Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN CARDIO PULMONAL ARREST

Makalah Seminar

Disusun untuk memenuhi tugas makalah seminar kelompok pada


Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat I semester tujuh

Disusun Oleh :
1. Shiffa Arrizqi G2A016051
2. Dhia Ramadhani G2A016052
3. Shinta Mayang S G2A016053
4. Lia Anis Syafaah G2A016054
5. Muflikhatul U. G2A016055
6. Qurrata A’yun G2A016056
7. Tiara Widya H. G2A016057
8. Nihayatuzzulfah G2A016058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-
Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Cardio Pulmonal Arrest”.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I di Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada :

1. Bapak/Ibu selaku dosen pengampu pada mata kuliah Keperawatan Gawat


Darurat I.
2. Rekan-rekan semua yang mengikuti perkuliahan Keperawatan Gawat Darurat I.
3. Keluarga yang selalu mendukung penyusun.
4. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan Makalah “Asuhan Keperawatan
Cardio Pulmonal Arrest”, yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Semarang, 24 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...


B. Tujuan Penulisan…………………………………………………..
C. Metode Penulisan………………………………………………….
D. Sistematika Penulisan……………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………..

A. Definisi……………………………………………………………..
B. Etiologi……………………………………………………………..
C. Patofisiologi………………………………………………………..
D. Manifestasi Klinik…………………………………………………
E. Penatalaksanaan……………………………………………………
F. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang……………………
G. Pathways Keperawatan…………………………………………….
H. Diagnosa Keperawatan…………………………………………….
I. Fokus Intervensi dan Rasional…………………………………….

BAB III PENUTUP………………………………………………………..

A. Kesimpulan………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara tiba-tiba
yang dapat disebabkan oleh kejadian alam, bencana, teknologi, perselisihan
atau kejadian yang disebabkan oleh manusia dan menuntut suatu penanganan
segera. Kejadian gawat darurat dapat menimpa siapa saja dan terjadi dimana
saja.
Penyakit jantung menduduki penyebab kematian terbesar nomor satu di
dunia. Kejadian henti jantung merupakan salah satu kondisi kegawat-daruratan
yang banyak terjadi di luar rumah sakit. Angka kematian akibat henti jantung
masih sangat tinggi baik di negara –negara maju maupun yang masih
berkembang. Berdasarkan data dari the American Heart Association (AHA),
sedikitnya terdapat 2 juta kematian akibat henti jantung diseluruh dunia. Di
jepang, singapura, malaysia, dan juga negara-negara asia lainnya, angka
kematian akibat henti jantung menempati urutan besar penyebab kematian
terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan laporan kematian
mendadak akibat masalah henti jantung.
Cardiac arrest merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba guna
mempertahankan sirkulasi normal darah yang berfungsi untuk menyuplai
oksigen ke otak dan organ vital lainnya, yang ditandai dengan tidak ditemukan
adanya denyut nadi akibat ketidakmampuan jantung untuk dapat berkontraksi
dengan baik. Kematian pada cardiac arrest terjadi ketika jantung secara tiba-
tiba berhenti bekerja dengan benar.
Berhentinya sirkulasi akan menyebabkan organ-organ yang ada didalam
tubuh mengalami kekurangan oksigen yang pada akhirnya menyebabkan
kematian sel hingga menyebabkan kematian. Organ yang paling cepat
mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya mampu bertahan 10
menit jika tidak tersuplai oksigen dan glukosa selama 10 menit. Jika otak mati
begitu pula korban akan mengalami kematian. Oleh karena itu perlunya
menolong korban secepat mungkin setelah di pastikan korban mengalami henti
jantung.
Berdasarkan uraian diatas maka mahasiswa keperawatan perlu mengetahui
mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien cardiac arrest.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan umum : Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan Cardio


Pulmonal Arrest

Tujuan khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Cardio Pulmonal Arrest
2. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi Cardio Pulmonal Arrest
3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi Cardio Pulmonal Arrest
4. Mahasiswa dapat menjelaskan manifestasi Cardio Pulmonal Arrest
5. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan Cardio Pulmonal Arrest
6. Mahasiswa dapat menjelaskan pengkajian keperawatan Cardio Pulmonal
Arrest
7. Mahasiswa dapat menjelaskan pathway keperawatan Cardio Pulmonal
Arrest
8. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa keperawatan Cardio Pulmonal
Arrest
9. Mahasiswa dapat menjelaskan intervensi dan rasional keperawatan Cardio
Pulmonal Arrest

C. Metode Penulisan
Pada penulisan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Cardio
Pulmonal Arrest” ini, penulis hanya menggunakan metode penulisan dengan
literatur saja. Dengan metode literatur ini penulis mencari berbagai sumber
pada buku maupun buku elektronik yang bersangkutan dengan judul tersebut.
D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan,


Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II KONSEP DASAR Definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi,
penatalaksanaan, pengkajian keperawatan,
pathway keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi dan rasional keperawatan.
BAB III PENUTUP Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Cardio Pulmonal Arrest


Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart
Association,2010). Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest
adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif.

B. Etiologi Cardio Pulmonal Arrest


Penyebab Cardiac Arrest menurut Iskandar (2008) yaitu :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Merokok
4. Penyakit jantung yang mendasari
5. Tidak ada penyakit jatung yang diketahui
6. Penyakit arteri koronaria (CAD)
7. Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)
Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel
yang bisa menyebabkan kematian listrik atau hemodinamik (peningkatan
obstruksi aliran keluar). Riwayat VT atau bahkan denyut kelompok ventrikel
akan meningkatkan risiko SCD.
1. Faktor pencetus
a. Aktivitas
Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59
pasien yang meninggal mendadak memperlihatkan bahwa setengah
dari kejadian ini timbul selama atau segera setelah gerak badan.
Tampak bahwa gerak badan bisa mencetuskan SCD, terutama jika
aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi.
b. Iskemia
Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh
(iskemia dalam distribusi arteri koronaria noninfark) mempunyai
insiden aritmia ventrikel yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien iskemia yang terbatas pada zona infark. Daerah iskemia yang
aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada
suatu jarak mempunyai kemungkinan lebih banyak daerah beresiko
dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu jarak.
c. Spasme arteri koronaria
Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat
menimbulkan brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua
aritmia dapat menyokong henti jantung. Tampak bahwa lebih besar
derajat peningkatan segmen S-T yang menyertai spasme arteri
koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien
spasme arteri koronaria berhubungn dengan derajat CAD obsruktif
yang tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh darah yang kritis
ditambah spasme arteri koronaria lebih mungkin mengalami henti
jantung dibandingkan pasien spase arteri koronaria tanpa obstuksi
koronaria yang tetap.

C. Patofisiologi Cardio Pulmonal Arrest


Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat
dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah
mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan
mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak.
Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban
kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin
terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan
terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death). Berikut akan dibahas
bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang mendasari terjadinya
cardiac arrest.
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
2. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
3. Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung.
4. Kelistrikan jantung yang tidak normal.
5. Pembuluh darah yang tidak normal.
6. Penyalahgunaan obat.
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi
ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
1. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya,
jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus
segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
2. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat
adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan
fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan
keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa
lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai
terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
3. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung,
dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada
kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).

D. Manifestasi Cardio Pulmonal Arrest


Pada henti jantung ditandai dengan penurunan kesadaran (pasien tidak
berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak atau cubitan), tidak
teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis) dan tekanan darah
menghilang dengan cepat. Napas terengah-engah mungkin terjadi. Pupil mata
mulai berdilatasi dalam 45 detik. Kejang bisa terjadi atau juga tidak.
Risiko kerusakan dan kematian otak yang irreversibel meningkat setiap
menit sejak terhentinya sirkulasi. Lamanya bervariasi, bergantung pada usia dan
kondisi yang mendasari henti jantung.
(Smeltzer, S. C., Bare, B, G., Hinkle, J.L., & Cheever, K. H, 2010)

E. Penatalaksanaan
Untuk henti jantung, langkah-langkah berikut harus diikuti:
1. Lakukan CPR (resusitasi kardiopulmoner) dan pantau irama jantung.
2. Berikan 1 mg epinefrin dengan infus atau endotrachial tube (tabung
pernapasan), dan ulangi setiap 3 - 5 menit. Anda juga dapat memberikan
vasopresin 40U, tetapi hanya sekali saja.
3. Lanjutkan CPR dan minum obat sampai irama jantung kembali normal atau
pasien dinyatakan meninggal.
(Maya Shapland, 2019)

Selain itu menurut Irfani, Qonita I (2019) aspek dasar pertolongan pada
henti jantung mendadak adalah bantuan hidup dasar (BHD), aktivasi sistem
tanggap darurat, RJP sedini mungkin, serta dengan defibrilasi cepat
menggunakan defibrillator eksternal otomatis atau automatic external
defibrillator (AED). BHD di menit-menit awal dapat meningkatkan angka
bertahan hidup sebanyak 4% dan pada pasien napas spontan sebesar 40%.

Langkah–Langkah Bantuan Hidup Dasar Dewasa


Langkah–langkah bantuan hidup dasar terdiri dari urutan pemeriksaan diikuti
tindakan. Idealnya tindakan dapat dilakukan secara simultan.

1. Mengenali Kejadian Henti Jantung dengan Segera


Pada saat menemukan orang dewasa yang tidak sadar, setelah memastikan
lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan adanya respons, hal
tersebut dapat dilakukan dengan menepuk atau menggoncang korban
dengan hati-hati pada bahunya dan bertanya dengan keras. Pada saat
bersamaan penolong melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas
tidak normal (gasping). Apabila pasien tidak merespons dan tidak bernapas
atau bernapas tidak normal, harus dianggap bahwa pasien mengalami henti
jantung (Gambar 2).

2. Pemeriksaan Denyut Nadi


Pemeriksaan denyut nadi pada orang dewasa dapat dilakukan dengan
merasakan arteri karotis. Lama pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik,
jika penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode
tersebut, kompresi harus segera dilakukan. Cek nadi dilakukan secara
simultan bersamaan dengan penilaian napas pasien (Gambar 3).

Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas tetapi dijumpai denyut
nadi, berikan bantuan napas setiap 5-6 detik. Nadi pasien diperiksa setiap
2 menit. Hindari bantuan napas yang berlebihan, selama RJP
direkomendasikan dengan volume tidal 500- 700 mL, atau terlihat dada
mengembang.

Mengaktifkan Sistem Respons Emergensi Jika pasien tidak


menunjukkan respons dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal
(gasping) maka perintahkan orang lain untuk mengaktifkan sistem
emergensi dan mengambil AED jika tersedia. Informasikan secara jelas
lokasi kejadian, kondisi, jumlah korban, nomor telepon yang dapat
dihubungi, dan jenis kegawatannya.

Bila pasien bernapas normal, atau bergerak terhadap respons, usahakan


mempertahankan posisi seperti saat ditemukan atau posisikan dalam posisi
recovery, panggil bantuan, sambil memantau tanda-tanda vital korban
secara terus-menerus sampai bantuan datang (Gambar 4).

3. Mulai Siklus Kompresi Dada dan Bantuan Napas


Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mengalirkan darah dan
oksigen selama RJP. Kompresi dada terdiri dari aplikasi tekanan secara
ritmik pada bagian sternum setengah bawah. Tindakan kompresi dada ini
akan menyebabkan aliran darah akibat naiknya tekanan intratorak dan
kompresi langsung pada jantung. Hal ini sangat penting untuk
menghantarkan oksigen ke otot jantung dan otak, dan dapat meningkatkan
keberhasilan tindakan defibrilasi (Gambar 5).

Gambar 5. Kompresi dada


4. Kompresi Dada
Posisi penolong jongkok dengan lutut di samping korban sejajar dada
pasien. Letakkan pangkal salah satu tangan pada pusat dada pasien,
letakkan tangan yang lain di atas tangan pertama, jari-jari kedua tangan
dalam posisi mengunci dan pastikan bahwa tekanan tidak di atas tulang iga
korban. Jaga lengan penolong dalam posisi lurus. Jangan melakukan
tekanan pada abdomen bagian atas atau ujung sternum. Posisikan penolong
secara vertikal di atas dinding dada pasien, berikan tekanan ke arah bawah,
sekurang- kurangnya 5 cm. Gunakan berat badan penolong untuk menekan
dada dengan panggul berfungsi sebagai titik tumpu.

Setelah kompresi dada, lepaskan tekanan dinding dada secara penuh, tanpa
melepas kontak tangan penolong dengan sternum korban (full chest recoil),
ulangi dengan kecepatan minimum 100 kali per menit. Durasi kompresi dan
release harus sama.

Kriteria High Quality CPR antara lain:


a. Tekan cepat (push fast )
Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi minimum
100 kali per menit.
b. Tekan kuat (push hard)
Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci
(5 cm)– 2,4 inhi (6 cm).
c. Full chest recoil
Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali secara
sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi
maupun durasi terhadap kompresi dada.
d. Perbandingan kompresi dada dan ventilasi untuk 1 penolong adalah 30
: 2, sedangkan untuk dua penolong adalah 15 :2.

5. Bantuan Pernapasan
Tujuan primer bantuan napas adalah untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Setelah
melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan head tilt –
chin lift baik pada korban trauma ataupun non- trauma. Bila terdapat
kecurigaan atau bukti cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa mengekstensi
kepala saat membuka jalan napas (Gambar 6).
Penolong memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory
time), dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang,
hindari pemberian bantuan napas yang cepat dan berlebihan karena dapat
menimbulkan distensi lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi
dan aspirasi. Lebih penting lagi, ventilasi berlebihan juga dapat
menyebabkan naiknya tekanan intratorakal, mengurangi venous return, dan
menurunkan cardiac output.

6. Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)


Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan
mendepolarisasi sel-sel jantung dan menghilangkan fibrilasi ventrikel/
takikardi ventrikel tanpa nadi. AED aman dan efektif digunakan oleh
penolong awam dan petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi
dilakukan lebih dini sebelum tim bantuan hidup lanjut datang. Menunda
resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan menurunkan harapan hidup.
Penolong harus melakukan RJP secara kontinu dan meminimalkan interupsi
kompresi dada saat aplikasi AED.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara setelah
alat diterima, terutama untuk melakukan RJP sesegera mungkin setelah
diintruksikan.

Langkah –langkah penggunaan AED;


a. Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti langkah-
langkah bantuan hidup dasar dewasa. Lakukan RJP sesuai panduan
bantuan hidup dasar, kompresi dada dan bantuan pernapasan sesuai
panduan.
b. Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan elektroda
pads pada dada korban. Elektroda pertama di line midaxillaris sedikit
di bawah ketiak, dan elektroda pads kedua sedikit di bawah clavicula
kanan.
c. Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang
menyentuh korban saat AED melakukan analisis irama jantung.
d. Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang
menyentuh korban. Lalu tekan tombol shock.
e. Segera lakukan kembali RJP.
f. Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah
suara AED, hingga penolong profesional datang dan mengambil alih
RJP, korban mulai sadar, bergerak, membuka mata, dan bernapas
normal, atau penolong kelelahan.

(Irfani, Qonita I, 2019)


F. Pengkajian Keperawatan
Kasus Pemicu
Tn Sule di bawa ke UGD dengan riwayat sakit jantung, tiba-tiba pasien apnea,
nadi karotis tidak teraba.

1. Pengkajian Fokus
Menurut Hakim, DDL.(2013), pengkajian pada pasien dengan henti jantung
adalah sebagai berikut:
a. Identitas Klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur,
suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit
b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
c) Mekanisme atau biomekanik
d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2) Riwayat penyakit dahulu
a) Perawatan yang pernah dialami
b) Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang
mengalami penyakit jantung.
2. Pengkajian Primer
1) Airway / Jalan Napas
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.
1) Look
Lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada, terdapat
sumbatan jalan napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada
dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
2) Listen
Mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada bunyi
napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.
3) Feel
Merasakan ada aliran udara pernapasan, apakah ada krepitasi,
adanya pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,
teraba nadi katotis atau tidak.
2) Breathing / Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.
1) Look
Nadi karotis / tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak
terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun,
sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal, periksa
penggunaan otot bantu.
2) Listen
Mendengar hembusan napas
3) Feel
Tidak ada pernapasan melalui hidung / mulut

3) Circulation / Sirkulasi
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada klien, kualitas dan
karakternya.
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis.

4) Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1) Alert (A)
Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya / tidak sadar
terhadap kejadian yang menimpa.
2) Respon Verbal (V)
Klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
3) Respon Nyeri (P)
Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4) Tidak Berespon (U)
Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

3. Pengkajian penunjang
Menurut American Heart Association (2010), hal yang perlu dikaji untuk
menunjang diagnosa adalah sebagai berikut:
a. Monitor jantung dan EKG
b. perlu menguji penyebab (misalnya, ekokardiografi, rontgen dada, atau
ultrasonografi dada)
Diagnosis henti jantung pada temuan klinis terdapat apnea, denyut nadi,
dan tidak sadar. Tekanan arteri tidak dapat diukur. Pupil membesar dan
menjadi tidak reaktif terhadap cahaya setelah beberapa menit.
Monitor jantung mungkin menunjukkan ventrikel fibrilasi (VF),
takikardia ventrikel (VT), atau asistol. Terkadang ada ritme perfusi
(misalnya, bradikardia ekstrem); ritme ini dapat mewakili aktivitas listrik
pulseless sejati (PEA, atau disosiasi elektromekanis) atau hipotensi ekstrem
dengan kegagalan mendeteksi denyut nadi.
Pasien dievaluasi untuk kemungkinan penyebab yang dapat diobati;
bantuan memori yang berguna adalah "Hs dan Ts":
a. H: Hipoksia, hipovolemia, asidosis (ion hidrogen), hiperkalemia atau
hipokalemia, hipotermia, hipoglikemia
b. T: Tablet atau konsumsi toksin, tamponade jantung, tension
pneumothorax, trombosis (pulmonary embolus atau myocardial
infarction), trauma

Sayangnya, banyak penyebab tidak teridentifikasi selama CPR.


Pemeriksaan klinis, ultrasonografi dada, dan rontgen dada dapat
mendeteksi tension pneumothorax. Ultrasonografi jantung dapat
mendeteksi kontraksi jantung dan mengenali tamponade jantung,
hipovolemia ekstrem (jantung kosong), kelebihan ventrikel kanan yang
menunjukkan emboli paru, dan kelainan gerak dinding fokus yang
menunjukkan MI. Tes darah cepat di samping tempat tidur dapat
mendeteksi kadar kalium atau glukosa yang abnormal. Riwayat yang
diberikan oleh keluarga atau petugas penyelamat dapat menunjukkan
overdosis.
G. Pathway Keperawatan
Faktor predisposisi Faktor presipitasi
 Predominant pada laki-laki  merokok
 Prevalensi umur >55  ketidakseimbangan elektrolit
 Riwayat CAD, HA, CVA  DM
 Obesitas
 Penggunaann obat (cocain, methemphetamin)
 Kurang aktivitas

Etiologi
 Infark miokard
 Emboli paru
 Aneurisma dekans
 Kerusakan sistem kelistrikan di jantung

Tidak adanya aktivitas listrik di jantung

Aritmia yang parah


 Fibrilasi ventrikel
 Takikardi ventrikel
 PEA
 Asistol

Henti Jantung Tidak dilakukan BHD, RJP, AED

Gangguan perfusi jaringan Gangguan sirkulasi darah Gangguan perfusi otak

TD ↓, N↓, Akral dingin, pucat Inadekuat O2 & nutrisi ke otak

Gangguan Perfusi Mengubah fungsi Iskemik jaringan Mengubah fungsi


Jaringan Perifer sistem aktivasi otak sistem aktivasi
retikular di medulla retikular di batang otak
dan pons
hipoksem
i Tingkat kesadaran ↓
Apnea (Henti nafas)
Otak Infark
Resiko jalan nafas
Pola Nafas tidak tidak efektif
efektif Kematian jika
tidak ditangani
dalam 10 menit

Koping keluarga
tidak adekuat

Dukacita
H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(D.0005).
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial (D.0008).
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat penurunan aliran arteri dan/atau vena (D.0009).
(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017)

I. Intervensi dan Rasional Keperawatan


N
o
Tujuan dan Rasional
. Intervensi
Kriteria Hasil
D
x
1 Setelah dilakukan Manajemen jalan napas / - Mengetahui tingkat
. tindakan Pemantauan Respirasi keparahan masalah
keperawatan - Observasi pola napas respirasi pasien.
(frekuensi, kedalaman, - Mengukur presentase
diharapkan pola
usaha napas) dan bunyi oksigen yang diikat
nafas teratur dan hemoglobin di dalam
napas (mis. Gurgling,
normal dengan aliran darah.
wheezing, ronkhi, snoring)
kriteria hasil : - Monitor saturasi oksigen - Mencegah terjadinya
a. RR dalam - Pertahankan kepatenan dyspnea atau apnea.
rentang normal jalan napas dengan head- - Membantu
(16-24x/menit) tilt dan chin-lift (jaw- mengembalikan fungsi
b. Saturasi thrust jika curiga trauma normal pertukaran
oksigen > 95% servikal) udara.
- Berikan terapi oksigen
2 Setelah dilakukan  Intervensi Utama : - Mengidentifikasi untuk
. tindakan Perawatan Jantung menentukan tingkat
keperawatan - Identifikasi tanda/gejala keparahan dan
primer penurunan curah menentukan intervensi
diharapkan tidak
jantung (meliputi dyspnea, selanjutnya.
terjadi penurunan
kelelahan, edema,
curah jantung
ortopnea, paroxysmal
dengan kriteria nocturnal dyspnea,
hasil : peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah
a. Tanda-tanda jantung (meliputi
vital dalam peningkatan berat badan,
batas normal hepatomegaly, distensi
b. Frekuensi dan vena jugularis, palpitasi,
irama jantung ronkhi basah, oliguria,
terkontrol batuk, kulit pucat)
c. Apnea teratasi - Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T
- Gunakan stoking elastis
atau pneumatic intermitten

Manajemen alat pacu jantung


- Membaca frekuensi
- Identifikasi indikasi dan irama jantung.
pemasangan alat pacu - Untuk mengkompresi
jantung dan alat yang dan meningkatkan
dibutuhkan sirkulasi melaju ke atas
- Monitor komplikasi ke arah jantung
pemasangan alat pacu - Menentukan alat pacu
jantunng (mis. jantung yang akan
Pneumotoraks, digunakan
hemotoraks, perforasi, - Mencegah terjadinya
miokard, tamponade komplikasi setelah
jantung, hematoma, dilakukan pemasnagan
infeksi) alat pacu jantung
- Sediakan informed consent - Memberikan rasa aman
- Siapkan alat pacu jantung, dalam menjalankan
pasang elektroda alat pacu tindakan terhadap
jantung transkutan pasien
eksternal - Menyiapkan alat yang
- Analisis kemajuan pompa tepat
jantung setelah - Mengetahui
pemasangan alat pacu perkembangan jantung
jantung setelah dilakukan
pemasangan alat pacu
jantung
3 Setelah dilakukan  Intervensi Utama : - Sirkulasi perifer dapat
. tindakan Perawatan sirkulasi / menunjukan tingkat
keperawatan Manajemen sirkulasi perifer keparahan penyakit
- Periksa sirkulasi perifer (mis. serta pulsasi perifer yang
diharapkan perfusi
Nadi perifer, edema, lemah menimbulkan
ke perifer kembali penurunan kardiak
normal dengan pengisian kapiler, warna,
suhu, anklebrachial index) output.
kriteria hasil :
- Lakukan hidrasi
a. TTV dalam - Memenuhi kebutuhan
batas normal Pemantauan Hemodinamik cairan dan elektrolit
b. Warna kulit - Monitor frekuensi dan irama dalam tubuh.
normal jantung, TDS, TDD, MAP, - Mengetahui masalah
c. Suhu kulit bentuk gelombang hemodinamik untuk
hangat hemodinamik menentukan tingkat
d. Nilai keparahan penyakit.
laboratorium - Untuk mengukur kadar
(AGD) dalam  Intervensi Pendukung : oksigen, karbondioksida
batas normal Manajemen Asam Basa dan tingkat asam basa
dalam darah.
- Ambil specimen darah arteri - Untuk membantu
untuk pemeriksaan AGD mengembalikan fungsi
- Kolaborasi pemberian normal pertukaran udara.
ventilasi mekanik, jika perlu

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan henti jantung atau cardiac arrest adalah
hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi
normal darah. Temuan klinis pada henti jantung terdapat apnea, denyut nadi, dan
tidak sadar. Tekanan arteri tidak dapat diukur. Pupil membesar dan menjadi tidak
reaktif terhadap cahaya setelah beberapa menit. Penanganan yang dilakukan
pada pasien dengan henti jantung adalah melakukan CPR dan pemantauan irama
jantung hingga kembali normal. Pengkajian utama menggunakan pengkajian
ABCD. Diagnosa yang mungkin muncul Pola nafas tidak efektif, Penurunan
curah jantung, Perfusi perifer tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Pangaribuan, R., Tua Siagian, M., Sirait, A., Program Studi Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat, A., & Pasca Sarjana Universitas Sari Mutiara Medan,
D. (2017). PENGARUH MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
PENGETAHUAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) (Studi Eksperimen Pada
Perawat Pelaksana di Rumah Sakit TK. II Putri Hijau Medan Tahun 2017).
3(1), 101–108.
Thygerson,Alton L. (2006) First aid, CPR, and AED. 5th Ed. American College of
Emergency Physicians, London W67pA. Jones and Bartlett Publisher
International. http// books.google.co.id. Diunduh 20 Januari 2011
Maya Shapland, 2019. Cardiovascular Emergencies: Identification & Nursing
Intervention. online. diakses pada 24 oktober 2019 di
https://study.com/academy/lesson/cardiovascular-emergencies-identification-
nursing-intervention.html
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
American Heart Association (AHA), 2010, Adult Basic Life Support: Guidelines
for CPR and Emergency Cardiovascular Care,
http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S685, diakses online 24
Oktober 2019.

Iskandar, dkk. (2008). Ancaman Henti Jantung Lebih Tinggi Laki-Laki. Artikel.
http//www. Klikdokter.com. Diunduh 24 Oktober 2019

DepKes, (2005). Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta

Smeltzer, S. C., Bare, B, G., Hinkle, J.L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner and
Suddarth’s textbook of medicinal surgical nursing (12th ed). Philadelphia :
Lippincolt Williams & Wilkins
Irfani, Qonita I. 2019. Bantuan Hidup Dasar. Jurnal CDK-277. vol. 46 no. 6.
Diunduh 2 novenber 2019 di www.kalbemed.com

Anda mungkin juga menyukai