Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN MANAJEMEN PENGELOLAAN PASIEN

PADA Tn. S DENGAN PENURUNAN KAPASITAS ADAPTIF


INTRAKRANIAL BERHUBUNGAN DENGAN HIPOTENSI SISTEMIK
DISERTAI HIPERTENSI INTRAKRANIAL
DI RUANG RAJAWALI 1A RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Stase Manajemen Keperawatan


Pembimbing Akademik : Madya Sulisno, S.Kp, M.Kes
Pembimbing Klinik : Ns. Sumarsih, S.Kep

Oleh :
AVINDA DEVIANA
220201181210033

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Penurunan Kapasitas Adaptif
Intrakranial di Ruang Rajawali 1A RSUP Dr. Kariadi Semarang

I. IDENTITAS
Tanggal masuk ruangan : 4 Januari 2019 / 17.15 WIB
Tanggal pengkajian : 4 Januari 2019 / 17.15 WIB
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
No. Rekam Medis : C073882
Umur : 71 tahun
Ruang Rawat Inap : Rajawali 1A – HCU (Bed 14)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jalan Muradi 1/14 Kelurahan Kalibanteng
Kulon Rt 004 Rw 006 Kecamatan Semarang
Barat, Kota Semarang
Pembiayaan Kesehatan : JKN NON PBI
Kelas Ruangan : Kelas I
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.S
Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Dokter
Suku : Jawa
Hubungan dengan Klien : Anak
Bahasa : Indonesia
Alamat : Jalan Muradi 1/14 Kelurahan Kalibanteng
Kulon Rt 004 Rw 006 Kecamatan Semarang
Barat, Kota Semarang
No. Telepon : 08112779xx
II. RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
Pada tanggal 4 Januari 2019 pukul 08.10 WIB, klien datang ke IGD
bersama anak dan menantunya. Klien datang dengan keadaan penurunan
kesadaran, ±1 jam SMRS klien mendadak mengalami penurunan kesadaran
saat klien berjalan, bicara pelo, wajah merot, lemah anggota gerak kri (+).
Sebelumnya klien melakukan aktivitas ringan berjalan disekitar rumah pada
pagi hari setelah sarapan dan minum teh seperti hari-hari biasanya. Namun
ketika itu klien merasa pusing, dan penglihatan kabur kemudian klien
memutuskan untuk berbaring ditempat tidur. Klien merasa bahwa pusingnya
terasa semakin berat, kemudian anaknya yang mengetahui kondisi klien yang
mengalami penurunan kesadaran saat itu juga membawa klien ke IGD RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Tekanan darah 153/83 mmHg, HR 85 x/menit, RR 22
x/menit, Suhu 36,6oC, SpO2 98%. Saat di IGD klien juga dilakukan
pemeriksaan radiologi Foto toraks dan MSCT kepala tanpa kontras, dan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap. Klien terdiagnosa SNH berulang dan
langsung diberikan terapi rTPA karena hasil MSCT kepala : stroke infark.
Selanjutnya klien akan dipindahkan ke ruang rawat inap Rajawali 1A untuk
mendapatkan perawatan lanjutan.
Klien dipindahkan ke ruang Rajawali 1A pada tanggal 4 Januari 2019
pukul 17.15 WIB. Saat pindah ruangan klien dalam keadaan lemah, kesadaran
apatis dengan E3M5V4. Klien terpasang infus RL 20 tpm, terpasang DC
dengan warna urine kuning, terpasang NGT bersih tanpa residu, terpasang O2
nasal kanul 3 lpm. Klien membawa obat dari rumah Amlodipin, volsutan,
ISDN. Klien tidak ada obat yang dibawa dari IGD untuk ruangan. Klien
mendapatkan obat injeksi Ranitidine. Data penunjang yang dibawa dari IGD
yaitu Foto toraks dan MSCT kepala tanpa kontras, dan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap. Rekomendasi instruksi awal dokter IGD : O2
nasal 3 lpm, head up 30, infus RL 20 tpm, inj ranitidine 50 mg/12 jam/IV, SP
Nicardipine 0,5 mg/kgBB/menit (titrasi), vit B1 B6 B12 / 8 jam/oral. Program :
cek GD 1/11, pengawasan TTV, GCS, tanda perdarahan, balanca cairan, konsul
SpJP dr. Brunah Sp.JP, Konsul sp. KFR.
Keluarga klien mendapatkan orientasi ruangan (ruangan bed klien, ruang
tunggu keluarga, kamar mandi, mushola) dan edukasi fasilitas kesehatan yang
didapatkan di ruangan seperti DPJP dan PPJP klien, serta mempersiapkan
kebutuhan yang digunakan selama perawatan seperti tisu basah, tisu kering,
popok, sabun mandi cair, serta minyak oles untuk melembabkan tubuh klien.
Keluarga juga dipaparkan peraturan jam kunjung selama di ruang Rajawali 1A,
dan keluarga mengetahui bahwa klien tidak boleh ditunggu di dalam ruangan.
Setelah itu dilanjutkan pengkajian kembali kepada keluarga klien di ruangan
Rajawali 1A. Pengkajian awal kepada klien dengan berfokus pada pengkajian
untuk lansia seperti pengkajian resiko jatuh, pengkajian decubitus, pengkajian
menggunakan Barthel Index, hingga skrining gizi untuk lansia. Pada
pengkajian resiko jatuh pasien mendapatkan skor > 45 dengan kategori resiko
tinggi, resiko tinggi terjadi decubitus, pasien dalam kondisi intermediate care,
serta pasien dalam kondisi resiko malnutrisi. Gelang pasien sudah terpasang
sejak pasien masuk dari IGD. Perawat memasang label kuning pada pasien
dengan resiko jatuh tinggi serta memasang kertas jadwal alih baring setiap 2
jam sekali.
Pengkajian didapatkan hasil bahwa Saat dilakukan pengkajian awal dengan
keluarga klien diruangan, klien sudah memiliki riwayat penyakit stroke sejak 5
tahun yang lalu, 4x dirawat di RS dengan diagnose yang sama yaitu stroke
non-hemoraghic. Terakhir dirawat di RS pada bulan oktober 2017. Keluarga
klien mengatakan bahwa klien tidak mempunyai alergi obat ataupun makanan.
Jumlah tidur ±6 jam/hari dengan obat tidur jenis alprazolam. Pemeriksaan
tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 165/92 mmHg, HR 89 x/menit,
RR 21 x/menit, Suhu 36,8oC, SpO2 98%, TB 168 cm, BB 68 kg, IMT 24,09
(normal). Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan terkait dengan
kondisi klien tersebut, didapatkan masalah keperawatan yang ditegakkan
diantaranya :
Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan hipotensi
sistemik disertai hipertensi intracranial (00049). Perumusan diagnosa
didapatkan pada tanggal 4 Januari 2019 dimana hasil pengkajian didapatkan
antara lain klien mengalami penuruan kesadaran dengan GCS E3M5V4 dan
dari hasil pengkajian data penunjang melalui MSCT kepala polos yang
dilakukan ketika di IGD didapatkan hasil bahwa: infark lakuner pada corona
radiate kiri, thalamus kanan dan puntamen kiri, focal mild aging cerebral
atrophy (lobus frontal kanan kiri), tak tampak perdarahan intracranial, tak
tampak peningkatan tekanan intracranial, lesi semisolid pada cavum nasi sisi
kanan >DD/ polip, massa tumor. Tujuan dari masalah keperawatan ini adalah
selama 7x24 jam adanya peningkatan Status Neurologis : Kesadaran (0912)
dengan kriteria hasil klien mampu membuka mata dengan sendiri, GCS
meningkat dengan indikator Eye meningkat. Nursing Care Planning yang
dilakukan antara lain memonitor tanda-tanda vital, memonitor keadaan umum
dan kesadaran dengan GCS, meninggikan kepala tempat tidur 15-30o jika tidak
ada kontra indikasi, memberikan terapi oksigen melalui nasal kanul 3 lpm,
monitor hemodinamik, dan membantu ADL klien. Intervensi kolaboratif yang
dilakukan yaitu memberikan terapi obat nicardipine melalui syring pump 1
cc/jam.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular (00085). Perumusan diagnosa
didapatkan pada tanggal 4 Januari 2019 dimana hasil pengkajian didapatkan
bahwa keadaan umum klien lemah, kekuatan otot ekstremitas atas kanan/kiri :
4/3 dan ekstremitas bawah kanan/kiri : 5/3, pengkajian ADL menggunakan
Bartrhel Index didapatkan bahwa pasien dalam kategori ketergantungan total
sebagian dengan skor 2, skala decubitus menunjukkan bahwa pasien resiko
tinggi terjadinya trauma tekan, dan pasien dalam kategori resiko jatuh tinggi
dengan skor > 45. Tujuan dari masalah keperawatan ini adalah selama 7x24 jam
Pergerakan (0208) klien meningkat dengan kriteria hasil, adanya pergerakan
pada ekstremitas atas maupun bawah dengan kekuatan otot ekstremitas atas
kanan/kiri : 5/5 dan ektremitas bawah kanan/kiri : 5/5. Nursing Care Planning
yang dilakukan antara lain bantu ADL, alih baring setiap 2 jam sekali, lakukan
ROM pasif kepada pasien, konsultasi kebagian fisioterapi. Pada perencanaan
pulang perawat juga mengedukasi keluarga untuk tetap mengontrol setiap
kegiatan dan aktivitas yang dilakukan selama di rumah.
Tn. S dirawat di ruang Rajawali 1A RSUP dr.Kariadi selama 3 hari dan
mendapatkan terapi intravena RL 20 tpm, ranitidine 50 mg/12/IV jam untuk
melapisi lambung, terapi actilyse 3,9 mg intravena lobus, syring pump
nicardipine 1 cc/jam, syring pump syringe pump actilyse 35,1 cc/jam.
Program-program yang dijalani oleh klien selama perawatan di ruang Rajawali
1A RSUP dr.Kariadi antara lain, cek GD I/II, cek lab darah lengkap dan konsul
ke dokter spesialis jantung, spesialis KFR dan spesialis psikiatri.
Pada tanggal 6 Januari 2019 keadaan Tn. S sudah mulai membaik, Selama
perawatan klien kesadaran klien semakin membaik dengan nilai GCS terakhir
adalah E4M5V6 sehingga penurunan kapasitas adaptif intrakranial teratasi
sebagian karena tekanan darah klien belum menunjukkan rentang normal.
Hambatan mobilitas fisik klien belum teratasi ditandai dengan keadaan umum
klien yang masih lemah dan belum adanya peningkatan kekuatan otot pada
ekstremitas atas dan bawah. Di ruang 1A Tn. S bertujuan untuk perbaikan
keadaan umum dan peningkatan kesadaran setelah keadaan umum dan
kesadarannya membaik pada tanggal 6 Januari 2019 klien dipindah ke ruang
Garuda lantai 5 untuk melakukan perawatan selanjutya.

III.PENGELOLAAN PASIEN
A. Proses Penerimaan atau Serah Terima Pasien Baru di Ruangan
1. Serah Terima Pasien
Telah diterima pasien baru
Tanggal / waktu : Jumat, 4 Januari 2019 jam 17.15 WIB
Nama : Tn. S
Dx Medis : Stroke Non Hemoragik, Post rTPA H-o
Asal Ruangan : IGD
a. Serah Terima Obat dan Alat
Daftar obat oral yang diterima
No Nama Obat Jumlah
- - -

Daftar Nama obat injeksi yang diterima


No Nama Obat Jumlah
- - -

Daftar Alat yang diterima


No Nama Obat Jumlah
1. Cairan infus Ringer Lactat 500 1
ml, 20 tpm
2. DC 1
3. NGT 1
4. Nasal kanul 3lpm 1

Tn. S datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi dengan keadaan


penurunan kesadaran. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter
IGD dan dilakukan perawatan di IGD, Tn. S dipindahkan ke ruang
Rajawali 1A oleh perawat dan keluarga klien. Saat Tn. S tiba di
ruangan, keadaan umum Tn. S lemah, kesadaran apatis klien GCS
E3M5V4, terpasang infus RL 20 tpm, NGT, DC. Mahasiswa
menerima operan dari IGD dengan menerima form serah terima
(transfer internal) pindah ruang dan mengantar pasien ke tempat
perawatan (bed 15). Sistem penerimaan pasien disertai dengan
menyertakan lembar formulir pindah antar ruang dimana dalam
formulir tersebut terdapat poin-poin ruang rawat asal pasien dengan
ruang rawat tujuan yaitu ruang Rajawali 1A Unit Stroke, petugas
ruangan tujuan yang dihubungi tanggal dan jamnya, selain itu
terdapat kualifikasi petugas pendamping perawat, dalam form
tersebut juga terdapat anamnesa, diagnosa, indikasi dirawat,
tindakan yang telah dilakukan, terapi yang telah diberikan dan
transportasi yang digunakan. Kemudian terdapat beberapa hal yang
ikut diserahkan seperti dokumen (RM pasien), obat (Tn. S
mendapat program infus RL 20 tpm), dan dokumen hasil
pemeriksaan penunjang. Pada lembar transfer pasien terdapat
ringkasan kondisi pasien berupa status pasien yang meliputi KU,
TTV, SpO2, pemeriksaan fisik, dari sebelum transfer dan setelah
transfer. Selain itu di dalam form juga terdapat nama dan TTD
petugas yang menyerahkan dan yang menerima beserta waktu saat
transfer. Pada kasus ini Tn. S membutuhkan ruang perawatan total
care dan didampingi oleh perawat dan dokter jaga.
Proses penyerahan pasien dilakukan oleh perawat sehingga
dijelaskan secara rinci terkait dengan kondisi pasien. Transfer
pasien perlu disampaikan secara langsung dengan keterangan
sejelas-jelasnya dan dapat disampaikan dengan menggunakan
komunikasi SBAR (Situation, Background, Assesment,
Recommendation). Situation berisi identitas pasien secara jelas
termasuk identitas penanggung jawab pasien dan nomor telepon
yang dapat dihubungi untuk mencari informasi sehubungan dengan
keadaan pasien. Background berisi mengenai riwayat kesehatan, tes
atau perawatan yang telah dilakukan, atau mengenai perubahan
kondisi pasien dari kondisi sebelumnya. Assesment menjelaskan
tentang kondisi pasien saat ini. Recommendation merupakan
diskusi mengenai perencanaan perawatan yang akan dilakukan
selanjutnya.
S : S (Situation) : Tn. S, usia 71 tahun dengan diagnosa medis
penurunan kesadaran, post stroke non-hemoragik, post rTPA H+0
serta diagnosa keperawatan Penurunan kapasitas adaptif
intracranial berhubungan dengan hipotensi sistemik disertai
hipertensi intracranial, keadaan umum lemah, kesadaran dengan
GCS E3M5V4. B (Background) : Di IGD klien telah diberikan
infus RL 20 tpm dan inj. Ranitidine 50 mg, A (Assesment) : Klien
telah dilakukan X foto toraks dan MSCT kepala tanpa kontras, dan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap (sudah ada hasilnya), cek
tanda – tanda vital : TTV, 153/83 mmHg, HR 85 x/menit, RR 22
x/menit, Suhu 36,6oC, SpO2 98%,. R : O2 nasal 3 lpm, head up 30,
infus RL 20 tpm, inj ranitidine 50 mg/12 jam/IV, SP Nicardipine 0,5
mg/kgBB/menit (titrasi). Program : Cek GD 1/11, pengawasan
TTV, GCS, tanda perdarahan, balanca cairan, konsul SpJP dr.
Brunah Sp.JP, Konsul sp. KFR.
b. Data pemeriksaan penunjang yang dibawa
1) Pemeriksaan : Laboratorium Patologi Klinik
Tanggal: 4 Januari 2019/ 10.29 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket.
HEMATOLOGI
Hematologi Paket
Hemoglobin 17,3 g/dl 13.00 - 16.00 H
Hematrokrit 49,6 % 40 - 54
Eritrosit 5,31 10^6/Ul 4.4 - 5.9
MCH 32,6 Pg 27,00 – 32,00 H
MCV 93,4 fL 76 - 96
MCHC 34,9 g/dL 29.00 - 36.00
Leukosit 8,9 10^3/ul 3.8 - 10,6
Trombosit 294 10^3/ul 150 - 400
RDW 13 % 11.60 - 14.80
MPV 9.5 fl 4.00 - 11.00

Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 110 mg/dL 80 - 160
Ureum 40 mg/dL 15 - 39 H
Kreatinin 1,2 mg/dL 0.60 - 1.30
Magnesium 0,8 mmol/L 0,74 - 0,99
Calsium 2,2 mmol/L 2,12 - 2,52
Elektrolit
Natrium 141 mmol/L 136 - 145
Kalium 4.4 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 105 mmol/L 98-107
KOAGULASI
Plasma Prothrombin
Time (PPT)
Waktu Prothrombin 10.3 detik 9.4 – 11.3
PPT Kontrol 10.3 detik
Partial Thromboplastin
Time (PTTK)
36,2 detik 27.7 – 40.2
Waktu Thromboplastin
33,3 detik
APTT Kontrol
0,99
INR

2) MSCT Scan Kepala tanpa Kontras (4 Januari 2019 jam 09.50


WIB)
Kesan:
a) Infark lakuner pada corona radiate kiri, thalamus kanan dan
puntamen kiri
b) Focal mild aging cerebral atrophy (lobus frontal kanan kiri)
c) Tak tampak perdarahan intracranial
d) Tak tampak peningkatan tekanan intracranial
e) Lesi semisolid pada cavum nasi sisi kanan → DD/polip,
massa tumor.
3) Pemeriksaan X Foto Thorax AP Semiererect (4 Januari 2019
jam 10.00 WIB)
Kesan :
a) Suspek Cardiomegaly
b) Elongatio aorta
c) Pada lapangan bawah paru kanan → masih mungkin
gambaran bronchopneumonia
2. Orientasi Ruangan
Klien dirawat di Ruang Rajawali 1A (Unit Stroke). Perawat
ruangan melakukan anamnesa, mengukur tanda-tanda vital dengan
memasang bedsite monitor. Perawat menjelaskan apa saja yang
menempel di tubuh pasien kepada keluarga serta menjelaskan hal-hal
yang perlu diperhatikan pada monitor yang terhubung ke tubuh pasien.
Perawat menjelaskan kepada klien dan keluarga mengenai hak dan
kewajiban pasien, persetujuan umum perawatan, tata tertib rumah sakit
berupa waktu kunjung. Selain itu, perawat juga melakukan orientasi
Ruang Rajawali 1A terkait dengan ruangan, kapasitas ruangan, fasilitas
yang ada di ruangan, alat bantu komunikasi (tombol alarm), tempat
nurse station, cara menggunakan tempat tidur pasien, nomor bed
pasien, ruang tunggu, fasilitas kesehatan yang didapatkan pasien
selama perawatan dan kebutuhan kebersihan diri pasien seberti tisu
kering dan basah, pampers, minyak kayu putih dan baby oil, fasilitas
kamar mandi dan mushola untuk keluarga penunggu pasien. Setelah
orientasi selesai dilakukan, perawat memberikan lembar bukti untuk
ditandatangani klien/keluarga bahwa klien sudah mendapatkan edukasi
mengenai hak dan kewajiban, persetujuan umum, tata tertib, orientasi
ruang, tujuan pemakaian gelang pengenal dan cuci tangan.
Berikut ini merupakan checklist orientasi pasien baru :
Disampaikan kepada : (√ ) Pasien (√ ) Keluarga
( ) Lainnya (Sebutkan), ................
( ) Tidak dapat dilakukan karena
Pelaksanaan
No Jenis Orientasi
Ya Tidak
1. Perawat mengucapkan salam dan memperkenalkan √
diri
2. Perawat mengantar pasien/keluarga pasien ke √
p kamar
3. Perawat menginformasikan kepada pasien dan √
keluarga tentang:
a. Nama ruang, kelas dan nomor kamar tempat
pasien dirawat
b. Kapasitas ruangan
c. Fasilitas yang ada, lokasi ruangan dan tempat
tidur, kamar mandi dan toilet, nurse station,
ruang publik/umum
d. Alat bantu komunikasi (bel, aipon) dan cara
penggunaannya
e. Lokasi atau tempat stase perawat/petugas
(Nurse station)
4. Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga cara √
meninggikan dan menurunkan tempat tidur
pasien, cara memasang pengaman tempat tidur
pasien dan cara mengunci roda tempat tidur
5. Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga √
tentang lokasi kamar mandi dan fasilitas yang ada
di dalamnya, fungsi pot urinal, pispot, dan
pegangan kamar mandi
6. Perawat memberi informasi mengenai dokter yang √
merawat dan perawat yang bertanggung jawab
terhadap pelayanan saat itu
7. Perawat menjelaskan kepada pasien mengenai √
maksud, tujuan dan fungsi pemasangan gelang
pasien, pasien akan selalu diidentifikasi dengan
menyebutkan nama dan no rekam medis (pada
saat melakukan tindakan pengambilan sampel
darah, transfusi darah, melakukan tindakan invasi,
pemberian obat)
8. Perawat menjelaskan kepada pasien dan keluarga √
pasien bagaimana cara:
a. Memperoleh informasi/edukasi mengenai
kondisi pasien
b. Penunjukan kewenangan penerima informasi
(pelepasan informasi)
c. Melaporkan kejadian/perubahan kondisi pasien
d. Menyampaikan keluhan berkaitan dengan
pelayanan/sarana yang kurang memuaskan
e. Tata tertib kunjungan pasien (jam besuk)
9. Perawat menjelaskan kepada pasien/keluarga √
tentang layanan informasi dan pengaduan di
Customer Service
10. Perawat menjelaskan kepada pasien mengenai √
jalur evakuasi jika terjadi bencana di rumah sakit,
lokasi APAR, pintu darurat kebakaram, titik
kumpul
11. Perawat mengajarkan kepada keluarga pasien √
mengenai cara cuci tangan melalui 6 langkah
12. Mengucapkan salam dan berpamitan √
pasien/keluarga

B. Asessment Awal Pasien


1. Riwayat Alergi
(√) Tidak
( ) Ya
Nama Obat/Bahan/Makanan Bentuk Reaksi Alergi
- -
Keluarga Tn. S mengatakan bahwa Tn. S tidak memiliki alergi obat dan
makanan.
2. Skrinning
a. Skrining Gizi
Deskripsi Skor A Skor B Skor C
Perubahan Berat badan (√) ( ) ( )
Tidak ada Ada, Lambat Ada, cepat
Asupan makan dan perubahan (√) ( ) ( )
dalam 2 minggu terakhir Tidak ada Menurun NGT
Gejala Gastrointestinal minimal
(√) ( ) ( )
1 gejala: mual/muntah/
Tidak ada Ada, Ringan Ada, Berat
diare/anoreksia
Faktor pemberat
Skor B: Infeksi, DM, Penyakit
jantung kongestif (√) ( ) ( )
Skor C: colitis ulseratif, Tidak ada Ada, Ringan Ada, Berat
peritonitis, kanker, multiple
trauma
Penurunan Kapasitas fungsional
( ) (√) ( )
(gangguan
Tidak ada Ada, Ringan Ada, Berat
menelan,mengunyah,dll)
B (Beresiko Malnutrisi)
SKOR
IMT : 24.09 (Normal)
b. Skrining Nyeri
Pasien merasa Nyeri : (√) Tidak ( ) Ya

Tanggal/Jam

P (Provoke)
Q (Quality)
R (Region)
S (Scale)
T (Time)

c. Skrining Fungsional

Index 0 1 2 3 Keterangan
Makan, Minum √ 0 : Tidak mampu
1 : Dibantu
2 : Mandiri
Mandi √ 0 : Tergantung orang lain
1 : Mandiri
Perawatan diri √ 0 : Tergantung orang lain
(grooming) 1 : Mandiri
Berpakaian √ 0 : Tidak mampu
(dressing) 1 : Dibantu
2 : Mandiri
BAB (bladder) √ 0 : Inkontinensia
(tidak teratur/ perlu enema)
1 : Kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
BAK (bowel) √ 0 : Inkontinensia
(pakai kateter/terkontrol)
1 : Kadang inkontinensia
(maks 1 x 24 jam)
2 : Kontinensia (teratur)
Transfer √ 0 : Tidak mampu
1 : Butuh bantuan alat dan 2 orang
2 : Butuh bantuan kecil
3 : Mandiri
Mobilitas √ 0 : Imobile
1 : Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 : Mandiri
Penggunaan toilet √ 0 : Tergantung bantuan orang lain
1 : Membutuhkan bantuan tapi beberapa hal
dilakukan sendiri
2 : Mandiri
Naik turun tangga √ 0 : Tidak mampu
1 : Membutuhkan bantuan
2 : Mandiri
Total Score 2 (Ketergantungan total)
Sumber: Dewi, Sofia Rosma. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Geriatrik. Yogyakarta:Deepublish.
Interpretasi hasil Barthel Index :
20 : Mandiri
12–19 : Ketergantungan ringan
9 – 11 : Ketergantungan sedang
5– 8 : Ketergantungan berat
0 –4 : Ketergantungan total

3. Asessment Keperawatan
a. Psikologis dan Sosial Ekonomi
Kondisi pasien: : (√) Baik
( ) Depresi
( ) Khawatir
( )Sulit/Melawan Perintah
( ) Berpotensi menyakiti Oranglain
Hubungan dengan Keluarga : (√ ) Baik
( ) Tidak Baik
Keinginan Khusus : Tidak ada
Hambatan : Tidak ada

b. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan


Nutrisi

A (Antropometri ) TB : 168 cm
BB : 68 kg
IMT : 24.09
B (Biokimia) Hb : 17.3 g/dL (N)
Ureum : 40 mg/dL (H)
Kreatinin : 1,2 (N)
Natrium: 141 (N)
Kalium: 4,4 (N)
Chlorida : 105 (N)
GDS : 168 mg/dL
C (Clinic) Mual
D (Diet) Sonde susu 200 cc/4 jam

Cairan
Minum : Susu 200 cc/4 jam
200 x 6 = 1200 cc/hari
Perasaan Haus berlebih : Tidak
Mukosa mulut : Kering/Normal
Turgor Kulit : Kembali Cepat/Lambat
Edema : Ya/Tidak

Input Output
Infus RL : 1300 cc BAB : 500 cc
NGT : 1200 cc BAK : 2000 cc
Inj : 30 cc IWL : 15 x kgBB /hari
Jumlah : 2580 cc 15 x 68 kg /24 jam
42,5 cc
Jumlah : 2542,5 cc
Balance Cairan/24 jam: + 37,5 cc

c. Kebutuhan Eliminasi
BAB (Pengkajian dengan keluarga)
Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian
Frekuensi 1x sehari Belum BAB
Jumlah Cukup Belum BAB

Konsistensi Lembek Belum BAB

Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Warna Kuning Belum BAB

Bau Khas feses Belum BAB

Darah Tidak ada darah Belum BAB

Terakhir BAB 1 hari sebelum 3 Januari 2019


masuk RS

BAK

Parameter Sebelum sakit Saat pengkajian


Frekuensi 8 x sehari Terpasang DC

Jumlah 1200 cc 2000 cc

Warna Kuning Kuning

Bau Bau khas urine Bau khas urine

Darah Tidak ada darah Tidak ada darah

Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan


d. Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif
Persepsi Sensori Penglihatan : Sedikit buram
Pendengaran : Baik
Penciuman : Baik
Pengecapan : Baik
Perabaan : Baik
Kognitif Pasien dalam penurunan kedaran (Apatis)
E3M5V4 : 12

e. Kebutuhan Komunikasi-Informasi
Berbicara : (√) Lancar : Karena SNH klien berbicara pelo
( )Tidak
Pembicaraan : Tidak jelas
Diorientasi : (√ ) Tidak
( ) Ya, Disorientas _____________
Menarik Diri : (√ ) Tidak ( ) Ya
Apatis : (√) Tidak (√) Ya

f. Kebutuhan Spiritual
Kegiatan ibadah sehari-hari : Sholat
Membutuhkan bantuan : ( ) Tidak
(√) Ya, dalam bentuk pemenuhan
kebutuhan spiritual seperti dzikir di
tempat tidur
g. Kebutuhan Istirahat
Jumlah tidur : 6- 8 jam per hari
Obat tidur : (√) Tidak
(√) Ya, Jenisnya : Alprazolam

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Composmentis, E4M5V6 : 15
c. Tanda-tanda vital
0
TD : 153/83 mmHg Suhu : 36.5 C
Nadi : 85 x/menit SpO2 : 100 %
RR : 22 x/menit
d. Head to toe
Kepala (Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut)
Inspeksi Kepala :
Sebagian rambut berwarna putih, bentuk kepala simetris
dan berbentuk mesochepal, tidak ada lesi di kepala
Mata :
Klien mengatakan penglihatan kabur, tidak ada lesi,
pergerakan mata dapat mengikuti perintah, konjungtiva
tidak anemis, pupil dapat merangsang cahaya dengan
baik, kelopak mata dapat berkedip dengan spontan, warna
kornea jernih.
Telinga :
Tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar dari lubang
telinga, pendengaran telinga kanan dan kiri masih bisa
mendengar dengan baik
Hidung :
Lubang hidung simetris, tidak ada lesi dan warna kulit
tersebar merata, terpasang NGT di lubang hidung kiri,
tidak ada cuping hidung, terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
Mulut :
Gigi pasien masih lengkap, tidak ada peradangan di gusi,
tidak terdapat gigi berlubang, lidah berwarna pucat dan
tidak ada sariawan, tidak ada kelainan bibir sumbing,
mukosa mulut kering, mulut simetris, tidak ada lesi
ataupun bibir pecah-pecah, warna bibir merah muda
(tidak ada sianosis)
Palpasi Kepala :
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan di kepala
Mata :
Tidak ada nyeri tekan
Telinga :
Tidak ada nyeri tekan di area telinga, tidak ada benjolan
di area telinga
Hidung :
Tidak ada nyeri tekan di area hidung
Leher
Inspeksi Bentuk leher simetris, tidak ada lesi di kulit leher, tidak
ada benjolan di leher, ketika pasien mencoba menelan
terlihat pergerakan epiglotis
Palpasi Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri
tekan di leher, ketika pasien mencoba menelan teraba
pergerakan epiglotis

Paru dan Dada

Inspeksi Pergerakan dada simetris kanan-kiri, tidak terdapat


retraksi intercostal saat bernafas, persebaran warna
kulit merata, tidak terdapat jejas, lesi, dan kemerahan
di dada
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat benjolan di
dada
Perkusi Bunyi sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan saat
bernafas

Jantung

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak


Palpasi Ictus cordis di SIC 5 mid clavicula sinistra teraba
Perkusi Suara jantung pekak, tidak ada pelebaran batas jantung
Auskultasi Bunyi jantung S1 (Lup) dan S2 (Dup), bunyi jantung
reguler tidak ada gallop, tidak ada murmur

Abdomen

Inspeksi Bentuk datar, simetris, persebaran warna kulit merata,


tidak terdapat lesi
Auskultasi Bunyi bising usus terdengar 8x/menit
Perkusi Tidak terdapat pembesaran hati, terdengar suara
timpani

Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan

Ekstremitas
Indikator Kanan Kiri
Movement Dibantu Dibantu
Akral Hangat Hangat
EKSTREMITAS
ATAS
Oedem Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tidak ada Tidak ada
Capilary Refill Time < 2 detik < 2 detik
Kekuatan otot 4 3

BAWAH
Movement Dibantu Dibantu
Akral Hangat Hangat
Oedem Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tidak ada Tidak ada
Capilary Refill Time < 2 detik < 2 detik
Kekuatan otot 5 3

5. Informasi Tambahan dari Pasien


-

6. Daftar Masalah dan Diagnosis


Daftar Masalah Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
(00085)
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan hipotensi
sistemik disertai hipertensi intracranial (00049)

C. Asessment Khusus
1. Tingkat Ketergantungan
No. Indikator Skor 1 Skor 2 Skor 3
1. Kesadaran (√ ) Sadar ( ) Gelisah ( ) Koma
2. Observasi TTV ( ) Tiap 8 jam ( ) tiap 4 jam (√) 2-4 jam
3. Respirasi ( ) Normal (√) Oksigen ( ) Isap lendir
4. Kebersihan diri ( ) Mandiri ( ) Dibantu (√) Total
5. Makan ( ) Mandiri ( ) Dibantu (√) NGT/TPN
6. Minum ( ) Mandiri ( ) Dibantu (√) Infus
7. Pengobatan ( ) Oral (√ ) Injeksi < 3 ( ) Injeksi >3
kali kali
8. Mobilisasi ( ) Mandiri ( ) Dibantu (√) Total
9. Eliminasi ( ) Mandiri ( ) Dibantu (√) Kateter
Total Skor 23 (Intermediate care)
Hasil skor dan tingkat ketergantungan:
< 11 : Self care (SC) 16-23 : Intermediate care (IC)
11- 15 : Partial care (PC) >24 : Total care (TC)

2. Resiko Jatuh
Skor Saat Tgl Tgl
Penilaian Resiko Jatuh Skor Pengkajian 5//1/19 6/1/19
Tgl 4/1/19
Riwayat Jatuh: Jatuh satu kali atau lebih
Tidak termasuk dalam kurun waktu 6 bulan
25 0 0 0
kecelakaan kerja terakhir
atau rekreasional
Status Mental Agitasi/ Konfusi 15 0 0 0
Demensia 15 0 0 0
Medikasi Efek dari obat-obat analgesik
10 0 0 0
/ sedatif
Riwayat operasi dengan
GA/RA dalam 24 jam 20 0 0 0
terakhir
Mobilitas Langkah kaki Gangguan 20 0 0 0
Lemah 10 10 10 10
Normal 0 0 0 0
Alat bantu Benda
disekitar :
30 0 0 0
kursi,
dinding
Kruk,
tongkat,
15 0 0 0
tripod,
walker
Pasien dengan bed rest total 0 0 0 0
Kondisi medis Pasien dengan diagnosis
15 15 15 15
lebih dari 1
Pasien terpasang Infus 20 20 20 20
Skor Total 45 (RT) 45 (RT) 45 (RT)

Interpretasi The Morse Fall Scale (MFS)


Resiko tinggi : 45 atau lebih
Resiko sedang : 25 – 45
Resiko rendah : 0 – 24

Berdasarkan hasil pengkajian resiko jatuh pada Tn. S


didapatkan hasil 3 hari perawatan yaitu tanggal 4 – 6 Januari
2019, Tn. S memiliki skor 45 (Resiko Tinggi).
3. Assessment Pasien Lanjut Usia
a. Dekubitus : Tidak ada
b. Resiko Dekubitus dengan Skor Norton:
Penilaian Skor Skor Pasien
Kondisi fisik umum:
- Baik 4 4
- Lumayan 3
- Buruk 2
- Sangat buruk 1
Kesadaran:
- Komposmentis 4 4
- Apatis 3
- Sopor/ Knfusif 2
- Stupor/ Koma 1
Aktifitas:
- Ambulansi mandiri 4 1
- Ambulansi dengan bantuan 3
- Hanya bisa duduk 2
- Tiduran 1
Mobilitas:
- Bergerak bebas 4 3
- Sedikit terbatas 3
- Sangat terbatas 2
- Tidak bisa bergerak 1
Inkontenensia:
- Tidak ada 4 3
- Kadang-kadang 3
- Sering inkotenensia urine 2
- Inkontenensia alvi dan 1
urine
Skor Total 15
Kategori Norton:
- < 12 (resiko berat)
- 12-15 (resiko kecil terjadi)
- 16-20 (resiko kecil sekali terjadi/ tidak terjadi)
D. Discharge Planning
1. Tahap Pengkajian
Kriteria pasien yang dilakukan perencanan pemulangan
(Discharge Planning) saat assessment awal :
a. Pasien lanjut usia > 60 tahun (√ )
b. Pasien dengan gangguan anggota (√ )
gerak
c. Pasien dengan kebutuhan pelayanan (√ )
kesehatan medis / keperawatan yang
berkelanjutan ( misalnya penyakit
kronis, pasien dengan rawat luka yang
lama, dll)
d. Pasien yang dinilai akan memerlukan (√ )
bantuan dalam aktifitas sehari-hari
dirumah
e. Lain-lain, (sebutkan) ……………… -
2. Tahap Perencanaan
Diagnosis Utama : SNH
Diagnosis Sekunder : Hipertensi
Kebutuhan Pemenuhan Kebutuhan
Bantuan ADL dirumah (√ ) Konsultasi rehabilitasi
(√ ) Membutuhkan alat bantu gerak
( ) Membutuhkan anggota gerak palsu
(√ ) Terapi wicara
( ) Lainnya,
Edukasi gizi yang kompleks (√ ) Konsultasi gizi
( ) Membutuhkan alat bantu makan khusus
( ) Lainnya,
Penanganan nyeri kronis ( ) Konsultasi Tim Nyeri
( ) Edukasi Obat nyeri
( ) Penanganan nyeri secara mandiri
( ) Lainnya,
Pengelolaan penyakit Tujuan :
berkelanjutan diluar RS Agar pasien mampu memenuhi kebutuhan ADL
dalam kehidupan sehari-hari dengan bantuan
anggota keluarga yang tinggal serumah, serta
terapi wicara dilakukan untuk membantu pasien
berbicara seperti sedia kala sebelum sakit
Tempat : Rumah dan rumah sakit
Kebutuhan lainnya: -
- Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat dialami oleh Tn. S
adalah gangguan neuromuscular
- Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk
menyelesaikan permasalahan pasien:
a. Dokter
Memberikan edukasi terkait kondisi kesehatan pasien dan
penyakit yang dialami pasien dengan gambaran tindakan
yang akan dilakukan dan tindakan selanjutnya.
b. Ahli Gizi
Memberikan edukasi terkait dengan diit yang sebaiknya
dikonsumsi oleh pasien seperti makanan lumak sehingga
mudah untuk dicerna oleh pasien.
c. Farmasi
Memberikan informasi terkait dengan obat-obatan seperti
dosis, manfaat, efek samping obat yang diberikan kepada
pasien saat pulang.
- Menentukan rencana perawatan untuk mempersiapkan
perawatan kesehatan pasien di rumah sesuai dengan kebutuhan
pasien, seperti:
a. Menganjurkan pasien untuk berlatih menelan
b. Menganjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas yang
berat
c. Memonitor hemodinamik, minimal melakukan pemeriksaan
rutin seminggu sekali kepada dokter atau perawat
- Mencatat perencanaan/ intervensi sesuai dengan kebutuhan
pasien dalam pendokumentasian
Perawat melakukan dokumentasi atas tindakan keperawatan
yang telah dilakukan dalam rekam medis pasien dengan
menuliskan nama terang serta tanda tangan sebagai legalitas
dokumen.
3. Tahap Pelaksanaan
- Medication (Obat)
Saat ini pasien pindah ke ruang garuda lantai 5, obat yang
dibawa ke ruang garuda lantai 5 yaitu infus RL 500 cc (2 flabot),
inj. Ranitidine 50 mg (3 vial). Jika pasien diizinkan pulang
pasien akan mendapatkan obat pulang yang sudah diresepkan
oleh dokter yaitu obat oral. Perawat ruang garuda lantai 5 akan
menjelaskan kepada keluarga dan pasien mengenai aturan
penggunaan obat termasuk dosis, kontra indikasi, serta efek
samping pemakaian obat.
- Environtment (Lingkungan)
Keluarga Tn. S mengatakan bahwa dirumahnya tinggal bersama
istri serta anak terakhir (keempat). Perawat menganjurkan
kepada anak kandung dan menantu pasien untuk membantu
aktivitas pasien baik selama proses perawatan dirumah sakit
maupun setelah pulang di rumah nantinya, memantau saat pasien
mengalami masalah terkait dengan kondisi kesehatanya. Berikan
lingkungan nyaman untuk menunjang proses menstabilkan
kondisi Tn.S. Anjurkan keluarga untuk menyediakan pegangan
untuk berjalan, usahakan kamar pasien dekat dengan kamar
mandi.
- Treatment (pengobatan)
Perawat menjelaskan kepada pasien untuk istirahat cukup selama
proses perawatan di rumah sakit. Selain itu, memberikan saran
kepada pasien untuk mengonsumsi obat secara teratur sesuai
waktu dan dosis yang sudah ditentukan serta kontrol tepat waktu.
Anjurkan pasien dan keluarga pasien untuk cek gula darah dan
tensi 1 minggu 2x.
- Health Teaching (pengajaran kesehatan)
Perawat memberikan edukasi terkait pola hidup sehat pada
pasien baik selama dirumah sakit maupun selama keberlanjutan
perawatan. Kemudian memberikan edukasi berupa informasi
terkait kondisi pasien. Memberikan informasi terkait tindakan
selanjutnya bila ada akan segera di konfirmasi atau pemberian
obat medikasi pasien terkait dosis, waktu, kontraindikasi dan
efek samping dari obat.

- Diet
Tn. S dianjurkan untuk makan makanan yang bergizi, sayur-
sayuran dan buah-buahan serta menghindari makanan yang
mengandung pengawet atau bahan kimia. Anjurkan makan
sedikit dengan sering. Serta anjurkan untuk makan dari makanan
yang di dapat dari gizi selama melakukan perawatan di rumah
sakit. Kurangi makanan yang mengandung gula dan garam yang
berlebihan.
4. Tahap Evaluasi
Setelah dilakukan pemberian pendidikan kesehatan singkat kepada
keluarga tentang keadaannya, keluarga mengatakan mengerti apa
yang telah dijelaskan oleh mahasiswa. Keluarga mengatakan bahwa
akan membantu pasien untuk merawat pasien saat perawatan di
rumah sakit maupun di rumah, memantau kondisi kesehatan pasien.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan
hipotensi sistemik disertai hipertensi intracranial (00049)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
neuromuskuler (00085)
E. Nurse Care Planning
1. Pada tanggal 4 Januari 2019 dari hasil pengkajian didapatkan
perumusan diagnose keperawatan penurunan kapasitas adaptif
intracranial berhubungan dengan hipotensi sistemik disertai
hipertensi intracranial (00049). Saat pengkajian didapatkan hasil
tekanan darah 153/83 mmHg, dan memiliki riwayat penyakit
hipertensei sejak ±25 tahun yang lalu. Pasien mengalami
penurunan kesadaran, kelemahan anggota gerak bagian kiri.
Gangguan ini disebabkan karena mekanisme cairan intracranial
yang normalnya melakukan kompensasi untuk meningkatkan
volume intracranial, yang menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial yang berulang dalam respon terhadap berbagai
stimulus yang berbahaya maupun tidak berbahaya. Tujuan yang
ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
7x24 jam yaitu vital sign normal, tekanan sistol (90-120 mmHg)
dan diastole (60-90 mmHg) dalam rentang yang diharapkan,
kesadaran pasien meningkat. Rencana tindakan keperawatan yang
akan dilakukan antara lain pantau status neurologis teratur dengan
skala koma Glasgow. Kaji perubahan tanda vital : Nadi :
frekuensi lambat sampai 60 atau kurang atau frekuensi meningkat
sampai 100 atau lebih. Ketidakraturan pernafasan : frekuensi
melambat dengan pemanjangan periode apnea. Peningkatan
tekanan darah atau pelebaran tekanan nadi. Monitor oksigenasi
dengan pemberian O2 nasal kanul 3 lpm, monitor status
neurologis pasien dengan menilai GCS pasien. Monitor intake
dan output setiap 8 jam. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 jika
tidak ada kontraindikasi. Hindari perubahan posisi yang ketat.
2. Pada tanggal 4 Januari 2019 dari hasil pengkajian didapatkan
perumusan diagnose keperawatan hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular (00085). Saat
pengkajian didapatkan hasil bahwa keadaan umum pasien lemah,
pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kiri, kekuatan
otot ekstremitas atas kanan/kiri : 4/3 dan ekstremitas bawah
kanan/kiri : 5/3, hasil pengkajian menunjukkan resiko jatuh tinggi,
penurunan rentang gerak, kesulitan untuk membolak-balikkan
posisi. Tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 7x24 jam yaitu pergerakan (0208) klien
meningkat dengan kriteria hasil, adanya pergerakan pada
ekstremitas atas maupun bawah dengan kekuatan otot ekstremitas
atas kanan/kiri : 5/4 dan ektremitas bawah kanan/kiri : 5/4.
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan antara lain
bantu ADL, ubah posisi tiap dua jam (prone, supine, miring).
Mulai latihan aktif/pasif rentang gerak sendi (ROM) pada semua
ekstremitas, awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang, kolaboratif
konsul ke bagian fisioterapi.
F. Laporan Harian/Terintegrasi
Nama Klien : Tn. S
No. Rekam Medik : C073882
Ruang Rawat : Rajawali 1A
No. Tanggal Diagnosa Keperawatan Jam Evaluasi TTD
1. 4 Januari Penurunan kapasitas adaptif 19.00 S : Pasien mengatakan pusing Avinda
2019 intracranial berhubungan dengan WIB O : SNH dan post rTPA H+0

hipotensi sistemik disertai Klien baru datang dari IGD
hipertensi intracranial (00049) 
Keadaan umum : lemah

Kesadaran composmentis : GCS
E4M5V6 :15

Posisi pasien 30o

TD : 160/97 mmHg

HR : 96 x/menit

RR : 27 x/menit

Suhu : 36,5o C

SpO2 : 96%
A : Penurunan kapasitas adaptif intracranial
berhubungan dengan hipotensi sistemik
disertai hipertensi intracranial belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Pantau status neurologis teratur dengan
skala koma Glascow, keadaan umum dan
tanda-tanda vital

Tinggikan kepala tempat tidur 15-30o jika
tidak ada kontra indikasi. Hindari
perubahan posisi yang ketat.

Kolaboratif penggunaan syringe pump
nicardipin 1 cc/ jam (sesuai hasil update
tekanan darah terbaru)

Kolaboratif pemberian ranitidine 50 mg/
12 jam/IV untuk melapisi lambung

Kolaboratif pemberian actilyse 3,9 mg
intravena lobus

Kolaboratif penggunaan syringe pump
actilyse 35,1 cc/jam (mulai besok siang
jam 12.00 WIB)

Monitor balance cairan

Cek lab lengkap besok pagi

Hambatan mobilitas fisik 19.15 Avinda


S : Klien mengatakan lemes
berhubungan dengan gangguan WIB O:

neuromuskular (00085) Keadaan umum lemah

Terjadi kelemahan anggota gerak bagian
kiri

Kekuatan otot atas kanan/kiri : 4/3

Kekuatan otot bawah kanan/kiri : 5/3

Rentang gerak terbats

Klien dalam kategori resiko jatuh tinggi
dan intermediate care
A : Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi

Bantu ADL pasien (sonde per 4 jam,
buang urine output, mandi, ganti popok
ketika BAB)

Bantu alih baring tiap 2 jam sekali (prone,
supine, miring)

Mulai latihan pasif/aktif rentang gerak
sendi pada semua ekstremitas

Kolaboratif konsul kebagian fisioterapi
2. 5 Januari Penurunan kapasitas adaptif 07.00 S : Klien mengatakan bahwa klien merasa mual Avinda
2018 intracranial berhubungan dengan WIB O : SNH dan post rTPA H+1

hipotensi sistemik disertai Keadaan umum : lemah
hipertensi intracranial (00049) 
Kesadaran composmentis : GCS E4M6V5

Posisi pasien head up 30o

TD : 140/85 mmHg

HR : 84x/menit

Terpasang syring pump nicardipine 1
cc/jam

Terapi ranitidine 50 mg/12 jam/IV sudah
masuk

Terpasang O2 nasal 3 lpm, NGT, DC, dan
infus RL 20 tpm

Balance cairan +67 ml
A: Penurunan kapasitas adaptif intracranial
berhubungan dengan hipotensi sistemik
disertai hipertensi intracranial (00049)
P: Lanjutkan intervensi

Pantau status neurologis teratur dengan
skala koma Glascow, keadaan umum dan
tanda-tanda vit

Tinggikan kepala temoat tidur 15-30o jika
tidak ada kontra indikasi. Hindari
perubahan posisi yang ketat

Kolaboratif penggunaan syringe pump
nicardipin 1 cc/ jam (sesuai hasil update
tekanan darah terbaru)

Kolaboratif pemberian ranitidine 50 mg/
12 jam/IV untuk melapisi lambung

Kolaboratif penggunaan syringe pump
actilyse 35,1 cc/jam (mulai nanti siang jam
12.00 WIB)

Monitor balance cairan

Tunggu hasil lab lengkap

Carikan bangsal kelas 1 (keluarga minta di Avinda
gedung garuda)

Hambatan mobilitas fisik 07.15


berhubungan dengan gangguan WIB
S : Klien mengatakan masih merasa lemes
neuromuskular (00085) O:

Keadaan umum lemah

Terjadi kelemahan anggota gerak bagian
kiri

Kekuatan otot atas kanan/kiri : 4/3

Kekuatan otot bawah kanan/kiri : 5/3

Rentang gerak terbats

Klien dalam kategori resiko jatuh tinggi
dan intermediate care

BAB cukup, lembek, bau khas feses
A : Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscular belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Bantu ADL pasien (sonde per 4 jam,
buang urine output, mandi, ganti popok
ketika BAB)

Bantu alih baring tiap 2 jam sekali (prone,
supine, miring)

Mulai latihan pasif/aktif rentang gerak
sendi pada semua ekstremitas

Kolaboratif konsul kebagian fisioterapi
3. 6 Januari Penurunan kapasitas adaptif 10.00 S : SNH Klien mengatakan sudah tidak mual, Avinda
2019 intracranial berhubungan dengan WIB mengeluh lapar, dan semalem tidak bisa
hipotensi sistemik disertai tidur dan post rTPA H+2
hipertensi intracranial (00049) O:

Keadaan umum : lemah

Kesadaran composmentis : GCS E4M6V5

Posisi pasien head up 30o

TD : 135/87 mmHg

HR : 88x/menit

Terpasang syring pump nicardipine 1
cc/jam

Terpasang syringe pump actilyse 35,1
cc/jam

Terapi ranitidine 50 mg/12 jam/IV sudah
masuk

Terpasang O2 nasal 3 lpm, NGT, DC, dan
infus RL 20 tpm

Balance cairan +80 ml
A : Penurunan kapasitas adaptif intracranial
berhubungan dengan hipotensi sistemik
disertai hipertensi intracranial belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Skala Koma Glascow, keadaan umum dan
tanda-tanda vit

Tinggikan kepala temoat tidur 15-30o jika
tidak ada kontra indikasi. Hindari
perubahan posisi yang ketat

Kolaboratif penggunaan syringe pump
nicardipin 1 cc/ jam (sesuai hasil update
tekanan darah terbaru)

Kolaboratif pemberian ranitidine 50 mg/
12 jam/IV untuk melapisi lambung

Kolaboratif penggunaan syringe pump
actilyse 35,1 cc/jam (mulai nanti siang jam
12.00 WIB)

Monitor balance cairan

Tunggu hasil lab lengkap

Konsultasi psikiatri dr. Sismeka dapat
Alprazolam 0,5 mg, jika pasien gelisah
Avinda
dan tidak bisa tidur

Sudah dapat ruang garuda lantai 5
(konfirmasi untuk pindah)
Hambatan mobilitas fisik 10.05
berhubungan dengan gangguan WIB S : Klien mengatakan masih lemes
neuromuscular (00085) O:

Keadaan umum lemah

Terjadi kelemahan anggota gerak bagian
kiri

Kekuatan otot atas kanan/kiri : 4/3

Kekuatan otot bawah kanan/kiri : 5/3

Rentang gerak terbatas

Klien dalam kategori resiko jatuh tinggi
dan intermediate care
A : Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuscularbelum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Bantu ADL pasien (sonde per 4 jam, buang
urine output, mandi, ganti pampers ketika
BAB)

Bantu alih baring tiap 2 jam sekali (prone,
supine, miring)

Mulai latihan pasif/aktif rentang gerak sendi
pada semua ekstremitas

Kolaboratif konsul kebagian fisioterapi
Keadaan umum Tn. S sudah baik sehingga pada tangga 6/1/2019 pukul 13.00 WIB Tn. S pindah ke ruang Garuda Avinda
lantai 5 untuk menjalani perawatan lanjutan.
G. Dokumentasi
- Laboratorium Patologi Klinik (dari IGD)
- MSCT Scan Kepala tanpa Kontras (dari IGD)
- Pemeriksaan X Foto Thorax AP Semiererect (dari IGD)

M. Tahap Evaluasi
Tanggal/Jam Evaluasi Paraf
6 Januari S : Klien mengatakan lemes dan sedikit pusing
O:
2019

Keadaan umum : lemah
12.30 WIB Avinda

Kesadaran apatis : GCS E4M6V5

Posisi head up 30o

TD : 140/87 mmHg

HR : 85x/menit

RR : 20x/menit

SpO2 : 100%

Klien terpasang O2 nasal 3 lpm

Terpasang syring pump nicardipine 1
cc/jam

Terpasang syringe pump actilyse 35,1
cc/jam

NGT tidak hematemesis

Terjadi kelemahan anggota gerak bagian
kiri

Kekuatan otot atas kanan/kiri : 4/3

Kekuatan otot bawah kanan/kiri : 5/3

Rentang gerak terbatas

Klien dalam kategori resiko jatuh tinggi
dan intermediate care
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :

Pantau status neurologis teratur dengan
skala koma Glascow, keadaan umum dan
tanda-tanda vital

Tinggikan kepala temoat tidur 15-30o jika
tidak ada kontra indikasi. Hindari
perubahan posisi yang ketat

Ubah posisi tiap 2 jam

Mulai latihan pasif rentang grak sendi pada
semua ekstremitas

Bantu ADL pasien (sonde per 4 jam, buang
urine output, mandi, ganti pampers ketika
BAB)

Bantu alih baring tiap 2 jam sekali (prone,
supine, miring)

Mulai latihan pasif/aktif rentang gerak
sendi pada semua ekstremitas

Kolaboratif konsul kebagian fisioterapi

IV. ANALISA KELOLAAN PASIEN DAN KONSEP


A. Analisa Pengelolaan Pasien
1. Proses Penerimaan Pasien
Tn. S diantar ke ruang Rajawali 1a oleh perawat IGD dan keluarga
klien. Saat Tn. S tiba di ruangan. Keadaan umum klien tampak lemah,
klien mengalami penurunan kesadaran, sudah terpasang NGT, DC, infus
RL 20 tpm, o2 nasal kanul 3 lpm. Mahasiswa dibimbing oleh perawat
menerima operan pasien dari IGD dengan menerima form serah terima
(transfer internal) pindah ruang, dan mengantar pasien ke ruang perawatan
(Bed 14).
Ada 2 tahap penerimaan pasien baru yaitu tahap pra atau persiapan
penerimaan pasien baru dan tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru.
Tahap persiapan penerimaan pasien baru, seperti mempersiapkan
kelengkapan administrasi, kamar sesuai pesanan, format pengkajian,
format penerimaan pasien baru, format informed consent, lembar tata tertib
dan pengunjung ruangan, lembar hak dan kewajiban pasien, dan pemberian
informasi terkait kartu penunggu. Tahap pelaksanaan penerimaan pasien
baru yaitu pasien datang diterima oleh perawat ruangan oleh
Karu/KaTim/Perawat yang didelegasi, perawat memperkenalkan diri
kepada pasien dan keluarga, perawat menunjukan dan mengantar pasien ke
kamar tidur, perawat melakukan pengkajian, perawat menjelaskan
indikator bedsite monitor serta alat-alat yang terpasang di tubuh pasien,
memperkenalkan pasien dengan pasien sekamar, perawat memberikan
informasi kepada pasien tentang orientasi ruangan, perawatan (termasuk
perawat yang bertanggung jawab dan dokter yang bertanggungjawab),
perawat menanyakan kembali penjelasan terkait informasi yang telah
disampaikan, perawat meminta tanda tangan informed consent kepada
keluarga pasien, dan perawat menyerahkan lembar kuesioner tingkat
kepuasan pasien (Potter and perry, 2005).
Berdasarkan observasi penerimaan pasien baru yang ada diruangan
Rajawali 1A, sistem penerimaan pasien disertai dengan menyertakan
lembar formulir pindah antar ruang dimana dalam formulir tersebut
terdapat poin-poin ruang rawat asal pasien dengan ruang rawat tujuan yaitu
ruang Rajawali 1A unit stroke, petugas ruangan tujuan yang dihubungi
tanggal dan jamnya, selain itu terdapat kualifikasi petugas pendamping
baik perawat, dalam form tersebut juga terdapat hasil anamnesa, diagnosa,
indikasi dirawat, tindakan yang telah dilakukan, terapi yang telah diberikan
dan transportasi yang digunakan. Kemudian terdapat beberapa hal yang
ikut diserahkan seperti dokumen (RM pasien), obat, dan hasil pemeriksaan
penunjang. Pada lembar transfer pasien terdapat ringkasan kondisi pasien
berupa status pasien yang meliputi KU, TTV, SpO2, pemeriksaan fisik, dari
sebelum transfer dan setelah transfer. Selain itu di dalam form juga terdapat
nama dan TTD petugas yang menyerahkan dan yang menerima beserta
waktu saat transfer pasien di ruangan.
Proses penyerahan pasien dilakukan oleh perawat sehingga dijelaskan
secara rinci terkait dengan kondisi pasien. Transfer pasien perlu
disampaikan secara langsung dengan keterangan sejelas-jelasnya dan dapat
disampaikan dengan menggunakan komunikasi SBAR (Situation,
Background, Assesment, Recommendation). Situation berisi identitas pasien
secara jelas termasuk identitas penanggung jawab pasien dan nomor
telepon yang dapat dihubungi untuk mencari informasi sehubungan dengan
keadaan pasien. Background berisi mengenai riwayat kesehatan, tes atau
perawatan yang telah dilakukan, atau mengenai perubahan kondisi pasien
dari kondisi sebelumnya. Assesment menjelaskan tentang kondisi pasien
saat ini. Recommendation merupakan diskusi mengenai perencanaan
perawatan yang akan dilakukan selanjutnya.
Setelah operan selesai, dilakukan pengkajian ulang terhadap klien.
Pengkajian ulang meliputi observasi KU, pengukuran TTV, dan anamnesa.
Hasil pengkajian ulang didapatkan keadaan umum tampak lemah,
penurunan kesadaran klien tampam mengantuk, dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital klien yaitu TD: 153/83 mmHg, HR: 85x/menit, RR:
22x/menit, Suhu: 36,50C, SpO2: 100%. Selain itu, dilihat dari kondisi klien
didapatkan bahwa klien sudah terpasang NGT dan DC dari rumah, infus
RL 20 tpm. Setelah melakukan pengkajian, perawat kemudian menulis
hasil pengkajian dalam catatan medis pasien dan melakukan tanda tangan
untuk legalitas dokumen yang sudah ada kemudian disertakan dalam rekam
medis sebagai catatan dokumentasi pasien.
2. Proses Orientasi Ruangan pada Keluarga
Orientasi ruangan dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2019 oleh
perawat ruangan. Orientasi ruangan dilakukan kepada keluarga pasien atau
penunggu. Perawat menjelaskan mengenai peraturan tata tertib, orientasi
terkait letak ruangan, kamar mandi, posisi nurse station, bell bed pasien,
jam kunjungan, ruang tunggu dan barang-barang apa saja yang harus
disediakan untuk pasien. perawat juga menjelaskan siapa perawat
penanggung jawab, dokter penanggung jawab dan siapa perawat jaga dinas
tersebut.
Kemudian perawat menjelaskan terkait peraturan yang terdapat di
ruangan, seperti orientasi letak ruangan, peraturan siapa saja yang boleh
masuk ke dalam ruangan, jam kunjungan ruangan, ruang tunggu untuk
istirahat dan mushola, serta barang-barang apa saja yang harus dibawakan
untuk pasien selama dirawat di ruangan. Setelah itu juga dijelaskan kepada
pasien dan keluarga bahwa diwajibkan untuk mencuci tangan atau hand
srub terlebih dahulu dengan menggunakan sabun atau cairan antiseptik
yang telah disediakan didekat pintu masuk dan washtafel di dekat kamar
mandi setiap ruangan sebelum dan sesudah mengunjungi pasien. Kemudian
melakukan demonstrasi bersama keluarga untuk hand hygine
menggunakan handrub. Setelah perawat menjelaskan semuanya dan
keluarga memahaminya, keluarga pasien dapat menandatangani lembar
edukasi yang bertujuan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga
memahami apa yang dijelaskan oleh perawat serta menyetujui peraturan
yang ada (Khoiriyati,2013 dalam Ningsih,2017).
Di ruang Rajawali 1A, perawat menjelaskan kepada keluarga bahwa
pasien dirawat di Ruang Rawat Inap Rajawali 1A khusus intensif stroke.
Pasien berada di bed nomor 14. Pada proses orientasi, perawat sudah
menjelaskan sesuai dengan standar operasional prosedur dengan baik.
3. Assessment awal pasien
Pengkajian awal pasien dilakukan dengan mengetahui kondisi umum
bahwa klien mengalami penurunan kesadaran. Perawat melakukan
pengkajian dengan keluarganya terkait dengan kondisi klien. Selain
mengalami penurunan kesadaran, klien juga mengalami kelemahan
kekuatan otot bagian kiri, bicara pelo dan wajah sedikit perot, dan
screening gizi dengan hasil beresiko malnutrisi.
Ketika pasien sampai ruangan 1A, pengkajian kesadaran dengan cara
menilai tingkat GCS klien dan didapatkan E4M5V6. Monitor kesadaran ini
juga didampingi dengan monitor tanda-tanda vital karena pasien post rTPA
H+0. Monitor kesadaran dan tanda-tanda vital tersebut dilakukan secara
terus menerus sampai pasien pindah ruangan.
Masalah terkait dengan turunnya kekuatan otot ekstremitas ini dilakukan
guna nantinya saat klien sembuh klien dapat melakukan aktifitasnya
dengan baik tanpa ada gangguan suatu apapun, seperti sudah meningkatnya
kekuatan klien. Hal ini perawat lakukan demi terciptanya kemandirian
klien.
Skrining mengenai gizi yang dilakukan kepada klien merupakan
masalah yang perlu diperhatikan, karena dengan kondisi klien yang
terpasang NGT. Skrining gizi merupakan tahap awal penentuan resiko
malnutrisi yang idealnya dilakukan pada pasien baru 1x24 jam setelah
masuk rumah sakit. Mengingat seriusnya dampak malnutrisi pada pasien
stroke yang terjadi di rumah sakit maka perlu dilakukan skrining dan
penilaian status gizi awal pasien baru yang akan menjalani rawat inap di
rumah sakit untuk mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi malnutrisi
dan menentukan intervensi gizi berdasarkan permasalahan gizi yang
dialami pasien (Dwi, 2017).
Terkait yang ada diruangan rajawali 1A sudah sesuai dengan teori yang
ada, skrining gizi dilakukan saat pasien pertama kali masuk dengan di ukur
berat badan dan tinggi badan, kemudian dituliskan pada lembar status gizi
yang sudah ada kemudian di berikan keterangan terkait status gizi pasien,
jika pasien mengalami perubahan status gizi yang mengarah kepada
malnutrisi berat, perawat langsung menuliskan pada lembar integrasi
khusus gizi kemudian dituliskan untuk dikonsulkan kepada gizi klinik
kemudian untuk dilakukan re-assessment setelah itu akan dilakukan gizi
klinik ulang oleh tenaga kesehatan terkait. Skrining maltnutrisi Skor B
hanya dilakukan edukasi kemudian koordinasi dengan ahli gizi untuk
dilakukan follow up kembali, kemudian untuk skor gizi A hanya dilakukan
follow up saja setiap harinya, kemudian dilakukan tindak lanjut. Terkait
yang ada di ruangan rajawali 1A sudah sesuai dengan konsep teori yang
ada, keberjalanan nya sudah sesuai dengan SOP yang ada.
4. Assessment khusus
Pengkajian khusus dilakukan dengan melihat tingkat ketergantungan
pasien termasuk pengkajian risiko jatuh, di ruangan 1A juga melakukan
pengkajian khusus seperti pengkajian risiko jatuh. Pengkajian resiko jatuh
disesuaikan dengan usia pasien. Di ruang 1A pasiennya dengan rentang
usia dewasa-lansia, maka perawat ruangan menggunakan pengkajian
Morse Fall Score (MSF). Pengkajian menggunakan MFS (Morse Fall
Scale) dengan hasil bahwa pasien termasuk ke dalam kategori risiko jatuh
tinggi dengan skor >45. Menurut Nur dkk, 2017 menunjukan bahwa
asessment awal risiko jatuh merupakan serangkaian proses assesment
risiko jatuh yang berlangsung saat pasien masuk rawat inap untuk
dilakukan pemeriksaan secara sistematis yang bertujuan mengidentifikasi
masalah keperawatan pada pasien dalam kurun waktu 24 jam. Dalam
pengkajian asessment awal risiko jatuh rawat inap dimulai ketika pasien
baru datang ke ruangan dari IGD maupun poli yang kemudian dilakukan
asessment awal keperawatan di ruangan pada kurun waktu selama 24 jam
pertama.
Pengkajian khusus berikutnya yaitu pengkajian pasien lansia > 60 tahun.
Pengkajian menggunakan skala Norton untuk menilai resiko decubitus
pada pasien yang tirah baring dalam kurun waktu > 24 jam. Tn. S
mempunyai kategori resiko kecil terjadinya decubitus dengan skor 15.
Assessmen ini digunakan untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan
kondisi pasien yang berfokus pada intervensi alih baring setiap 2 jam sekali
(pronasi, supinasi, miring).
5. Discharge planning
Program discharge planning (perencanaan pulang) pada dasarnya
merupakan program pemberian informasi atau pemberian pendidikan
kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktifitas/latihan, obat-
obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter
& Perry, 2005 ).
1. Tahapan Pengkajian
Pengkajian pada tahap discharge planning berfokus pada 4 area
meliputi, fisik, psikososial, status fungsional, kebutuhan penkes dan
konseling. Pengkajian dilakukan secara komperhensif dan perlu
mempertimbangkan kriteria pasien yang membutuhkan perawatan lebih
lanjut setelah pulang dari rumah (Potter & Perry, 2005).
Ruangan Rajawali 1A, dalam melakukan tahapan pengkajian untuk
discharge planning yang dilakukan perawat sudah baik, karena sudah
sesuai dengan teori dan SOP yang ada. Perawat menyusun discharge
planning saat pasien pertama kali datang di rawat inap, kemudian
perawat juga melakukan perawatan secara komprehensif. Perawat juga
melakukan edukasi baik terkait kondisi klien atau tindakan yang
dilakukan selanjutnya baik kepada pasien maupun keluarga pasien.
2. Tahapan Perencanaan
Perencanaan discharge planning dilakukan seperti mengkaji
kebutuhan pasien secara komprehensif, kemudian melibatkan berbagai
pihak terkait seperti pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam
membuat perencanaan, hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan
sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah
pasien pulang. Dokumentasi pelaksanaan discharge planning harus di
dokumentasikan dan dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping
minimal 24 jam sebelum pasien dipindahkan ruangan atau pulang.
Pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan
dengan terapi di rumah. Perencanaan perlu adanya kolaborasi dengan
dokter. Perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan dihadapi
setelah dipulangkan, nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi
setiap janji untuk control, perawatan diri (perawatan luka, perawatan
kolostomi, ketentuan insulin, dan lain-lain) (Wulandari,2011).
Ruangan Rajawali 1A, pada tahapan perencanaan untuk discharge
planning sudah dilakukan perawat dengan baik, karena sudah sesuai
dengan teori. Perawat sudah melakukan perencanaan yang diberikan
terkait kondisi Tn. S. Perawat juga melakukan pendidikan kesehatan
terkait kondisi yang dialami terkait keberlanjutan program atau
tindakan selanjutnya yang akan dilakukan, sehingga pasien maupun
keluarga mengetahuhi secara jelas terkait kondisi yang dialami pasien.
Kemudian perawat juga menjelaskan terkait perawatan selanjutnya
ketika pasien akan pulang menjelaskan terkait kontrol atau tempat
penyedia layanan kesehatan setempat yang dapat dilakukan untuk
melakukan perawatan selajutnya pasien.
3. Tahapan Pelaksanaan
Proses discharge planning memiliki kesaman dengan proses
keperawatan. Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian
pada saat pasien mulai di rawat sampai dengan adanya evaluasi serta
dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di
rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning untuk pasien dan
keluarga yang berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus
dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan yang dialami, dan
komplikasi yang mungkin terjadi. Kemudian berikan informasi tentang
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga terkait perawatan
yang harus dilakukan di rumah. Pendidikan kesehatan seperti tanda dan
gejala, komplikasi, informasi tentang obat-obatan yang diberikan, diet,
latihan dan lainnya terkait kondisi pasien. Berkolaborasi dngan dokter
dan disiplin ilmu yang lain dalam mengkaji perlunya rujukan untuk
mendapat perawatan di rumah atau di tempat pelayanan yang lainnya
(Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan yang ada di ruangan Rajawali 1A, tahapan
pelaksanaan untuk discharge planning yang dilakukan perawat sudah
baik, karena sudah sesuai dengan teori dan lembar prosedur checklist
yang ada di ruangan. Jika pasien mau pulang, perawat ruang
menjelaskan apa saja yang harus dilakukan di rumah dan memberikan
penjelaskan tentang obat yang diberikan dan perawatan selanjutnya
yang harus dilakukan.
4. Tahapan Evaluasi
Evaluasi discharge planning yaitu pasien memahami kondisi dan
bersedia meningkatkan kesejahteraan kondisi pasien saat di rumah.
Berdasarkan yang ada di ruangan Rajawali 1A, tahapan evaluasi untuk
discharge planning yang dilakukan perawat sudah baik Saat dilakukan
discharge planning dengan perawat pasien, keluarga pasien mengerti
dan paham terkait kondisi pasien seperti obat yang harus diminum dan
diit yang harus dimakan. Adanya discharge planning, diharapkan dapat
mempertahankan kesehatan pasien dan membantu pasien untuk lebih
bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri. Sebuah
discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan
untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang
diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila
pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau alat transportasi lainnya
(Setyowati, 2011).
B. Analisa Pengelolaan Ruangan
1. Pelaksanaan Patient Safety dan Pencegahan Infeksi pada Pasien
Menurut International Patient Safety Goals (IPSG) terdapat 6
sasaran keselamatan pasien, yaitu
a. Identifikasi pasien
Identifikasi pasien baru RSUP dr.Kariadi, pasien diberikan tanda
pengenal berupa gelang identifikasi pasien. Gelang identifikasi pasien
terdiri dari 2 warna yaitu warna biru untuk pasien laki-laki dan warna
merah muda untuk pasien perempuan. Gelang identifikasi pasien berisi
nama, dan nomor rekam medis. Selain gelang, ada penanda berupa
tanda risiko yang dipasangkan di gelang identifikasi pasien. Tanda
risiko penanda terdiri dari 3 warna, yaitu: warna kuning digunakan
pada pasien yang memiliki risiko jatuh, warna merah digunakan pada
pasien yang memiliki alergi, dan warna ungu untuk DNR (Do Not
Resusitate) (KARS, 2012). Pada saat transfer Tn. S terpasang gelang
identitas pasien dengan warna merah muda yang bertuliskan nama dan
nomor RM, serta terdapat tanda risiko tambahan. Pada bed dan gelang
pasien terpasang tanda resiko jatuh yang berwarna kuning.
Pelaksanaan identifiksi diruangan 1A sejauh ini sudah berjalan baik,
pasien dan keluarga dari awal masuk ruangan sudah dijelaskan terkait
pengunaan gelang akan dicek setiap sebelum melakukan tindakan yang
diberikan kepada pasien untuk dicek setiap saat agar tidak terjadi
kesalahan atau kekeliruan dalam proses pengobatan dan perawatan.
Kemudian identifikasi pasien di ruangan terkait perawat sebagai
pelaksaan perlu di tingkatkan kembali kepatuhan dalam pengecekaan
identitas pasien sebelum melakukan tindakan, karena beberapa masih
di temui perawat belum sesuai melakukan SOP yang berlaku dalam hal
ini masih banyak perawat dalam mengidentifikasian pasien masih
menggunakan nomer bed tempat tidur dan masih ditemukan beberapa
perawat belum patuh melakukan pengecekan gelang secara langsung
kepada pasien karena perawat sudah merasa hafal dengan nama dan
pasien tersebut. Padahal dalam KARS sudah dijelakan terkait sararan
keselamatan pasien dalam identifikasi pasien tidak diijinkan untuk
penggunaan nomer bed tempat tidur pasien dalam melakukan tindakan,
harus dilakukan cross check kembali terkait identitas pasien sebelum
pemberi pelayanan kesehatan. Harapanya tidak terjadi kekeliuran
dalam proses pengobatan dan perawatan.
b. Komunikasi efektif
Perawat melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada
dokter penanggungjawab pasien. Model teknik komunikasi secara
umum digunakan di pelayanan kesehatan adalah pendekatan SBAR
(Situation, Background, Assessment, and Recommendation) yang
berfungsi untuk membantu perawat dalam mengorganisasi cara
berpikir, mengorganisasi informasi, dan merasa lebih percaya diri jika
berkomunikasi dengan dokter (Nazri dkk, 2015). Komunikasi yang
dilakukan dengan teman sejawat menggunakan komunikasi
menggunakan metode SBAR pada rekam medis pasien. Perawat juga
menggunakan komunikasi yang efektif ketika melakukan operan
sehingga kondisi dan informasi mengenai pasien bisa tersampaikan
dengan jelas. Komunikasi secara lisan juga dapat dilakukan melalui
telepon dengan menggunakan metode TBK (tulis, baca, konfirmasi)
oleh penerima dan pemberi perintah di rekam medis pasien.
Komunikasi efektif yang sudah digunakan oleh perawat di
ruangan 1A adalah komunikasi TBK saat perawat ruangan menerima
pasien melalui alat komunikasi. Perawat melaporkan kondisi pasien
pada perawat ruangan dengan menggunakan metode komunikasi
SBAR. Setelah pelaporan antar tenaga kesehatan, perawat ruangan
melakukan pengkajian terhadap pasien dengan menggunakan
komunikasi efektif yang mudah dipahami keluarga. Komunikasi
SBAR yang berjalan perawat dengan perawat sudah berlangsung
dengan baik, hanya saja perlu di tingkatkan kembali terkait
kelengkapan dan ketepatan informasi kondisi pasien yang ada
diruangan, karena terkadang masih ditemukan perawat yang masih
salah dalam penulisan komponen SBAR yaitu kebanyakan pada
komponen Assesment masih ditemukan perawat yang menuliskan data
sama seperti sebelum perawat yang sebelumnya padahal terkadang
kondisi pasien secara real yang ada berbeda kondisi informasinya.
Perawat meminta konsultasi atau advice dokter dengan
menghubungi dokter lewat aplikasi WhatApps pada kondisi pasien
tertentu. Selain itu, komunikasi metode lisan ditunjukkan dengan
perawat menghubungi dokter via telepon dengan metode Tulis, Baca,
Konfirmasi, yang kemudian diverifikasi selama 1x24 jam dengan bukti
tanda tangan serta nama terang. Teknik komunikasi dengan pendekatan
TBK (Tulis kembali, Baca kembali, dan Konfirmasi kembali) memiliki
manfaat yaitu untuk mengurangi insiden keselamatan pasien.
Implementasi komunikasi efektif yang sudah dilakukan adalah
dari perawat kepada perawat melaporkan bahwa kondisi keadaan
umum dan tingkat kesadaran pasien, dari laporan tersebut masalah
penurunan kapasitas adaptif intracranial yang belum teratasi dan
rencana keperawatannya adalah dengan monitor TTV serta kesadaran
pasien, pemberian posisi head up 15o-30o, berikan oksigen nasal kanul
3 lpm, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk mengurangi
resiko penurunan TIK.
c. Pengelolaan High Alert Medication (HAM)
Penggunaan obat yang dilakukan oleh perawat sudah
menggunakan prinsip 6 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar
cara pemberian, benar dosis, benar waktu, dam benar dokumentasi.
Akan tetapi ada beberapa obat yang harus diwaspadai. Obat-obatan
yang perlu diwaspadai adalah obat-obatan yang termasuk sejumlah
besar kesalahan dan/atau kejadian sentinel, obat-obatan yang bila
terjadi sesuatu yang tak diinginkan risikonya lebih tinggi, begitu pula
obat-obatan yang mirip bentuk/bunyi dan namanya. Obat-obat yang
perlu diwaspadai (High Alert Medication) merupakan obat yang sering
menyebabkan kesalahan serius. Kesalahan dapat terjadi bila perawat
tidak mendapatkan orientasi yang baik dan dalam situasi darurat
(Jaladara dkk, 2015).
Rumah sakit menyusun kebijakan dan/atau prosedur untuk
mengidentifikasi obat-obatan yang patut diwaspadai yang dimiliki
rumah sakit berdasarkan data yang ada. Ruang Rajawali 1A telah
memberikan label untuk obat-obat baik obat HAM dengan stiker
merah maupun obat LASA dengan stiker hijau.
Terapi obat yang diberikan pada Tn. S dari tanggal 4 – 6 Januari
adalah SP nicardipine 0,5 mg/kgBB/jam, SP terapi actilyse 3,9 mg,
ranitidine 50 mg, Infus RL 20 tpm. Tn. S mendapatkan obat-obatan
yang harus diwaspadai (High Alert Medication/HAM) penyimpanan
obat pasien berada di loker obat.
d. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi yang telah dilakukan adalah mahasiswa
melakukan cuci tangan sebelum dan setelah mengecek tanda-tanda
vital, melakukan cuci tangan sebelum dan setelah membantu pasien
untuk berpindah tempat, cuci tangan sebelum melakukan injeksi ke
pasien. Selain itu sebagai pencegahan infeksi mahasiswa maupun
perawat tidak memiliki kuku panjang maupun memakai perhiasan
seperti gelang dan cincin, cuci tangan dilakukan baik menggunakan
hand rub maupun hand wash namun keduanya tidak dilakukan secara
bersamaan. Cuci tangan tidak hanya dilakukan oleh perawat maupun
mahasiswa akan tetapi pada keluarga pasien. Selain itu, perawat dan
mahasiswa menggunakan APD berupa handscoon, aproon dan masker
ketika melakukan tindakan seperti ketika melakukan injeksi, cek GDS,
memandikan pasien, dan perawatan luka. Perawat dan mahasiswa
membuang sampah secara terpisah yaitu sampah infeksius seperti yang
terkena cairan tubuh pasien ke tempat sampah dengan kantong plastik
kuning dan sampah non infeksius seperti tisu ke tempat sampah
dengan kantong plastik hitam. Kemudian untuk jarum perawat dan
mahasiswa telah membuang di safety box. Di Ruangan terkait
pencegahan resiko infeksi sudah berjalan baik, sudah dilakukan baik
perawat, dokter, mahasiswa, petugas kesehatan lainnya, untuk pasien
dan keluarga sudah diberikan edukasi terkait mencuci tangan
menggunakan hand rub, namun pada pelaksanaannya masih terdapat
beberapa keluarga pasien yang belum sesuai dengan tata cara mencuci
tangan yang benar menggunakan hand rub. Kemudian terkait
penggantian pemasangan infus setiap 3-4 hari, penggantian selang
NGT dan DC maksimal 1 minggu pemakaian. Kesimpulan: tidak
terdapat gejala plebitis di area suntikan Tn. S.
Ada beberapa hal yang ditemukan di ruang Rajawali 1A terkait
penggunaan handscoon, perawat sering memakai satu handscoon
untuk melakukan tindakan pada pasien yang berbeda. Hal ini tidak
diperbolehkan dari pihak PPI karna di dalam SOP mengatakan bahwa
satu handscoon digunakan untuk 1x pasien saja. Sehingga ketika
perawat berpindah ke pasien yang lain, perawat harus mengganti
handscoon tersebut sebelum kontak dengan pasien lainnya.
e. Pencegahan pasien jatuh
Pemahaman dan pengetahuan asessment risiko jatuh yang
dilakukan oleh perawat di rumah sakit diperoleh melalui pelatihan
internal dan sosialisasi. Proses pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan
perawat, perawat dapat mengerti dan memahami apa itu asessment
risiko jatuh, apa saja formatnya, dan bagaimana cara mengisinya.
Ketika perawat sudah paham betapa pentingnya asessment risiko jatuh
maka hal ini berdampak pada perilaku pelaksanaan asessment risiko
jatuh yang dilakukan (Nur dkk, 2017).
Resiko jatuh di ruangan dicegah dengan memperhatikan tempat
tidur pasien seperti menegakkan pembatas tempat tidur, selain itu juga
terlihat dari penggunaan gelang tangan yang digunakan oleh pasien.
Pencegahan pasien jatuh dilakukan dengan mengidentifikasi pasien
dengan menggunakan The Morse Fall Scale (MFS) untuk mengukur
resiko jatuh pada pasien, berikut ini penilaian resiko jatuh selama
proses perawatan Tn.S tanggal 4 – 6 Januari 2019 termasuk dalam
kategori resiko jatuh tinggi dengan skor > 45. Berikut intervensi yang
dapat diberikan untuk Tn. S, yaitu; bantu ADL, tempatkan benda-
benda milik pasien di dekat pasien, pastikan tempat tidur posisi
pembatas dalam keadaan menutup dan terkunci, Bantu pasien saat
ambulasi/transfer, pasangkan pengaman sisi tempat tidur, pastikan
stiker pasien resiko jatuh terpasang pada gelang pasien, dan papan
resiko jatuh terpasang pada bed pasien. Beri penjelasan ulang tentang
resiko jatuh kepada keluarga pasien, berikan orientasi ruangan sekitar
kepada pasien/ penunggu pasien dan lakukan asessment resiko jatuh
setiap hari.

2. PPI
Pengendalian dan pencegahan infeksi adalah tindakan yang
dilakukan rumah sakit untuk menjaga keselamatan pasien dan
meningkatkan pelayanan kesehatan pasien. Pengendalian dan
pencegahan infeksi sederhana yang diterapkan oleh tenaga medis dan
pasien (keluarga) adalah hand hygiene. Hand hygiene yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan dilakukan 5 momen yaitu sebelum kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptic,
setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, dan setelah kontak dengan
cairan tubuh pasien. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat
mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi
infeksi nosokomial.
Risiko infeksi terjadi karena petugas kesehatan yang tidak
mempunyai kesadaran dan tanggung jawab. Jika petugas kesehatan
melakukan tugas mereka dengan baik yaitu mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan benda ataupun lingkungan pasien serta
menjelaskan kepada pihak dan keluarga untuk ikut mencuci tangan
sesuai pedoman 5 momen yang telah diterapkan rumah sakit
(Lombogia dkk, 2016).
Tindakan hand hygiene tidak hanya wajib dilakukan oleh tenaga
kesehatan namun pasien dan keluarga pengunjung harus mengetahui
dan menerapkan 6 langkah hand hygiene yang benar. Tujuan
dilakukannya hand hygiene adalah agar angka nosokomial infeksi
dapat turun dan meningkatkan kesejahteraan keselamatan pasien.
Pihak PPI RSUP dr.Kariadi sudah memberikan SOP terkait cara
hand hygiene dengan benar di ruangan-ruangan sehingga perawat
ruangan dapat menerapkan dengan benar. Perawat ruangan Rajawali
1A sudah menerapkan hand hygiene dengan benar saat sebelum dan
setelah tindakan pada pasien.
Perawat ruangan juga sudah berupaya untuk mengajarkan atau
mengedukasi pasien dan keluarga terkait cara 6 langkah cuci tangan
setiap ada pasien baru dan mengingatkan keluarga yang berkunjung
untuk selalu mencuci tangan dengan hand rub ketika sebelum dan
setelah mengunjungi pasien.
V. IDENTIFIKASI FAKTOR PENGHAMBAT, PENDUKUNG, DAN
SOLUSI PENYELESAIAN DALAM PENGELOLAAN PASIEN
A. Hambatan/Tantangan
Hambatan-hambatan selama proses pengelolaan klien Tn. S
merupakan sebuah tantangan bagi perawat adalah ketika Tn. S mengalami
masa kritis dan pengawasan H+7 setelah terjadinya serangan stroke.
Pasien harus selalu dipantau mengenai tingkat kesadaran hingga tanda-
tanda vital setiap 15 menit sekali.
B. Faktor pendukung
Klien dan keluarga kooperatif selama masa perawatan dan terdapat
dokter spesialis neurologi dan spesialis jantung yang menunjang diagnose
dan perawatan klien. Keluarga dapat menceritakan dengan detail dan dapat
berkomunikasi dengan baik saat dilakukan pengkajian. Keluarga juga aktif
bertanya ketika tidak paham dengan penjelasan perawat. Tn.S juga sangat
kooperatif dan aktif selama proses pengkajian dan keperawatan.
C. Alternative solusi dalam pengelolaan pasien .
Solusi dalam menyelesaikan masalah pada Ny. S yaitu dengan
mengajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang dianjurkan
kepada keluarga dan pasien untuk mengurangi kejadian resiko stroke
berulang, meminta keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
tentang konsumsi obat teratur, banyak minum air putih dan pengawasan
pola makan, meminta keluarga untuk menemani pasien, Memotivasi pasien
untuk makan sedikit tapi sering, menanyakan kepada perawat terkait
dengan waktu visite dokter yang akan menjelaskan tentang keadaan dan
kondisi pasien
Memberikan informasi kepada semua perawat bahwasannya perlu
diperhatikan dalam penggunaan handscoon, dimana setiap ke Tn. S
diwajibkan untuk menggunakan handscoon dan system penggunaannya
adalah untuk tindakan klien Tn. S bisa dilakukan di akhir atau selalu ganti
handscoon setiap setelah dari klien dan akan ke klien lainnya.

VI. IDENTIFIKASI FAKTOR PENGHAMBAT, PENDUKUNG, DAN


SOLUSI PENYELESAIAN DALAM KEPERAWATAN SECARA
MANAJERIAL
A. Hambatan/ Tantangan
Selama memberikan perawatan kepada Tn. S tidak terdapat hambatan
yang berarti, baik hambatan dalam prosesn asuhan keperawatan langsung
kepada klien maupun hambatan dalam pemberian pelayanan tidak
langsung kepada klien. Ruang Rajawali IA sudah baik dengan adanya
sarana informasi edukasi yang diberikan kepada klien maupun keluarga,
yaitu tenaga kesahatan dari perawat, dokter, gizi, farmasi. Selain itu
hubungan interdisiplin di ruangan tersebut terlihat dengan jelas bahwa
adanya komunikasi yang efektif, seperti saling mengingatkan antar tenaga
kesehatan jika ada yang belum dilakukan.

B. Faktor Pendukung
Perawatan Tn. S didukung oleh perawat yang secara professional
dalam melakukan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien terkait
penyakit pasien secara langsung. Kemudian saat Tn. S tiba di ruangan
diberikan terapi injeksi sesuai dengan keluhan dan advice dokter.
Kemudian terkait informasi dapat tersampaikan dengan jelas sesuai kondisi
pasien, sistem dokumentasi asuhan keperawatan lengkap dan sesuai
standar, adanya kolaborasi antara perawat dan tim pelayanan kesehatan
lainya, sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat optimal dan
tepat.
C. Solusi Penyelesaian
Menambah sarana media edukasi informasi kepada pasien maupun
keluarga pasien dengan menggunakan leaflet atau booklet terkait penyakit
pasien dan cara menanganinya agar dapat mempermudah dalam
penyampaian informasi. Kemudian pemberian terapi pada klien
semestinya disesuaikan dengan kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Jaladara, Vena dkk. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Praktik Perawat
Mengenai Keselamatan Pasien (Patient Safety) di Instalasi Gawat Darurat
RS X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(1), 462-472
Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. P 1-228.
Lombogia, A dkk. (2016). Hubungan Perilaku dengan Kemampuan Perawat dalam
Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Ruang Akut Instalasi
Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. E-Journal
Keperawatan, 4(2), 1-8
Nazri, Fajar dkk. (2015). Implementasi Komunikasi Efektif Perawat-Dokter
dengan Telepon di Ruang ICU Rumah Sakit Wava Husada. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 28(2), 174-180
Ningsih, Shely dkk. (2017). Gambaran Pelaksanaan Kegiatan Kebersihan Tangan
Oleh Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal
Pendidikan Keperawatan Indonesia, 3(1), 57-68
Nur, Hirza dkk. (2017). Pelaksanaan Asesmen Risiko Jatuh di Rumah Sakit.
Indonesian Journal Of Nursing And Midwifery, 5(2), 123-133
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional edisi 4. Salemba Medika: Jakarta
Potter PA, Perry AG. Fundamental of Nursing : Conceps, Procces & Practice
Volume 1. 4th ed. Yulianti D, Ester M, editors. St Louis: Elsevier; 2005
Styowati. 2011. Hubungan pendokumentasian dan perencanaan pulang pada
pasien di Ruang Syaraf Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan
Sadikin Bandung.

Anda mungkin juga menyukai