Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
HARGA DIRI RENDAH
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
WAHAM
DEFISIT PERAWATAN DIRI
RESIKO BUNUH DIRI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa


Dosen Koordinator : Ns. Sri Padma Sari, S.Kep.,MNS

Disusun Oleh:
Avinda Deviana
22020118210033

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN 32


DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

1
DAFTAR ISI

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL......... 3


LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN GANGGUAN KONSEP DIRI :
HARGA DIRI RENDAH.............................................................................................. 9
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI ...................................................................... 18
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN ............................................................................................................ 26
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN WAHAM ....................................... 31
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI .... 44
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN RISIKO BUNUH DIRI ................. 54
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 59

2
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
Menurut Towsend (2008), isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang
di alami oleh individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi
yang negatif dan mengancam (Townsend, 2010). Videbeck (2008) menjelaskan
bahwa isolasi sosial merupakan gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang maladaptif dan menghambat seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi
sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalami gangguan hubungan
interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut dalam meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain (Kirana, 2009). Menarik diri merupakan percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dari orang
lain (Rawlins, 1993). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya
merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan
perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari hampir terabaikan.
B. ETIOLOGI
Stresor psikologis isolasi sosial dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif
klien terhadap gambaran diri, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki,
kegagalan dalam mencapai harapan dan cita-cita, krisis identitas serta kurangnya
penghargaan baik dalam diri sendiri, keluarga maupun lingkungan. Stresor tersebut
dapat menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain dan akhirnya
menjadi masalah isolasi sosial. Ibu yang terlalu kawatir, terlalu melindungi, konflik

3
keluarga, komunikasi yang buruk serta kurangnya interaksi dalam keluarga juga
merupakan faktor risiko terjadinya isolasi sosia. Salah satu penyebab dari menarik
diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h. Posisi janin saat tidur (Budi Anna Keliat, 1998)
i. Menolak interaksi dengan orang lain.
j. Merasa sendirian.
k. Tidak berminat.
l. Merasa tidak diterima.
m. Perasaan berbeda dengan orang lain.
n. Tidak ada kontak mata.
o. Menyendiri/ menarik diri.
p. Tidak komunikatif.
q. Tindakan tidak berarti/ berulang.
r. Afek tumpul.
s. Afek sedih.
t. Adanya kecacatan (misal : fisik dan mental)

4
D. DAMPAK
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu
orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan
sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan eksternal.
Gejala Klinis sebagai berikut :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Masalah keperawatan:
a) Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b) Isolasi sosial: menarik diri
c) Gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji
a) Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang

5
Data Objektif:
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
b) Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup.
c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif : Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif : Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial: menarik diri
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Isolasi Sosial
Tujuan Intervensi :
Kemampuan yang diharapkan terjadi pada klien isolasi sosial adalah mengetahui
penyebab isolasi sosial, menyebutkan keuntungan punya teman dan bercakap-
cakap, menyebutkan kerugian tidak memiliki teman, mampu berkenalan dengan
klien dan perawat atau tamu, berbicara, saat melakukan kegiatan harian, melakukan
kegiatan sosial. Kemampuan klien isolasi sosial telah diteliti olek Keliat, dkk,

6
menggunakan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) mampu
meningkatkan kemmpuan komunikasi verbal maupun non verbal.
Intervensi Individu :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
h. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
i. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
j. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
k. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
l. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
m. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
n. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain

7
b) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi dengan Keluarga
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
b. Salam, perkenalan diri
c. Jelaskan tujuan
d. Buat kontrak
e. Eksplorasi perasaan klien
f. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a) Perilaku menarik diri
b) Penyebab perilaku menarik diri
c) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
d) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
g. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
h. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
i. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

8
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN GANGGUAN KONSEP DIRI :
HARGA DIRI RENDAH

A. DEFINISI
a. Harga Diri Rendah Situasional
Harga diri rendah situasional merupakan perasaan diri/evaluasi diri negatif
yang berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan
diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (Wilkinson,
2007). Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA, 2015).
b. Harga Diri Rendah Kronik
Harga diri rendah kronik merupakan Keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama
dan terus menerus (NANDA, 2012).
B. TANDA DAN GEJALA
a. Kognitif
a) Mengungkapkan perasaan malu atau bersalah
b) Mengungkapkan menjelek-jelekan diri
c) Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya:
ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan)
d) Mengungkapkan penyalahan diri yang episodik sebagai respons terhadap
permasalahan hidup seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri
yang positif
e) Mengungkapkan mengevaluasi diri seperti tidak mampu untuk mengatasi
permasalahan/situasi
f) Kesulitan dalam pengambilan keputusan
g) Mengungkapkan meniadakan diri

9
h) Mengungkapkan secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini
terhadap harga diri
i) Kurang konsentrasi
j) Fokus menyempit/preokupasi
k) Bloking
l) Mudah lupa
m) Mimpi buruk
n) Pandangan suram dan pesimistik
b. Afektif
a) Perasaan negatif tentang dirinya (ketidakberdayaan, kegunaan)
b) Merasa malu dan bersalah
c) Merasa sedih
d) Merasa putus asa dan frustasi
e) Perasaan tidak mampu
f) Perasaan tidak berguna
g) Mudah tersinggung
c. Fisiologis
a) Perubahan aktual pada fungsi
b) Perubahan aktual pada struktur
c) Peningkatan tekanan darah
d) Pusing atau sakit kepala
e) Kelelahan atau keletihan
f) Tampak lesu
g) Kurang nafsu makan
h) Penurunan berat badan
i) Makan atau minum secara berlebihan
j) Konstipasi/diare
k) Insomnia/gangguan tidu
l) Mual dan muntah
m) Perubahan siklus haid

10
d. Perilaku
a) Kurangnya kemampuan untuk mengikuti sesuatu
b) Tidak mau bekerja sama dalam terapi
c) Perilaku bimbang
d) Perilaku tidak asertif
e) Mengkritik diri sendiri
f) Penurunan produktivitas
g) Berkurangnya kreativitas
h) Pengurangan diri
i) Penyalahgunaan rokok, obat, alkhohol
j) Penolakan terhadap realitas
e. Sosial
a) Kurangnya kontak mata
b) Pengabaian diri
c) Isolasi sosial
d) Misintepretasi
e) Kurangnya partisipasi sosial
C. PENYEBAB
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara :
a. Situasional
HDR situasional dapat disebabkan karena gangguan pada struktur, fungsi,
dan penampilan tubuhnya; penolakan orang lain atau orangtua atas dirinya;
kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau ideal dirinya (kegagalan);
transisi peran sosial; trauma seperti penganiayaan seksual atau psikologis atau
melihat kejadian yang mengancam nyawa (Stuart, 2013).
b. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/
dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini

11
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
c. Tanda dan Gejalanya
a) Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan
orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan
sesuatu.
b) Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan tidak
melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak murung.
D. POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Core Problem

Gangguan citra tubuh


E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji :
a) Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar,
banyak diam.
b) Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak jelas.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
a) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
b) Data Obyektif

12
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c. Gangguan citra tubuh
Data yang perlu dikaji :
a) Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, Mengungkapkan sedih karena
keadaan tubuhnya, Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain,
karena keadaan tubuhnya yang cacat.
b) Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, Suara pelan
dan tidak jelas, tampak menangis.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Harga Diri Rendah
b. Gangguan Citra Tubuh
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa I : harga diri rendah.
Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus dan Tindakan:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab,
tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat harga diri rendah.
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

13
h) Diskusikan dengan klien mengenai penyebab dan akibat harga diri rendah
yang dimiliki klien.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
d. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Diagnosa II: gangguan citra tubuh.
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien
akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :

14
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

15
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
H. STRATEGI PELAKSANAAN (SP) Harga Diri Rendah
1. Strategi Pelaksanaan pada klien
SP 1 Klien: Identifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
a. Diskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
seperti kegiatan di rumah, rumah sakit, dalam keluarga dan lingkungan
terdekat.
b. Beri pujian yang realistif/nyata dan hindarkan penilaian yang negatif
terhadap klien.
SP 2 Klien: Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
b. Bantu klien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri
yang diungkapkannya.
c. Beri respon positif dan menjadi pendengar yang aktif.
SP 3 Klien: Bantu klien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan
dilatih.
a. Diskusikan ebberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih klien dalam
sehari-hari.
b. Bantu klien menentukan kegiatan mana yang dapat dilakukan mandiri dan
yang memerlukan bantuan orang lain serta susun jadwal kegiatan sehari-hari
bersama klien.
SP 4 Klien: Latih kemampuan yang dipilih klien.
a. Diskusikan dengan klien untuk melatih kegiatan pertama yang dipilih.
b. Latih kemampuan pertama yang dipilih.
c. Beri dukungan dan pujian pada klien atas kegiatan yang dilakukan.
2. Strategi Pelaksanaan pada Keluarga

16
SP 1: Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
SP 2: Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah
dan mengambil keputusan merawat klien.
SP 3: Diskusikan aspek positif klien yang pernah dimiliki sebelumnya.
SP 4: Latih keluarga cara merawat harga diri rendah dan berikan pujian.
SP 5: Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih
klien serta bimbing keluarga merawat harga diri rendah dan berikan pujian.

17
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010). Sedangkan menurut Farida
(2010), halusinasi didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.
B. PENYEBAB
Menurut Stuart (2007), penyebab halusinasi karena beberapa faktor:
a. Faktor predisposisi:
a) Biologis
b) Psikologis
c) Sosiokultural
d) Faktor Perkembangan
b. Stressor Presipitasi
c. Penilaian terhadap stressor (respon)
d. Sumber koping
e. Mekanisme koping
C. TANDA DAN GEJALA
a. Aspek fisik :
a) Makan dan minum kurang
b) Tidur kurang atau terganggu
c) Penampilan diri kurang
d) Keberanian kurang

18
b. Aspek emosi :
a) Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
b) Merasa malu, bersalah
c) Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
a) Duduk menyendiri
b) Selalu tunduk
c) Tampak melamun
d) Tidak peduli lingkungan
e) Menghindar dari orang lain
f) Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
a) Putus asa
b) Merasa sendiri, tidak ada sokongan
c) Kurang percaya diri
D. JENIS HALUSINASI
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)

19
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Tabel 1 Fase tingkat Halusinasi (Stuart &Laraira, 2005)
Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
FASE 1 Klien mengalami perasaan Tersenyum dan tertawa
Comforting seperti ansietas, kesepian, rasa tidak sesuai menggerekan
Ansietas sebagai bersalah dan takut mencoba bibir tanpa suara
halusinasi untuk befokus pada pikiran mengegerkan mata yang
menyenangkan menyengkan untuk cepat dan respon verbal
meredakan ansietas individu yang lambat jika sedang
mengenal bahwa pikiran- asik sendiri meningkat
pikiran dan pengalaman tanda-tanda sarat otonomi
sensor berada dalam kondisi
kesadaran jika ansietas dapat
ditangani psikotik.
FASE II Pengalaman sensasi Ansietas seperti
Complementing menjijikan dan menakutkan, peningkatan denyut
Ansietas berat klien mulai lepas kendali dan jantung pernafasan dan
halusinasi mungkin mencoba untuk tekanan darah, rentang
memberatkan mengambil jaraknya dengan perhatian menyempit asik

20
sumber yang dipersepsikan dengan penglaman sensori
klien mungkin mengalami dan kehilangan
pengamalan sensori dan kemampuan membedakan
menarik diri dari orang lain, halusinasi dan realita
psikotik ringan
FASE III Klien berhenti menghentikan Kemampuan dikendalikan
Controling perlawanan terhadap halusinasi akan lebih
Ansietas berat halusinasi dan menyerah pada ditakuti, kerusakan
pengalamn halusnasinya menjadi berhubungan
sensorsi menjadi menarik, klien mengalami dengan orang lain, rentang
berkuasa pengalaman kesepian jika perhatian hanya beberapa
sensori halusinasinya berhenti detik / menit adanya tanda-
psikotik tanda fisik ansietas berat
berkeringat, tremor, tidak
mampu memahami
peraturan.
FASE IV Pengalaman sensori menjadi Perilaku tremor akibat
Conquering mengancam jika klien panik, potensi kuat suicida
panik mengikuti perintah halusinasi / nomicide aktifitas
Ansietas panik berakhir dari beberapa jam / merefleksikan halusinasi
pengalaman hari jika intervensi terapeutif perilaku isi, seperti
sensori psikoti berat. kekerasan, agitas menarik
menaklukan diri katafonici, tidak
mampu merespon terhadap
pemerintah, yang komplek
tidak mampu berespon
lebih dari satu orang

E. DAMPAK HALUSINASI

21
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C
suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Tanda dan gejala :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
F. PENGKAJIAN NERS
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Obyektif
a) Bicara atau tertawa sendiri.
b) Marah-marah tanpa sebab.
c) Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d) Menutup telinga.
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah.
j) Muntah.
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit.
b. Data Subyektif
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

22
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau
monster.
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itumenyenangkan.
f) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
g) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
h) Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang
sendirian
i) Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Halusinasi
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
Tujuan : Pasien mampu :
a) Mengenali halusinasi yang dialaminya: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon.
b) Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
c) Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat.
d) Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
e) Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas.
b. Tindakan Keperawatan
a) Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon terhadap halusinasi.
b) Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi
c) Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik,
meminta pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, dan
menguatkan perilaku pasien.

23
d) Menggunakan obat secara teratur
Menjelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan bila obat tidak digunakan
sesuai program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat obat
atau berobat, jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar
jenis, guna, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
e) Bercakap-cakap dengan orang lain.
f) Melakukan aktifitas yang terjadwal
Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur, mendiskusikan aktifitas yang
biasa dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan aktifitas, menyusun
jadual aktifitas sehari–hari sesuai dengan jadual yang telah dilatih, memantau
jadual pelaksanaan kegiatan, memberikan reinforcement.
I. TINDAKAN KEPERAWATAN NERS UNTUK KELUARGA
a. Tujuan : Keluarga mampu
a) Mengenal masalah merawat pasien di rumah.
b) Menjelaskan halusinasi (pengertian, jenis, tanda dan gejala halusinasi dan
proses terjadinya).
c) Merawat pasien dengan halusinasi.
d) Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien dengan halusinasi
e) Mengenal tanda dan gejala kambuh ulang
f) Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up pasien dengan halusinasi.
b. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b) Berikan penjelasan kesehatan meliputi : pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi
c) Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi:
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
d) Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
e) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan.

24
f) Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-
up anggota keluarga dengan halusinasi.
J. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
Sesi 1: mengenal halusinasi
Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

25
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
A. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman
serangan fisik atau konsep diri (Stuart 2013). Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni
(2011) menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang
diekspresikan dengan melakukan ancaman,mencederai orang lain, dan atau merusak
lingkungan . Perasaan terancam ini dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan
fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan
gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan
penyakit fisik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi generalis maupun
terapi spesialis memberikan hasil yang signifikan untuk menurunkan perilaku
kekerasan. Tindakan keperawatan generalis pada pasien dan keluarga dapat
menurunkan lama rawat klien (Keliat, dkk 2011).
B. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Ners
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a) Subjektif
1. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
2. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Klien suka membentak dan menyerang orang lain
b) Objektif
1. Mata melotot/ pandangan tajam
2. Tangan mengepal dan Rahang mengatup
3. Wajah memerah
4. Postur tubuh kaku
5. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
6. Suara keras

26
7. Bicara kasar, ketus
8. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/ orang lain
9. Merusak lingkungan
10. Amuk/ agresif
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan : resiko perilaku kekerasan
Diagnosis medis terkait : Skizofrenia, skizoafektif, bipolar
D. TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan Ners untuk klien
a) Tujuan: Klien mampu :
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku
kekerasan
2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik nafas dalam dan
cara fisik 2: pukul kasur/bantal
3. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
4. Mengontrol perilakuk kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
5. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
b) Tindakan
1. Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
serta melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku
kekerasan
3. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal c. Melatih klien cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan
fisik 2: pukul kasur/bantal d. Melatih klien memasukkan latihan tarik
nafas dalam dan pukul kasur/bantal ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat. a.
Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis, frekuensi,

27
cara, orang dan kontinuitas minum obat). b. Mendiskusikan manfaat
minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan klien ,c. Melatih klien
cara minum obat secara teratur ,d. Melatih klien memasukkan kegiatan
minum obat secara teratur ke dalam jadwal kegiatan harian.
5. Melatih cara verbal/ bicara baik-baik
1) Menjelaskan cara menontrol perilaku kekerasan dengan
verbal/bicara baik-baik
2) Melatih klien cara verbal/bicara baik-baik
3) Melatih klien memasukkan kegiatan verbal /bicara baik-baik minum
obat ke dalam jadwal kegiatan harian.
4) 6.Melatih cara spiritual
5) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
6) Melatih klien cara spiritual
7) Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam jadwal
kegiatan harian.
b. Tindakan keperawatan Ners pada keluarga
a) Tujuan: Keluarga mampu :
1. Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan
2. Mengambil keputusan untuk merawat klien resiko perilaku kekerasan
3. Merawat klien resiko perilaku kekerasan
4. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien resiko perilaku
kekerasan
5. Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien
resiko perilaku kekerasan dan mencegah kekambuhan.
b) Tindakan
1. Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
1) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko
perilaku kekerasan
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya resiko
perilaku kekerasan.

28
2. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
resiko perilaku kekerasan
1) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
resiko perilaku kekerasan
2) Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien resiko
perilaku kekerasan
3. Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko perilaku
kekerasan
1) Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
2) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal.
3) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
minum obat dengan prinsip 6 benar.
4) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan
cara verbal/bicara baikbaik.
5) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan
cara spiritual.
4. Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang
terapeutik bagi klien resiko perilaku kekerasan
1) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
2) Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan
klien
3) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dalam
merawat klien
4) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
follow up, cara rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan
 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
 Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
 Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh

29
 Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke
pelayanan kesehatan.
c. Terapi Aktivitas Kelompok
a) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi persepsi
Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan
Sesi 2 : Mencegah PK dengan kegiatan fisik
Sesi 3 : Mencegah PK dengan patuh minum obat
Sesi 4 : Mencegah PK dengan kegiatan asertif
Sesi 5 : Mencegah PK dengan kegiatan ibadah
b) Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien Resiko Perilaku
Kekerasan

30
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN WAHAM

A. DEFINISI
Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,
tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain (Depkes RI,
2000). Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol.
Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial. Waham adalah
keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaan.
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelekstual dan latar
belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi/informasi secara akurat. Seseorang yang mengalami waham
berpikir bahwa ia memiliki banyak kekuatan dan bakat serta tidak merasa terganggu
jiwanya atau ia merasa sangat kuat dan sangan terkenal. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Varcarolis dalam Fundomental of Psychiatric Mental Health Nursing
(2006: 397): Grandeur: thinks he or she has powers and talents that are not
possessed or is someone powerful or famous. Waham adalah keyakinan yang salah
yang secara kkh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
Waham adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas kognitif. Waham adalah suatu
keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian rialitas yang salah, keyakinan yang
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya,ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui respon
interaksi/informasi secara akurat (Yosep, 2009).
Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan (Kelliat, 2009). Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan

31
individu memproses stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya
adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan
yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati,
2010).
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga
muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini
biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan psikotik lain. Waham merupakan
bagian dari gangguan orientasi realita pada isi pikir dan pasien skizofrenia
menggunakan waham untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya yang tidak
terpenuhi oleh kenyataan dalam hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman,
hukuman yang terkait dengan perasaan bersalah atau perasaan takut mereka tidak
dapat mengoreksi dengan alasan atau logika (Kusumawati, 2010).
B. ETIOLOGI
Klien tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perpasif yang
ditemukan pada kondisi psikotik lain, tidak ada efek datar atau efek tidak serasi,
halusinasi yang menonjol, atau waham aneh yang nyata pasien memiliki satu atau
beberapa waham, sering berupa kerja, dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk
waham kebesaran, somatik atau eretomania yang:
a. Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu
tertentu, atau aktivitas tertentu.
b. Biasanya terorganisasi dengan baik (misal, “orang jahat ini” mengumpulkan
alasan-alasan tentang sesuatu yang sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskan
secara rinci).
c. Biasanya waham kebesaran (misalnya, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya
kepadanya).
d. Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.

32
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak,
yaitu: (Kusumawati, 2010)
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu.
b. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan
tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
c. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
d. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
e. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.

Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman kedunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung, sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini
sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci,
kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan angguh dan keras kepala. Dengan
seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecendrungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan, maka keadaan ini dapat berkembang
menjadi waham. Secara berlahan-lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari
hayalannya dan kemudian dunia realitas. Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan
keras kepala, adanya rasa tidak aman, membuat seseorang berkhayal ia sering
menjadi pengusaha dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar.
C. FAKTOR PRESIPITASI
a. Nature
a) Faktor biologis: kurang nutrisi, ada gangguan kesehatan secar umum
(menderita penyakit jantung, kanker, mengalami trauma kepala atau sakit
panas hingg kejang-kejang), sensitifitas biologis (terpapar obat atau racun,
asbestosis, CO), gejala putus obat atau alkohol

33
b) Faktor psikologis: mengalami hmbtn atau gangguan dalam komunikasi verbal,
ada keperibadian menutup diri dan ketidakmampuan mempercayai orang lain
dan mudah cemas atau panik, ada pengalamn masa lalu tidak menyenangkan
(misalnya: menjadi krban aniaya fisik, saksi aniaya fisik maupun sebagai
pelaku, trauma emosional, stimulasi tingkat rendah yang terus menerus
sehingga menimbulkan stres yang cukup berat dan menimbulkan atau
mengancam ego yang lemah), konsep diri yang negatif (harga diri rendah,
gambaran citra tubuh, kerancuan identitas, ideal diri tidak realistis dan
gangguan peran), kurangnya penghargaan, pertahanan psikologis rendha
(ambang toleransi terhadap stres rendah ), self control (pengalaman ketakutan
yang direpresi)
c) Faktor sosial budaya: usia (lansia menjadi isolasi sosial atau depresi kehidupn
akhir), gender, pendiidkan rendah atau putus sekolah, pendapatan rendah,
tidak punya pekerjaan, status sosial jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di
masyarakat), latar belakang budaya, tidak dapat menjalankan agama dan
keyakinan keikutsertaan dalam politik, pengalaman sosial buruk, dan tidak
dapat menjalankan peran sosial.
b. Origin
a) Internal: klien gagal dalam mempersepsi sesuatu yang diyakininya secara
benar
b) Eksternal: kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurangnya
dukungan kelompok atau teman sebaya
c) Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stres terjadi secara berulang-ulang
atau terus menerus atau muncul dalam waktu yang tidak tepat dan waktu
munculnya saling berdekatan.
d) Sumber: sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang
berat atau dengan kualitas yang tinggi.
D. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Biologis :
a) Genetik: Diturunkan melalui kromosom orangtua

34
b) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
c) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan
oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu
perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik. anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa..
e) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang tidur,
gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan aktivitas, malas
untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan.
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan
trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya.
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan
dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak.
b. Psikologis
a) Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak
kecil
b) Ketrampilan verbal
1. Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi
dengan emosi berlebihan, komunikasi tertutup
2. Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke,
trauma kepala
3. Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
c) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, lapas.

35
d) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri
e) Pengalaman masa lalu :
1. Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
2. Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi
anaknya
3. Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin
dan tak berperasaan
4. Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya - Mengalami penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien baik sebagai korban, pelaku
maupun saksi
5. Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
f) Konsep diri
g) Motivasi
h) Pertahanan psikologi
i) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang,
misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
c. Social Cultural
a) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai terutama pada masa
kanak-kanak
b) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal
sekolah
d) Pendapatan : Penghasilan rendah, putus sekolah atau gagal sekolah
e) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik dan
adanya stigma masyarakat, adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis dan
sihir serta adanya pengalaman keagamaan

36
h) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
i) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
j) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana, perang,
kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam pekerjaan dan kesulitan
mendapatkan pekerjaan
k) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif
dari masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negative
E. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada klien dengan Waham adalah terbiasa menolak makan,
tidak ada perhatian pada perawatan diri, Ekspresi wajah sedih dan ketakutan,
gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan dan bukan kenyataan, menghindar dari orang lain, mendominasi
pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
Direja (2011).
Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut: (Yusuf et
al., 2015)
a. Kognitif
a) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
b) Individu sangat percaya pada keyakinannya.
c) Sulit berpikir realita.
d) Tidak mampu mengambil keputusan.
b. Afektif
a) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Afek tumpul
c. Perilaku dan hubungan social
a) Hipersensitif
b) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c) Depresif
d) Ragu-ragu

37
e) Mengancam secara verbal
f) Aktivitas tidak tepat
g) Streotif
h) Impulsif
i) Curiga
d. Fisik
a) Kebersihan kurang
b) Muka pucat
c) Sering menguap
d) Berat badan menurun
e) Nafsu makan berkurang dan sulit tidur
Menurut Kaplan dan Shadok (dikutip pada Yusuf et al., 2015) :
a. Status Mental
a) Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b) Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c) Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan
identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
f) Klien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap,
kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b. Sensorium dan kognisi
a) Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang
memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b) Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)
c) Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.

38
d) Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien
adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang
direncanakan.
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
c. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi
berlebihan, ambivalen.
d. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
e. Fungsi sosial kesepian
Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.
f. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.
Menurut Kusumawati (2010) yaitu :
a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk, dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
b. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
c. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi
berlebihan, ambivalen.

39
d. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik gerakan
yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas,
katatonia.
e. Fungsi sosial kesepian
Isolasi sosial, menarik diri, dan harga diri rendah.
f. Respons neurobiologis
Gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.
F. KLASIFIKASI WAHAM
Klasifikasi waham menurut Yusuf (2015) terbagi menjadi 5 (lima), yaitu:
a. Waham Kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini direktur sebuah
bank swasta lho” atau “Saya punya beberapa perusahaan multinasional”
b. Waham Curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya tahu kalian semua memasukkan racun dimakanan saya”
c. Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau saya mau masuk
surga saya harus membagikan uang kepada semua orang”
d. Waham Somatik
Menyakinai bahwa tubuh atau bagian dari tubuhnya terganggu atau terserang
prnyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya, “Saya menderita penyakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan tanda-tanda kanker tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang penyakit kanker
e. Waham Nihilistik

40
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya,” ini
alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
G. SP WAHAM PASIEN
a. Tindakan keperawatan Ners untuk klien\
Tujuan : Klien mampu
a) Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat waham
b) Latihan orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang dan
tempat/lingkungan
c) Minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat, manfaat/keuntungan minum
obat, dan kerugian tidak minum obat.
d) Mengidentifikasi kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi akibat wahamnya,
memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
e) Melakukan kegiatan/aspek positif yang dipilih
1. Tindakan
1) Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham serta
melatih latihan orientasi realita
i. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham
ii. Menjelaskan cara mengendalikan waham dengan orientasi realita:
panggil nama, orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan.
iii. Melatih klien orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang
dan tempat/lingkungan.
iv. Melatih klien memasukan kegiatan orientasi realita dalam jadwal
kegiatan harian.
2) Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar
minum obat, manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak
minum obat.
i. Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis/nama obat,
dosis, frekwensi, cara, orang dan kontinuitas minum obat)

41
ii. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum
obat dengan klien
iii. Melatih klien cara minum obat secara teratur
iv. Melatih klien memasukan kegiatan minum obat secara teratur
kedalam jadwal kegiatan harian.
3) Melatih cara pemenuhan kebutuhan dasar
i. Menjelaskan cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
akibat wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.
ii. Melatih cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
akibat wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.
iii. Melatih klien memasukan kegiatan memenuhi kebutuhan kedalam
jadwal kegiatan harian.
4) Melatih kemampuan positif yang dimiliki
i. Menjelaskan kemampuan positif yang dimiliki klien
ii. Mendiskusikan kemampuan positif yang dimiliki klien
iii. Melatih kemampuan positif yang dipilih
iv. Melatih klien memasukan kemampuan positif yang dimiliki dalam
jadwal kegiatan harian.
H. SP WAHAM KELUARGA
a. Tindakan keperawatan Ners untuk Keluarga
Tujuan : Keluarga mampu
a) Mengenal masalah waham
b) Mengambil keputuasan untuk merawat klien waham
c) Merawat klien waham
d) Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien waham
e) Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien
waham dan mencegah kekambuhan
Tindakan
a) Menjelaskan klien waham
1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien waham

42
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya waham
b) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mugkin terjadi pada klien waham
1. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien
waham
2. Menganjurkan keluarga memutuskan merawat klien waham
c) Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien waham
1. Menjelaskan cara merawat klien waham
2. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
latihan orientasi realita
3. Memotivasi, membimbing, dan memberi pujian kepada klien untuk
minum obat dengan prinsip 6 benar
4. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuh karena waham dan
kemampuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
5. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk
latihan kemampuan positif yang dimiliki
d) Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang
terapeutik bagi klien waham
1. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
2. Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendorong perawatan
klien
3. Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lannya dalam
merawat klien
e) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
follow up, cara rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
1. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
2. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
3. Mengidentifikasi tanda- tanda relaps dan kemungkinan kambuh
4. Menjelaskan dan meganjurkan follow up dan merujuk ke pelayanan
kesehatan

43
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. DEFINISI
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan
diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria, 2009).
Defisit perawatan diri adalah keadaan ketika individu mengalami hambatan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend,
2010). Kurang perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami suatu
kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri
antara lain:
a. Makan
b. Mandi / hygiene
c. Berpakaian dan berhias
d. Toiletting
e. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi, menyetrika,
mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja, mengelola keuangan,
mengkomsumsi obat)
Menurut Poter Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

44
B. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri antara lain:
a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki bercukur,
pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makana tidak pada
tempatnya
d. Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air besar
atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak membersihakan diri
dengan baik setelah BAB/BAK
Tanda dan Gejala menurut Depkes (2000) pada klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a. Fisik
a) Badan bau, pakaian kotor.
b) Rambut dan kulit kotor.
c) Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
a) Malas, tidak ada inisiatif.
b) Menarik diri, isolasi diri.
c) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
c) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d) Cara makan tidak teratur

45
e) BAK dan BAB di sembarang tempat
C. ETIOLOGI
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut (Depkes, 2000;
Tarwoto dan Wartonah, 2000):
a. Faktor prediposisi:
a) Biologi
1. Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, diturunkan melalui kromosom
orangtua (kromosom keberapa masih dalam penelitian). Diduga
kromosom no.6 dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan
22. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan
terkena penyakit adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu
orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika kedua
orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35 persen.
2. Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan
kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15%
3. Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi
oksigen pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu
perokok, alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat
dewasa (25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan atrofi
kortek otak.
4. Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
5. Keadaan kesehatan secara umum: gangguan neuromuskuler, gangguan
muskuloskeletal, kelemahan dan kelelahan dan kecacatan,
6. Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan
trauma kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya.
Ketidakseimbangan dopamine dengan serotonin neurotransmitter

46
7. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3
kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu
fisiologi otak.
b) Psikologis
1. Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan
suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut
berpengaruh kepada proses kognitif sehingga anak mempunyai
intelegensi dibawah rata-rata dan menyebabkan kurangnya kemampuan
menerima informasi dari luar.
2. Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat
kerusakan yang mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan
berdampak kerusakan pada area broca dan area wernich.
3. Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu, misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun
di masayarakat
4. Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan
yang tinggi dan menutup diri
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
1) Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak
dengan anaknya, penilaian negatif yang terus menerus\
2) Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan
3) Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
4) Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
5) Kematian orang terdekat, adanya perceraian
6) Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat
miskin dan pengangguran, putus sekolah.

47
7) Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan
obat, perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan
alkhohol
8) Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negative
9) Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
10) Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah,
riwayat gangguan perkembangan sebelumnya
11) Self-control: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk
menyendiri
c) Sosial budaya
1. Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2. Gender: Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
3. Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau
gagal sekolah
4. Pendapatan: penghasilan rendah
5. Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
6. Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak
sosial, misalnya pada lansia)
7. Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya stigma
masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak dikenal
8. Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin
9. Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik
10. Pengalaman sosial: perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana,
kerusuhan. Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga
11. Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif dari
masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial tidak
diterima oleh masyarakat.

48
b. Faktor presipitasi
a) Biologi
1. Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak
(enchepalitis) atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal,
temporal dan limbic sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan
serotonin neurotransmitter
2. Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang
berdampak pada pemenuhan glukosa di otak yang dapat mempengaruhi
fisiologi otak terutama bagian fungsi kognitif
3. Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik,
kanker dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan
penampilan fisik
4. Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis
otak
b) Psikologis
1. Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus
frontal dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga
mempengaruhi kemampuan dalam memahami informasi atau mengalami
gangguan persepsi dan kognitif
2. Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami
kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara
3. Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik
atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak
diharapkan
4. Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik, ideal diri
tidak realistik, gangguan pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda,

49
ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan
usia)
5. Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk menyendiri dan
ketidakmampuan mempercayai orang lain
6. Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk melakukan aktivitas
7. Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi
sampai panik, menutup diri.
c) Sosial budaya
1. Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas
perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam penyelesaian
tugas perkembangan atau regresi ketahap perkembangan sebelumnya
2. Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan
peran gender (model peran negatif)
3. Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah dan
gagal sekolah
4. Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau tidak bekerja (PHK)
5. Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan terakhir tidak
mempunyai pendapatan atau terjadi perubahan status kesejahteraan
6. Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak mempunyai sistem
pendukung dan menarik diri
7. Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak
diharapkan
8. Kegagalan dalam berpolitik: kegagalan dalam berpolitik
9. Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan: perang, bencana,
kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan,
sumber-sumber personal yang tidak adekuat akibat perang, bencana.
10. Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial, diskriminasi dan
praduga negatif, ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain
d) Origin

50
1. Internal: Persepsi klien yang buruk tentang personal higiene, toileting,
berdandan dan berhias
2. Eksternal: Kurangnya dukungan sosial keluarga dan ketersediaan
alat/fasilitas
e) Time
1. Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat
2. Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap
3. Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor yang
lain saling berdekatan
f) Number
1. Sumber stress lebih dari satu (banyak)
2. Stress dirasakan sebagai masalah yang berat
c. Respons terhadap stresor
a) Kognitif
Mengatakan penolakan atau tidak mampu untuk membersihkan tubuh atau
bagian tubuh
1. Mengatakan malas melakukan perawatan diri
2. Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas
3. Kerusakan / gangguan perhatian
4. Kesadaran menurun
5. Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan
b) Afektif
1. Merasa malu, marah dan perasaan bersalah
2. Merasa tidak punya harapan
3. Merasa frustasi
c) Fisiologis
1. Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
2. Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
3. Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
4. Gangguan tidur

51
5. Kelemahan otot, kekakuan sendi
6. Adanya kecacatan
7. Badan kotor, bau, tidak rapi
d) Perilaku
1. Menggaruk badan
2. Banyak diam
3. Kadang gelisah
4. Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang
tepat untuk
5. dikenakan
6. Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat
e) Sosial
1. Menarik diri dari hubungan sosial
2. Kadang menghindari kontak/aktivitas sosial
d. Sumber koping
a) Personal ability
1. Tidak komunikatif dan cenderung menarik diri
2. Kesehatan umum klien, terdapat kecacatan,atau kelemahan otot
3. Ketidakmampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
4. Kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat
5. Pengetahuan tentang masalah perawatan diri
6. Kurang mampu melakukan perawatan diri
7. Integritas ego yang tidak adekuat
b) Social support
1. Tidak adanya orang terdekat yang mendukung keluarga, teman,
kelompok
2. Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat tidak adekuat
3. Kurang terlibat dalam organisasi sosial
4. Adanya konflik nilai budaya
c) Material asset

52
1. Penghasilan individu atau keluarga yang tidak mencukupi
2. Sulit mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Tidak memiliki pekerjaan
4. Tidak punya uang untuk berobat, tidak ada tabungan
5. Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang berharga
d) Positif belief
1. Tidak memiliki keyakinan dan nilai positif terhadap kesehatan
2. Tidak memilki motivasi untuk sembuh
3. Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
4. Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah

53
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN RISIKO BUNUH DIRI

A. DEFINISI
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati
(Yosep, 2007). Bunuh diri menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah
tindakan pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai
malaise multidimensional pada kebutuhan individual yang menyebabkan suatu
masalah di mana tindakan yang dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik. Bunuh
diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan
ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan
tekanan yang tidak dapat ditanggung, menyempitkan pilihan yang dirasakan dan
kebutuhan meloloskan diri; orang bunuh diri menunjukkan tanda-tanda penderitaan
(Kaplan & Saddock, 2010)
B. PENYEBAB
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi
secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
b) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
c) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.

54
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/
dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Isyarat
Perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri. Pada kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
a) Tanda dan gejala Isyarat Bunuh Diri Subyektif
Klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri
1. “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu
akan lebih baik tanpa saya.”
2. Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa
/ tidak berdaya.
3. Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
b) Tanda dan gejala Isyarat Bunuh Diri Obyektif
1. Sedih
2. Murung
3. Marah
4. Menangis
5. banyak diam
6. kontak mata kurang

55
7. emosi labil
8. Tidur kurang
b. Ancaman
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk
mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan
rencana bunuh diri, namun tidak disertai percobaan bunuh diri.
a) Tanda dan gejala ancaman bunuh diri subyektif
1. Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati
2. Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan
3. Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut.
b) Tanda dan gejala ancaman bunuh diri obyektif
1. Banyak melamun
2. menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri
3. Gelisah
4. mudah emosi
5. sedih
6. murung
7. Menangis
8. Jalan mondar-mandir
c. Percobaan
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan
diri dari tempat yang tinggi.
a) Tanda dan gejala percobaan bunuh diri subyektif:
1. “Saya mau mati!”
2. “Jangan tolong saya!”
3. “Biarkan saya!”

56
4. “Saya tidak mau ditolong!”
b) Tanda dan gejala percobaan bunuh diri obyektif
Klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi,
membenturkan kepala, dan emosi labil.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko Bunuh Diri
E. TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PERCOBAAN BUNUH DIRI
Tindakan keperawatan yang dilakukan bertujuan agar klien tetap aman dengan
tidak menciderai diri sendiri dan dapat melatih cara mengendalikan diri dari
dorongan bunuh diri dengan membuat daftar aspek positif diri sendiri.
a. Tindakan Keperawatan generalis (SP)
a) Tindakan Keperawatan generalis pada klien:
1. Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk)
2. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya
(lingkungan aman untuk pasien)
3. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar
aspek positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang
dimiliki
4. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar
aspek positif keluarga dan lingkungan, latih afirmasi/berpikir aspek
positif keluarga dan lingkungan
5. Mendiskusikan harapan dan masa depan
6. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masa depan
7. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
8. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
b) Tindakan Keperawatan generalis pada keluarga klien (SP)
Percobaan Bunuh diri Tindakan keperawatan ini bertujuan agar keluarga
berperan serta merawat dan melindungi anggota keluarga yang mengancam

57
atau mencoba bunuh diri dan pada tahapan lebih lanjut mampu mengenal
tanda gejala dan proses terjadinya resiko bunuh diri. Tindakan keperawatan
ini meliputi:
1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko
bunuh diri (gunakan booklet)
3. Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan
5. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
6. Positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
7. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa
depan serta langkah- langkah mencapainya
8. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk
mencapai harapan masa depan
9. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan.
c) Terapi Generalis Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan resiko bunuh
diri adalah: TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah, meliputi
kegiatan mengidentifikasi kemampuan/hal positif pada diri dan melatih
kemampuan/hal positif pada diri.
2. Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien Resiko bunuh diri
d) Intervensi Spesialis
1. Cognitive Therapy
2. Cognitive Behavior Therapy
3. Terapi supportif
4. Family Psychoeducation (FPE)

58
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Departemen Kesehatan RI., 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan
Keperawatan, Jakarta : Depkes RI.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis
Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC.
Direja, A. (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
FIK UI. (2016). Standar asuhan keperawatan jiwa. Workshop Keperawatan Jiwa ke-X
Fakultas Ilmu Universitas Indonesia Depok.
FIKUI. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 2014. Workshop
Keperawatan Jiwa ke -8, Depok. 21 Agustus 2014. Program Studi Ners Spesialis
I Keperawatan Jiwa
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama.
Keliat, B. A., 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan
Jiwa : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic
Course. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa Komunitas Desa
Siaga: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Keliat, Farida Kusumawat., 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : Salemba
Medika.

59
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC.
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000 Wilkinson,
J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
Kusumawati, H. (2010). Buku Ajar Keperawwatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
(terjemahan). Cetakan I. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. 2016. Depok: Universitas Indonesia
Stuart & Laraia. (2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth Edition.
Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA
Stuart, G. W., Sundeen, JS., 1998, Keperawatan jiwa (Terjemahan), alih bahasa: Achir
Yani edisi III. Jakarta : EGC
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia:
Elsevier Mosby.
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia:
Elsevier Mosby.Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan
Stuart, GW, Laraia, M.T., 2001, Principle and Practice of Pshychiatric Nursing, Edisi
7, Mosby, Philadelpia.
Stuart, GW. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari Pocket Guide to
Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh. Jakarta: EGC
TIM Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa. (2016). Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan
& Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (1st
ed.). Jakarta: Salemba Medika.

60

Anda mungkin juga menyukai