Anda di halaman 1dari 80

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN


MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN CA BULLI DENGAN
INTERVENSI KATETERISASI IRIGASI POST TURBT DI RUANG
RAWAT INAP LT 4 SELATAN GEDUNG TERATAI RSUP
FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SARTO, S.Kep

1406649971

FAKULTAS
ILMUKEPERAWATAN PROGRAM
PROFESI NERS DEPOK
JUNI 2017

Universitas Indonesia
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN


MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN KANKER BULLI
DENGAN INTERVENSI KATETERISASI IRIGASI POST TURBT DI
RUANG RAWAT INAP LT 4 SELATAN GEDUNG TERATAI RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

SARTO, S.Kep

1406649971

FAKULTAS
ILMUKEPERAWATAN PROGRAM
PROFESI NERS DEPOK
JUNI 2017

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT


PERKOTAAN PADA PASIEN KANKER BULLI DENGAN INTERVENSI
KATETERISASI IRIGASI POST TURBT DI RUANG RAWAT INAP LT 4 SELATAN
GEDUNG TERATAI RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar
Ners

SARTO, S.Kep

1406649971

FAKULTAS
ILMUKEPERAWATAN PROGRAM
PROFESI NERS DEPOK
JUNI 2017

ii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
2017

iii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
iv
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dengan judul
“Analisa Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Ca Buli dengan intervensi kateter irigasi post TURBT di LT4
Selatan RSUP Fatmawati tepat pada waktunya.

Saya menyadari bahwa banyak pihak yang turut membantu dan memberikan
bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan KIAN ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih khususnya kepada Ibu Ns Dikha Ayu Kurnia, S.Kep.,
M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga dan pikiran dalam mengarahkan saya untuk menyelesaikan KIAN ini.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada :

Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia beserta jajaran civitas akademiknya.

Ibu Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp.,M.A.R.S selaku dosen penguji yang telah
memberikan banyak masukan yang membangun untuk KIAN ini.

Ibu Ns Indah Setia Pertiwi, S.Kep selaku penguji dan CI ruangan yang telah
memberikan waktu dan tenaganya untuk membimbing.

Ibu Ns Shanti Farida Rachmi, S.Kep., M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku koordinator mata


ajar Tugas Akhir yang telah memberikanarahan dalam penugasan KIAN ini.

5. Pipin Anita selaku istri yang setia dalam memberi motivasi selama
perkuliahan.

6. Orang tua dan adik-adikku yang senantiasa mendoakan dan membantu


penyelesaian tugas Akhir ini.

v
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
7. Sahabat dan teman-teman profesi angkatan 2016 yang selalu meluangkan
waktu dan memberi motivasi dalam penyelesaian KIAN ini.

8. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan tugas Akhir ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan
yang diberikan kepada saya. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan KIAN ini
masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu segala kritik dan saran yang
membangun saya harapkan agar dapat berkarya lebih baik lagi. Semoga karya
Ilmiah Akhir ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Depok, Juni 2017

Penulis

vi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
ABSTRAK
Nama : Sarto

Program studi : Profesi Ners

Judul : Analisa Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan pada Pasien Ca Buli dengan Intervensi Kateter irigasi
di LT4 Selatan RSUP Fatmawati

Ca buli merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan, faktor


resiko pada individu perkotaan meliputi lingkungan, gaya hidup dan asupan
makanan yang mengandung amin aromatik, benzena, dan zat karsinogen lainnya.
Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan
keperawatan pada ca buli dengan kateterisasi post TURBT. Pencegahan infeksi
saluran kencing pada pasien dengan kateterisasi irigasi dilakukan dengan cara
perawatan kateter perhari serta teknik aseptik dalam intervensi keperawatan.
Perawatan dengan menggunakan chlorhexidin 2% mampu mencegah komplikasi
infeksi akibat kateter.

Kata kunci: ca buli, kateter, infeksi, pencegahan

Pembimbing

Ns Dikha Ayu Kurnia, S.Kep, Sp. Kep.MB

viii
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
ABSTRACT
Name : Sarto
Study Program : Ners
Title :Analysis of Comunity Nursing Practice Urban in Patient
Bladder Cancer with Intervention Irrigation Cathteter in 4th
Ward South Fatmawati hospital

Bladder cancer is the most problem people who live in city, environment, smoke
and lifestyle is risk factor who get bladder cancer. This paper aims to show how
to care patient with bladder cancer on bladder irrigation with cathteter. To
prevention cathteterisation associated urinary tract infection by doing care of
cathteter everyday using chlorhexidin 2%. To reduce urinary tract infections.

Key word: bladder cancer, catheter, infected, prevention

Pembimbing

Ns Dikha Ayu Kurnia, S.Kep, Sp. Kep.MB


DAFTAR ISI

ix
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
UNIVERSITAS INDONESIA...........................................................................................1
UNIVERSITAS INDONESIA...........................................................................................ii
UNIVERSITAS INDONESIA...........................................................................................ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS......................................Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN..................................................Error! Bookmark not defined.

HALAMAN BEBAS HAK ROYALTIError! Bookmark not defined.

ABSTRACTix
x

Konsep Ca BulliError! Bookmark not defined.

2.3.1 Pengkajian 26
2.3.2 Analisa Data 28
2.3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................................................29
2.3.4 Intervensi Keperawatan..................................................................................30
BAB III...............................................................................................................................40
TINJAUAN KASUS KELOLAAN..........................................................................................40

x
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
3.1 Pengkajian 40
3.2 Analisa Data..........................................................................................................45
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan...............................................................................47
3.4 Implementasi keperawatan....................................................................................50
BAB IV..............................................................................................................................54
PEMBAHASAN..................................................................................................................54
4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Ca Buli Post

xi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan dan manfaat penulisan karya tulis akhir ini.

1.1 Latar Belakang


Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Masalah
kesehatan yang di timbulkan sangat berpengaruh terhadap individu baik di negara
berkembang maupun negara maju. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok,
alkoholisme dan konsumsi makanan mengandung zat karsinogen, menyebabkan
angka pengidap kanker masih tinggi (WCRFI, 2014; Harnack et al, 1997).
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama diseluruh dunia,
dengan total 8,2 juta kasus kematian pada tahun 2012 (KEMENKES RI, 2015).

Kanker bulli merupakan penyebab kedua kematian kanker pada laki-laki setelah
ca prostat (KEMENKES RI, 2015). Di USA menurut Society Urologic Nurses
and Associates (SUNA, 2013), ca bulli merupakan penyebab kanker keempat
menimbulkan kematian pada laki-laki dan kesebelas pada kejadian ca pada
perempuan pada tahun 2004. Tahun 2014 ditemukan 74.690 kasus baru dan
15.580 kematian akibat ca bulli (Siegel et al, 2014). World Cancer Research
Fund International (2014), tahun 2012 ditemukan penderita baru ca bulli
sebanyak 430.000 orang atau 3% dari total jumlah kasus baru semua kanker.
Jumlah penderita ca bulli di RSUP Fatmawati periode Januari – Mei 2017
sebanyak 12 orang, dengan 30% diantaranya meninggal dunia (Instalasi Rawat
IRNA Teratai, 2017). Sejumlah 30% lebih kematian penderita ca bulli disebabkan
oleh gaya hidup tidak sehat serta makanan yang dikonsumsi. Indeks massa tubuh
yang tinggi, kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas fisik, perokok dan
konsumsi alkohol.

Penyebab dari ca bulli diantaranya adalah merokok, usia lanjut, riwayat kanker
pada keluarga, terpapar faktor presipitasi (pabrik lateks, tekstil, cat), iritasi kronis
akibat pemasangan kateter urine, terpapar radiasi (SUNA, 2013). Menurut

1
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
2

National Cancer Institut (NCI, 2014), kejadian ca bulli meningkat pada usia 60-
70 tahun. Upaya pencegahan kanker dapat dilakukan dengan cara mengurangi
faktor resiko tersebut. Deteksi dini pada kasus kanker dapat mempengaruhi
prognosis suatu kanker (KEMENKES RI, 2015). Individu yang beresiko terkena
ca bulli adalah yang bekerja di pabrik cat, pabrik logam, pabrik kertas, ban dan
karet, supir truck dan perminyakan (Piyush, 2014).

Masyarakat perkotaan dengan berbagai macam jenis pekerjaan, gaya hidup serta
pola makan yang tidak sehat merupakan kelompok masyarakat yang rentan
terkena ca bulli. World Cancer Research Fund International (WCRFI, 2014),
penderita ca bulli meningkat pada negara-negara maju dan sedikit berkurang pada
negara Asia. Usia harapan hidup yang lebih lama di perkotaan turut menunjang
resiko terjangkitnya ca bulli. Tahun 2007 WCRFI menemukan fakta bahwa
masyarakat yang gemar mengkonsumsi minuman mengandung arsenik
meningkatkan faktor terjadinya ca bulli. Anggur dan bir merupakan salah satu
minuman paling banyak mengandung arsenik. Sedangkan individu yang sering
mengkonsumsi buah dan sayuran serta minum teh dapat menurunkan angka
kejadian ca bulli (WCRFI, 2014). Pekerja kantoran di perkotaan menyebabakan
penurunan aktivitas fisik yang dapat mempengaruhi statisitas urine dan beresiko
terhadap ca bulli. National Cancer Institut (2014), faktor resiko ca bulli terdiri
atas faktor eksogen, endogen, industri dan metabolisme.

Grade dan stage dari ca bulli digunakan sebagai dasar untuk menentukan tindakan
pada penderita ca bulli. Pilihan tindakan pada ca bulli memepertimbangkan usia,
kesehatan secara umum, keuntungan serta efek samping dari suatu pilihan
intervensi. Trans Uretral Resection (TUR) dilakukan untuk mengangkat jenis ca
bulli pada lapisan superfisial, namun dapat dikombinasikan dengan intravesical
kemoterapi. Yaitu memberikan obat kemoterapi kedalam vesika urinari, dapat di
lakukan setelah TUR atau untuk membunuh sel kanker berulang (Pittman, 2013).
Intervensi keperawatan pada post operasi TUR meliputi manajemen nyeri dan
bladder irrigation (Pittman, 2013; Beokhorst, 2012).

Mengatasi rasa nyeri pada klien post operasi bertujuan untuk meningkatkan rasa
nyaman serta mencegah kontraksi bladder yang dapat memicu perdarahan post
TUR. Pemasangan kateter pada tindakan post TURBT dapat memicu terjadi
infeksi nosokomial. Menurut WHO pada tahun 2002 infeksi nosokomial yang
paling sering terjadi yaitu infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi
pembuluh darah atau plebitis dan pneumonia (Tsai & Caterson, 2014; Muhammed
et all, 2014). Intervensi keperawatan pada klien dengan pemasangan kateter urin
merupakan salah satu upaya menurunkan angka infeksi tersebut. Rekomendasi
yang di keluarkan oleh Society of Urologic Nurses and Associates (2015)

khususnya bagi perawat adalah cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan invasif,
penggantian kateter atas dasar bukti klinis, gunakan kateter ukuran kecil, gunakan
auqades steril untuk balon kateter, fiksasi kateter ke arah paha atau perut pasien,
urine kultur tidak dianjurkan jika kateter terpasang lama ganti dengan yang baru.
Urine kultur dilakukan dengan prinsip steril setelah kateter baru terpasang (SUNA,
2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, karya ilmiah ini akan membahas mengenai
analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien
ca bulli di IRNA Teratai LT 4 Selatan RSUP Fatmawati. Pencegahan infeksi
nosokomial pada pasien post TURBT melalui intervensi keperawatan perawatan
kateter.

1.2 Perumusan Masalah

Perubahan pola dan gaya hidup masyarakat perkotaan turut memicu


meningkatnya jumlah penderita penyakit kanker. Ca bulli di picu oleh adanya
beberapa faktor endogen eksogen serta lingkungan, alkoholisme dan merokok
serta konsumsi makanan memepengaruhi oeningkatan jumlah kasus baru ca bulli.
Tatalaksana ca bulli diantaranya dengan cara TURBT dengan terpasang pada
nosokomial,
kateter post hingga saat ini infeksi saluran kemih merupakan komplikasi tertinggi
operasi.
infeksi Klien dengan diterpasang
nosokomial kateterPeran
seluruh dunia. urin memiliki resiko terkena
perawat sangat infeksi
dibutuhkan untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial pasca pemasangan kateter, dengan
menerapkan prinsip steril dan perawatan DC perhari angka kejadian infeksi
saluran kemih dapat diturunkan.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum menganalisis implementasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan ca bulli di IRNA LT4 Selatan RSUP Fatmawati.

Tujuan khusus karya ilmiah ini adalah:

1. Melakukan analisis masalah kesehatan masyarakat perkotaan.

2. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien pre dan post operasi ca bulli.

3. Melakukan analisis masalah keperawatan terkait perawatan kateter urine.

1.4 Manfaat Penulisan


Pelayanan Keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para perawat
dalam menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan salah satu masalah
kesehatan khas perkotaan yaitu ca bulli. Khususnya dalam melakukan pencegahan
infeksi saluran kemih pasca pemasangan kateter urin.

Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan


mengembangkan ilmu keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang
berkaitan dengan penatalaksanaan pasien dengan post operasi ca bulli.

Penulis Selanjutnya

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk melakukan evidence
based practice yang serupa dengan kasus lain melalui penelitian terbaru.
6

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas mengenai tinjauan teori yang barkaitan dengan judul
karya tulis akhir ini yaitu analisis praktek klinik asuhan keperawatan pada ca buli
dengan intervensi pencegahan infeksi pada kateterisasi urin. Bab ini juga
membahas mengenai konsep kesehatan masyarakat perkotaan.

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Pencegahan masalah keperawatan masyarakat perkotaan merupakan tujuan
dari proses keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan. Pada mata ajar
KKMP ini mahasiswa memperoleh gambaran langsung dan memahami
permasalahan kesehatan masyarakat perkotaan. Penerapan proses asuhan
keperawatan terhadap masyarakat perkotaan dilakukan dengan koordinasi
serta integrasi sumber daya keperawatan. Penerapan proses asuhan
keperawatan komunitas KKMP yang diperoleh di pendidikan perguruan
tinggi, untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan dan pelayanan pada pasien
komunitas.

Suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial
ekonomi yang heterogen serta corak matrialis di sebut kota (Bintarto, 1984).
Kota merupakan pusat inovasi, pergerakan politik, kreativitas, perubahan
budaya serta transformasi sosial dan tekanan politik (Bourne, 2007). Kota
berperan besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan, pusat budaya,
industri, teknologi dan merupakan tempay untuk meningkatkan pendapatan
(State of the environment and policy restrospective, 2002). Perkembangan
zaman dan keadaan demografi suatu perkotaan sangat mempengaruhi
masalah kesehatan masyarakat perkotaan. Perkembangan tersebut meliputi
tingkat kepadatan penduduk, transportasi, pusat perbelanjaan dan
pembangunan gedung-gedung bertingkat. Jakarta sebagai pusat Ibu kota
Negara yang merupakan salah satu megacity di Asia terkena dampak
fenomena tersebut. Keunggulan mata ajar KKMP yaitu membuat mahasiswa
mampu mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor untuk
berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal
diperkotaan. Mahasiswa diharapkan mampu menyusun asuhan keperawatan
masyarakat perkotaan dengan menerapkan konsep, teori, dan modalitas lintas
keilmuan di bidang keperawatan serta ilmu-ilmu lain yang relevan dalam
menyelesaikan masalah.

Perkembangan kota yang semakin pesat sangat mempengaruhi taraf


kesehatan lingkungan masyarakat yang ada di daerah perkotaan. Kesehatan
lingkungan merupakan inti dari kesehatan masyarakat. Menurut Achmadi
(2010), World Health Association (WHO, 2008) mendefinisikan kesehatan
lingkungan meliputi faktor fisik, kimia, serta biologi yang mempengaruhi
perilaku manusia menekankan analisis dan kontrol faktor lingkungan yang
berpotensi mempengaruhi kesehatan. Menurut Mc Ewen ( 2007), terdapat
delapan areayang meliputi kesehatan lingkungan yaitu gaya hidup, rumah
tempat tinggal, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, makanan, kontrol
sampah, dan risiko radiasi.

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Vesika Urinaria


Kandung kemih terletak tepat di belakang tulang kemaluan yang berada di
rongga pelvis. Kapasitas maksimum kandung kemih pada orang dewasa
adalah sekitar 500 ml. Dinding otot kandung kemih kuat di pengaruhi oleh
jumlah urin yang tertampung didalamnya, sehingga memiliki bentuk
bervariasi. Batas-batas kandung kemih laki-laki di sisi anterior pada
simpisis pubis, lemak retropubik dan dinding anterior, bagian posterior
dengan vesica rectovesicalis peritonei, ductus deferens, vesicula seminalis,
fascia rectovesicalis, dan rectum. Pada bagian atas terdapat muskulo
obturator internus dan dibawah musculus levator ani (Black dan Matassin,
2010). Vesica urinaria diperdarahi oleh arteri iliaka interna yang bercabang
menjadi arteri vesicalis superior dan inferior. Sedangkan arteri obturatoria
mensuplai bagian minor kandung kemih kembali kedalam vena membentuk
plexus pada permukaan lateral dan inferior buli. Dengan demikian selama
sistostomi suprapubik, harus memperhatikan bagian-bagian pembuluh
darah tersebut. Pleksus hypogastricus inferior merupakan sumber dari
persarafan pada kandung kemih. Pleksus ini berasal dari segmen Lumbal
pertama dan kedua.en berjalan bersama saraf simpatik melalui plexus
hypogastricus dan masuk ke medula spinalis setinggi segmen lumbalis
pertama dan kedua. Muskulo destruksor vesika di hambat oleh saraf
simpatik sehingga tidak mengalami fase kontraksi dan muskulo spinkter
vesika mengalami penutupan. Saraf parasimpatik merangsang kontraksi
otot destruksor vesika dan menghambat kerja otot sphinctervesicae (Snell
2011).

orifisium uretra ekterna

Gambar 2.1 Vesika Urinari (Tortora, 2012)

Gambar 2.2 Potongan sagital pelvis laki-laki (Snell 2011)

2.2.2 Fisiologi Miksi


Kandung kemih pada orang dewasa maksimum berisi 500ml. Refleks
berkemih mulai bila volume urin mencapai kurang lebih 300 ml. Sistem
saraf pusat menngendalikan reflek fisiologi proses miksi. Reseptor
regangan di dalam dinding vesica urinaria terangsang dan impuls tersebut
diteruskan kesusunan saraf pusat, kemudian individu mempunyai kesadaran
ingin berkemih. Sebagian impuls naik ke atas melalui nervis planchnici
pelvici dan masuk ke segmen sacralis kedua, ketiga, keempat medulla
spinalis. Lumbal pertama dan kedua membentuk pleksus hipogastrik yang
merupakan pangkal dari saraf simpatik (Snell 2011). Sakralis kedua, ketiga
dan keempat dari medulla spinalis sebagai tempat keluar impuls eferen
parasimpatik menuju serabut-serabut preganglionik parasimpatik dengan
perantara nervi splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus inferior ke
dinding vesica urinaria, tempat nervus tersebut bersinaps dengan neuron
posganglionik. Bila urin masuk ke urethrae, reflek diperkuat menuju
medulla spinalis oleh impuls aferen. Otot abdomen berkontraksi untuk
menaikkan tekakan intraabdominal sehingga menekan kandung kemih
untuk proses miksi (Snell 2011).

Pada orang dewasa, refleks regangan sederhana ini dihambat oleh aktivitas
kortex cerebri sampai waktu dan tempat untuk miksi tersedia. Serabut-
serabut inhibitor berjalan ke bawah bersama tractus corticospinalis menuju
segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis. Kontraksi
musculus sphincter urethrae yang menutup urethra dapat dikendalikan
secara volunter; dan aktivitas ini dibantu oleh musculus sphincter vesicae
yang menekan leher vesica urinaria (Snell 2011).

2.2.3 Kanker Kandung Kemih (Ca Buli)


A. Definisi
Kanker kandung kemih merupakan neoplasma traktus urinarius, berasal
dari sel epithel transisional kandung kemih, ureter dan pelvis renal (Black,
2010; SUNA, 2013). Karsinoma transisional merupakan neoplasma
malignan sel epitel yang berdiferensiasi, malignansi ini terjadi akibat
induksi karsinogen yang terdapat di lingkungan (WCRFI, 2014). Kanker
diawali dengan proses regenerasi sel yang abnormal. Sel normal akan
mengalami apoptosis, sel yang sudah tidak dibutuhkan akan di buang dan
diganti oleh sel baru (John Ebel et al, 2004).
Sel yang terpapar oleh zat karsinogen akan mengalami perubahan baik
fisik maupun fisiologisnya. Sel akan terus tumbuh tidak terkontrol dan
semakin membesar disebut tumor. Pada kandung kemih jenis tumor ada
dua yaitu tumor jinak (benigna) dan ganas (maligna) menurut National
Cancer Institut (NCI, 2010). Ca buli sering terjadi pada usia diatas 50
tahun dan tinggal didaerah industri, paparan zat kimia industri (cat,
tekstil), riwayat penggunaan cyclophosphamide, dan merokok

meningkatkan resiko kanker kandung kemih (Joan dan Lyndon ,2014; Di Giulio,et
al., 2007).
B. Etiologi

Penyebab pasti ca buli sampai sekarang belum dapat di tentukan dengan pasti,
namun terdapat beberapa faktor resiko pada individu tertentu. Menurut NCI
(2010) dan WRCFI (2014), beberapa faktor resiko ca buli diantaranya adalah:
1. Merokok, asap rokok dapat menyebabkan kerusakan DNA sel organ. Menurut
Cancer Research UK (2016), zat kimia yang ditemukan pada rokok yang merusak
DNA adalah benzene, polonium-210, benzopyrene, dan nitrosamine. Meningkatnya
kadar zat kimia tersebut menyebabkan perubahan DNA sel, sehingga proses
apoptosis sel mengalami perubahan. Terjadinya kanker pada seseorang berbeda-
beda dipengaruhi oleh jumlah paparan zat, lamanya terpapar zat, kesehatan
individu serta faktor lainnya. Pada asap rokok terdapat zat karsinogen berupa
zenobiotik, zat ini merupakan salah satu oksidan. Radikal bebas bebas ini dapat
menyebabkan penurunan serum, berkurangnya jumlah antioksidan, B12 dan sel
darah merah (Maninno, et al., 2003; Tungtrongchitr, et al., 2003
dalam Rouissi,et al., 2011; Harnack et al, 1997)

2. Individu yang bekerja di pabrik kimia (terutama cat), pabrik rokok, tempat
pengolahan bahan-bahan kulit serta pekerja salon. Orang tersebut memiliki
resiko lebih besar akibat terpapar dengan zat karsinogen (senyawa amin
aromatic: 2 naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil). Zat karsinogen
tersebut menyebabkan kerusakan pada DNA sel, terjadi pembelahan sel
abnormal sehingga menjadi tumor.
3. Arsenik, terpapar arsenik dalam waktu lama dapat meningkatakan
seseorang beresiko terkena ca buli, keracunan arsenik dapat menyebabkan
kematian. Arsenik dalam sel mempengaruhi retikulum endoplasma yang
menstimulasi proses proliferasi jaringan. Arsenik juga menimbulkan
kerusakan DNA, dan memicu peningkatan aktivitas zat karsinogen laindan
abnormalitas kromosom.
4. Riwayat keluarga dengan ca buli, persamaan genetik pada keluarga dengan
riwayat ca buli menyebabkan seseorang beresiko terkean ca buli.

5. Inflamasi akibat bakteri atau infeksi kronis akibat pemasangan kateter. E


cholli merupakan bakteri paling sering menimbulkan infeksi saluran kencing,
kolonisasi bakteri E choli disebabkan oleh kurangnya higiene perianal. Parasit
schistozomiasis yang terdapat pada siput merupakan salah satu penyebab
infeksi saluran kemih. Schistozomiasis mensekresi nitrosamine, zat karsinogen
yang dapat mempengaruhi perubahan DNA sel. Riwayat batu saluran kemih
yang memicu inflamasi dapat mennimbulkan ca buli akibat proses
penyembuhan luka yang terpapar zat
karsinogenik.

Beberapa faktor resiko ca buli di picu oleh zat amin aromatic: 2


naftilamin, bensidin dan 4 aminobifamil (Lyndon 2014). Sakarin dan
siklamat merupakan zat karsinogen yang terdapat didalam bahan
pemanis buatan, serta minuman mengandung arsenik seperti anggur dan
bir (Cohen, et al., 2000 dalam Rouissi, et al., 2011). Zat-zat tersebut
bertanggung jawab atas 50% kasus keadian ca buli pada pria dan 35%
pada wanita (Zeegers,et al., 2000 dalam Rouissi, et al., 2011).
Penggunaan bberapa jenis obat-obatan seperti siklofosfamid dan INH
yang

digunakan dalam jangka waktu lama. Faktor resiko lain menurut Ferry
(2014), akibat penggunaan kateter urin dalam jangka waktu lama, seperti
pada kasus fraktur vertebra sehingga klien mengalami kerusakan kontrol
bladder. Iritasi pada mukosa uretra atau kandung kemih dapat
menimbulkan ca buli akibat terpapar radikal bebas.
C. Bentuk Tumor
Tumor buli-buli dapat berbentuk, antara lain: (Yosef 2007) papiler, tumor
non invasif (in situ), noduler (infiltrat), campuran antara papiler dan filtrate.

Gambar 2.3 Bentuk tumor buli-buli (Yosef 2007)

Gemill et al (2013) membagi tumor buli dalam dua grade yaitu low grade
(tumor superfisialis) dan high grade (tumor invasif). Tumor superfisialis
dapat kembali muncul dan menyebar hingga lapisan otot, tumor invasif
tumbuh cepat dan menembus dinding otot kandung kemih. Berdasarkan
besar dan penyebarab tumor, ca buli dabagi menjadi beberapa stage:
T0: tumor tidak tampak.
Tis: tumor in situ.
Ta: tumor papilar tanpa disertai invasi ke dinding kandung kemih.
T1: invasi ca sampai ke bawah jaringan tisu hingga lamina propia.
T2: ca menyebar hingga lapisan otot kandung kemih.
T3: ca menyebar hingga jaringan lemak sekitar kandung kemih.
T4: ca menyebar ke organ lain.

D. Patofisiologi
Meningkatnya usia harapan hidup pada seseorang merupakan salah satu
faktor resiko terkena ca buli (Brunner &Suddarth. 2002). Pafda laki-laki
dengan usia diatas 50 tahun resiko mengidap ca buli lebih besar daripada

perempuan. Semakin bertambah usia seseorang, imunitas menurun


sehingga rentan terpapar oleh radikal bebas. Merokok serta terpapar
dengan zat karsinogenik trurt meningkatkan seseorang mengidap ca buli
(Jameson, 2008). Proses terpaparnya kandung kemih dengan zat-zat
karsinogen dimulai dengan terserapnya radikal bebas didalam sirkulasi
darah. Selanjutnya zat tersebut terfiltrasi diglomerolus untuk diekskresi
bersama urin. Radikal bebas bergabung dengan urin secara terus menerus
dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal bebas,
radikal bebas ini menimbulkan kerusakan pada DNA dan RNA. Kerusakan
DNA menstimuli sel tubuh untuk melakukan pernbaikan, akibat terpapar
zat karsinogen maka dalam proses perbaikan DNA tersebut mengalami
mutasi pada genom sel somatik. Mutasi dari genom sel somatik
menyebabkan pengaktifan onkogen yang mendorong proses pertumbuhan,
terjadinya perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan dan yang
terakhir adalah penonaktifan gen supresor kanker. Ketiga hal tersebut
mengakibatkan produksi gen regulatorik hilang. Pada akhirnya ca buli
terjadi akibat dari replikasi DNA yang berlebihan di dalam kandung kemih
(M. B. Amin, (2013).

E. Manifestasi Klinis
Pada ca buli terdapat manifestasi klinis berupa:
1. Lokal
 Obstruktif, keluhan berupa kencing sedikit, hal ini diakibatkan
oleh obstruksi aliran urin akibat dari tumbuhnya tumor yang
menutup aliran menuju uretra.
 Hematuria, angiogenesisi pada sel tumor serta massa tumor
yang mudah ruptur dapat menimbulkan perdarahan dan
dikeluarkan melalui urin.
 Keluhan adanya aliran berkemih yang melemah diakibatkan
karena adanya obtruksi oleh massa tumor, sehingga kencing
menjadi sedikit dan mengakibatkan pancaran melemah.
 Iritatif, terjadi peningkatkan frekuensi berkemih karena adanya
retensi urine dan pengisian kandung kemih secara kontinyu.
 Urgensi, nocturia ( jarang ), urgen incontinensia, disuria
2. Sistemik
Gejala sistemik akan terjadi bila kondisi ca bulli telah menjadi suatu
komplikasi, gejala yang ditunjukan dapat berupa upaya kompensasi
tubuh untuk mempertahankan fungsi fisiologi, diantaranya:
a. Hematuri yang berlangsung kronis dapat menyebabkan tubuh
mengalami anemia, sehingga seseorang menjadi pucat dan
mengalami penururnan kemampuan fisik untuk beraktivitas.
b. Hiperventilasi: karena adanya penurunan jumlah Hb yang mengikat
O2 sehingga mengakibatkan sesak napas.
c. Gejala Hipertensi dapat timbul akibat kerusakan ginjal oleh adanya
hidronefrosis. Timbulmnya gangguan pada fungsi ginjal sehingga

mengakibatkan aldosteron terganggu, pembuluh darah menjadi vasokonstriksi


sehingga muncul hipertensi.
d. Kerusakan ginjal juga dapat ditandai dengan adanya udema tungkai, hal ini
akibat adanya retensi Na yang disebabkan adanya gangguan pada renin
angiotensin. Reaksi ini berdampak pada pompa Na dan K, sehingga Na tidak dapat
keluar dan mengikat banyak air yang mengakibatkan oedema.
Manifestasi klinis dari kanker kandung kemih menurut Gemmil (2013), antara lain:
1. Hematuria, terdapat dua jenis hematuri yaitu grooshematuri yaitu adanya darah
dalam urin yang menimbulkan urin berwarna merah di lihat secara makroscopis.
Kedua adanya darah yang ditemukan dalam urin dengan pemeriksaan mikroskopis
disebut hematuri mikroskopis (Americans Urological Association, 2013). Apabila
pada pemeriksaan laboratorium ditemukan jumlah sel darah merah 1-2 sel melalui
2-3 persampel urine maka hematuri mikroskopis dinyatakan positif. Hematuri
makroskopis diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hematuri inisial (darah dalam
urin muncul pada saat awal berkemih,
kemungkinan masalah di uretra atau prostat), hematuri terminal (

darah terlihat pada akhir proses berkemih, terjadi masalah di kandung


kemih atatu prostat) dan hematuri total darah terlihat selamam proses
berkemih.
2. Iritasi kandung kemih, infeksi pada kandung kemih menstimulasi
sering buang air kecil dan urgen.
3. Gejala obstruktif saluran kemih, pertumbuhan tumor pada leher
kandung kemih dan penyumbatan gumpalan darah akan menyebabkan
buang air bahkan sampai retensi urin. Tertutupnya saluran kemih
akibat infiltrasi tumor ke dalam lubang saluran kemih dapat
menyebabkan obstruksi saluran kemih, sehingga menimbulkan nyeri
pinggang, hidronefrosis dan fungsi ginjal terganggu.
4. Gejala metastase, berupa nyeri tulang atau nyeri menjalar kearea lain
akibat invasi tumor stadium lanjut sampai ke sekitar jaringan kandung

kemih. seperti kelenjar getah bening, maka gejala nyeri samapi ke organ
yang lebih jauh.
Gambaran klinis dari kanker kandung kemih, antara lain: (Shenoy 2014)

Hematuri tanpa disertai rasa nyeri biasanya terdapat pada sebagian besar
kasus ca buli.
Pada ulkus karsinoma akan timbul gejala menyerupai sistitis, yaitu nyeri
hebat.
Gejala hematuri disertai nyeri saat bak.

Proses berkemih yang tidak lampias, disebabkan oleh rasa nyeri saat miksi
dengan perdarahan dan pengososngan buli.
Obstruksi pada ureter akan menimbulkan hidronefrosis dengan
manifestasi klinis berupa nyeri pinggang.
Pada metastase akan menimbulkan nyeri suprapubik, nyeri lipat paha,
nyeri perineal disebabkan oleh infiltrasi nervus ini merupakan
salahsatu gejala fase lanjut dari tumor buli .
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan, antara lain:
Palpasi Bimanual (Shenoy 2014) penebalan dinding buli, mobilitas,
fiksasi, dan keras tidaknya tumor dapat ditentukan dengan palpasi.
Palpasi bimanual dilakukan dengan narkose umum (supaya otot buli-
buli relaks) pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor TUR buli-
buli. Kontribusi perawat dalam pemeriksaan bimanual adalah untuk
mengetahui apakah teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan
general anestesi sesuai prosedur.
2. Pemeriksaan Laboratorium (Nursalam 2009)
a. Laboratorium rutin.
1. Pemeriksaan hemoglobin, untuk mengetahui adanya anemia,
nilai normal pada laki-laki adalah 13-16 g/dl.
2. Pemeriksaan darah tepi lainnya seperti hematokrit, trombosit
dan leukosit.
b. Pemeriksaan Fungsi Faal Ginjal, Pemeriksaan fungsi ginjal,
sebagai evaluasi adanya kerusakan fungsi ginjal atau tidak;

BUN, kerusakan pada fungsi ginjal menyebabkan eksresi urea yang tidak maksimal
dan ditunjukan dengan adanya peningkatkan kadar nitrogen urea darah (Joan dan
Lyndon 2014). Nilai normal ureum 10-45 mg/dl.
Kreatinin Serum, derajat kerusakan ginjal dapat diukur dengan menilai kadar
nitrogen serum, karena ganggguan ginjal yang berat dan persisten akan
menyebabkan peningkatan kreatinin yang signifikan (Joan dan Lyndon 2014). Nilai
normal adalah 0,9-1,5 mg/dl.
c. Urinalisis

Pemeriksaan air seni untuk melihat adanya darah dalam air seni, khususnya yang
kasat mata. Selain itu juga untuk mengetahui adanya epitel, eritrosit, atau leukosit
pada urin. Pemeriksaan sitologi urin, memiliki sensitifitas 38-78%, dan meningkat
pada tumor tingkat tinggi. Kultur air seni dapat diperiksa untuk menyingkirkan
adanya infeksi atau peradangan.
Tumor marker pada ca buli adalah NMP 22 (Nuclear Matrix Protein), kadar NMP 22
pada orang normal adalah kurang dari 10
u/ml. Pada fase awal ca buli, sel kanker akan melepaskan NMP 22

sehingga akan menyebabakan peningkatan kadar NMP 22 dalam


urine (Alere, 2017).
d. Sitologi Urin, merupakan jenis pemeriksaan sel-sel urotelium yang
terlepas bersama urin (biasanya nilai negatif palsu tinggi).
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop melalui sampel sel-sel
didalam urin. Tujuan dari pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendiagnosis kanker saluran kemih dan untuk follow up serta
evaluasi pada klien yang telah mengalami cistektomi. Sitologi urin
juga dilakukan untuk penyaringan kanker pada orang-orang resiko
tinggi (misalnya perokok, pekerja petrokimia dan penderita
perdarahan tanpa rasa nyeri).
e. Cell survey antigen study, yaitu pemeriksaan laboratorium dengan
sampel bahan darah vena untuk mencari sel antigen terhadap
kanker.

f.Flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan kromosom sel- sel urotelim.
Pemeriksaan Radiologi (Shenoy 2014)

BOF/ BNO (Buik Nier Overzicht), tujuan untuk mengetahui struktur dari kandung
kemih bagus atau tidak.
Persiapan klien sebelum BNO adalah sebelum pemeriksaan anjurkan klien untuk
makan bubur, hindari konsumsi santan karena akan memerlukan waktu
penyerapan yang lama dan mengandung kolesterol. Klien dipuasakan 6-8 jam dan
dilakukan lavement/huknah/enema untuk mengurangi intepretasi kesalahan pada
gambaran kolon dan kandung kemih.
IVP

Defek pengisian dalam buli, dilatasi ureter dapat ditemukan. Sebelum dilakukan
pemeriksaan, perawat mengevaluasi fungsi ginjal klien (BUN dan Kreatinin) dan
pemeriksaan alergi sebelum dilakukan tindakan.
Ultrasonografi
USGbladderdilakukanuntukmendeteksikarsinomabuli.

Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya metastase hati.


Kontribusi perawat adalah menganjurkan klien untuk menahan
kencing untuk mengetahui perbedaan urin dan massa tumor.
d. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pilihan terutama untuk mengetahui
penyebaran penyakit. Pemeriksaan CT scan bermanfaat khususnya
untuk mengetahui adanya infiltrasi adanya infiltrasi pada otot,
jaringan prevesika serta prostat, dan dinding pelvik.
e. MRI
Dapat memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran
tumor. Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan
untuk dilakukan analisa. Aortografi dan angiografi arteri renalis
bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan
keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
Sistoskopi

Sitoskopi merupakan pemeriksaan gold standart untuk menentukan lokasi lesi dan
mengambil biopsi yang sangat diperlukan untuk penatalaksanaan kasus lebih lanjut
(Wojcik. E. M, 2016). Indikasi untuk sitoskopi, antara lain:
Hematuria dengan IVP yang normal.
Gejala klinis saluran kemih bagian bawah.
Sel maligna dalam sitologi urine.

Peran perawat yaitu memantau adanya komplikasi pasca prosedur sistoskopi


berupa perdarahan, perforasi kandung kemih, dan infeksi. Perawat melakukan
observasi terhadap perubahan warna urin. Pasca dilakukan sistoskopi, urin
normalnya berwarna merah muda karena trauma saat memasukkan instrumen,
tetapi bila ada perdarahan nyata harus segera dilaporkan. Perawat memantau
kecukupan asupan cairan klien untuk mencegah statis urin dan obstruksi darah
beku. Perawat memantau tanda-tanda vital klien secara teratur untuk mendeteksi
dini potensi adanya infeksi.
G. Penatalakasanaan

Tatalaksana ca buli dilakukan berdasarkan grade dan stage ca, menurut


Gemmil et al (2013) dan Jameson (2008) tatalaksana ca buli adalah:
a. Ca buli superfisial (Tis, Ta, T1) tindakan berupa pembedahan,
intravesical kemoterapi dan intra vesical imunoterapy dengan
menggunakan vaksin BCG. Operasi pada ca buli superfisial dilakukan
dengan teknik TranUretral Resection (TUR) bertujuan untuk
mengangkat jaringan tumor superfisial. Intra vesical kemoterapi
dilakukan dengan cara memasukan dosis obat kemoterapi kedalam
kandung kemih. Bisa dilakukan setelah operasi pengangkatan tumor,
bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mencegah kekambuhan ca.
Obat kemoterapi intravesikal berisi Mitomicyn C, gemcitabine, dan
valrubicin. Penggunaan intra vesikal imunoterapy menggunakan
vaksin TBC, seringkali dikombinasikan dengan interferon alpha atau
kombinasi dengan vaksin BCG.

Cancer invasif kandung kemih (T2-T4), pasien akan direkomendasikan untuk


tindakan parsial/segmental cystectomy dan radical cystectomy. Setelah dilakukan
cystektomi, untuk proses drainase urine menggunakan teknik urinary diversion.
Kemoterapi dapat diberikan pada fase sebelum pembedahan (neo adjuvant) dan
setelah pembedahan (adjuvant).
Penatalaksanaan ca bulli selanjutnya adalah:
Hematuria

Pada hematuri dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih yang
mengalami perdarahan dan mencegah obstruksi. Kontribusi perawat adalah
monitoring irigasi, monitoring balance cairan, evaluasi warna urine dan kondisi
bladder.
Oksigenasi karena klien mengalami hiperventilasi.
Transfusi dan farmakologi (anti hemoragik).
TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)

Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Pemasangan kateter untuk monitor


output urine lakukantindakan irigasi kandung kemih, jika
urine tidak keluar, curiga adanya stone cell dan tatalaksana dengan

dilakukan irigasi.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal merupakan pengangkatan buli dengan prostat dan
vesikula seminalis, uretra pada pria dan buli serta lemak perisistik,
serviks, uuterus, kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada
wanita. Sistektomi radikal merupakan suatu operasi mayor dengan
angka mortalitas 3 sampai 8%. Setelah sistektomi radikal dilajutkan
dengan kemoterapi sistemik (MVAC-Methotrexate, Vinblastine,
Adriamycin, Cisplatin).
4. Diversi Urine
Diversi urin merupakan metode untuk mengalirakan urin setelah
seseorang dilakukan pengangkatan kandung kemih. Sistektomi berupa
pengangkatan jaringan sekitarnya (pada pria berupa

sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran urine dari ureter dialirkan melalui


beberapa cara diversi urine, antara lain: (Yosef, 2007)
Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis aliran urin dari kedua ureter
melalui kolon sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena banyak
menimbulkan penyulit.
Diversi usus, yaitu metode yang menggunakan illeum sebagai pengganti kandung
kemih untuk menampung urin. Pada stoma dipasang kateteer untuk mengalirkan
urin. Metode ini diperkenalkan oleh Bricke pada tahun 1950 dan saat ini tidak
banyak dikerjakan lagi karena dianggap tidak praktis.
Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih dengan segmen ileum
dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urin pada volume
tertentu). Urin kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan
kateterisasi mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini yang terkenal adalah cara
Kock pouch dan Indian pouch.
Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari segmen usus yang
kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik
ini dirasa lebih fisiologis untuk pasien, karena berkemih melalui

uretra dan tidak memakai stoma .


5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam kandung
kemih selama 1 jam.
Web of Caution

Faktor-faktor resiko

Host Agent Environment

Geneti Life style Riwayat Obat/ Invasi kuman Pekerjaan (pabrik cat, penyamak
k penyakit tindakan kulit, tembakau, pegawai salon)
dahulu

4P, ISK, Ca. Cytoksan, Parasit (schistozomiasis)


merokok, Colon, Ca. Renal, cyclofosfami de
konsumsi kopi Ca Prostat, Ca.
Rectum

Faktor-faktor resiko merangsang pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel-sel baru pada jaringan kandung kemih

Proliferasi sel meningkat cepat kerusakan struktur fungsional kandung kemih

Kanker kandung kemih

Lokal Sistemik

Obstruktif Iritatif Anemia Hormon

Kencing Pancaran Hematuria FUNUD Hiperventilasi Renin , Aldosteron


sedikit melemah (frekuensi, angiosten sin
urgensi, nocturia,
urge Sesak Vasokontri
MK: incontinensia, Ga
ksi
Gangguan disuria) n pembuluh
eliminasi Urin MK: g darah
g
Ketidakefekt ifan
u
pola nafas
a
Refluks n
pomp
a
Na
dan
K Hipertensi
oedema MK:
Hidroureter Penurunan cardiac
output

MK:
Hidronefrosis MK: Peningkatan volume
Nyeri cairan
Akut

Mual
muntah
MK: Mual

Penatalaksanaan

Non pembedahan Pembedahan (TURB-T, Diversi Urin,


(kemoterapi, irigasi kandung
Cystectomy)
kemih, farmakologi)

Stoma Post .op

MK : Resiko Kerusakan MK : Resiko infeksi


Integritas Kulit

H. Tatalaksana Kateter urine


Catheter Associated Urinary Tract Infection (CAUTI) adalah infeksi saluran
kemih yang terjadi pada pasien dengan kateter urin dalam jangka
waktu 48 jam sesuai onset infeksi saluran kemih (CDC, 1999; Carolyn et
al, 2017). Menurut Hallam (2013), faktor resiko seseorang dengan
terpasang kateter adalah jangka waktu kateter terpasang, teknik
pemasangan, posisi fiksasi dan drainase tertutu kateter ke urin bag.
Faktor individu yang beresiko mengalami infeksi akibat kateter adalah
perempuan, wanita hamil, malnutrisi, azotemia, klien dengan fraktur hip,
dan stenosis uretra. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
diantaranya adalah: penggantian slang kateter setiap 4 minggu, lakukan
drainase dengan antibiotik pada urin bag, membersihkan meatus uretra
dengan anti mikroba (chlorhexidin 2%), pada pemasangan kateter kronis
lakukan urin kultur secara rutin (Hallam, 2013). Pasien dengan tindakan
bedah saluran kemih terpasang kateter untuk memonitor produksi urin
dan drainase post resection (Andre Lord, 2013).
Trans Uretra Resections Blass Tumor (TURBT), merupakan jenis

tindakan operasi bersih terkontaminasi. Yaitu tindakan operasi yang


melalui akses saluran pencernaan, saluran kemih, dan pernafasan,
dengan kondisi terkontrol tanpa kontaminasi, dan luka operasi tersebut
tidak menunjukkan gejala infeksi (Kozier, 2010). Contoh operasinya:
kolesistektomi, laringektomi dan trans uretral resections prostat.
Tindakan operasi bersih terkontaminasi ini memiliki resiko infeksi
sebesar 5-15%. Menurut Bernard (2003), faktor resiko terjadi infeksi
luka operasi terdiri atas faktor endogen dan eksogen (John Hopkin
Medicine, 2010). Faktor resiko endogen seperti neonatus, lansia, kondisi
penyakit seperti diabetes, malnutrisi, penyakit kulit dan obesitas,
penggunaan alkohol dan merokok. Faktor eksogen meliputi tindakan
bedah yang terkontaminasi, lamanya prosedur pembedahan, staff kamar
operasi dengan infeksi kulit, tehnik drainase luka, dan tehnik operasi
(Harrington., P , 2014).

Infeksi nosokomial atau Hospital Acquired Infections (HAIs) adalah


infeksi yang terjadi pada saat pasien dirawat di rumah sakit dan tidak
dalam kondisi inkubasi suatu penyakit, atau infeksi yang terjadi setelah
48 jam perawatan di rumah sakit (WHO,2002). Infeksi nosokomial

merupakan suatu kondisi baik lokal maupun sistemik pada tubuh


seseorang akibat dari reaksi terhadap agen infeksi yang didapat selama
perawatan (Tsai & Caterson, 2014). Pada fase post operasi menurut
David dan Caterson ( 2014), perawat melakukan manajemen post operasi
yang meliputi observasi gejala infeksi dan pencegahan infeksi saluran
kemih.
Pemasangan kateter pada post TURBT merupakan salah satu tindakan
yang beresiko terjadi infeksi saluran kemih. Indikasi pemasangan kateter
menurut Andre Lord (2013, dalam Catheter Care Gudelines), kateter
urine dilakukan pada pasien sedang menjalani prosedur pembedahan,
pasien dengan retensi urine atau obstruksi kandung kemih, pasien dengan
hematuri, cedera tulang belakang dan pelvis, dan tindakan bedah kasus
urologi. Pada pasien dengan terpasang kateter urin, perawat dapat
memonitor output urin secara ketat. Memonitor aliran urin dan irigasi
post TURBT (Houghton, 2017).

Jenis kateterisasi menurut Carroline (2007) dan Houghton (2017):

Kateter intermitten, bertujuan untuk mengosngkan kandung kemih


sesegera mungkin, kateter langsung di lepas setela kandung kemih
kososng, misalnya pada kasus retensi post bedah, Post Voiding Residu
(PVR) lebih dari 100 cc.
Kateter jangka pendek, terpasang kateter lebih dari 2 minggu , di
lakukan pada pasien post operasi.
Kateter jangka panjang. Pemasangan kateter 2 minggu hingga 3
bulan.

Pada pasien dengan kateter urin threeway dilakukan untuk tujuan


irigasi dan pencegahan terhadap obstruksi dari adanya bekuan darah,
katerer ini dipasang pada kondisi hematuri atau post TUR/ TURBT
(PDC. 2013; ACI Health, 2014; SUNA, 2015). Nacl 0,9% merupakan
cairan yang dianjurkan untuk irigasi kateter, dilakukan dengan
mengalirkan Nacl kedalam kateter dengan tetesan 40-60 tts/menit, dan
dialirkan kedalam urin bag dengan sistem close drainase. Selama
proses perawatan kateter dan irigasi lakukan dengan teknik steril dan
aseptik. Pengosongan urine bag dilakukan bila kantong urine berisi ¾
bagian, hal ini untuk mencegah trauma pada uretra akibat tarikan urin
bag yang penuh dan mencegah retensi pada aliran urine.
Society of urological nurse and assosiate (SUNA, 2015) memberikan
pedoman untuk pencegahan infeksi pada pasien dengan kateter.
Perawat dalam melakukan perawatan pada kateter selalu melakukan
hand hygiene sebelum dan setelah tindakan. Dalam melakukan
penggantian kateter berdasarkan kondisi klinis pasien. Menentukan
ukuran kateter untuk mencegah trauma uretra, ukuran kateter gunakan
paling kecil bila memungkinkan. Untuk mengisi balon kateter

menggunakan air steril (aquades steril). Hindari mengsisi balon kateter


menggunakan Nacl 0,9%, karena dapat menyebabkan kristalisasi dan menyulitkan
saat pelepasan kateter, jangan mengisi dengan udara karena balon akan
mengapung di kandung kemih dan aliran urin tidak adekuat. Untuk pemasangan
kateter yang lebih dari 3 minggu, lakukan pengecekan balon setiap 2 minggu isi
dengan air steril. Melakukan fiksasi kateter pada paha atau pada arah abdomen,
untuk mencegah trauma, perdarahan, spasme kandung kemih dari tekanan dan
traksi. Kultur urine di lakukan dengan cara mengganti kateter yang lama, setelah
kateter baru terpasang ambil spesimen urine dengan teknik steril. Memonitor
intake cairan pasien. Hidrasi yang adekuat dapat mencegah terjadi kerak pada
kateter, menururnkan resiko terjadi batu kandung kemih serta infeksi saluran
kemih.
Untuk mencegah infeksi yang bersumber dari pengunjung atau keluarga pasien,
perawat sebaiknya memberikan edukasi baik kepada pasien atau keluarga.
Menganjurkan hand higiene sebelum dan setelah kontak dengan pasien/
keluarga. Menganjurkan menjaga kebersihan area perianal, gunakan sabun untuk
memebersihkan area
tersebut. Motivasi pasien untuk minum cukup, 30cc/ kgbb/hari,
kecuali pada kondisi medis tertentu. Libatkan keluarga dalam menjaga
sistem drainase tertutup pada aliran urine (Frenser, 2009).
Pengosongan urine abg setiap 3-6 jam, atau bila terisi setengah atau ¾
bagian. Perawatan area sebelum pemasangan kateter menggunakan
chlorhexidine 2% untuk mencegah infeksi (Andrea lord, 2013).
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian

1. Identitas klien
a. Usia:
Menurut Brunner & Suddarth (2004), kanker kandung kemih lebih
sering terjadi pada orang dewasa berusia 50 sampai 70 tahun, usia
rata-rata pada saat diagnosis adalah 65 tahun. Jenis kelamin, pada
pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan
wanita (Brunner & Suddarth, 2004).
b. Pekerjaan:
Pekerja di pabrik bahan kimia, penyamak kulit, pegawai salon,
pewarna, karet, minyak bumi, industri kulit, dan percetakan
memiliki risiko lebih tinggi. Karsinogenik yang spesifik meliputi
benzidin, betanaphthylamine, dan 4-aminobiphenyl. Perkembangan
tumor dapat berlangsung lama (Tanagho & J. W. McAninch, 2007).
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan Utama : Klien akan mengeluhkan hematuria.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan obstruktif berupa:kencing sedikit, hematuria, pancaran
melemah. Sedangkan keluhan iritatif berupa: frekwensi, urgency,
nocturia (jarang), urgent inkontinencia dan dysuria
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih, infeksi
kronis saluran kencing, dan infeksi dari parasit memiliki
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama
(National Cancer Institute 2010).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun
kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan
menimbulkan resiko kanker kandung kemih (NCI, 2010).
e. Kondisi lingkungan tempat tinggal:
Demografi di daerah industri dan bahan kimia. Terdapat insiden
kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara di Afrika,
terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma
haematobium, yang dapat ditemukan dalam kandungan air di
negara-negara ini (Connie Yarbro, dkk, 2010).
Pada area industri dengan penduduk padat yang memungkinkan
lingkungan terpapar oleh karsinogen tertentu, seperti: tembakau,

2-naftilamin, dan nitrat diketahui sebagai faktor predisposisi tumor sel transisional
(Joan & Lyndon, 2014).
f. Kebiasaan sehari-hari

Konsumsi 4 P (Pemanis, pewarna, pengawet, penyedap rasa), merokok.


Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum: Klien tampak pucat, merasa mual.
Tanda-tanda vital:

Peningkatan TD, karena ada gangguan pada fungsi aldosteron yang menyebabkan
vasokontriksi pembulu darah yang berakibat pada hipertensi.
Peningkatan RR (Hiperventilasi), karena terjadi penurunan Hb yang berakibat pada
penurunan O2
Eliminasi. Gejala berupa BAK hematuri/ urine bewarna merah, nyeri BAK.
Makanan & Cairan, kebiasaan makan, asupan diet dan minuman.

Neuro sensori Riwayat stroke, DM,


Nyeri/Kenyamanan

Keluhan nyeri saat BAK,sakit pada daerah abdomen, saat


BAK. Nyeri atau ketidak nyamanan : nyeri tekan abdomen,
nyeri tekan pada area ginjal pada saat palpasi, nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan posisi
atau tindakan lain.
2.3.2 Analisa Data

Da Etiologi Masalah Keperawatan


ta
Pre Operasi
DS: Kanker kandung Ganggguan Eliminasi
kemih Urin
 Keluhan nyeri berkemih, ↓
 BAK tidak lampias Massa tumor
DO : yang mudah
 Teraba massa di bladder ruptur
 Jumlah urin residu ↓
 Inkontinensia tipe luapan Mudah terkikis
 Urin output sedikit/tidak oleh urin yang
ada bersifat asam

Hematu
ria

DS: Kanker kandung Nyeri Akut


 Laporan secara verbal kemih
DO: ↓
 Posisi untuk Retensi urine
menahan pada bladder
nyeri ↓
 Tingkah laku berhati-hati Refl
 Gangguan tidur uks
(mata ↓
sayu, tampak capek, sulit Hidroure
atau gerakan kacau, ter
menyeringai) ↓
 Terfokus pada diri sendiri Hidronefros
 Fokus us
menyempit ↓
(penurunan persepsi Nyeri pinggang
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
 Tingkah laku
distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
 Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
 Perubahan
autonomic
dalam tonus otot
Da Etiologi Masalah Keperawatan
ta
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
 Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Post operasi
DS: Kanker kandung Nyeri akut
 Keluhan nyeri dengan kemih
VAS, durasi dan faktor ↓
pencetus nyeri. Post TURB-T
DO: ↓
 Respon fisik yang Luka reseksi
tampak dari observasi blass post
terhadap nyeri, pembedahan
 Tampak gelisah, wajah ↓
Ny
eri
berkerut,
 Adanya perubahan pola
istirahat akibat menahan
nyeri
 Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)

DS : Klien mengeluhkan Kanker Kandung Resiko Infeksi
merasa gatal di daerah kemih
lukanya 
DO : T: 37,5°C TURB-T
Leukosit 11.000/mm3 
Luka insisi

Resiko Infeksi

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Pra Operasi
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Mual berhubungan dengan tumor lokal di kandung kemih
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
Post Operasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

2.3.4 Intervensi Keperawatan


Pra Operasi
Diagnosa Tujuan dan
No Kriteria Interve
. Keperawat nsi
an Hasil
1 Gangguan NOC: NIC :
. eliminasi urin Urinary Elimination Irigasi Kandung Kemih
berhubungan Tujuan: 1. Jelaskan prosedur kepada
dengan obstruksi Setelah dilakukan klien
anatomik tindakan 2. Atur suplai irigasi yang
keperawatan steril, pelihara teknik
selama 3x24 jam kesterilan dari agen
nyeri teratasi, protokol
dengan kriteria 3. Bersihkan jalur mask atau
hasil: ujung terkahir Y-
1. Pola eliminasi connector dengan alkohol
2. Jumlah urin swap
3. Warna urin 4. Tetap irigasi cairan setiap
4. Kejernihan urin agen protokol
5. Intake cairan 5. Observasi perlindungan diri
6. Pengosongan 6. Monitor dan pelihara rate
kandung flow sesuai kebutuhan
kemih secara 7. Tulis cairan
maksimal yang dibutuhkan,
7. Tampak karakteristik cairan,
darah dalam jumlah pengeluaran, dan
urin respon pasien, dan agen
8. Frekuensi urine protokol
9. Urgency
with urination
10. Urge
inkontinence
1. Nyeri NOC : NIC :
Pain Control Pain Management
akut Setelah dilakukan
berhubungan asuhan selama 3 x 1. Tentukan dampak nyeri
dengan agen injury terhadap kualitas hidup
24, nyeri teratasi
dengan
klien (misalnya tidur,
nafsu
Diagnosa Tujuan dan
No. Kriteria Interve
Keperawat nsi
an Hasil
kriteria hasil: makan, aktivitas, kognitif,
1. Kenali awitan suasana hati, hubungan,
nyeri kinerja kerja, dan
2. Jelaskan faktor tanggung jawab peran).
penyebab nyeri 2. Kontrol faktor lingkungan
3. Gunakan obat yang mungkin
analgesik dan menyebabkan respon
non analgesik ketidaknyamanan klien
4. Laporkan nyeri (misalnya temperature
yang terkontrol ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk meringankan nyeri.

4. Kaji rasa nyeri secara


komprehensif
untuk
menentukan

lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri, dan faktor
pencetus.
5. Observasi tanda-tanda non
verbal
dari
ketidaknyamanan,
terutama
pada klien yang
mengalami kesulitan
berkomunikasi.

1 Resiko NOC: NIC:


.
infeksi Infection Severity Infection protection
berhubungan
dengan prosedur Tujuan 1. Lakukan tindakan
invasif pencegahan infeksi, hand
Kriteria
hygiene.
Hasil :
2. Batasi jumlah pengunjung,
-Klien tidak 3. Lakukan perawatan
demam. kateter
-Klien irigasi dengan
clorhexidien 2%.
tidak
mengalami 4. Sediakan alat tindakan
peningkatan asepsis saat melakukan
tindakan sif.
jumlah sel darah
putih. 5. Observasi gejala infeksi
saluran kemih dan aliran
irigasi kateter.

6. Monitor tanda-tanda dan


gejala infeksi sistemik dan
lokal

7. Pantau perubahan tingkat


energi atau malaise

Infection control

1. Bersihkan lingkungan setiap


kali setelah digunakan
pasien

2. Isolasi dengan orang yang


terkena penyakit menular

3. Batasi jumlah pengunjung


yang sesuai

4. Tingkatkan cara mengajar


mencuci tangan untuk
tenaga kesehatan

5. Anjurkan pasien tentang


teknik cuci tangan yang
tepat

6. Instruksikan pengunjung
untuk mencuci tangan saat
memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien

7. Gunakan sabun antimikroba


untuk mencuci yang sesuai
8. Cuci tangan sebelum dan
sesudah setiap kegiatan
perawatan pasien
BAB III

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

Bab ini memebahas tentang kasus kelolaan pasien dengan ca buli, mulai dari
pengkajian hingga evaluasi. Implementasi dan evaluasi sesuai dengan analisis
kasus tentang intervensi kateter post TURBT.

Pengkajian
Identitas Pasien

Pasien dengan nama Tn S P usia 63 tahun, masuk RSUP Fatmawati tanggal 16 Mei
2017 dengan rencana tindakan operasi TURBT tanggal 17 Mei 2017. Alamat tinggal
di Tanah Baru Beji Depok, Jawa barat, beragama Islam dengan riwayat pendidikan
SMA dan pekerjaan pedagang. Pasien masuk melalui poli urologi dengan diantar
oleh istrinya.
Anamnesis

Keluhan utama pada saat dirawat (17-6-2017)

Klien mengatakan BAK ada darah, nyeri VAS 2 pada daerah atas kemaluan tidak
menjalar, keluhan timbul sejak Januari 2016.
Riwayat kesehatan sebelumnya

Klien riwayat operasi TUR pertama 28 April 2016 di RSUD Depok, riwayat
kemoterapi tanggal 28 November 2016 di RSUP Fatmawati. kedua 20 April 2017 di
RSUP Fatmawati dengan tumor bulli, saat bulan Maret di anjurkan operasi
pengangkatan kandung kemih, klien menolak
dengan alasan malu kalau terpasang slang permanen di atas kemaluan.

Klien menyangkal ada riwayat hipertensi, DM atau penyakit lain.


Riwayat merokok sejak usia 30an tahun, berhenti sekitar 5 tahun yang
lalu.

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
40

UNIVERSITAS INDONESIA
Analisa praktik klinik..., Sarto, FIK, 2017
41

c. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga klien, tidak ada
keluarga yang pernah terkena tumor atau kanker.

d. Aktivitas istirahat tidur

Pasien merupakan kepala keluarga, bekerja sehari-hari berjualan bahan


pokok. Pasien tidak memiliki keterbatasan dalam melakukan mobilitas
fisik, jalan idak menggunakan alat bantu, makan minum mandiri, mandi
ganti pakaian mandiri. Kebiasaan pasien tidur siang 1-1,5 jam dan
tidur malam sekitar 7 jam. Tidak memiliki gangguan saat tidur, sesak
tidak ada. Pasien tampak kooperatif bicara jelas.

Post operasi 18 Mei 2017 jam 08.30 WIB pasien masih tampak baring di
tempat tidur, kedua kaki sudah bisa bergerak bebas, riwayat anestesi
spinal mobilisasi bedrest / 12 jam.

e. Sirkulasi

Pasien mengatakan tidak memiliki keluhan pusing, nyeri dada, dada


berdebar dan pasien mengatakan tidak memilikin riwayat sakit jantung
atau hipertensi. Tanda – tanda vital; TD: 130/80 mmhg, nadi: 78 x/menit,
rr: 18x/menit. Bunyi jantung S1 dan S2 normal, tidak ada thrill atau
murmur. Hasil toraks 30 April 2017 CTR <50%. Mukosa lembab,
konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik tidak ada diaforesis.

Pengkajian post operasi 18 Mei 2017 jam 08.30 WIB kesadaran Compos
mentis, GCS 15, TD: 130/70 mmhg, nadi 82 x/menit, rr: 20 x/menit.

c. Integritas ego

Pasien mengatakan sudah siap operasi, tindakan pembedahan ketiga ini


sudah dijelaskan di poli, bahwa tumor akan diusahakan di kerok melalui
lubang kemaluan. Pernah dianjurkan operasi cystektomi pasien menolak,
ingin berobat alternatif setelah operasi namun untuk kemoterapi tetap
akan dijalankan bila dianjurkan dokter. Post operasi pasien mengatakan
sudah nyaman akan mencoba pengobatan alternatif.

g. Eliminasi

Frekuensi buang air besar 1x/hari, konsistensi lunak warna coklat


kekuningan tidak pernah riwayat bab berdarah. Buang air kecil 6-7
x/hari, kuning jernih kadang-kadang nyeri, hasil urinalisa 16 Mei 2017

leukosit positif 1, Hb positif 2, pemeriksan sedimen urine bakteri 20,3/ul, epithel


10,4 / ul dan leukosit 80,5 / ul.

Pengkajian post operasi 18 Mei 2017 jam 08.30 terpasang DC no 24 treeway pro
spooling dengan Nacl 0,9% dengan tetesan 40 tts/menit. Produksi DC merah muda,
tidak tampak bekuan darah. Nyeri daerah kemaluan dan perut bawah VAS 3,
rasanya ingin mengejan BAK.

h. Makanan/cairan

Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan. Kebiasaan


makan 3x/hari, nasi dan lauk pauk. Minum sekitar 7-8 gelas sehari kadang- kopi
dan teh. Tidak memiliki riwayat sakit maagh maupun sakit pencernaan lainnya. Gigi
tidak ada berlubang, utuh, lidah bersih mukosa lembab. Edema tungkai tidak ada.
Tanggal 12 April 2017 GDN 82 mg/dl, GDPP 125 mg/dl. BB 65 kg TB 164 cm, IMT 23
dalam batas normal. Post operasi 18 Mei 2017 makan nasi biasa habis porsi makan
dari RS. Minum sejak pagi 1 gelas, terpasang IVFD Na Cl 0,9% / 12 jam.

Hygiene

Aktivitas kebersihan diri sebelum operasi dilakukan sendiri, berjalan


normal tidak menggunakan alat bantu. Penampilan secara umum bersih,
berpakaian rapi. Setelah operasi pasien mandi di bantu. Makan atau
minum sendiri.

j. Neuro sensori
Pasien tidak memiliki riwayat stroke dan kejang. Kesadaran compos
mentis, GCS 15, terorientasi baik terhadap waktu, tempat orang.
Memori baik, mampu mnegingat kejadian masa lalu dan saat ini. Pada
ektermitas tidak ada kesemutan atau hiposensori.

k. Nyeri / ketidaknyaman

Pasien mengeluh kadang-kadang timbul nyeri saat BAK, VAS 2-3,

didaerah kemaluan dan perut bagian bawah. Respon emosi saat nyeri
biasa. anggal 18 Mei 2017 jam 08.30 WIB pasien mengatakan nyeri lebih
sering terasa di bandingkan sebelum operasi, VAS 2-3, kalau kateter di
geser nyeri bertambah, tidak menjalar, rasa berdenyut, kadang ingin
merngejan seperti mau BAK.

Pernafasan

Pasien tidak memiliki riwayat sakit paru-paru, astma dan tidak pernah
merasa sesak nafas. Frekuensi nafas 20 x/menit, pergerakan dinding dada
simetris, suara nafas vesikuler. Tidak ada cianosis dan tidak menggunakan
otot bantu pernafasan.

Keamanan

Pasien tidak ada riwayat jatuh/ kecelakaan dalam 3 bulan terakhir atau
sebelumnya, tidak aad riwayat alergi. Tonus otot ROM aktif.

Efek pembiusan sudah tidak terasa, kedua kaki mampu bergerak, tidak
ada k2-4elemahan.

n. Interaksi sosial

Pasien merupakan kepala rumah tangga, tinggal dengan seorang istri


dan 2 orang anak, anak pertama dan kedua sudah menikah dan tinggal
tidak serumah. Pasien mengatakan hubungan dengan kelurga lain dan
tetangga baik. saat jam besuk tampak beberapa tetangga datang. Pasien
mengatakan aktif dikegiatan lingkungannnya.

3.1.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

12-04-2017 16-05-2017

Urinalisa -
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Urobilinogen 0,2 <1.00 E U/dl
Albumin Negatif Negatif
Berat jenis 1025 1.005-1.030
Lekosit Positif 1 Negatif
Sedimen urin - Nilai Normal
laki-
Epithel 10,4 laki:
Lekosit 85,4 <=5,7/ul
Eritrosit 17,9 <=9/ul
Bakteri 20,3 <=10/ul
<=12/ul
Hematologi -
Heaemoglobin 12,6 13-17 g/dl
Hematokrit 38 33-45 %
Leukosit 10,400l 5,1-11,1/ul
Trombosit 345.000 150-440/ul
Eritrosit 4,4 4.40- 5.50 juta
Gol darah A/+
Hemostasis -
APTT 23,5 26-43 detik
Kontrol APTT 30,7
PT 12,7 10,5-24,5 detik
Kontrol PT 13,6

Fungsi Ginjal -
Ureum 45 20-40 mg/dl
Creatinin 1,7 0.6-1,5 mmol/l

Elektrolit Darah -
Natrium 142 135-147 mmol/l
Kalium 4,07 3,5-5,5 mmol/l
Clorida 108 95-108 mmol/l

Diabetes -
GDN 83 80-100 mg/dl
GDPP 125 80-145 mg/dl
b. Radiologi

BNO 11 Februari 2017;

Tampak tumor pada dinding lateral kanan VU.

Histopatologi 21 Maret 2017;

Infiltrating uretrotelial carcinoma berdiferensiasi baik, tumor tumbuh


infiltrat sampai lapisan muskuler.

Laporan pembedahan 17-5-2017;jenis operasi bersih terkontaminasi


post operasi TURBT.

3.1.4Daftar Terapi Medikasi

Tabel 3.2 Daftar Terapi Medikasi


N Nama Dosis Wak Ru Indikasi
o Obat tu te
1. Cefoperazo 1 gr 2x1 IV Antibiotik
n
2. Paracetamo 1 gr 3x1 IV Analgetik/antipiret
l ik
3. Transamin 500 3x1 IV Antihemoragik
mg
4, NaCl 0,9% 500 2x1 IV Cairan infus
3.2 Analisa Data ml
Tabel 3.2 Analisa daat Pre operasi 17 Mei 2017

n Data Masalah keperawatan


o
1 DS : Pasien mengatakan Resiko regimen terapetik tidak
. sudah siap
efektif
operasi, namun

akan mencoba
berobat alternatif,
- Pasien
mengatakan akan

tetap
mengikuti
program
kemoterapi.
- Pasien
mengatakan
tidak setuju
untuk
pengangkatan
kandung kemih.
Tabel DO:
3.2 Analisa data post
Pasien operasi 18-Mei 2017
tampak
tenang, bicara
jelas
emosi datar.

N Data Masalah keperawatan


o
1. DS : Pasien mengatakan Nyeri akut
nyeri

daerah kemaluan
dan perut bagian
bawah, VAS 2-3,
rasa berdenyut,
panas,

kalau bergerak
semakin nyeri.
DO : Kesadaran CM,
GCS 15.
Pasien

tampak meringis
saat gerak daerah
pinggang.
- TD 130/70
mmhg. Nadi 82
x/menit,
RR 20 x/menit.
2. DS : - Pasien Gangguan eliminasi urin
mengatakan
sejak

operasi
terpasang

kateter,
kadang- kadang
ingin

tetap mengejan.
DO :
- Klien terpasang
katetr sejak
tanggal 17 Mei
sore, pasca
operasi TURBT.
- DC no 24
treeway pro
spooling dengan
NaCl 0,9%
40 gtt/mnt.
3 DS : Resiko Cedera
.
DO : Pasien post op
dengan spinal
anestesi.
Kes CM, GCS15.
Scale Morse: 50.
-Pasien
Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana asuhanterpasang DC no yang di lakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan
24.
keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa di bagi menjadi dua bagian yaitu
sebelum operasi dan sesudah operasi.

A. Rencana asuhan keperawatan sebelum operasi:

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawat
an
Resiko Tujuan: Klien memahami kondisi Intervensi yang
penyaitnya setelah dilakukan :
regimen terapetik diberikan edukasi
tidak efektif - Kaji kondisi pasien
sebanyak 2x pertemuan.
berhubungan secara mental, beri
Kriteria hasil ; privasi dan
lingkungan nyaman.
dengan kurangnya Klien memahami
kondisi
pengetahuan
klien
tentang penyakitnya
penyakitnya, - Hindari konfrontasi
dengan pasien.
Klien memahami
prosedur yang dilakukan - Kaji
untuk mengatasi tingkat
penyakitnya pemahaman

Klien menyetujui klien terhadap


tindakan cistektomi. penyakit, rencana
terapi, rencana
tindakan selanjutnya
setelah operasi.
- Edukasi pasien
tenatng ca buli dan
tatalaksana.
- Evaluasi hasil edukasi.

- Beri support mental


pasien
hingga menunggu
jam operasi

B. Rencana asuhan keperawatan post operasi TURB

Diagnosa keperawatan Tujuan dan Intervensi


kriteria
hasil
1. Perubahan pola eliminasi urin NOC: NIC:

Urinary Infection protection

Elimination Kriteria - Kaji fiksasi kateter,


aliran dan drainase
hasil: spolling.
-pola eliminasi - Observasi produksi
spontan,
urine dan catat
-Jumlah urin 1200- jumlah warna urine
1500cc’ dan spoling.

-Warna urin jernih. - Observasi tetesan


irigasi kateter.
-Intake cairan 30-
50cc/kgbb. - Edukasi pasien
untuk minum sekitar
-Pengosongan 1500 cc/hari.
kandung kemih
- Pantau tanda-tanda
secara maksimal dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
-tidak tampak darah
dalam urin. -Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- gejala ISK negatif.
-Evaluasi

poduksi kateter,
warna dan aliran
untuk proses
pelepasan kateter.

-Kolaborasi
pemberian antibiotik.

- Anjurkan pasien
menjaga kebersihan
area perianal.

- Hand hygiene
sebelum
dan sesudah
melakukan tndakan
perawatan
2. Nyeri akut Tujuan ; Intervensi
berhubungan dengan post
tindakan invasif Setelah dilakukan yang dilakukan
intervensi adalah:
keperawatan selama
2x 24 jam nyeri - Kaji intensitas, lokasi
berkurang atau dan tempat/area serta
hilang. penjalaran dari nyeri.

Kriteria hasil; -Observasi

-Nyeri hilang, adanya abdominal


pain
-Skala nyeri VAS 0,
pasien dapat istirahat - Jelaskan kepada
dengan tenang. pasien penyebab dari
rasa sakit/nyeri pada
-Pasien tampak rileks. daerah pinggang.

-Anjurkan pasien
banyak minum air
putih 3 – 4 liter
perhari selama tidak
ada kontra indikasi.

-Berikan posisi dan


lingkungan

yang nyaman dan


nyaman.

-Ajarkan teknik
relaksasi distraksi
dan guide imagine.

- Kolaborasi :
pemberian cairan
intra vena dan
pemberian obat-
obatan
analgetik.

3.4 Implementasi keperawatan


Diagnosa keperawatan : Gangguan pola eliminasi urin

Tangg Puk Implementasi Evaluasi


al ul
18-05- 08.0 - Memonitor tetesan irigasi DS :
2017 0 NaCl 0,9 %, warna urine,
jumlah. - Klien

- Memonitor fiksasi kateter, mengatakan minum


sekitar 500cc
sejak jam 8 sd 13.00.
51

- Mengkaji adanya tanda – - Klien tidak merasa


tanda infeksi pada kateter. demam, pusing, sejak
operasi masih tiduran
- Melakukan perawatan di TT.
09.00 kateter dengan clorhexidine
2%. DO:
- Mendokumentasikan hasil - Klien tampak tenang,
monitoring dan pengkajian tetesan irigasi NaCl
kateter. 0.9% lancar 40 gtts/
mnt.
10.00 - Memberikan terapi antibiotik;
cefoferazon 1 gr. - Produksi kateter 1800
13.30 cc;
- Memonitor intake cairan
peroral. - jumlah irigasi nacl=
1300cc.
Urine = 500 cc.
IWL =150 cc
Output Total =650cc
- Intake / oral= 500 cc
- Parenteral = 350 cc
Total intake =850cc.
- Balance=+200.
A: perubahan eliminasi urin
belum teratasi.
P: - Monitor produksi kateter,
tetesan irigasi dan jumlah
urin,
- Lanjutkan perawatan
kateter perhari dengan
clorhexidin 2%.
- Monitor tanda-tanda
infeksi saluran kemih.
Ttd; Sarto, S.Kep

19- 08.00 - ,
05- Mengukur R
201 tanda-tanda R,
7 vital,
T -
D
, M
e
N m
52

S: - d on 1 di a 600 u h,
Klien gr bu m cc r
mengata s bolu ka. . i -
kan sejak i s. IVF n L
s a O: - D t a
e n - Men P j 350 e k
m g ganj r u cc r u
a urka o m a k
l n d l J a
s t
a klie u a u n
e a
m n k h m n
k s
min s l
i i
m um i i a p
t s
i ± k r h e
a e
n r 150 a i b r
u 0cc t g = a
a
m 6 sd e a g w
200 t s 9 a
0 i
b 0cc/ e i 5 t
0 a
a hari. r 0 a
n
n k N n
c B .
y u a
c a
a n c P: - k
. - l
k i l P a
Me a
, - Klie n e t
ncat 0 n
n g n e
at , c
p ingi inta c t
9 e
a n j e e
ke %
g kate e g r
outp =
i ter r a .
ut 3
sege n h
cair 0 0 -
s ra i a
an. 0 L
tess an h A; n
an katet , c i a
M
09.00 irig er j c n n
a
asi deng u f j
- jumla s
kate an m e u
h urin a
ter clorh l k t
800 l
Nac exidi a s k
cc. a
l ne h i a
h
0,9 2%. - IWL s n
10.00 % 1 a
= 150 e
40 - Mem 1 cc l k
l
gtt/ berik 0 u o
i
13.40 mnt an 0 jumlah r l
m
- . terap c output a a
i
en i anti c = 950 n b
n
ga - Mel bioti / cc. k o
a
tu aku k 8 e r
Intake s
r kan Cefo m a
= i
te pera feraz j i s
wat minum i
53

i Ttd S:Klien O: Kes


o Sart men CM, GCS
t o, S. gata 15, TD
i Kep kan 1
k . minu 3
. m 0
sejak /
20-5- -
7.35 - 7
jam
2017 Monit 0
7
or pagi
sd m
kateter 13.0 m
, 0 h
jumla seba g
h, nyak ,
warna 500c N
urine, c. :
7
- Klie 8
M n
en men x
g gata /
u kan m
k sejak n
ur kem t
ta -
arin ,
n urine R
da tidak R
- mera :
ta h, 2
n alira 0
da n
vi lanc x
ta ar. /
l, m
- Klie n
M n t
el men ,
ak gata S
uk kan u
an akan h
pe men u
ra gikut :
w i 3
at kem 6
an otera ,
ka - pi 5
tet selan °
er jutny c
. a. .
53

selanjutnya. -Produksi urine 500cc,


warna jernih, tetesan
-Mengukur intake output dan lancar. irigasi NaCl
balance cairan. distop.
Intake
minum; 500cc
IVFD ; 250cc
Jumlah = 750cc
Output :
Urine; 500
cc IWL ;
150cc
Jumlah =650cc
Balance
=+100cc.
A: Gangguan eliminasi
urine teratasi
sebagian.
P: - observasi aliran kateter
pasca stop irirgasi.
- Rencana aff kateter
21 Mei 2017.
- Ajarkan

bladder training.
Ttd Sarto, S.Kep
BAB IV

PEMBAHASA

Bab ini membahas analisis praktek klinik asuhan keperawatan terkait dengan
KKMP dan pasien kelolaan dengan berbagai sumber yang sesuai. Analsis
intervensi perawatan kateter irigasi post TURBT.

4.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan


Ca Buli Post TURBT

Masyarakat perkotaan dengan beragam gaya hidup dan berbagai macam jenis
pekerjaan, merupakan kelompok masyarakat yang rentan terkena ca buli.
Penderita ca buli meningkat pada negara-negara maju dan industri, angka
penderita ca buli sedikit berkurang pada negara Asia menurut World Cancer
Research Fund International (WCRFI, 2014). Usia harapan hidup yang lebih
lama di perkotaan turut menunjang resiko terkena ca buli. Tahun 2007,
WCRFI menemukan fakta bahwa masyarakat perokok dan gemar
mengkonsumsi minuman mengandung arsenik meningkatkan faktor
terjadinya ca buli. Minuman tersebut dapat berupa anggur dan bir.

Kanker buli merupakan penyebab kedua kematian kanker pada laki-laki


setelah ca prostat (KEMENKES RI, 2015). Di USA menurut Society
Urologic Nurses and Associates (SUNA, 2013), ca buli merupakan penyebab
kanker keempat menimbulkan kematian pada laki-laki dan kesebelas pada
kejadian ca pada perempuan pada tahun 2004. Tahun 2014 ditemukan 74.690
kasus baru dan 15.580 kematian akibat ca bulli (Siegel et al, 2014). World
Cancer Research Fund International (2014), tahun 2012 ditemukan penderita
baru ca buli sebanyak 430.000 orang atau 3% dari total jumlah kasus baru
semua kanker. Jumlah penderita ca buli di RSUP Fatmawati periode Januari
– Mei 2017 sebanyak 12 orang, dengan 30% diantaranya meninggal dunia
(Instalasi Rawat IRNA Teratai, 2017). Asap rokok dapat menyebabkan
kerusakan DNA sel organ. Menurut Cancer Research UK (2016), zat kimia
yang ditemukan pada rokok yang merusak DNA adalah benzene,
polonium-
210, benzopyrene, dan nitrosamine. Meningkatnya kadar zat kimia tersebut
menyebabkan perubahan DNA sel, sehingga proses apoptosis sel mengalami
perubahan. Terjadinya kanker pada seseorang berbeda-beda dipengaruhi oleh
jumlah paparan zat, lamanya terpapar zat, kesehatan individu serta faktor
lainnya. Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan dan
radikal bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum, folat sel darah
merah, antioksidan serta vitamin B12 (Maninno, et al., 2003; Tungtrongchitr,
et al., 2003 dalam Rouissi,et al., 2011)

Berdasarkan hasil pengkajian, pasien seorang laki-laki, berusia 63 tahun, riwayat


tindakan TUR yang ke tiga kali, riwayat merokok sejak usia 30 tahun. Menurut
Gemmil (2013), laki-laki memiliki peluang tiga kali lebih besar daripada perempuan
untuk terkena ca buli. Usia diatas 60 tahun pada laki-laki meningkatkan resiko
terjadi ca buli, hal ini dipresipitasi dengan kebiasaan merokok pasien sejak usia 30
tahun. Akumulasi zat benzene, polonium-210, benzopyrene dan nitrosamine yang
terkandung dalam asap rokok selama puluhan tahun, menyebabkan seseorang
memiliki resiko besar terkena ca buli.

Pada pemeriksaan urologi klien ditemukan jumlah bakteri dalam urine 20,3/ul
dengan batas nilai normal yaitu <12/ul. Dalam pengkajian riwayat kesehatan
pasien telah beberapa kali dilakukan tindakan pemasangan kateter. Menurut
National Cancer Institut (2010), dan World Cancer Research Fund International
(2014) imflamasi akibat infeksi bakteri dan trauma mukosa buli dapat menstimulasi
pertumbuhan sel kanker. Iritasi pada mukosa kandung kemih apabila terpapar zat
karsinogen seperti nitrosamine, benzene, polonium-210 dan amin aromatik dapat
mempengaruhi perubahan DNA.
Sel tubuh secara normal mengalami apoptosis, regenerasi sel terus
berlangsung seumur hidup. Rusaknya struktur DNA sel mengakibatkan
proses apoptosis tidak terjadi. Sel membelah diri dengan cepat, tumbuh lebih
cepat dan menimbulkan pembesaran struktur organ hal ini menimbulkan
tumor organ. Radikal bebas bergabung dengan urin secara terus menerus dan
masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi stagnasi radikal bebas, radikal
bebas mengikat elektron DNA dan RNA sel transisional sehingga terjadi
kerusakan DNA.

Adanya kerusakan DNA maka tubuh akan melakukan perbaikan DNA, hal ini
memicu mutasi pada genom sel somatik. Perubahan mutasi dari genom sel
somatik akibat zat karsinogen mengakibatkan 3 hal yaitu pengaktifan
onkogen pendorong pertumbuhan, kedua perubahan gen yang mengandalikan
pertumbuhan dan yang terakhir adalah penonaktifan gen supresor kanker.
Ketiga hal tersebut mengakibatkan produksi gen regulatorik hilang.
Selanjutnya terjadi replikasi DNA yang berlebih. Akhirnya terjadi kanker
pada kandung kemih (Brunner &Suddarth. 2002).

Hasil histologi bulan Maret 2017 ditemukan adanya tumor infiltrat yang
menembus muskularis dan infiltrating urothelial carsinoma berdiferensiasi
baik sedang pada pasien Tn S. Berdasarkan hasil tersebut pasien telah
dilakukan tindakan kemoterapi neoadjuvant dengan pemberian Doxorubicin.
Doxorubicin merupakan golongan antrasiklin, jenis antibiotik yang digunakan
untuk berbagai terapi kanker (Childs et al., 2002). Mekanisme aksi sitotoksik
dari antrasiklin meliputi empat mekanisme yaitu; inhibitor topoisomerase II,
inhibitor sintesis DNA dan RNA, pengikatan membran sel untuk transport
ion, dan pembentukan radikal bebas semiquinoin yang beresiko
kardiotosisitas (Bruton et al, 2005). Doxorubicin akan memepengaruhi
transkripsi dan replikasi DNA. Membentuk komplek tripartit dengan enzim
topoisomerase dan DNA. Enzim topoisomerase bekerja dengan ATP untuk
mengikat DNA dan menyebabkan penghambatan penyambungan DNA
sehingga memacu terjadinya apoptosis sel (Gewirtz,1999; Minotti et al.,
2004). Efek samping doxorubicin adalah terjadinya kardiomyopathi. Selama
proses kemoterapi dan sesudah pemberian perawat diharapkan memonitor
adanya gejala-gejala kardiomiopati seperti edema tungkai, cepat lelah setelah
aktivitas ringan, pusing, sakit kepala dan nadi tidak teratur.

Hasil urinalisa pada 22 April 2017 ditemukan jumlah bakteri dalam urin
sebanyak 20,3 /ul, lebih tinggi dari batas normal <10/ul. Sesuai dengan
Canada Urological Association (Mrkobrada, 2013), penggunaan antibiotik
propilaksis di berikan apabila dalam pemeriksaan urin pasien ditemukan
bakteri lebih dari normal. Antibiotik yang direkomendasikan oleh CUA
(2013) cepalosforin generasi ketiga. Terapi antibiotik post TURBT yang
diberikan pada pasien Tn S adalah Cefoperazon. Merupakan komponen
antibakteri golongan cepalosforin generasi ketiga. Bekerja pada fase
pembelahan aktif dengan cara menghambat mukopeptida pada dinding sel.
Memiliki irreversible inhibitor β laktamase sehingga cefoperazon cocok

untuk organisme yang resisten dengan antibiotik β-lactam. Berdasarkan data


tersebut maka pemberian antibiotik pada post TURBT telah sesuai dengan
hasil riset dan pedoman yang diterbitkan oleh Canadian Urological
Association tahun 2013.

4.2 Analisis Masalah Keperawatan erkait Intervensi Kateter Irigasi post TURBT
Berdasarkan hasil pengkajian post operasi TURBT 18 Juni 2017, pasien terpasang
Folley kateter no 24 threeway yang di gunakan sebagai sistem drainase. Cairan
yang digunakan NaCl 0,9% dengan jumlah tetesan 60 tts/menit. Aliran urin dan
drainase lancar, warna kuning jernih. Dilakukan perawatan kateter dan
perineal / hari. Perawatan meatus uretra dengan cairan chlorhexidin 2%, dan
memonitor tetesan drainase urin (Carolyn et al, 2017). Pada hari kedua tetesan
diturunkan menjafdi 40 tts/menit. Upaya yang dilakukan perawat untuk
mencegah infeksi salura kemih akibat kateter dengan catra perawatan kateter
perhari dan menjaga drainase tertutup. Sesuai dengan pedoman yang di
keluarkan CUA (2013) dan David dan Caterson (
2014), perawat dalam melakukan perawatan kateter selalu menerapkan usaha
pencegahn infeksi, hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

Edukasi yang dilakukan terhadap keluarga dan pasien dalam mencegah


infeksi saluran kemih adalah selalu menjaga kebersihan khususnya daerah
perianal, minum cukup air 30-40cc/kgbb. Dengan minum cukup air, maka
produksi urine akan normal. Hal ini untuk mencegah adanya pengkristalan
urin akibat produksi urin pekat. Menjaga area perianal karena pada area
tersebut terdapat beragam koloni bakteri. Catheter Associated Urinary Tract
Infection (CAUTI) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien
dengan kateter urin dalam jangka waktu 48 jam sesuai onset infeksi saluran
kemih (CDC, 1999). Upaya pencegahan infeksi saluran kemih di lakukan di
RSUP Fatmawati diantaranya dengan mengeluarkan Standard Operate
Procedure berupa penggantian kateter dalam waktu 7 x 24 jam. Melakukan
evaluasi ketaatan hand hygiene baik kepada perawat ruangan maupun kepada

mahasiswa praktek. Melakukan edukasi kepada pasien baru tentang persiapan pre
dan post operasi. Menyediakan sarana dan prasarana memeadai untuk perawatan
kateter dan tersedianya cairan chlorhexidin di ruang rawat lt 4 Selatan.
BAB V

PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil kajian kasus dan analisis bab
sebelumnya,

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan bab sebelumnya, maka kesimpulan
dari karya ilmiah akhir ini adalah:

Penyebab dari ca buli adalah terpapar seseorang oleh zat karsinogen yang berasal
dari lingkungan sekitar, dan di picu dengan tingkat usia lanjut serta kebiasaan
hidup seseorang. Merokok dan tinggal di area industri merupakan salah satu
penyebab tertinggi terkena ca buli.
Ca buli tidak menunjukan gejala pada fase awal, gejala dirasakan seseorang saat ca
buli sudah berada pada tahap lanjut. Kondisi ini turut menyebabkan penderita ca
buli memiliki prognosis buruk.
TURBT merupakan salah satu tindakan medis ca buli, kateter irigasi merupakan
prioritas intervensi keperawatan pada post operasi. Pencegahan infeksi saluran
kencing dilakukan dengan selalu mentaati pedoman / SOP yang telah di tetapkan.
Perawatan dengan chlorhexidin 2 %, dan perawatan perianal pada pasien dengan
kateterisasi terbukti mampu menurunkan angka infeksi saluran kencing.
5.2 Saran
a. Pelayanan keperawatan

Hasil kajian implementasi ini diharapkan mampu memotivasi perawat untuk


memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan ca buli dengan upaya
pencegahan infeksi saluran kencing. Sehingga mutu pelayanan keperawatan
dengan salah satu indikator kejadian infeksi saluran kencing dapat
dipertahankan dengan baik.
b. Institusi pendidikan keperawatan

Memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan


dengan pasien ca buli.

c. Peneliti keperawatan

Peneliti menyarankan untuk pasien post TURBT dilakukan penyapihan


kateterisasi segera mungkin, melalui riset terpadu. Peneliti keperawatan
selanjutnya untuk melakukan riset tentang pencegahan infeksi saluran kencing
khususnya post operasi TUR.
DAFTAR PUSTAKA
Andrea Lord, Murray, Poole et al, (2013). Catheter care guidelines 2013. Clinical
Nurse Specialist. http://www.newcastle-
hospitals.org.uk/downloads/clinical-
guidelines/CrossDirectorate/Indewlling201009.pdf

Black, J. M., & Hawks. J., H. (2010). Medical Surgical Nursing Clinical
Management for positive outcome. 8th ed. St Louise. Eselvier

Boekhorst.,Farrell., V, Geng., et al, (2012). Evidence based guidelines for best


practice in urological healt care. Catheterisation in adult. EAUN

Brunner &Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Carolyn, Craig, Agarwal, (2017). Guidelines for catheter associated urinary tract
infection 2009. Health Care Infection Control Practice Advisor Committe.
www.cdc//guidelines forinfectioncontrol.org

Charles Jameson, (2008). Pathology of Bladder Cancer. Cambridge University


Press.www.cambridge,org

Collen Mc Donald, Karina,. (2012). Bladder irrigations guidelines. Medical


Education Package. ACI Urologi Network. Prepared by: Mater Education Centre,
Mater Health Services

Di Giulio, M, Jackson, D, dan Keogh, J. (2007). Medical-Surgical Nursing,


Demystified: A Self-Teaching Guide. USA: The Mc Graw-Hill Companies.
European Association of Urological Nurse. (2012). Catheterisation in adult;
evidence based guidelines indwelling catheter. .

Frenser, Esnaola, (2009). Preventions of Catheter Urinary Tract Infection. Best


Practice Guidelines. ACS NSQIP.

Harrington P. (2009). Prevention of Surgical Site Infections. Nursing Standard,


28, (248), 50-58. http://doi.org/10.1016/j.suc.2009.01.001. Diunduh 20-
11-2015. 11:34

John Ebel, Shouter, Eipstein, (2004). Tumour of the urinary sistem and
male organ. International Agency for Cancer Research. World
Health Organization

Kozier, B. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik.
Edisi 7. Jakarta: EGC
L. J. Harnack, K Henderson, W Zeng (1997). Cancer epidemiology; biomarker
and prevention, American Association for Cancer Research,
http://cebp.aacrjournals.org/content/6/12/1081

Lyndon. (2011). Master Plan Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
M. B. Amin, (2013). Update Pathology Standard for Bladder Cancer. Basel
seminar in Pathology. University of Hospital Basel.
amina@cshs.org

M. Houghton, (2017). Urinary catheter care guidelines, version 3. Patient safety


group. NHS

Muhammed et all, (2014). Nosocomial Infections: an overview. International


Research Journal of Farmacy. http://doi.org/10.7897/2230-8407.050102.
diunduh 29-11-2015

National Cancer Institute. (2010). Bladder Cancer, what you need to know?. US
Department of Health. National Institut of Health. Www.cancer.gov

NHS, 2016. Pre operatif assesment-informationt for patient having TURBT.


Urology procedure. Royal Berkshire. Www.royalberkshire.nhs.uk

Nursalam & Batticaca, FB. (2009). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Practice Development Coordinator. (2013). Standard Procedure for the
Irrigating (flushing) of an Indwelling Catheter. Document Name:
Document Number: CLSP 29, Version Number: 1, Version Date:
01/06/2011

Shenoy, K. Rajgopal dan Anita N. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Satu.
Tangerang: Karisma Publishing Group.
Snell, RS. (2011). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.
Society of Urological Nurse Association. (2013). Bladder Cancer; patient
fact sheet. East Holly Avenue. New Jersey. www.suna.org

Tsai, D. M., & Caterson, E. J. (2014). Curent Preventif measure for health
care associated Surgical site infeksi. Patient safety n surgery,8(1). 42.
http://doi.org/10.1186

Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA.
(2012).Campbell- Walsh Urology Tenth Edition. USA: Saunders.

WHO. (2002). Prevention of hospital-acquired infection.(Ed. Ke-2). Malta:


Department of Communicable Disease.
WHO. (2009). Wound Management. http://who.int.com. Diunduh 25-05-2017.
17:50 WIB.
Wojcik, E. M, (2016). Applying the Paris system for reporting urinary cytology.
40th europe congress of cytology. London, Englad.
www.cytology2016.com

Yosef, Herman. (2007). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika.

Anda mungkin juga menyukai