HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar
Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
HALAMAN PENGESAHAN
Anggota, Anggota,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
4
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada
waktunya. Karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
Karya tulis ini berjudul Evaluasi Komplikasi Pasca ESWL pada Pasien
Tahun 2015-2016
petunjuk, nasihat dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak baik dari
institusi maupun dari luar institusi, maka melalui kesempatan ini penulis
penelitian.
5
2. dr. Yunita Sabrina, M.Sc. Ph.D selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran
3. dr. Arfi Syamsun, Sp.KF, M.Si.Med selaku Wakil Dekan III Fakultas
4. dr. Ika Primayanti, M.Kes dan dr. Herpan Syafii Harahap, M.Biomed, Sp.S
sebagai ketua dan sekretaris tim Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram.
5. dr. Akhada Maulana, Sp.U selaku dosen pembimbing utama yang sangat
yang sangat baik dan sabar dalam membimbing, memberi masukan dan
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
6
yang membangun untuk Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata, semoga tulisan ini
dapat menjadi sumbangan ilmiah dalam bidang kedokteran dan bermanfaat bagi
kita semua.
Ahmad Haviz
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Penulis
7
ABSTRAK
8
ABSTRACT
9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. iii
PRAKATA...........................................................................................................
iv
PERNYATAAN...................................................................................................
viii
ABSTRAK..........................................................................................................
ix
ABSTRACT........................................................................................................
x
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................
3
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti.............................................................................. 3
1.4.2 Manfaat bagi Pengetahuan dan Penelitian.............................................. 3
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat atau Pelayanan Kesehatan............................. 3
1.5 Keaslian Penelitian........................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 6
2.1 Batu Ginjal....................................................................................................
6
2.1.1 Definisi Batu Ginjal................................................................................6
2.1.2 Epidemiologi Batu Ginjal....................................................................... 7
2.1.3 Faktor Risiko Batu Ginjal....................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi Batu Ginjal......................................................................... 9
2.1.5 Manifestasi Batu Ginjal........................................................................... 10
2.1.6 Penegakan Diagnosis Batu Ginjal........................................................... 11
2.1.7 Tatalaksana Batu Ginjal.......................................................................... 13
2.2 ESWL............................................................................................................
15
2.2.1 Cara Kerja ESWL........................................................................................
15
2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi ESWL............................................................. 15
2.2.3 Komplikasi Pasca ESWL............................................................................ 16
2.3 Steinstrasse ...................................................................................................
21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS......................................... 33
3.1 Kerangka Konsep..........................................................................................
33
3.2 Hipotesis........................................................................................................
33
5.2 Pembahasan...................................................................................................
47
5.3 Keterbatasan Penelitian.................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
56
LAMPIRAN........................................................................................................
61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kontraindikasi ESWL.............................................................................
11
.................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 ..................................................................................... 10
Gambar 2.2 ..................................................................................... 10
Gambar 2.3 .....................................................................................
30
Gambar 2.4 Kerangka Teori............................................................ 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
13
mm Lithotripsy
Milimeter
BAB I
PENDAHULUAN
atau beberapa material keras yang terdapat di dalam tubulus ginjal, infundibulum,
pelvis ginjal, serta kaliks ginjal (Ridwan et al, 2015). Pembentukan batu dapat
dapat terjadi di berbagai tempat di ginjal, tetapi biasanya terbentuk pada dua
Di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu ginjal.
Penyakit ini termasuk dalam tiga penyakit terbanyak di bidang urologi selain
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah masing- masing sebesar 0,8%.
Prevalensi penyakit batu ginjal di NTB sendiri sebesar 0,3% (Riskesdas, 2013).
Penyakit batu ginjal jika dibiarkan akan berakibat fatal. Batu ginjal yang
dapat mengakibatkan kerusakan ginjal kronis dan bahkan beberapa sampai kepada
End Stage Renal Disease (ESRD). Demam juga dapat terjadi akibat adanya
sendiri merupakan suatu kasus kedaruratan di bidang urologi (Carter, 2011). Oleh
karena itu, terapi yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk menangani batu
ginjal.
Batu ginjal dapat ditangani dengan beberapa pilihan terapi. Pilihan
dipertimbangkan seperti ukuran, jenis, letak, dan jumlah batu, serta sudah ada
atau tidaknya komplikasi seperti infeksi saluran kemih bagian atas dan
hidronefrosis. Modalitas terapi yang dapat dilakukan jika batu tidak dapat keluar
secara spontan berupa penggunaan obat yang dapat melarutkan batu dan atau
tindakan medis seperti ESWL, PCNL, URS, dan pembedahan terbuka (Warli,
2013).
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan penanganan
yang sering dilakukan pada kasus batu ginjal. ESWL pertama kali diperkenalkan
pada awal tahun 1980 yang membawa suatu revolusi baru dalam penanganan
urolithiasis termasuk batu ginjal dan menyediakan suatu tindakan minimal invasif
yang hampir ideal (Warli, 2013). Selain minimal invasif, hasil dari ESWL cukup
menjanjikan dengan angka kesuksesan mencapai 90%. Oleh karena tindakan ini
3
minimal invasif dan angka kesuksesannya tinggi sehingga tindakan ini merupakan
medis yang lain. Komplikasi yang dapat terjadi setelah dilakukannya tindakan
ESWL antara lain: akumulasi sisa batu di ureter, renal hematom dan infeksi
bahkan sampai urosepsis (Turk et al, 2014). Menurut penelitian Abid, 2014,
dan jumlah batu serta frekuensi dan kekuatan shockwave (DAddessi, 2012).
Steinstrasse paling dipengaruhi oleh ukuran batu ginjal. Selain itu, adanya
saluran kemih pada keadaan tersebut sehingga dapat terjadi akumulasi sisa batu di
memiliki risiko komplikasi pasca tindakan yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Selain itu, saat ini di Mataram, Nusa Tenggara Barat belum ada penelitian untuk
evaluasi komplikasi pasca ESWL pada pasien batu ginjal yang mendapatkan
2015?
1.2.2.3 Bagaimana distribusi ukuran batu pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015?
1.2.2.4 Bagaimana distribusi hidronefrosis pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015?
1.2.2.5 Bagaimana distribusi steinstrasse pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015?
1.2.2.6 Apakah terdapat hubungan antara hidronefrosis dan ukuran batu ginjal
2015.
1.3.2.3 Mengetahui distribusi ukuran batu pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015.
1.3.2.4 Mengetahui distribusi hidronefrosis pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015.
1.3.2.5 Mengetahui distribusi steinstrasse pada pasien batu ginjal yang
tahun 2013-2015.
1.3.2.6 Membuktikan adanya hubungan antara hidronefrosis dan ukuran batu
dan terapinya.
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam
tubuli ginjal, infundibulum, pelvis ginjal, serta kaliks ginjal (Ridwan et al, 2015).
2.1.2 Epidemiologi
saluran urin, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lainnya yang
faktor intrinsik dan ekstrinsik (Purnomo, 2011). Faktor intrinsik itu antara lain :
perempuan.
D. Riwayat penyakit lain dan penyakit sistemik antara lain: hiperparatiroid, gout
6
8
C. Asupan air.
D. Diet.
E. Pekerjaan.
2.1.4 Patofisiologi
Batu saluran kemih termasuk batu ginjal biasanya timbul karena adanya
gangguan pada sistem keseimbangan pengaturan air dan zat-zat lain di ginjal.
Ginjal harus mengolah air, namun ginjal juga harus menyekskresikan materi yang
dalam adaptasi terhadap diet, iklim dan aktivitas (Burns, 2015). Secara teori batu
A. Teori supersaturasi
yang stabil dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan substansi urin
lainnya. Akibatnya, aktivitas ion bebas dari zat itu lebih rendah dari pada
konsentrasi kimiawinya, dan hanya dapat diukur melalui teknik tidak langsung.
Penurunan ligan seperti sitrat dapat meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah
dehidrasi atau melalui ekskresi yang berlebihan dari pada kalsium, oksalat, fosfat
sistin atau asam urat. Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan kerena fosfat dan
asam urat merupakan asam lemah yang akan meningkatkan konsentrasi zat pada
kristal-kristal diawali dari dalam ginjal. Agar kristal dapat terbentuk, urin harus
mencapai titik jenuh sehubungan dengan materi batu yang akan terbentuk, hal ini
B. Nukleasi
Batu terbentuk di dalam saluran kemih karena adanya inti batu (nucleus).
kejenuhan air melewati batas atas metastabil, kristal akan mulai ternukleasi.
Puing-puing sel dan kristal lain yang hadir di saluran kemih dapat berfungsi
sebagai template untuk pembentukan kristal, proses ini sering dikenal sebagai
C. Penghambat kristalisasi
Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk sebuah
batu yang mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak inhibitor poten pada
tetapi tidak berfungsi untuk penghambatan asam urat, sistin atau struvit.
10
A. Nyeri
terjadi kerusakan jaringan di dalam tubuh (Sherwood, 2012). Kolik ginjal dan
11
nyeri ginjal non- kolik adalah dua jenis nyeri yang berasal dari ginjal. Kolik ginjal
Sedangkan nyeri ginjal non-kolik karena adanya distensi dari kapsul ginjal.
selalu meradang dan datang bergelombang seperti nyeri kolik pada kolik usus
dan kolik empedu (Stoller, 2008). Nyeri kolik ginjal merupakan nyeri yang
intermiten yang menjalar ke pangkal paha, perut bagian bawah atau alat kelamin.
Nyeri sering di sertai rasa mual, muntah, disuria, dan hematuria (Carter et al,
2014).
B. Hematuria
hematuria yang jelas (gross hematuria yang intermiten) atau tak berwarna
C. Demam
Kejadian demam pada batu ginjal jarang terjadi. Demam dapat terjadi
karena ada hubungannya dengan infeksi pada saluran kemih akibat batu
A. Anamnesis
memperburuk atau meringankan rasa sakit, mual dan muntah yang berhubungan,
hematuria, dan riwayat keluhan yang sama. Pasien dengan batu sebelumnya
sering memiliki jenis keluhan yang sama seperti keluhan di masa lalu, tetapi
tidak selalu (Carter et al, 2014). Dan beberapa faktor risiko juga merupakan
pada pasien dengan konsumsi asam lemak jenuh, kosumsi diet kaya purin
batu ginjal.
5. Riwayat keluarga.
B. Pemeriksaan Fisik
posisi yang nyaman. Hal tersebut dapat membedakannya dengan kejadian nyeri
pada peritonitis yang cendrung tidak bergerak. Selain adanya nyeri costovertebral
ada juga ditemukan massa di abdomen akibat distensi atau hidronefrosis parah.
Komponen sistemik yang dapat dilihat berupa takikardi, berkeringat, mual dan
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
14
2. Pemeriksaan radiologi
a). Ultrasongrafi
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan alergi dengan kontras, faal ginjal yang
Pembuatan foto polos dapat menentukan besar, jumlah dan lokasi batu
sering ditemukan dibandingkan jenis batu lain. Sedangkan batu asam urat
kecil, dan batu yang tertutupi bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini
tidak dapat membedakan batu dalam ginjal atau batu di luar ginjal
opak maupun batu non-opak yang tidak dapat telihat pada foto polos
pasien dengan kolik ginjal akut. Metode ini lebih cepat dan murah
seperti IVP. Matriks batu dengan jumlah kalsium yang tinggi akan
mempermudah evaluasi oleh CT. Gambaran batu asam urat akan memiliki
gambaran yang tidak jauh berbeda dengan batu kalsium oksalat (Carter
et al, 2014).
IVP terdiri dari serangkian film polos yang diambil setelah pemberian
kemih bagian atas dan melokalisasi batu yang kecil maupun batu yang
2.1.7 Tatalaksana
16
A. Terapi konservatif
dapat keluar spontan dengan menggunakan obat-obatan dan cara lainnya tanpa
untuk ukuran batu ginjal kurang dari 5 milimeter, karena diharapkan batu dapat
B. Tindakan urologi
Indikasi untuk melakukan tindakan urologi adalah batu ginjal dengan ukuran
memungkinkan batu keluar spontan, batu ginjal yang menyebabkan nyeri yang
tidak menghilang, hidronefrosis permanen, adanya infeksi, batu staghorn dan ada
harus dipertimbangkan seperti letak, ukuran, jenis, dan jumlah batu, serta sudah
ada atau tidaknya komplikasi seperti infeksi saluran kemih bagian atas dan
hidronefrosis.
2.1.8 Komplikasi
saluran kemih sebelah atas dalam berbagai bentuk seperti hidronefrosis dan
17
perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat
terjadi gagal ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal
didesain untuk bekerja dengan ketelitian tinggi dalam waktu yang cepat serta
dapat menangani banyak sampel sekaligus secara otomatis. Alat ini telah
kejut adalah gelombang tekanan yang berenergi tinggi yang dapat dialirkan
melalui udara maupun air. Ketika berjalan melewati dua medium yang berbeda,
sama. Oleh karena air dan jaringan tubuh memiliki kepadatan yang sama,
gelombang kejut tidak merusak kulit dan jaringan dalam tubuh. Batu saluran
kemih memiliki kepadatan akustik yang berbeda, dan bila dikenai gelombang
kejut, batu tersebut akan pecah, Setelah batu terfragmentasi, batu akan keluar dari
digunakan, yaitu :
A. Generator elektrohidrolik
dihasilkan oleh percikan air. Voltase yang tinggi diberikan pada dua elektroda
yang berhadapan dengan jarak 1 mm. Voltase yang tinggi tersebut menyebabkan
air menguap pada ujung elektroda. Selanjutnya gelombang kejut yang terbentuk
difokuskan pada batu, dengan meletakkan elektroda pada suatu fokus dan
elektroda lain pada target fokus. Dengan ini, mayoritas gelombang kejut yang
dihasilkan oleh elektroda akan mengenai batu pada F1. Kekurangan generator
elektrohidrolik ini adalah tekanannya yang berfluktuasi dan daya hidup elektroda
yang singkat.
B. Generator elektromagnetik
silinder atau datar. Gelombang yang datar akan difokuskan oleh sebuah lensa
parabolik. Prinsip kerja generator ini cukup sederhana, yaitu sebuah shock
tube yang diisi air mengandung 2 plat silinder yang dipisahkan oleh lembaran
pelindung. Ketika arus listrik dikirimkan ke satu atau kedua konduktor, gerakan
plat terhadap air dan sekitarnya menghasilkan suatu gelombang tekanan. Tenaga
difokuskan pada satu titik fokal dan diposisikan terhadap target (Pearle et al,
Keuntungan lainnya adalah pajanan terhadap tubuh pada daerah yang luas
menyebabkan nyeri yang minimal. Titik fokal yang kecil dengan energi yang
besar meningkatkan efektifitas dari pemecahan batu (Pearle et al, 2012). Akan
tetapi, hal ini juga meningkatkan risiko hematoma subkapsular sekitar 3,1-3,7%
menurut Dhar (2004) dalam Pearle (2012). Hematoma perinefrik juga terjadi pada
C. Generator piezoelektrik
konvergen. Generator ini dibuat dari elemen barium titanate yang kecil dan
Keuntungan dari generator ini adalah fokus yang akurat, dan kemungkinannya
untuk dilakukan tindakan tanpa anastesi karena kekuatan energi yang tendah pada
kulit saat gelombang kejut memasuki tubuh. Oleh karena itu, litotripter
dengan litotripter lain, akan tetapi dikarenakan volume dari piezoelektrik yang
kecil maka energi yang dihantarkan menjadi berkurang (Pearle et al, 2012).
Tindakan ESWL hanya dapat dilakukan pada batu dengan lokasi ginjal
dan ureter. Lebih dari 90% batu pada orang dewasa dapat ditatalaksana
dengan ESWL. ESWL merupakan pilihan utama terapi pada batu proksimal ureter
dengan ukuran dibawah 10 mm. Tingkat kesuksesan tindakan ESWL untuk batu
lower calyx dan ureter memiliki tingkat fragmentasi 60-70%. Akan tetapi,
tingkat kesuksesan juga ditentukan oleh komposisi batu dan pelaksanaan ESWL
Kehamilan Aneurisma
Perdarahan Obesitas
2.2.4 Komplikasi
seperti :
A. Steinstrasse
B. Urosepsis
C. Renal haematoma, baik simtomatik atau asimtomatik
D. Bakteriuria pada pasien batu tanpa infeksi
E. Dysrhythmia
F. Haematoma limpa dan hati (Turk et al, 2014).
2.3 Steinstrasse
Pecahan batu yang terbentuk setelah ESWL biasanya dapat lewat secara
ESWL saat ini digunakan di seluruh dunia untuk banyak indikasi medis dan pada
pasca ESWL menjadi tidak jarang. Meskipun steinstrasse pada kebanyakan pasien
dapat hilang secara spontan dan tanpa gejala, namun pada beberapa pasien lain
dapat timbul gejala klinis berupa nyeri kolik, obstruksi, dan infeksi (Sayed et al,
BAB III
3.2 Hipotesis
hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara hidronefrosis dan
ukuran batu ginjal dengan komplikasi pasca ESWL di Rumah Sakit Harapan
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dan analitik dengan desain case control
yang diamati secara retrospektif. Dikatakan deskriptif dan analitik karena peneliti
komplikasi pasca ESWL dan hubungan ukuran batu ginjal dengan komplikasi
pasca ESWL. Desain case control adalah observasi dengan cara melihat data ke
belakang yaitu dengan menggali dampak atau efeknya, kemudian dari dampak
dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari rekam medis. Retrospektif
target pada penelitian ini adalah rekam medis pasien yang menderita batu ginjal
adalah rekam medis pasien yang menderita batu ginjal dan mendapatkan terapi
terjangkau, yaitu rekam medis penderita batu ginjal yang mendapatkan terapi
ESWL di Rumah Sakit Harapan Keluarga Mataram selama periode tahun 2013-
sampling, yang merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik, yaitu
penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien batu ginjal yang mendapatkan
terapi ESWL di Rumah Sakit Harapan Keluarga Mataram periode Januari 2013-
Desember 2015.
batu ginjal yang mendapatkan terapi ESWL di Rumah Sakit Harapan Keluarga
diteliti pada penelitian ini adalah rekam medis pasien batu ginjal yang
Mataram
b. Mendapatkan terapi ESWL
c. Dalam periode Januari 2013 sampai Desember 2015
4.3.4 Kriteria Eksklusi
a. Informasi dalam rekam medis yang kurang lengkap untuk setiap variabel
yang diteliti
[ ]
Z + Z
n=
0,5 ln
1+r +3
1r
Keterangan:
Z= 1,64
Z= 1,28
[ ]
1,64+1,28
n=
0,5 ln
1+0,4 + 3 = 50,20 dibulatkan menjadi 50
10,4
kepustakaan (Umam, dkk., 2013). Peneliti menetapkan nilai alfa sebesar 5%,
hipotesis dua arah, sehingga Z = 1,96, nilai beta sebesar 10%, maka Z =
1,28, dan selisih minimal rerata yang dianggap bermakna (X1-X2) ditetapkan
42 orang.
a. Hidronefrosis
b. Ukuran batu ginjal
29
a. Usia
Usia yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah usia pasien yang
menderita batu ginjal yang tercatat pada rekam medis. Alat ukur yang
skala numerik.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani dan rohani yang membedakan diri
seseorang. Alat ukur yang digunakan yaitu rekam medis. Cara pengukuran
rentang diameter batu <5, 5-19, 20 dalam satuan milimeter (mm). Skala
oleh adanya obstruksi di traktus urinarius. Alat ukur yang digunakan yaitu
rekam medis. Cara pengukuran dengan observasi. Hasil pengukuran yaitu ada
batu ginjal dalam ureter setelah tindakan ESWL. Alat ukur yang digunakan
yaitu ada atau tidak ada. Skala pengukurannya merupakan skala kategorik.
tabel dan grafik serta dianalisis dengan bantuan perangkat lunak komputer.
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis bivariat. Sebelum
dianalisis, data terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Jika data terdistribusi
normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson sedangkan
jika data tidak terdistribusi normal maka uji korelasi yang digunakan adalah uji
korelasi Spearman (Dahlan, 2009). Apabila didapatkan p < 0,05 berarti uji
statistik bermakna dan jika p > 0,05 berarti tidak bermakna. Apabila kedua data
yang dianalisis merupakan data nominal, maka uji statistik yang digunakan adalah
uji Lambda.
Penelitian
BAB V
1. ABC
34
BAB VI
6.1 Simpulan
6.2 Saran
1. Bagi
5
4
35
DAFTAR PUSTAKA
36