Anda di halaman 1dari 217

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN GANGGUAN RESPIRASI KANKER PARU
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
DI RSUP PERSAHABATAN
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

PUJI RAHARJA SANTOSA


1206303512

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JULI 2015

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN GANGGUAN RESPIRASI KANKER PARU
DENGAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
DI RSUP PERSAHABATAN
JAKARTA

Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

PUJI RAHARJA SANTOSA


1206303512

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JULI 2015

i Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
ii Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji pada Program
Pendidikan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Depok, 06 Juli 2015

Pembimbing I

Agung Waluyo, SKp., MSc., PhD

Pembimbing II

I Made Kariasa, SKp., MM., MKep., Sp. KMB

iii Universitas Indonesia


Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
KATA PENGANTAR

Alhamdu lillahi Rabbil „ālamiin, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,
sehingga atas kemurahan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil
Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan
Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Respirasi Kanker Paru Dengan Pendekatan
Model Adaptasi Roy Di RSUP Persahabatan Jakarta”, yang tidak terlepas pula
dari jasa, bimbingan, pengarahan, dukungan serta bantuan dari semua pihak. Oleh
karenanya, pada kesempatan ini saya sebagai penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Seluruh pasien, yang secara sukarela, percaya dan ikhlas kepada mahasiswa,
sehingga asuhan keperawatan yang diberikannya, mampu memberikan
sumbangsih yang besar dalam terselenggarannya proses belajar ini. Semoga
hasil ini membawa manfaat dan kemajuan bersama.
2. Bapak Agung Waluyo, SKp., MSc., PhD, selaku pembimbing I (supervisor
utama) yang dengan penuh ketekunan, kesabaran dan keikhlasan memberikan
petunjuk dan bimbingan.
3. Bapak I Made Kariasa, SKp., MM., MKep., Sp. KMB, selaku pembimbing II
yang telah banyak meluangkan waktunya dalam melakukan bimbingan
dengan ketekunan dan penuh rasa tanggung jawab serta yang selalu
memberikan motivasi.
4. Ibu Sri Purwaningsih, SKp., MKes., selaku pembimbing klinik yang selalu
bersikap sabar, tanpa mengenal letih dalam memberikan bimbingan dan
dengan gigihnya memperjuangkan kegiatan residensi, sekalipun dengan
mempertaruhkan dedikasinya di rumah sakit.
5. dr. Mohammad Ali Toha, Mars., selaku Direktur Utama RSUP Persahabatan
yang telah memberikan ijin pelaksanaan KIA di RSUP Persahabatan.
6. Almarhum Bapak dan Almarhumah Ibunda tercinta, yang semasa hidupnya
selalu memberikan motivasi, doa restu demi cita-cita anaknya.
7. Istri tercinta (Ratna Kusumawati) dan anak – anakku tersayang (Panji Akbar
Athallah dan Insan Roja Athallah) yang selalu mendoakan dan selalu menjadi
penyemangat dalam menyelesaikan laporan KIA ini.

v Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


8. Mbak-mbak (Sri Rastuti, Sri Budiyati, Sri Sunarti, Sri Haryati, Sri Kadarini)
dan Mas-mas (Alm. Purwoko Budiyanto, Mardiyanto, Nanang) serta
keponakan (Rani, Lia, Yuli, Sandi, Anin, Gesit), yang selalu mendoakan,
menyemangati dan memberikan bantuannya dalam menyelesaikan studi ini.
9. Teman-teman seperjuanganku Magister Keperawatan Medikal Bedah,
terutama di kekhususan respirasi, yaitu Shanti Farida Rahcmi, Juhdehliana
Sihombing, Seven Sitorus dan pihak-pihak lain yang telah memberikan
semangat sehingga terselesaikannya laporan ini.
10. Dan pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu yang juga
memiliki andil yang besar dalam terselesaikan studi di FIK – UI.

Demikianlah ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak, semoga segala
kebaikan yang sudah Bapak/Ibu/Sdr/Sdri lakukan digantikan dengan segala
kemuliaan dan keberkahan dari Allah SWT, Amien YRA. Penulis juga menyadari
bahwa laporan yang dibuat ini masih terdapat kekurangannya, dengan segala
kerendahan hati dan dengan hati yang lapang, menantikan segala kritik dan saran
dalam rangka perbaikan – perbaikan pada penulisan di masa mendatang.

Depok, 6 Juli 2015

Penulis

Puji Raharja Santosa

vi Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
vii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


viii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i


Halaman Pernyataan Orisinalitas .................................................................. ii
Halaman Persetujuan ..................................................................................... iii
Halaman Pengesahan .................................................................................... iv
Kata Pengantar .............................................................................................. v
Abstrak ..................................................................................................... vii
Abstract ..................................................................................................... viii
Daftar Isi ..................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................. 4
1.2.1 Tujuan Umum ....................................................... 4
1.2.2 Tujuan Khusus ...................................................... 5
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................ 5
1.3.1 Pelayanan Keperawatan ........................................ 5
1.3.2 Pendidikan Keperawatan ...................................... 6
1.3.3 Pengembangan Profesi Keperawatan .................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 7
2.1 Kanker Paru-Paru .............................................................. 7
2.1.1 Definisi .................................................................. 7
2.1.2 Etiologi .................................................................. 7
2.1.3 Klasifikasi ............................................................. 8
2.1.4 Tanda dan Gejala .................................................. 9
2.1.5 Komplikasi ............................................................ 9
2.1.6 Patofisiologi .......................................................... 12
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................ 12
2.1.8 Klasifikasi Berdasar Sistem T – N - M ................. 15
2.1.9 Tata Laksana ......................................................... 17
2.2 Konsep Model Adaptasi Roy (MAR) ................................ 18

ix Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


2.1.1 Elemen Model Adaptasi Roy ................................ 18
2.2.2 Mode Adaptasi Roy ............................................... 23
2.2.3 Proses Keperawatan Berdasarkan Model
Adaptasi Roy ......................................................... 26
2.3 Penerapan Tindakan Keperawatan Berbasis
Bukti (EBN) ....................................................................... 35
2.3.1 Progressive Muscle Relaxation ............................. 35
2.3.2 Breathlesness or Dypsnea ..................................... 40
2.3.3 Gambaran Umum Penerapan Tindakan
Keperawatan Berbasis Bukti .................................. 41
2.4 Inovasi WSD Pionir .......................................................... 44
2.4.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety) .................... 44
2.4.2 Water Seal Drainage (WSD) ................................ 46
2.4.3 Peran Perawat ....................................................... 47
2.4.4 Modifikasi Water Seal Drainage (WSD Pionir) ... 55
BAB III PROSES RESIDENSI ............................................................... 57
3.1 Gambaran Kasus Kelolaan Utama .................................... 57
3.2 Penerapan Teori MAR pada Kasus Kelolaan Utama ....... 59
3.2.3 Tujuan Keperawatan ............................................. 68
3.2.4 Intervensi ............................................................... 69
3.2.5 Implementasi Keperawatan ................................... 70
3.3 Resume (terlampir) ........................................................... 74
3.4 Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti .............. 74
3.4.1 Persiapan Administratif ........................................ 75
3.4.2 Prosedur Teknis .................................................... 75
3.5 Kegiatan Inovasi Modifikasi WSD 1 botol
“WSD Pionir” .................................................................... 76
3.5.1 Fenomena Inovasi WSD 1 botol ........................... 76
3.5.2 Analisis situasi (Strength – Weakness –
Opportunity – Threats) .......................................... 79
3.5.3 Rencana Kegiatan Inovasi (terlampir) .................. 80
3.5.4 Persiapan kegiatan inovasi .................................... 80

x Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


3.5.5 Pelaksanaan Kegiatan Inovasi ............................... 80
3.5.6 Evaluasi ................................................................. 80
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 81
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Berdasarkan MAR .............. 81
4.1.1 Mode Adaptasi Fisiologis ..................................... 82
4.2 Pembahasan Resume ......................................................... 83
4.3 Pembahasan Penerapan Praktik Keperawatan
Berbasis Bukti (EBNP) ..................................................... 84
4.3.1 Karakteristik Pasien .............................................. 85
4.3.2 Distribusi tanda vital, nilai breathlessness dan
nilai kecemasan sebelum dilakukan tindakan
PMR (Pre Test) .................................................... 86
4.3.3 Distribusi tanda vital, nilai breathlessness dan
nilai kecemasan sebelum dilakukan tindakan
PMR (Post Test) ................................................... 87
4.4 Pembahasan Kegiatan Inovasi .......................................... 88
BAB V KESIMPLAN DAN SARAN ................................................... 90
5.1 Kesimpulan ....................................................................... 90
5.2 Saran ................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Masa pembelahan sel kanker menurut Stephen G. Spiro ............. 9
Tabel 2.2 Klasifikasi atau sistem TNM Versi 7 UICC Tahun 2009 ............ 16
Tabel 4.1 Karakteristik Responden : umur, jenis kelamin, pekerjaan dan
diagnose medis Di RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2015 ..... 85
Tabel 4.2 Nilai tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan,
breathlessness dan tingkat cemas pada pasien kanker
paru sebelum diberikan latihan PMR Di RSUP
Persahabatan Jakarta Tahun 2015 .............................................. 86
Tabel 4.3 Nilai tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan,
breathlessness dan tingkat cemas pada pasien kanker
paru sebelum diberikan latihan PMR Di RSUP
Persahabatan Jakarta Tahun 2015 ............................................... 87

xii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram patofisiologi kanker paru dan terjadinya


effusi pleura .................................................................... 12
Gambar 2.2 Skematik Teori Model Adaptasi Roy ............................. 21
Gambar 2.3 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy ..................... 35

xiii Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Pengkajian Model Adaptasi Roy dan Resume


Lampiran 2 Evidence Based Nursing Practice
Lampiran 3 Kegiatan Inovasi WSD Pionir 1 Botol
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup

xiv Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


1

BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat
penulisan.
1.1 Latar Belakang
Makhluk hidup tidak kecuali manusia membutuhkan oksigen untuk proses
metabolisme sel melalui sistem pernafasan. Sistem pernafasan bertanggung jawab
terhadap proses pertukaran gas antara organisme dengan lingkungan, yaitu
pengambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida (Djojodibroto, 2013). Sistem
pernafasan membawa oksigen melalui jalan nafas ke alveoli jaringan paru, dimana
terjadi proses difusi ke kapiler untuk distribusikan ke jaringan (Black dan Hawks,
2009). Struktur sistem pernafasan adalah jalan nafas, saluran nafas dan paru.

Paru terletak di dalam rongga thoraks, bagian depan dibatasi oleh tulang
clavikula, sternum dan tulang costa, bagian belakang dibatasi oleh skalpula dan
vertebra torakalis. Rongga thorak dan rongga abdomen dipisahkan oleh suatu
septum berupa jaringan muskulotendineus yang disebut diafragma. Selain itu paru
dibungkus oleh pleura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis yang
melapisi dinding dada dalam hemi thoraks. Diantara kedua lapisan tersebut
terbentuk ruangan yang disebut rongga pleura. Paru terdiri dari dua bagian yaitu
paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terbagi menjadi 3 lobus, yaitu superior,
medial dan inferior. Sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus, yaitu superior
dan inferior (Brunner & Suddarth, 2002).

Faal paru dinyatakan normal apabila hasil kerja dari proses ventilasi, distribusi,
perfusi, difusi serta hubungan antara ventilasi (V) dan perfusi (Q) dalam keadaan
menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2 dan PCO2) normal, yaitu
keadaan jantung dan paru bekerja tanpa beban berat (Djojodibroto, 2013). Paru
sebagai satu – satu organ yang berhubungan dengan lingkungan, sehingga paru
memiliki kerentan terhadap pengaruh lingkungan, seperti polutan, asap rokok.
Faktor merokok tersebut sangat signifikan terhadap terjadinya gangguan sistem

1 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


2

pernafasan seperti penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan kanker paru (Black
dan Hawks, 2009). Menurut Sopori (2002) bahwa baik perokok aktif dan pasif
memiliki resiko terhadap kejadian kanker paru sekitar 80 – 90 %.

Kanker paru atau karsinoma paru adalah penyakit yang memiliki karakteristik
adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali dalam jaringan paru (Collins,
2007). Kejadian kanker paru dinyakini bahwa setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Berdasarkan data dari Lung Cancer Fact Sheet (LCFS) dan Centers
for Disease Control (CDC) bahwa di United Stated, jumlah penderita kanker paru
diawal tahun 2015 sekitar 402.326 orang, dengan kasus baru sekitar 221.200
orang. Angka kematian mengalami kecenderungan peningkatan sekitar 3,5 % dari
tahun 1999 – 2012 yaitu dari 152, 156 s.d 177.499 orang dan sebagai penyebab
kematian pertama setelah penyakit kanker prostat, payudara, kolorektal, dll. Data
dari Rekam Medis RSUP Persahabatan tahun 2008 s.d 2013, jumlah penderita
kanker paru (C.34) sekitar 333, 393, 578, 547, 669 dan 671 orang. Sementara
jumlah kematian sekitar 78, 81, 84, 129, 124 dan 104 orang dan kanker paru
sebagai penyebab kematian terbesar diantara penyakit baru lainnya.

Menurut Carmen (2010) bahwa kanker paru akan menimbulkan keluhan


Breathlessness, pain, anxiety dan fatigue. Hal ini akan memberikan kontribusi
terhadap berkurangnya tingkat keberhasilan penatalaksanaan penyakit serta
pencapaian kualitas hidup (Wilson, 2007). Selain itu pada kondisi lanjut, kanker
paru dapat menimbulkan terjadinya effusi pleura, yaitu akumulasi cairan di dalam
rongga pleura. Menurut Roberts, M. E., Neville, E., Berrisford, R. G., Antunes,
G., & Ali, N. J. (2010) bahwa kanker paru adalah tumor metastatik yang paling
umum ke pleura baik pada pria dan kanker payudara pada women. Penyakit
kanker paru dan kanker payudara akan berlanjut terjadi efusi pleura sekitar 50 -
65% dari semua efusi ganas lainnya.

Dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada penyakit gangguan


respirasi, terutama pada penyakit kanker paru sangat diperlukan tenaga kesehatan
yang profesional tidak terkecuali perawat. Keberadaan perawat profesional bukan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


3

hanya sebagai tuntutan namun sudah menjadi kebutuhan di masyarakat apalagi


dengan kemajuan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan. Pemikiran – pemikiran
inilah yang mendorong terlahirnya kebutuhan akan perawat spesialis atau clinical
nurse specialist (CNS). Menurut Jansen & Staufacher (2010) yang di maksud
dengan CNS adalah perawat yang benar – benar ahli dalam memberikan
pelayanan di klinik dengan pendekatan pengkajian status kesehatan, merumuskan
diagnosa, melakukan intervensi keperawatan tanpa meninggalkan upaya promotif,
preventif dan selalu meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan, menjadi
tempat berkonsultasi, berkolaborasi, berperan sebagai peneliti serta mampu
menjadi change agent (pihak pembaharu) dalam sistem kesehatan.

Berdasarkan fenomena di atas dan beberapa kajian literatur, penulis sebagai


mahasiswa residensi peminatan respirasi teraspirasi untuk dapat menjadi ners
spesialis. Oleh karena itu, penulis berupaya mengembangkan model teori
keperawatan, yaitu Model Adaptasi Roy pada gangguan sistem respirasi. Pasien
dengan gangguan sistem respirasi sering mengalami keluhan breathlessness.
Breathlessness terjadi sebagai akibat dari perjalanan suatu penyakit, antara lain
penyakit kanker paru. Dalam rangka menjalankan peran ners spesialis sebagai
peneliti, penulis bermaksud melakukan intervensi keperawatan mandiri berupa
Progressive Muscle Relaxation yang berdasarkan bukti ilmiah mampu mengotrol
breathlessness. PMR merupakan salah satu Complementary Alternatif Medis
(CAM), non-pharmakologi dan non-invasive yang dapat mengkondisikan otot-
otot tubuh menjadi relaksasi sampai tercapai keseimbangan kondisi tubuh
(homeostasis) dan penurunan respon breathlessness. Menurut Sermsak Lolak
(2008) Cit. Duma (2012) bahwa PMR memberikan efek yang positif terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada pasien gangguan pernafasan yang menjalani
rehabilitasi. Menurut Synder & Lindquist (2002) bahwa PMR memberikan efek
menurunkan permintaan konsumsi oksigen tubuh, menurunkan laju pernafasan,
laju metabolisme, ketegangan otot serta mampu meningkatkan hormon beta
endhorpine dan erkafalin, sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh
ditingkat seluler.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


4

Ketertarikan kedua, pada bulan Juli 2014 sampai dengan Maret 2015, saat
mahasiswa melakukan observasi, pada pasien yang terpasang WSD, baik pada
kasus kanker paru dengan efusi pleura ataupun kasus lainnya seperti
pneumothorak, empyema, hydropneumothoraks, muncul aspirasi untuk
melakukan inovasi terhadap WSD 1 botol yang digunakan saat ini dengan
mempertimbangkan aspek “ estetika, quality and safety”. Hal ini dikarenakan
bahwa terdapat 5 kasus “kejadian tidak diharapkan (KTD)” dari 81 kasus pasien
dengan terpasang WSD, dimana kelima kasus tersebut memiliki resiko masuknya
udara dari atmosfer ke dalam rongga thoraks, yang tentunya dapat membahanya
keamanan dan keselamatan pasien. Resiko lain adalah resiko terjadinya infeksi
nosokomial dari lingkungan luar yang diakibatkan karena lubang botol WSD
ditutup dengan kassa steril yang memungkinkan terjadinya tranfer kuman dari
lingkungan atau sebaiknya. Hal ini diperkuat dengan hasil temuan kultur tanggal
25 Maret 2015 dari pemeriksaan salah satu cairan dari botol WSD terdapat kuman
escherichia coli.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan analisis praktik residensi keperawatan medikal bedah pada
pasien gangguan sistem respirasi dengan pendekatan Model Adaptasi Roy di
RSUP Persahabatan Jakarta terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yang
akan diuraikan sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan analisis praktik residensi ini secara umum untuk memberikan
gambaran dan menjelaskan seluruh rangkaian kegiatan residensi tentang analisis
praktik residensi keperawatan medikal bedah pada pasien gangguan sistem
respirasi dengan pendekatan Model Adaptasi Roy di RSUP Persahabatan Jakarta,
penerapan praktik keperawatan berbasis bukti (evidence based nursing practiced)
dan penerapan inovasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan
rumah sakit dengan mengutamakan aspek estetika, quality and safety.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


5

1.2.2 Tujuan khusus


Tujuan khusus dari penulisan ini adalah melakukan analisis kegiatan praktik dari :
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan gangguan sistem respirasi dengan menggunakan pendekatan Model
Adaptasi Roy.
b. Peran dalam penerapan praktik keperawatan berbasis bukti atau evidence
based nursing practice (EBNP) di area peminatan respirasi setelah merujuk
dari berbagai literatur penelitian tentang Progressive Muscle Relaxation
(PMR) dalam mengontrol breathlessness pada pasien kanker paru.
c. Peran sebagai inovator dalam memunculkan gagasan tentang WSD 1 botol
(WSD Pionir) yang dinyakini memiliki kelebihan atau keunggulan dari aspek
1) estetika yaitu penampilan yang menarik dan indah; 2) quality and safety,
mampu mencegah resiko KTD, sehingga akan memberikan perbaikan mutu
pelayanan keperawatan dan pelayanan rumah sakit.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan analisis praktik residensi ini diharapkan mampu memberikan manfaat
terhadap pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan dan pengembangan
profesi keperawatan.

1.3.1 Pelayanan Keperawatan


Hasil analisis praktik residen ini dapat memberikan manfaat bagi pelayanan
rumah sakit terutama dari aspek pelayanan keperawatan, yaitu sebagai dasar
dalam mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem
pernafasan dengan menggunakan pendekatan Model Adaptasi Roy, memberikan
informasi kepada perawat dan sebagai stimulus dalam melakukan penerapan
tindakan keperawatan yang berbasis pembuktian ilmiah sehingga mampu
melakukan setiap tindakan keperawatan berbasis bukti dan kemampuan dalam
melakukan inovasi – inovasi lainnya. Dengan demikian kualitas pelayanan
keperawatan akan selalu meningkat sesuai dengan harapan profesi dan
masyarakat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


6

1.3.2 Pendidikan Keperawatan


Hasil analisis praktik residen ini dapat menambah khasanah literatur (salah satu
rujukan bahan ajar), telaah dan diskusi saat pembelajaran tentang asuhan
keperawatan pada pasien gangguan sistem pernafasan dengan menggunakan
pendekatan Model Adaptasi Roy dan sebagai kajian mengenai penerapan tindakan
keperawatan mandiri yang berbasis pembuktian ilmiah terkini di area sistem
pernafasan.

1.3.3 Pengembangan Profesi Keperawatan


Hasil analisis praktik residen ini dapat menjadi salah satu wujud perbedaan sudut
pandang dalam perspektif mendalami teori – teori keperawatan dan sebagai suatu
kekuatan serta kebersamaan dalam mengembangkan penerapan teori keperawatan
terutama menggunakan pendekatan pada pasien gangguan sistem pernafasan
dengan Model Adaptasi Roy. Sehingga memperkaya keilmuan (body of
knowledge) dan menambah wawasan profesi keperawatan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan konsep kanker
paru, konsep Model Adaptasi Roy (MAR), konsep penerapan tindakan praktik
keperawatan berbasis bukti dan kegiatan inovasi.
2.1 Kanker Paru-Paru
2.1.1 Definisi
Tumor ganas atau kanker adalah sel tumor yang tumbuh dan berkembang secara
tidak terkontrol, menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian
tubuh yang lain (Jusuf, 2010). Kanker paru adalah penyakit yang memiliki ciri kas
perkembangan dan pertumbuhan sel secara tidak terkontrol di dalam jaringan
paru. Perkembangan dan pertumbuhan dari jaringan paru ini dapat menyebar ke
luar paru, jaringan yang berada dekatnya atau organ lain. Proses ini yang disebut
proses metastase. Metastase akan berkembang dan tumbuh dengan cepat jika tidak
memperoleh tatalaksana secara cepat dan tepat (Collins, 2007). Kanker paru
didefinisikan secara umum adalah semua jenis penyakit keganasan di jaringan
paru, yang mencakup keganasan paru itu sendiri ataupun keganasan yang
ditimbulkan dari luar jaringan paru. Kanker paru yang berasal dari epitel bronkus
atau bronchogenic carsinoma disebut kanker paru primer ganas (Yusuf, 2011).

2.1.2 Etiologi
Menurut Yusuf, 2010 bahwa penyebab dan proses terjadinya kanker paru belum
dapat dijelaskan secara pasti namun dimungkinkan karena 2 faktor, yaitu faktor
genetik (bawaan atau internal) dan pajanan (paparan atau eksogen). Kedua faktor
tersebut mengakibatkan kerusakan genetik DNA yang berdampak pada proliferasi
sel yang tidak terkontrol, menghambat program kematian sel dan menghambat
proses perbaikan DNA. Kerusakan yang terakumulasi memberikan celah bagi
peningkatan sel kanker (Brown, 2010).
Faktor genetik dimaknai bahwa riwayat anggota keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang menderita kanker paru memiliki kecenderungan memiliki penyakit
yang sama, sehingga perlu pertimbangan dalam melakukan deteksi dini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dudley, 2013 bahwa faktor keturunan

7 Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


8

memberikan pengaruh terhadap kejadian terjangkitnya kanker paru sebesar 8 –


14% dibandingkan penderita yang tidak memiliki riwayat keturunan.
Kemungkinan menderita atau risiko akan meningkat 2,4 kali pada individu
dengan keluarga yang memiliki riwayat penderita kanker paru sebelumnya di
salah satu anggota keluarga lainnya (Dudley, 2013).

Faktor eksogen, seperti merokok memiliki hubungan asosiasi kausal bukan


hubungan sebab akibat artinya bahwa setiap orang yang memiliki riwayat
merokok, memiliki resiko lebih besar dibandingkan dengan seseorang tanpa
riwayat merokok terhadap kejadian kanker paru sekitar 80 – 90 % (Sopori,
2002). Merokok terutama rokok memberikan andil yang besar terhadap
terjadinya kanker paru-paru. Berdasarkan penelitian Hecht, 2003 bahwa asap
rokok mengandung sekitar 60 jenis zat berbahaya dan sebagai bersifat
karsinogenik, seperti nikotine nitrosamine dan benzopyrene.

Menurut Yusuf (2010) bahwa salah satu upaya pencegahan terhadap kejadian
kanker paru dilakukan dengan cara kampanye berhenti merokok untuk
menghimbau kepada masyarakat agar berhenti dari kebiasaan merokok dan
keputusan tidak merokok atau menghentikan dari kegiatan merokok sebagai
bentuk keputusan yang tepat serta bijaksana karena menyelamatkan orang lain.
Jadi “stop merokok” dan “tidak merokok” sebagai tindakan pencegahan terbaik
agar terhindar dari kejadian kanker paru-paru. Bentuk pencegahan primer yaitu
mencegah seseorang “bukan perokok” untuk “tidak menjadi seorang perokok”,
sedangkan pencegahan sekunder adalah menghentikan seseorang perokok untuk
berhenti dari kegiatan merokok.

2.1.3 Klasifikasi
Komite kanker paru Amerika menetapkan klasifikasi berdasarkan bentuk dan
metastasenya dibagi atas karsinoma sel kecil paru-paru atau small cell lung
carsinoma (SCLC) dan karsinoma paru non-sel-kecil atau non - small cell lung
carsinoma (NSCLC) (Collins, 2007). SCLC mempunyai tingkat pembelahan yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


9

tinggi, cepat, lebih sensitif terhadap tindakan radioterapi dan sitostatika dan
memiliki kemungkinan kecil untuk dilakukan tindakan operasi.

Tabel 2.1
Masa pembelahan sel kanker menurut Stephen G. Spiro
Tipe histologis Masa pembelahan
Small (oat) cell atau sel kecil 29 hari
Large cell atau sel besar 86 hari
Epidermoid (squamous) atau sel epidermoid 88 hari
Carsinoma atau adenokarsinoma 161 hari
Sumber : Tabrani (2013)
Secara histopatologi bahwa kanker paru dapat dibagi atas small (oat) cell, large
cell, epidermoid (squamous), carsinoma (Tabrani, 2013).

2.1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala penyakit kanker tidak banyak berbeda dengan penyakit paru
lainya, yang berupa : batuk dengan dahak, atau batuk tanpa dahak (dahak putih
atau purulen), batuk bersifat persisten lebih dari 2 minggu dan tidak respon
terhadap obat batuk, batuk berdarah, keluhan sesak nafas, suara parau atau serak,
nyeri dada, sulit atau sakit menelan, bengkak atau tumbuh benjolan di pangkal
leher, sembab bagian muka dan leher, yang kadang disertai dengan rasa sakit
hebat. Adapun keluhan yang tidak khas sering dijumpai, seperti penurunan berat
badan (> 4 kg/6 bulan), penurunan nafsu makan atau hilang, demam turun naik
(hilang timbul), adanya (trombosis vena perifer, neuropatia dan hypertropic
pulmonary osteoartheopathy) yang disebut sindrom paraneoplastik (Yusuf,
2010).

Selain dari tanda dan gejala diatas, terdapat beberapa hal penting dalam rangka
melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan subyek yang memiliki risiko tinggi
yaitu laki – laki usia lebih dari 40 tahun dengan riwayat perokok, memiliki
riwayat bekerja atau tinggal di lingkungan industri tertentu juga perempuan
sebagai perokok pasif dengan salah satu gejala di atas atau subyek memiliki
riwayat keluarga dengan salah satu anggota keluarganya menderita penyakit
kanker paru (Yusuf, 2010).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


10

2.1.5 Komplikasi
Setiap penyakit pasti memberikan dampak atau komplikasi terhadap bagian tubuh
lainnya. Demikian halnya dengan kanker paru, menurut PDPI (2010) komplikasi
yang ditimbulkan sangat tergantung pada lokasi (letak), ukurang, jenis, dan
metastase dari sel kanker. Komplikasi tersebut antara lain :
2.1.5.1 Effusi pleura
Akumulasi cairan di dalam rongga pleura. Cairan pleura normalnya
merembes ke dalam rongga pleura dari pembeluh darah kapiler pleura
parietalis dan diserap kembali oleh pembuluh darah pleura viseralis dan
sistem limphatik (Black & Hawks,2009; Wuryantoro, 2012).

Banyak kondisi yang ikut berpengaruh terhadap terjadinya effusi pleura.


Menurut Black dan Hawks (2009) bahwa secara umum disebabkan oleh :
 Peningkatan tekanan hidrostatik sistemik, seperti pada penyakit gagal
jantung.
 Penurunan tekanan onkotik kapiler, seperti pada penyakit gagal ginjal,
gagal liver.
 Peningkatan permiabilitas dari membran kapiler, seperti pada penyakit
infeksi paru, trauma.
 Kegagalan fungsi limphatik, seperti pada penyakit tumor yang
menekan sistem limphatik atau sel tumor menginvasi lapisan pleura.

Pada keganasan effusi pleura terjadi melalui : invasi sel tumor pada
permukaan pleura; pleuritis yang disebabkan oleh inflamasi sekunder
akibat tumor; obstruksi limphatik atau pembuluh darah; erosi pembuluh
darah atau limfe sebagi pencetus peningkatan produksi cairan pleura;
invasi langsung sel tumor ke rongga pleura (Wuryantoro, 2012).

2.1.5.2 Sindrom vena kava superior (SVKS)


Sindrome vena kava superior terjadi karena massa menekan terhadap
aliran darah vena balik, ditandai dengan kesulitan bernafas, edema pada
lengan kanan dan wajah, distensi vena bagian leher dan nyeri dada. Berat

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


11

ringannya keluhan bergantung besar kecilnya dari masa dan besat


ringannya gangguan. Sehingga pada kondisi tertentu diperlukan tindakan
emergensi guna mengurangi keluhan (sesak nafas yang hebat), seperti
tindakan radioterapi (Black & Hawks,2009; PDPI, 2010).

2.1.5.3 Obstruksi bronkus


Sumbatan pada saluran pernafasan dapat dimanifestasikan dengan adanya
keluhan batuk, bunyi stidor, wheezing atau hoarsenes. Keluhan tersebut
akan diperberat pada saat terjadi mucus plug, sehingga perlu dilakukan
tindakan seperti broncoscopi dengan bronchial toilet sampai dengan
tindakan pemasangan stent (Black & Hawks,2009; PDPI, 2010).

2.1.5.4 Kompresi esofagus akan mengakibatkan gangguan menelan (dysphagia).


Keluhan ini dapat dikurangi dengan pemberian radioterapi (Black &
Hawks,2009; PDPI, 2010).

2.1.5.5 Hemoptisis
Batuk darah terjadi pada kanker paru jenis sel squamous dan kanker paru
sel kecil. Jika hemoptisis masih terjadi, diperlukan tindakan broncoskopi
untuk membebaskan perdarahan, mengevakuasi bekuan darah dan
menetahi sumber perdarahannya (Black & Hawks,2009; PDPI, 2010).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


12

2.1.6 Patofisiologi
2.1 Diagram patofisiologi kanker paru dan terjadinya effusi pleura

Faktor Endogen Faktor Eksogen


Laki – laki Merokok (pasif, aktif)
Usia > 40 tahun Faktor Risiko = (8-9) : 1
Genetik (2,4 X) Paparan polutan

Apoptosis terganggu ↑ cytokines, Proses proliferasi tidak


terkontrol

Tumor-
Kanker
↑↑↑↑↑ cytokines,

Benigna Maligna-menginvasi

Obstruksi Metastase

Saluran nafas Saluran cerna, dll Ke ekstra paru

Effusi pleura Pleura

Sumber : Black & Hawks, 2009; PDPI, 2010; Wibisono, 2010; Wuryantoro, 2012.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


2.1.7.1 X-rays dengan Foto thorak
Foto thorak dilakukan sebagai deteksi awal untuk membantu penegakan
diagnosis kanker paru. Pemeriksaan yang dilakukan berupa foto thorak
posterior-anterior/lateral (PA/L). Dari hasil foto thorak dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk mengenali adanya massa di rongga thorak
berukuran lebih besar dari 1 cm (> 1 cm), adanya tanda keganasan yang
berupa bagian pinggir dari masa berbentuk tidak beraturan. Selain itu
dapat mengenali gambaran metastasis intrapulmonar, effusi perikardium,
effusi pleura dan terjadinya invasi ke dinding dada.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


13

2.1.7.2 CT Scan thorak


Pemeriksaan ini lebih diminati untuk membantuk menegakkan diagnosa
penyakit kanker paru dibandingkan dengan X-rays dikarenakan jenis
pencitraan mampu memberikan informasi secara teliti yang kurang dari 1
cm (mampu mendeteksi masa yang berukuran lebih kecil dari 1 cm),
bentuk, lokasi dari masa dan mengenali tanda-tanda dari proses
keganasan, invasi ke bagian lain tanpa disertai gejala serta keterlibatan
dari kelenjar getah bening seperti : mediastinum, dinding dada (Lung
Cancer American Association, 2013).

2.1.7.3 Pemeriksaan radiologik lain


Apabila kanker paru sudah diduga mengalami metastase ke luar rongga
thorak dapat dipertimbangkan pemeriksaan CT Scan kepala, CT Scan
abdomen, bone scan/bone survey, Positron Emission Tomography
(Yusuf, 2010).

2.1.7.4 Sputum sitologi


Pemeriksaan diambil dari bahan sampel sputum yang dikumpulkan tiap
pagi, selama 3 – 5 hari (Lung Cancer American Association, 2013).
Sputum tersebut ditampung dalam wadah berisi alkohol 50% ( poliethilen
glikol). Selanjutnya dihomogenisasi dan dilanjutkan dengan sentrifugal.
Hasil dari sentrifugal, akan diambil sampel dari sedimen yang terletak di
dasar tabung (Yusuf, 2010). Pemeriksaan sputum sitologi dapat
memperoleh hasil walaupun pada foto thorak tidak tampak bayangan
massa atau yang disebut dengan istilah “occult lung cancer”
(Djojodibroto, 2013).

2.1.7.5 Bronkoskopi
Bronkoskopi merupakan prosedur intervensi yang biasa dilakukan oleh
bagian pulmonologi bagian intervensi dengan menggunakan alat yang
disebut bronchoscope, untuk dapat membantu dalam melakukan
visualisasi bagian saluran pernafasan dan menentukan lokasi massa.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


14

Selain itu jika diperlukan, dapat dilakukan pencucian (bilasan) bronkus


segmental satu persatu untuk mengetahui asal air cucian bronkus yang
memberikan hasil positif adanya keganasan (Djojodibroto, 2013).
Sehingga salah satu kelebihan dari tindakan bronkoskopi, membantu
mengenali sel – sel ganas pada pemeriksaan sitologi, sementara dari
pemeriksaan radiologi dinyatakan gambaran paru yang normal (Tabrani,
2013).

2.1.7.6 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) = biopsi jarum halus


FNAB merupakan prosedur pengambilan sampel dengan cara biopsi,
menggunakan jarum suntik berukuran kecil, yang sangat tipis. Jarum
suntik tetap melekat pada spuit, dengan maksud untuk menarik (aspirasi)
sejumlah kecil jaringan sebagai sampel, dan diharapkan sebagai jaringan
abnormal. Prosedur ini dilakukan apabila apabila biopsi intrabronkial
tidak bisa dilakukan.

2.1.7.7 Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)


TBNA sebagai tindakan aspirasi biopsi untuk memperoleh jaringan dari
lesi paru yang dapat dilihat/dipantau melalui tindakan bronkoskopi,
dilanjutkan dengan menusukkan jarum melalui dinding endobronkial.
Sampel yang diperoleh berasal dari karina atau trakea 1/3 bawah sebagai
bahan pemeriksaan sitologi.

2.1.7.8 Transbronchial Lung Biopsi (TBLB)


TBLB merupakan prosedur biopsi melalui bronkus untuk mencapai
jaringan paru karena adanya lesi kecil, yang terletak agak ke pinggir
(perifer). Biopsi Transbronchial memiliki kemampuan penegakkan
diagnosis sebesar 45,7 %, apabila dibandingkan dengan dengan bilasan
bronkus sebesar 43,8 %. Namun apa dilakukan secara kombinasi diantara
keduanya, memiliki keakurasian sebesar 64,7 % (Tabrani, 2013).
Tindakan ini disarankan pula dengan fluoroskopi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


15

2.1.7.9 Transthorasic Needle Aspiration (TTNA)


TTNA merupakan tindakan aspirasi biopsi yang dilakukan dengan
bantuan fluoroskopi atau USG atau dengan tuntunan CT-Scan, apabila
ukuran lesi > 2 cm dan terletak diperifer.

2.1.7.10 Transthorakal Biopsi (TTB)


TTB dilakukan jika TTNA tidak dapat dilakukan yang disebabkan karena
ukuran lesi kecil, sehingga dalam prosedur tindakan ini diperlukan alat
alat core biopsi dan dengan petunjuk CT-Scan (CT Quide). Biopsi
Transthorakal memiliki arti penting dalam mendeteksi tumor yang tidak
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sputum maupun bronkoskopi
(Tabrani, 2013).

2.1.8 Klasifikasi berdasar Sistem T-N-M


Stadium kanker paru adalah penilaian tingkat penyebaran kanker dari sumber
aslinya untuk membantu penentuan prognosis dan pengobatan potensi kanker
paru-paru. Staging menggunakan klasifikasi TNM. Hal ini didasarkan pada
ukuran tumor primer, keterlibatan kelenjar getah bening, dan metastasis jauh.
Setelah ini, menggunakan deskriptor TNM, dikelompokkan dalam kategori
stadium, mulai dari stadium 0 (Nol), IA (satu - A), IB, IIA, IIB, IIIA , IIIB dan
IV.

Klasifikasi kanker paru yang lain yaitu NSCLC dan SCLC, dua jenis umum
evaluasi staging adalah stadium klinis dan pementasan bedah. Stadium klinis
dilakukan sebelum operasi definitif. Hal ini didasarkan pada hasil studi
pencitraan (seperti CT scan dan PET scan) dan hasil biopsi.

Staging bedah dievaluasi baik selama atau setelah operasi, dan didasarkan pada
hasil gabungan dari temuan bedah dan klinis, termasuk sampling bedah kelenjar
getah bening dada.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


16

Tabel 2.2
Klasifikasi atau sistem TNM Versi 7 UICC Tahun 2009
Kategori Kriteria
Tumor Primer (T)
Tx Hanya diketemukan kepositifan sel kanker dari sitologi
sputum
Tis Tumor in situ
T0 Tidak tampak tumor
T1 Ukuran tumor ≤ 3 cm dan tidak terdapat gambaran invasif
pada mukosa pada bronkus lobus dari bronkoskopi
T1a Ukuran tumor ≤ 2 cm
T1b Ukuran tumor > 2 tetapi ≤ 3 cm
T2 Ukuran tumor > 3 cm atau ≤ 7 cm, tumor/lesi di bronkus
utama tetapi tumor atau lesi berjarak ≥ 2 cm dari distal
karina, invasi ke pleura viseralis, atelektasis atau
pemonitis obstruksi sebagian
T2a Ukuran tumor > 3 cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor > 5 cm tetapi ≤ 7 cm
T3 Ukuran tumor > 7 cm, tumor invasi ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinal, tumor atau lesi berjarak <
2 cm dari karina tetapi tidak mengenai karina, atelektasis
atau pnemonitis obstruksi total, lebih dari 1 noduler
dalam 1 lobus.
T4 Tumor sembarang ukuran invasi ke mediastinum,
jantung, pembuluh darah besar, karina, trakea, osefagus,
vetebra atau ada nodul lain pada lobus berbeda ipsilateral
Kelenjar Getah Bening (N)
Nx KGB tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada keterlibatan KGB
N1 KGB peribronchial ipsilateral, hilus ipsilateral
N2 KGB subkarina, mediastinal ipsilateral
N3 KGB peribronchial kontralateral, hilar mediastinal,
kontralateral, supraklavikula, sclene
Metastase Jauh (M)
M0 Tidak terdapat metastasis
M1 Didapat metastasis jauh
M1a Nodul lain pada paru kontralateral, nodul di pleura, efusi
pleura ganas, efusi pericardial
M1b Metastasis jauh
Sumber : Buku Pedoman tatalaksana kanker FK UI, 2010.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


17

2.1.9 Tata laksana


Hal yang mendasar dalam pengobatan kanker paru adalah dengan multi modaliti
terapi dan multidisiplin ilmu, maknanya bahwa dalam pengobatan kanker paru
tidak dapat semata – mata dilakukan oleh satu jenis tindakan/terapi dan oleh satu
profesi keilmuan, namun sebaiknya dilakukan secara bersama. Selain itu bahwa
pengobatan kanker paru memerlukan sikap keterbukaan dan kejujuran tanpa
menghancurkan harapan dari pasien (Wibisono, 2013). Pengobatan pada
umumnya terdapat 3 modalitas terapi, setelah dilakukan penilaian dari jenis
histopatologi, performance penderita (tampilan umum penderita), fungsi ginjal,
hepar, hematologi dan sosial ekonomi serta fasilitas layanan kesehatan yang
tersedia (Yusuf, 2010). Tiga modalitas terapi adalah sebagai berikut :
2.1.9.1 Bedah
Dasar utama pembedahan adalah NSCLC (Non – Small Cell Lung
Cancer) atau kasus kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPBSK),
karena pada jenis kanker ini bersifat resisten terhadap radiasi dan
sitostatika (Tabrani, 2013). Pembedahan dilakukan pada kondisi tumor
yang terlokalisir, seperti segmenektomi, lobektomi, bilobektomi atau
pneumonektomi. Apabila operasi dilakukan pada stadium I, memiliki
harapan hidup 5 tahun sebesar 60 %; apabila dilakukan pada stadium II,
memiliki harapan hidup yang lebih rendah lagi (Tabrani, 2013). Pada
stadium III A, indikasi operasi (reseksi) yang masih dapat dilakukan,
namun sebaiknya dilakukan tindakan kemoterapi neoadjuvant terlebih
dahulu (POI, 2010). Hal penting sebelum pembedahan adalah tolerensi
penderita, diuji dengan uji faal paru atau pemeriksaan analisa gas darah
(Yusuf, 2002).

2.1.9.2 Radioterapi
Radioterapi diindikasikan : 1) pada pasien yang tidak mau dilakukan
tindakan operasi atau pada kondisi stadium III-A karena tindakan operasi
tidak dapat dilakukan (inoperable), sehingga radioterapi menjadi bagian
dari kemoradioterapi neoadjuvant (NSCLC), hal ini dipertimbangkan
untuk menekan proses metastasenya. ; 2) sebagai terapi paliatif terhadap

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


18

gejala – gejala obstruksi dan hemoptisis (Tabrani, 2013). Dosis


radioterapi yang biasa digunakan berkisar 5000 – 6000 cGy dalam 5
hari/minggu, atau setiap radioterapi diberikan dosis berkisar 200 cGy.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pasien sebelum menjalani
radioterapi adalah : nilai hemoglobin di atas 10 g%, nilai trombosit di
atas 100.000/dl dan nilai leokosit di atas 3000/dl (Yusuf, 2002). Adapun
efek samping dari radioterapi berupa esofagitis (Tabrani, 2013).

2.1.9.3 Kemoterapi
Kemoterapi sebagai salah satu modalitas pengobatan kanker paru yang
dapat diberikan pada semua kasus kanker paru, mulai dari stadium dini
(I dan II) karena berdasarkan pertimbangan medis tidak memungkinkan
dilakukan operasi atau karena pasien menolak dilakukan operasi. Namun
pada stadium lanjut kemoterapi merupakan modalitas pilihan utama
dalam pengobatan kanker paru. Syarat utama kemoterapi yang harus
ditentukan adalah jenis histopatologis dari sel kanker dan performence
(tampilan). Syarat tampilan : 1) berdasarkan skala WHO, tampilan ≤ 2
artinya cukup aktif (terlampir-2); 2) berdasarkan skala Karnosfky, harus
lebih dari nilai 60 artinya cukup aktif (terlampir-2) (Yusuf, A., 2002).

2.2 Konsep Model Adaptasi Roy


2.2.1 Elemen Model Adaptasi Roy
Model konseptual keperawatan sangat dipengaruhi oleh pandangan ahli
keperawatan, salah satunya adalah Sister Calissta Roy yang lebih dikenal dengan
nama “Roy”. Roy dilahirkan di Los Angeles, tanggal 14 Oktober 1939. Teori
keperawatan yang dikembangkan adalah model adaptasi Roy dibawah mentorship
Dorothy E. Johnson. Konsep Model Adaptasi Roy terletak pada asumsi keilmuan
(scientific assumtions) dan asumsi philosofi (philosophic assumtions). Asumsi
keilmuan yang dijadikan landasan oleh Roy, sebelumnya sudah dikenalkan oleh
VonBertalanffy’s (1968). Sementara asumsi philosofi telah diperkenalkan
sebelumnya oleh Helson (1964). Pengembangan lebih lanjut dari asumsi philosofi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


19

yang berfokus pada hubungan (mutualitas) individu dengan individu lainnya,


masyarakat dan Tuhan.

Asumsi keilmuan ini didasarkan dari aspek “humanism” dan “veritifity”.


Humanism merupakan sebuah konsep pemahaman dari aspek philosofi dan
psikologi yang mengakui individu dan dimensi subyektif pengalaman manusia
sebagai pusat pengetahuan dan nilai. Hal ini mengandung arti bahwa manusia
diyakini sebagai individu dan kelompok, berbagi dalam kekuatan kreatif,
berperilaku secara sengaja, bukan sebagai hubungan sebab akibatdan tetap
menjaga integritas serta menyadari kebutuhan setiap hubungan. Veritifity sebagai
prinsip dari sifat manusia yang menegaskan tujuan keberadaan atau eksistensi
manusia secara umum. Konsep veritivity, diyakini bahwa manusia di masyarakat
yang dilihat dalam konteks tujuan keberadaan manusia, kesatuan tujuan manusia,
aktivitas dan kreativitas untuk kebaikan bersama, dan nilai serta makna hidup.

Faktor asumsi yang menjadi konsep utama dalam model adaptasi Roy, yaitu
manusia sebagai sistem adaptasi, lingkungan, kesehatan dan tujuan keperawatan.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut
2.2.1.1 Manusia sebagai sistem adaptasi
Sistem adalah seperangkat bagian yang berhubungan dengan
kelangsungan fungsi secara keseluruhan dan fungsi ini memiliki
hubungan saling ketergantungan. Sistempun dapat dipandang sebagai
pengalaman input, output, kontrol dan proses umpan balik. Input pada
individu dalam bentuk stimulus. Stimulus diartikan sebagai sesuatu yang
menimbulkan respon. Stimulus sebagai akibat interaksi antara individu
dengan lingkungan, baik internal atau eksternal (Roy, 2009).

Roy (2009) menjelaskan bahwa individu adalah sebagai sistem adaptasi.


Setiap individu memiliki proses internal yang berperan dalam
mempertahankan integritas atau keutuhan individu dari gangguan. Proses
internal yang dimaksud secara luas dikategorikan menjadi sub sistem
regulator dan sub sistem kognator. Sub sistem regulator meliputi proses

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


20

fisiologis seperti faktor kimiawi, neurologi dan endokrin dengan peran


mengatasi atau memenuhi tubuh dari setiap perubahan lingkungan yang
terjadi. Misalnya, individu mengalami ancaman mendadak, ketakutan,
stres, dll. Respon individu secara fisiologis akan mengalami peningkatan
hormon adrenalin. Sub sistem kognator meliputi proses berfikir dan
respon emosi saat berinteraksi dengan lingkungan. Pada contoh individu
yang mengalami ancaman, individu akan berfikir dan mengontrol emosi
saat muncul perasaan cemas dengan cara yang aman.

2.2.1.2 Lingkungan
Roy (2009) menjelaskan lingkungan sebagai semua kondisi, keadaan
yang mampu memberikan pengaruh sekitarnya serta mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu atau kelompok. Definisi lain setelah
membandingkan dari berbagai bahasa (luas) tentang interaksi individu
dan lingkungan dari perspektif alam semesta berkembang lingkungan
sebagai komunitas biofisik makhluk dengan pola interaksi yang
kompleks, umpan balik, pertumbuhan dan penurunan, pada kurun waktu
tertentu (periodik) dan jangka panjang.

Menurut Model Adaptasi Roy, lingkungan secara specifik


diklasifikasikan sebagai stimulus focal, kontekstual dan residual.
Stimulus focal dimaknai sebagai stimulus internal atau eksternal yang
akan segera direspon/dikonfrontir oleh sistem adaptasi manusia. Stimulus
kontekstual dimaknai sebagai semua jenis stimulus yang muncul pada
situasi tertentu yang akan memberikan kontribusi terhadap efek stimulus
focal. Stimulus residual dimaknai sebagai faktor lingkungan dari dalam
atau luar manusia yang memberikan pengaruh terhadap sistem adaptasi
manusia secara tidak jelas.

Selanjutnya dalam model ini, proses utama untuk mekanisme koping


ditentukan oleh sub sistem kognator dan regulator pada individu.
Kemudian akan dihasilkan perilaku individu ke level adaptasi, yaitu

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


21

integreted, compensatory atau compromised. Integreted adalah level


adaptasi yang mana struktur dan fungsi pada proses kehidupan bekerja
sesuai dengan kebutuhan manusia secara utuh. Compensatory adalah
level adaptasi dimana cognator dan regulator telah diaktifkan dengan
tantangan untuk proses kehidupan integreted. Compromised adalah level
adaptasi yang dihasilkan dari proses kehidupan yang tidak memadai dari
integrated dan compensatory (adaptasi bermasalah).

Gambar 2.2 Skematik Teori Model Adaptasi Roy


Sumber: Roy, S.C. (2009). The Roy Adaptation Model.(3rd Ed.). Pearson: New Jersey

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


22

Berdasarkan skematik teori Model Adaptasi Roy dapat dijelaskan bahwa


sistem adaptasi individu (manusia) sangat dipengaruhi oleh individu,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Keempat faktor tersebut saling
dipengaruhi dan saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor
yang lainnya serta berkesinambungan, tidak terputus sampai dengan
individu meninggal dunia. Pada saat terjadi interaksi antara individu
dengan lingkungan, tubuh akan menerimanya sebagai stimulus, fase ini
yang disebut input. Selanjutnya individu akan meresponnya dengan
mengaktifkan fungsi regulator dan kognator, guna memikirkan dan
bersikap terhadap stimulus yang diterimanya. Aktivitas dari fungsi
regulator dan koqnator akan dimanifestasikan oleh individu ataupun
kelompok dengan indikator perilaku fisik-physiologis, konsep diri, peran
dan interdependensi Fase ini yang disebut dengan control atau coping
process. Selanjutnya akan dihasilkan perilaku individu atau kelompok
dalam bentuk perilaku integreted, compasatory dan compromized, fase
ini yang dinamakan tahapan output. Tahapan terakhir adalah feed back
atau umpan balik, dimana hasil adaptasi yang dilakukan oleh individu
akan dijadikan informasi kembali oleh individu tersebut (Roy, 2009).

2.2.1.3 Kesehatan
Kesehatan menurut WHO (1996) yaitu “A state of complete physical,
mental and social well being and not merely the absence of disease” atau
keadaan jasmani, rohani dan sosial yang sempurna dan bukan hanya
bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Konsep kesehatan menurut
Roy berhubungan dengan konsep adaptasi. Individu dipandang sebagai
sistem adaptasi yang berinteraksi dengan lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan. Kesehatan adalah refleksi dari interaksi individu dengan
lingkungan yang adaptif. Definisi kesehatan lainnya adalah sebagai
suatu proses dan suatu keadaan, untuk menjadi utuh dan terintegrasi
dengan cara yang mencerminkan kebersamaan interaksi antara individu
dan lingkungan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


23

2.2.1.4 Keperawatan
Pandangan Roy (2009) mengenai keperawatan adalah konsep utama dan
pertama yang dijelaskan. Keperawatan sebagai upaya adaptasi bagi
individu, kelompok, keluarga sehingga memberikan sumbangan dalam
menciptakan kondisi sehat, kualitas hidup dan pencapaian kematian yang
bermartabat. Keperawatan oleh Roy didefinisikan pula sebagai upaya
perlindungan, promosi, dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan,
pencegahan penyakit dan cidera, pengentasan penderitaan melalui
diagnosis dan pengobatan dari respon manusia, dan advokasi pada proses
perawatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat.

2.2.2 Mode Adaptasi Roy (MAR)


Roy mendiskripsikan individu dan kelompok sebagai sistem aadaptasi yang
mencakup 4 kategori model adaptasi yang dapat diamati sebagai berikut :
2.2.2.1 Mode fisiologi
Mode fisiologi meliputi proses fisik dan proses kimiawi dalam
menjalankan fungsi dan aktivitas kehidupan makhluk hidup. Dasar
perilaku fisiologi menggunakan pengetahuan anatomi dan fisiologi
manusia juga patofisiologi mendasar dari suatu penyakit. Perawat akan
mengenali proses compensatory ataupun compromized setelah perawat
memahani tentang pengetahuan proses tubuh secara normal. Lima
kebutuhan diidentifikasi ke dalam mode fisiologi yang berhubungan
dengan integritas fisiologi adalah :
a. Oksigenasi (oxygenation)
Kebutuhan oksigen meliputi persyaratan oksigen yang harus dipenuhi
sebagai kebutuhan dasar kehidupan, mulai dari proses ventilasi,
pertukaran das dan transpot oksigen.
b. Nutrisi (nutrition)
Kebutuhan nutrisi mencakup proses secara utuh, yaitu digesti, ingesti,
asimilasi dan metabolisme makanan, persediaan energi, pembangun -
membentuk sel atau jaringan dan regulasi proses metabolisme.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


24

c. Eliminasi (elimination)
Kebutuhan eliminasi meliputi proses fisiologi dari pengeluaran
sampah metabolisme, yang utama melalui saluran pencernaan dan
perkemihan.
d. Aktivitas dan istirahat (activity and rest)
Kebutuhan proses keseimbangan kebutuhan mobilitas, istirahat –
tidur terhadap fungsi optimal kebutuhan fisiologis tubuh dengan tetap
memperhatikan komponen pemulihan dan perbaikan.
e. Perlindungan (Protection)
Kebutuhan perlindungan meliputi proses pertahanan tubuh yang
specifik, non specifik dan respon imun.
Selain lima kebutuhan dasar di atas, terdapat empat kebutuhan komplek
yang perlu dipertimbangkan dalam proses adaptasi model ini :
a. Indera (senses)
Proses penginderaan meliputi kemampuan penglihatan, pendengaran,
perabaan, pengecapan dan penciuman sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan. Respon nyeri juga bagian dari komponen ini.
b. Cairan, elektrolit, kesembangan asam – basa (fluid, electrolyte, acid –
base balance)
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan cairan, elektrolite, keseimbangan
asam – basa dari intraseluler, ekstraseluler dan fungsi sitemik.
c. Neurologi (neurologic)
Kebutuhan ini meliputi kemampuan mengontrol, berkoordinasi
gerakan tubuh, kesadaran, proses pikir – emosi juga kemampuan
mengontrol dari aktivitas organ.
d. Endokrine (endocrine)
Proses endokrin meliputi pengeluaran hormon, fungsi integasi dan
koordinasi dari masing – masing fungsi tubuh, termasuk respon stres.

2.2.2.2 Mode konsep diri


Konsep diri merupakan gabungan dari kenyakinan dan perasaan yang
dihadirkan pada individu itu sendiri pada waktu tertentu dan dibentuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


25

atas persepsi internal dan persepsi lainnya yang akan mempengaruhi


individu dalam berperilaku. Menurut Roy bahwa konsep diri memiliki
komponen physical self (body sensation dan body image) dan personal
self (self consistency, self ideal, moral-ethical-spriritual self). Body
sensation dijelaskan bagaimana seseorang itu merasakan keadaan fisik
dirinya. Body image dijelaskan bagaimana individu memandang fisik
dirinya, dicontohkan dalam bentuk pernyataan “I look like I haven’t slept
in a week”, artinya saya terlihat seperti belum tidur seminggu. Self
consistency yaitu upaya individu mempertahankan dirinya agar selalu
berada dalam keseimbangan. Self ideal yaitu kenyakinan seseorang
dalam berperilaku yang dipengaruhi oleh moral-ethical-spriritual self.
Self ideal dicontohkan dlam pernyataan “I know I can figure out how to
add photos to my power point presentation”, artinya “Aku tahu, aku
dapat mencari cara untuk menambahkan foto ke presentasi power point
saya”. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk memiliki dasar
pengetahuan tentang model konsep diri untuk menilai perilaku dan
stimulus yang mempengaruhi konsep diri seseorang (Roy, 2009).

2.2.2.3 Mode fungsi peran


Peran adalah sebagai unit fungsi masyarakat dan setiap keberadaannya
selalu berhubungan dengan yang lainya. Peran didefinisikan pula sebagai
satu pengharapan tentang bagaimana seseorang berperilaku saat
menduduki satu posisi terhadap seseorang menduduki posisi lainnya.
Sedangkan peran dalam kelompok didesin untuk memberikan dukungan
kepada pencapaian misi kelompok atau tugas dan fungsi yang
berhubungan kelompok itu (Roy, 2009; Tommy & Aligood, 2010).

2.2.2.4 Mode interdependen


Mode interdependen berfokus pada hubungan kedekatan individu dengan
individu lainnya atau individu dengan kelompok. Banyak hal yang dapat
diberikan pada ikatan hubungan ini. Hubungan interdependen melibatkan
perasaan kemauan dan kemampuan saling memberi dari yang satu

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


26

kepada yang lainnya, seperti rasa cinta, hormat menghormati, nilai,


perasaan saling menjaga/memelihara, keahlian, kepemilikan, waktu dan
bakat. orang-orang yang memiliki keseimbangan, kenyamanan dalam
hubungan ini akan merasa dihargai dan didukung oleh orang lain, dan
dapat mengungkapkan hal yang sama untuk orang lain (Roy, 2009;
Tommy & Aligood, 2010).

2.2.3 Proses Keperawatan Berdasarkan Model Adaptasi Roy (MAR)


Proses keperawatan yang digambarkan oleh Roy berhubungan langsung dengan
sistem adaptasi manusia. Proses keperawatan menurut Model Adaptasi Roy,
terdiri dari 6 tahapan, yaitu pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosa,
tujuan, intervensi dan evaluasi keperawatan. Penerapan Model Adaptasi Roy ke
dalam asuhan keperawatan gangguan sistem pernafasan terutama pada kasus
kanker paru. Kanker paru berkembang ketika sel-sel ini bermutasi dan
berkembang biak secara berlebihan. Jaringan paru yang terpapar oleh sel kanker
tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya, yaitu sebagi tempat bertukar antara
oksigen dan karbon dioksida. Selanjutnya, sel-sel tumor tumbuh dan menginvasi
jaringan sekitar paru. Hal ini akan membatasi ekspansi lobus yang terkena kanker
dan mengganggu pertukaran gas. Selain itu, saluran pernafasan juga
memungkinkan diinvasi oleh sel kanker, sehingga menghalangi aliran udara yang
masuk. Berdasarkan dari patofisiologi tersebut, peran perawat dapat membantu
pasien untuk mencapai keadaan adaptif dengan pendekatan proses keperawatan
menggunakan MAR, sebagai berikut :
2.2.3.1 Pengkajian (1) perilaku dan Pengkajian (2) stimulus
Mode adaptasi fisiologi
a. Oksigenasi
Pengkajian perilaku, hal yang perlu dikaji meliputi aspek ventilasi,
pertukaran gas dan distribusi gas, yaitu : ada tidaknya perubahan pola
nafas (dypsnea, orthopnea, cheyne-stokes, kussmaul’s), perubahan
frekuensi nafas (takipnea, bradipnea, apnea, hipoventilasi,
hiperventilasi), nafas cuping hidung, pursed lip breathing,
penggunaan otot nafas tambahan (retraksi dinding dada),

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


27

penyimpangan sumbu trakea, asimetris dinding dada, ada tidaknya


masa tumor yang terlihat di daerah dinding dada (ukuran), ketinggalan
gerak dinding dada, perubahan bunyi nafas (stridor, wheezing,
vesikuler melemah), dapat batuk atau tidak, jika ada batuk (kering,
produktif), sputum (warna, bau, konsistensi), hemoptisis, kesulitan
berbicara, gelisah/kebingunan (penurunan kesadaran), sianosis, CRT
(< 3 detik), distensi vena cava (nafas pendek, bengkak bagian leher
dan wajah), venektasi. Perubahan tanda vital tekanan darah, nadi,
suhu, frekuensi pernafasan, saturasi oksigen. Perubahan nilai
laboratorium : hemoglobin, analisa gas darah, foto thoraks, CT-scan
(Roy, 2009; Black & Hawks, 2009; Nanda, 2012).

Pengkajian stimulus
Data yang dapat dimunculkan dari pengkajian stimulus, seperti :
riwayat penyakit saat ini dan sebelumnya, struktur muskuloskeletal,
fungsi otot pernafasan, fungsi pusat kontrol pernafasan, benda asing di
jalan nafas, riwayat merokok (indeks Brighman), patologi penyakit
lain, hemodinamik tidak stabil, aktivitas, alergen, stres, ketinggian
tempat, perubahan suhu dan lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan kerja serta riwayat penyakit keluarga (Roy, 2009; Black &
Hawks, 2009).

b. Nutrisi
Pengkajian perilaku
Nutrisi berperan dalam memelihara jaringan tubuh, unsur
pertumbuhan dan penyediaan egergi. Pada proses metabolisme, selain
membutuhkan oksigen, tubuh juga memerlukan nutrisi sebagai
energinya. Sehingga faktor nutrisi juga perlu dikaji pada pasien
dengan gangguan sistem pernafasan. Hal yang perlu dikaji terkait
dengan nutrisi: pola makan, sensasi lidah (pengecap), mual, muntah,
diare, perubahan nafsu makan, kesulitan mengunyah, kesulitan
menelan (Dysphagia) atau sensasi kesakitan menelan, riwayat alergi

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


28

makanan dan penurunan berat badan. Data klinis dan laboratorium


meliputi lingkar lengan atas (LLA), IMT (18 – 22 Kg/m2), kadar
protein serum (albumin, transferin), hemoglobin dan hematokrit (Roy,
2009; Black & Hawks, 2009).

Pengkajian stimulus
Hal yang perlu perhatikan : struktur dan fungsi saluran pencernaan
(keutuhan gigi, lidah dll), persyaratan nutrisi (umur, jenis kelamin,
fungsi endokrine dll), ketersediaan makanan (sosial ekonomi),
pengetahuan tentang fungsi nutrisi (tanpa mengesampingkan aspek
agama, etnik, status kesehatan, vegetarians), dan konsumsi obat –
obatan yang mempengaruhi proses ingesti dan digesti (Roy, 2009;
Black & Hawks, 2009).

c. Eliminasi
Pengkajian perilaku
Hal yang perlu diperhatikan pada pengkajian perilaku meliputi :
karakteristik faeces/urine (jumlah, warna, konsistensi, bau, frekuensi),
bunyi peristaltik usus, sensasi nyeri saat b.a.b/b.a.k. Data laboratoium
yang mendukung pada pemeriksaan faeces yaitu ada tidaknya gross
blood, kuman (bakteri, virus, parasit). Data laboratorium yang
mendukung fungsi perkemihan yaitu urine lengkap (kadar glukose,
ketone, darah, protein, RBC, bilirubin, kristal, WBC, sel epitel. Dari
pemeriksaan darah yaitu ureum, creatinin (Roy, 2009; Nanda, 2012).

Pengkajian stimulus
Hal yang perlu diperhatikan : riwayat homeostasis, diet , asupan
cairan, lingkungan sekitar, nyeri, pola kebiasaan, ketidaknyamanan/
stres, penyakit penyerta dan obat – obatan yang dikonsumsi (Roy,
2009; Nanda, 2012).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


29

d. Aktivitas dan istirahat


Pengkajian perilaku
Hal yang perlu diperhatikan : perasaan – perasaan yang berhubungan
dengan keletihan, perasaan kurang energi, ketidakmampuan
menjalankan fungsi sehari – hari, termasuk didalamnya kebutuhan
tidur dan istirahat akibat dari kanker paru tersebut (Roy, 2009).

Pengkajian stimulus mengenai kondisi fisik (gangguan sistem


muskuloskeletal), kondisi psikologis, lingkungan, status mental dan
kebiasaan individu untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan tidur
(Roy, 2009).

e. Proteksi
Pada pasien kanker tidak terkecuali kanker paru memiliki resiko untuk
terjadinya infeksi. Area infeksi yang paling memungkinkan adalah
faring, kulit, perianal, saluran perkemihan dan pernafasan. Hal yang
perlu dikenali adalah tanda – tanda infeksi (demam, bengkak,
kemerahan, nyeri, fungsio lease/drainange) sampai dengan sepsis.
Data laboratorium seperti WBC (leokositosis, leukopenia) (Roy, 2009;
Brunner & Suddarth, 2002).

Pengkajian stimulus meliputi faktor lingkungan, psikologis, nutrisi,


riwayat sistem pertahanan tubuh dan tindakan invasif yang dilakukan
terhadap pasien.

f. Sensasi
Pengkajian perilaku
Pengkajian perilaku dapat dilakukan dengan menilai kemampuan
penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan dan penciuman
sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan. Pengkajian juga
dapat mengenai perasaan nyeri mungkin yang berkaitan dengan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


30

malignansi dari jenis sel kanker. Pengkajian nyeri dapat dilakukan


dengan observasi ataupun dengan wawancara langsung. Mengkaji
nyeri memperhatikan aspek Provoke-Quality-Region-Scale-Time atau
dengan VAS nyeri (Brunner & Suddarth, 2002; Roy, 2009).

Pengkajian stimulus ini berupa persepsi/ pengalaman nyeri pasien,


perasaan takut, kegelisahan, respon marah dan isolasi sosial.

g. Cairan dan elektrolit


Pengkajian perilaku
Pengkajian disini untuk mengetahui kualitas dari cairan intravaskular,
interstisial dan atau intraselular yang mengarah pada kekurangan atau
perubahan dari cairan dan elektrolit, meliputi rasa haus, keletihan,
perubahan turgor kulit, perubahan tanda vital (nadi meningkat,
tekanan darah menurun, peningkatan suhu), perubahan pengisian
kapiler, perubahan status mental, perubahan jumlah urine output,
konsentrasi urine, penurunan berat badan. Kondisi tersebut juga
dipengaruhi oleh keadequatan oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas
dan neurologi. Data laboratorium : urine lengkap (warna, berat jenis
urine), hematokrit meningkat, analisa gas darah, Na, K, Cl, Mg dan Ca
(Roy, 2009; Nanda, 2009).

Pengkajian stimulus yang diperlukan tentang mekanisme pengaturan


tubuh, obat – obatan yang dikonsumsi, status pertumbuhan dan
perkembangan, jenis kelamin dan lingkungan (Roy, 2009).

h. Fungsi neurologi
Pengkajian perilaku
Pasien dengan kanker paru yang sudah mengalami metastase jauh
(serebral, tulang belakang) sangat mungkin sekali menyebabkan
penderita mengalami destruksi neurologis. Pengkajian neurologis
dapat dilakukan dengan mengkaji tingkat kesadaran pasien baik secara

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


31

kuantitatif dan kualitatif, nyeri kepala/ pusing, muntah, adanya


kelemahan dan penurunan kekuatan otot, gangguan fungsi kognitif
(disorientasi orang, waktu, tempat) dan sensorik. Data klinis dan
penunjang perubahan tanda vital (nadi, tekanan darah) apalagi dengan
disertai peningkatan tekanan intra kranial, hipertermi, CT – scan, MRI
(Brunner & Suddarth, 2002; Roy, 2009; Black & Hawks, 2009).

Pengkajian stimulus meliputi dampak penyakit yang dideritanya, nilai


analisa gas darah dan hemoglobin, status nutrisi, stres, aktifitas
istirahat, peran , konsep diri dan ketergantungan dalam keluarga.

i. Fungsi endokrin
Pengkajian perilaku
Sel kanker (paru) akan direspon tubuh sebagai agen stres. Oleh karena
itu tubuh akan melakukan kompensasi untuk hal tersebut. Pada
kondisi tertentu dimana tubuh gagal melakukan kompensasi sehingga
akan mengganggu kerja dari fungsi hormon seperti adrenal, tiroid,
insulin dan kortisol.

Pengkajian stimulus meliputi tingkat pertumbuhan dan perkembangan


keluarga, riwayat penyakit endokrin keluarga, konsumsi obat – obatan
kondisi lingkungan dan tingkat pengetahuan.

Mode konsep diri


Pengkajian perilaku dapat dilakukan dengan melakukan wawancara,
obserwasi dan pengkajian fisik pasien, seperti bagaimana cara
berpakaian, kerapihan, postur dan ekspresi muka. Pengkajian ini
diharapkan sesuai dengan komponen - komponen yang terdapat pada
konsep diri : physical self (sensasi diri, gambaran diri), personal self
(moral – etik – spiritual, self consistensy, ideal diri).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


32

Pengkajian stimulus dapat berupa perkembangan fisik apakah sesuai


dengan perubahan kemampuan dari fungsi tubuh, kemampuan berfikir
dan perkembangan moral sebagai bentuk perwujudan dari proses
perubahan dalam kehidupan, krisis kematangan, bagaimana individu
berinteraksi dengan individu lainya dan lingkungan berkaitan dengan
status sakit kanker paru.

Mode fungsi peran


Pengkajian perilaku yang berhubungan dengan mengidentifikasi dari
fungsi peran terkait peran pasien dalam keluarga sebagai peran primer
sebagai kepala keluarga (suami, orang tua), peran di lingkungan kerja
sebagai peran sekunder sebagai atasan atau bawahan dan peran di
masyarakat dimana pasien tinggal. Hal penting yang perlu dikaji adalah
tujuan atau orientasi dari setiap peran. Perubahan – perubahan peran
pasien akan terganggu pada saat pasien mengalami musibah seperti sakit.

Pengkajian stimulus meliputi pengetahuan, tingkat pendidikan,


kematangan, perkembangan proses berfikir, emosional dan lingkungan
sosial.

Mode fungsi interdependensi


Interdependensi diartikan sebagai bentuk dari hubungan kedekatan antara
individu dengan individu lainnya. Hubungan interdependen melibatkan
perasaan kemauan dan kemampuan saling memberi dari yang satu
kepada yang lainnya, seperti rasa cinta, hormat menghormati, nilai,
perasaan saling menjaga/memelihara, keahlian, kepemilikan, waktu dan
bakat. Sehingga dalam pengkajian perilaku yang perlu dikaji seperti
orang yang berarti bagi pasien sebagai sistem pendukung (suami istri,
anak, cucu dll), tempat berdiskusi yang mampu memberikan dan
menerima nasihat.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


33

Pengkajian stimulus meliputi perubahan kehidupan, nilai harapan, konsep


diri pasien, kedekatan hubungan saat berinteraksi, kemampuan
berkomunikasi, keberadaan lingkungan dll.

2.2.3.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosis keperawatan didefinisikan dalam Model Adaptasi Roy sebagai
proses penilaian (as a judgement process) yang mengakibatkan
pernyataan menyampaikan status adaptasi dari individu atau kelompok.
Diagnosis keperawatan terutama sebagai proses berpikir kritis atau
penilaian yang diputuskan oleh perawat. Berbagai sistem klasifikasi dan
taksonomi yang telah dikembangkan memiliki tujuan khusus membantu
proses diagnosis keperawatan dengan menyediakan bahasa yang sama
untuk berkomunikasi bagi penilaian klinis perawat (the nurse’s clinical
judgment). Upaya telah dilakukan dengan memberikan nama pada
masalah yang berada dalam domain praktik keperawatan. Banyak buku
dan lembaga klinis saat ini menggunakan North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) sebagai sistem klasifikasi diagnosis
keperawatan (NANDA-International, 2007).

2.2.3.3 Tujuan keperawatan


Tujuan ditetapkan setelah perawat menilai perilaku, menilai stimulus
yang mempengaruhi perilaku dan telah mengidentifikasi diagnosis
keperawatan dari pengkajian yang telah dilakukan kepada individu atau
kelompok. Penetapan tujuan didefinisikan sebagai pembentukan
pernyataan yang jelas dari hasil perilaku asuhan keperawatan (outcomes
of nursing care). Tujuan umum intervensi keperawatan, seperti yang
didefinisikan sebelumnya, adalah untuk mempertahankan dan
meningkatkan perilaku adaptif dan mengubah perilaku yang tidak efektif
untuk adaptif. Langkah ke-4 dari proses keperawatan, penetapan tujuan,
melibatkan pernyataan hasil perilaku asuhan keperawatan yang akan
mempromosikan tahapan adaptasi. Beberapa penulis telah
mengembangkan sebuah buku pegangan yang mempadukan diagnosis

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


34

versi NANDA dengan NOC - NIC yang berbasis dari penelitian dan
intervensi keperawatan (Wilkinson, 2000). Pernyataan tujuan harus
menunjuk bukan hanya perilaku yang akan diamati tapi cara perilaku
akan berubah (seperti yang diamati, diukur, atau subyektif yang akan
dilaporkan) dan kerangka waktu disesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai. Kerangka waktu yang dimaksud adalah jangka pendek dan
jangka panjang.

2.2.3.4 Intervensi keperawatan


Menurut Roy (2009) bahwa tahapan ke-5 dalam asuhan keperawatan
menurut MAR adalah intervensi dan implementasi keperawatan.
Intervensi didefinisikan sebagai pemilihan pendekatan keperawatan
untuk mempromosikan tahapan adaptasi dengan mengubah stimulus atau
memperkuat proses adaptif. Perawat lebih baik memahami bagaimana
cara berfikir dan merasakan orang untuk membantu mempromosikan
kesehatan bagi individu atau kelompok melalui sistem cognator-
innovator.

2.2.3.5 Evaluasi keperawatan


Menurut Roy (2009) bahwa tahapan ke-6 dalam asuhan keperawatan
menurut MAR adalah evaluasi. Evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk
melakukan penilaian keefektivitasan dari intervensi keperawatan yang
telah dilakukan kepada individu atau kelompok. Penilaian dapat
dilakukan secara observasi, intuisi, pengukuran dan wawancara.
Intervensi keperawatan akan dinilai efektif jika perilaku individu atau
kelompok sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Apabila dari hasil
penilaian tidak sesuai dengan tujuan yang ditentukan, perawat perlu
melakukan pengkajian ulang (tahap 1).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


35

Gambar 2.3
Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy

2. Pengkajian stimulus

1. Pengkajian Perilaku 3. Diagnosis Keperawatan

Proses
coping

6. Evaluasi 4. Tujuan Keperawatan

5. Intervensi & Implementasi


Perilaku

Sumber: Roy, S.C. (2009). The Roy Adaptation Model.(3rd Ed.). Pearson: New Jersey

2.3 Penerapan Tindakan Keperawatan Berbasis Bukti (EBN)


2.3.1 Progressive Muscle Relaxation
2.3.1.1 Definisi
Progressive muscle relaxation adalah sebuah terapi melalui latihan
pergerakan pada kelompok bagian tubuh dengan cara menegangkan
(tense) dan merelakskan (relax) untuk mencapai keadaan tubuh yang
relaks. Menurut Synder & Lindquist (2002) mendefinikan PMR adalah
sebagai bentuk terapi melalui kegiatan pergerakan otot dengan
mengencangkan dan mengendurkan pada bagian-bagian tubuh dengan
harapan mencapai kondisi yang relaks.

2.3.1.2 Indikasi
Menurut Synder & Lindquist (2002) mengemukakan bahwa PMR dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami stres, kecemasan dan gangguan
fisik seperti pada penyakit asma, PPOK, kanker, gangguan jiwa atau
bahkan pada pasien yang akan menjalani prosedur tindakan tertentu.
Menurut Sermsak Lolak (2008) Cit. Duma (2012) bahwa PMR

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


36

memberikan efek yang positif terhadap penurunan tingkat kecemasan


pada pasien gangguan pernafasan yang menjalani rehabilitasi.

2.3.1.3 Manfaat
PMR mampu membantu dalam pencapaian kondisi tubuh yang relaks.
Relaksasi mampu memberikan respon pengaturan pernafasan menjadi
lebih teratur, menurunkan rasa nyeri, cemas, meningkatkan energi,
mengurangi kelelahan serta meningkatkan gairah. Hal ini dapat
meningkatkan motivasi, produktivitas, dan menurunkan kadar hormon
stres dan menurunkan tekanan darah. Manfaat yang lain bahwa relaksasi
sebagai sebuah proses aktif mental yang selalu siaga dan memberikan
tubuh relaks, baik dilakukan dalam keadaan terjaga, dapat dilakukan
dengan latihan serta tidak memberikan efek samping sebagaimana obat
kimia (Williams and Carey, 2003).

2.3.1.4 Efektifitas PMR terhadap breathlessness


Menurut Synder & Lindquist (2002) bahwa PMR memberikan efek
menurunkan permintaan konsumsi oksigen tubuh, menurunkan laju
pernafasan, laju metabolisme, ketegangan otot serta mampu
meningkatkan hormon beta endhorpine dan erkafalin, sehingga mampu
meningkatkan daya tahan tubuh ditingkat seluler.

2.3.1.5 Kontraindikasi PMR


Menurut Fritz (2005) bahwa latihan PMR tidak dianjurkan pada pasien
yang mengalami cedera, riwayat kejang otot, ketidaknyamanan
muskuloskeletal, penyakit infeksi, penyakit jantung atau sakit berat.

2.3.1.6 Gerakan
Relaksasi dengan menggunakan teknik PMR menekankan pada
penegangan (tense) dan mengendurkan (relax) kelompok otot. Pada saat
melakukan latihan, pasien berfokus pada kelompok otot kaki (telapak
kaki, betis, lutut, paha), perut, punggung, lengan (telapak dan lengan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


37

tangan), dagu, leher, bahu, wajah dan dahi. Pelaksanaan PMR rata-rata
dianjurkan secara teratur selama 20 - 25 menit tiap sesi, setiap hari
dilakukan 2 kali (pagi dan sore). Tahapan latihan PMR adalah sebagai
berikut :
a) Relaksasi dahi
 Angkat alis dan tegang otot-otot di dahi dan kulit kepala.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.
 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

b) Relaksasi rahang dan wajah


 Katupkan rahang dengan menggigitkan gigi bersama-sama.
 Tegang otot-otot di bagian belakang rahang.
 Tarik sudut mulut menjadi senyum ketat.
 Kerutkan jembatan hidung dan pejamkan mata.
 Tegangkan semua otot-otot wajah yang tertuju pada pusat wajah.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.
 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

c) Relaksasi dagu, leher, dan bahu


 Dekatkan dagu ke dada.
 Tarik bahu ke arah telinga.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


38

 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan


kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

d) Relaksasi lengan dan telapak tangan


 Putar telapak tangan menghadap ke bawah dan membuat tinju ketat
pada masing-masing tangan.
 Kencangkan kedua lengan dengan mempertahankan bentuk tinju.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

e) Relaksasi punggung
 Angkat punggung dari sandaran dan busungkan dada.
 Kontraksikan otot-otot di punggung.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapas saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

f) Relaksasi perut
 Perhatikan pergerakan perut (naik turun) setiap napas.
 Tarik napas, tekan pusar ke arah tulang belakang kemudian
tegangkan perut.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


39

 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan


kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

g) Relaksasi dari lutut dan paha atas


 Luruskan lutut dan pegang otot paha bersama-sama.
 Kontraksikan otot paha dan semua otot-otot kaki bersama – sama.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama
beberapa saat (10 detik).
 Tetap lakukan napas dalam.
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

h) Relaksasi kaki dan betis


 Fleksikan kaki Anda (tarik jari-jari kaki ke arah lutut).
 kencangkan/kontraksikan otot betis dan otot tungkai bawah.
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan beberapa
saat (10 detik).
 Lakukan nafas dalam.
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan
kendorkan bagian otot (10 detik).
 Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

i) Intensifikasi Relaksasi seluruh Tubuh


 Fokus pada relaksasi yang mengalir dari puncak kepala, wajah,
bawah bagian belakang leher dan bahu, lengan-tangan, dada-perut,
paha-lutut-betis, dan akhirnya ke pergelangan kaki dan kaki.
 Teruskan napas dalam selama beberapa menit dalam keheningan
 Relakskan semua anggota tubuh
 Buka mata kembali dan tetap bersemangat, segar, dan santai

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


40

2.3.2 Breathlesness or Dypsnea


2.3.2.1 Definisi
Secara umum Breathlesness or Dypsnea adalah kesulitan bernafas
sebagai bentuk perasaan subyektif atau yang berhubungan dengan suatu
penyakit atau sebagai dampak dari sensasi lain seperti nyeri, cemas
ditandai dengan terlihat adanya peningkatan laju pernafasan serta
kontraksi otot-otot pernafasan tambahan (Stenton, C., 2008; Tabrani,
2010).
2.3.2.2 Klasifikasi breathlessnes
Johnson, M. J., Currow, D. C., & Booth, S. (2014) bahwa breathlessness
dibagi dalam 4 tingkatan yang diukur menggunakan VAS for
breathlessness, yaitu : skor 0 yakni pasien tidak memiliki keluhan sesak
nafas, tidak ada pembatasan saat melakukan aktivitas sehari – hari,
frekuensi pernafasan 12 – 20 x/menit. Skor 1 – 3 yakni pasien merespon
sesak nafas sebagai keluhan ringan, sesak nafas dirasakan saat
melakukan aktivitas yang melebihi aktivitas sehari – hari, frekuensi
pernafasan 21 – 24 x/menit. Skor 4 – 6 yakni pasien merespon sesak
nafas sebagai keluhan sedang, sesak nafas dirasakan saat melakukan
aktivitas sehari – hari, frekuensi pernafasan 25 – 28 x/menit. Skor > 7
yakni pasien merespon sesak nafas sebagai keluhan berat pada semua
kondisi, frekuensi pernafasan > 28 x/menit.
2.3.2.3 Mekanisme breathlessness or dypsnea
Pernafasan adalah proses yang terjadi tanpa disadari atau dikontrol.
Usaha bernafas disadari saat ada suatu masalah. Banyak kondisi akut
yang menyebabkan terjadinya sensasi breathlessness atau dypsnea.
Dypsnea bukan sebagai sensasi tunggal dan mekanisme dypsnea sendiri
belum dapat dijelaskan secara baik. Sebagaimana sensasi nyeri, dypsnea
dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti situasi latihan, hypoxia,
kondisi pengobatan (peningkatan airway resistance, penurunan
complience, peningkatan work of breathing), nyeri, kondisi asidosis,
ketidaknyamanan emosi, exciting, kecemasan serta penyakit lain.
Dypsnea memiliki dua dimensi yaitu sensory dan affective, dan keduanya

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


41

bebas untuk dilakukan identifikasi pada situasi klinik. Peningkatan


stimulus afferen pada komplek pernafasan dari berbagai reseptor
(kemoreseptor, proprioreseptor, atau emosi) sehingga meningkatkan
efferent neural drive ke otot pernafasan. Selain itu stimulus pada jaras
afferent yang lain dapat memberikan kontribusi seperti bronkospasm,
inflamasi, hipertensi pulmonal atau edema paru.

Pada final persepsi dypsnea berhubungan dengan traffic neural.


Keduanya “sense of effort” sebagai usaha menguatkan keperluan untuk
mengatasi mekanisme ketidakleluasaan atau kelemahan otot; dan “urge
to breath” sebagai dorongan untuk bernafas karena hipoxia,
hipercapnea, airway compression, kecemasan memberikan kontribusi
pada persepsi global dypsnea. Terdapat polimorphism dalam neurotraffic
pada beberapa pasien yang menghasilkan neurotraffic yang lebih besar
yang dapat menimbulkan “panic attacks”. Selain itu oral atau parenteral
opioids menurunkan dypsnea pada pasien dengan penyakit berat saat
diberikan anti depressan tertentu (juzar ali, 1999).

2.3.3 Gambaran Umum Penerapan Tindakan Keperawatan Berbasis Bukti


Evidence Based Nursing Practice dipilih berdasarkan pada : penelitian yang
dilakukan oleh Bredin (1999) dengan judul “Multicentre randomised controlled
trial of nursing intervention for breathlessness in patients with lung cancer”.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
keperawatan dalam mengontrol breathlessness pada pasien dengan kanker paru.
Design penelitian menggunakan multicentre randomised controlled trial.
Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah Progressive Muscle Relaxation
(PMR) dengan mengkombinasikan dengan Psychosocial Support. Penelitian
dilakukan di 6 rumah sakit United Kingdom. Responden didapatkan sebanyak 119
orang dengan diagnosa medis kanker paru (small cell or non small cell lung
cancer or mesothelioma), baik yang menjalani kemoterapi atau radioterapi atau
kedua-duanya.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


42

Responden yang sudah menyatakan kesediannya dalam penelitian dibedakan


dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada kedua kelompok
dilakukan evaluasi menggunakan tools yang sudah ditentukan pada awal sebelum
intervensi dilakukan, 4 minggu dan 8 minggu sesudahnya. Mengingat bahwa
breathlessness dipengaruhi banyak faktor, oleh karenanya peneliti melakukan
evaluasi pada penelitian ini menggunakan visual analog scale (VAS) untuk
breathlessness, visual analog scale (VAS) untuk anxiety, dan WHO performance.
Kesimpulan dalam penelitian didapatkan kondisi yang terkontrol atau perbaikan
pada kelompok intervensi setelah mengikuti program breathing intervention
dinilai dari respon breathlessness, status penampilan dan kondisi fisik dan emosi
pasien.

Menurut Chan (2010) melakukan penelitian dengan judul “Managing Symptoms


in Patients with Advanced Lung Cancer During Radioterapy : Results of a
Psychoeducational Randomized Controlled Trial”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji efektifitas dari intervensi psychoeducational terhadap
respon kecemasan, breathlessness, dan fatigue dibandingkan dengan perawatan
biasa. Pada program ini peneliti melakukan kombinasi antara edukasi dan latihan
PMR. Responden sebanyak 140 orang yang dibagi dalam dua kelompok (kontrol
dan intervensi), dilakukan pretest-post test dan metode randomized controlled
trial. Pada kelompok kontrol diberikan latihan dan praktik PMR, diskusi tentang
tanda dan gejala dan tujuan serta harapan dari latihan PMR. Durasi setiap
pertemuaan sekitar 20 – 40 menit. Guna mendapatkan efek optimal dari latihan
PMR, latihan dilakukan setiap hari selama 3 – 6 minggu jika diperlukan. Data
dikumpulkan sebelum dilakukan intervensi, 3 minggu, 6 minggu dan jika
memungkinkan 12 minggu setelah post intervensi. Hasil penelitian dengan
menggunakan doubly multivariate terdapat perbedaan signifikan antara kelompok
kontrol dan intervensi yaitu a) breathlessness (p = 0,002); b) fatigue (p = 0,011);
functional ability (p = 0,000).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


43

2.3.3.1 Masalah (Problem)


Kecenderungan meningkatnya kasus kanker paru di RSUP Persahabatan
dari tahun ke tahun masih dapat ditemukan sampai dengan saat ini. Data
dari register Ruang Gema Soka Bawah RSUP Persahabatan pada tahun
2014, terdapat kasus kanker paru sekitar 362 pasien dan yang menjalani
kemoterapi sekitar 166 pasien (Register GSB RSUP Persahabatan, 2014).
Sekitar 20 % dari kasus kanker paru (kemoterapi dan radioterapi) yang
dirawat memiliki keluhan sesak nafas, merasakan nyeri, kelemahan dan
cemas.

Kanker paru sebagai salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat serta terarah baik dalam penegakan
diagnosa medis sampai dengan penentuan terapi yang diberikan (PDPI,
2011). Penyakit kanker paru dapat memberikan gejala sesak nafas bagi
pasien, demikian halnya efek dari pengobatan kemoterapi ataupun
radioterapi (Chan, 2010). Dari keluhan tersebut dokter akan memberikan
terapi yang tujuannya untuk menghilangkan keluhan secara symptomatis
sampai dengan mengobati penyebabnya, misal pemberian terapi oksigen,
inhalasi, pemberian metylprednisolon dan tindakan invasif pengeluaran
cairan pleura. Belum nampak satu intervensi keperawatan yang diyakini
aman dan terukur baik untuk mencegah timbulnya keluhan tersebut
bahkan mengatasi keluhan breathlessness. Mengingat pentingnya
mengatasi masalah breathlessness tersebut maka penulis tertarik untuk
melakukan penerapan EBN Progressive Muscle Relaxation pada pasien
dengan Kanker Paru.

2.3.3.2 Intervention/Treatment (I)


Intervensi utama bertujuan mencari intervensi keperawatan mandiri yang
aman dan terukur dalam mengontrol/menurunkan keluhan breathlessness
pada pasien kanker paru, dengan intervensi keperawatan yang berupa
Progressive Muscle Relaxation.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


44

2.3.3.3 Comparison (C)


Berdasarkan studi literatur terdapat intervensi keperawatan untuk
mengelola pasien kanker paru yang mengalami breathlessness dengan
intervensi Psychoeducational melalui kegiatan Progressive Muscle
Relaxation (Chan, 2010). Pada pelaksanaan EBN ini akan dilihat
perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Aspek
yang akan diukur rentang breathlessness (VAS), cemas (VAS) dan
penampilan perfomance (WHO atau Karnofsky). Pengukuran akan
dilakukan pada waktu sebelum kegiatan dilakukan dan 3 minggu pasca
intervensi.

2.3.3.4 Outcome (O)


Progressive Muscle Relaxation merupakan salah satu dari
complementary alternatif medis yang dapat dilakukan oleh perawat.
Adapun hasil yang diharapkan dari intervensi ini adalah pencapaian
kondisi relaks pada pasien, sehingga mempengaruhi keluhan
breathleshness sebagai akibat dari penyakit kanker paru atau efek
samping dari penatalaksanaannya.

2.4 Inovasi WSD Pionir


2.4.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)
2.4.1.1 Definisi
Menurut Kemenkes (2006), patient safety (keselamatan pasien) adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Patient safety meliputi bagian pengkajian resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.Patient
safety merupakan suatu sistem yang dapat dikembangkan sebagai suatu
upaya untuk melindungi pasien dan mengurangi risiko KTD.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


45

2.4.1.2 Tujuan
Menurut Kemenkes (2006) dan JCI (2013), tujuan dari patient safety
adalah sebagai berikut:
 Terciptanya budaya keselematan pasien di rumah sakit.
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
 Menurunkan kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

2.4.1.3 Strategi
Dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit, maka diperlukan
langkah-langkah strategi yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit.
Panduan Kemenkes untuk menuju keselamatan pasien diuraiken menjadi
tujuh langkah strategi sebagai berikut: 1) membangun kesadaran akan
nilai keselamatan pasien sebagai suatu hak pasien, 2) memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga, 3) keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan, 4) penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan
pasien, 5) peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,
6) mendidik staf tentang keselamatan pasien, 7) komunikasi merupakan
kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Dalam standar keselamatan pasien (patient safety) pada poin 4


disampaikan bahwa salah satu langkah strategi penggunaan metode-
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien. dalam uraian poin ini disampaikan
bahwa setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design)
yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


46

sesuai dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit


(Kemenkes, 2006).

Langkah strategi dapat dilakukan oleh rumah sakit dengan melakukan


suatu evaluasi kinerja berkesinambungan. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara mengidentifikasi pelaporan insiden, kebutuhan akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, dan keuangan dari institusi.
Hasil pengumpulan data didapatkan untuk membangun strategi serta
perubahan sistem yang diperlukan sehingga kinerja dan keselamatan
pasien terjamin.

2.4.2 Water Seal Drainage (WSD)


2.4.2.1 Definsi
Chest tube merupakan sebuah metode untuk memasukan selang ke dalam
rongga pleura untuk mengeluarkan udara, cairan, darah, atau nanah.Hal
ini juga membantu dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleural
dan ekspansi paru (Chawla, Jain, Kansal, 2012). Chest tube adalah nama
lain dari torakostomi atau WSD yang memiliki pengertian yaitu selang
yang dimasukkan ke dalam rongga pleura dengan tujuan untuk
mengeluarkan cairan dan udara (Soehardiman, 2010).

2.4.2.2 Indikasi
Indikasi pemasangan WSD menurut De Hert dan Keijzer (2012) diibagi
dua kondisi yaitu kondisi tidak emergensi dan kondisi emergensi :
 Kondisi tidak emergensi biasa dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura berulang (maligna dan non maligna), pengobatan dengan agen
sclerosis (pleurodesis), empyema, chylothorax, dan post operasi
(setelah torakotomi atau sternotomi).

 Kondisi emergensi biasa dilakukan pada kasus pneumothorak (tension


penumothorak, pneumotorak pasien yang terpasang ventilasi mekanik)
pada psien yang terpasang ventilasi mekanik maka tenakan positif

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


47

akan memkasa udara masuk ke dalam rongga pelura sehingga


menyebab tension pneumotorak (Ciacca, Neal, Highcook, Bruce,
Snowden, & O’Donnell, 2009) hemopneumotorak, rupture esophagus
dengan kebocoran gaster ke rongga pleura. Pada pneumotorak yang
didasari karena adanya penyakit atau trauma maka membutuhkan
drainase dada, pada pneumotorak persisten atau berulang seetelah
dilakukan aspirasi.

2.4.2.3 Prinsip WSD


Ada empat prinsip yang terdapat pada WSD (Wuryantoro, Nugroho, &
Saumar, 2012) yaitu gravitasi, tekanan negatif, suction, dan water
sealed.Pada prinsip gravitasi maka udara dan cairan mengalir dari
tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Sedangkan untuk
prinsip tekanan negatif, udara atau cairan dalam rongga pleura akan
menghasilkan tekanan positif (763 mmHg atau lebih), udara dan cairan
water sealed pada selang dada menghasilkan tekanan positif yang kecil
(761 mmHg). Prinsip yang ketiga adalah suction, suction merupakan
kekuatan tarikan yang diberikan lebih kecil dari tekanan atmosfir
(760mmHg) sehingga udara atau cairan berpindah dari tekanan yang
lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah, dan prinsip yang terakhir
adalah water sealed. Tujuan utama dari water sealed adalah membiarkan
udara keluar dari rongga pleura dan mencegah udara dari atmosfer masuk
ke rongga pleura. Botol diisi dengan cairan steril yang di dalamnya
terdapat selang yang ujungnya terendam sekurang-kurangnya 2 cm
dibawah permukaan air untuk mencegah hubungan langsung antara
rongga pleura dengan udara luar, sehingga memberikan batasan antara
tekanan atmosfer dengan subatmosfer (normal 754 – 758 mmHg).

2.4.3 Peran Perawat


Kondisi pasien dengan pemasangan WSD mempengaruhi kondisi fisiologis
maupun psikologis sehingga diperlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk
meningkatkan kesejahteraan pasien selama dalam perawatan WSD. Masalah

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


48

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang terpasang WSD diantaranya
adalah : nyeri, gangguan integritas kulit, risiko penyebaran infeksi dan risiko
cedera. Salah satu intervensi yang terdapat pada diagnosa risiko cedera adalah
menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien. Atas dasar
pertimbangan hal tersebut maka diperlukan manajemen perawatan WSD secara
baik. Pedoman klinis manajemen perawatan pasien yang terpasang WSD mulai
dari pasien disiapkan untuk insersi sampai dengan dilepasnya WSD, yang
bersumber dari Nottingham University Hospitals NHS Trust (Aston & Scothern,
2012) :

2.4.3.1 Persiapan Alat


 Memastikan informed consent telah diperoleh dari pasien. Rasional :
untuk meyakinkan bahwa pasien mendapatkan informasi seluruhnya
mengenai prosedur dan potensial risiko yang berkaitan dengan
prosedur.
 Mempersiapkan system drainage dan penggunaan tubing dengan
teknik aseptik. Rasional : untuk meminimalisir risiko infeksi.
 Mengisi botol drainase dengan air steril, pastikan akhir ujung dari pipa
2 cm dibawah permukaan air (water level). Rasional : untuk
memastikan bahwa udara tidak dapat memasuki kembali rongga
pleura.
 Jika diperlukan letakkan sistem pada dudukan. Rasional : untuk
meminimalkan risiko botol jatuh, pecah dan terjungkir.
 Memastikan kemudahan akses untuk menggunakan oksigen. Rasional
: dibutuhkan pada keadaan emergensi.
 Melakukan observasi dan mencatat denyut nadi, frekuensi pernapasan,
tekanan darah, saturasi oksigen dan early warning scores (EWS).
Rasional : untuk membandingkan dengan saat setelah tindakan
dilakukan.

2.4.3.2 Insersi Chest drain


 Melakukan kolaborasi dengan dokter mengenai siapa yang akan
melakukan tindakan insersi, atur posisikan pasien (duduk),

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


49

membungkuk di atas tempat tidur atau berbaring pada bagian yang


tidak akan dilakukan tindakan berdasarkan kondisi umum pasien.
 Mendampingi dampingi dokter yang akan membersihkan kulit dan
melakukan disinfektan. Rasional : untuk mengurangi risiko terjadinya
infeksi.
 Mendampingi dokter yang akan memberikan anestesi lokal pada
tempat insersi yang dipilih, dan biarkan obat mengalami infiltasi ke
dalam jaringan. Pastikan keefektifan sebelum tindakan insersi
dilakukan. Rasional : untuk meminimalkan nyeri selama prosedur.
 Mendampingi dokter yang akan melakukan insersi chest drain dan
saat menfiksasinya. Rasional: untuk mencegah drain terlepas dan
menjaga sistem seal.
 Memastikan system drainage saling terhubung dan aman. Jika sesuai
dapat menggunakan plester dengan posisi longitudinal. Rasional :
plester yang digunakan secara longitudinal dapat memudahkan secara
visual untuk mengkaji koneksi dari system drainase. Beberapa
penelitian menggunakan plester untuk mengurangi risiko lepasnya
system drainase dan mencegah kebocoran udara.

2.4.3.3 Manajemen Perawatan Luka Insersi


 Melakukan perawatan luka steril disekitar chest drain dan gunakan
plester yang hipoalergenik jika diperlukan. Rasional : untuk menyerap
jika ada eksudat dan memberikan pasien kenyamanan.
 Mengganti balutan luka sesuai kebutuhan, misalnya jika luka menjadi
lembab disertai eksudat, lakukan pemeriksaan swab jika terindikasi
secara klinis. Rasional : untuk memastikan pasien merasa nyaman dan
mendeteksi tanda-tanda infeksi.
 Melakukan Observasi area disekitar insersi jika terdapat tanda-tanda
dari infiltrasi udara misalnya bengkak atau krepitasi saat palpasi.
Rasional : emfisema subkutaneus mungkin terjadi dan dapat menyebar
ke leher dan wajah, dan dapat membahayakan kepatenan jalan napas
dan menyebabkan distress saluran pernapasan.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


50

2.4.3.4 Manajemen Pasien Selama Proses Insersi


 Mengkaji dan mencatat denyut nadi, frekuensi pernapasan, tekanan
darah, saturasi oksigen, dan EWS. Frekuensi observasi harus
ditentukan berdasarkan kondisi klinis pasien. Rasional : untuk
memberikan perbandingan dengan hasil observasi di awal, untuk
melihat frekuensi pernapasan, kedalaman dan ritme dan warna kulit
pasien yang merupakan hal penting dalam mengkaji efektifitas dari
tindakan drainase dada dan untuk mendeteksi awal kemungkinan
terjainya komplikasi.
 Mengkaji kepatenan drainase dada dengan mencatat fluktuasi dari
cairan pada selang WSD dan atau adanya gelembung selama inspirasi
normal dan napas dalam. Rasional : fluktuasi cairan mengindikasikan
selang pada posisi yang benar. Gelembung mengindikasikan
kebocoran udara yang berkelanjutan.
 Mengkaji kepatenan drainase dada dengan meminta pasien untuk
batuk ketika dilakukan observasi dari cairan dalam botol atau
perubahan dari selang drainase. Rasional : fluktuasi cairan dalam botol
saat batuk mengindikasikan selang dalam posisi yang benar.
 Mengkolaborasikan untuk foto Thorak, sebaiknya dilakukan segera
setelah dilakukan insersi chest drain. Rasional : untuk melihat posisi
dari selang drainase.
 Kolsborasi terhadap pemberian analgetik selama proses insersi drain
jika diperlukan. Rasional : analgetik diperlukan karena kemungkinan
ada rasa ketidaknyamanan karena adanya drain. Ketidaknyamanan dan
nyeri juga berpengaruh terhadap keadekuatan ventilasi paru dan
mobilisasi pasien.
 Menganjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai dengan kondisi pasien
dengan mengingatkan pasien untuk menjaga posisi botol tetap berada
dibawah tempat insersi. Rasional: Untuk memfasilitasi drainase yang
optimal dari rongga pleura dan meningkatkan ventilasi paru dan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


51

pertukaran gas. Pasien tidak akan mobilisasi jika mereka merasakan


nyeri.

2.4.3.5 Manajemen Perawatan dari Sistem Drainase


 Menjaga sistem drainase harus tetap dibawah tempat insersi. Rasional
: untuk mencegah aliran balik cairan kedalam rongga pleura dan
membantu drainase yang sesuai dengan gravitasi.
 Jangan klem drain dada, kecuali ada permintaan khusus dari dokter.
Dokter harus mendokumentasikan durasi drain di klem. Jika pasien
tiba-tiba mengalami napas pendek maka klem harus dibuka segera dan
informasikan kepada dokter. Sebagai catatan ketika dilakukan klem,
harus dilakukan pemantauan terhadap distress pernapasan. Jika
terdapat gelembung pada chest drain tidak boleh diklem. Rasional :
sebelum dilakukan pecabutan chest drain proses klem kadang
dilakukan, fungsinya dalah untuk mengkaji apakah pasien akan
toleransi dan untuk memastikan bahwa paru-paru sudah mengembang.
Gelembung mengindikasikan adanya kebocoran udara secara aktif
dari rongga pleura, klem dapat menyebabkan tension pneumothorak.
 Secara rutin kaji patensi dari sistem drainase. Rasional: Untuk
memastikan bahwa drainase dari rongga pleura terjaga. Jika fluktuasi
dan gelembung berhenti maka paru-paru sudah mengembang penuh,
sistem drainase mengalami obstruksi atau kebocoran udara sudah
berhenti.
 Memastikan selang tidak terlipat. Tidak ada selang tergantung dan
semua selang terhubung. Selang tidak boleh menggantung sampai
dibawah batas cairan yang ada dalam botol. Rasional : selang yang
menggantung memberikan dampak negatif terhadap drainase cairan
dan udara dari rongga pleura.
 Jika kepatenan posisi drain terjaga maka fluktuasi cairan akan
bergerak sesuai dengan respirasi. Jika tidak bergerak maka ada
beberapa kondisi yang harus dikaji seperti : 1) Selang drainase terlipat
atau ada bekuan darah. Jika ada reposisikan pasien dan dorong untuk

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


52

untuk melakukan tarik napas dalam, kemudian kaji kembali fluktuasi


dari cairan. Rasional: tension pneumothorak mungkin terjadi ketika
kondisi nyawa terancam. Perubahan tekanan yang cepat pada dada
dapat menyebabkan pergeseran mediastinal yang dapat mengganggu
aliran balik vena (venous return) ke jantung yang akan mempengaruhi
fungsi jantung; 2) Kaji dan catat frekuensi pernapasan, kedalaman dan
volume, denyut nadi, tekanan darah dan tanyakan apakah adanya nyeri
dada, kolaborasikan dengan dokter. Rasional : Distres cardio-
respiratory mungkin diindikasikan dengan tekanan darah rendah,
peningkatan denyut nadi dan penurunan saturasi oksigen, peningkatan
central venous pressure (CVP), distensi vena leher, peningkatan sesak
dan nyeri dada; 3) Kaji secara rutin selang untuk melihat kebocoran
udara. Rasional: Untuk menjaga system drainase berfungsi dengan
baik.
 Mengidentifikasi dan catat jumlah dan warna dari cairan minimal
setiap hari namun dapat lebih sering jika adanya permintaan khusus
dari staf medis atau standar rumah sakit. Rasional: Untuk memantau
jumlah dan tipe drainase.
 Pada effusi pleura yang massif harus dilakukan drainase dada secara
terkontrol, untuk mengurangi risiko reekspansi edema paru, monitor
Early Warning Scores (EWS) sebagai indikasi klinis. Berdasarkan
hasil penelitian maksimal cairan yang dikeluarkan 1500 ml pada jam
pertama dan 1500 ml setelah selang waktu dua jam.
 Menghentikan drainase jika pasin mengalami ketidaknyamanan pada
dada, batuk persisten atau timbul gejala vasovagal. Rasional : tanda -
tanda dari reekspansi edema paru.
 Ketika drainage kurang dari 200 ml perhari, foto torak mungkin dapat
dilakukan. Jika cairan pleura masih tampak pada foto torak maka
dokter akan mempertimbangkan dilakukan continous suction.
Rasional : untuk mengkaji inflasi paru dan membantu mengeluarkan
udara/cairan dari rongga pleura.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


53

 Ketika mobilisasi pastikan sistem drainase berada dibawah pinggang.


Rasional : untuk mencegah aliran balik cairan ke dalam rongga pleura.
 Pada keadaan emergensi seperti botol drainase pecah, selang drainase
terlepas, berikan tindakan system steril segera. Rasional: untuk
mencegah infeksi dan menjaga system drainase.
 Jika selang secara tidak sengaja tercabut segera minta bantuan kepada
tenaga medis lain. Dan segera tutup tempat insersi dengan balutan,
observasi dan catat. Jika kebocoran udara terjadi lakukan balutan
dengan plester tiga sisi. Rasional : untuk mencegah udara memasuki
lumen drain yang menyebabkan tension pneumotorak.
 Pada pasien trauma dengan hemotorak akan memerlukan drainase
dengan pengukuran tiap jam atau sesuai instruksi medis. Informasikan
tenaga medis jika drainase darah melebihi parameter yang telah
disepakati. Pastikan parameter didokumentasikan oleh tenaga medis.

2.4.3.6 Mengganti Botol WSD


 Botol harus diganti jika cairan sudah mencapai 500 ml dan selang
harus diganti setelah 7 hari. Rasional : botol yang penuh akan
meningkatkan tekanan dalam system drainase yang akan
menyebabkan drainase menjadi kurang efektif dan untuk
meminimalkan risiko infeksi.
 Isi botol drainase baru sebanyak 200 ml dan pastikan ujung selang
berada 2 cm dibawah permukaaan air. Rasional : untuk memastikan
udara tidak kembali masuk kedalam rongga pleura.
 Klem selang dan lepaskan selang dari botol lama. Rasional : untuk
mencegah udara tau cairan memasuki rongga pleura.
 Masukan selang ke dalam botol baru, pastikan ujung selang berada 2
cm dibawah permukaan air. Rasional : untuk mencegah cairan masuk
kembali ke dalam rongga pleura.
 Lepaskan klem dan pastikan kepatenan drainase dengan
mengobservasi pergerakan cairan dalam selang. Rasional : untuk
kembali melakukan drainage dari rongga pleura.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


54

 Tutup dan buang botol drainase dan dan selang sesuai dengan
prosedur. Rasional : untuk meminimalkan risiko infeksi.
 Mendokumentasikan jumlah drainase pada botol yang lama pada form
keseimbangan cairan. Rasional : untuk memonitoring jumlah cairan.

2.4.3.7 Proses Pembilasan pada Chest Drain


 Siapkan NaCl 0,9% sebanyak 10 ml, kemudian masukkan dalam
syringe 10 ml, dan letakkan dalam baki injeksi sesuai dengan prosedur
di masing-masing rumah sakit. Rasional : untuk mengurangi risiko
kontaminasi ke syringe.
 Ambil syringe yang sudah berisi NaCl 0,9% 10 ml, sesuiakan dengan
identitas pasien yang sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah
sakit. Rasional : untuk keselamatan pasien.
 Posisikan pasien agar memudahkan akses ke chest drain. Rasional:
untuk memfasilitasi prosedur pelaksanaan. Cuci tangan. Rasional :
meminimalkan risiko infeksi.
 Buka dressing WSD steril dan letakkan dibawah chest drain. Rasional
: meminimalkan risiko infeksi.
 Bersihkan bagian ujung trochard dengan menggunakan swab dan
biarkan mongering. Rasional : meminimalkan risiko infeksi.
 Cuci tangan dengan menggunakan alcohol. Rasional : untuk
meminimalisir potensial kontaminasi dari drain dan penggunaan alat -
alat.
 Gunakan sarung tangan steril dan gunakan syringe 10 ml yang telah
diisi NaCl 0,9%.

2.4.3.8 Mencabut WSD


 Pemberian analgetik 20 menit sebelum tindakan.
 Mengatur posisi nyaman pasien (duduk tegak, diganjal bantal).
 Meminta pasien menahan nafas selama 3 – 5 detik.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


55

 Pencabutan WSD dapat dilakukan saat inspirasi atau ekspirasi,


dengan syarat pasien melakukan teknik valsava manuver
(Wuryantoro, 2012).
 Lakukan hand hygiene dan sarung tangan.
 Lepaskan balutan di tempat insersi.
 Pencabutan dilakukan 1 orang, maka saat drainage dilepas dari
pasien, luka WSD segera ditutup dengan dengan kasa steril yang
sudah dibubuhi salep sebelumnya. Pencabutan dilakukan 2 orang,
maka saat drainage dilepas dari pasien, orang kedua segera
mengikat/menyimpul pada jahitan yang sebelumnya dipakai
untuk menfixasi drainage, kemudian luka WSD ditutup dengan
kasa steril yang sudah dibubuhi salep (Wuriyantoro, 2012).
 Nilai tanda vital (pernanfasan, nadi, tekanan darah, saturasi O2).
 Foto thorak tanpa mengabaikan anamnese dan pemeriksaan fisik.
 Segel dan buang botol lama sesuai dengan SOP.

2.4.4 Modifikasi Water Seal Drainage (WSD Pionir)


Inovasi WSD 1 botol dilakukan dengan memodifikasi botol WSD
konvensional yang sebelumnya sudah biasa digunakan pada pasien-pasien
yang diharuskan menggunakan. Modifikasi dilakukan dengan memasang
tutup botol WSD yang terbuat dari bahan kayu besi, dan memasang pipa
yang berbahan stainless steel tipe 304 sebagai pipa panjang yang akan
menghubungan selang dengan trochar yang telah terpasang pada dinding
dada pasien, dan pipa pendek yang dipasang sebagai saluran untuk
mengeluarkan udara dalam WSD 1 botol.

Adapun kelebihan dari modifikasi WSD ini yaitu penggunaan bahan-bahan


yang berkualitas, seperti stainless steel 30. Stainless steel 304 adalah
resistensi terhadap korosi, oksidasi, tahan panas, mudah dibentuk, mudah
untuk dilakukan peng-lasan.Baja tipe 304 merupakan jenis baja yang
menunjukkan ketahanan yang sangat baik di berbagai jenis lapisan udara di
atmosfer.Baja 304 memiliki ketahanan suhu sampai 899oC (AK Steel
Corporation, 2007).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


56

Bahan lain dalam modifikasi WSD 1 botol ini adalah tutup botol yang
terbuat dari kayu. Dipilihnya kayu sebagai tutup botol WSD adalah karena
kayu merupakan isolator panas yang baik, berbeda halnya jika
menggunakan tutup botol yang berbahan karet. Sifat karet akan memuai saat
mengalami pemanasan pada proses sterilisasi. Kayu yang digunakan sebagai
tutup WSD 1 botol ini telah melalui berbagai pertimbangan dan diskusi
yang telah dilakukan oleh mahasiswa dan pengrajin kayu.

Dalam pertimbangannya didapatkan 3 jenis kayu yang dipertimbangkan


untuk dapat digunakan sebagai tutup botol WSD. Kayu tersebut adalah kayu
besi, kayu jati dan kayu keruing. Kayu jati mempunyai tingkat pemakaian
yang cukup tinggi, dengan tingkat keawetan I, dan tingkat kekuatan II. Kayu
jati ini sangat tahan terhadap rayap. Kayu besi terutama dimanfaatkan
sebagai bahan bangunan, seperti konstruksi rumah, jembatan, tiang listrik
dan perkapalan. Kayu besi tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban dan
pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras. Kayu jenis
ketiga adalah kayu keruing (Dipterocarpus spp.) Kayu ini berwarna coklat
kekuningan sampai coklat kemerahan. Kayu jenis ini memiliki berat jenis
dari ringan sampai berat BJ 0,51 – 1,01. Kayu keruing termasuk kuat (kelas
kuat I-II) dan cukup awet (kelas awet III). Setelah diawetkan keruing tahan
hingga 20 tahun dalam penggunaan (Wikipedia, 2015). Kayu keruing biasa
digunakan untuk pekerjaan kontruksi umum, kerangka kerja kapal, lantai,
palet, peralatan pengolahan kimia, kayu lapis dan veneer dan bantalan jalur
kereta api, lantai truk dan trotoar. Dari ketiga kayu ternyata kayu jati lebih
mudah didapatkan dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan
jenis kayu besi (kesulitan untuk dibentuk sesuai dengan model) dan kayu
kruing (sulit didapatkan).

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


57

BAB III
PROSES RESIDENSI

Pada bab ini akan dijelaskan tentang laporan analisa secara kritis kasus yang
dikelola, maupun kasus resume sebanyak 30 buah, penerapan praktik keperawatan
berbasis bukti dan kegiatan inovasi pada tata kelola pasien dengan gangguan
sistem pernafasan.
3.1 Gambaran Kasus Kelolaan Utama
Riwayat pengkajian di IGD

Pasien laki – laki dewasa Tn. C. H, usia 66 tahun, pekerjaan sebagai tukang jahit
sejak usia 24 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir sekolah dasar, status
menikah dengan 2 orang istri (istri pertama meninggal saat anaknya berusia 15
tahun), memiliki 1 orang anak perempuan berusia 25 tahun hasil penikahan
dengan istri pertama, memiliki 1 orang cucu (perempuan) yang berusia 6 tahun.
Pasien berasal Ciamis, alamat tempat tinggal Kampung Bulak, RT/RW 001/011,
Kali Deres, Jakarta barat. Nomor rekam medis 180 9219, masuk rumah sakit pada
tanggal 16 Pebruari 2015 pukul 12.27 WIB.

Pasien masuk IGD RSUP Persahabatan karena rujukan dari RS Tarakan dengan
keluhan sesak nafas, memberat dirasakan 2 minggu SMRS disertai adanya batuk
berdahak berwarna putih dan nyeri dada bagian kiri serta nyeri ulu hati.

Sesak nafas dirasakan sejak 6 bulan yang lalu saat beraktivitas menjahit di
rumahnya. Semakin lama, sesaknya bertambah namun pasien masih tetap
bertahan di rumah, belum bersedia dibawa ke rumah sakit. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh perubahan cuaca, sesak berkurang saat pasien beristirahat dan
duduk pada posisi tegak atau berbaring ke arah tubuh bagian kiri dengan diganjal
2 buah bantal. Pada tanggal 12 Januari – 6 Pebruari 2015 pasien dirawat di RS
Tarakan didiagnosa TBC dengan effusi pleura. Selama perawatan dilakukan
pungsi 2x sebanyak 750 cc dan 500 cc, warna cairan kemerahan dan diberikan
pengobatan TBC dengan suntikan streptomisin (20 kali). Pada tanggal 13 Pebruari

57 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
58

2015, masuk dan dirawat lagi di RS Tarakan dan kemudian dirujuk ke RSUP
Persahabatan pada tanggal 16 Pebruari 2015.

Pada bulan Desember 2014, pasien dirawat di rumah sakit Cengkareng dengan
keluhan sesak nafas. Selama dirawat juga dilakukan pungsi sebanyak 2 kali,
cairan pleura dikeluarkan 1,5 liter (750 cc dan 750 cc), warna kemerahan. Riwayat
pengobatan TBC dari dokter klinik selama bulan (April, Mei dan Juni 2014) dan
memutuskan tidak melanjutkan pengobatan.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan keadaan umum : kesadaran composmentis,


sakit sedang, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 90 x/menit, RR 24 x/menit,
satururasi oksigen 98 % dengan diberikan oksigen 3 L/menit. Bentuk kepala
normochepal, mata berfungsi dengan baik, konjungtiva tidak ikterik dan tidak
anemis, di leher tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak terdapat distensi vena
jugularis, di dada tidak diketemukan venektasi, dada kiri tampak lebih tinggi,
pergerakan dada kiri tertinggal, taktil frenikus di dada bagian kiri melemah, hasil
perkusi bagian dada kiri terdengar lebih redup dan bunyi vesikuler melemah.
Bagian perut tampak acites, sedikit nyeri tekan pada perut bagian atas. Di IGD
dilakukan : diberikan oksigen 3 L/menit, infus NaCl 0,9 %/ 12 jam, ranitidine 2 x
50 mg (IV), dilakukan pungsi pleura, keluar cariran sebanyak 1 liter warna
kemerahan dan direncanakan pemeriksaan BTA 3x, K/R, analisa CP, CP BTA,
sitologi, CP K/R, biopsi pleura, CT Scan thorak dengan kontras. Periksa
laboratorium yang dilakukan di IGD :
Tanggal 16 Pebruari 2015
Darah Rutin Hasil Analisa gas darah Hasil
Leokosit 6,85 ribu/mm3 pH 7,35
Netrofil 72,6 % PCO2 45,5
Limfosit 14,6 % PO2 27
Monosit 11,5 % HCO3 24,5
Eosinofil 1% TCO2 25
Basofil 0,3 % BE -0,4
Eritrosit 3,97 juta/ul Saturasi O2 46,8
Hematokrit 26 % Na/K/Cl 108/4,4/76
Hemoglobin 9,1 g/dl Ureum/Creatinin 13/0,5
Trombosit 474 ribu/mm3 DGS 90

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
59

3.2 Penerapan Teori MAR Pada Kasus Kelolaan Utama


Penerapan teori MAR pada kasus kelolaan di lakukan di ruang Gema Soka Bawah
(Anggrek Bawah) dari tanggal 17 Pebruari s.d 18 Maret 2015, sebagai berikut :
3.2.1 Pengkajian Perilaku dan Stimulus
a. Mode Adaptasi Fisiologis
1. Oksigenasi
a) Pengkajian perilaku
Kesadaran pasien composmentis, sakit sedang, dengan
menggunakan kanul oksigen 3 liter/menit, masih ada batu
berdahak (putih kental), frekuensi pernafasan 26 x/menit, nadi
100 x/menit, saturasi oksigen 97 %, pada saat bernafas sedikit
menggunakan muskulus skalenus, muskulus
sternokleidomastoideus, tampak dada kiri lebih tinggi dan
mengalami ketinggalan gerak, tidak tampak adanya distensi vena
jugularis dan venektasi. Pada saat palpasi tidak didapatkan
pembesaran kelenjar getah bening pada leher, taktil frenikus
dada sebelah kiri melemah. Pada pemeriksaan perkusi, bagian
dada sebelah kiri terdengar redup dan pada saat dilakukan
auskultasi terdengar bunyi vesikuler melemah.

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi volume paru dan dinding
dada. Stimulus konstektual : terkumpulnya cairan di rongga
pleura masif dengan riwayat dilakukan pungsi 2 kali di RS
Tarakan, 2 kali di RS Cengkareng dan 1 kali di IGD RSUP
Persahatan diduga kemungkinan keganasan. Stimulus residual
merokok sejak usia 16 tahun, 1 bungkus/hari sampai dengan usia
24 tahun. Usia 24 tahun merokok sehari 1,5 bungkus/hari sampai
dengan tahun 2014. Indeks brinkman (18 batang x 42 tahun =
756), kategori perokok berat. Riwayat penyakit diabetes militus
10 tahun yang lalu. Kebiasan berkumpul dengan teman – teman
perokok.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
60

2. Nutrisi
a) Pengkajian perilaku
Pola makan sebelum dan sesudah sakit 3 x sehari, selama sakit
nafsu makan menurun, merasakan mual apalagi kalau mencium
bau amis ikan atau telur, lidah terasa pahit. Selama di rumah
sakit, makan paling banyak habis ¼ porsi dari hidangan, snack
rumah sakit selalu dimakan, minum sehari 4 x 200 cc (teh manis,
susu dan air putih), tidak ada riwayat alergi makanan.
Mengalami penurunan berat badan sekitar 5 Kg selama 3 bulan
terakhir. Kunjungtiva anemis, ektrimitas bawah sedikit edema
(pitting edeama ringan), berat badan 50 Kg, tinggi badan 168 cm,
IMT = (50 Kg/(1,68)2) = 17,74 Kg/m2. Hasil laboratorium Hb =
9,1 g/dl, hematokrit 26 %, hasil gula darah sewaktu (GDS) = 90.

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : peningkatan metabolisme, penurunan dari indra
pengecap. Stimulus konstektual : kecenderungan menderita
penyakit keganasan. Stimulus residual : penyakit DM terkontrol
dengan metformin 2 x 500 mg, riwayat merokok, riwayat
pengeluaran cairan (pungsi), pengetahuan tentang pentingnya
asupan nutrisi.

3. Eliminasi
a) Pengkajian perilaku
Pola kebiasaan buang air besar masih sama dengan sebelum
sakit, yaitu setiap hari sekali. Konsistensi b.a.b lunak, jumlah,
warna dan bau biasa (menurut keterangan pasien), saat b.a.b
pasien minta di kamar mandi. Riwayat buang air kecil 4 – 5 x/
hari (tiap b.a.k sekitar 250 - 300 cc, warna kuning), kadang
dilakukan di samping tempat tidur dengan dibantu istrinya.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
61

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal, stimulus konstektual dan stimulus residual tidak
didapatkan.

4. Aktivitas dan Istirahat


a) Pengkajian perilaku
Pasien selama di rumah sakit lebih banyak diam di tempat tidur.
Turun dari tempat tidur saat b.a.k atau b.a.b. pasien merasakan
letih atau capek, merasa berdebar - debar setiap kali dari kamar
mandi sekalipun dibantu dengan kursi roda. Pasien mengatakan
istirahat dan tidur cukup namun dengan posisi duduk atau
diganjal dengan 4 bantal dan miring kearah sebelah kiri. Tanda
vital setelah aktivitas nadi 115 x/menit, frekuensi pernafasan 28
x/menit, setiap ke kamar mandi selalu menggunakan oksigen
tabung 3 – 4 L/menit. Gambaran ECG tanggal 16 Pebruari 2015 :
sadapan ekstrimitas tergambar amplitude < 5 mm dan di
precordial < 10 mm (low voltage). Hasil foto rongent tanggal 16
Pebruari 2015, tampak CTR > 50 %.

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : keterbatasan kontraktilitas dari otot jantung.
Stimulus konstektual : adanya akumulasi cairan di rongga pleura
secara berlebihan. Stimulus residual : kemungkinan penyakit
keganasan, riwayat merokok.

5. Proteksi
a) Pengkajian perilaku
Pasien mengalami kelemahan, lebih banyak diam ditempat tidur,
perilaku saat ini masih adaptif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
62

b) Pengkajian stimulus
Saat ini pasien tinggal di lingkungan rumah sakit, status nutrisi
yang kurang, banyak rencana tindakan invasif (ambil darah,
pasang infus, biopsi, pasang WSD) yang akan dilakukan kepada
pasien.

6. Sensasi
a) Pengkajian perilaku
Fungsi indra penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran
masih berfungsi normal kecuali indra pengecap mengalami
perubahan, yaitu sering merasakan pahit pada saat menelan/
makan. Selain itu pasien sering mengeluh kesakitan pada daerah
perut bagian atas, saat perasaan nyeri muncul, pasien sampai
merintih. Nyeri kadang muncul saat melakukan aktivitas,
merubah posisi, ditekan. Skala nyeri (VAS) menurut pasien pada
angka 5. Pasien mengatasi nyeri dengan mengusap – usap daerah
yang sakit atau di seka dengan air hangat. Kalau tidak dapat
mentoleransinya pasien meminta untuk diberikan obat. Nyeri
juga kadang muncul di daerah punggung kiri.

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kemungkinan proses maglinansi sel kanker,
kemungkinan kekurangan oksigen dan nutrisi pada daerah nyeri
atau sekitar nyeri. Stimulus konstektual : proses perjalanan
penyakit sel kanker. Stimulus residual : pengetahuan dan
pengalaman mengatasi nyeri, pengetahuan tentang manajemen
nyeri , dukungan keluarga dan lingkungan.

7. Cairan dan elektrolit


a) Pengkajian perilaku
Bibir sedikit kering, turgor kulit cukup elastis, diaphoresis
cukup, produk urin cukup 1000 – 1500 cc/24 jam (berat badan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
63

pasien 50 Kg), warna urin kuning. CRT (capillary refill time) < 3
detik, tidak ada peningkatan suhu, hematokrit 26 % (Hb 9,1
gr/dl). Hasil elektrolit tanggal 16 Pebruari 2015, yaitu Na, K, Cl
= 108 / 4,4 / 76, hasil analisa gas darah yang tidak dapat
mewakili (darah vena).

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : asupan tidak adequat. Stimulus konstektual :
riwayat penyakit diabetis militus, kemungkinan maglinansi sel
kanker ke indra pengecapan. Stimulus residual : riwayat
pengeluaran cairan pleura secara berulang dan dalam jumlah
yang besar (sekitar 1000 – 1500 cc).

8. Fungsi neurologi
a) Pengkajian perilaku
Kesadaran pasien komposmentis (GCS = E4 M6 V5), kekuatan
otot 5 - 5 / 5 – 5, keluhan pusing (-), sakit kepala (-), disorientasi
(-), fungsi kognisi baik.

b) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal (-), stimulus konstektual (-), stimulus residual (-).

9. Fungsi endokrin
a) Pengkajian perilaku
Tanda – tanda trias pada penyakit diabetes (polifagi, polidipsi,
poliuri) tidak nampak terlihat. Riwayat mengkonsumsi obat
OAD (obat anti diabetik) metformin 2 x 500 mg. Regulasi
hormon yang lainnya masih adaptif. Hasil laboratorium tanggal
16 Pebruari 2015 : gula darah sewaktu 90 gr/dl.

b) Pengkajian stimulus
Semua stimulus adaptif.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
64

b. Mode Adaptasi Konsep Diri


1. Physical self (bagaimana cara seseorang merasakan keadaan fisik
terhadap dirinya)
a) Pengkajian perilaku
Pasien mengatakan bahwa, “sebetulnya saya merasakan sesak,
capek, letih sekali, amat tersiksa dengan kondisi sakit seperti ini
dan saya bingung kenapa cairan yang diambil dari dada sebelah
kiri ini masih selalu ada?”. Data ini dalam kategori sensasi diri.

Pasien mengatakan, “Pak, apakah saya bisa sembuh dari


penyakit ini, saya masih menginginkan bahwa penyakit saya
dapat disembuhkan Pak, saya ingin dapat bernafas normal lagi
dan dapat melakukan aktivitas seperti sebelumnya”. Data ini
dalam kategori gambaran diri.

2. Personal self
b) Pengkajian perilaku
Pasien mengatakan, “Pak, saya menyadari bahwa selama ini saya
jauh dari Allah SWT, saya tidak meluangkan waktu untuk
mengingat Allah, saya tidak rutin menjalankan ibadah shalat.
Jadi dengan kondisi seperti ini saya mengambil nilai hikmahnya,
karena dengan cara ini Allah SWT menyadarkan saya,
memberikan banyak waktu untuk dapat mengingat-Nya.
Sesungguhnya dari dulu anak dan istri saya selalu mengingatkan
saya Pak, tetapi saya lalai. Allah SWT Maha Besar, maha
Pemurah, Maha Penyayang, Insyallah akan memberikan yang
terbaik, saya ikhlas, semoga Allah SWT mengampuni
kekhilafan ya Pak, Amien”.

c) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : kurang informasi secara detail tentang penyakit
dan tata laksana pengobatannya. Stimulus konstektual :

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
65

kekuatiran atau ancaman dengan status kesehatannya. Stimulus


residual : perasaan bersalah sudah lalai dengan Allah SWT
namun memiliki keyakinan bahwa Allah Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, sehingga semua keadaan dikembalikan kepada
Allah SWT.

c. Mode Adaptasi Fungsi Peran


1) Pengkajian perilaku
Saat ini pasien memiliki dua istri. Istri pertama sudah meninggal
dunia, meninggalkan 1 orang anak perempuan dan sudah menikah,
dikaruniai seorang anak (cucu). Anak tinggal bersama suaminya dan
tidak membebani perekonomian pasien dan keluarga. Pasien tinggal
bersama dengan istri keduanya tanpa keturunan, ditemani dengan 2
orang keponakan yang setiap harinya membantu usaha menjahit
pakaian. Kebutuhan ekonomi, pasien dan istri mengatakan cukup
bisa memenuhi kebutuhan sehari – hari dan membayar 2 ponakan
yang membantunya. Sekalipun saat ini, pasien sakit, usaha jahit
masih dikendalikan oleh kedua keponakannya. Dalam kehidupan di
masyarakat pasien aktif sebagai anggota masyarakat namun tidak
menduduki jabatan di lingkungan dimana pasien tinggal.

2) Pengkajian stimulus
Stimulus fokal, konstektual dan residual adaptif.

d. Mode Adaptasi Fungsi Interdependensi


1) Pengkajian perilaku
Pengkajian aspek kecukupan rasa kasih sayang (affectional
adequacy) dari keluarga, selama sakit pasien selalu didampingi oleh
istrinya dan bergantian dengan anak perempuannya dengan penuh
perhatian dan kasih sayang. Pasien mengatakan bersyukur memiliki
istri kedua yang taat, menurut dan dapat menerima anak tirinya.
Kemudian menantu dan cucunya juga selalu memberikan perhatian,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
66

setiap hari libur mengantarkan cucunya ke rumah sakit untuk


menjenguk kakeknya. Kadang juga melakukan komunikasi jarak
jauh melalui telpon untuk mengetahui perkembangan kesehatan dari
kakeknya. Selama dirawat pasien menggunakan jaminan kesehatan
dari BPJS.

2) Pengkajian stimulus fokal, konstektual dan residual adaptif.

3.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan analisis dari hasil pengkajian
perilaku dan pengkajian stimulus pada empat Model Adaptasi Roy pada Tn. C. H,
usia 66 tahun dengan kanker paru, yaitu :
3.2.2.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan
volume paru dan ekspansi dinding dada, ditandai frekuensi pernafasan 26
x/menit, nadi 100 x/menit, saturasi oksigen 97 %, pada saat bernafas
sedikit menggunakan tarikan muskulus skalenus, muskulus
sternokleidomastoideus, tampak dada kiri lebih tinggi dan mengalami
ketinggalan gerak, taktil frenikus dada sebelah kiri melemah. Pada
pemeriksaan perkusi, bagian dada sebelah kiri terdengar redup dan pada
saat dilakukan auskultasi terdengar bunyi vesikuler melemah. Riwayat
terkumpulnya cairan di rongga pleura masif dengan riwayat dilakukan
pungsi 2 kali di RS Tarakan, 2 kali di RS Cengkareng dan 1 kali di IGD
RSUP Persahatan.

3.2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung


ditandai pasien mengeluh letih atau capek, merasa berdebar - debar setiap
kali dari kamar mandi sekalipun dibantu dengan kursi roda. Pasien dapat
tidur apabila pada posisi duduk atau diganjal dengan 4 bantal dan miring
ke arah sebelah kiri. Tanda vital setelah aktivitas nadi 115 x/menit,
frekuensi pernafasan 28 x/menit, setiap ke kamar mandi selalu
menggunakan oksigen tabung 3 – 4 L/menit. Gambaran ECG tanggal 16
Pebruari 2015 : sadapan ekstrimitas tergambar amplitude < 5 mm dan di

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
67

precordial < 10 mm (low voltage). Hasil foto rongent tanggal 16 Pebruari


2015, tampak CTR > 50 %. Riwayat punsi pleura sebanyak 5 kali karena
adanya akumulasi cairan di rongga pleura secara berlebihan.

3.2.2.3 Ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit : kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan penurunan nafsu makan, mual dan penurunan dari
fungsi pengecap ditandai nafsu makan menurun, merasakan mual apalagi
kalau mencium bau amis ikan atau telur, lidah terasa pahit. Makan paling
banyak habis ¼ porsi dari hidangan. Riwayat penurunan berat badan 5
Kg selama 3 bulan terakhir. Kunjungtiva anemis, ektrimitas bawah
sedikit edema (pitting edeama ringan), berat badan 50 Kg, tinggi badan
168 cm, IMT = 17,74 Kg/m2 (kurang). Hasil laboratorium Hb = 9,1 g/dl,
hematokrit 26 %, hasil gula darah sewaktu (GDS) = 90. Na, K, Cl = 108 /
4,4 / 76. Riwayat pengeluaran cairan (pungsi) sebanyak 5 x dan kurang
pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi.

3.2.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan kemungkinan proses maglinansi sel


kanker, proses iskemia jaringan ditandai pasien sering mengeluh
kesakitan pada daerah perut bagian atas, saat perasaan nyeri muncul,
pasien sampai merintih. Nyeri muncul saat melakukan aktivitas, merubah
posisi, ditekan. Skala nyeri (VAS) menurut pasien pada angka 5. Pasien
mengatasi nyeri dengan mengusap – usap daerah yang sakit atau di seka
dengan air hangat. Nyeri juga kadang muncul di daerah punggung kiri
seperti ditusuk – tusuk.

3.2.2.5 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penyakit dan tatalaksananya ditandai “... saya bingung kenapa
cairan yang diambil dari dada sebelah kiri ini masih selalu ada?”, “...
apakah saya bisa sembuh dari penyakit ini, saya masih menginginkan
bahwa penyakit saya dapat disembuhkan Pak, saya ingin dapat bernafas
normal lagi dan dapat melakukan aktivitas seperti sebelumnya”.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
68

3.2.3 Tujuan Keperawatan


Setelah penetapan diagnosa keperawatan pada Tn. C. H, usia 66 tahun dengan
kanker paru, maka merumuskan tujuan keperawatan sebagai berikut :
3.2.3.1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam menunjukkan tidak
adanya gangguan status pernafasan dengan indikator : frekuensi
pernafasan dalam batas normal 16 - 24 x/menit, nadi < 100 x/menit,
saturasi oksigen > 90 %, pada saat bernafas tidak menggunakan tarikan
otot aksesorius (muskulus skalenus, muskulus sternokleidomastoideus),
pergerakan dinding dada simetris, tidak mengalami ketinggalan gerak
(NOC : status pernafasan/patensi jalan nafas, status respirasi/ventilasi,
status tanda vital).
3.2.3.2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6 x 24 jam menunjukkan
toleransi terhadap aktivitas dengan indikator tidak cepat letih atau capek,
menyadari keterbatasan energi, tanda – tanda vital dalam rentang normal.
Menyampaikan pemahaman kebutuhan oksigen saat beraktivitas. Pasien
merasa lebih nyaman saat pada posisi duduk atau diganjal dengan 4
bantal dan miring ke arah sebelah kiri. Gambaran ECG mengalami
perbaikan, pada foto thorak jantung tidak mengalami perburukan (NOC :
toleransi aktivitas, manajemen energi dan bantuan perawatan diri).
3.2.3.3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 10 x 24 jam, memperlihatkan
kecukupan status gizi dan elektrolit dengan indikator nafsu makan
meningkat, mual berkurang atau hilang dan fungsi pengecap membaik,
jumlah yang dimakan meningkat > dari ¼ porsi dari hidangan. Berat
badan berangsur – angsur meningkat. Kunjungtiva tidak anemis, pitting
edeama berkurang atau menghilang, IMT = 18 - 22 Kg/m2 (ideal). Hasil
laboratorium Hb meningkat secara berangsur > 10 g/dl, hematokrit 30 %,
GDS terkontrol < 120 gr/dl. Na, K, Cl dbn (NOC : selera makan, nutrisi
adequat, status gizi dan elektrolit dbn, kontrol berat badan).
3.2.3.4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, memperlihatkan
toleransi tingkat nyeri dengan indikator sensasi nyeri berkurang atau
hilang atau terjadi penurunan tingkat nyeri dengan menunjukkan pada
skala VAS 2 – 3 (NOC : level nyaman, level nyeri dan kontrol nyeri).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
69

3.2.3.5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 10 x 24 jam, memperlihatkan


koping individu yang efektif dengan indikator memahami penyakit,
penatalaksanaannya karena pengetahuan dari penyakit yang dideritanya
sudah dijelaskan atau diinformasikan kepada pasien dan keluarga (NOC :
status kesehatan (pengetahuan, penerimaan), koping dan pengambilan
keputusan).

3.2.4 Intervensi
Intervensi keperawatan yang dirumuskan berpedoman pada Nursing Intervention
Classification (NIC) sesuai dengan pencapaian tujuan keperawatan Nursing
Outcome Classification, sebagai berikut :
3.2.4.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan
volume paru dan ekspansi dinding dada dengan intervensi keperawatan :
pemantauan pernafasan, pemantauan tanda vital.
3.2.4.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung
dengan intervensi keperawatan : toleransi aktivitas, manajemen energi
dan bantuan perawatan diri.
3.2.4.3 Ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan penurunan nafsu makan, mual dan penurunan dari
fungsi pengecap dengan intervensi keperawatan manajemen nutrisi,
pemantauan nutrisi dan pemantauan elektrolit.
3.2.4.4 Nyeri akut berhubungan dengan kemungkinan proses maglinansi sel
kanker, proses iskemia jaringan dengan tindakan keperawatan
manajemen nyeri.
3.2.4.5 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit dan penatalaksananya dengan tindakan keperawatan
meningkatkan koping (coping enchancement), penyuluhan atau
pendidikan proses penyakit (teaching disease process), pendidikan dan
penyuluhan tentang aktivitas dan latihan (teaching prescribed
activity/exeercise).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
70

3.2.5 Implementasi Keperawatan


Asuhan keperawatan pada Tn. C. H, usia 66 tahun diberikan selama 30 hari (17
Pebruari – 19 Maret 2015) di ruang rawat Gema Soka Bawah RSUP Persahabatan
sesuai dengan diagnosa keperawatan :
3.2.5.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan
volume paru dan ekspansi dinding dada.
Regulator : a) melakukan observasi dan mendokumentasikan perubahan
ekspansi dinding dada, b) memantau kecepatan, irama dan upaya pasien
dalam bernafas, c) memantau pergerakan dinding dada, mengamati
keasimetrisan, penggunaan otot – otot bantu dan retraksi otot pernafasan
tambahan, d) memantau bunyi pernafasan, pola pernafasan, e) mengatur
posisi untuk mengoptimalkan pernafasan, g) menginformasikan setiap
prosedur sebelum tindakan dilakukan untuk mengurangi kegelisahan dan
kecemasan, h) mempertahankan pemberian oksigen 3 L/menit, i)
berkolaborasi pemeriksaan AGD dan analisis perubahan nilai, j)
kolaborasi untuk tindakan pungsi/ pemasangan WSD dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosa medis.
Kognator : a) menginformasikan kepada pasien dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas, b) mendiskusikan
perencanaan pengobatan, tanda dan gejala penyakitnya bersa dengan
medis, c) mengajarkan teknik batuk efektif, d) menginformasikan kepada
pasien dan penunggu untuk tidak merokok, e) meminta keluarga untuk
memberitahukan perawat pada saat dijumpai ketidakefektifan pola nafas.

3.2.5.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.


Regulator : a) menentukan kemungkinan penyebab keletihan, memantau
status fisiologi pasien yang berhubungan dengan kelelahan, b) selalu
memantau bersama keluarga terhadap respon kardiorespirasi terhadap
aktivitas (pernafasan, nadi, tekanan darah), c) memantau respon terapi
oksigen yang sudah diberikan, d) memantau asupan nutrisi untuk
memastikan kecukupan sumber energi, e) mengkolaborasikan dengan
dokter DPJP untuk mengkonsultasikan kepada kardiologi, rehabilitasi

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
71

medik, f) memonitor gambaran ECG, g) mencoba mendiskusikan jenis


dan jadwal untuk latihan.
Kognator : a) mengajarkan teknik nafas dalam dalam mengontrol
aktivitas, b) mengajarkan pada keluarga bagaimana mengenali tanda dan
gejala intoleransi aktivitas, c) menjelaskan manfaat nutrisi, d) meminta
kepada keluarga untuk selalu mendampingi pasien dan mendekatkan
barang yang sekirannya diperlukan pasien, e) memantau toleransi
aktivitas pasien.

3.2.5.3 Ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit : kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan penurunan nafsu makan, mual dan penurunan dari
fungsi pengecap.
Regulator : a) memantau makanan kesukaan pasien dan tidak ada
kontraindikasi kepada pasien, b) memantau kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi, c) berkolaborasi dengan tim gizi untuk
memantau kandungan nutrisi yang sesuai dengan pasien, d) berkolaborasi
dengan DPJP untuk memberikan suplemen, koreksi kekurangan gisi,
elektrolit, e) berkolaborasi untuk memantau nilai kimia dari laboratorium
(Hb, Albumin, elektrolit, dll), f) melanjutkan koreksi natrium (NaCl 3 %
500 cc / 24 jam), g) memonitor intake dan output, h) memonitor kadar
gula darah, i) melanjutkan terapi AOD, metformin 2 x 500 mg (p.o).
Kognator : a) mengajarkan pada pasien dan keluarga untuk mendapatkan
makanan bergisi dan tidak mahal, b) memberikan informasi unsur gizi
yang diperlukan oleh pasien dan bagaimana cara mendapatkannya, c)
menganjurkan makan sedikit tapi sering, d) menjelsakan pentingnya
nutrisi bagi proses penyembuhan penyakitnya, e) mengajarkan teknik non
farmakologi (relaksasi, terapi musik dll untuk mengurangi rasa mual,
pahit dll).

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
72

3.2.5.4 Nyeri akut berhubungan dengan kemungkinan proses maglinansi sel


kanker, proses iskemia jaringan.
Regulator : a) melakukan pengkajian nyeri meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasinya, b) mengkaji respon
nyeri dan upaya pasien untuk mengatasinya, c) melakukan kolaborasi
dengan melanjutkan pemberian analgesik, yaitu NaCl 0,9 % + 30 mg
ketoralac / 24 jam, ranitidine 2 x 50 mg (IV), sucrafat 3 x 1 cth (p.o).

3.2.5.5 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penyakit dan penatalaksananya.
Regulator : coping enhancement a) mengkaji tingkat pemahaman pasien
terhadap penyakitnya, b) membantu atau menguatkan pasien untuk
menerima keadaan penyakitnya, c) membantu dalam melakukan
pendekatan spiritual, d) membantu pasien dalam proses penerimaan
penyakitnya dan keterbatasannya saat ini, e) mengajak atau
memperkenalkan diri pasien dengan pasien lainnya yang mempunyai
penyakit yang sama.
Kognator : a) berkolaborasi dengan medis untuk menjelaskan secara
details kemungkinan – kemungkinan penyakitnya, komplikasi dan
rencana penatalaksanaannya, b) menganjurkan pasien selalu aktif dalam
rencana pengobatannya.

3.2.6 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan pada
tujuan keperawatan. Setiap masalah yang muncul kemudian dilakukan intervensi
keperawatan, namun tujuan keperawatan tidak tercapai atau masalah tidak teratasi
akan dilakukan evaluasi ulang.
3.2.6.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pengembangan
volume paru dan ekspansi dinding dada.
Dalam rangka membantu pasien mencapai kondisi adaptif terkait dengan
masalah pola nafas, sudah dilakukan berbagai tindakan keperawatan dan
tindakan medis. Tindakan medis yang dilakukan pungsi pleura pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
73

tanggal 20 Pebruari 2015, dikeluarkan 1 Liter, warna hemorragie dan


dilakukan pemeriksaan CP Mo, CP BTA, analisa CP, sitologi CP dan
biopsi CP. Kemudian diberikan terapi tambahan ambroxol 3 x 1 cth
(p.o). Tanggal 27 Pebruari 2015 menfollow up hasil cairan pleura hasil
negatif semua (tidak tampak sel ganas). Keadaan umum sakit payah,
kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 108 x/menit,
pernafasan 22 x/menit, saturasi 97 % dengan oksigen 3 L/menit.
Dilakukan pemasangan WSD, trocard nomor 22 Fr, produksi masif,
setiap hari dikeluarkan 750 s.d 1000 cc, warna hemorragie. Tanggal 11
Maret dilakukan pemeriksaan AGD, hasil pH/ PO2/ PCO2/ HCO3/ BE/
Saturasi = 7,409/ 123,0/ 34,4/ 21,3/ -2,7/ 98,6 (dengan oksigen 3
L/menit). Na/ K/ Cl/ DgS = 110/ 4,60/ 78/ 79. Albumin 2,3; SGOT/
SGPT = 78/21. Hb/ L/ HMT/ Trom = 11,7/ 6,68/ 34/ 478 (pasca tranfusi
PRC gol darah B 500 cc). Tanggal 15 Maret 2015, pasien dilakukan
tindakan pemasangan Indwelling Pleural Catheter di IBS sekaligus
dilakukan biopsi dan pemeriksaan C lengkap, hasil rencana tanggal 25
maret 2015. Tanggal 19 Maret 2015 pukul 01.10 kondisi pasien menurun
kesadaran menurun, tekanan darah 60/ palpasi, nadi tidak teraba, saturasi
90 % dan cenderung menurun dan pk o7. 15 mnit dinyatakan meninggal
tanpa dilakukan resusitasi atas permintaan keluarga.

3.2.6.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung.


Setiap harinya kebutuhan pasien selalu diantu oleh perawat atau
keluarga. Pasien masih selalu mengeluh capek dan cepat lelah. Tanggal
17 Maret 2015 dilakukan konsul jantung dan dilakukan ECHO, hasil Left
Ventricel Ejection Friction (LVEF) 29 %.

3.2.6.3 Ketidakseimbangan nutrisi dan elektrolit : kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan penurunan nafsu makan, mual dan penurunan dari
fungsi pengecap. Evaluasi yang didapatkan bahwa status elektolit
membaik, gizi menurun : Tanggal 11 Maret 2015 Na/ K/ Cl/ DgS = 110/
4,60/ 78/ 79. Albumin 2,3; SGOT/ SGPT = 78/21. Hb/ L/ HMT/ Trom =

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
74

11,7/ 6,68/ 34/ 478 (pasca tranfusi PRC gol darah B 500 cc). Kemudian
konsul penyakit dalam : terapi hepatoprotektor curcuma 3 x 1 dan USG
abdomen (17 Maret 2015), hasil hepatomegali, acites disertai effusi
pleura kanan.

3.2.6.4 Nyeri akut berhubungan dengan kemungkinan proses maglinansi sel


kanker, proses iskemia jaringan. Selama perawatan pasien mendapatkan
terapi analgesic 30 mg ketoralac/12 jam. Dan dilakukan tindakan
keperawatan dengan distraksi dan relaksasi, respon nyeri menurun, VAS
2 – 3.

3.2.6.5 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang penyakit dan penatalaksananya. Setelah dilakukan pendekatan
yang intens, diberikan pemahaman tentang penyakit, rencana
pengobatannya serta nilai – nilai spiritual pasien bertambah ikhlas dan
meningkatkan amal ibadah dengan sholat dan lebih sabar.

3.3 Resume (Terlampir)

3.4 Penerapan praktik keperawatan berbasis bukti


Penerapan praktik keperawataan berbasis bukti yang berjudul “Progressive
Muscle Relaxation Mengontrol Breathlessness Pada Pasien Kanker Paru Di RSUP
Persahabatan Jakarta”, dilaksanakan di ruang Gema Soka Bawah mulai minggu
keempat bulan Maret s.d pertengahan bulan Mei 2015. Penerapan EBN diawali
dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu di Diklat RSUP Persahabatan yang
dihadiri oleh bagian Diklit, Bidang Pelayanan Keperawatan, Kepala IRIN dan
Kepala ruangan dimana ruangan tersebut akan digunakan sebagai tempat
penerapan EBN tersebut.

EBNP ini dilaksanakan pada responden dengan kanker paru yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, jumlah pasien sebanyak 9 orang. Adapun syarat
inklusi dan ekslusi yang ditentukan oleh penulis adalah kriteria inklusi : a) pasien
dengan diagnosa medis kanker paru, baik yang kemoterapi ataupun radioterapi, b)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
75

berusia diatas 16 tahun dan memiliki keluhan sesak nafas (dypsnea atau
breathlessness) dengan hemodinamik stabil (keadaan umum cukup atau baik); c)
penampilan berdasarkan skala Karnofsky > 70 (ada keluhan tetapi masih aktif dan
dapat mengurus diri sendiri); d) pasien mendapatkan informasi dari penerapan
EBNP dan memberikan persetujuan sebagai responden (berupa inform cnnsent),
e) pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu berkomunikasi dengan jelas dan
baik. Kemudian Kriteria ekslusi, yaitu : a) pasien memiliki gangguan neurologis,
elektrolit dan memiliki spasme, b) pasien dalam keadaan kelelahan (fatigue) atau
sesak berat.
3.4.1 Persiapan administratif
Setelah proposal disetujui oleh pembimbing, penulis mengajukan surat
permohonan kepada rumah sakit untuk menerapkan EBNP tersebut.
Sebelum diijinkan, penulis diminta melakukan sosialisasi dengan Bidang
Pelayanan Keperawatan dan unit terkait di RSUP Persahabatan.

3.4.2 Prosedur teknis


Setelah melalui tahapan persiapan administratif, penulis :
 Melakukan persiapan : pengechekan ulang terhadap kelengkapan
kebutuhan penelitian dan semua prosedur administratif
 Melakukan koordinasi dan penjelasan dengan kepala ruangan untuk
mengidentifikasi pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
 Langkah pertama dengan memperkenalkan diri, menjelaskan maksud,
tujuan dan prosedur penerapan EBNP. Pasien yang bersedia
berpartisipasi akan memberikan persetujuan dalam bentuk pernyataan
tertulis (inform consent). Pasien yang sudah memberikan persetujuan,
akan dipilih sebagai kelompok kontrol atau intervensi. Kemudian
melakukan pemeriksaan tanda vital, skala breathlessness, cemas dan
menilai performance/tampilan pasien.
 Pasien yang menyetujui terlibat dalam penerapan EBNP akan dilakukan
: a) pengkajian terkait dengan breathlessness, pengukuran tanda – tanda
vitals, umur, jenis kelamin, riwayat merokok, faktor yang memperberat
dan yang meringankannya; b) memberikan saran dan support pada

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
76

pasien dan keluarga tentang manajemen breathlessness; memberikan


latihan breathing control nafas dalam dan progressive muscle
relaxation.
 Latihan progressive muscle relaxation dilakukan minimal dilakukan
4x/minggu (setiap sesi ± 25 menit latihan) selama 3 minggu.
 Pasca minggu ke-3 responden dilakukan evaluasi menggunakan
pengukuran tanda – tanda vitals dan VAS breathlessness dari Johnson,
Currow & Booth (2010).
 Setelah selesai pelaksaanaan EBNP, penulis mulai membuat laporan
dan sosialisasi terhadap hasil penerapan EBNP.

3.5 Kegiatan inovasi modifikasi WSD 1 botol “WSD Pionir”


Pada sub bab ini menggambarkan tentang fenomena inovasi, analsis situasi,
pembuatan proposal, rencana, persiapan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan
inovasi modifikasi botol WSD 1 botol oleh kelompok yang terdiri dari 1)
Juhdeliena; 2) Puji Raharja Santosa; 3) Seven Sitorus; 4) Shanti Farida Rachmi.
Pada kesempatan ini penulis merupakan anggota dengan nomor urut 2, atas nama
Puji Raharja Santosa. Kegiatan inovasi akan dilakukan di RSUP Persahabatan
Jakarta. Berdasarkan pada kegiatan inovasi berkaitan dengan penggunaan botol
WSD dan masukan dari pihak rumah sakit setelah dilakukan sosialisasi tahap
pertama, disepakati dua ruang yang dijadikan sebagai kegiatan percontohan yaitu
ruang soka atas dan ruang gema soka bawah. Pemilihan tema diatas mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang berorientasi pada aspek
“Quality and Safety” terutama bagi pasien yang menggunakan WSD 1 botol.
Kegiatan ini lebih mudah dipahami, apabila dijelaskan sebagai berikut :

3.5.1 Fenomena inovasi WSD 1 botol


Water seal drainage (WSD) merupakan suatu alat berbentuk drain invasif yang
digunakan untuk mengeluarkan udara atau cairan yang terperangkap dalam rongga
pleura sehingga dinyakini mampu mempertahankan dan mengembalikan tekanan
negatif di dalam paru (Black & Hawk, 2013). Indikasi pemasangan WSD, seperti

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
77

pada kasus spontan pneumothorax, hematothorax, dan effusi pleura Miller &
Sahn, 1987).

Dengan meningkatnya kasus kunjungan penyakit paru di rumah sakit dan


meningkat pula kasus pasien yang terpasang WSD, banyak pihak ketiga yang
menawarkan berbagai fasilitas WSD dengan tiga bilik (botol) dengan harga
fantatis, sekitar Rp 600.000 – Rp 1.200.000; dan sekali pakai. Namun dengan
harga yang tinggi tersebut, tidak semua pasien dapat menggunakan produk WSD
modern terlebih lagi bagi pasien yang dirawat di kelas III. Selain itu, produk
tersebut belum masuk pada sistem jaminan asuransi kesehatan, seperti Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan
tersebut rumah sakit masih mempertahankan WSD 1 botol yang bahan bakunya
dari botol bekas cairan infus (triofusin 500 cc, aminofusin 500 cc, dll) atau dengan
botol infus yang terbuat dari plastik (plabot). Botol infus yang disiapkan sebagai
botol WSD akan diisi dengan cairan NaCl 0,9 % atau dengan aquabidest sebanyak
200 cc. Selanjutnya ujung trocard WSD akan disambungkan dengan selang ke
dalam botol sebatas 2 cm dibawah water level, kemudian bagian selang yang
melintas melalui lubang botol difiksasi dengan menggunakan plester dan lubang
botol WSD tersebut ditutup dengan menggunakan kassa steril. Hal ini dilakukan
untuk mempertahankan prinsip kerja dan efektivitas dari WSD 1 botol. Botol
kemudian diberikan tali yang terbuat dari kassa gulung yang bertujuan untuk
memudahkan pasien saat melakukan mobilisasi dan fiksasi saat dari dan di tempat
tidur.

Namun seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat dan kemampuan


berfikiran kritis terhadap pelayanan yang diberikan, menimbulkan tuntutan
pelayanan yang berkualitas, aman dan nyaman. Terlebih lagi Kementrian
Kesehatan RI tahun 2006 telah mencanangkan 5 isu pentingnya keselamatan
pasien di rumah sakit, yaitu : 1) keselamatan pasien (patient safety), 2)
keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, 3) keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien,
lingkungan pasien dan petugas, 4) keselamatan lingkungan (green productivity)

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
78

yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan 5) keselamatan “bisnis”


rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit (Departemen
Kesehatan, 2006). Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan (RSUPP) sebagai
rumah sakit vertikal di bawah Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sedang
mempersiapkan akreditasi VERSI 2012 dan JCI yang bertujuan untuk mencapai
pelayanan bermutu dan aman (Quality and Safety) bagi masyarakat.
Berdasarkan data selama mahasiswa residensi praktik di RSUP Persahabatan pada
bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Maret 2015, ditemukan 5 buah WSD yang
terpasang pada pasien dinyatakan KTD (kejadian tidak diharapkan) dari total
pasien yang terpasang WSD sebanyak 81 orang (6,1 %). Penggunaan selang WSD
dinyatakan KTD pada saat itu karena ujung selang berada diatas water level,
sehingga memiliki resiko masuknya udara dari atmosfer ke dalam rongga thoraks,
yang tentunya dapat membahanya keamanan dan keselamatan pasien. Selain itu,
mahasiswa melakukan kolaborasi dengan salah satu dokter penanggung jawab
pasien untuk melakukan pemeriksaan kultur mikrobiologi dari cairan pleura dan
kassa penutup botol. Hasil dari pemeriksaan kultur mikrobiologi tanggal 25 Maret
2015, dari bahan kassa penutup botol dinyatakan tidak ditemukan kuman, namun
dari bahan cairan pleuran yang berasal dari botol WSD ditemukan kuman
escherichia coli. Atas dasar temuan ini, dinyatakan terjadi infeksi nosokomial
pada saat pasien terpasang WSD jenis lama.

Pemikiran akan peningkatan standar keamanan, kenyamanan, serta kepuasan bagi


pasien harus menjadi prioritas utama bagi seluruh tenaga kesehatan yang ada di
rumah sakit dan mahasiswa yang praktik di dalamnya. Oleh karena itu, kami
mahasiswa Magister Keperawatan Medikal Bedah Peminatan Pernafasan
terinspirasi untuk melakukan inovasi dan modifikasi terhadap botol WSD yang
ada saat ini. Modifikasi WSD tersebut berfokus pada aspek estetika dan dua isu
penting keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: 1) keselamatan pasien (patient
safety), 2) keselamatan pekerja atau petugas kesehatan.

Adapun bentuk modifikasi yang dilakukan berupa “Hanger WSD” yang akan
ditempatkan di tempat tidur dengan cara digantung, yang diyakini mampu

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
79

memberikan stabilisasi lebih kuat dan aman dibandingkan dengan cara


penempatan WSD yang sudah ada saat ini. Bentuk modifikasi yang lain yaitu
penutup lubang botol WSD dengan kayu yang diyakini lebih kuat, indah, murah
dan mampu mencegah transmisi kuman dari lingkungan luar yang disebut dengan
“WSD Pionir”.

3.5.2 Analisa situasi (Strenght – Weakness – Opportunity - Threats)


3.5.2.1 Kekuatan (Strenght)
RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit vertikal dibawah kementrian
kesehatan RI sebagai rumah sakit puncak rujukan (Top Referal) kesehatan
respirasi. Rumah sakit memiliki 4 misi tahun 2015 – 2019, antara lain yaitu a)
Melaksanakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada mutu dan keselamatan.
Sehingga rumah sakit berkomitmen meningkatkan pelayanan yang bermutu dan
aman (Quality and Safety). Oleh karena rumah sakit (dokter konsulen paru dan
bidang pelayanan keperawatan) menyambut baik rencana inovasi WSD ini dan
direncanakan menjadi penelitian bersama; b) Mengembangkan pelayanan yang
terintegrasi dengan penelitian, dan pendidikan dalam bidang kesehatan respirasi.
Hal ini rumah sakit sangat terbuka untuk dijadikan lahan praktik mahasiswa S2
dari FIK – UI dengan bukti adanya Nota kesepakatan kerjasama (MoU).
Pendamping klinik pada kegiatan inovasi ini ditunjuk 1 orang dokter spesialis
paru dan 1 orang dari profesi keperawatan. Berdasarkan dari sisi ekonomi, WSD
inovasi 1 botol jauh lebih murah karena reusable.

3.5.2.2 Kelemahan (Weakness)


RSUP Persahabatan sudah memiliki jalur penelitian bagi mahasiswa atau pihak
lain, hanya secara prosedural masih terlampau panjang dan memakan waktu yang
lama, dari sejak proposal diajukan kepada Direktur Utama sampai diterbitkan
surat ijin penelitian. RSUP Persahabatan baru memiliki 2 Clinical Instructor dari
keperawatan yang mengampu mahasiswa S2 keperawatan. Dan pendamping yang
ditunjuk untuk penelitian ini masih dibebankan kepada dokter spesialis paru.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
80

3.5.2.3 Peluang (Opportunity)


Pasien yang memiliki indikasi dipasang WSD 1 botol setiap tahunnya bertambah,
baik pasien datang sendiri ke rumah sakit ataupun rujukan dari rumah sakit luar.
Inovasi WSD 1 botol yang memperhatikan aspek estetika, quality and safety ini
belum pernah diadakan di dalam atau di luar RSUP Persahabatan.

3.5.2.4 Ancaman (Threats)


Kesempatan bersaing dengan pihak ketiga, untuk menciptakan produk baru
dengan bentuk serta prinsip yang sama. Bahan baku kayu dan tukang pembuat
tutup botol sangat terbatas.

3.5.3 Rencana kegiatan inovasi (Terlampir)

3.5.4 Persiapan kegiatan inovasi


Persiapan yang sudah dilakukan yaitu : a) membuat proposal inovasi sampai tiga
kali perbaikan setelah disosialisasikan tahap pertama di hadapan Diklat, Bidang
Pelayanan Keperawatan, Kepala Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap IRIN A
serta kepala ruangan yang akan dijadikan sebagai ruang percontohan; b) proposal
sudah diajukan sesuai prosedur penelitian, yaitu ditujukan ke Dirut, Dirum, Diklat
(KaBag eksterna dan KaBag Interna), Kepala SMF Paru, Komite Pengembangan
dan Penelitian RS, kembali ke Diklat. Dan sampai saat ini belum ada
pemberitahuan kembali dari Diklat kepada mahasiswa; c) melakukan konsultasi
langsung dan melalui email kepada pakar WSD, yaitu Prof. Dr. Menaldi Rasmin,
Sp. P (K); d) menyiapkan prototipe 6 buah botol WSD dan 2 buah penggantung
WSD (Hanger); d) penelitian akan dilakukan secara bertahap (sesuai di proposal).

3.5.5 Pelaksanaan kegiatan inovasi


Kegiatan inovasi belum dapat dilaksanakan dikarenakan proses perijinan yang
belum diterbitkan oleh pihak rumah sakit.

3.5.6 Evaluasi
Kegiatan inovasi belum dapat dilakukan evaluasi dikarenakan proses perijinan
yang belum diterbitkan oleh pihak rumah sakit.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
81

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan uraikan tentang pembahasan dari analisis kasus yang dikelola,
kasus resume, penerapan praktik keperawatan berbasis bukti dan kegiatan inovasi
WSD 1 botol (WSD Pionir).
4.1 Pembahasan Kasus Kelolaan Berdasarkan MAR
Secara umum bahwa pengkajian menggunakan Model Adaptasi Roy, bagi yang
belum terbiasa sangatlah sulit, dikarenakan pada tahapan pengkajian terdiri dari
tahap pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus. Penulis mengatakan sulit
karena, dalam pengkajian stimulus diperlukan pengetahuan yang mewadai dan
ketrampilan seorang ners spesialis untuk melakukan pendekatan dengan pasien
dan keluarga. Namun disisi lain, pada saat seorang ners spesialis akan
menegakkan diagnosa keperawatan terutama untuk menentukan etiologi dari
sebuah masalah keperawatan, akan terbantu pada saat sudah mendapatkan data
dari pengkajian stimulus.

Kesulitan kedua adalah pada tahap proses keperawatan, yaitu intervensi dan
implementasi. Dimana pada kedua tahapan tersebut harus memilahkan antara
regulator dan kognator.

Penerapan Model Adaptasi Roy, selain terdapat kekurangan namun juga memiliki
kelebihan, yaitu dengan adanya pengkajian stimulus (fokal, konstektual, residual),
maka akan memudahkan dalam menegakkan diagnosa keperawatan dan akan
lebih komprehensif dalam merencanakan tindakan keperawatan. Dengan demikian
upaya untuk mencapai kondisi adaptif akan lebih optimal dibandingkan apabila
seorang ners spesialis tidak melakukan pengkajian predisposisi dan foktor lain
yang mungkin memberikan kontribusi terjadinya masalah. Sehingga dengan
adanya kekurangan dan kelebihannya, perlu pendalaman pengetahuan terkait
dengan hal tesebut terutama dalam penerapannya di gangguan sistem respirasi.
Pembahasan sesuai dengan kasus kelolaan adalah sebagai berikut :

81 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
82

4.1.1 Mode Adaptasi fisiologis


4.1.1.1 Pola nafas tidak efektif
Pada saat penulis mendapatkan data yang berhubungan dengan oksigenasi, penulis
perlu melakukan pemikiran mendalam saat akan memutuskan antara diagnosa
keperawatan : pola nafas tidak efektif dengan pertukaran gas. Menurut Esty
(2012), penulis memutuskan untuk tidak mengangkat diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas dengan pertimbangan belum cukup data dari pasien,
yaitu data tentang analisa gas darah, sekalipun disana terdapat beberapa batasan
karakteristik yang mendukung untuk diangkatnya diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas. Diagnosa pola nafas tidak efektif ditegakkan karena
memiliki batasan karakteristik yang sesuai (dijelaskan di bab 3), dengan ciri khas
adanya penggunaan otot – otot pernafasan tambahan. Penulis menegakkan
diagnosa tersebut sejak pasien masuk diruang rawat yaitu tanggal 16 Pebruari
2015 sampai dengan tanggal 19 Maret 2015, yaitu pasien meninggal.

Sepanjang periode waktu itu, penulis melakukan evaluasi setiap 3 x 24 jam


berdasar pada rumusan tujuan yang ditetapkan yaitu pola nafas kembali efektif.
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah pemantauan pernafasan meliputi :
a) memantau kecepatan irama, kedalaman dan upaya pernafasan; b) memantau
pergerakan dada, c) mengamati kesimetrisan, d) mengamati penggunaan otot
pernafasan tambahan; e) memantau pola nafas; f) mengenali bunyi pernafasan
tambahan dan g) memantau tingkat kegelisahan pasien. Selain itu untuk
membantu mempertahankan atau memperbaiki pola nafas diupayakan tindakan
kolaboratif, seperti pemberian oksigen.

Pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan kandungan O2 dalam darah


arteri kemudian dihantarkan ke jaringan untuk memfasilitasi metabolisme
aerobik, mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan asidosis
respiratorik, mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% dengan FiO2
serendah mungkin, guna : mencegah hipoksia sel dan jaringan, menurunkan kerja
otot pernafasan dan menurunkan kerja otot jantung. Aspek kolaboratif yang lain
adalah mendampingi tenaga medis dalam melakukan tindakan pungsi atu

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
83

pemasangan WSD. Pungsi dan pemasangan WSD bertujuan untuk mengeluarkan


udara atau cairan dari rongga pleura serta mencegah adanya udara dari atmosfer
masuk ke dalam rongga pleura (Wuryantoro, 2012). Sehingga dengan demikian
volume paru dan di dinding dada dapat mengembang secara optimal (Tabrani,
2002; Esty, 2012; Wuryantoro, 2012; Djojodibroto, 2013).

Diagnosa keperawatan kedua diangkat oleh penulis, yaitu tentang Intoleransi


aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung. Intoleransi aktivitas
didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakcukupan energi fisiologis atau
psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari yang dibutuhkan. Definisi ini
sesuai dengan kondisi pasien, setiap melakukan aktivitas selalu terjadi perubahan
tanda vital sampai dengan mengeluh kecapekan. Kondisi ini disebabkan karena
hilangnya daya lenting paru (rekoil) dikarenakan adanya akumulasi cairan di
rongga pleura paru kiri (diketemukan pada pemeriksaan fisik, foto thorak dan CT-
Scan). Sehingga pada saat melakukan aktivitas, kebutuhan oksigen meningkat
atau minnute volumme meningkat. Minnute volumme didapatkan dari frekuensi
pernafasan dikalikan dengan tidal volume (MV = FP x TV). Pada saat minute
volumme tidak tercukupi, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan
meningkatkan frekuensi pernafasan atau meningkatkan tidal volum. Sementara
kondisi paru pasien tidak memungkinkan untuk meningkatkan tidal volum karena
hilangnya sifat rekoil. Dengan kondisi ini pula akan memberikan pengaruh
terhadap kerja jantung. Jantung berupaya untuk memenuhi cardiac output (curah
jantung). Cardiac output dihasilkan dari perkalian antara stroke volumme x heart
rate atau (CO = SV x HR). Kondisi saat inipun curah jantung pasien tidak dapat
optimal karena dari hasil ECHO, disimpulkan low contractilitas dari ventrikel
(LVEF = 29 %). Atas dasar ini pasien selalu mengalami intoleransi aktivitas
(Tabrani, 2002; Wuryantoro, 2012; Djojodibroto, 2013).

4.2 Pembahasan Resume


Berdasarkan dari data pendokumentasian kasus resume, penulis mengidentifikasi
mengenai : 1) pengkajian keperawatan menggunakan MAR lebih sesuai dan tepat
dilakukan di ruang rawat inap dan tidak dilakukan di ruang gawat darurat.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
84

Sehingga menurut penulis bentuk pengkajian di ruang gawat darurat masih


relevan dan efektif menggunakan bentuk primery survey dan secondary survey; 2)
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien, yaitu sebagai berikut : pola nafas
tidak efektif (28,00 %), ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan (16,00
%), resiko infeksi (14,00 %), perfusi jaringan tidak efektif (8,00 %), bersihan
jalan nafas tidak efektif (8,00 %), gangguan pertukaran gas (6,00 %), risiko cidera
(6,00 %), risiko aspirasi (4,00 %), hipertermia (4,00 %), Nyeri (4,00 %), distress
spiritual (2,00 %).

Sementara data yang dikelompokkan berdasarkan diagnosa medis sebagai berikut


TBC (47,75 %), adeno carsioma (25 %), kanker paru sel kecil (6,25%), asma
(6,25 %), tumor mediatinum (6,25 %) dan pneumothorak (6,25 %). Dikaitkan
antara diagnosa medis dan diagnosa keperawatan bahwa pada penyakit TBC,
kannker paru memiliki kecenderungan untuk muncul diagnosa keperawatan pola
nafas tidak efektif, ketidak seimbangan kebutuhan nutrisi : kurang dan resiko
infeksi. Berdasarkan hal diatas, penulis akan mencoba memaparkan hubungan
diantara keduanya.

Penyakit TBC dan kanker paru merupakan dua jenis penyakit yang masuk dalam
kategori penyakit kronis. Menurut Suzuki (2013) bahwa pada semua penyakit
kronis akan mengalami sindrom chachexia, dimana ditandai adanya respon dari
pasien yang berupa anorexia dan kehilangan jaringan adiposa serta massa otot
skeletal, lambat tahun akan berkembang pada penurunan kualitas hidup pasien.
sindrome chachexia di stimulasi oleh peningkatan mediator kimia, yaitu cytokin.
Dengan meningkatnya kadar cytokin justru akan menekan leptin, orexigenic
ghrelin dan neuropeptide Y (NP Y). Sehingga dengan menurunnya ketiga
mediator kimia tersebut akan menurunkan nafsu makan dan menaikakan respon
metabolisme dalam tubuh. Sehingga proses metabolisme dalam tubuh
menggalami gangguan karena ketidak cukupan energi dan beberapa dampak yang
terjadi pola nafas tidak efektif dan risiko terjadinya infeksi karena melemahnya
sistem pertahanan tubuh yang diakibatkan karena kekurangan nutrisi.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
85

4.3 Pembahasan Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti (EBNP)


Penerapan praktik keperawataan berbasis bukti yang berjudul “Progressive
Muscle Relaktation Mengontrol Breathlessness Pada Pasien Kanker Paru Di
RSUP Persahabatan Jakarta”, dilaksanakan di ruang Gema Soka Bawah mulai
minggu keempat bulan Maret s.d pertengahan bulan Mei 2015. Penerapan EBN
ini dilaksanakan pada responden dengan kanker paru yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi, jumlah pasien sebanyak 9 orang. Hasil penerapan EBN
dijelaskan sebagai berikut :
4.3.1 Karakteristik Pasien
Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan jenis
diagnosa medis.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden : umur, jenis kelamin, pekerjaan dan diagnosa medis
Di RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2015

Jumlah
No Karakteristik Prosentase
Frekuensi (%)
1 Umur
< 40 tahun 1 11,11
≥ 40 tahun 8 88,89
2 Jenis Kelamin
Laki - laki 9 100
Perempuan 0 0
3 Pekerjaan
Terpapar polutan 6 66,67
Tidak terpapar 3 33,33
4 Merokok
Ya 9 100
Tidak 0 0
5 Dx. Medis
Adenocarsinoma 8 88,89
Carsinomaneuroendokrine 1 11,11

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kasus kanker paru maoritas terjadi pada usia ≥ 40
tahun (88,89 %), pada kelompok jenis kelamin laki – laki (100 %), responden
yang memiliki riwayat tinggal atau bekerja di lingkungan yang terpajan polutan
(66,66 %), memiliki riwayat merokok (100 %) dan jenis kanker paru terbanyak
adalah adenocarsinoma (88,89 %). Data di atas sesuai bahwa laki – laki, umur di

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
86

atas 40 tahun dan memiliki riwayat merokok sebagai faktor risiko terjangkit
penyakit kanker paru (Wibisono, 2010; PDPI, 2011).

4.3.2 Distribusi tanda vital, nilai breathlessness dan nilai kecemasan


sebelum dilakukan tindakan PMR (Pre Test)
Data dasar yang meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, nilai
breathlessness dan nilai kecemasan sebelum pasien diberikan latihan PMR,
sebagai berikut :
Tabel 4.2
Nilai tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, breathlessness dan tingkat cemas
pada pasien kanker paru sebelum diberikan latihan PMR
Di RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2015

Jumlah
No Karakteristik Prosentase
Frekuensi (%)
1 Tekanan sistole
< 140 mmHg 8 88,89
≥ 140 mmHg 1 11,11
2 Tekanan diastole
< 90 mmHg 9 100
≥ 90 mmHg 0 0
3 Nadi
< 60 x/menit 0 0
60 - 100 x / menit 100 100
> 100 x / menit 0 0
4 Pernafasan
< 16 0 0
16 - 20 0 0
> 20 9 100
5 VAS Breathlessness
No Breathlessness (< 4) 2 22,22
Breathlessness (4 - 10) 7 77,78
6 Cemas
Tidak cemas ≤ 25 7 77,78
Cemas > 25 2 22,22

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi tersebut di atas menggambarkan bahwa


tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan berada pada kondisi normal dan
stabil. Sementara dari hasil nilai VAS untuk breathlessness mayoritas pasien

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
87

bahwa kanker paru mengalami breathlesness sebesar 77,78 % dan yang


mengalami kecemasan sebesar 22,22 %.

4.3.3 Distribusi tanda vital, nilai breathlessness dan nilai kecemasan setelah
dilakukan tindakan PMR (Post Test)
Data dasar yang meliputi tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, nilai
breathlessness dan nilai kecemasan setelah pasien diberikan latihan PMR, sebagai
berikut :
Tabel 4.3
Nilai tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, breathlessness dan tingkat cemas
pada pasien kanker paru sebelum diberikan latihan PMR
Di RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2015

Jumlah
No Karakteristik Prosentase
Frekuensi (%)
1 Tekanan sistole
< 140 mmHg 8 88,89
≥ 140 mmHg 1 11,11
2 Tekanan diastole
< 90 mmHg 9 100
≥ 90 mmHg 0 0
3 Nadi
< 60 x/menit 0 0
60 - 100 x / menit 100 100
> 100 x / menit 0 0
4 Pernafasan
< 16 0 0
16 - 20 5 50
> 20 5 50
5 VAS Breathlessness
No Breathlessness (< 4) 8 88,89
Breathlessness (4 - 10) 1 11,11
6 Cemas
Tidak cemas ≤ 25 8 88,89
Cemas > 25 1 11,11

Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi tersebut di atas menggambarkan bahwa


tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan berada pada kondisi normal dan

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
88

stabil. Sementara dari hasil nilai VAS untuk breathlessness mayoritas pasien
bahwa kanker paru mengalami breathlesness sebesar 88,89 % dan yang
mengalami kecemasan sebesar 11,11 %.

4.4 Pembahasan Kegiatan Inovasi


Pelaksanaan dari kegiatan inovasi WSD 1 botol (WSD Pionir), belum dapat
dilaksanakan. Namun yang dapat disampaikan oleh penulis disini adalah :
a. Proposal kegiatan inovasi dapat terselesaikan pada tanggal 31 Maret 2015 dan
selanjutnya proposal diajukan kepada Direktur Utama sebagai bentuk usulan
permohonan kegiatan inovasi untuk dapat diterapkan di RSUP Persahabatan.
Kemudian ditindaklanjuti oleh Direktur Umum dan Pendidikan yang
didisposisikan kepada Kepala Bagian Diklit RSUP Persahabatan.
b. Sosialisasi proposal kegiatan inovasi dilaksanakan pada tanggal 2 April 2015 di
Gedung Diklit lantai II, yang dihadiri oleh Diklit (KaBag Eksterna dan KaBag
Interna), Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan, Kepala Instalasi Rawat Jalan
dan Rawat Inap IRIN A serta kepala ruangan dari ruangan yang akan dijadikan
sebagai ruang percontohan (Soka Atas dan Gema Soka Bawah). Respon yang
diberikan dari tamu undangan : adanya ketertarikan dari pihak rumah sakit
untuk dapat andil dan terlibat dalam kegiatan inovasi ini; perbaikan proposal.
c. Proposal mengalami perbaikan sebanyak dua kali. Proposal dikirimkan
kembali kepada bagian Diklit RSUP Persahabatan pada pertengahan bulan
April 2015, setelah mendapatkan dukungan dari Prof. Dr. Menaldi Rasmin, Sp.
P (K), dr. Budi Antariksa, Sp. P(K) sebagai Kepala SMF Pulmonologi; dr.
Erlina Burhan, MSC., Sp. P (K) sebagai Kepala Sub Divisi Pulmonologi
Penyakit Infeksi; dr. Dicky Soehardiman, Sp. P (K) sebagai Kepala Sub Divisi
Pulmonologi Intervensi; dr. Jamal, Sp. P (K)., Phd; sebagai konsultan muda di
SMF Pulmonologi dan dan dr. Cahyani, Sp. MK sebagai Sub Komite PPI.
d. Pelaksanaan kegiatan inovasi terhitung mundur dari jadwal sebelumnya, yaitu
bulan April – Mei 2015 menjadi bulan Agustus 2015, dikarenakan prosedur
penelitian yang harus diikuti. Prosedur penelitian tersebut harus melalui
Komite Penelitian dan Pengembangan RSUP Persahabatan, yang tertuang pada
SK Direktur Utama RSUP Persahabatan Nomor HK. 03. 06./II.2/180/2014,

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
89

yang memiliki tugas memberikan pertimbangan strategis dalam merumuskan,


menetapkan kebijakan dan langkah-langkah strategis dalam hal penelitian dan
pengembangan pada RSUP Persahabatan kepada Direktur Utama RSUP
Persahabatan.
e. Perkembangan proposal saat ini yaitu tanggal 01 Juli 2015 masih di Diklat
RSUP Persahabatan setelah dilakukan telaah oleh Komite Penelitian dan
Pengembangan RSUP Persahabatan (Kom.Lit.Bang) pada tanggal 29 Mei
2015. Kom. Lit. Bang mengembalikan proposal kebagian Diklat pada tanggal
16 Juni 2015.
f. Kelompok sudah menyiapkan prototipe botol WSD sebanyak 6 buah dan
prototipe penggantung (Hanger) sebanyak 2 buah. Contoh hanger dan botol
sebagai berikut :
Contoh Hanger dan WSD

I
N
O
V
A
S
I

g. Mendapatkan tanggapan positif dari para perawat ruangan dan para PPDS Paru
(Program Pendidikan Dokter Specialis).
h. Penelitian akan dilakukan bertahap, sebagai berikut : penelitian pertama
tentang persepsi tenaga kesehatan mengenai botol WSD Pionir; penelitian
kedua akan dilakukan pada waktu yang bersamaan tentang ketahanan tutup
botol WSD Pionir, uji mikrobiologi, gambaran kepuasan pasien dan gambaran
safety terhadap kejadian injury penggunaan botol WSD Pionir.
i. Kelompok masih menungu informasi dari bagian Diklit RSUP Persahabatan
untuk dapat melakukan presentasi kedua sebagai awal dimulainya penelitian
dan penerapan inovasi WSD 1 botol.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
90

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang berhubungan dengan kanker
kesimpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada Karya Ilmiah Akhir selama menjalani praktik residensi
keperawatan medikal bedah selama dua semester di RSUP Persahabatan, sebagai
berikut :
a. Praktik residensi mampu memberikan stimulus kepada calon ners spesialis
untuk mengasah kemampuannya dalam melakukan analisis menggunakan
pendekatan teori keperawatan, yaitu Model Adaptasi Roy dinyakini efektif
pada gangguan sistem respirasi terutama di ruang rawat inap.
b. Calon ners spesialis telah berusaha mengembangkan, mengasah teori
keperawatan, kemampuan intuisi dan ketrampilan klinis melalui kegiatan
asuhan keperawatan dengan mengidentifikaasi resume keperawatan.
c. Calon ners spesialis mampu menjalankan peran sebagai pendidik, peneliti
dengan berusaha keras mencoba menerapkan tindakan keperawatan berbasis
bukti, yaitu Progressive Muscle Relaxation dalam mengontrol breathlessness
pada pasien kanker paru dan terbukti efektif.
d. Calon ners spesialis telah mencoba berperan sebagai inovator dalam
memunculkan gagasan tentang WSD 1 botol (WSD Pionir) yang dinyakini
memiliki kelebihan atau keunggulan dari aspek 1) estetika; 2) quality and
safety.

5.2 Saran
Hasil analisis praktik residensi ini sangat memberikan manfaat terhadap
pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan dan pengembangan profesi
keperawatan, sehingga diharapkan :
a. Model Adaptasi Roy dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem respirasi di ruang rawat
inap.

90 Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
91

b. Progressive Muscle Relaxation dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar
tentang penerapan praktik keperawatan berbasis bukti (EBNP) dan dapat
dijadikan sebagai salah satu tindakan mandiri keperawatan untuk mengontrol
respon breathlessness pada pasien kanker paru.
c. Proposal mengenai effektivitas penerapan modifikasi WSD pionir 1 botol
terhadap upaya peningkatan quality and safety pasien di rumah sakit sebagai
hasil ide, gagasan dari calon ners spesialis dalam menjalankan perannya
sebagai inovator serta pembaharu, dapat ditindaklanjuti sebagai agenda
penelitian bersama antara mahasiswa ners spesialis dengan rumah sakit.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Agee, J. D. (2006). Stress reduction in a community sample: A comparison of
mindfulness and progressive muscle relaxation(Order No. 3228088).
Available from ProQuest Dissertations & Theses Global. (304943820).
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/304943820?accountid=17242.

Bausewein, C., Farquhar, M., Booth, S., Gysels, M., & Higginson, I. J. (2007).
Measurement of breathlessness in advanced disease: a systematic
review.Respiratory medicine, 101(3), 399-410.

Black. 2009. Medical Surgical Nursing. Saunders Elsevier

Brown, KM; Keats JJ, Sekulic A et al. (2010). "Chapter 8". Holland-Frei Cancer
Medicine (8th ed.). People's Medical Publishing House USA. ISBN 978-1-
60795-014-1.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta.
EGC.

Carlson, C. R., & Hoyle, R. H. (1993). Efficacy of abbreviated progressive muscle


relaxation training: a quantitative review of behavioral medicine
research.Journal of consulting and clinical psychology, 61(6), 1059.

Cassileth, B. R., & Vickers, A. J. (2004). Massage therapy for symptom control:
outcome study at a major cancer center. Journal of pain and symptom
management, 28(3), 244-249.

Chernow, B., & Sahn, S. A. (1977). Carcinomatous involvement of the pleura: an


analysis of 96 patients. The American journal of medicine, 63(5), 695-702.

Cogliano, VJ; Baan, R; Straif, K; Grosse, Y; Lauby-Secretan, B; El Ghissassi, F;


Bouvard, V; Benbrahim-Tallaa, L; Guha, N; Freeman, C; Galichet, L;
Wild, CP (Dec 21, 2011). "Preventable exposures associated with human
cancers.". Journal of the National Cancer Institute 103 (24): 1827–39.
doi:10.1093/jnci/djr483. PMID 22158127.

Collins, LG; Haines C, Perkel R, Enck RE. (2007). "Lung cancer: diagnosis and
management". American Family Physician (American Academy of Family
Physicians) 75 (1): 56–63. PMID 17225705.

Corbirr, L. (2005). Safety and efficacy of massage therapy for patients with
cancer. Cancer Control: Journal of the Moffitt Cancer Center.

Dahlan. (2012). Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan.


Jakarta. Sagung Seto.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Danusantoso. (2013). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. EGC.

Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta. Trans Info Media.

Djojodibroto. (2009). Respirologi. Jakarta. EGC.

Dudley, Joel (2013). Exploring Personal Genomics. Oxford University Press. p.


25. ISBN 978-0-19-964448-3.

Duma. 2012. Pengaruh progressive Muscle Relaxation dan Logoterapi terhadap


ansietas dan depresi, kemampuan relaksasi dan kemampuan memaknai
hidup Klien Kanker di RS Dharmais. (Tesis tidak dipublikasikan).
Universitas Indonesia. Depok. Indonesia.

Fauci, Anthony S. (2000). Harrison's Principles of Internal Medicine. 14th ed.


New York: McGraw-Hill.

Ferlay, J; Shin HR, Bray F et al. (December 2010). "Estimates of worldwide


burden of cancer in 2008: GLOBOCAN 2008". International Journal of
Cancer 127 (12): 2893–2917.

Gunderman, R. B. (2006). Essential Radiology : Clinical Presentation,


Pathophysiology, Imaging. Thieme : New York.

Gustitus, C. R. (1997). The effects of progressive muscle relaxation training and


autogenic training on employee stress and anxiety (Order No. 9732868).
Available from ProQuest Dissertations & Theses Global. (304385610).
Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/304385610?accountid=17242.

Handayani, S. A. 2007. Pengaruh Masase Punggung Terhadap Pola Nafas Dan


Tingkat Kecemasan Pasien Asma di RSCM Jakarta. (Tesis tidak
dipublikasikan). Universitas Indonesia. Depok. Indonesia.

Haryati. 2009. Pengaruh Latihan Progressive Muscle Relaxation Terhadap Status


fungsional dalam Konteks Asuhan keperawatan Pasien Kanker dengan
Kemoterapi di RS dr. Wahidin Sudirohusodo Mkasar. (Tesis tidak
dipublikasikan). Universitas Indonesia. Depok. Indonesia.

Hecht, S (October 2003). "Tobacco carcinogens, their biomarkers and tobacco-


induced cancer". Nature Reviews Cancer (Nature Publishing Group) 3
(10): 733–744. doi:10.1038/nrc1190. PMID 14570033.

Herbert Benson, M. D., & Klipper, M. Z. (1992). The relaxation response. Harper
Collins, New York.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Johnson, M. J., Currow, D. C., & Booth, S. (2014). Prevalence and assessment of
breathlessness in the clinical setting. Expert review of respiratory
medicine,8(2), 151-161.

Kaplan; Sadock. (2003). Sinopsis Psikiatri. Edisi XIX. USA. Lippincott


Williams and Wilkins.

Lolak, S., Connors, G. L., Sheridan, M. J., & Wise, T. N. (2008). Effects of
progressive muscle relaxation training on anxiety and depression in
patients enrolled in an outpatient pulmonary rehabilitation
program. Psychotherapy and Psychosomatics, 77(2), 119-125.

Lu, C; Onn A, Vaporciyan AA et al. (2010). "78: Cancer of the Lung". Holland-
Frei Cancer Medicine (8th ed.). People's Medical Publishing House. ISBN
978-1-60795-014-1.

Luebbert, K., Dahme, B., & Hasenbring, M. (2001). The effectiveness of


relaxation training in reducing treatment-related symptoms and improving
emotional adjustment in acute non-surgical cancer treatment: a
meta‐analytical review. Psycho-oncology, 10(6), 490-502.

Mackereth, P., & Gale, E. (1994). Touch/massage workshops—a pilot study.


Complementary Therapies in Medicine, 2(2), 93-98.

Marel, M., ½, B. S., & Light, R. W. (1993). The incidence of pleural effusion in
a well-defined region. Epidemiologic study in central Bohemia. CHEST
Journal,104(5), 1486-1489.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta. Salemba Medika.

NANDA-Intenational. (2007). Nursing diagnosis: Definitions and classifications,


2007 – 2008. Philadelphia: NANDA-I.

Pathak, P., Mahal, R., Kohli, A., & Nimbran, V. (2013). Progressive muscle
relaxation: An adjuvant therapy for reducing pain and fatigue among
hospitalized cancer patients receiving radiotherapy. International Journal
of Advanced Nursing Studies, 2(2), 58-65. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/1505321401?accountid=17242.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). (2011). Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Kanker Paru di Indonesia. Jakarta. PT. Metro Offset
Printing.

Perhimpunan Onkologi Indonesia. (2010). Pedoman Tata Laksana Kanker.


Jakarta. Badan Penerbit FKUI.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Polit, D. F., & Beck, C.T. (2006). Essentials of Nursing Research: Methods
Appraisal, and Utilization sixth edition, Philadelphia: Lippincot Williams
& walkins.

Roberts, M. E., Neville, E., Berrisford, R. G., Antunes, G., & Ali, N. J. (2010).
Management of a malignant pleural effusion: British Thoracic Society
pleural disease guideline 2010. Thorax, 65(Suppl 2), ii32-ii40

Santosa, B. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Yogyakarta. Prima


Medika.

Santosa, P. R. 2014. Pengaruh Terapi Pijat Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien


Suspect Kanker Paru Yang Akan Menjalani Tindakan Bronkoskopi Di
RSUP Persahabatan Jakarta. (Tesis tidak dipublikasikan). Universitas
Indonesia. Depok. Indonesia.

Setyohadi. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta. InternaPublishing.

Smelter, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8, Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Jakarta. EGC.

Snyder, M & Lindquist, R. (2002). Complementary Alternative Therapies


Nursing, 4th. Springger Publising Company.

Somantri. (2010). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta. Salemba Medika.

Sood, A. (2012). "Indoor fuel exposure and the lung in both developing and
developed countries: an update.". Clinics in chest medicine 33 (4): 649–65.

Sopori, M. (2002). "Effects of cigarette smoke on the immune system". Nature


Reviews Immunology 2 (5): 372–7. doi:10.1038/nri803. PMID 12033743.

Stenton, C. (2008). The MRC breathlessness scale. Occupational Medicine,58(3),


226-227.

Subekti. 2013. Keperawatan Kritis. Jakarta. EGC.

Swidarmoko, B. & Susanto, A. D. (2010). Pulmonologi Intervensi dan Gawat


Darurat Nafas. Jakarta. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI.

Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Trans Info Media.

Umami. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Erlangga.

Wibisono. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru
FK Unair.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Wikinson, J. (2000). Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and
NOC outcomes (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall.

William & Carey. (2003). You Really Need To Relax : Effective Methods. Unduh
tanggal 25 Maret 2015. Akses di
http://www.med.umich.edu/painresearch/patients/Relaxation.pdf.

Wilson KG, Chochinov HM, Skirko MG, et al.: Depression and anxiety disorders
in palliative cancer care. J Pain Symptom Manage 33 (2): 118-29, 2007.

Wuryanto. 2012. Manual Pemasangan WSD. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.

Young, A. L. (2000). Abbreviated progressive relaxation effects on


psychophysiological, psychoneuroimmunological, and
psychoneuroendocrinological criteria (Order No. 9975680). Available
from ProQuest Dissertations & Theses Global; ProQuest Psychology
Journals. (304639871). Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/304639871?accountid=17242.

Zhao, I., & Yates, P. (2008). Non-pharmacological interventions for


breathlessness management in patients with lung cancer: a systematic
review.Palliative medicine, 22(6), 693-701.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


LAMPIRAN 1

1.1 Format Pengkajian Model Adaptasi Roy


1.2 Resume

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

Format Pengkajian Model Adaptasi Roy

Identitas dan demografi


Nama : .........................................................................................
Umur : ..............................................................................................................
Agama : ..............................................................................................................
RM : ..............................................................................................................
Jenis kelamin : ..............................................................................................................
Pendidikan terakhir : ..............................................................................................................
Pekerjaan : ..............................................................................................................
Alamat : ..............................................................................................................
.........................................................................................
Tanggal Masuk RS : ..............................................................................................................
Tanggal Pengkajian : ..............................................................................................................
DiagnosaMedis : ..............................................................................................................

Subyek dan Jenis Pengkajian


a. Mode adaptasi fisiologis
1. Oksigenasi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

2. Nutrisi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

3. Eliminasi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

4. Aktivitas & Istirahat

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

5. Proteksi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

6. Sensasi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

7. Cairan & elektrolit

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

8. Fungsi neurologi

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

9. Fungsi endokrine

Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

b. Mode Adaptasi Konsep Diri (gambaran diri, personal diri, ideal diri, dll)
1. Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

2. Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

c. Mode Adaptasi Fungsi Peran

1. Pengkajian Perilaku

2. Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

d. Mode Adaptasi Fungsi Interdependensi

1. Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

2. Pengkajian Perilaku

Pengkajian Stimulus (Fokal, Konstektual san Residual)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


No Identitas pasien Riwayat pasien Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Adaptasi Roy

Pasien dewasa laki-laki, Keluhan utama : pasien masuk ke Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
dengan inisial Tn. Mnjn (49 rumah sakit melalui poli paru karena mode adaptasi adalah sebagai berikut:
tahun), agama islam, 2 hari kedepan direncanakan Oksigenasi
pendidikan SD, pekerjaan kemoterapi lini I siklus I : Pengkajian perilaku
swasta, status menikah karboplatin 600 mg, etoposide 144  Ventilasi : Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis,
dengan 1 orang istri dan 2 mg dilanjutkan dengan radioterapi nafas spontan dengan oksigen 2 L/menit, di dinding dada masih
orang anak. Pembayaran (koncuren). Keluhan tambahan terlihat asimetris (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan
dengan jaminan perusahaan adanya nyeri dibagian dada sebelah bunyi vesikuler melemah. Frekuensi pernafasan 24 x/menit,
dari smart agribusiness and kanan VAS 3 (namun pasien masih tampak sedikit menggunakan otot nafas tambahan. Hasil foto
food. toleransi) dan sesak nafas. thorak curiga masa paru kanan. Hasil biopsi bronkus karsinoma
sel kecil paru kanan.
Diagnosa medis : Riwayat merokok selama 25 tahun  Pertukaran gas : AGD tidak diperiksa.
Karsinoma sel kecil paru (sehari menghabiskan 18 batang).  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
kanan Berhenti merokok sejak sakit batuk- dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/60 mmHg, nadi 98
batuk, sekitar 6 bulan yang lalu. x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen 2 L/menit.
Riwayat minum alkohol disangkal. Pengkajian stimulus :
Riwayat penyakit sebelumnya tidak Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
ada. work menurun). Stimulus kontektual : masa paru kanan. Stimulus
residual : kebiasaan merokok selama 25 tahun, sehari 18 batang.
Masuk ruang rawat inap,
diintruksikan berikan oksigen 2 Nutrisi
L/menit, diet TKTP dan periksa Pengkajian perilaku
DPL, LFT. Saat ini nafsu makan pasien sudah lebih baik, rasa enek sudah tidak
Hasil laboratorium saat masuk : L = ada. BB 44 kg, TB 165 cm, IMT 16,2 kg/m2 (18 – 22 kg/m2).
3,96 ribu/mm3; Hb = 13,0 g/dl; Ht = Turgor kulit elastis, lentur dan baik. Hb = 13,0 g/dl, Alb 3,8 g/dl.
36 %; Tromb = 221 ribu/mm3; DGs Riwayat penurunan BB 8 kg selama 8 bulan terakhir.
= 85 mg/dl; Na = 135 mmol/L; K =
3,7 mmol/L; Cl = 102 mmol/L; Alb
= 3,8 g/dl; SGOT/SGPT = 24/51;
Ur/Cr = 16/0,7.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Hasil patologi anatomi dari biopsi Pengkajian stimulus :
bronkus adalah small cell Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker, asupan
carcinoma. kurang. Stimulus kontektual : kanker paru. Stimulus residual :
kebiasaan merokok, kurang pengetahuhan tentang perjalanan
penyakit dan pentingnya nutrisi.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak


efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas) dan status vital signs; 2) Ketidakseimbangan nutrisi, ketidak
seimbangan elektrolit dengan status nutrisi (nutrisi adeguat; asupan
makana dan minuman cukup) dan kontrol berat badan.
Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
pemberian leukogen 1 unit; 2) pemeriksaan DPL setelah pemberian
leukogen. Hasil laboratorium terakhir L = 4,36 ribu/mm3, Hb =
12,9 g/dl, HT = 37 % dan Tromb = 242 ribu/mm3; 3) oksigenasi 2
L/menit; 4) pemberian obat kemoterapi sesuai protokol. Pada hari
kedua kondisi pasien lebih baik dan kemoterapi dapat dilakukan.
Selanjutnya pasien menjalani kemoterapi sampai 3 hari (hari
pertama dengan karboplatin 600 mg dan etoposide 144 mg,
dilanjutkan etoposide 144 mg di hari kedua dan ketiga. Pasien
dirawat selama 6 hari dan setelah dilakukan intervensi keperawatan
pencapaian tujuan nutrisi, masuk dalam tahap adaptasi
“compensatory”, makan selalu habis namun IMT < 22 Kg/m2.
Tujuan pola nafas efektif, masuk tahap adaptasi “integreted”,
keluhan sesak berkurang, mampu bernafas tanpa dengan oksigen,
saturasi O2 97 %, selesai kemoterapi pasien pulang.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien laki-laki, dengan Keluhan utama setelah kemoterapi Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
inisial Tn. UB (58 tahun), (lini II siklus 1 : taxotere 91 mg) 1 mode adaptasi adalah sebagai berikut:
agama islam, pendidikan minggu yang lalu, perasaan dibagian Nutrisi
SLTP, pekerjaan karyawan perut tidak nyaman dan 2 hari Pengkajian perilaku
swasta, status menikah terakhir bab encer sebanyak 4 kali Pasien tampak lemah, turgor kulit melemah (kurang elastis), rabaan
dengan 1 orang istri, 4 tiap hari, sampai pasien merasa permukaan kulit lembab, nafsu makan berkurang yang disebabkan
orang anak. Pembayaran lemas, gemetaran. Selanjutnya karena perasaan perut yang tidak nyaman (enek), 3 – 4 sendok
dengan BPJS. dibawa ke IGD RSUP Persahabatan sudah terasa pahit, mual. Berat badan saat ini 49 Kg (meningkat 1
oleh istrinya. Kg dalam 1 bulan terakhir), tinggi badan 165 Cm. IMT = 18,01
Diagnosa medis : sindrom KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 10,5 gr/%; DGS 89 gr/dl. L
dyspepsia (GEA) pada Riwayat merokok sejak tamat SD. 2,72 ribu/mm3.
adenocarsinoma paru kiri Awal mulanya hanya sekedar Pengkajian stimulus :
(T4 N2 M). mencoba, sehari 2 – 3 batang. Stimulus fokal : ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran
Setelah lulus SMP dan bekerja makanan. Stimulus kontektual : pasca pengobatan kemoterapi
sehari bisa sampai 1 bungkus/hari. taxotere 91 mg. Stimulus residual : menderita adenocarsinoma paru
Berhenti merokok sejak ada keluhan kiri (T4 N2 M), kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan
batuk tidak sembuh-sembuh, dan makanan yang adequat.
terdiagnosa dengan kanker paru.
Pasien tidak memiliki kebiasaan Proteksi
begadang malam dan minum Pengkajian perilaku
alkohol. Keadaan umum lemah, masih mengalami bab encer, berbau,
berlendir. Hasil darah rutin leukopeni (L = 2,72 ribu/mm3), analisa
Di IGD dilakukan : feaces diketemukan amuba.
 Pemeriksaan fisik : dada Pengkajian stimulus :
asimetris, paru kiri ketinggalan Stimulus fokal : sistem imun menurun, infeksi saluran cerna.
gerak, dada redup dan bunyi Stimulus kontektual : pasca pengobatan kemoterapi taxotere 91 mg
vesikuler melemah. (toxicity hematologi dan non hematologi). Stimulus residual :
 Pemeriksaan Laboratorium : menderita adenocarsinoma paru kiri (T4 N2 M).
Darah lengkap Hb = 10,0 gr/dl;
Tromb = 339 rb; HT = 30,2 %; L

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


= 2,72 ribu/mm3. Elektrolit Na = Cairan dan elektrolit
130; K = 2,6; Cl = 103; GDS = 89 Pengkajian perilaku
gr/dl. LFT Ureum = 13; Selain data dari pengkajian nutrisi, pasien memiliki riwayat diare
Creatinin = 0,8, Albumin = 3,0, selama 2 hari. Setiap hari bab sebanyak 3 – 4 kali dengan
Globulin 3,0, protein total 6,1. konsistensi encer, bau dan berlendir. Pasien tampak lemah,
SGOT/SGPT = 25/14. mengeluh lemas, dengan kekuatan otot 4 - 5. Kadang badan
 Tata laksana : merasakan dingin sehingga selalu memakai selimut dan kaos kaki.
Rawat inap, pasang infus dan Sudah terpasang infus di tangan kanan dengan NaCl 0,9 % + KCl
lanjutkan koreksi KCl 15 meg 15 meg kalf I sisa 250 cc, saat ini aktivitas sebagian dibantu oleh
dalam NaCl 0,9 % / 8 Jam (3x), istrinya, seperti ke kamar mandi. Hasil laboratorium terakhir, saat di
selanjutnya check elektrolit di IGD Na/K/Cl = 130/2,6/100. Rencana check elektrolit setelah
ruangan. Rencanan pemberian koreksi kantong ketiga.
leukogen (SC), Check faeces di Pengkajian stimulus
ruangan. Stimulus fokal : ketidakseimbangan asupan cairan, elektrolit.
Stimulus kontektual : riwayat diare, pasca pengobatan kemoterapi
taxotere 91 mg (toxicity hematologi dan non hematologi), asupan
tidak adequat. Stimulus residual : menderita adenocarsinoma paru
kiri (T4 N2 M), kebiasaan makan menggunakan tangan, kurang
pengetahuan handhygiene.

Mode Konsep diri


Pengkajian perilaku
Personal self (identitas diri) pasien sering merasa kuatir, karena
mendengar anggapan bahwa shalat di atas tempat tidur karena sakit
dan tidak melaksanakan shalat Jum’at tidak akan diterima semua
amalannya. Pasien merasa tidak berharga dan sia – sia dari apa yang
sudah lakukan saat ini. Saat berceritera pasien didampingi oleh
istrinya sambil menangis terisak – isak.
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : keterbatasan informasi dan fisik. Stimulus
kontektual : kurang informasi dan support sistem. Stimulus residual
: menderita penyakit adenocarsinoma paru kiri.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Mode fungsi peran
Pengkajian perilaku
Pasien sebagai kepala keluarga dengan 1 orang istri dan 4 orang
anak (3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan). Paling besar sudah
berusia 32 tahun dan yang paling kecil 5 tahun. Biaya rumah sakit
menggunakan BPJS. Selama sakit kegiatan ibadah dilakukan di
rumah, tidak datang ke mesjid dan kadang – kadang dilakukan di
atas tempat tidur.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) risiko ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan; ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan dengan mual, kehilangan cairan, aupan tidak adekuat;
2) risiko infeksi; 3) risiko distres spiritual.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) risiko


ketidakseimbangan nutrisi, ketidak seimbangan elektrolit dengan
monitoring status nutrisi (nutrisi adequat asupan makanan dan
minuman), kontrol berat badan dan manajemen cairan – elektrolit
(hidrasi, keseimbangan cairan dan elektrolit); 2) risiko infeksi
dengan monitor status imune, kelola-kontrol infeksi, kontrol risiko;
3) risiko distress spiritual dengan manajemen distress, mekanisme
kontrol, sistem suppot dalam keluarga.
Mulai hari pertama perawatan terdapat intervensi keperawatan
sebagai bentuk limpah wewengan seperti : terapi antibiotik
ceftriaxone 1 x 2 gr (IV), terapi amuba metronidazol 3 x 500 mg
(IV), ranitidine 2 x 50 mg (IV), koreksi KCL (IV), leukogen 1 x 1
unit (SC), anti diare new diatab 3 x 1 tab (oral). Selama sebelas hari
perawatan pasien mengalami perbaikan kondisi, dilihat dari
pencapaian tujuan keperawatan yaitu :

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


1) risiko ketidakseimbangan nutrisi, saat ini nafsu makan membaik,
keluhan mual, enek berkurang, makan selalu habis, bab sudah
normal, BB naik 1 Kg. Hasil laboratorium Na/K/CL = 136/3,6/100;
Hb = 12,00 gr/dl, HT = 35 %, masuk dalam tahap adaptasi
“integreted”; 2) tujuan risiko infeksi, masuk dalam tahap adaptasi
“integreted”, leukopeni dalam perbaikan (L = 12,44 ribu/mm3),
tanda – tanda infeksi lain tidak terjadi, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 92 x/menit, suhu 37,10C, RR 22 x/menit; 3) distress
spiritual teratasi, masuk dalam tahap adaptasi “integreted”, karena
pasien sudah dapat menyakini bahwa Allah SWT maha pemurah,
maha penyayang, yang tidak akan memberatkan hambanya dalam
beramal saleh dan berbuat kebajikan. Sehingga tanggal 1 Mei pasien
diijinkan pulang dari rumah sakit.

Pasien laki - laki dewasa, Pasien datang ke IGD RSUP Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
berinisial Tn. Yo, usia 34 Persahabatan yang diantar oleh mode adaptasi adalah sebagai berikut:
tahun, beragama Islam, orang tua dan pamannya dengan Oksigenasi
pendidikan terakhir SMA, keluhan sesak nafas dan nyeri dada Pengkajian perilaku
status belum menikah, di bagian sebelah kanan, menjalar  Ventilasi : Keadaan umum lemah, composmentis, nafas spontan
pekerjaan sopir angkot. sampai dengan punggung belakang dengan O2 4 L/menit, pergerakan dada asimetris (dada sebelah
Pembayaran dengan BPJS. serta nyeri ulu hati, saturasi O2 90 % kanan ketinggalan gerak), sedikit retraksi dinding dada, taktil
(tanpa O2) . Keluhan bertambah frenikus sebelah kanan menurun, perkusi meredup, vesikuler
Diagnosa medis : Sesak sejak 1 minggu SMRS. Riwayat melemah pada dada sebelah kanan. HR 24 x/menit, Saturasi O2
nafas diduga tumor paru dirawat pada bulan Januari di RSUD 94 – 96 %.
kanan. Cengkareng selama 2 minggu,  Pertukaran gas : AGD terbaru belum diambil (hasil dari IGD
dilakukan bronkoskopi dan CT Scan. dbn).
Selanjutnya dirujuk ke RS  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tidak tampak pucat,
Dharmais. Dari RS Dharmais tekanan darah 110/80 mmHg, N 104 x/menit, CRT < 3 detik,
langsung dirujuk ke RSUP akral hangat, tidak diketemukan edema pada kedua kaki dan
Persahabatan dengan tujuan tangan, turgor kulit kurang elastis.
prodiagnostik dan tatalaksana pada
pasien diduga kanker paru kanan. Di

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


IGD kondisi umum pasien lemah, Pengkajian stimulus :
sesak, kesadaran composmentis. Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
Riwayat penyakit sebelumnya : work menurun). Stimulus kontektual : desak ruang oleh massa paru.
hipertensi, asma tidak ada. Riwayat Stimulus residual : riwayat perokok aktif, minum alkohol, kebiasaan
kecelakaan cidera tulang belakang begadang.
(lumbal) dan panggul pada tahun
2001. Riwayat minum alkohol Nutrisi
selama menjadi sopir angkot dan Pengkajian perilaku
merokok sejak kecil (masuk SMP), Pasien lemah, kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva sedikit
sehari 1,5 – 2 bungkus perhari. Saat anemis. Mengeluh nafsu makan menurun, setiap makan sekitar 2 -3
ini mengalami penurunan berat sendok selama sakit. Berat badan 52 Kg (selama 6 bulan terakhir
badan 8 Kg dalam 6 bulan terakhir mengalami penurunan 8 Kg, sebelumnya 60 Kg), Tinggi badan 172
(BB saat ini 52 Kg, TB 172 Cm). Cm. IMT = 17,29 KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 11,8 gr/%;
DGS 129 gr/dl.
Hasil foto thorak dan CT scan thorak Pengkajian stimulus :
lama dari RSUD Cengkareng Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker, asupan tidak
terkesan = massa paru kanan. adequat. Stimulus kontektual : masa kanker.
Stimulus residual : riwayat perokok aktif, minum alkohol,
Di IGD dilakukan : monitoring begadang, kurang pengetahuan.
tanda-tanda vital, tingkat kesadaran,
pemeriksaan laboratorium : DPL, Cairan dan elektrolit
elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS. Pengkajian perilaku
Pasien lemah, mengeluh lemas, mudah capek. Kekuatan otot 5.
Hasil laboratorium : Terpasang infus di tangan kiri dengan NaCl 0,9 % + Ketoralac 30
Hasil lab : L = 11,80; Hb = 13,0; HT mg/12 jam di three way dengan NaCl 3 %/24 jam, aktivitas
= 39; Tr = 515. Saturasi pada sebagian dibantu oleh istrinya. Hasil laboratorium terakhir, saat di
oksimetri 90 % tanpa O2. Hasil AGD IGD Na/K/Cl = 126/3,83/89. Rencana check elektrolit setelah
= pH/ PO2/ PCO2/ HCO3/ Sat O2 koreksi NaCl 3% sebanyak 3 kalf.
(7,35/ 75/ 42/ 23/ 92 %); elektrolit Stimulus fokal : ketidakaquatan intake cairan, elektrolit,
Na/ K/ Cl = 126/ 3,83/ 89; Ur/ Cr = peningkatan metabolisme sel kanker. Stimulus kontektual : penyakit
15/0,3; DGS = 129. kanker paru. Stimulus residual : perokok, peminum alkohol, kurang
pengetahuan.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Dari hasil pemeriksaan klinis dan Sensasi
laboratorium, pasien disarankan Setelah pasien mendapatkan terapi ketoralac 30 mg/12jam, pasien
rawat inap. Kemudian pasien dirawat mengatakan rasa nyerinya berkurang, yang semula skala 5, menjadi
di ruang GSB, dengan terapi : skala 2. Ekpresi wajah tidak menunjukkan menahan nyeri.
Terapi oksigen 4 L/mnt, IV line 2 Stimulus fokal : pengaruh mediator kimia asetil kolin, kortisol,
jalur (koreksi NaCl 3 % 500 cc/ 24 cytokine, prostaglandin dll. Stimulus konstektual : sel kanker paru.
jam dan NaCl 0,9 % + Ketoralac 30 Stimulus residual : perokok, peminum alkohol, kurang pengetahuan
mg/12 jam), ranitidine 2 x 50 mg manajemen nyeri non farmakologi.
(IV).
Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan kemampuan pengembangan
volume paru dan nyeri; 2) ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan; ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
mual, peningkatan metabolisme sel kanker; 3) nyeri akut
berhubungan dengan produksi zat kimia dari sel kanker. Intervensi
keperawatan yang dilakukan pada : 1) pola nafas tidak efektif
dengan monitoring respirasi (ventilation and kepatenan jalan nafas)
dan status vital signs; 2) ketidakseimbangan nutrisi, ketidak
seimbangan elektrolit dengan monitor status nutrisi (keadequatan
intake makanan dan cairan) dan kontrol berat badan; 3) Nyeri akut
dengan kontrol nyeri dan manajemen nyeri. Selama 16 hari
perawatan pasien telah dilakukan prosedur pemeriksaan dianostik
BJH, TTNA CT-guide, kemudian diperiksakan patologi anatomi
dengan hasil adenocarsinoma kankere paru kanan stage IV.
Intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif adalah terapi
oksigen dipertahankan O2 4 L/menit, methylprednisolon 2 x 62,5
mg (IV), koreksi NaCl 3 %, ketoralac 2 x 30 mg (IV), ranitidine 2 x
50 mg (IV) dan pemeriksaan ulang elektrolit. Intervensi
keperawatan mandiri yang dilakukan monitoring respirasi
(ventilation and kepatenan jalan nafas) dan status vital signs;
memonitor status nutrisi (keadequatan intake makanan dan cairan)

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


dan kontrol berat badan; kontrol nyeri, manajemen nyeri dengan
proggressive muscle relaxation. Hasil evaluasi yang dapat
dilakukan bahwa tujuan keperawatan dari tiga masalah keperawatan
tersebut tercapai dan masuk dalam kategori adaptasi Roy
“integreted”, sehingga pasien dipersiapkan untuk periksa CCT
dalam rangka persiapan kemoterapi. Catatan : pasien selalu
menghabiskan makanan yang disajikan, sudah mampu bernafas
spontan tanpa oksigen (saturasi O2 96 %; RR 20 x/menit), analgesik
sudah di stop, hasil elektolit Na/K/Cl = 136/3,9/101,0. Sambil
menunggu hasil pemeriksaan CCT, pasien diijinkan untuk pulang.

Pasien laki-laki dewasa Tn. Tanggal 21 April 2015, pasien datang Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
DP, usia 21 tahun, ke IGD dengan keluhan sesak nafas mode adaptasi adalah sebagai berikut:
beragama islam, sebagai sejak 1 bulan yang lalu, dan Oksigenasi
mahasiswa, belum menikah, memberat 6 jam SMRS. Sesak nafas Pengkajian perilaku, 22 April 2015
alamat Cipinang besar, memberat dipengaruhi oleh cuaca,  Ventilasi : Keadaan umum lemah, composmentis, sakit sedang,
Jatinegara. Pembayaran debu dan saat menjelang pagi hari, nafas spontan dengan O2 2 L/menit, pergerakan dada simetris,
dengan BPJS. disertai batuk berdahak warna putih. tampak sedikit retraksi dinding dada, taktil frenikus sama kanan-
kiri, perkusi sonor, bunyi pernafasan vesikuler disertai bunyi
Dx medis asma akut sedang Riwayat penyakit sebelumnya pernah wheezing. HR 24 x/menit, Saturasi O2 96 % dengan oksigen 2
pada asma persisten sedang mengalami keluhan yang sama saat L/menit. Hasil spirometri VEP1 / KVP = 65 % (obstruksi ringan
dd ISPA. duduk di kelas III sekolah dasar, > 60 – 74 % dan kenaikan VEP1 > 12 %.
kemudian berobat dan keluhan  Pertukaran gas : AGD terbaru belum diambil (hasil dari IGD dbn
hilang. Semenjak itu tidak pernah : pH = 7,375; pCO2 = 35,9; pO2 = 81; HCO3 = 20,5; saturasi O2 =
kambuh lagi. Riwayat OAT (-), alergi 95,8 %; Na = 147; K = 4; Cl = 108).
(+) dengan debu, bulu kucing dengan  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tidak tampak pucat,
keluhan bersin-bersin, penrunan berat tekanan darah 120/70 mmHg, N 104 x/menit, CRT < 3 detik,
badan (-), riwayat merokok (-), akral hangat, tidak edema pada di kedua kaki dan tangan, turgor
demam (-). kulit elastis. Hasil laboratorium Hb = 18,4; Ht = 53; L = 17,53; T
= 334.
Keadaan umum di IGD, kesadaran
komposmentis, sakit sedang, RR 24

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, Pengkajian stimulus :
nadi 100 x/menit, suhu 37,5 0C, Stimulus fokal : penyempitan saluran pernafasan karena aktivasi C-
saturasi oksigen 92 %, APE1 = 80 ml fiber dan reseptor lainnya (bronchochontriction). Stimulus
dan APE2 = 140 ml. kontektual : hiperreaktiviti saluran pernafasan karena asma.
Stimulus residual : riwayat alergi debu, bulu kucing. Riwayat
Di IGD diberikan : O2 2 L/menit, penyakit asma dan tidak kontrol.
inhalasi combivent 3x setiap 30
menit, metyl prednison 2 x 62,5 mg Proteksi
(IV), levofloxacin 1 x 750 mg (IV), Pengkajian perilaku
NaCl 0,9 % + aminophilin 360 mg/12 Keadaan umum sakit sedang, lemah, mengalami sub febris dengan
jam dan foto thorak, periksa DPL, suhu 37,5 0 C. Hasil darah rutin leukositosis (L = 17,53 ribu/mm3),
AGD, elektrolit, ulang periksa DPL 3 sedang pemeriksaan sputum BTA da Mo k/r. Hasil laboratorium dan
hari pasca antibiotik, periksa sputum. rongent thorak masih menunggu konfirmasi.
Berhubung perubahan kondisi belum Pengkajian stimulus
optimal, pasien dirawat inapkan. Stimulus fokal : adanya proses inflamasi. Stimulus kontektual :
hipereaktiviti saluran pernafasan. Stimulus residual : riwayat alergi
debu, bulu kucing. Riwayat penyakit asma dan tidak kontrol.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan penyempitan saluran pernafasan
(bronchocontrition); 2) risiko infeksi (penyebaran).

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa keperawatan


1) bersihan jalan nafas tidak efektif dengan monitoring status
pernafasan (ventilasi, kepatenan jalan nafas), status tanda vital,
manajemen cemas, manajemen asma, peningkatan batuk efektif; 2)
risiko infeksi (penyebaran infeksi) dengan monitoring status daya
tahan tubuh, kontrol infeksi, kontrol faktor risiko.

Selama perawatan empat hari (21 – 24 April 2015), aspek


kolaboratif yang dilakukan meliputi melanjutkan pemberian O2 2

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


L/menit, inhalasi combivent 4x hari ditambah dengan flexotide 2
x/hari, methyl prednison 2 x 62,5 mg (IV), levofloxacin 1 x 750 mg
(IV), NaCl 0,9 % + aminophilin 360 mg/12 jam, mem-follow up
hasil foto thorak (kesan gambaran bronchovaskular kasar). Pada
hari ketiga keadaan pasien jauh lebih baik evaluasi dari intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan 1) bersihan jalan nafas sudah kembali efektif, keluhan
sesak nafas tidak ada, whizeeng (-), bernafas secara spontan tanpa
menggunakan O2, batuk berkurang dan tanpa dahak 2) tidak terjadi
penyebaran infeksi dengan data tidak ada tanda – tanda penyebaran
infeksi, hasil pemeriksaan BTA I/II adalah negatif. Hari keempat
setelah konsultasi dengan DPJP, pasien diijinkan untuk pulang.
Kedua tujuan keperawatan tercapai, berdasarkan tahapan proses
adaptasi menurut teori Roy, berada pada tahapan “integreted”,
pasien mengalami perbaikan keadaan umum, tekanan darah stabil
120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36,70C, saturasi O2 98 % tanpa alat bantu pernafasan. Persiapan
pulang terapi sudah digantikan dengan obat oral : cefixime 2 x 200
mg (po), methyl prednison 3 x 8 mg (po), multivitamin 3 x 1 tab
(po), ventolin syrup 3 x 1 cth, ranitidine 2 x 50 mg (po). Edukasi
yang dilakukan yaitu 1) kontrol ke poli paru tanggal 29 April 2015
dengan membawa hasil spirometri, rongent thorak dan DPL ulang;
2) diet TKTP; 3) Taat minum obat 4) segera kembali ke IGD jika
sesak nafas berat.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien dengan inisial Tn. Tanggal 13 April 2015 pasien datang Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
M’us, usia 63 tahun, agama ke IGD karena keluhan sesak nafas mode adaptasi adalah sebagai berikut:
Islam, pendidikan terakhir dan dari hasil DPL (leukopeni). Oksigenasi
SLTA, saat ini sebagai Riwayat sebelumnya pasien sudah Pengkajian perilaku
pensiunan guru, status pernah dirawat di GSB dengan  Ventilasi : Keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis,
menikah dengan 1 orang diagnosa medis adenocarsinoma paru dengan oksigen 2 L/menit, dinding dada masih terlihat asimetris
istri dan 3 orang anak. dan sedang menjalani radioterapi (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan bunyi vesikuler
Pembayaran menggunakan (hari ini rencana hari ke-8 program melemah. Frekuensi pernafasan 22 x/menit, tidak tampak
BPJS. radioterapi). Berhubung terdapat menggunakan otot nafas tambahan.Hasil foto sebelum
keluhan sesak nafas, leukopeni, serta radioterapi terkesan effusi pleura di bagian paru kanan.
Diagnosa medis : perbaikan batuk kadang-kadang, disarankan  Pertukaran gas : AGD tidak diperiksa.
keadaan umum (sesak, untuk rawat inap.  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
leukopeni) pada dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 124/60 mmHg, nadi 102
adenocarsinoma paru kiri Riwayat penyakit sebelumnya x/menit, saturasi oksigen 96 % dengan oksigen 2 L/menit.
akan menjalani radioterapi hipertensi grade I terkontrol, DM tipe Pengkajian stimulus :
ke-8 (program 10x). II terkontrol, merokok (+) sehari 12 Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
batang, dan sudah berhenti 1 tahun work menurun). Stimulus kontektual : masa paru kanan dan effusi
yang lalu. pleura. Stimulus residual : kebiasaan merokok selama 34 tahun,
sehari 12 batang, riwayat hipertensi dan DM.
Di IGD dilakukan : pemberian
oksigen 2 L/menit, pemeriksaan Proteksi
darah, pemberian IV line NaCl 0,9 Pengkajian perilaku
%/12 jam. Hasil laboratorium Keadaan umum lemah, sakit sedang, masih menjalani rencana
tanggal 14 April 2015 : L = 1,36 radioterapi 2 x lagi dan dilanjutkan dengan kemoterapi lini I siklus
ribu/mm3; Hb = 10 gr/dl; HT= 32 %; I. Hasil darah rutin, tanggal 14 April 2015 : L = 1,36 ribu/mm3; Hb
T = 127 ribu/mm3. = 10 gr/dl; HT= 32 %; T = 127 ribu/mm3.
Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : sistem imun menurun, cenderung anemia. Stimulus
kontektual : dalam pengobatan radioterapi ke-8 (rencana 10 x),
dilanjutkan dengan kemoterapi pada Ca paru. (toxicity hematologi
dan non hematologi). Stimulus residual : kebiasaan merokok
selama 34 tahun, sehari 12 batang, riwayat hipertensi dan DM.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
cidera dengan faktor risiko leukopeni, trombositopenia, anemia.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak


efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas) dan status vital signs; 2) risiko cidera dengan dengan kontrol
risiko, monitoring status imun, perilaku aman (safety behaviour).
Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
pemberian leukogen 1 unit/hari (selama 3 hari, tanggal 15, 17, 19
Arpil 2015) ; 2) pemeriksaan DPL setelah pemberian leukogen.
Hasil laboratorium terakhir, tanggal 20 April L = 28,44 ribu/mm3,
Hb = 9,9 g/dl, HT = 30 % dan Tromb = 286 ribu/mm3; 3)
oksigenasi 2 L/menit; 4) pemberian obat kemoterapi sesuai protokol
pada tanggal 21 April 2015 setelah tranfusi PRC 200 gol darah O.
Pasien menjalani kemoterapi sampai 3 hari (hari pertama dengan
karboplatin 600 mg dan etoposide 150 mg, dilanjutkan etoposide
150 mg di hari kedua dan ketiga. Pasien dirawat selama 8 hari dan
setelah dilakukan intervensi keperawatan pencapaian tujuan pola
nafas efektif, masuk tahap adaptasi “integreted”, keluhan sesak
berkurang, mampu bernafas tanpa dengan oksigen, saturasi O2
98%. Tujuan keperawatan kedua juga tercapai dimana selama
perawatan tidak terjadi cidera, masuk tahap adaptasi “integreted”.
Selesai kemoterapi pasien pulang, kembali kontrol ke poli paru
tanggal 28 April 2015, obat oral yang dilanjutkan ondasentron 2 x 4
mg (po), randitidin 2 x 150 mg (po), multivitamin 1 x 1 (po) dan
edukasi segera ke rumah sakit apabila sesak, diare hebat, muntah.
Rencana kemoterapi berikutnya pada tanggal 13 Mei 2015 dan
radioterapi dilanjutkan setelah alatnya baik.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien inisial Tn. Sep, usia
Pasien masuk IGD tanggal 14 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
21 tahun, agama Islam, 2015 dengan keluhan sesak nafas, mode adaptasi adalah sebagai berikut:
pendidikan terakhir SLTA, sesak nafas memberat sejak 3 hari Oksigenasi
pekerjaan sebagai karyawan SMRS. Sesak nafas tidak dipengaruhi Pengkajian perilaku
pabrik sepatu, status lajang.
oleh perubahan cuaca, sesak nafas  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
Pembayaran menggunakan berkurang saat istirahat dan dengan dengan oksigen NRM 6 L/menit, dinding dada masih terlihat
BPJS. posisi ½ duduk atau tidur dengan asimetris (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan bunyi
menggunakan 3 bantal. Pasien vesikuler melemah. Frekuensi pernafasan 28 x/menit,
Diagnosa medis : Tumor merasakan pegal di punggung bagian menggunakan otot nafas tambahan, pursed lips breathing,
mediastinum diagnosa kanan, berat badan turun 1 kg dalam nyaman dalam posisi ½ duduk atau tidur dengan 3 bantal. Hasil
banding TB effusi pleura, 6 bulan terakhir, nafsu makan foto terkesan effusi pleura di bagian paru kanan.
syndrome dispepsia. menurun. Keadaan umum lemah,  Pertukaran gas : AGD diperiksa kesan darah vena.
komposmentis, tekanan darah 110/70  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
mmHg, nadi 106 x/menit, RR 32 dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/70 mmHg, nadi 107
x/menit, saturasi O2 97 % setelah x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen NRM 6 L/menit.
dengan NRM 6 L/menit. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
Pada bulan Pebruari 2015 pasien work menurun). Stimulus kontektual : gambaran paru kanan
sudah berobat ke poli paru dan terkesan radioopag (cairan), effusi pericard, sidrom vena cava
dilakukan foto thorak (kesan effusi superior. Stimulus residual : kebiasaan merokok selama 2 tahun,
pleura kanan diduga TBC), kemudian sehari 10 batang, riwayat pengobatan TBC 2 minggu, riwayat kerja
dirawat. Selama dirawat dilakukan di pabrik.
CT Scan thorak dengan kontras
(kesan massa mediastinum, Proteksi
penekanan vena cava superior dan Pengkajian perilaku
effusi pericard), ECHO kesan effusi Keadaan umum lemah, sakit sedang, direncanakan TTNA dan BC
pericard). Dilakukan pungsi 1000 cc jika keadaan umum membaik. Hasil darah rutin, tanggal 14 Maret
cairan berwarna kemerahan). 2015 : L = 111.87 ribu/mm3; Hb = 8,1 gr/dl; HT= 24 %; T = 91
Riwayat pengobatan OAT kategori I ribu/mm3.
(R450/ H300/E1000/Z1000) minggu Pengkajian stimulus :

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


kedua. Stimulus fokal : gangguan sistem imun, cenderung anemia.
Stimulus kontektual : peningkatan metabolisme sel tumor. Stimulus
Riwayat penyakit sebelumnya residual : kebiasaan merokok selama 2 tahun, sehari 10 batang,
hipertensi (-), DM (-), merokok (+) riwayat pengobatan TBC 2 minggu, riwayat kerja di pabrik.
sehari 10 batang/hari selama 2 tahun Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
terakhir. muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
Di IGD dilakukan : pemberian cidera dengan faktor risiko trombositopenia, anemia.
oksigen 6 L/menit dengan NRM,
pemeriksaan darah (DPL dan AGD Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak
elektrolit), pemberian ranitidine 2 x efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
50 mg (IV), terapi OAT lanjut. infus nafas) dan status vital signs; 2) risiko cidera dengan dengan kontrol
NaCl 0,9 %/24 jam. Direncanakan risiko, monitoring status imun, perilaku aman (safety behaviour).
TTNA dan BC saat di ruang rawat Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
inap. Hasil laboratorium tanggal 14 melanjutkan terapi oksigen; 2) tanggal 15 Maret 2015, pemberian
Maret 2015 : L = 111.87 ribu/mm3; tranfusi PRC 300cc; hasil DPL pasca tranfusi Hb = 10,9; HT = 32,8
Hb = 8,1 gr/dl; HT= 24 %; T = 91 %; T = 99; L = 110 ribu/mm3; 3) tanggal 16 Maret 2015 dilakukan
ribu/mm3; alb = 2,9; glo = 2,6; pH = pungsi cairan pleura 750 cc dan pemeriksaan analisa, citologi, cultur
7,366; pCO2 = 35,2; pO2 = 21,5; Mo dan kultur resistensi cairan pleura. Tanggal 18 Maret 2015
HCO3 = 19,7; Saturasi oksigen = pukul 10.00 kondisi pasien memburuk, keadaan umum payah,
34,5; Na = 142; K = 4,03; Cl = 99; kesadaran somnolen (E3 M4 V2), tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
Ur/Cr = 65/0,9; Dgs = 101. 90 x/menit, RR 22 x/menit, saturasi 96 % dengan NRM 8 L/menit.
Dilakukan pemeriksaan AGD cito, hasil pH 7,33; pCO2 = 52; pO2 =
72; HCO3 = 27; saturasi 96 %; kesan asidosis respiratorik (gagal
nafas tipe 2). Kemudian dikonsulkan ICU.
Keadaan umum pasien memburuk, masalah keperawatan menjadi
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi (V/Q). Pukul 13.45 pasien dirawat diruang
ICU.

Pasien dirawat selama 4 hari (14 – 18 Maret 2015) dan setelah


dilakukan intervensi keperawatan pencapaian tujuan pola nafas

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


efektif tidak tercapai, masuk tahap mal-adaptasi “compromized”,
dan masuk pada gangguan pertukaran gas (gagal nafas tipe-2).
Tujuan keperawatan kedua tercapai dimana selama perawatan tidak
terjadi cidera, masuk tahap adaptasi “integreted”. Selanjutnya
pasien dilakukan perawatan di ruang ICU.

Pasien inisial Tn. Ry M, Awal mulanya tanggal 11 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
usia 54 tahun, agama 2015 pasien datang berobat ke poli mode adaptasi adalah sebagai berikut:
Katolik, pendidikan terakhir onkologi (poli paru) dengan keluhan Oksigenasi
SLTP, pekerjaan sebagai sesak nafas sejak 2 bulan SMRS Pengkajian perilaku, 12 Maret 2015
sopir, status menikah disertai batuk bercampur bercak  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
dengan 1 isteri tanpa anak, darah, nyeri dada bagian kiri pada dengan oksigen nasal kanul 5 L/menit, dinding dada dan
tinggal di Tangerang. saat batuk, VAS 2 - 3. Keadaan pergerakannya simetris, taktil frenikus kanan dan kiri sama,
Pembayaran menggunakan umum saat ini sakit sedang, lemah, perkusi paru kanan-kiri sonor dan bunyi vesikuler melemah.
BPJS. nafsu makan menurun, penurunan Frekuensi pernafasan 24 x/menit, menggunakan otot nafas
berat badan 10 kg selama 6 bulan tambahan (tarikan dada berat), batuk dengan dahak (+). Hasil
Diagnosa medis : metastase terakhir (40 Kg), kesadaran foto thorak tanggal 11 Maret 2015 terkesan bercak infiltrat
tumor di paru diagnosa komposmentis, tekanan darah nodular di kedua lapang paru (perburukan dibandingkan dengan
banding broncoalveolar 130/90, nadi 105, RR 25 x/menit, foto tanggal 22 Pebruari 2015).
carsinoma dengan suhu 36 0C, saturasi 90 % (tanpa  Pertukaran gas : AGD diperiksa kesan alkalosis respiratorik
syndrome dispepsia. oksigen). Riwayat pengobatan kompensasi penuh.
sebelumnya, berobat dan di rawat di  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
GSB RSUP Persahabatan (16 dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 140/80 mmHg, nadi 107
Pebruari – 2 Maret 2015) dengan x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen NRM 6 L/menit.
keluhan yang sama, kemudian Pengkajian stimulus :
dilakukan pemeriksaan x-rays, ct Stimulus fokal : jaringan sel tumor tidak mampu melakukan fungsi
scan thorak, bronkoskopi (tidak biologis, yaitu pertukaran gas). Stimulus kontektual : gambaran paru
diketemukan sel ganas, hasil bilasan kanan-kiri terkesan luasnya jaringan paru oleh sel metastase tumor
bronkus diketemukan jamur), BTA (x-rays perburukan). Stimulus residual : kebiasaan merokok selama
3x hasil negatif, hasil PCR TB hasil 35 tahun, sehari 2 bungkus, riwayat kerja sopir angkot (pajanan
negatif. Riwayat penyakit polutan), riwayat nutrisi kurang.
sebelumnya TBC (-), asma (-),

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


hipertensi (-), DM (-). Riwayat Nutrisi
merokok 2 bungkus/hari selama 35 Pengkajian perilaku, 12 Maret 2015
tahun. Riwayat keluarga tidak ada Pasien lemah, kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva tidak
yang memiliki riwayat penyakit pucat. Mengeluh nafsu makan menurun, selama sakit porsi makan
keganasan. setengahnya, rasa pahit dan asupan sulit. Berat badan 40 Kg (selama
Di IGD dilakukan : pemberian 6 bulan terakhir mengalami penurunan 10 Kg), Tinggi badan 163
oksigen 5 L/menit dengan asal canul, Cm. IMT = 15,03 KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 13,7 gr/%;
pemeriksaan darah (DPL dan AGD DGS 88 gr/dl; alb = 2,8; glo = 2,7.
elektrolit), pemberian ranitidine 2 x Pengkajian stimulus :
50 mg (IV). infus NaCl 0,9 %/ 12 Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker,
jam, foto ulang thorak. Direncanakan ketidakadequatan asupan. Stimulus kontektual : progressivitas
periksa tumor marker CEA, PSA pertumbuhan sel kanker (hasil x-rays perburukan). Stimulus residual
(prostate spesific antigen), konsul : riwayat perokok berat dan aktif (indeks brighman dalam kategori
urologi saat di ruang rawat inap. berat), riwayat kerja sopir angkot (pajanan polutan), riwayat status
Hasil laboratorium tanggal 11 Maret gizi kurang.
2015 : L = 15,89 ribu/mm3; Hb =
13,7 gr/dl; HT= 42 %; T = 431 Sensasi
ribu/mm3; alb = 2,8; glo = 2,7; Pasien mengeluh nyeri saat bersamaan dengan batuk, VAS 2 – 3.
SGOT/SGPT = 37/25; pH = 7,429; Tampak ekpresi wajah menahan nyeri saat batuk namun pasien
pCO2 = 29,5; pO2 = 81,8; HCO3 = mengatakan dapat mengontrolnya (tahapan adaptif).
19,1; Saturasi oksigen = 94,3; Na = Stimulus fokal : pengaruh mediator kimia asetil kolin, kortisol,
138; K = 4,00; Cl = 99; Ur/Cr = cytokine, prostaglandin (invasi sel tumor pada pleura, dinding dada,
65/0,9; Dgs = 88. iritasi nervus interkostalis). Stimulus konstektual : pertumbuhan dan
perkembangan sel tumor. Stimulus residual : riwayat perokok berat
dan aktif (indeks brighman dalam kategori berat), riwayat kerja
sopir angkot (pajanan polutan).

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar; 2)
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan; berhubungan
dengan peningkatan metabolisme sel tumor.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) gangguan
pertukaran gas dengan monitoring respirasi (ventilasi dan
kepatenan jalan nafas), manajemen asam basa, terapi oksigen dan
status vital signs; 2) ketidakseimbangan nutrisi dengan monitor
status nutrisi (keadequatan intake makanan dan cairan) dan kontrol
berat badan. Selama perawatan tanggal 12 – 16 Maret 2015,
intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif adalah terapi
oksigen dinaikan dengan NRM 8 L/menit, methylprednisolon 2 x
62,5 mg (IV), ranitidine 2 x 50 mg (IV) dan pemeriksaan tumor
marker PSA, CEA. Intervensi keperawatan mandiri yang dilakukan
monitoring respirasi (ventilasi and kepatenan jalan nafas) dan status
vital signs; memonitor status nutrisi (keadequatan intake makanan
dan cairan) dan kontrol berat badan. Evaluasi yang dapat dilakukan
bahwa tujuan keperawatan dari dua masalah keperawatan tersebut
tidak tercapai dan masuk dalam kategori adaptasi Roy
“compromized”, karena kondisi pasien berangsur-angsur
memburuk, hemodinamik tidak stabil, mengalami gangguan perfusi,
hasil AGD terbaru pH 7,32; pCO2 30,9; pO2 68; HCO3 19,6; BE -
4,5; saturasi 02 90%. Kemudian dikonsultasikan ke ICU (ICU
penuh), keluarga setuju dirawat di ruang perawatan biasa. Hari
Minggu, tanggal 16 Maret 2015 pukul 22.05 berdasarkan
dokumentasi keperawatan pasien meninggal dunia (†). Keluarga
mengatakan sudah menerima, memahami dan menyakini bahwa
takdir sudah ditetapkan oleh Tuhan YME.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien inisial Tn. Ad. M, Pasien masuk di IGD tanggal 3 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
usia 24 tahun, agama Islam, 2015 dengan keluhan sesak nafas di mode adaptasi adalah sebagai berikut:
pendidikan terakhir SLTA, sertai demam tinggi, kesulitan Oksigenasi
pekerjaan wiraswasta menelan, penurunan nafsu makan. Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
(bengkel las), status belum Sesak nafas dirasakan sejak 1 minggu  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
menikah, tinggal di Jakarta SMRS, memberat sejak 3 hari SMRS dengan oksigen nasal kanul 3 L/menit, dinding dada dan
Utara. Pembayaran dan dipengaruhi oleh aktivitas. 1 pergerakannya asimetris (bagian kiri ketinggalan gerak), taktil
menggunakan BPJS. minggu sebelum sesak pasien frenikus kiri melemah, perkusi paru kiri melemah (redup) dan
menderita batuk berdahak warna bunyi vesikuler melemah, ronkhi basah halus +/+. Frekuensi
Diagnosa medis : effusi kuning kental. Riwayat sakit pernafasan 24 x/menit, menggunakan otot nafas tambahan
pleura pasca operasi sebelumnya pasien pernah di rawat di (tarikan dada), batuk dengan dahak (+). Hasil foto thorak tanggal
debulking pada tumor GSB RSUP Persahabatan diagnosa 4 Maret 2015 terkesan terdapat infiltrat di kedua lapang paru,
mediastinum diagnosa tumor paru jenis mixed germ cell dan costofrenikus hemithorak kiri tampak tumpul.
banding HCAP. sudah dilakukan operasi debulking  Pertukaran gas : AGD dari IGD pH = 7,348; pCO2 = 41,9; pO2 =
bulan januari 2015. Riwayat 84,8; HCO3 = 22,4; saturasi oksigen 96,8% dengan oksigen 3
merokok, penyakit terdahulu tidak L/menit.
ada (disangkal). Penyakit yang sama  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
dari riwayat keluarga disangkal. dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/80 mmHg, nadi 92
Keadaan umum di IGD lemah, x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen nasal canul 3
kesadaran komposmentis, RR 24 L/menit. Hasil laboratorium tanggal 3 Maret 2015 : L = 33,29
x/menit, nadi 98, suhu 38,5 0C, ribu/mm3; Hb = 12,8 gr/dl; HT= 40 %; T = 434 ribu/mm3;
tekanan darah 100/70 mmHg, Pengkajian stimulus :
saturasi oksigen 98 % setelah Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
menggunakan O2 3 L/menit. work menurun). Stimulus kontektual : gambaran hemithorak kiri
Di IGD dilakukan : pemberian (costofrenikus) terkesan tumpul, riwayat operasi debulking, infiltrat
oksigen 3 L/menit dengan nasal di lapang 2 paru. Stimulus residual : bekerja di bengkel las sejak 2
canul, pemeriksaan darah (DPL dan tahun yang lalu (jarang menggunakan masker saat bekerja), kurang
AGD elektrolit), infus NaCl 0,9 %/ 8 pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi.
jam, foto thorak (kesan effusi pleura
paru kiri) dan dilakukan pungsi Nutrisi
keluar cairan 100 cc, warna Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
kemerahan. Dilanjutkan rawat inap Pasien lemah, tampak kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


dengan terapi levofloxacin 1 x 750 tidak pucat. Riwayat nafsu makan menurun, perasaan enek dan sulit
mg (IV), Meropenem 3 x 1 gr (IV), menelan. Berat badan 45 Kg, TB 165 cm. IMT = 16,67 KgBB/Cm2.
paracetamol 3 x 500 mg (drip), Hasil laboratorium tanggal 3 Maret 2015 : Hb = 12,8 gr/dl; HT= 40
ventolin 4 x/hari dan check DPL 3 %; T = 434 ribu/mm3; alb = 2,4; glo = 2,0; SGOT/SGPT = 19/15;
hari pasca pemberian antibiotik, foto Na = 140; K = 3,80; Cl = 107; Dgs = 101
thorak ulang hari ke-5. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel tumor,
ketidakadequatan asupan. Stimulus kontektual : progressivitas
pertumbuhan sel tumor. Stimulus residual : bekerja di bengkel las
sejak 2 tahun yang lalu (jarang menggunakan masker saat bekerja),
kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi.

Proteksi
Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
Keadaan umum sakit sedang, lemah, mengalami febris dengan suhu
38,5 0 C. Saat pemeriksaan auskultasi dinapatkan bunyi paru ronkhi
basah halus. Hasil darah rutin leukositosis (L = L = 33,29 ribu/mm3
ribu/mm3). X-rays terkesan terdapat infiltrat di kedua lapang paru.
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : adanya proses inflamasi. Stimulus kontektual :
peningkatan metabolisme sel tumor. Stimulus residual : bekerja di
bengkel las sejak 2 tahun yang lalu (jarang menggunakan masker
saat bekerja), kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan
nutrisi, riwayat di rawat di RSUP Persahabatan dan menjalani
operasi debulking pada bulan Januari 2015.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2)
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan; berhubungan
dengan peningkatan metabolisme sel tumor; 3) risiko infeksi
(penyebaran).

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak
efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas), terapi oksigen dan status vital signs; 2) ketidakseimbangan
nutrisi dengan monitor status nutrisi (keadequatan intake makanan
dan cairan) dan kontrol berat badan; 3) risiko infeksi (penyebaran
infeksi) dengan monitoring status daya tahan tubuh, kontrol infeksi,
kontrol faktor risiko. Selama perawatan 11 hari (tanggal 03 – 13
Maret 2015, intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif
adalah terapi oksigen 3 L/menit, melanjutkan terapi levofloxacin 1
x 750 mg (IV), Meropenem 3 x 1 gr (IV), paracetamol 3 x 500 mg
(drip), ventolin 4 x/hari. Melanjutkan untuk konsul ke THT
(dilakukan telelaringoscopi, hasil dalam batas normal, mendapat
terapi tambahan lansoprazol 2 x 30 mg (po) dan candistatin 4 x 1 cc
(po)); menindaklanjuti konsul IPD (saran koreksi albumine 20 % s.d
nilai > 2,5); mendampingi USG thorak + marker dilanjutkan dengan
pungsi pleura, keluar 500 cc warna kemerahan). Dilanjutkan konsul
kepada DPJP pulmonologi onkologi, saran perbaiki keadaan umum
(atasi sepsis), ulang DPL dan foto thorak, setelah itu siapkan CCT
untuk rencana kemoterapi. Intervensi keperawatan mandiri yang
dilakukan monitoring respirasi (ventilasi and kepatenan jalan nafas)
dan status vital signs; memonitor status nutrisi (keadequatan intake
makanan dan cairan) dan kontrol berat badan; monitoring status
daya tahan tubuh dan kontrol infeksi pada tanggal 13 Maret 2015,
pasien diijinkan pulang setelah tidak dijumpai tanda-tanda dysnea,
infeksi (bebas demam) dan perbaikan keadaan status nutrisi. Hasil
laboratorium tanggal 9 Maret 2015 Hb = 13,01 gr/dl; HT= 40,9 %;
T = 425 ribu/mm3; alb = 3,0; glo = 2,8; prot total = 5,8. Hasil foto
thorak dibandingkan dengan sebelumnya membaik (infiltrat
minimal, jumlah effusi berkurang). Pasien diharapkan kontrol hari
Rabu, tanggal 19 Maret 2015 dan follow up hasil CCT dan
amprahan obat kemoterapi; terapi diganti oral cefixime 2 x 200 mg
(po); lansoprazol 2 x 30 mg (po), candistatin 4 x 1 cc, fujimin 3 x 1

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


(po), multivitamin 1 x 1 (po). Kesimpulan bahwa tujuan
keperawatan dari tiga masalah keperawatan tersebut tercapai dan
masuk dalam kategori adaptasi Roy “integreted”.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


No Identitas pasien Riwayat pasien Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Adaptasi Roy

Pasien dewasa laki-laki, Keluhan utama : pasien masuk ke Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
dengan inisial Tn. Mnjn (49 rumah sakit melalui poli paru karena mode adaptasi adalah sebagai berikut:
tahun), agama islam, 2 hari kedepan direncanakan Oksigenasi
pendidikan SD, pekerjaan kemoterapi lini I siklus I : Pengkajian perilaku
swasta, status menikah karboplatin 600 mg, etoposide 144  Ventilasi : Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis,
dengan 1 orang istri dan 2 mg dilanjutkan dengan radioterapi nafas spontan dengan oksigen 2 L/menit, di dinding dada masih
orang anak. Pembayaran (koncuren). Keluhan tambahan terlihat asimetris (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan
dengan jaminan perusahaan adanya nyeri dibagian dada sebelah bunyi vesikuler melemah. Frekuensi pernafasan 24 x/menit,
dari smart agribusiness and kanan VAS 3 (namun pasien masih tampak sedikit menggunakan otot nafas tambahan. Hasil foto
food. toleransi) dan sesak nafas. thorak curiga masa paru kanan. Hasil biopsi bronkus karsinoma
sel kecil paru kanan.
Diagnosa medis : Riwayat merokok selama 25 tahun  Pertukaran gas : AGD tidak diperiksa.
Karsinoma sel kecil paru (sehari menghabiskan 18 batang).  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
kanan Berhenti merokok sejak sakit batuk- dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/60 mmHg, nadi 98
batuk, sekitar 6 bulan yang lalu. x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen 2 L/menit.
Riwayat minum alkohol disangkal. Pengkajian stimulus :
Riwayat penyakit sebelumnya tidak Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
ada. work menurun). Stimulus kontektual : masa paru kanan. Stimulus
residual : kebiasaan merokok selama 25 tahun, sehari 18 batang.
Masuk ruang rawat inap,
diintruksikan berikan oksigen 2 Nutrisi
L/menit, diet TKTP dan periksa Pengkajian perilaku
DPL, LFT. Saat ini nafsu makan pasien sudah lebih baik, rasa enek sudah tidak
Hasil laboratorium saat masuk : L = ada. BB 44 kg, TB 165 cm, IMT 16,2 kg/m2 (18 – 22 kg/m2).
3,96 ribu/mm3; Hb = 13,0 g/dl; Ht = Turgor kulit elastis, lentur dan baik. Hb = 13,0 g/dl, Alb 3,8 g/dl.
36 %; Tromb = 221 ribu/mm3; DGs Riwayat penurunan BB 8 kg selama 8 bulan terakhir.
= 85 mg/dl; Na = 135 mmol/L; K =
3,7 mmol/L; Cl = 102 mmol/L; Alb
= 3,8 g/dl; SGOT/SGPT = 24/51;
Ur/Cr = 16/0,7.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Hasil patologi anatomi dari biopsi Pengkajian stimulus :
bronkus adalah small cell Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker, asupan
carcinoma. kurang. Stimulus kontektual : kanker paru. Stimulus residual :
kebiasaan merokok, kurang pengetahuhan tentang perjalanan
penyakit dan pentingnya nutrisi.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak


efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas) dan status vital signs; 2) Ketidakseimbangan nutrisi, ketidak
seimbangan elektrolit dengan status nutrisi (nutrisi adeguat; asupan
makana dan minuman cukup) dan kontrol berat badan.
Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
pemberian leukogen 1 unit; 2) pemeriksaan DPL setelah pemberian
leukogen. Hasil laboratorium terakhir L = 4,36 ribu/mm3, Hb =
12,9 g/dl, HT = 37 % dan Tromb = 242 ribu/mm3; 3) oksigenasi 2
L/menit; 4) pemberian obat kemoterapi sesuai protokol. Pada hari
kedua kondisi pasien lebih baik dan kemoterapi dapat dilakukan.
Selanjutnya pasien menjalani kemoterapi sampai 3 hari (hari
pertama dengan karboplatin 600 mg dan etoposide 144 mg,
dilanjutkan etoposide 144 mg di hari kedua dan ketiga. Pasien
dirawat selama 6 hari dan setelah dilakukan intervensi keperawatan
pencapaian tujuan nutrisi, masuk dalam tahap adaptasi
“compensatory”, makan selalu habis namun IMT < 22 Kg/m2.
Tujuan pola nafas efektif, masuk tahap adaptasi “integreted”,
keluhan sesak berkurang, mampu bernafas tanpa dengan oksigen,
saturasi O2 97 %, selesai kemoterapi pasien pulang.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien laki-laki, dengan Keluhan utama setelah kemoterapi Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
inisial Tn. UB (58 tahun), (lini II siklus 1 : taxotere 91 mg) 1 mode adaptasi adalah sebagai berikut:
agama islam, pendidikan minggu yang lalu, perasaan dibagian Nutrisi
SLTP, pekerjaan karyawan perut tidak nyaman dan 2 hari Pengkajian perilaku
swasta, status menikah terakhir bab encer sebanyak 4 kali Pasien tampak lemah, turgor kulit melemah (kurang elastis), rabaan
dengan 1 orang istri, 4 tiap hari, sampai pasien merasa permukaan kulit lembab, nafsu makan berkurang yang disebabkan
orang anak. Pembayaran lemas, gemetaran. Selanjutnya karena perasaan perut yang tidak nyaman (enek), 3 – 4 sendok
dengan BPJS. dibawa ke IGD RSUP Persahabatan sudah terasa pahit, mual. Berat badan saat ini 49 Kg (meningkat 1
oleh istrinya. Kg dalam 1 bulan terakhir), tinggi badan 165 Cm. IMT = 18,01
Diagnosa medis : sindrom KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 10,5 gr/%; DGS 89 gr/dl. L
dyspepsia (GEA) pada Riwayat merokok sejak tamat SD. 2,72 ribu/mm3.
adenocarsinoma paru kiri Awal mulanya hanya sekedar Pengkajian stimulus :
(T4 N2 M). mencoba, sehari 2 – 3 batang. Stimulus fokal : ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran
Setelah lulus SMP dan bekerja makanan. Stimulus kontektual : pasca pengobatan kemoterapi
sehari bisa sampai 1 bungkus/hari. taxotere 91 mg. Stimulus residual : menderita adenocarsinoma paru
Berhenti merokok sejak ada keluhan kiri (T4 N2 M), kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan
batuk tidak sembuh-sembuh, dan makanan yang adequat.
terdiagnosa dengan kanker paru.
Pasien tidak memiliki kebiasaan Proteksi
begadang malam dan minum Pengkajian perilaku
alkohol. Keadaan umum lemah, masih mengalami bab encer, berbau,
berlendir. Hasil darah rutin leukopeni (L = 2,72 ribu/mm3), analisa
Di IGD dilakukan : feaces diketemukan amuba.
 Pemeriksaan fisik : dada Pengkajian stimulus :
asimetris, paru kiri ketinggalan Stimulus fokal : sistem imun menurun, infeksi saluran cerna.
gerak, dada redup dan bunyi Stimulus kontektual : pasca pengobatan kemoterapi taxotere 91 mg
vesikuler melemah. (toxicity hematologi dan non hematologi). Stimulus residual :
 Pemeriksaan Laboratorium : menderita adenocarsinoma paru kiri (T4 N2 M).
Darah lengkap Hb = 10,0 gr/dl;
Tromb = 339 rb; HT = 30,2 %; L

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


= 2,72 ribu/mm3. Elektrolit Na = Cairan dan elektrolit
130; K = 2,6; Cl = 103; GDS = 89 Pengkajian perilaku
gr/dl. LFT Ureum = 13; Selain data dari pengkajian nutrisi, pasien memiliki riwayat diare
Creatinin = 0,8, Albumin = 3,0, selama 2 hari. Setiap hari bab sebanyak 3 – 4 kali dengan
Globulin 3,0, protein total 6,1. konsistensi encer, bau dan berlendir. Pasien tampak lemah,
SGOT/SGPT = 25/14. mengeluh lemas, dengan kekuatan otot 4 - 5. Kadang badan
 Tata laksana : merasakan dingin sehingga selalu memakai selimut dan kaos kaki.
Rawat inap, pasang infus dan Sudah terpasang infus di tangan kanan dengan NaCl 0,9 % + KCl
lanjutkan koreksi KCl 15 meg 15 meg kalf I sisa 250 cc, saat ini aktivitas sebagian dibantu oleh
dalam NaCl 0,9 % / 8 Jam (3x), istrinya, seperti ke kamar mandi. Hasil laboratorium terakhir, saat di
selanjutnya check elektrolit di IGD Na/K/Cl = 130/2,6/100. Rencana check elektrolit setelah
ruangan. Rencanan pemberian koreksi kantong ketiga.
leukogen (SC), Check faeces di Pengkajian stimulus
ruangan. Stimulus fokal : ketidakseimbangan asupan cairan, elektrolit.
Stimulus kontektual : riwayat diare, pasca pengobatan kemoterapi
taxotere 91 mg (toxicity hematologi dan non hematologi), asupan
tidak adequat. Stimulus residual : menderita adenocarsinoma paru
kiri (T4 N2 M), kebiasaan makan menggunakan tangan, kurang
pengetahuan handhygiene.

Mode Konsep diri


Pengkajian perilaku
Personal self (identitas diri) pasien sering merasa kuatir, karena
mendengar anggapan bahwa shalat di atas tempat tidur karena sakit
dan tidak melaksanakan shalat Jum’at tidak akan diterima semua
amalannya. Pasien merasa tidak berharga dan sia – sia dari apa yang
sudah lakukan saat ini. Saat berceritera pasien didampingi oleh
istrinya sambil menangis terisak – isak.
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : keterbatasan informasi dan fisik. Stimulus
kontektual : kurang informasi dan support sistem. Stimulus residual
: menderita penyakit adenocarsinoma paru kiri.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Mode fungsi peran
Pengkajian perilaku
Pasien sebagai kepala keluarga dengan 1 orang istri dan 4 orang
anak (3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan). Paling besar sudah
berusia 32 tahun dan yang paling kecil 5 tahun. Biaya rumah sakit
menggunakan BPJS. Selama sakit kegiatan ibadah dilakukan di
rumah, tidak datang ke mesjid dan kadang – kadang dilakukan di
atas tempat tidur.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) risiko ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan; ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan dengan mual, kehilangan cairan, aupan tidak adekuat;
2) risiko infeksi; 3) risiko distres spiritual.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) risiko


ketidakseimbangan nutrisi, ketidak seimbangan elektrolit dengan
monitoring status nutrisi (nutrisi adequat asupan makanan dan
minuman), kontrol berat badan dan manajemen cairan – elektrolit
(hidrasi, keseimbangan cairan dan elektrolit); 2) risiko infeksi
dengan monitor status imune, kelola-kontrol infeksi, kontrol risiko;
3) risiko distress spiritual dengan manajemen distress, mekanisme
kontrol, sistem suppot dalam keluarga.
Mulai hari pertama perawatan terdapat intervensi keperawatan
sebagai bentuk limpah wewengan seperti : terapi antibiotik
ceftriaxone 1 x 2 gr (IV), terapi amuba metronidazol 3 x 500 mg
(IV), ranitidine 2 x 50 mg (IV), koreksi KCL (IV), leukogen 1 x 1
unit (SC), anti diare new diatab 3 x 1 tab (oral). Selama sebelas hari
perawatan pasien mengalami perbaikan kondisi, dilihat dari
pencapaian tujuan keperawatan yaitu :

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


1) risiko ketidakseimbangan nutrisi, saat ini nafsu makan membaik,
keluhan mual, enek berkurang, makan selalu habis, bab sudah
normal, BB naik 1 Kg. Hasil laboratorium Na/K/CL = 136/3,6/100;
Hb = 12,00 gr/dl, HT = 35 %, masuk dalam tahap adaptasi
“integreted”; 2) tujuan risiko infeksi, masuk dalam tahap adaptasi
“integreted”, leukopeni dalam perbaikan (L = 12,44 ribu/mm3),
tanda – tanda infeksi lain tidak terjadi, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 92 x/menit, suhu 37,10C, RR 22 x/menit; 3) distress
spiritual teratasi, masuk dalam tahap adaptasi “integreted”, karena
pasien sudah dapat menyakini bahwa Allah SWT maha pemurah,
maha penyayang, yang tidak akan memberatkan hambanya dalam
beramal saleh dan berbuat kebajikan. Sehingga tanggal 1 Mei pasien
diijinkan pulang dari rumah sakit.

Pasien laki - laki dewasa, Pasien datang ke IGD RSUP Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
berinisial Tn. Yo, usia 34 Persahabatan yang diantar oleh mode adaptasi adalah sebagai berikut:
tahun, beragama Islam, orang tua dan pamannya dengan Oksigenasi
pendidikan terakhir SMA, keluhan sesak nafas dan nyeri dada Pengkajian perilaku
status belum menikah, di bagian sebelah kanan, menjalar  Ventilasi : Keadaan umum lemah, composmentis, nafas spontan
pekerjaan sopir angkot. sampai dengan punggung belakang dengan O2 4 L/menit, pergerakan dada asimetris (dada sebelah
Pembayaran dengan BPJS. serta nyeri ulu hati, saturasi O2 90 % kanan ketinggalan gerak), sedikit retraksi dinding dada, taktil
(tanpa O2) . Keluhan bertambah frenikus sebelah kanan menurun, perkusi meredup, vesikuler
Diagnosa medis : Sesak sejak 1 minggu SMRS. Riwayat melemah pada dada sebelah kanan. HR 24 x/menit, Saturasi O2
nafas diduga tumor paru dirawat pada bulan Januari di RSUD 94 – 96 %.
kanan. Cengkareng selama 2 minggu,  Pertukaran gas : AGD terbaru belum diambil (hasil dari IGD
dilakukan bronkoskopi dan CT Scan. dbn).
Selanjutnya dirujuk ke RS  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tidak tampak pucat,
Dharmais. Dari RS Dharmais tekanan darah 110/80 mmHg, N 104 x/menit, CRT < 3 detik,
langsung dirujuk ke RSUP akral hangat, tidak diketemukan edema pada kedua kaki dan
Persahabatan dengan tujuan tangan, turgor kulit kurang elastis.
prodiagnostik dan tatalaksana pada
pasien diduga kanker paru kanan. Di

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


IGD kondisi umum pasien lemah, Pengkajian stimulus :
sesak, kesadaran composmentis. Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
Riwayat penyakit sebelumnya : work menurun). Stimulus kontektual : desak ruang oleh massa paru.
hipertensi, asma tidak ada. Riwayat Stimulus residual : riwayat perokok aktif, minum alkohol, kebiasaan
kecelakaan cidera tulang belakang begadang.
(lumbal) dan panggul pada tahun
2001. Riwayat minum alkohol Nutrisi
selama menjadi sopir angkot dan Pengkajian perilaku
merokok sejak kecil (masuk SMP), Pasien lemah, kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva sedikit
sehari 1,5 – 2 bungkus perhari. Saat anemis. Mengeluh nafsu makan menurun, setiap makan sekitar 2 -3
ini mengalami penurunan berat sendok selama sakit. Berat badan 52 Kg (selama 6 bulan terakhir
badan 8 Kg dalam 6 bulan terakhir mengalami penurunan 8 Kg, sebelumnya 60 Kg), Tinggi badan 172
(BB saat ini 52 Kg, TB 172 Cm). Cm. IMT = 17,29 KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 11,8 gr/%;
DGS 129 gr/dl.
Hasil foto thorak dan CT scan thorak Pengkajian stimulus :
lama dari RSUD Cengkareng Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker, asupan tidak
terkesan = massa paru kanan. adequat. Stimulus kontektual : masa kanker.
Stimulus residual : riwayat perokok aktif, minum alkohol,
Di IGD dilakukan : monitoring begadang, kurang pengetahuan.
tanda-tanda vital, tingkat kesadaran,
pemeriksaan laboratorium : DPL, Cairan dan elektrolit
elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS. Pengkajian perilaku
Pasien lemah, mengeluh lemas, mudah capek. Kekuatan otot 5.
Hasil laboratorium : Terpasang infus di tangan kiri dengan NaCl 0,9 % + Ketoralac 30
Hasil lab : L = 11,80; Hb = 13,0; HT mg/12 jam di three way dengan NaCl 3 %/24 jam, aktivitas
= 39; Tr = 515. Saturasi pada sebagian dibantu oleh istrinya. Hasil laboratorium terakhir, saat di
oksimetri 90 % tanpa O2. Hasil AGD IGD Na/K/Cl = 126/3,83/89. Rencana check elektrolit setelah
= pH/ PO2/ PCO2/ HCO3/ Sat O2 koreksi NaCl 3% sebanyak 3 kalf.
(7,35/ 75/ 42/ 23/ 92 %); elektrolit Stimulus fokal : ketidakaquatan intake cairan, elektrolit,
Na/ K/ Cl = 126/ 3,83/ 89; Ur/ Cr = peningkatan metabolisme sel kanker. Stimulus kontektual : penyakit
15/0,3; DGS = 129. kanker paru. Stimulus residual : perokok, peminum alkohol, kurang
pengetahuan.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Dari hasil pemeriksaan klinis dan Sensasi
laboratorium, pasien disarankan Setelah pasien mendapatkan terapi ketoralac 30 mg/12jam, pasien
rawat inap. Kemudian pasien dirawat mengatakan rasa nyerinya berkurang, yang semula skala 5, menjadi
di ruang GSB, dengan terapi : skala 2. Ekpresi wajah tidak menunjukkan menahan nyeri.
Terapi oksigen 4 L/mnt, IV line 2 Stimulus fokal : pengaruh mediator kimia asetil kolin, kortisol,
jalur (koreksi NaCl 3 % 500 cc/ 24 cytokine, prostaglandin dll. Stimulus konstektual : sel kanker paru.
jam dan NaCl 0,9 % + Ketoralac 30 Stimulus residual : perokok, peminum alkohol, kurang pengetahuan
mg/12 jam), ranitidine 2 x 50 mg manajemen nyeri non farmakologi.
(IV).
Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan kemampuan pengembangan
volume paru dan nyeri; 2) ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan; ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
mual, peningkatan metabolisme sel kanker; 3) nyeri akut
berhubungan dengan produksi zat kimia dari sel kanker. Intervensi
keperawatan yang dilakukan pada : 1) pola nafas tidak efektif
dengan monitoring respirasi (ventilation and kepatenan jalan nafas)
dan status vital signs; 2) ketidakseimbangan nutrisi, ketidak
seimbangan elektrolit dengan monitor status nutrisi (keadequatan
intake makanan dan cairan) dan kontrol berat badan; 3) Nyeri akut
dengan kontrol nyeri dan manajemen nyeri. Selama 16 hari
perawatan pasien telah dilakukan prosedur pemeriksaan dianostik
BJH, TTNA CT-guide, kemudian diperiksakan patologi anatomi
dengan hasil adenocarsinoma kankere paru kanan stage IV.
Intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif adalah terapi
oksigen dipertahankan O2 4 L/menit, methylprednisolon 2 x 62,5
mg (IV), koreksi NaCl 3 %, ketoralac 2 x 30 mg (IV), ranitidine 2 x
50 mg (IV) dan pemeriksaan ulang elektrolit. Intervensi
keperawatan mandiri yang dilakukan monitoring respirasi
(ventilation and kepatenan jalan nafas) dan status vital signs;
memonitor status nutrisi (keadequatan intake makanan dan cairan)

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


dan kontrol berat badan; kontrol nyeri, manajemen nyeri dengan
proggressive muscle relaxation. Hasil evaluasi yang dapat
dilakukan bahwa tujuan keperawatan dari tiga masalah keperawatan
tersebut tercapai dan masuk dalam kategori adaptasi Roy
“integreted”, sehingga pasien dipersiapkan untuk periksa CCT
dalam rangka persiapan kemoterapi. Catatan : pasien selalu
menghabiskan makanan yang disajikan, sudah mampu bernafas
spontan tanpa oksigen (saturasi O2 96 %; RR 20 x/menit), analgesik
sudah di stop, hasil elektolit Na/K/Cl = 136/3,9/101,0. Sambil
menunggu hasil pemeriksaan CCT, pasien diijinkan untuk pulang.

Pasien laki-laki dewasa Tn. Tanggal 21 April 2015, pasien datang Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
DP, usia 21 tahun, ke IGD dengan keluhan sesak nafas mode adaptasi adalah sebagai berikut:
beragama islam, sebagai sejak 1 bulan yang lalu, dan Oksigenasi
mahasiswa, belum menikah, memberat 6 jam SMRS. Sesak nafas Pengkajian perilaku, 22 April 2015
alamat Cipinang besar, memberat dipengaruhi oleh cuaca,  Ventilasi : Keadaan umum lemah, composmentis, sakit sedang,
Jatinegara. Pembayaran debu dan saat menjelang pagi hari, nafas spontan dengan O2 2 L/menit, pergerakan dada simetris,
dengan BPJS. disertai batuk berdahak warna putih. tampak sedikit retraksi dinding dada, taktil frenikus sama kanan-
kiri, perkusi sonor, bunyi pernafasan vesikuler disertai bunyi
Dx medis asma akut sedang Riwayat penyakit sebelumnya pernah wheezing. HR 24 x/menit, Saturasi O2 96 % dengan oksigen 2
pada asma persisten sedang mengalami keluhan yang sama saat L/menit. Hasil spirometri VEP1 / KVP = 65 % (obstruksi ringan
dd ISPA. duduk di kelas III sekolah dasar, > 60 – 74 % dan kenaikan VEP1 > 12 %.
kemudian berobat dan keluhan  Pertukaran gas : AGD terbaru belum diambil (hasil dari IGD dbn
hilang. Semenjak itu tidak pernah : pH = 7,375; pCO2 = 35,9; pO2 = 81; HCO3 = 20,5; saturasi O2 =
kambuh lagi. Riwayat OAT (-), alergi 95,8 %; Na = 147; K = 4; Cl = 108).
(+) dengan debu, bulu kucing dengan  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tidak tampak pucat,
keluhan bersin-bersin, penrunan berat tekanan darah 120/70 mmHg, N 104 x/menit, CRT < 3 detik,
badan (-), riwayat merokok (-), akral hangat, tidak edema pada di kedua kaki dan tangan, turgor
demam (-). kulit elastis. Hasil laboratorium Hb = 18,4; Ht = 53; L = 17,53; T
= 334.
Keadaan umum di IGD, kesadaran
komposmentis, sakit sedang, RR 24

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, Pengkajian stimulus :
nadi 100 x/menit, suhu 37,5 0C, Stimulus fokal : penyempitan saluran pernafasan karena aktivasi C-
saturasi oksigen 92 %, APE1 = 80 ml fiber dan reseptor lainnya (bronchochontriction). Stimulus
dan APE2 = 140 ml. kontektual : hiperreaktiviti saluran pernafasan karena asma.
Stimulus residual : riwayat alergi debu, bulu kucing. Riwayat
Di IGD diberikan : O2 2 L/menit, penyakit asma dan tidak kontrol.
inhalasi combivent 3x setiap 30
menit, metyl prednison 2 x 62,5 mg Proteksi
(IV), levofloxacin 1 x 750 mg (IV), Pengkajian perilaku
NaCl 0,9 % + aminophilin 360 mg/12 Keadaan umum sakit sedang, lemah, mengalami sub febris dengan
jam dan foto thorak, periksa DPL, suhu 37,5 0 C. Hasil darah rutin leukositosis (L = 17,53 ribu/mm3),
AGD, elektrolit, ulang periksa DPL 3 sedang pemeriksaan sputum BTA da Mo k/r. Hasil laboratorium dan
hari pasca antibiotik, periksa sputum. rongent thorak masih menunggu konfirmasi.
Berhubung perubahan kondisi belum Pengkajian stimulus
optimal, pasien dirawat inapkan. Stimulus fokal : adanya proses inflamasi. Stimulus kontektual :
hipereaktiviti saluran pernafasan. Stimulus residual : riwayat alergi
debu, bulu kucing. Riwayat penyakit asma dan tidak kontrol.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan penyempitan saluran pernafasan
(bronchocontrition); 2) risiko infeksi (penyebaran).

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa keperawatan


1) bersihan jalan nafas tidak efektif dengan monitoring status
pernafasan (ventilasi, kepatenan jalan nafas), status tanda vital,
manajemen cemas, manajemen asma, peningkatan batuk efektif; 2)
risiko infeksi (penyebaran infeksi) dengan monitoring status daya
tahan tubuh, kontrol infeksi, kontrol faktor risiko.

Selama perawatan empat hari (21 – 24 April 2015), aspek


kolaboratif yang dilakukan meliputi melanjutkan pemberian O2 2

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


L/menit, inhalasi combivent 4x hari ditambah dengan flexotide 2
x/hari, methyl prednison 2 x 62,5 mg (IV), levofloxacin 1 x 750 mg
(IV), NaCl 0,9 % + aminophilin 360 mg/12 jam, mem-follow up
hasil foto thorak (kesan gambaran bronchovaskular kasar). Pada
hari ketiga keadaan pasien jauh lebih baik evaluasi dari intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan 1) bersihan jalan nafas sudah kembali efektif, keluhan
sesak nafas tidak ada, whizeeng (-), bernafas secara spontan tanpa
menggunakan O2, batuk berkurang dan tanpa dahak 2) tidak terjadi
penyebaran infeksi dengan data tidak ada tanda – tanda penyebaran
infeksi, hasil pemeriksaan BTA I/II adalah negatif. Hari keempat
setelah konsultasi dengan DPJP, pasien diijinkan untuk pulang.
Kedua tujuan keperawatan tercapai, berdasarkan tahapan proses
adaptasi menurut teori Roy, berada pada tahapan “integreted”,
pasien mengalami perbaikan keadaan umum, tekanan darah stabil
120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36,70C, saturasi O2 98 % tanpa alat bantu pernafasan. Persiapan
pulang terapi sudah digantikan dengan obat oral : cefixime 2 x 200
mg (po), methyl prednison 3 x 8 mg (po), multivitamin 3 x 1 tab
(po), ventolin syrup 3 x 1 cth, ranitidine 2 x 50 mg (po). Edukasi
yang dilakukan yaitu 1) kontrol ke poli paru tanggal 29 April 2015
dengan membawa hasil spirometri, rongent thorak dan DPL ulang;
2) diet TKTP; 3) Taat minum obat 4) segera kembali ke IGD jika
sesak nafas berat.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien dengan inisial Tn. Tanggal 13 April 2015 pasien datang Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
M’us, usia 63 tahun, agama ke IGD karena keluhan sesak nafas mode adaptasi adalah sebagai berikut:
Islam, pendidikan terakhir dan dari hasil DPL (leukopeni). Oksigenasi
SLTA, saat ini sebagai Riwayat sebelumnya pasien sudah Pengkajian perilaku
pensiunan guru, status pernah dirawat di GSB dengan  Ventilasi : Keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis,
menikah dengan 1 orang diagnosa medis adenocarsinoma paru dengan oksigen 2 L/menit, dinding dada masih terlihat asimetris
istri dan 3 orang anak. dan sedang menjalani radioterapi (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan bunyi vesikuler
Pembayaran menggunakan (hari ini rencana hari ke-8 program melemah. Frekuensi pernafasan 22 x/menit, tidak tampak
BPJS. radioterapi). Berhubung terdapat menggunakan otot nafas tambahan.Hasil foto sebelum
keluhan sesak nafas, leukopeni, serta radioterapi terkesan effusi pleura di bagian paru kanan.
Diagnosa medis : perbaikan batuk kadang-kadang, disarankan  Pertukaran gas : AGD tidak diperiksa.
keadaan umum (sesak, untuk rawat inap.  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
leukopeni) pada dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 124/60 mmHg, nadi 102
adenocarsinoma paru kiri Riwayat penyakit sebelumnya x/menit, saturasi oksigen 96 % dengan oksigen 2 L/menit.
akan menjalani radioterapi hipertensi grade I terkontrol, DM tipe Pengkajian stimulus :
ke-8 (program 10x). II terkontrol, merokok (+) sehari 12 Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
batang, dan sudah berhenti 1 tahun work menurun). Stimulus kontektual : masa paru kanan dan effusi
yang lalu. pleura. Stimulus residual : kebiasaan merokok selama 34 tahun,
sehari 12 batang, riwayat hipertensi dan DM.
Di IGD dilakukan : pemberian
oksigen 2 L/menit, pemeriksaan Proteksi
darah, pemberian IV line NaCl 0,9 Pengkajian perilaku
%/12 jam. Hasil laboratorium Keadaan umum lemah, sakit sedang, masih menjalani rencana
tanggal 14 April 2015 : L = 1,36 radioterapi 2 x lagi dan dilanjutkan dengan kemoterapi lini I siklus
ribu/mm3; Hb = 10 gr/dl; HT= 32 %; I. Hasil darah rutin, tanggal 14 April 2015 : L = 1,36 ribu/mm3; Hb
T = 127 ribu/mm3. = 10 gr/dl; HT= 32 %; T = 127 ribu/mm3.
Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : sistem imun menurun, cenderung anemia. Stimulus
kontektual : dalam pengobatan radioterapi ke-8 (rencana 10 x),
dilanjutkan dengan kemoterapi pada Ca paru. (toxicity hematologi
dan non hematologi). Stimulus residual : kebiasaan merokok
selama 34 tahun, sehari 12 batang, riwayat hipertensi dan DM.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
cidera dengan faktor risiko leukopeni, trombositopenia, anemia.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak


efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas) dan status vital signs; 2) risiko cidera dengan dengan kontrol
risiko, monitoring status imun, perilaku aman (safety behaviour).
Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
pemberian leukogen 1 unit/hari (selama 3 hari, tanggal 15, 17, 19
Arpil 2015) ; 2) pemeriksaan DPL setelah pemberian leukogen.
Hasil laboratorium terakhir, tanggal 20 April L = 28,44 ribu/mm3,
Hb = 9,9 g/dl, HT = 30 % dan Tromb = 286 ribu/mm3; 3)
oksigenasi 2 L/menit; 4) pemberian obat kemoterapi sesuai protokol
pada tanggal 21 April 2015 setelah tranfusi PRC 200 gol darah O.
Pasien menjalani kemoterapi sampai 3 hari (hari pertama dengan
karboplatin 600 mg dan etoposide 150 mg, dilanjutkan etoposide
150 mg di hari kedua dan ketiga. Pasien dirawat selama 8 hari dan
setelah dilakukan intervensi keperawatan pencapaian tujuan pola
nafas efektif, masuk tahap adaptasi “integreted”, keluhan sesak
berkurang, mampu bernafas tanpa dengan oksigen, saturasi O2
98%. Tujuan keperawatan kedua juga tercapai dimana selama
perawatan tidak terjadi cidera, masuk tahap adaptasi “integreted”.
Selesai kemoterapi pasien pulang, kembali kontrol ke poli paru
tanggal 28 April 2015, obat oral yang dilanjutkan ondasentron 2 x 4
mg (po), randitidin 2 x 150 mg (po), multivitamin 1 x 1 (po) dan
edukasi segera ke rumah sakit apabila sesak, diare hebat, muntah.
Rencana kemoterapi berikutnya pada tanggal 13 Mei 2015 dan
radioterapi dilanjutkan setelah alatnya baik.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien inisial Tn. Sep, usia
Pasien masuk IGD tanggal 14 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
21 tahun, agama Islam, 2015 dengan keluhan sesak nafas, mode adaptasi adalah sebagai berikut:
pendidikan terakhir SLTA, sesak nafas memberat sejak 3 hari Oksigenasi
pekerjaan sebagai karyawan SMRS. Sesak nafas tidak dipengaruhi Pengkajian perilaku
pabrik sepatu, status lajang.
oleh perubahan cuaca, sesak nafas  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
Pembayaran menggunakan berkurang saat istirahat dan dengan dengan oksigen NRM 6 L/menit, dinding dada masih terlihat
BPJS. posisi ½ duduk atau tidur dengan asimetris (dada kanan tertinggal), paru kanan redup dan bunyi
menggunakan 3 bantal. Pasien vesikuler melemah. Frekuensi pernafasan 28 x/menit,
Diagnosa medis : Tumor merasakan pegal di punggung bagian menggunakan otot nafas tambahan, pursed lips breathing,
mediastinum diagnosa kanan, berat badan turun 1 kg dalam nyaman dalam posisi ½ duduk atau tidur dengan 3 bantal. Hasil
banding TB effusi pleura, 6 bulan terakhir, nafsu makan foto terkesan effusi pleura di bagian paru kanan.
syndrome dispepsia. menurun. Keadaan umum lemah,  Pertukaran gas : AGD diperiksa kesan darah vena.
komposmentis, tekanan darah 110/70  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
mmHg, nadi 106 x/menit, RR 32 dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/70 mmHg, nadi 107
x/menit, saturasi O2 97 % setelah x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen NRM 6 L/menit.
dengan NRM 6 L/menit. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
Pada bulan Pebruari 2015 pasien work menurun). Stimulus kontektual : gambaran paru kanan
sudah berobat ke poli paru dan terkesan radioopag (cairan), effusi pericard, sidrom vena cava
dilakukan foto thorak (kesan effusi superior. Stimulus residual : kebiasaan merokok selama 2 tahun,
pleura kanan diduga TBC), kemudian sehari 10 batang, riwayat pengobatan TBC 2 minggu, riwayat kerja
dirawat. Selama dirawat dilakukan di pabrik.
CT Scan thorak dengan kontras
(kesan massa mediastinum, Proteksi
penekanan vena cava superior dan Pengkajian perilaku
effusi pericard), ECHO kesan effusi Keadaan umum lemah, sakit sedang, direncanakan TTNA dan BC
pericard). Dilakukan pungsi 1000 cc jika keadaan umum membaik. Hasil darah rutin, tanggal 14 Maret
cairan berwarna kemerahan). 2015 : L = 111.87 ribu/mm3; Hb = 8,1 gr/dl; HT= 24 %; T = 91
Riwayat pengobatan OAT kategori I ribu/mm3.
(R450/ H300/E1000/Z1000) minggu Pengkajian stimulus :

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


kedua. Stimulus fokal : gangguan sistem imun, cenderung anemia.
Stimulus kontektual : peningkatan metabolisme sel tumor. Stimulus
Riwayat penyakit sebelumnya residual : kebiasaan merokok selama 2 tahun, sehari 10 batang,
hipertensi (-), DM (-), merokok (+) riwayat pengobatan TBC 2 minggu, riwayat kerja di pabrik.
sehari 10 batang/hari selama 2 tahun Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,
terakhir. muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2) risiko
Di IGD dilakukan : pemberian cidera dengan faktor risiko trombositopenia, anemia.
oksigen 6 L/menit dengan NRM,
pemeriksaan darah (DPL dan AGD Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak
elektrolit), pemberian ranitidine 2 x efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
50 mg (IV), terapi OAT lanjut. infus nafas) dan status vital signs; 2) risiko cidera dengan dengan kontrol
NaCl 0,9 %/24 jam. Direncanakan risiko, monitoring status imun, perilaku aman (safety behaviour).
TTNA dan BC saat di ruang rawat Intervensi kolaboratif yang dilakukan oleh perawat yaitu : 1)
inap. Hasil laboratorium tanggal 14 melanjutkan terapi oksigen; 2) tanggal 15 Maret 2015, pemberian
Maret 2015 : L = 111.87 ribu/mm3; tranfusi PRC 300cc; hasil DPL pasca tranfusi Hb = 10,9; HT = 32,8
Hb = 8,1 gr/dl; HT= 24 %; T = 91 %; T = 99; L = 110 ribu/mm3; 3) tanggal 16 Maret 2015 dilakukan
ribu/mm3; alb = 2,9; glo = 2,6; pH = pungsi cairan pleura 750 cc dan pemeriksaan analisa, citologi, cultur
7,366; pCO2 = 35,2; pO2 = 21,5; Mo dan kultur resistensi cairan pleura. Tanggal 18 Maret 2015
HCO3 = 19,7; Saturasi oksigen = pukul 10.00 kondisi pasien memburuk, keadaan umum payah,
34,5; Na = 142; K = 4,03; Cl = 99; kesadaran somnolen (E3 M4 V2), tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
Ur/Cr = 65/0,9; Dgs = 101. 90 x/menit, RR 22 x/menit, saturasi 96 % dengan NRM 8 L/menit.
Dilakukan pemeriksaan AGD cito, hasil pH 7,33; pCO2 = 52; pO2 =
72; HCO3 = 27; saturasi 96 %; kesan asidosis respiratorik (gagal
nafas tipe 2). Kemudian dikonsulkan ICU.
Keadaan umum pasien memburuk, masalah keperawatan menjadi
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi (V/Q). Pukul 13.45 pasien dirawat diruang
ICU.

Pasien dirawat selama 4 hari (14 – 18 Maret 2015) dan setelah


dilakukan intervensi keperawatan pencapaian tujuan pola nafas

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


efektif tidak tercapai, masuk tahap mal-adaptasi “compromized”,
dan masuk pada gangguan pertukaran gas (gagal nafas tipe-2).
Tujuan keperawatan kedua tercapai dimana selama perawatan tidak
terjadi cidera, masuk tahap adaptasi “integreted”. Selanjutnya
pasien dilakukan perawatan di ruang ICU.

Pasien inisial Tn. Ry M, Awal mulanya tanggal 11 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
usia 54 tahun, agama 2015 pasien datang berobat ke poli mode adaptasi adalah sebagai berikut:
Katolik, pendidikan terakhir onkologi (poli paru) dengan keluhan Oksigenasi
SLTP, pekerjaan sebagai sesak nafas sejak 2 bulan SMRS Pengkajian perilaku, 12 Maret 2015
sopir, status menikah disertai batuk bercampur bercak  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
dengan 1 isteri tanpa anak, darah, nyeri dada bagian kiri pada dengan oksigen nasal kanul 5 L/menit, dinding dada dan
tinggal di Tangerang. saat batuk, VAS 2 - 3. Keadaan pergerakannya simetris, taktil frenikus kanan dan kiri sama,
Pembayaran menggunakan umum saat ini sakit sedang, lemah, perkusi paru kanan-kiri sonor dan bunyi vesikuler melemah.
BPJS. nafsu makan menurun, penurunan Frekuensi pernafasan 24 x/menit, menggunakan otot nafas
berat badan 10 kg selama 6 bulan tambahan (tarikan dada berat), batuk dengan dahak (+). Hasil
Diagnosa medis : metastase terakhir (40 Kg), kesadaran foto thorak tanggal 11 Maret 2015 terkesan bercak infiltrat
tumor di paru diagnosa komposmentis, tekanan darah nodular di kedua lapang paru (perburukan dibandingkan dengan
banding broncoalveolar 130/90, nadi 105, RR 25 x/menit, foto tanggal 22 Pebruari 2015).
carsinoma dengan suhu 36 0C, saturasi 90 % (tanpa  Pertukaran gas : AGD diperiksa kesan alkalosis respiratorik
syndrome dispepsia. oksigen). Riwayat pengobatan kompensasi penuh.
sebelumnya, berobat dan di rawat di  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
GSB RSUP Persahabatan (16 dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 140/80 mmHg, nadi 107
Pebruari – 2 Maret 2015) dengan x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen NRM 6 L/menit.
keluhan yang sama, kemudian Pengkajian stimulus :
dilakukan pemeriksaan x-rays, ct Stimulus fokal : jaringan sel tumor tidak mampu melakukan fungsi
scan thorak, bronkoskopi (tidak biologis, yaitu pertukaran gas). Stimulus kontektual : gambaran paru
diketemukan sel ganas, hasil bilasan kanan-kiri terkesan luasnya jaringan paru oleh sel metastase tumor
bronkus diketemukan jamur), BTA (x-rays perburukan). Stimulus residual : kebiasaan merokok selama
3x hasil negatif, hasil PCR TB hasil 35 tahun, sehari 2 bungkus, riwayat kerja sopir angkot (pajanan
negatif. Riwayat penyakit polutan), riwayat nutrisi kurang.
sebelumnya TBC (-), asma (-),

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


hipertensi (-), DM (-). Riwayat Nutrisi
merokok 2 bungkus/hari selama 35 Pengkajian perilaku, 12 Maret 2015
tahun. Riwayat keluarga tidak ada Pasien lemah, kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva tidak
yang memiliki riwayat penyakit pucat. Mengeluh nafsu makan menurun, selama sakit porsi makan
keganasan. setengahnya, rasa pahit dan asupan sulit. Berat badan 40 Kg (selama
Di IGD dilakukan : pemberian 6 bulan terakhir mengalami penurunan 10 Kg), Tinggi badan 163
oksigen 5 L/menit dengan asal canul, Cm. IMT = 15,03 KgBB/Cm2. Hasil laboratorium : Hb 13,7 gr/%;
pemeriksaan darah (DPL dan AGD DGS 88 gr/dl; alb = 2,8; glo = 2,7.
elektrolit), pemberian ranitidine 2 x Pengkajian stimulus :
50 mg (IV). infus NaCl 0,9 %/ 12 Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel kanker,
jam, foto ulang thorak. Direncanakan ketidakadequatan asupan. Stimulus kontektual : progressivitas
periksa tumor marker CEA, PSA pertumbuhan sel kanker (hasil x-rays perburukan). Stimulus residual
(prostate spesific antigen), konsul : riwayat perokok berat dan aktif (indeks brighman dalam kategori
urologi saat di ruang rawat inap. berat), riwayat kerja sopir angkot (pajanan polutan), riwayat status
Hasil laboratorium tanggal 11 Maret gizi kurang.
2015 : L = 15,89 ribu/mm3; Hb =
13,7 gr/dl; HT= 42 %; T = 431 Sensasi
ribu/mm3; alb = 2,8; glo = 2,7; Pasien mengeluh nyeri saat bersamaan dengan batuk, VAS 2 – 3.
SGOT/SGPT = 37/25; pH = 7,429; Tampak ekpresi wajah menahan nyeri saat batuk namun pasien
pCO2 = 29,5; pO2 = 81,8; HCO3 = mengatakan dapat mengontrolnya (tahapan adaptif).
19,1; Saturasi oksigen = 94,3; Na = Stimulus fokal : pengaruh mediator kimia asetil kolin, kortisol,
138; K = 4,00; Cl = 99; Ur/Cr = cytokine, prostaglandin (invasi sel tumor pada pleura, dinding dada,
65/0,9; Dgs = 88. iritasi nervus interkostalis). Stimulus konstektual : pertumbuhan dan
perkembangan sel tumor. Stimulus residual : riwayat perokok berat
dan aktif (indeks brighman dalam kategori berat), riwayat kerja
sopir angkot (pajanan polutan).

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar; 2)
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan; berhubungan
dengan peningkatan metabolisme sel tumor.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) gangguan
pertukaran gas dengan monitoring respirasi (ventilasi dan
kepatenan jalan nafas), manajemen asam basa, terapi oksigen dan
status vital signs; 2) ketidakseimbangan nutrisi dengan monitor
status nutrisi (keadequatan intake makanan dan cairan) dan kontrol
berat badan. Selama perawatan tanggal 12 – 16 Maret 2015,
intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif adalah terapi
oksigen dinaikan dengan NRM 8 L/menit, methylprednisolon 2 x
62,5 mg (IV), ranitidine 2 x 50 mg (IV) dan pemeriksaan tumor
marker PSA, CEA. Intervensi keperawatan mandiri yang dilakukan
monitoring respirasi (ventilasi and kepatenan jalan nafas) dan status
vital signs; memonitor status nutrisi (keadequatan intake makanan
dan cairan) dan kontrol berat badan. Evaluasi yang dapat dilakukan
bahwa tujuan keperawatan dari dua masalah keperawatan tersebut
tidak tercapai dan masuk dalam kategori adaptasi Roy
“compromized”, karena kondisi pasien berangsur-angsur
memburuk, hemodinamik tidak stabil, mengalami gangguan perfusi,
hasil AGD terbaru pH 7,32; pCO2 30,9; pO2 68; HCO3 19,6; BE -
4,5; saturasi 02 90%. Kemudian dikonsultasikan ke ICU (ICU
penuh), keluarga setuju dirawat di ruang perawatan biasa. Hari
Minggu, tanggal 16 Maret 2015 pukul 22.05 berdasarkan
dokumentasi keperawatan pasien meninggal dunia (†). Keluarga
mengatakan sudah menerima, memahami dan menyakini bahwa
takdir sudah ditetapkan oleh Tuhan YME.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pasien inisial Tn. Ad. M, Pasien masuk di IGD tanggal 3 Maret Pengkajian dengan pendekatan perilaku dan stimulus terhadap 4
usia 24 tahun, agama Islam, 2015 dengan keluhan sesak nafas di mode adaptasi adalah sebagai berikut:
pendidikan terakhir SLTA, sertai demam tinggi, kesulitan Oksigenasi
pekerjaan wiraswasta menelan, penurunan nafsu makan. Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
(bengkel las), status belum Sesak nafas dirasakan sejak 1 minggu  Ventilasi : Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis,
menikah, tinggal di Jakarta SMRS, memberat sejak 3 hari SMRS dengan oksigen nasal kanul 3 L/menit, dinding dada dan
Utara. Pembayaran dan dipengaruhi oleh aktivitas. 1 pergerakannya asimetris (bagian kiri ketinggalan gerak), taktil
menggunakan BPJS. minggu sebelum sesak pasien frenikus kiri melemah, perkusi paru kiri melemah (redup) dan
menderita batuk berdahak warna bunyi vesikuler melemah, ronkhi basah halus +/+. Frekuensi
Diagnosa medis : effusi kuning kental. Riwayat sakit pernafasan 24 x/menit, menggunakan otot nafas tambahan
pleura pasca operasi sebelumnya pasien pernah di rawat di (tarikan dada), batuk dengan dahak (+). Hasil foto thorak tanggal
debulking pada tumor GSB RSUP Persahabatan diagnosa 4 Maret 2015 terkesan terdapat infiltrat di kedua lapang paru,
mediastinum diagnosa tumor paru jenis mixed germ cell dan costofrenikus hemithorak kiri tampak tumpul.
banding HCAP. sudah dilakukan operasi debulking  Pertukaran gas : AGD dari IGD pH = 7,348; pCO2 = 41,9; pO2 =
bulan januari 2015. Riwayat 84,8; HCO3 = 22,4; saturasi oksigen 96,8% dengan oksigen 3
merokok, penyakit terdahulu tidak L/menit.
ada (disangkal). Penyakit yang sama  Perfusi jaringan/transportasi oksigen : tanda cianosis tidak
dari riwayat keluarga disangkal. dijumpai, capillary refill < 3 detik, TD 110/80 mmHg, nadi 92
Keadaan umum di IGD lemah, x/menit, saturasi oksigen 97 % dengan oksigen nasal canul 3
kesadaran komposmentis, RR 24 L/menit. Hasil laboratorium tanggal 3 Maret 2015 : L = 33,29
x/menit, nadi 98, suhu 38,5 0C, ribu/mm3; Hb = 12,8 gr/dl; HT= 40 %; T = 434 ribu/mm3;
tekanan darah 100/70 mmHg, Pengkajian stimulus :
saturasi oksigen 98 % setelah Stimulus fokal : keterbatasan ekspansi dinding dada (complience
menggunakan O2 3 L/menit. work menurun). Stimulus kontektual : gambaran hemithorak kiri
Di IGD dilakukan : pemberian (costofrenikus) terkesan tumpul, riwayat operasi debulking, infiltrat
oksigen 3 L/menit dengan nasal di lapang 2 paru. Stimulus residual : bekerja di bengkel las sejak 2
canul, pemeriksaan darah (DPL dan tahun yang lalu (jarang menggunakan masker saat bekerja), kurang
AGD elektrolit), infus NaCl 0,9 %/ 8 pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi.
jam, foto thorak (kesan effusi pleura
paru kiri) dan dilakukan pungsi Nutrisi
keluar cairan 100 cc, warna Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
kemerahan. Dilanjutkan rawat inap Pasien lemah, tampak kurus, turgor kulit kurang elastis, kunjungtiva

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


dengan terapi levofloxacin 1 x 750 tidak pucat. Riwayat nafsu makan menurun, perasaan enek dan sulit
mg (IV), Meropenem 3 x 1 gr (IV), menelan. Berat badan 45 Kg, TB 165 cm. IMT = 16,67 KgBB/Cm2.
paracetamol 3 x 500 mg (drip), Hasil laboratorium tanggal 3 Maret 2015 : Hb = 12,8 gr/dl; HT= 40
ventolin 4 x/hari dan check DPL 3 %; T = 434 ribu/mm3; alb = 2,4; glo = 2,0; SGOT/SGPT = 19/15;
hari pasca pemberian antibiotik, foto Na = 140; K = 3,80; Cl = 107; Dgs = 101
thorak ulang hari ke-5. Pengkajian stimulus :
Stimulus fokal : peningkatan metabolisme sel tumor,
ketidakadequatan asupan. Stimulus kontektual : progressivitas
pertumbuhan sel tumor. Stimulus residual : bekerja di bengkel las
sejak 2 tahun yang lalu (jarang menggunakan masker saat bekerja),
kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi.

Proteksi
Pengkajian perilaku, 4 Maret 2015
Keadaan umum sakit sedang, lemah, mengalami febris dengan suhu
38,5 0 C. Saat pemeriksaan auskultasi dinapatkan bunyi paru ronkhi
basah halus. Hasil darah rutin leukositosis (L = L = 33,29 ribu/mm3
ribu/mm3). X-rays terkesan terdapat infiltrat di kedua lapang paru.
Pengkajian stimulus
Stimulus fokal : adanya proses inflamasi. Stimulus kontektual :
peningkatan metabolisme sel tumor. Stimulus residual : bekerja di
bengkel las sejak 2 tahun yang lalu (jarang menggunakan masker
saat bekerja), kurang pengetahuan tentang pentingnya asupan
nutrisi, riwayat di rawat di RSUP Persahabatan dan menjalani
operasi debulking pada bulan Januari 2015.

Berdasarkan hasil pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus,


muncul diagnosa keperawatan yaitu : 1) pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan ekspansi dinding dada; 2)
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan; berhubungan
dengan peningkatan metabolisme sel tumor; 3) risiko infeksi
(penyebaran).

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Intervensi keperawatan yang dilakukan pada : 1) Pola nafas tidak
efektif dengan monitoring respirasi (ventilasi dan kepatenan jalan
nafas), terapi oksigen dan status vital signs; 2) ketidakseimbangan
nutrisi dengan monitor status nutrisi (keadequatan intake makanan
dan cairan) dan kontrol berat badan; 3) risiko infeksi (penyebaran
infeksi) dengan monitoring status daya tahan tubuh, kontrol infeksi,
kontrol faktor risiko. Selama perawatan 11 hari (tanggal 03 – 13
Maret 2015, intervensi keperawatan yang sifatnya kolaboratif
adalah terapi oksigen 3 L/menit, melanjutkan terapi levofloxacin 1
x 750 mg (IV), Meropenem 3 x 1 gr (IV), paracetamol 3 x 500 mg
(drip), ventolin 4 x/hari. Melanjutkan untuk konsul ke THT
(dilakukan telelaringoscopi, hasil dalam batas normal, mendapat
terapi tambahan lansoprazol 2 x 30 mg (po) dan candistatin 4 x 1 cc
(po)); menindaklanjuti konsul IPD (saran koreksi albumine 20 % s.d
nilai > 2,5); mendampingi USG thorak + marker dilanjutkan dengan
pungsi pleura, keluar 500 cc warna kemerahan). Dilanjutkan konsul
kepada DPJP pulmonologi onkologi, saran perbaiki keadaan umum
(atasi sepsis), ulang DPL dan foto thorak, setelah itu siapkan CCT
untuk rencana kemoterapi. Intervensi keperawatan mandiri yang
dilakukan monitoring respirasi (ventilasi and kepatenan jalan nafas)
dan status vital signs; memonitor status nutrisi (keadequatan intake
makanan dan cairan) dan kontrol berat badan; monitoring status
daya tahan tubuh dan kontrol infeksi pada tanggal 13 Maret 2015,
pasien diijinkan pulang setelah tidak dijumpai tanda-tanda dysnea,
infeksi (bebas demam) dan perbaikan keadaan status nutrisi. Hasil
laboratorium tanggal 9 Maret 2015 Hb = 13,01 gr/dl; HT= 40,9 %;
T = 425 ribu/mm3; alb = 3,0; glo = 2,8; prot total = 5,8. Hasil foto
thorak dibandingkan dengan sebelumnya membaik (infiltrat
minimal, jumlah effusi berkurang). Pasien diharapkan kontrol hari
Rabu, tanggal 19 Maret 2015 dan follow up hasil CCT dan
amprahan obat kemoterapi; terapi diganti oral cefixime 2 x 200 mg
(po); lansoprazol 2 x 30 mg (po), candistatin 4 x 1 cc, fujimin 3 x 1

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


(po), multivitamin 1 x 1 (po). Kesimpulan bahwa tujuan
keperawatan dari tiga masalah keperawatan tersebut tercapai dan
masuk dalam kategori adaptasi Roy “integreted”.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial : Ny. Bdy, tanggal lahir 05 September 1955


Diagnosa medis : Asma RM : 213.83.38
Tanggal : 29 Okbober 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien berasal dari Bengkulu, berniat untuk bersilaturahim dengan kerabat yang
tinggal di Jakarta (memikirkan anaknya yang mengalami musibah). Setibanya di
Bandara Soekarno – Hatta 2 jam SMRS, tiba-tiba mengalami sesak nafas dan
dibawa ke RSUP Persahabatan pukul 09.30 WIB dengan diantar oleh kedua
anaknya. Keadaan umum lemah, setelah turun taksi, dibawa masuk menggunakan
kursi roda, kesadaran : kompos mentis (E4 M6 V5), bicara terbatuk-batuk, terasa
tercekik, RR 28 x/menit, Saturasi O2 90 %. Pasien memiliki riwayat asma 1 tahun
yang lalu dan berobat di RS Swasta Bengkulu, terakhir kontrol 1 minggu yang
lalu karena mengalami serangan, disana dapat terapi inhalasi menolong dan
diijinkan pulang. Riwayat merokok sejak usia 18 tahun s.d tahun 2012, jenis
rokok kretek, 1 bungkus/hari.

Pengkajian Primer
Airway : Bersihan jalan nafas tidak efektif (bicara terbata-bata,
pasien merasa seperti tercekik), bunyi nafas terdengar suara wheezing tanpa
menggunakan stetoskop.
Breathing : Pola nafas cepat dan dangkal, terjadi gasping,
menggunakan otot nafas tambahan muskulus sternokleidomastoideus, RR 28
x/menit, Saturasi oksigen 90 % tanpa menggunakan oksigen, pergerakan dada
simetris. Saat dilakukan auskultasi terdengar suara wheezing dengan jelas di
lapang paru.
Circulation : Wajah tampak tegang, tekanan darah 170/90 mmHg, Nadi
102 x/menit, CRT < 3 detik, akral hangat, tidak diketemukan edema pada kedua
kaki dan tangan, turgor kulit elastis.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Disability : Pasien masih dalam kesadaran penuh, tidak mengalami
gangguan neurologis lainnya.

Pukul 09.35
Prioritas diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas.

Pukul 09.35
Rencana Keperawatan
NOC : Respiratory status : Ventilation, Respiratory status :
Airway patency.
NIC : dengan monitoring status pernafasan (kepatenan ventilasi,
kepatenan jalan nafas), status tanda vital, manajemen cemas, manajemen asma,
peningkatan batuk efektif.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 1 jam, pasien menunjukkan


keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : suara napas bersih
(wheezing berkurang/menghilang, tidak mengalami dyspnea, menunjukkan jalan
napas yang paten (irama pernafasan teratur, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal 16 – 20 x/menit, tidak ada suara napas abnormal).

Intervensi keperawatan : monitor tanda-tanda vital, auskultasi suara paru dan


jantung, observasi tanda-tanda obstruksi jalan nafas dan kegagalan pernafasan,
kolaborasi pemberian oksigen 3 L/menit, kolaborasi terapi inhalasi combivent tiap
15 menit 1 jam pertama, lakukan akses IV line dan kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (DPL, AGD, elektrolit, GDS), berikan lingkungan yang tenang dan
manajemen stres, lakukan evaluasi terhadap efektifitas pengobatan, mengukur
PFR setelah terapi inhalasi.

Implementasi keperawatan : Memonitor saturasi O2 secara pada 1 jam pertama


menggunakan oksimeter; memberikan oksigen 3 L/mnt; mengkolaborasikan hasil
pemeriksaan fisik. Tindakan kolaboratif dengan dr. PPDS Paru : O2 dilanjutkan,

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


inhalasi combivent 4x dalam 1 jam, metil prednisolon 1 x 62,5 mg (IV), akses IV
line dengan NaCl 0,9 % asnet, periksa laboratorium DPL, DGS, AGD menunggu
respon terapi inhalasi; memberikan lingkungan tenang dan menganjurkan pasien
untuk tetap relaks, hindari stress; melakukan evaluasi dari terapi oksigen dan
inhalasi secara klinis dan dengan PFR serta menfollow up hasil laboratorium.

Evaluasi Keperawatan pukul 11.00


Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif) pasien
mengatakan lebih nyaman, lebih longgar saat bernafas tidak seperti tadi pagi.
Berdasarkan hasil pengkajian ulang kesadaran komposmentis, tampak relaks,
tidak tegang, bernafas lega, dapat berbicara lebih jelas dan tenang. Tekanan darah
140/90 mmHg; nadi 98 x/menit; RR 20 x/menit, teratur; Saturasi O2 98 % dengan
oksigen diturunkan 2 L/menit. Auskultasi di lapang paru bersih, tidak terdengar
bunyi wheezing. Hasil PFR = 110 – 130 – 180 ml. Hasil laboratorium : L = 12,59;
Hb = 14,3 gr%; HT = 44 %; Tr = 352 ribu/mm3. Hasil elektrolit Na, K, Cl =
142/4,00/104 Ur, Cr = 17/0,7 DGs = 172. AGD tidak diperiksa karena respon
baik terhadap terapi. IV line masih terpasang NaCl 0,9 % 7 tpm. Merasa
kondisinya lebih baik pasien minta untuk pulang dari rumah sakit. Tujuan
keperawatan tercapai yaitu jalan nafas efektif.
Pukul 12.30, pasien diijinkan pulang, saran : minum obat secara teratur, hindari
stres dan faktor pencetus, kontrol ke poli asma 1 minggu kemudian dan kembali
ke IGD/fasilitas kesehatan terdekat apabila sesak kambuh atau bertambah berat.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial : Ny. P ; tanggal lahir 04 April 1976


Diagnosa medis : Penurun kesadaran on TB fase Insentif
Tanggal : 22 Okbober 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang pukul 10.10 WIB dengan diantar oleh suaminya, riwayat asupan
makan minum sulit sejak kemarin malam, saat di IGD kondisi umum pasien
sangat lemah, penurunan kesadaran sejak tadi pagi jam 06.00 (GCS = E3 V3 M3),
tidak ada riwayat demam, tidak ada riwayat muntah, tidak ada riwayat penurunan
berat badan (BB = 50 Kg), tidak ada riwayat nyeri. 2 minggu yang lalu pasien
berobat ke RSCM didiagnosa dengan TBC, saat ini sedang pengobatan OAT fase
intensif. Tidak ada riwayat minum obat lain selain obat TB.

Pengkajian Primer
Airway : bersihan jalan nafas efektif (tidak terdapat benda asing,
slem), bunyi nafas jelas dan clear.
Breathing : pola nafas abdominal, terjadi gasping, menggunakan otot
nafas tambahan, RR 24 x/menit, pergerakan dada simetris, tidak menggunakan
bantuan otot pernapasan.
Circulation : Tampat pucat, akral dingin, tekanan darah 70/40 (palpasi),
N 134 x/menit, CRT > 3 detik, akral dingin, tidak diketemukan edema pada kedua
kaki dan tangan, turgor kulit tidak elastis.
Disability : mengalami penurunan kesadaran sejak dari rumah pukul
06.00, GCS (E3 V3 M3), somnolen, reflek pupil positif kanan dan kiri dan isokor
(2 mm: 2mm).

Pukul 10.15
Prioritas diagnosa keperawatan
Perfusi jaringan tidak efektif (kardiopulmonal) berhubungan dengan hipovolemia
dan kerusakan transpotasi oksigen.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pukul 10.15
Rencana Keperawatan
NOC : Cardiac pump Effectiveness, Circulation status, Tissue
Perfusion (cardiac, peripheral), Vital Sign Status.
NIC : hidrasi, keseimbangan cairan, monitoring sirkulasi dan
perfusi jaringan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 4 jam,
ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal tidak berlanjut dengan kriteria
hasil: tekanan systole, diastole, diuresis dalam rentang yang diharapkan; nadi
perifer kuat dan simetris, tidak ada oedem perifer dan asites, AGD dalam batas
normal, kesadaran membaik.

Intervensi keperawatan : monitor tanda-tanda vital: kolaborasi pemberian oksigen,


terapi cairan, pemeriksaan laboratorium (DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr,
GDS); monitor diuresis, auskultasi suara jantung dan paru; monitor tingkat
kesadaran; monitor status balance cairan-elektrolit.

Pukul 10.20
Implementasi keperawatan : memonitor tanda vital; memberikan oksigen 3 L/mnt,
memasang alat oksimetri; mengkolaborasikan hasil foto thorak lama dari RSCM
22 Agustus 2014; memasang akses IV line 2 jalur, rehidrasi 1000 ml bertahap;
mengambil sampel pemeriksaan laboratorium : DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur,
Cr, GDS; memasang kateter No 16 Fr; monitor tingkat kesadaran.

Pukul 13.30
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), pasien sempat
mampu menyebutkan nama anak ketiga dan nama suaminya dengan suara lirih
dan kurang jelas. Kesadaran cenderung membaik, Apatis E3 V4 M4, kekuatan
otot 4/3 2/2. Tekanan darah 90/60 mmHg; nadi 120 x/menit; RR 24 x/menit; Sat
O2 99 % dengan oksigen 3 L/menit. CRT > 3 detik, diurisis pada kateter warna
kuning kemerahan (pengaruh OAT), produksi 200 cc pada BB 50 Kg selama 1,5

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


jam. Hasil lab : L = 16,33; Hb = 10,2; HT = 27; Tr = 442. Hasil AGD (pH, pCO2,
pO2, HCO3, Sat O2) = 7,532/ 12,6/ 67/ 10,3/ 95%; saturasi pada oksimetri 99 %.
Hasil elektrolit Na, K, Cl = 113/ 3,1/ 82; Ur, Cr = 19/ 1,0. Hasil foto thorak lama
terkesan = soft tissue baik, tulang baik, tampak bercak keputihan luas di lapang
paru kanan dan kiri, jantung < 50%, corakan broncovaskular baik, costofrenikus
lancip. Pukul 14.00, saat dilakukan pengkajian sekunder kesadaran menurun
kembali, hemodinamik cenderung turun dan labil rendah 80/60 mmHg, nadi 144
x/menit, pernafasan meningkat 28 x/menit, gasping dan menggunakan otot
pernafasan tambahan, CRT > 3 detik. Melakukan kolaborasi ulang dengan dokter,
intruksi : oksigen dinaikkan dengan rebreathing mask 7 L/menit, persiapan AGD
ulang, pasang NGT, konsul anestesi untuk persiapan intubasi, rencana konsul
ICU, rencana pemberian vasopressor. Kesimpulan bahwa tujuan keperawatan
pasien belum tercapai, pasien mengalami perburukan kondisi.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial klien : Tn. Slmt. K, 44 tahun


Diagnosa medis : Penurun kesadaran, GCS E-1, M-2, V-1
Tanggal : 21 Okbober 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


1 jam SMRS Pasien mengeluh seperti masuk angin, nyeri daerah epigastrium,
kemudian diantar oleh adik perempuan dan keponakannya ke IGD pukul 06.40.
Sampai di IGD sudah dalam kondisi penurunan kesadaran E-1, V-1, M-2.
Berdasarkan keterangan keluarga pasien memiliki riwayat lemah jantung. Sampai
pukul 08.30 pasien baru terpasang IV line NaCl 0,9 % dan NRM 10 L/menit dan
monitor ECG. Kemudian dioperkan ke dinas pagi.

Pengkajian Primer
Airway : bunyi nafas ngorok, slem dan ludah banyak, pasien tidak
ada usaha batuk.
Breathing : pola nafas abdominal, terjadi gasping, menggunakan otot
nafas tambahan (muskulus sternokleidomastoideus, muskulus abdominis dan
intercostalis internus), frekuensi pernafasan 28 x/menit, pergerakan dada simetris.
Oksigen NRM 10 L/menit dengan saturasi cenderung turun 69 – 70 %.
Circulation : pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan darah 70/40
(palpasi), N 170 x/menit, CRT > 3 detik, tidak ada edema pada kedua kaki dan
tangan, turgor kulit tidak elastis. Dimonitor ECG tampak segmen ST depresi.
Disability : mengalami penurunan kesadaran sejak di IGD pukul
06.40, GCS (E-1, V-1, M-2), sopor-comatosus, reflek pupil positif kanan dan kiri
dan isokor (2 mm: 2mm).

Prioritas diagnosa keperawatan


Perfusi jaringan tidak efektif (ceberal, kardiopulmonal) berhubungan dengan
hipovolemia, kerusakan transpotasi oksigen, ketidakseimbangan ventilasi dengan
aliran darah.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pukul 08.30
Rencana Keperawatan
NOC : Cardiac pump Effectiveness, Circulation status, Tissue
Prefusion (cardiac, peripheral), Vital Sign Status.
NIC : hidrasi, keseimbangan cairan, monitoring sirkulasi dan
perfusi jaringan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 6 jam,
ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal tidak berlanjut dengan kriteria
hasil: tekanan systole, diastole, diuresis dalam rentang yang diharapkan; nadi
perifer kuat dan simetris, tidak ada oedem perifer dan asites, AGD dalam batas
normal, kesadaran membaik.

Intervensi keperawatan : bebaskan jalan nafas dengan ektensikan kepala, pasang


OPA; lakukan suctioning secara berkala; monitor tanda-tanda vital; kolaborasi
dengan mempertahankan pemberian oksigen NRM 10 L/mnt dan lakukan
hiperventilasi dengan BVM; kolaborasi terapi cairan dengan 2 line (instruksi
loading 1000 cc bertahap); kolaborasi pemeriksaan laboratorium cyto (DPL,
AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS); kolaborasi pemasangan NGT dan catether
untuk monitor diuresis; monitor auskultasi suara jantung dan paru, lakukan ECG
sadapan lengkap; monitor tingkat kesadaran, monitor status balance cairan-
elektrolit.

Pukul 09.00
Implementasi keperawatan ; memonitor tanda-tanda vital dengan bed side
monitor; mempertahankan oksigenasi adequat dengan melakukan hiperventilasi
(Bag Valve Mask = BVM); memonitor oksigenasi dengan memasang alat
oksimeter; melakukan suctioning berkala setiap produksi sekret banyak; terpasang
IV line 2 jalur dan dilakukan loading bertahap; mengambil sampel darah dengan
laboratorium lengkap cyto (DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS); memasang
NGT no 16 FR dan cateter 8 FR; melakukan ECG sadapan lengkap; monitor
tingkat kesadaran.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pukul 10.00
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), keadaan umum
kesadaran sopor-comatosus, slem (+), hemodinamik dan status pernafasan tidak
stabil, tekanan darah 70/50 mmHg, diberikan hiperventilasi BVM, dengan
frekuensi 20 x/menit saturasi oksigen 80 %, nadi 155 x/menit. Respon diurisis 400
cc/2 jam dengan BB 50 Kg, warna kuning urine. Hasil lab : L = 16,41; Hb = 13,7;
HT = 39; Tr = 78 DGS = 141. Hasil AGD dengan oksigen NRM 10 L/mnt (pH,
pCO2, pO2, HCO3, Sat O2) = 7,236/ 48,4/ 54,2/ 20,1/ 82%/ -7,5. Hasil elektrolit
Na, K, Cl = 133/ 3,6/ 101; Ur, Cr = 53/2,2 ; CK/CK-MB = menyusul/54. Pada
pukul 10.30, dilakukan pengkajian sekunder pasien masih mengalami penurunan
kesadaran, cenderung perburukan, GCS (E-1, V-1, M-2), soporus-comatosus,
reflek pupil positif kanan dan kiri dan isokor (2 mm: 2mm); tekanan darah 60/40
(turun), N 154 x/menit, CRT > 3 detik, akral dingin kembali; kesan AGD asidosis
metabolik. Kesan ECG segmen ST depresi di seluruh sadapan. Saturasi oksigen
turun, dikisaran 75 – 80 %. Tujuan keperawatan belum tercapai, cenderung pasien
mengalami perburukan. Dari kondisi pasien, melakukan kolaborasi dengan dokter
jaga untuk pertimbangan pemberian vasopressor dan konsultasi DPJP, kardiologi
dan ICU.

Pukul 11.00
DPJP dan kardiologis menyetujui untuk dilakukan intubasi (keluarga setuju) dan
segera dilakukan intubasi; memberikan inotropik Dobutamin 250 mg dalam 50 cc
dengan syringe pump, dimulai dengan dosis 5 mikro/kgBB/menit; memberikan
antibiotik meropenem 1 gr (IV) dan levofloxacin 500 mg (IV): menyetting dan
menghubungkan ventilator ke pasien mode IPPV, TV 500 ml, I : E (1 : 2,5),
PEEP 5 H2O, FiO2 100 %. Pukul 11.45 Melakukan evaluasi AGD pasca intubasi;
hasil 7,257/ 33,6/ 148,4/ 14,6/ 98,6% (asidosis metabolik). Sampai pukul 14.00
pasien masih menggunakan ventilator, belum terjadi perbaikan keadaan umum.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial : Tn. Mu, 63 tahun


Diagnosa medis : Suspect tumor paru ec tumor mediastinum
Tanggal : 18 Okbober 2014
CM : 213 74 70

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dari RSUD Bekasi dirujuk ke poli paru RSUP Persahabatan, berhubung
pasien mengalami sesak berat dan nyeri dada bagian kanan (menjalar ke pundak,
skala 5) di pindahkan ke IGD RSUP Persahabatan pukul 13.45 WIB. Rencana
pasien untuk dilakukan pemeriksaan diagnostik. Keadaan umum lemah, kesadaran
komposmentis (GCS = E4 V5 M6), riwayat perokok dari muda, sehari habis 3
bungkus (bisa lebih) rokok kretek, pekerjaan sopir truk Jakarta – Surabaya. 1
bulan terakhir nafsu makan menurun, berat badan turun 3 Kg, tidak ada riwayat
demam, tidak ada riwayat muntah. Hasil foto thorak RSUD Bekasi terkesan
terdapat masa paru kanan.

Pengkajian Primer
Airway : bersihan jalan nafas efektif (tidak terdapat benda asing,
slem), bunyi nafas jelas dan clear.
Breathing : pasien tampak sesak, frekuensi pernafasan 26 x/menit,
pergerakan dada tidak simetris. Dada sebelah kanan tampak ketinggalan gerak.
Saat dilakukan perkusi terdengar suara redup mulai ICS 3 s.d 6, batas kanan dari
para sternal kanan s.d mid clacikula kanan. Pada pemeriksaan auskulatasi
didapatkan suara vesikular yang melemah hampir tidak terdengar di paru kanan.
Circulation : tidak tampat pucat, akral hangat, tekanan darah 101/42
mmHg (automatik), N 101 x/menit, CRT < 3 detik, diketemukan edema pada
kedua kaki.
Disability : Kesadaran komposmentis, tidak diketemukan tanda –
tanda defisit neurologis.
Exposure : Tidak diketemukan jejas akibat trauma/luka lecet, dll.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Folley catheter : Tidak terpasang foley catheter, diurisis masih
dapat dilakukan spontan di kamar mandi.
Gastric tube : Tidak terpasang NGT
Heart monitor : Tidak terpasang alat EKG monitor

Pukul 14.00
Prioritas diagnosa keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri, masa intrathorakal

Rencana Keperawatan
NOC : Respiratory status : Ventilation; Respiratory status
: Airway patency; Vital sign Status.
NIC : manajemen jalan nafas, pemantauan pernafasan,
bantuan ventilasi, pemantauan tanda vital.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keefektifan pola
nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil : mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips; menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal); tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

Intervensi keperawatan : posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi :


semifowler; kaji tingkat nyeri dan kemampuan pasien mengatasi nyeri;
pertahankan jalan nafas yang paten; informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas; monitor pola nafas;
monitor tanda-tanda vital; melanjutkan terapi medis : pasang IV line NaCl 0,9% +
ketoralak 30 mg / 12 jam; ranitidine 2 x 50 mg (IV); kolaborasi pemberian
oksigen, terapi cairan, pemeriksaan laboratorium (DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur,
Cr, GDS).

Pukul 14.20
Implementasi keperawatan : mempertahankan patensi jalan nafas; memberikan
posisi nyaman pasien dengan semi fowler; memberikan oksigen 3 L/mnt,

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


memasang alat oksimetri; memonitor tanda-tanda vital; memasang akses IV line 1
jalur dengan NaCl 0,9 % + Ketoralak 30 mg / 12 jam; mengambil sampel
pemeriksaan laboratorium : DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS; monitor
tingkat nyeri.
Evaluasi Keperawatan pukul 18.15
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), pasien
menyatakan sesak dan nyerinya berkurang, merasa nyaman pada posisi kepala
ditinggikan. Keadaan umum membaik, kesadaaran penuh, sudah ditempatkan
pada posisi kepala lebih tinggi dari kaki (semifowler 45 derajat), terpasang
oksigen 3 L/menit, terpasang infus dengan ketoralak 30 mg/12 jam. Ekpresi muka
tidak tampak kesakitan, berbicara tampak lebih relaks tanpa nyeri. Tanda vital
stabil 100/60 mmHg; RR = 24 x/menit; saturasi Oksigen 99 % dengan oksigen 3
L/mnt. Hasil lab : L = 12,20; Hb = 7,9; HT = 24; Tr = 602; GDS = 109. Hasil
elektrolit Na. K, Cl = 132/3,8/92 SGOT/SGPT = 24/25 Ur, Cr = 33/0,9. Hasil
foto thorak lama 20 Oktober 2014 dari RSUD Bekasi terkesan = Terdapat
gambaran putih tegas (konsolidasi) di mediastinum kanan. Saat dilakukan
pengkajian sekunder secara umum pola nafas masih takipnea, tetapi tidak
menggunakan purse-lips breathing, patensi jalan nafas adequat, respon nyeri
berkurang. Kesimpulan : tujuan belum tercapai optimal.
Hasil foto thorak diambil tanggal 20 Oktober 2014 di RSUD Bekasi

Gambaran putih tegas (konsolidasi) di mediastinum kanan

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial klien : Tn. S.bin. S Tanggal lahir : 29 Desember 1951


Diagnosa medis : Effusi pleura ec Adenoma karsinoma Tumor Paru
Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD diantar oleh anak dan istrinya pukul 08.30 dengan keluhan
sesak nafas (+), batuk-batuk (+), dahak (-) dan menyampaikan apabila sudah
dikeluarkan cairannya, akan merasa lebih enak. Riwayat pernah dirawat di Soka
Atas, terpasang WSD selama 1 bulan. Hasil PA tanggal 25 September 2014 kesan
adenoma karsinoma Tumor Paru. Riwayat perokok selama 40 tahun, setiap hari
habis 24 batang. Kondisi saat ini dengan kesadaran kompos mentis, dengan posisi
duduk menggunakan oksigen 3 L/menit..

Pengkajian Primer
Airway : jalan nafas efektif (tidak terdapat benda asing, slem),
dapat berbicara dengan jelas, bunyi nafas jelas.
Breathing : pasien tampak sesak, pursed lips breathing (+), frekuensi
pernafasan 28 x/menit, menggunakan otot nafas tambahan, retraksi dinding dada,
saturasi oksigen 95 %. Saat dilakukan pemeriksaan fisik secara inspeksi : gerakan
dinding dada kiri ketinggalan gerak, palpasi pada taktif fremitus dada sebelah kiri
melemah, pada perkusi bagian dada kiri terdengar bunyi redup, auskultasi lapang
paru kiri bunyi vesikuler menurun. Hasil foto thorak tanggal 4 November 2014
terdapat deviasi trakea kearah kanan, gambaran kostofrenikus bagian kiri tumpul,
gambaran putih. Kesan effusi cairan masif.
Circulation : pasien tidak tampak pucat, akral hangat, tekanan darah
130/87 mmHg, N 112 x/menit, CRT < 3 detik, tidak diketemukan edema pada
kedua kaki dan tangan, turgor kulit elastis.
Disability : kesadaran pasien komposmentis (E4 M6 V5), kekuatan
otot 5/5 dan 5/5. Reflek pupil baik, ukuran pupil isokor (2 mm: 2mm).

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pukul 09.15
Diagnosa keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi dan ekspansi
pergerakan rongga dada yang menurun (cairan masif).

Pukul 09.20
Rencana Keperawatan
NOC : Respiratory status : Ventilation; Respiratory status :
Airway patency; Vital sign Status.
NIC : manajemen jalan nafas, pemantauan pernafasan, bantuan
ventilasi, pemantauan tanda vital.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 6 jam, pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas, dengan kriteria hasil : mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips);
menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal);
tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

Intervensi keperawatan : monitor tanda vital dan memantau oksigenasi


menggukan oksimeter; auskultasi suara paru dan jantung; observasi tanda-tanda
kegagalan pernafasan; mempertahankan posisi nyaman : duduk tegak; lanjutkan
pemberian oksigen 3 L/menit; lakukan kolaborasi dengan medis untuk
mempersiapkan tindakan pungsi; mempersiapkan inform consent untuk tindakan
pungsi: lakukan akses IV line dan kolaborasi pemeriksaan laboratorium (DPL,
AGD, elektrolit, GDS); berikan lingkungan yang tenang.

Pukul 10.20
Implementasi keperawatan : memonitor tanda-tanda vital secara periodik;
mempertahankan memberikan oksigen 3 L/mnt dan memantau dengan oksimeter;
mengobsevasi tanda-tanda kegagalan pernafasan; mengambil sampel pemeriksaan
laboratorium : DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS dan menfollow up hasil :

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


L = 9,42 ribu/mm3; Hemo = 12,8 g/dl; Tromb = 443 ribu/mm3 ; GDs = 115; Na =
139; K = 4,6; Cl = 97; Ureum = 16; Creatinin = 0,8 mg/dl. Hasil analisa gas darah
pH = 7,353; pCO2 = 36; pO2 = 98 HCO3 = 23 BE = 2 Saturasi O2 = 94 %;
mempersiapkan inform consent untuk tindakan pungsi; mempersiapkan alat
pungsi. Pukul 13.30 : mendampingi dokter saat melakukan tindakan pungsi;
monitor tanda vital, keadaan umum sebelum, selama dan pasca pungsi;
mempersiapkan foto thorak pasca pungsi.

pukul 14.00
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), kesadaran
komposmentis, frekuensi pernafasan 24 x/menit; Tekanan darah 120/80 mmHg;
Nadi 100 x/menit; Saturasi O2 96 %. CRT < 3 detik; pasien mengatakan lebih lega
dalam bernafas, mengatakan sesak berkurang setelah tindakan pungsi sudah
dilakukan, cairan pleura dikeluarkan kurang lebih 1000 cc, warna
seroushemoragie. Pungsi dihentikan saat pasien sudah merasa tidak nyaman,
batuk-batuk. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium dari sampel cairan
pleura. Pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria
hasil: batuk berkurang dan efektif, pergerakan dada simetris, taktil frenikus lapang
paru sebelah kiri membaik, perkusi sonor, bunyi vesikuler lapang paru sebelah
kiri bertambah jelas, mampu bernafas dengan lebih mudah. Menunjukkan jalan
nafas yang paten irama nafas teratur, frekuensi pernafasan 24 x/menit. Tanda vital
dalam rentang normal. Kesimpulan : masalah keperawatan teratasi, tujuan
tercapai, pasien menolak untuk dirawat setelah dilakukan foto thorak setelah
tindakan pungsi. Foto thorak masih menunggu panggilan.
Hasil foto thorak :

Gambaran akumulasi
cairan sebelum pungsi

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial klien : Ny. Ynh ; tanggal lahir 16 Juni 1951


Diagnosa medis : Penurun kesadaran on destroyed lung
Tanggal : 11 November 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk ke IGD dengan diantar oleh anak-anaknya sekitar pukul 10.21
dengan keadaan umum penurunan kesadaran 6 jam SMRS, GCS (E1 V1 M1), 3
hari SMRS mengeluah mual, nafsu makan menurun. Riwayat menderita TBC
sejak 5 bulan yang lalu, sedang menjalani pengobatan TB (keluarga lupa jenis
obat yang dikonsumsi ibunya), selain itu menderita jantung dan sedang menjalani
pengobatan. Pukul 14.00, pasien masih dilakukan bagging-baging, sudah
dilakukan pemeriksaan laboratorium : DPL, Ur, Cr, DGS, AGD, Elektrolit,
SGOT, SGPT dan rekam ECG (hasil terlampir). Hasil foto thorak terakhir tanggal
30 Juni 2014 terkesan luluh paru kiri (2/3 bagian paru kiri). Pukul 14.00
dioperkan kepada dinas sore.

Pengkajian Primer
Airway : pasien ditidurkan terlentang, bahu diganjal dengan
1 buah cairan infus 500 ml, hiperektersi, terpasang OPA (Oro-Pharingeal
Airway), bunyi sekret dan lendir tidak ada. Kesan jalan nafas adequat.
Breathing : pada saat bagging dilepas (evaluasi usaha nafas
pasien) RR : 8 x/menit (bradipnea), saturasi oksigen 90 % dan cenderung turun,
retraksi dinding dada dan otot pernafasan tambahan. Kemudian dilakukan bagging
kembali dengan kecepatan oksigen 15 L/mnt. Saturasi mencapai 96 – 99 %.
Circulation : wajah tidak tampak pucat, riwayat datang dengan
syok hipovolemik TD 60/40 mmHg, dilakukan loading 500 cc dalam 30 menit,
dilanjutkan NaCl 0,9 % 20 tpm, diberikan inotropik dobutamin 5
mikro/KgBB/mnt (BB = 40 Kg, diberikan dengan mikrodrip dalam 100 cc NaCL
0,9 % dengan kecepatan tetesan 5 tetes permenit). Tekanan darah naik 81/47
mmHg, nadi 114 x/menit saturasi 99 %. Akral masih teraba dingin, CRT > 3

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


detik, akral masih teraba dingin, turgor kulit tidak elastis dan tidak diketemukan
edema pada kedua kaki dan tangan.
Disability : pasien telah mengalami penurunan kesadaran sejak
6 jam SMRS, GCS (E-1, V-1, M-1). Reflek pupil cahaya positif kanan dan kiri
dan isokor (2 mm: 2mm).
Exposure : pada bagian abdomen teraba sangat keras, nyeri
abdomen negatif, saat dilakukan perkusi terdengar bunyi timpani. Tidak ada luka
lecet pada daerah tubuh, abdomen supel, nyeri tekan (-), kemerahan (-) edema
tungkai (-).
Folley catheter : pasien sudah terpasang catheter sudah terpasang
nomor : 16 Fr, produksi cukup, jumlah urin (10.00 - 15.00 WIB) sebanyak 200cc
berwarna kuning pekat.
Gastric tube : belum terpasang NGT.
Heart monitor : terpasang alat EKG monitor, lead II terkesan sinus
takikardi dengan gelombang P pulmonal.

Melanjutkan dengan pengkajian sekunder : mata (konjungtiva tidak anemis, sklera


tidak ikterik); leher (tampak distensi vena jugularis, deviasi trakhea); jantung
(bunyi jantung I-II normal , tidak ada murmur, tidak ada gallop; paru (suara napas
vesikuler sebelah kiri melemah, ronchi -/-, wheezing -/-; abdomen (distensi, keras,
bising usus normal, tidak ada nyeri tekan; ekstremitas (akral dingin, tidak terdapat
edema pada tungkai). Hasil laboratorium tanggal 11 November 2014, yaitu DPL
(L = 16,00 rb/mm3; Hb = 13,1 gr/dl; Tromb = 288 ribu/mm3; Ht = 45 %). Hasil
AGD (pH/ PCO2/ PO2/ HCO3/ TCO2/ Sataturasi O2 = 7,029/ 101,0/ 217/ 28,6/
31,7/99 %). EKG terkesan sinus takikardi dengan gelombang P pulmonal. Hasil
foto thorak terakhir tanggal 30 Juni 2014 terkesan bagian paru sebelah kiri
mengalami kerusakan 2/3 bagian paru.

Prioritas diagnosa keperawatan


Perfusi jaringan tidak efektif (kardiopulmonal) berhubungan dengan hipovolemia
dan kerusakan transpotasi oksigen.

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pukul 14.15
Rencana Keperawatan
NOC : Cardiac pump Effectiveness, Circulation status, Tissue
Perfusion (cardiac, peripheral), Vital Sign Status.
NIC : hidrasi, keseimbangan cairan, monitoring sirkulasi dan
perfusi jaringan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 4 jam,
ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal tidak berlanjut dengan kriteria
hasil: tekanan systole (≥ 100 mmHg), diastole (≥ 60 mmHg), diuresis dalam
rentang yang diharapkan ((0,5 – 1 cc/KgBB/jam); nadi perifer kuat dan simetris,
tidak ada oedem perifer dan asites, AGD terkoreksi sampai dengan dalam batas
normal, kesadaran membaik.

Intervensi keperawatan : monitor tanda vital; kolaborasi pemberian oksigen s.d


ventilasi mekanik; kolaborasi titrasi inotropik apabila hemodinamik masih stabil
rendah: monitor terapi cairan; monitor diuresis; auskultasi suara jantung dan paru;
kolaborasikan untuk konsul bagian kardiologi, bagian ICU; monitor tingkat
kesadaran; monitor status balance cairan-elektrolit; kolaborasikan untuk tetap
memberikan edukasi kepada keluarga tentang kemungkinan yang terburuk dan
kejelasan dalam pengambilan keputusan untuk pasien.

Pukul 14.20
Implementasi keperawatan : memonitor tanda vital setiap 30 menit melalui
bedside monitor; mempertahankan pemberian oksigen 15 L/mnt dengan Bagging
(10 x/menit); memonitor terapi cairan; memonitor diurisis melalui proksi urine
dari kateter; melakukan kolaborasi untuk konsul jantung dan ICU/DPJP;
mengkolaborasikan untuk pemasangan NGT; memantau tingkat kesadaran.

Pukul 20.00
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), pasien belum
terdapat tanda-tanda perbaikan kesadaran, tetap E-1, V-1, M-1, pupil isocord 3 : 3
mm. Kemampuan nafas spontan minimal 8 x/menit, dipertahankan bagging

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


sampai menunggu keputusan keluarga. NGT terpasang No 16 FR, produksi tidak
ada, distensi lambung menurun. Pukul 18.00 hasil konsul ICU, indikasi ICU luar
(ICU RSP penuh). Hasil konsul DPJP : tidak perlu intubasi dan lakukan edukasi
terhadap keluarga. Sampai dengan pukul 20.00 hemodinamik tetap stabil rendah,
tekanan darah 88/52 mmHg, pulsasi lemah, akral masih dingin diurisis 0,5
cc/KgBB/jam, nadi 129 saturasi O2 100%. Pukul 20.05 keluarga memutuskan
untuk tetap dilakukan perawatan di IGD dan keluarga menerima kondisi pasien
apa adanya, diputuskan DNR (Do Not Resusitation), sehingga menghentikan
bagging digantikan dengan NRM 15 L/menit; titrasi inotropik dikurangi; tetap
memberikan dukungan kepada keluarga . Tujuan keperawatan belum tercapai,
keluarga menerima kondisi sakit pasien seutuhnya.

Hasil ECG pada tanggal 11 November 2014 pukul 12.00

Hasil foto thorak terakhir tanggal 30 Juni 2014

 Soft tissue dalam keadaan baik


 Intak tulang baik
 Jantung tidak mengalami
pembesaran, tampak cor pulmonal
 Trakea deviasi/tertarik kebagian kiri
 Hilus kanan dan kiri membesar
 Terjadi fibrosis di lapang paru bagian
kiri dari medial ke inferior
 Lapang paru kanan tambak infiltra di
medial dan basal

Terapi medis :
□ Terapi oksigen NRM 10 s.d 15 L/menit
□ Koreksi cairan
□ Penggunaan inotropik bobutamin mulai 5 mikrogram/KgBB/menit
□ Terapi antibiotik ceftazidime 3 x 1 gr (IV); gentamicin 1 x 160 mg (IV)

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


RESUME
DI IGD RSUP PERSAHABATAN

Inisial klien : Ny. Y.R.R ; tanggal lahir 04 Mei 1988


Diagnosa medis : TB on fase Insentif
Tanggal : 24 Okbober 2014

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien kiriman dari poli paru pkl 10.30 karena keluhan sesak nafas sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai penurunan nafsu makan,
muntah di poli ± 10 kali, sangat lemas, tampak lelah. Ke IGD diantar oleh orang
tua dan pekarya dengan kereta dorong, serta menggunakan O2 2 L/menit. Riwayat
pengobatan TB sejak tanggal 20 Agustus 2014 (memasuki bulan ketiga). Berat
badan menurun selama sakit dari 45 menjadi 38 Kg dengan TB 168 Cm.

Pengkajian Primer
Airway : terdapat batuk produktif. Setiap batuk slem dapat
dikeluarkan, slem warna putih. Bicara jelas namun harus pelan-pelan karena
sesak.
Breathing : tampak sesak, saat bernafas terdapat tarikan ringan
muskulus sternokleidomastoideus (menggunakan otot nafas tambahan), frekuensi
pernafasan 26 x/menit, saturasi O2 90 %, pergerakan dada simetris,. Pada
pemeriksaan perkusi sonor, auskultasi terdengar ronchi basah di kedua lapang
paru.
Circulation : tampak sedikit pucat, akral hangat, tekanan darah
120/80, N 124 x/menit, suhu 37,2 C, CRT < 3 detik, tidak ada edema pada kedua
kaki dan tangan. Pasien tampak kurus.
Disability : kesadaran kompos mentis, tidak terdapat kelainan
neurologis. Melanjutkan dengan pengkajian sekunder : mata (konjungtiva tidak
anemis, sklera sedikit ikterik; leher (JVP 5-2 cmH2O, tarikan ringan muskulus
sternokleidomastoideus saat bernafas); jantung (bunyi jantung I-II normal,
murmur tidak ada, gallop tidak ada); paru (suara napas vesikuler, ronchi +/+,
wheezing -/-); abdomen (datar, supel, bising usus jelas 8 kali/menit, tidak terdapat

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


nyeri tekan); ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema pada kedua
tungkai.

Pukul 10.40
Prioritas diagnosa keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan, hiperventilasi

Rencana Keperawatan
NOC : Respiratory status : Ventilation; Respiratory status
: Airway patency; Vital sign Status.
NIC : manajemen jalan nafas, pemantauan pernafasan,
bantuan ventilasi, pemantauan tanda vital.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keefektifan pola
nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil : mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips; menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal); tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

Intervensi keperawatan : posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi :


semifowler; pertahankan jalan nafas yang paten, monitor batuk efektif; monitor
pola nafas; monitor tanda vital; melanjutkan terapi medis : pasang IV line NaCl
0,9% / 12 jam; ranitidine 2 x 50 mg (IV); melanjutkan terapi medis : Antibiotik
ceftriaxone 1 x 2 gr (IV); kolaborasi pemberian oksigen 2 L/menit, pemeriksaan
laboratorium (DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS); follow up hasil foto
thorak tanggal 22 Oktober 2014 dan hasil sputum di poli paru dan seruni

Pukul 10.45
Implementasi keperawatan : mempertahankan patensi jalan nafas, memonitur cara
batuk; memberikan posisi nyaman pasien dengan semi fowler; memberikan
oksigen 2 L/mnt, memasang alat oksimeter; memonitor tanda vital; memasang
akses IV line 1 jalur dengan NaCl 0,9 % / 12 jam; memberikan injeksi ranitidin 50
mg (IV); melakukan skin test ceftriaxon di lengan kiri, hasil sensitif, diganti

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


dengan levoflocsasin 500 mg / drip; mengambil sampel pemeriksaan laboratorium
: DPL, AGD, elektrolit, LFT, Ur, Cr, GDS; monitor menfoloow up hasil foto
thorak dan sputum BTA 3x (melibatkan keluarga).

Pukul 11.00
Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan (mandiri dan kolaboratif), pasien
menyatakan sesak berkurang, merasa lebih enak, nyaman pada posisi kepala
ditinggikan. Pasien tampak lebih relaks, tidak begitu sesak, tekanan darah 120/80
mmHg (stabil), frekuensi pernafasan 22 x/menit, saturasi O2 99 % dengan O2 3
L/menit, posisi kepala lebih tinggi dari kaki (semifowler 45 derajat), sudah
terpasang NaCl 0,9 % /12 jam. Hasil laboratorium L = 14,16; Hb = 11,5;
Hematokrit = 36; Trombosit = 422; GDS = 112. Hasil elektrolit Na, K, Cl = 130/
3,6/ 94; SGOT/SGPT = 52/46; Ur, Cr = 17/0,5. Hasil analisa gas darah pH/ PCO2/
PO2/ HCO3/ saturasi O2 = 7,459/ 29/ 118/ 20,3/ 96,6 %. Hasil foto thorak lama 22
Oktober 2014 dari RSUP Persahabatan terkesan = dibandingkan dengan foto lama
belum ada perbaikan, masih banyak gambaran corakan kasar apek, medial paru
kanan dan kiri. Hasil sputum BTA 3x (+, -, +). Evaluasi sumatif pola nafas
membaik, tidak menggunakan purse lips breathing, tarikan ringan muskulus
sternokleidomastoideus berkurang, batuk efektif. Kesimpulan : tujuan
keperawatan tercapai, keadaan umum membaik. Terjadi peningkatan
SGOT/SGPT (drugs induce), sputum 2x positif, foto thorak tidak ada perbaikan
dibandingkan dengan foto sebelumnya. Rencana keperawatan selanjutnya :
mempertahankan keadaan umum stabil dan mempersiapkan rawat inap; kolaborasi
untuk evaluasi pemberian obat OAT, yaitu fase sisipan (1 bulan).
Gambar Foto thorak

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


LAMPIRAN 2

Evidence Based Nursing Practice

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA


BERPARTISIPASI SEBAGAI RESPONDEN EBNP

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Saya menyatakan bersedia dan memberi izin atas permohonan peneliti agar saya
turut berperan serta sebagai responden dalam penerapan Evidence Based Nursing
Practiced (EBNP) dengan judul : “Progressive Muscle Relaxation Mengontrol
Breathlessness Pada Pasien Dengan Kanker Paru”.

Peneliti telah menjelaskan dengan lengkap mengenai informsi tentang penerapan


EBNP yang akan dilakukan. Saya memahami bahwa penelitian ini bertujuan
untuk menerapkan complementary Alternatif Medis (CAM) : Progressive Muscle
Relaxation dalam mengontrol Breathlessness berdasarkan hasil penelitian terkini
(evidence based nursing practice).

Saya mengetahui bahwa hasil penerapan EBNP ini memungkinkan sekali akan
memberikan manfaat bagi pasien dan profesi perawat sebagai tindakan alternatif
tindakan keperawatan mandiri untuk mengontrol breathlessness.

Saya memahami bagaimana prosedur yang akan dilaksanakan terhadap diri saya,
dan apabila saya mendapatkan perlakuan yang merugikan, saya berhak secara
penuh untuk menghentikan keterlibatan saya dalam penelitian ini kapan saja dan
bebas dari tuntutan hukum tanpa kehilangan hak saya selama dalam masa
perawatan dan pengobatan di rumah sakit.

Saya memahami kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang akan dialami


selama penerapan EBNP ini dan peneliti akan meminimalisir kejadian yang
merugikan terhadap diri saya.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

Saya memahami bahwa segala catatan pribadi mengenai diri saya akan
dirahasiakan oleh peneliti. Seluruh data hanya akan digunakan untuk keperluan
penerapan EBNP saja dan apabila semua data telah selesai digunakan, data
tersebutakan dimusnahkan.

Pernyataan persetujuan ini saya nyatakan dengan penuh kesadaran dan secara
sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Jakarta………………………2015
Responden

(…..………………………………)
Namalengkap

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

FORMAT PENGKAJIAN DAN PENILAIAN BREATHLESSNESS

Nomor pasien : ...............

I. Data responden
a. Nama klien : ............................
b. Usia : .................. tahun
c. Jenis kelamin : ...........................
d. Pekerjaan : ...........................
e. Apakah pernah mengalami sesak nafas sebelumnya : Ya / Tidak
f. Tindakan apa yang dilakukan :
□ Tetap tenang dan mengatur laju pernafasan
□ Cemas atau panik
□ Minum obat warung atau apotik
□ Berobat fasilitas kesehatan
□ Dll
g. Riwayat merokok : aktif/ pasif

II. Skala pengukuran breathlessness (Visual Analog Scale):

0 1..................3 4....................6 7......................................10

Tidak Sesak
Sesak Ringan
Sesak Sedang
Sesak Berat
Sumber : Johnson, Currow & Booth (2010)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

PENILAIAN KECEMASAN

Skala pengukuran kecemasan (Anxiety Visual Analog Scale)

0 25 50 75 100

Tidak Cemas
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Panik

Sumber : Oncology Nursing Society, Medscape (2009)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

Tampilan menurut Skala Karnofsky dan WHO


Nilai Skala Keterangan
Karnofsky WHO
90 – 100 0 Aktivitas normal
70 – 80 1 Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat
mengurus diri sendiri
50 – 60 2 Cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan
30 – 40 3 Kurang aktif, perlu rawatan
10 – 20 4 Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu
perawatan penuh
0 - 10 - Tidak sadar
Sumber : PDPI (2011)

Nilai sebelum intervensi : ....................

Nilai sesudah intervensi : .....................

Monitor Tanda Vital


Aspek Jam Hasil sebelum Hasil sesudah
intervensi intervensi
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Nilai breatlessness
Nilai kecemasan
Nilai tampilan

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

MANAJEMEN BREATHLESSNESS PADA KANKER PARU


LOGO RSUP DENGAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

No Dokumen No Revisi Halaman

SPO Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama,

Dr. Mohammad Ali Toha, MARS

Pengertian Bentuk terapi melalui kegiatan latihan pergerakan otot selama 25


menit dengan mengencangkan dan mengendurkan pada bagian-
bagian tubuh dengan harapan mencapai kondisi yang relaks.

Tujuan Untuk mencapai kondisi tubuh yang relaks, yang pada akhirnya
mampu memberikan respon pengaturan pernafasan menjadi lebih
teratur tanpa obat-obatan.

Alat dan bahan Tempat tidur atau kursi, saturasi oksigen


Formulir penilaian/angket

Kebijakan Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan salah satu


bagian dari complementary alternatif medicine, non pharmagology
dan non invasif yang memberikan pengaruh relaks.

Prosedur 1. Persiapan
 Perawat memperkenalkan diri
 Berikan penjelasan maksud, tujuan dan prosedur serta
manfaat dari PMR
 Minta persetujuan dalam bentuk pernyataan tertulis (inform
consent) dan support keluarga
 Melakukan pengkajian awal yang meliputi tanda vital,
breathlessnes, kecemasan dan tampilan pasien
 Lepaskan kaca mata atau assesoris yang lain
2. Pelaksanaan
a. Petugas mencuci tangan
b. Atur posisi pasien : duduk bersandar di tempat tidur atau
dengan kursi.
c. Anjurkan pasien untuk fokus latihan dengan mata terpejam
d. Ajarkan pasien bernafas dalam : menghirup udara melalui
hidung 2 -3 detik, dengan posisi mulut tertutup.
e. Anjurkan pasien mengeluarkan udara secara perlahan-lahan,
sampai hitungan 4 -6 detik melalui mulut, dengan bentuk
bibir seperti bersiul atau meniup lilin.
f. Lakukan tahapan latihan PMR berfokus pada kelompok otot
kaki (telapak kaki, betis, lutut, paha), perut, punggung,

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


lengan (telapak dan lengan tangan), dagu, leher, bahu, wajah
dan dahi. Sesuai dengan leaflet (terlampir).
g. Latihan PMR selesai, anjurkan pasien tetap mencapai dalam
kondisi relaks dan nafas teratur.
h. Perawat mencuci tangan

3. Setelah pelaksanaan
 Jelaskan pada pasien bahwa prosedur sudah selesai
 Melakukan pengkajian ualang yang meliputi tanda vital,
breathlessnes, kecemasan dan tampilan pasien (sesuai target
evaluasi)
 Lakukan terminasi

Unit terkait Bidang Pelayanan Keperawatan, rawat inap

Sumber : Herbert Benson, M. D., & Klipper, M. Z. (1992); Carlson, C. R., & Hoyle, R. H.
(1993); duma (2012) dan William & Carey (2003)

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

PROSEDUR LATIHAN
PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

Persiapan
 Perawat memperkenalkan diri
 Berikan penjelasan maksud, tujuan dan prosedur serta manfaat dari PMR
 Minta persetujuan dalam bentuk pernyataan tertulis (inform consent) dan support
keluarga
 Melakukan pengkajian awal yang meliputi tanda vital, breathlessnes, kecemasan dan
tampilan pasien
 Lepaskan kaca mata atau assesoris yang lain
 Setiap tahapan latihan tidak menahan nafas

Pelaksanaan Pemanasan
 Petugas mencuci tangan
 Atur posisi pasien : duduk bersandar di tempat tidur atau di kursi.
 Anjurkan pasien untuk fokus latihan dengan mata terpejam
 Ajarkan pasien bernafas dalam : menghirup udara melalui hidung 2 -3 detik, dengan
posisi mulut tertutup.

 Anjurkan pasien mengeluarkan udara secara perlahan-lahan, sampai hitungan 4 -6


detik melalui mulut.

 Dengan bentuk bibir seperti bersiul atau meniup lilin.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Pelaksanaan Inti
1. Bagian dahi
 Angkat alis dan tegang otot-otot di dahi dan kulit kepala
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan bagian
otot (10 detik)

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.


2. Bagian rahang dan wajah
 Katupkan rahang dengan menggigitkan gigi bersama-sama
 Tegang otot-otot di bagian belakang rahang
 Tarik sudut mulut menjadi senyum ketat
 Kerutkan jembatan hidung dan pejamkan mata
 Tegangkan semua otot-otot wajah yang tertuju pada pusat wajah
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan bagian
otot (10 detik)

Tampak Depan Tampak Samping

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


3. Bagian dagu, leher dan bahu
 Dekatkan dagu ke dada
 Tarik bahu ke arah telinga
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan bagian
otot (10 detik)

Tampak Depan Tampak Samping

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

4. Bagian lengan dan telapak tangan


 Putar telapak tangan menghadap ke bawah dan membuat tinju ketat pada masing-
masing tangan
 Kencangkan kedua lengan dengan mempertahankan bentuk tinju
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan
bagian otot (10 detik)

Ditegangkan Direlaksasikan

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


5. Bagian punggung
 Angkat punggung dari sandaran dan busungkan dada
 Kontraksikan otot-otot di punggung
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapas saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan
bagian otot (10 detik)

Tampak Depan Tampak Samping


(Dada dibusungkan)

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

6. Bagian Perut
 Perhatikan pergerakan perut (naik turun) setiap napas
 Tarik napas, tekan pusar ke arah tulang belakang kemudian tegangkan perut
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan
bagian otot (10 detik)

Tampak Depan Tampak Samping


(Perut dikempiskan)

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


7. Bagian lutut dan Paha
 Luruskan lutut dan pegang otot paha bersama-sama
 Kontraksikan otot paha dan semua otot-otot kaki bersama – sama
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan selama beberapa saat (10
detik)
 Tetap lakukan napas dalam
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan
bagian otot (10 detik)

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot

8. Bagian kaki dan betis


 Fleksikan kaki Anda (tarik jari-jari kaki ke arah lutut)
 kencangkan/kontraksikan otot betis dan otot tungkai bawah
 Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan ketegangan beberapa saat (10 detik)
 lakukan nafas dalam
 Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata "RELAKS" dan kendorkan
bagian otot (10 detik)

Dilakukan sebanyak 2 kali latihan setiap kelompok otot.

Pelaksanaan Akhir
9. Intensifikasi Relaksasi seluruh Tubuh
 Fokus pada relaksasi yang mengalir dari puncak kepala, wajah, bawah bagian
belakang leher dan bahu, lengan-tangan, dada-perut, paha-lutut-betis, dan
akhirnya ke pergelangan kaki dan kaki.
 Teruskan napas dalam selama beberapa menit dalam keheningan
 Relakskan semua anggota tubuh
 Buka mata kembali dan tetap bersemangat, segar, dan santai
Sumber : Video PMR https://www.youtube.com/watch?v=xqKIjKyElmo

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

KEGIATAN PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI


DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

Latihan Nafas Dalam (a) Latihan Nafas Dalam (b) Tense Wajah

Tenses Bagian Tangan Relax Bagian Tangan Tense Kaki

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

KEGIATAN PENERAPAN PRAKTIK KEPERAWATAN BERBASIS BUKTI


DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION

Nafas Dalam Tense Dahi Tense Wajah Tense Leher

Relax Bagian Leher Tenses Bagian Tangan Relax Bagian Tangan Bagian Kaki

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Bagian Perut

Perhatikan pergerakan perut (naik turun) setiap


Bagian Kaki dan Betis Progressive Muscle
Fleksikan kaki Anda (tarik jari-jari kaki ke arah
napas
lutut) Relaxation
Tarik napas, tekan kencangkan/kontraksikan otot betis dan otot
pusar ke arah tulang tungkai bawah
belakang kemudian Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan
tegangkan perut ketegangan beberapa saat (10 detik)
Rasakan ketegangan lakukan nafas dalam
yang timbul dan tahan Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan
ketegangan selama be- kata "RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10
berapa saat (10 detik)
Tetap lakukan napas
dalam
Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan
kata "RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10
detik)

Bagian Lutut dan Paha


Luruskan lutut dan pegang otot paha bersama- detik)
sama
Kontraksikan otot paha dan semua otot-otot kaki
bersama – sama
Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan
ketegangan selama beberapa saat (10 detik)
Tetap lakukan napas dalam Puji Raharjo Santosa
Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan
NIM 1206303512

RESIDENSI NERS SPESIALIS


MAGISTER KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
Intensifikasi Relaksasi seluruh Tubuh
Fokus pada relaksasi yang mengalir dari puncak 2015
kepala, wajah, bawah bagian belakang leher dan
bahu, lengan-tangan, dada-perut, paha-lutut-betis,
dan akhirnya
Analisis ke pergelangan
praktik..., Puji Raharja kaki dan kaki.
Santosa, FIK UI, 2015
kata "RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10 Teruskan napas dalam selama beberapa menit
Pengertian Kerutkan jembatan hidung dan pejamkan mata Bagian Lengan dan Telapak Tangan
Tegangkan semua otot-otot wajah yang tertuju
Latihan pergerakan pada beberapa
pada pusat wajah Putar telapak tangan menghadap ke bawah dan
anggota tubuh untuk mencapai kondisi
Rasakan ketegangan membuat tinju
relaks . yang timbul dan tahan ketat pada
ketegangan selama masing-
beberapa saat (10 masing tangan
Manfaat detik)
Kencangkan
Latihan ini dapat membuat pernafasan Tetap lakukan napas
kedua lengan
menjadi lebih teratur, menurunkan rasa dalam dengan mem-
nyeri, cemas, mengurangi kelelahan, Saat mengeluarkan pertahankan
meningkatkan motivasi, produktivitas, napas mengucapkan bentuk tinju
kata "RELAKS" dan
dan menurunkan kadar hormon stres Rasakan ketegangan yang timbul dan tahan
kendorkan bagian otot
serta menurunkan tekanan darah. (10 detik ketegangan selama beberapa saat (10 detik)
Tetap lakukan napas dalam
Pelaksanaan Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan kata
Bagian dagu, leher dan bahu "RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10 detik)
Bagian dahi
Dekatkan dagu ke dada
Angkat alis dan Tarik bahu ke arah telinga
tegang otot-otot di
Bagian Punggung
Rasakan ketegan-
dahi dan kulit kepala gan yang timbul Angkat punggung
Rasakan ketegangan dan tahan ketegan-
yang timbul dan tahan dari sandaran dan
gan selama be-
ketegangan selama berapa saat (10 busungkan dada
beberapa saat (10 detik) Kontraksikan otot-
detik) otot di punggung
Tetap lakukan na-
Tetap lakukan napas pas dalam Rasakan ketegangan
dalam yang timbul dan
Saat mengeluarkan
Saat mengeluarkan napas mengucapkan kata napas mengucap- tahan ketegangan
"RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10 detik) kan kata selama beberapas
"RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10 detik saat (10 detik)
Tetap lakukan na-
Bagian rahang dan wajah pas dalam
Katupkan rahang dengan menggigitkan gigi Saat Anda mengeluarkan napas mengucapkan
bersama-sama kata "RELAKS" dan kendorkan bagian otot (10
detik)
Tegang otot-otot di bagian belakang rahang
Tarik sudut mulut menjadi senyum ketat
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
LAMPIRAN 3

Kegiatan Inovasi WSD Pionir 1 Botol

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


Lampiran

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

PERBEDAAN FISIK WSD 1 BOTOL KONVENSIONAL DENGAN INOVASI

JENIS WSD GAMBAR WSD DAN HANGER

KONVENSIONAL

TALI WSD WSD 500 ml 500 ml BOTOL WSD +


DENGAN KASA (Model 1) (Model 2) PENGGANTUNG
DARI KASA
GULUNG

INOVASI

HANGER WSD WSD 500 ml WSD 1000 ml BOTOL WSD +


(Model 1) (Model 2) HANGER

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

TABEL ESTIMASI BIAYA MODIFIKASI BOTOL WSD

Harga
No Item / Barang
Botol 500 mL Botol 1000 mL
1. Botol - Rp 110.000,00
2. Pipa Kecil (10 cm) Rp 830,00 Rp 830,00
3. Pipa Panjang Rp 2.000,00 Rp 2.500,00
4. Keranjang Rp 350.000,00 Rp 350.000,00
Kayu dan Ongkos
5. Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
Pembuatan
6. Selang - -
Total Rp 402.830,00 Rp 513.330,00

Perbedaan dengan botol lama (konvensional), terletak pada biaya penggunaan pipa
kecil, pipa panjang, pembuatan keranjang botol dan tutup botol yang terbuat dari kayu,
yaitu total sebesar Rp 402.830,00.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Lampiran

PERBEDAAN WSD 1 BOTOL KONVENSIONAL DENGAN INOVASI

No Komponen Botol Konvensional Botol Pionir


Pembanding
1. Safety  Rentan jatuh dan  Lebih stabil
bergoncang/goyang  Lebih aman
 Rentan terhadap  Ujung selang dalam
perubahan posisi ujung botol lebih stabil
selang yang berada berada pada posisinya
dalam botol  Mudah dalam
 Risiko cidera/injury : mengukur dan
pneumothorak mengobservasi
 Sulit mengukur jumlah produksi drain
produksi drain
2. Quality dan risiko  Tutup botol WSD  Tutup botol
kontaminasi dengan kassa tidak rapat, menggunakan kayu
tidak kuat. lebih rapat, kuat
 Memungkinkan  Mengurangi risiko
terjadinya tranmisi transmisi kuman
kuman (dari luar ke
dalam, atau sebaliknya)
3. Estetika  Tampak kurang rapih  Tampak lebih rapih,
“klewer-klewer” dan elegan, dapat
kotor. disterilkan. murah
4. Ekonomi  Murah  Murah
 Tidak semua komponen  Semua komponen
reuseable. reuseable.

Universitas Indonesia
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015
LAMPIRAN 4

Daftar Riwayat Hidup

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas

Nama Puji Raharja Santosa


Tempat dan Tanggal Lahir Yogyakarta, 17 Mei 1976
Jenis Kelamin Laki – laki
Alamat Demakan TR III RT 29/VIII No.658
Tegal Rejo, Yogyakarta, Telp. 0274 –
620 518 Handphone: 0813 15 43 73 29
Instansi RSUP Persahabatan Jakarta
Alamat instansi Jl. Persahabatan Raya No I,
Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta
Timur, Telp. 021 – 4891708.
Riwayat Pendidikan

Tahun 2014 – 2015 Program Spesialis Keperawatan


Medikal Bedah FIK - UI
Tahun 2012 – 2014 Magister Keperawatan FIK - UI
Tahun 2006 – 2009 Sarjana Keperawatan (Ners) PSIK FK
UGM
Tahun 1994 – 1997 AKPER Depkes RI Yogyakarta
Tahun 1991 – 1994 SMA Negeri Sentolo Yogyakarta
Tahun 1988 – 1991 SMP Negeri Girimulyo Yogyakarta
Tahun 1982 – 1988 SD Negeri Niten Yogyakarta
Riwayat Pengalaman Pekerjaan

Tahun Desember 1997 – Sekarang RSUP Persahabatan Jakarta


Tahun Agustus 2010 – November 2010 Makkah, Arab Saudi sebagai Petugas
Haji PPIH
Tahun Juli 2004 – Juli 2006 RSUP Persahabatan Jakarta
Tahun April 2002 – Juni 2004 Kalba Hospital, Abu Dhabi, UAE
(Bagian Accident Emergency)
Tahun Desember 1997 – Maret 2002 RSUP Persahabatan, RS Dharma
Nugraha; RS Husni Thamrin, RS Bedah
Rawamangun Jakarta

Universitas Indonesia

Analisis praktik..., Puji Raharja Santosa, FIK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai