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:


1. Uji Herbarium
Identifikasi Flavonid dilakukan di Laboratorium Herbarium Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Syiah Kuala.

2. Uji Fitokimia
17

Uji Fitokimia adalah uji pendahuluan untuk mengetahui golongan


senyawa metabolit sekunder. Uji Fitokimia untuk memastikan kandungan
Flavonoid. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Syiah
Kuala

3. Penentuan Dosis Flavonoid


Cara menetukan Flavonoid dilakukan dengan cara mengklasifikasikan
dosis berdasarkan rendah, sedang, dan tingginya dosis pada manusia.
Dosis rendah = 80 mg/kgBb[31][32]
Dosis sedang = 100 mg/kgBb[20][32]
Dosis tinggi = 120 mg/kgBb[31][32]
Dosis hewan coba = Dosis Absolut x Konversi x Faktor
Farmako Kinetik
Konversi = 0,018[33]
Faktor Hewan coba = 10[34]

Maka dosis ini akan dijadikan acuan bagi peneliti untuk melakukan
penelitian dengan kalkulasi sebagai berikut :
Dosis I = 80 mg x 0,018 x 10 = 14,4 mg/KgBb
Dosis I I = 100 mg x 0,018 x 10 = 18 mg/kgBb
Dosis III = 120 mg x 0,018 x 10 = 21,6 mg/kgBb

4. Pemerliharaan Hewan Coba


Hewan coba ditempatkan pada kandang yang diberikan alas sekam padi.
Makanan berupa pellet serta minum. Kandang dibersihkan dan alas sekam
padi diganti sedikitnya 3 hari sekali. Hewan coba lalu diadaptasi selama 7
hari sebelum perlakuan dengan tujuan untuk membiasakan hewan coba
pada kondisi percobaan dan mengontrol kesehatannya.

5. Perlakuan Hewan Coba


18

Dua puluh empat hewan coba sudah dibagi menjadi 4 kelompok dan setiap
kelompok terdiri dari 6 hewan coba. Hewan coba akan diberikan tanda
dengan cat warna pada kaki untuk membedakan kelompok ulangannya.
Hewan coba diberikan tindakan fraktur pada tulang tibia dengan cara
osteotomy. Dimulai dari pemberian anastesi secara injeksi intraperitoneal
menggunakan ketamin (12mg/10gBb) lalu dilakukan disinfeksi pada area
tindakan, kemudian insisi secara memanjang pada fasia lata tikus, Lalu
mempersiapkan tulang tibia (diseksi tumpul) secara melingkar di
sepanjang garis tengah diafisis. Osteotomy dilakukan dengan
menggunakan blade scalpel Setelah itu dilakukan penjahitan pada
luka,lalu diberikan antibiotik tipikal. Tindakan diakhiri dengan
pemasangan bidai dengan menggunakan stik kayu dan perban.

6. Tekhnik Pengambilan Tulang


Setelah mendapatkan perlakuan selama 14 hari, masing-masing hewan
coba dikorbankan pada hari ke-15 dengan cara menggunakan anastesi
inhalasi yaitu eter. Kemudian setelah hewan coba tampak sudah tidak lagi
bergerak dilakukan pembedahan atau insisi pada bagian fasia lata hewan
coba. Kemudian menggambil organ tulang yang akan diteliti dan
dilakukan pengukuran dari kalus tulang.

7. Pembuatan Preparat Tulang

8. Tekhnik Perhitungan Jumlah Sel Osteoblast


Sel osteoblast akan dihitung dengan menggunakan mikroskop cahaya
binokuler (Olympus) perbesaran 400x dengan penghitungan per 3 lapang
pandang. Kemudian preparat kelompok kontrol akan di bandingkan
dengan preparat kelompok perlakuan lainnya.
19

4.5 Alur Penelitian

24 Ekor Tikus

Adaptasi
Selama 7 hari

Randomisasi

K(6 Ekor) P1(6 Ekor) P2(6 Ekor) P3(6 Ekor)

K P1 P2 P3

Uji Herbarium

Uji Fitokimia

Pemberian Flavonoid

Pengambilan Organ tulang

Pengambilan Organ tulang

Pembuatan Preparat tulang

Penghitungan Sel Osteoblast

Gambar 3 Alur Penelitian


20

4.6 Pengelolaan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dengan langkah-langkah


sebagai berikut:

1. Cleaning, yaitu data yang telah diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan


pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja yang diambil
sehingga tidak terdapat data yang meragukan atau salah.
2. Editing, yaitu memeriksa hasil kuesioner yang telah dilaksanakan untuk
mengetahui kesesuaian jawaban responden. Dimana dalam editing tidak
dilakukan penggantian jawaban dengan maksud agar data tersebut
konsisten dan sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode untuk memudahkan analisa pada
waktu pengolahan data.
4. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk
disajikan dalam tabel sesuai kategori variabel.
5. Entry, data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer untuk
dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan menggunakan program
perangkat lunak komputer guna dianalisis secara deskriptif dan analitik.

4.7 Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif, kemudian dilakukan uji


normalitas (saphiro-wilk) dan akan dilanjutkan homogenitasnya (levene). Bila
kedua uji ini dapat terpenuhi maka selanjutnya akan dilakukakn uji ANOVA
untuk melihat perlakuan dan bila terdapat perbedaan bermakana, maka untuk
mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan uji beda nyata
terkecil (BNT).

4.8 Persetujuan Etika

Etika pada penelitian ini didasarkan pada etika medik saat memberikan
perlakuan oada hewan coba dan peraturan maupun nilai-nilai yang ada pada
21

laboratorium. Tulang yang menggalamai fraktur akan diberikan tindakan


penjahitan, pemberian antibiotic dan betadine agar luka tersebut mengering, serta
juga dilakuakan pemsangan bidai agar kaki yang menggalami fraktur tidak dapat
bergerak bebas.

4.9 Personalia

1. Peneliti utama : dr. Ongko Setunggal Wibowo


NIM : 2307601110002

2. Pembimbing I :
NIP :
3. Pembimbing II :
NIP :
DAFTAR PUSTAKA

1. Platini H, Chaidir R, Rahayu U. Karakteristik Pasien Fraktur Ekstemitas


bawah. J ‘Aisyiyah. 2020;7(1):49-53.

2. Sembiring TE, Rahmadhany H. Karakteristik Penderita Fraktur Femur


Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di RSUP Haji Adam Malik Medan pada
Tahun 2016-2018. J Ibnu Sina. 2022;21(1):123-128.

3. Kemenkes Refublik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2018.; 2019.

4. Jhonet A, Armin F, Mandala Z, Sari HM. Angka Kejadian Fraktur Tibia


Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Klasifikasi Fraktur Berdasarkan
Mekanisme Trauma di RSUD H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. J Ilmu
Kedokt dan Kesehat. 2022;9(1):645-651.

5. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Aceh. PROFIL Kesehat PROVINSI


ACEH. 2014:1-7.

6. Kawiyana. Osteoporosis Patogenesis Diagnosis Dan Penanganan Terkini. J


Intern Med. 2009;10(2):157-170.

7. Orgill DP. Musculoskeletal Tissue Regeneration. Vol 123.; 2009.


doi:10.1097/01.prs.0000347422.83176.ba

8. Shapiro F. Bone development and its relation to fracture repair. The role of
mesenchymal osteoblasts and surface osteoblasts. Eur Cells Mater.
2008;15:53-76. doi:10.22203/eCM.v015a05

9. Muljati S, Muljati S, Svwarti S, Harahap H, Harjatmo TP. Hubungan


Konsumsi Kacang-kacangan (Smber Phytoestrogen) Dengan Usia
Menopause. 2003;26(1):21-30.

10. Atun S. Potensi Senyawa Isoflavon Dan Derivatnya Dari Kedelai (Glycine
Max. L) Serta Manfaatnya Untuk Kesehatan. Pros Semin Nas Penelitian,
Pendidik dan Penerapan MIPA, Fak MIPA, Univ Negeri Yogyakarta.
2009:33-41.

11. Amalina ND, Mursiti S, Marianti A. Mengungkap Potensi Aktivitas


Antikanker Senya Citrus Flavonoid. Semarang: UNNES; 2021.

12. Kridawati A. Pemanfaatan Isoflavon Untuk Kesehatan. Respati.


2011;I(1):69-77.

13. Astuti S. Isoflavon Kedelai Dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal


Bebas. Teknol Ind dan Has Pertan Univ Lampung. 2008;13(2):126-136.

22
23

14. Hernawati. Perbaikan Kinerja Reproduksi Akibat Pemberian Isoflavon Dari


Tanaman Kedelai. Univ Pendidik Indones. 2008.

15. Sihombing I, Wangko S, Kalangi SJR. Peran Estrogen pada Remodeling


Tulang. J Biomedik. 2012;4(3):S18-28.

16. Snell R. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. JAKARTA: EGC Penerbit


Buku Kedokteran; 2011.

17. Rukmana R dan Yuniarsih Y. Kedelai : Budidaya Dan Pascapanen.


yogyakarta: kansius; 1996.

18. Derrickson BTG. Principles of Anatomy and Physiology. 13 th ed. willey;


2012.

19. Eroschenko V. Atlas Histologi Difiore: Dengan Korelasi Fungsiuonal. 11


th ed. Jakarta: EGC; 2010.

20. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013:1-384. doi:1 Desember 2013

21. solomon L, Warwick DJ NS. Apley’s System of Orthopedics and Fractures.


ninth edit.; 2010.

22. Rastu G, Mahartha A, Maliawan S, Kawiyana KS. Manajemen Fraktur


Pada Trauma Muskuloskeletal. Fak Kedokt Univ Udayana. 2012:6-7.

23. sjamsuhidayat de j. Buku Ajar Bedah. 3rd ed. JAKARTA: EGC Penerbit
Buku Kedokteran; 2011.

24. Salter R. Disorder and Injuries of The Muskuloskeletal System. 3rd ed.
USA: Lippincont Williams and Wilkins; 1999.

25. PRICE S. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.


Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 2005.

26. adams JC, Hamblen DL SA. Adam’s Outline of Fracture:including Joint


Injuries. 12th ed. Philadelphia: Elsavier Publisher; 2007.

27. Malole m. b. . dan purmono S. Pengunaan Hewan-Hewan Percobaan Di


Laboratorium. bogor: insitut pertanian bogor; 1989.

28. Robinson R. Taxonomy and Genetics. the labora. (henry JB WS, ed.). san
diego: academic press inc; 1979.

29. Kasman D. Analisa Histomorfometri Menggunakan Image J Perlakuan


Mekanik Tulang Saja dan Tulang Dan Periosteum Pada Tikus Sprague-
Dawley dan Periosteum Pada Tikus Sprague- Dawley. 2013.

Anda mungkin juga menyukai