Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PROJECT INOVASI

SARUNG TANGAN RESTRAIN UNTUK PASIEN


POST PCI DI RADIAL DIRUANG ICVCU
RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Ners


Di Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

DISUSUN OLEH :

FRIDA AMELIA E (SN181068)


SYLVIA ROSALINA (SN181170)
VIDIA PUTPITA S (SN181176)
AULIAUR ROKHIM (SN181023)
YUNI MUSTIKA (SN181191)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular) merupakan


penyebab kematian tertinggi di dunia maupun di Indonesia. Penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat
menyebabkan gangguan kualitas hidup dan memperpendek harapan hidup
(Wong, 2014). Data dari WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,5 juta orang
pertahun di dunia meninggal karena penyakit jantung dan pembuluh darah.
Di Indonesia belum ada angka yang tepat, tetapi data dari RS Pusat
Jantung dan Pembuluh Darah Nasional “Harapan Kita” rata-rata hampir
sekitar 15-20 pasien dirawat tiap harinya dan sekitar 350-400 yang berobat
ke poliklinik (Dakota, 2010). Pasien yang dilakukan pemeriksaan
kateterisasi sekitar 25-30 pasien perhari, operasi bypass koroner rata-rata 4
pasien perhari, operasi katup jantung 2 pasien perhari, kelainan bawaan
pada bayi/anak 2-4 pasien perharinya (Joesoef, 2010).
Jantung koroner umumnya disebabkan antara lain karena hipertensi
dan kolesterol tinggi yang juga merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya serangan jantung akibat penebalan bagian dalam pembuluh
darah (atherosclerosis). Setelah menjalani pengobatan medis beberapa
pasien PJK merasa khawatir akibat angina (nyeri dada), mudah depresi
dan marah, kehilangan harapan, produktivitas menurun, gangguan tidur,
dan menurunnya gairah seksual. Namun, ada juga pasien yang tidak
mengalami masalah-masalah tersebut (Ginting et al, 2011).
Komplikasi PCI/PTCA yang timbul dibagi menjadi komplikasi
mayor dan minor. Komplikasi mayor antara lain: reoklusi akut, miokard
infark, disritmia, pendarahan hebat di selangkangan, diseksi aorta,
tamponade jantung, gagal jantung akut, bahkan kematian. Sedangkan
komplikasi minor antara lain: oklusi cabang pambuluh darah koroner,
hipotensi, kehilangan darah, thrombus arteri, emboli koroner dan sistemik,
dan penurunan fungsi ginjal karena media kontras (Nuray et al, 2010).
Setelah dilakukan pemasangan PCI pasien dianjurkan untuk berbaring,
kaki atau tangan tidak diperbolehkan dilipat, kepala diperbolehkan
memakai bantal, selama 2 - 6 jam, hal ini bertujuan agar tidak ada
pendarahan pada bagian kaki atau tangan yang di gunakan untuk
memasukkan ring jantung (PERKI, 2016).
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu
tersebut, tanpa ijin individu tersebut, untuk membatasi kebebasan gerak
dari individu. Kekuatan fisik ini menggunakan alat medis, tenaga manusia
ataupun kombinasi keduanya. Pengekangan fisik menggunakan
pengekangan mekanik, seperti manset pada pegelangan tangan dan kaki,
serta sprey untuk pengekangan. Restrain tenaga manusia dilakukan ketika
anggota staf secara fisik mengendalikan pasien dan memindahkan pasien
ke ruangan (Sulistyowati & Prihartini, 2014).
Tindakan restrain jika dilakukan dengan tidak benar akan
menyebabkan cedera fisiologis dan psikologis. Pasien dengan kondisi
restrain seharusnya dilakukan observasi setiap 15 menit untuk dilakukan
pemantauan hygiene, sirkulasi, respiratory, aktivitas, satatus mental dan
tanda-tanda vital. Pasien restrain setiap 2 jam seharusnya dilakukan latihan
latihan gerak pada extremitasnya dengan ROM (Kandar, 2014).
Berdasarkan hasil observasi di ruang ICVCU RSUD Dr Moewardi
pasien dengan post pemasangan PCI rata rata pasien lupa terhadap anjuran
dokter untuk tidak melipat tangan atau kaki pada yang digunakan untuk
pemasangan PCI. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat sarung
tangan restrain untuk pasien post pci di radial.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membuat projek inovasi untuk menganalisa penggunaan sarung
tangan restrain untuk pasien post PCI di radial.
2. Tujuan Khusus
a. Membuat pasien lebih nyaman dalam pengguanaan restrain.
b. Untuk menciptakan strategi baru alat untuk membantu memberikan
perawatan post PCI yang lebih optimal.

C. Manfaat
1. Manfaat bagi rumah sakit
Diharapkan project inovasi ini dapat dipertimbangkan oleh rumah
sakit mempertimbangkan untuk menerapkan penggunaan sarung
tangan restrain untuk pasien PCI.

2. Manfaat bagi institusi


Diharapkan project inovasi ini dapat dijadikan sebagai alat peraga
untuk pembelajaran di akademik sebagai macam-macam alat restrain.

3. Manfaat bagi profesi keperawatan


Diharapkan project inovasi ini dapat pelaksanaan tindakan
keperawatan invasif sesuai teori prosedur yang benar.

4. Manfaat untuk penulis lain


Diharapkan project inovasi ini dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan dalam pengembangan penelitian mengenai restrain.
BAB II
ISI

A. KONSEP INOVASI
1. Restrain
a) Pengertian
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik
atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut
meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan
kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini
merupakan intervensi yang terakhir jika perilaku klien sudah tidak
dapat diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun
modifikasi lingkungan (Riyadi, 2009).
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu
tersebut, tanpa ijin individu tersebut, untuk membatasi kebebasan
gerak dari individu. Kekuatan fisik ini menggunakan alat medis,
tenaga manusia ataupun kombinasi keduanya. Pengekangan fisik
menggunakan pengekangan mekanik, seperti manset pada pegelangan
tangan dan kaki, serta sprey untuk pengekangan. Restrain tenaga
manusia dilakukan ketika anggota staf secara fisik mengendalikan
pasien dan memindahkan pasien ke ruangan (Sulistyowati & Prihartini,
2014).

b) Tujuan restrain
Tujuan pemasangan restrain antara lain menurut Kozier et.al
(2012) adalah:
1. Memfasilitasi klien menerima terapi
2. Memungkinkan pengobatan berjalan lancar tanpa gangguan dari
klien
3. Menghindari cedera
4. Membatasi pergerakan klien.
c) Jenis restrain
Menurut Hockembery dan Wilson (2009) terdapat berbagai
jenis restrain yang sering perawat gunakan yaitu:
1. Restrain jaket
Alat ini digunakan sebagai alternative agar anak tidak
memanjat keluar dari tempat tidur atau menjaga keselamatan anak
dari kursi.Jaket yang digunakan diberi ikatan tali dibagian
belakang sehingga anak tidak dapat membuka, tali panjang
diikatkan ditempat tidur sehingga anak tetap ditempat tidur dan
mempertahankan posisi horizontal sesuai tujuan terapi.
2. Restrain mummy atau bedong
Alat ini digunakan pada bayi dan anak yang masih kecil
untuk mempertahankan dan mengendalikan gerakan anak. Selimut
atau kain dibentangkan ditempat tidur dengan satu ujung dilipat,
bayi diletakan diatas selimut tersebut dengan bahu berada dilipatan
dan kaki kearah sudut yang berlawanan. Lengan kanan lurus
kebawah searah dengan badan dan kain dibentangkan melintasi
bahu anak. Lengan kiri diluruskan searah badan dan sisi kiri
selimut dikencangkan melintang bahu dan dada. Kemudian dikunci
dibawah badan anak. Sudut bagian bawah dilipat dan ditarik kearah
tubuh dan diselipkan atau dikencangkan dengan pin pengaman.
Restrain mummy dapat digunakan untuk mengembalikan gerakan
anak saat pemeriksaan dan pengobatan pada daerah leher, kepala,
seperti fungsi vena, pemeriksaan tenggorokan atau pemasangan
infus.
3. Restrain lengan atau kaki
Alat ini digunakan untuk memberikan immobilisasi satu
ekstermitas atau lebih guna pengobatan atau prosedur tindakan
untuk memfasilitasi penyembuhan. Terdapat jenis restrain yang
dapat digunakan untuk kaki dan tangan misalnya restrain
pergelangan tangan. Perlu diperhatikan restrain yang digunakan
harus sesuai dengan badan anak, dilapisi bantalan untuk mencegah
tekanan, konstriksi, dan cedera jaringan. Pengamatan pada restrain
yang diletakan pada ekstermitas perlu sering diperhatikan adanya
tanda-tanda iritasi dan gangguan sirkulasi.
4. Restrain siku
Alat ini digunakan untuk mencegah anak menekuk siku
atau meraih muka atau kepala. Restrain fisik ini diikat pada bagian
bawah axila sampai pergelangan tangan dengan sejumpah kantong
vertical tempat dimasukan depressor lidah. Restrain dilingkarkan
diseputar lengan dan direkatkan dengan plester. Pemasangan pin
pada bagian atas lengan perlu diperhatikan agar restrain tidak
melorot.

d) Indikasi Restraint
Indikasi penggunaan restrain (Hockembery dan Wilson, 2009) :
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan
dirinya sendiri dan atau orang lain.
2. Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat
di rumah sakit.
3. Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang
berhubungan dengan kelangsungan hidup pasien.
4. Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak
restriktif tidak berhasil/tidak efektif untuk melindungi pasien, staf,
atau orang lain dari ancaman bahaya.

e) Prosedur Sebelum dan Setelah Aplikasi Restraint


1. Inspeksi tempat tidur, tempat duduk, restraint, dan peralatan
lainnya yang akan digunakan selama proses restraint mengenai
keamanan penggunaannya.
2. Jelaskan kepada pasien mengenai alasan penggunaan restraint.
3. Semua objek / benda yang berpotensi membahayakan (seperti
sepatu, perhiasan, selendang, ikat pinggang, tali sepatu, korek api)
harus disingkirkan sebelum restraint diaplikasikan.
4. Setelah aplikasi restraint, pasien diobservasi oleh staf.
5. Kebutuhan pasien, seperti makan, minum, mandi, dan penggunaan
toilet akan tetap dipenuhi.
6. Secara berkala, perawat akan menilai tanda vital pasien, posisi
tubuh pasien, keamanan restraint, dan kenyamanan pasien.
7. Dokter harus diberitahu jika terdapat perubahan signifikan
mengenai perilaku pasien (Manohar, 2010).

2. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


a) Pengertian
Kateterisasi (berasal dari kata cardiac catheterization, atau
kateterisasi jantung dan disingkat menjadi kateterisasi) adalah tindakan
memasukkan selang kecil (kateter) ke dalam pembuluh darah arteri
atau vena dan menelusurinya hingga ke jantung, pembuluh darah
lainnya dan organ lain yang dituju dengan bantuan sinar X (PERKI,
2016). PCI adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus
danmelebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan
memakai kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent.
Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera,
sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga
kerusakan otot jantung dapat dihindari (Sudoyo et al, 2010). Intervensi
koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark
miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik (Sudoyo et al,
2010 & Fauci et al, 2010). PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan
obatfibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, danaplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya
di beberapa rumah sakit (Sudoyo, 2010 & Crawford, 2009).

b) Fungsi PCI
Pemasangan PCI berfungsi untuk memperbaiki penyempitan dan
sumbatan pada pembuluh darah koroner di jantung, yang dilakukan
dengan cara balonisasi dan atau pemasangan ring (stent) (TIM UPF
DI-INB PJNHK, 2010). PCI dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang dan menurunkan risiko kekambuhan serta dapat
menurunkan kejadian infark, vaskularisasi menjadi membaik, dan
komplikasi perdarahan menjadi berkurang (Patel et al, 2010).

c) Indikasi Pemasangan PCI


Indikasi dilakukannya tindakan PCI/IKP yaitu adanya sindroma
koroner akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) atau sindroma
koroner akut tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI). Dikatakan
STEMI jika ditemukan angina akut yang disertai elevasi segmen ST.
Dikatakan NSTEMI jika terdapat angina dan tidak disertai dengan
elevasi segmen ST yang persisten (< 20 menit). Pada NSTEMI dan
angina pectoris stabil tindakan PCI bertujuan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas koroner (PERKI, 2016).

d) Komplikasi PCI
1) Komplikasi Arteri Koroner
Diseksi dan penutupan pembuluh darah mendadak setelah
PCI (acute vessel closure). Kematian pasien saat PCI elektif
kebanyakan berkaitan dengan menutupnya pembuluh darah secara
mendadak sehingga menyebabkan kegagalan fungsi ventrikel kiri
dan hemodinamik tidak stabil. Resiko tersebut meningkat seiring
dengan kompleksitas lesi. Prosedur yang menyebabkan diseksi,
panjangnya stent, dan banyaknya jumlah stent yang ditempatkan
serta diameter lumen berkaitan dengan kemungkinan stent
thrombosis (Pitaningrum, 2016).
2) Intramural hematoma
3) Perforasi
Perforasi adalah penetrasi secara anatomi integritas tunika
adventitia sampai arteri perikard sehingga menyebabkan
ekstravasasi darah, sampai menuju miokard, perikard atau ruang
jantung. Disebabkan oleh balon yang terlalu besar atau stent,
rupture balon, paska dilatasi stent secara agresif, terapi laser,
rotablasi, atau guidewire yang keluar. Resiko tinggi perforasi pada
wanita, usia lanjut, CABG sebelumnya, PCI pada keluhan yang
tidak stabil, tortuous, kalsifikasi dan arteri kecil, penggunaan IVUS
dan intervensi CTO (De Palma R, et al. 2012).
4) Emboli udara
Terjadinya emboli udara pada PCI cukup berbahaya. Data
retrospektif menunjukkan emboli udara disebabkan tehnik yang
tidak tepat (De Palma R, et al. 2012).
5) Oklusi side branch – stent jail
6) Komplikasi saat stenting
a. Stent gagal mengembang (failure of stent deployment)
b. Stent thrombosis
7) Spasme koroner
Vasospasme arteri koroner pada konteks PCI adalah
mengecilnya lumen arteri sementara > 50% dan reversible serta
respon terhadap pemberian nitrat. Bisa terjadi pada pasien
sindroma koroner akut dan Prinzmetal angina. Mekanismenya
disebabkan disfungsi endotel dan hiperresponsif otot polos tunika
media sampai dengan stimulus vasokonstriktor. Spasme koroner
yang berat bisa mengganggu TIMI flow, dan sering berkaitan
dengan cedera pembuluh darah (diseksi, thrombus, perforasi),
namun masih bisa diatasi dengan nitrogliserin dosis tinggi atau
calcium channel antagonist (De Palma R, et al. 2013).

3. Desain
Sarung tangan restrain untuk pasien post PCI di radial berbentuk
sarung tangan seperti sarung tangan pemanggang. Sarung tangan ini
didesain bagian luar menggunakan kain perlak, bagian dalamnya
menggunakan kain halus yang diisi dengan dakron dan triplek . Bagian
samping terdapat 2 perekat dibagian pergelangan terdapat tali yang
dilengkapi 1 buah selot serta dibagian atas terdapat 1 buah tali kanan dan
kiri.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sarung tangan untuk
pasien post PCI bagian luar menggunakan kain perlak dengan tujuan agar
mudah dibersihkan dan tahan air, bagian dalam menggunakan kain halus
yang diisi dengan dakron yang bertujuan agar pasien merasakan hangat
dan nyaman serta bagian bawah dilengkapi triplek yang berguna sebagai
pengalas agar pergelangan tangan yang terpasang PCI tidak tertekuk.
Bagian samping terbuka bertujuan untuk memudahkan dalam
memasukkan tangan dan 2 buah perekat yang bertujuan untuk mengunci.
Terdapat 2 tali pada bagian atas dan pergelangan, pada bagian atas
bertujuan untuk merestrain ke bed pasien, pada bagian pergelangan
berfungsi untuk mengunci.
4. Biaya
a) Kain Perlak
25.000/meter
b) Tali
15.000/gulung
c) Dakron
5000/ons
d) Triplek
35.000/meter
e) Kain Halus
15.000/meter
f) Perekat
5000/meter
g) Selot
1500/biji

5. Kelebihan :
a. Sebagai alat kontrol untuk pasien post pemasangan PCI
b. Mudah untuk digunakan
c. Dapat sebagai penghangat tangan
d. Biaya terjangkau
e. Dapat sebagai pengganti restrain pada jari

6. Kekurangan
a. Bahan yang digunakan masih sederhana
b. Produksinya masih sedikit
B. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Standar Operasional Prosedur


Restrain Sarung Tangan Post PCI

Tahapan Fase Prosedur


Fase Pra Interaksi 1. Menyiapkan pasien yang akan
dipasang restrain.
2. Menyiapkan alat restrain yang
akan digunakan.
Fase Orientasi 1. Mencuci tangan
2. Mengucapkan salam
3. Memperkenalkan diri
4. Menjelaskan maksud dan
tujuan
5. Menjelaskan prosedur
6. Memberikan kesempatan
pasien/ keluarga untuk bertanya
7. Menanyakan kesiapan pasien
Fase Kerja 1. Memposisikan pasien pada bed
dalam keaadaan rileks
2. Ikat atau berikan restrain pada
tangan yang akan dilakukan
restrain
3. Ikat dengan cara membuat
simpul, kemudian ikatkan pada
lubang dibawah tempat tidur
4. Pada saat mengikat gunakan
satu jari untuk menahan agar
tidak terlalu kuat
5. Hindari mengikat restrain pada
side rail tempat tidur
6. Amankan restrain dari
jangkauan pasien
7. Sesuaikan keamanan dan
kenyamanan sesuai kebutuhan
pasien
8. Memeriksa tanda vital
(capillary refill dan pulse
proximal dilengan untuk
mengetahui sirkulasi pasien)
9. Selalu monitor pada area yang
diikat
Fase Terminasi 1. Melakukan evaluasi pada
pasien setelah dipasang restrain
2. Memberikan RTL
3. Berpamitan
4. Mencuci tangan

C. HASIL
Pasien di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi yang telah dilakukan PCI
(Percutaneous Coronary Intervention) restrainnya hanya menggunakan plester
yang diikatkan pada jari dan diberi tali disela sela jari kemudian diikat pada
bad, cara ini dirasa kurang nyaman untuk pasien post PCI.
Dari permasalahan di atas kami menciptakan project inovasi pembuatan
sarung tangan restrain pada pasien post PCI di radial. Sarung tangan dibuat
lebar supaya semua ukuran tangan pasien dapat masuk, kemudian ditambahkan
dakron dan triplek pada bagian dalam dan diberi lubang pada ujung tangan
yang berfungsi untuk mengecek capillary rafill test dan saturasi.
Implementasi pertama dilakukan pada tanggal 31 juli 2019, pada pasien
tersebut terdapat kelemahan pada project inovasi yaitu bentuk yang terlalu
kecil sehingga mengalami kesulitan saat memasukkan tangan. Inovasi ini
direspon baik oleh petugas kesehatan yang berada di ruang ICVCU RSUD Dr.
Moewardi dan memberikan saran yaitu ukuran lebih diperbesar lagi supaya
dapat digunakan oleh pasien yang memiliki ukuran tangan yang besar dan
diberikan spalek (triplek) yang berguna sebagai pengalas agar pergelangan
tangan yang terpasang PCI tidak tertekuk.

Dari kelemahan tersebut kami memperbaiki project inovasi dengan


merubah desain dengan memberi lubang pada samping sehingga memudahkan
dalam memasukkan tangan dan menambahkan triplek untuk alasnya dan kita
implementasikan lagi.
Implementasi kedua dilakukan pada tanggal 5 agustus 2019 pada pasien
post PCI, pasien merespon baik dengan mengatakan lebih nyaman
menggunakan project inovasi sarung tangan post PCI di bandingkan dengan
menggunakan restrain jari.

D. PEMBAHASAN
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat – alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Alat tersebut meliputi
penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat.
Pasien post PCI dianjurkan untuk berbaring, kaki atau tangan tidak
diperbolehkan dilipat, kepala diperbolehkan memakai bantal, selama 2 - 6 jam,
hal ini bertujuan agar tidak ada pendarahan pada bagian kaki atau tangan yang
di gunakan untuk memasukkan ring jantung (PERKI, 2016). Tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencegah pendarahan pada pasien post PCI yaitu
dilakukan restrain pada pergelangan tangan supaya pasien tidak dapat
menekuk tangan.
Dalam penelitian Mahgoub et al, 2013 menyatakan bahwa ambulasi 4
jam setelah pemasangan PCI dapat mengurangi nyeri punggung,
ketidaknyamanan saluran kemih dan meningkatkan kesejahteraan umum
pasien. Namun, efek ambulasi awal dapat menyebabkan nyeri pada tusukan,
pendarahan di lokasi tusukan. Pemberian pembatasan gerak pada pasien post
PCI bertujuan untuk meminilaisir terjadinya pendarahan setelah dilakukan
pemasangan PCI pada kaki maupun tangan pasien. Menurut Yaounis &
Ahmed (2017) dalam penelitiannya penggunaan restrain dengan mengunakan
bahan kasa gulung sebanyak 24 responden (80%). Penggunaan kasa gulung
untuk pengekangan dilakukan pada daerah pergelangan tangan atau
pergelangan kaki sehingga dapat menyebabkan memar, kemerahan serta
pembengkakan pada daerah yang dipasang restrain. Hal ini dikarenakan
kurangnya produk pengekangan fisik (restrain) serta karena harganya
dianggap mahal, hasil ini didukung oleh Kandeel et al (2013), yang
menyatakan bahwa bahan pengekangan fisik (restrain) khusus dianggap
sebagai bahan yang mahal.
Sarung tangan restrain untuk pasien post PCI ini dibuat menyerupai
sarung tangan yang diberikan tali penghubung dengan tujuan untuk
meminimalkan gerak pada pasien dengan post PCI. Alat inovasi ini
diharapkan sangat bermanfaat untuk membantu mengurangi terjadi
pendarahan pada pasien post PCI dan meningkatkan kenyamanan pada pasien.
Keunggulan dari desain alat ini adalah mudah digunakan dan dapat sebagai
pengganti restrain pada jari serta biaya pembuatan juga terjangkau.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sarung tangan restrain untuk pasien PCI adalah alat inovasi yang
berbentuk seperti sarung tangan yang diberi tali pengikat dengan tujuan
untuk mencegah pendarahan pada pasien post PCI.
2. Sarung tangan restrain untuk pasien PCI, digunakan dengan cara
memasukkan tangan pada sarung tangan dan kemudian diikatkan pada
bed pasien.
3. Sarung tangan restrain untuk pasien PCI dibuat supaya pasien menjadi
lebih nyaman.

B. Saran
1. Saran bagi rumah sakit
Rumah sakit dapat mempertimbangkan untuk menerapkan
penggunaan sarung tangan restrain untuk pasien PCI.

2. Saran bagi institusi


Hasil inovasi dapat dijadikan sebagai alat peraga untuk
pembelajaran di akademik sebagai macam macam alat restrain.

3. Saran bagi profesi keperawatan


Sebagai inovasi dibidang keperawatan dalam hal pelaksanaan
tindakan keperawatan invasif sesuai teori prosedur yang benar.

4. Saran untuk penulis lain


Menggembangkan alat inovasi yang telah dibuat dalam segi bentuk
alat desain dengan menggunakan bahan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Crawford, Michael H. (2009). Current Diagnosis & Treatment Cardiology Thiird


Edition. UnitedSates of America. The McGraw-Hill Companies.
Dakota. (2010). Kateterisasi Jantung di RS Harapan Kita. Diakses 06 Juli 2019
pukul 08.30 WIB. http://posredaksi.co.id.
De Palma R, Christian R, Adel A, Olivier M, Tito K, Eric E. (2012). The
prevention and management of complications during percutaneous
coronary intervention Chapter 24. Europa Organisation. Diakses pada
tanggal 8 agustus 2019 pulul 22.15 WIB.
http//www.pcronline.com/eurointervention/textbook/pcr-
textbook/chapter/3-24.php.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. (2010). 17th
Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales :
McGrawHill.
Ginting H, Naring G, Veld WM, Srisayekti W, Becker ES. (2013). Validating the
Beck Depression Inventory-II in Indonesia’s general population and
coronary heart disease patient. International Journal of Clinical and
Health Psychology, 13:235-42.
Hockenberry, J.M. & Wilson, D. (2009). Essentials of pediatric nursing. St.Louis:
Mosby An Affilite of Elsevier.
Joesoef, Andang. (2010). Gagal jantung. PJNHK. Ethical Digest, no.29, Th IV.
Diakses 06 Juli 2019 pukul 08.50 WIB.
http://pjnhk.go.id/content/view/566/1/.
Kandar. (2014). Efektivitas Tindakan Restrain Pada Pasien Perilaku Kekerasan
Yang Menjalani Perawatan Di Unit Pelayanan Intensif Psikiatri (UPIP)
RSJ Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Prosiding PPNI II tahun
2014. www.ppnijateng.or.id/page1.
Kandeel, N A & Attia, A K. ( 2013). Physical restraints practice in adult intensive
care units in Egypt. Nursing and Health Sciences 15, 79–85.
Kozier, B., et al. (2012). Fundamental of Nursing: Concepts, Process and
Practice. (7thed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Manohar R. (2010). Manual of operations restraints.
Mahgoub, A., Mohamed, W., Mohammed, Mona., Aziz, M A., Kishk, Y. (2013).
Impact of Early Ambulation on Patients' Outcome Post Transfemoral
Coronary Procedures, at Assiut University Hospital. Journal of Education
and Practice. Vol.4, No.28. ISSN 2222-1735 (Paper), ISSN 2222-288X
(Online).
Nuray, E., Umman, S., Arbal, M., Altok, M. G., Enuzun, F., Uysal, H., Ncekara,
E., Ulusoy, S., & Baran, A. E. (2010). Nursing Care Guidelines in
Percutaneous Coronary and Valvular Intervention. Turkish Society of
Cardiology. ISBN 9944-5914-2 -4.
Patel, M. R., Smalling, R. W., Thiele, H., Barnhart, H. X., Zhou, Y., Chandra, P.,
& Ohman, E. M. (2011). Intra-aortic balloon counterpulsation and infarct
size in patients with acute anterior myocardial infarction without shock:
The CRISP AMI randomized trial. JAMA, 306(12), 1329–1337.
Pitaningrum, Y. (2016). Komplikasi Intervensi Koroner Perkutan. Jurnal
Kedokteran, 5(4): 32-37 ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154.
Riyadi S dan Purwanto T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
PERKI. (2016). Panduan praktik klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit
jantung dan pembuluh darah, edisi pertama. ISBN 978-602-7885-43-1.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Sulistyowati, D.W. & Prihantini, E. (2014).Kefektifan Penggunaan Restrain
Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal
POLTEKES. Surakarta. Volume 3. No. 2. November 2014.
Tim UPF DI-INB PJNHK. (2010). Diagnostik invasif dan intervensi non-bedah di
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Diakses pada tanggal 8 Agustus
2019 pukul 21.40 WIB di http://www.pjnhk.go.id .
Wong WD. (2014). Epidemiological studies of CHD and the evolution of
preventive cardiology. Nature. 11:276-289.
Younis, G A & Ahmed, S A S. (2017). Physical Restraint and Maintenance of
critically ill patient's safety in Intensive Care Unit: Effect of Clinical
practiceguidelines on nurse's practice and attitude. Journal of Nursing and
Health Science (IOSR-JNHS). Volume 6, Issue 4 Ver. VII. e-ISSN:
2320–1959.p- ISSN: 2320–1940.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai