KELOMPOK IV
PROGRAM ALIH JENIS 2/ B19
Zita Triwika 131611123071
Ramona Irfan Kadji 131611123072
Yoga Trilintang Pamungkas 131611123073
Yoga Hadi Narendra 131611123074
Bayu Triantoro 131611123075
Clara Agustina 131611123076
Yhunika Nur Mastiyas 131611123077
Antonia Andasari 131611123078
1
BAB I
Air mata Sopiah (30), warga Kecamatan Mawar, Kota Kembang tumpah
seketika saat mendatangi Kantor BPJS Kesehatan Kota Kembang, Selasa
(15/3/2016).
Slamet, Sopiah, dan Rian memang sempat terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan Mandiri kelas III. Namun, di tengah jalan mereka tak mampu
membayar iuran jaminan kesehatan tersebut. Alasannya sederhana. Boro-boro
untuk membayar iuran, untuk makan sehari-hari saja keluarga ini merasa
kesulitan.
Suami saya hanya seorang tukang bangunan. Kerjanya serabutan. Saya juga tidak
bekerja, ujar Sopiah menceritakan keadaannya.
Unjuk rasa Sopiah dan puluhan warga yang peduli terhadap kasus
kesehatan ini merupakan kali kedua. Sebelumnya, pada Senin (14/3) Sopiah dan
massa DKR lainnya menggelar aksi serupa. Namun, aksi terpaksa harus
2
dihentikan karena koordinator DKR yakni Roy Suryono harus diamankan aparat
kepolisian atas dugaan mengganggu keamanan.
Di Kota Kembang ini ada sekitar 50.000 warga yang tidak mampu
membayar iuran BPJS Kesehatan. Ini adalah contoh kasus kecil. Kami ingin
pemerintah menyelesaikan kasus ini, ujar Koordinator DKR Roy Suryono.
Pada kasus ini, perawat RS setempat, yaitu Ns. Suryadi Sungkono, S.Kep,
sudah mengupayakan agar pasien Rian bisa tetap dilayani walaupun BPJS nya
non aktif. Regulasi RS tetap bisa melayani kondisi kedaruratan anak Rian, namun
keluarga harus tetap mengurus kembali kepesertaan BPJS nya. Jadi Ns. Suryadi
berperan sebagai advokat disini menjembatani antara keluarga yaitu ortu pasien
(Sopiah dan Slamer) dengan pihak BPJS dan pemerintah setempat. Karena
menurut peraturan BPJS, peserta yang menunggak pembayaran iuran tidak bisa
diputihkan dari tunggakan begitu saja. Dalam hal ini, apabila warga memang tidak
mampu atau tergolong sebagai warga miskin, pihaknya akan berkoordinasi dengan
pemerintah setempat untuk mencarikan solusi kasus tersebut. Yaitu kepesertaan
BPJS keluarga Slamet bisa digantikan menjadi peserta penerima bantuan iuran
yang ditanggung pemerintah. Menurut Ns. Suryadi, bagaimanapun pelayanan
kesehatan harus dinomorsatukan. Baru setelah itu, persoalan administrasi bisa
diselesaikan seadil dan sebijak mungkin. Karena dasar diselenggarakannya
layanan BPJS tak lain adalah untuk membantu masyarakat kecil mendapatkan hak
kesehatan yang layak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KODE ETIK KEPERAWATAN
A. Pengertian Kode Etik
Kode etik adalah pernyataan standar professional yang digunakan
sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat
keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas atau fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, di mana seorang perawat selalau berpegang teguh terhadap kode
etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat di hindarkan .
Kode etik adalah sistem norma,nilai, dan aturan professional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, serta apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa
yang benar dan salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan yang harus
dihindari.
Tujuan kode etik adalah agar professional memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik, akan
melindungi perbuatan yang tidak professional.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat
perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah
tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya, kode etik tentang euthanasia
( mati atas kehendak sendiri ), dahulu belum tercantum dalam kode etik
kedokteran namun kini sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing
profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya, kode etik dokter , guru, dan
pustakawan.
Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena
melangggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai
contoh, untuk Ikatan Dokter Indonesia, terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila
seorang Dokter dianggap melanggar kode etik tersebut maka dia akan
4
diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia bukan oleh
pengadilan.
B. Tujuan Kode Etik Keperawatan
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi. Dalam hal ini yang
di jaga adalah image organisasi dan mencegah orang luar memandang
rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu
profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan
anggota profasi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia
luar.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. Yang
dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau
mental. Kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi
anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan.
Kode etik juga menciptakan peraturan yang di tujukan kepada pembahan
tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi
dalam interaksinya dengan sesame anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Dalam hal ini
kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu sehingga para
anggota profesi mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian
profesinya. Kode etik merumuskan ketentuan yang perlu dilakukan oleh
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu, kode etik juga memuat tentang norma-norma
serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
profesi, sesuai dengan bidang pengabdiannya.
5
suatu pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memahami pula arti
pentingnya suatu profesi sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap
para pelaksana di lapangan kerja ( kalanga social )
1. Kode etik perawat menunjukan kepada masyarakat bahwa perawat
diharuskan memahami dan menerima kepercayaan dan tanggung jawab
yang di berikan kepada perawat oleh masyarakat.
2. Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktik etika.
3. Kode etik perawat menetapkan hubungan professional yang harus di
patuhi, yaitu hubungan perawat dengan pasien atau klien sebagai
advocator, perawat dengan tenaga profesi lain sebagai teman sejawat dan
denagn masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan keperawatan.
4. Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.
6
mengadakan upaya kesehatan, khususnya serta upaya kesejahteraan
umum sebagai bagian dari tugas kewajiban bagi kepentingan
masyarakat.
b. Tanggung jawab terhadap tugas
1) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang
tinggi, disertai kejujuran professional dalam menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan,sesuai dengan
kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat.
2) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3) Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan untuk tujuan yang melakukan hal yang bertentangan
dengan norma kemanusiaan.
4) Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, dan agama yang di anut, serta kedudukan
social.
5) Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan
klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalihtugaskan tanggungjawab yang ada hubungannya dengan
keperawatan.
c. Tanggung jawab terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya.
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama
perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam
memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2) Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan,
dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima
7
pengetahuan dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta
menerima pengetahuan dari profesi lain dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
d. Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan
1) Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan
professional secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan
jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
2) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi
keperawatan dengan menunjukan perilaku dan sifat pribadi yang
luhur.
3) Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam
kegiatan dan pendidikan keperawatan.
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
e. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan Negara
1) Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang
kesehatan dan keperawatan.
2) Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
8
b. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh
informasi yang bersifat rahasia.
c. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan
keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak
berkompeten, tidak etis, atau ilegal.
d. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan
perawatan yang dijalankan masing-masing individu.
e. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.
f. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan
menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria
dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan
melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.
g. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan
pengetahuan profesi.
h. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan
dan meningkatkan standar keperawatan.
i. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan
membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang
berkualitas.
j. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi
publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta
mempertahankan integritas perawat.
k. Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga
masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan
nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik.
3. Kode Etik Keperawatan Menurut ICN (International Council of Nurse)
ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional di seluruh
dunia yang didirikan pada tanggal 1 juli 1989 oleh Mrs. Bedford Fenwich
di Hanover Square, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian kode
etik ini diuraikan sebagai berikut.
a. Tanggung Jawab Utama Perawat
9
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan
mengurangi penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama
tersebut, perawat harus menyakini bahwa :
1) Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat
adalah sama.
2) Pelaksanaan praktik keperawatan dititikberatkan pada penghargaan
terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak
asas manusia.
3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan/atau keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok, dan mayarakat, perawat
mengikutserakan kelompok dan instansi terkait.
b. Perawat, Individu dan Anggota Kelompok Masyarakat
Tanggung jawab utama perawat adalah melakukan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,
dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan
lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di
masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien/klien.
Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya
dapat memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang
berkepentingan atau pengadilan.
c. Perawat dan Pelaksanaan Praktik Keperawatan
Perawat memegang peranan oenting dalam menentukan dan
melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai
kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan.
Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara
aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat
sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap
sesuai dengan standar profesi keperawatan.
d. Perawat dan Lingkungan Masyarakat
10
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap,
mempunyai inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam
menemukan masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di
masyarakat.
e. Perawat dan Sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman
sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luat
keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila
dalam masa perawatannya merasa terancam.
f. Perawat dan Profesi Keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan
pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan
keperawatan. Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan
pengetahun dalam menopang pelaksanaan perawat secara profesional.
Perawat, sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam
memelihara kestabilan sosial dan ekomoni sesuai dengan kondisi
pelaksanaan praktik keperawatan
11
adalah kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan
prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang
dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit,
lingkungan Rumah SAkit, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain
(Priharjo, 1995).
Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang
berhak mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan.
2. Kebebasan (freedom)
Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau
paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas
menentukan pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.
Contoh : Klien dan keluarga mempunyai hak untuk menerima atau
menolak asuhan keperawatan yang diberikan.
3. Kebenaran (Veracity) truth
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika
yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch
dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan
tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau
untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang
fundamental dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien.
Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien
yang memang sakit parah. Namun dari hasil penelitian pada pasien dalam
keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang
kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).
Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP
yang berlaku dimana klien dirawat.
4. Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu.
Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi
yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari
keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat
12
harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan
secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Ketika seseorang
mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini
harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula.
Contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik
dibangsal maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK.
5. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)
Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau
membahayakan orang lain.(Aiken, 2003).
Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus
dipasang side driil.
6. Kemurahan Hati (Benefiecence)
Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan
merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-
hal yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang
baik dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit
diterapkan dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan
sering memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya
kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara
yang menguntungkan pasien.
Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan memperlakukan klien
dengan baik dan benar.
7. Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung
jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai
tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab
dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab
menjaga janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan
perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari
prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan komponen paling
penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam kondisi
terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi
13
asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik,
memberikan kenyamanan dan menunjukan kemampuan profesional.
Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan,
maka tidak boleh mengingkari janji tersebut.
14
Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi
seperti nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral
perawatan dan prinsip- prinsip etik.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap seseorang dalam membuat
keputusan etis antara lain faktor agama dan adat istiadat, sosial, ilmu
pengetahuan/teknologi, legalisasi/keputusan juridis, dana/keuangan,
pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak
pasien.
1. Faktor agama dan adat istiadat.
Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama
dalam membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan untuk memahami
nilai-nilai yang diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk
memahami ini memang diperlukan proses. Semakin tua dan semakin banyak
pengalaman belajar, seseorang akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai-
nilai yang dimilikinya.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk
dengan berbagai agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk
yang menjadi warga negara Indonesia harus beragama/berkeyakinan. Ini
sesuai dengan sila pertama Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana
di Indonesia menjadikan aspek ketuhanan sebagai dasar paling utama.
Setiap warga negara diberi kebebasan untuk memilih kepercayaan yang
dianutnya.
2. Faktor sosial.
Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan
etis. Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi, hukum, dan peraturan perundang-undangan.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem
kesehatan nasional. Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada
program medis lambat laun menjadi pelayanan komprehensif dengan
pendekatan tim kesehatan.
3. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi.
15
Pada era abad 20 ini, manusia telah berhasil mencapai tingkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang belum dicapai manusia
pada abad sebelumnya. Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai
bidang.
Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas
hidup serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai
mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obat-obatan
baru. Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya
berkat adanya mesin hemodialisa. Ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil
dapat diganti dengan berbagai inseminasi. Kemajuan-kemajuan ini
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan etika.
4. Faktor legislasi dan keputusan juridis.
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap
perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya tindakan yang
merupakan reaksi perubahan tersebut. Legislasi merupakan jaminan
tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak sesuai hukum
dapat menimbulkan konflik.
Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan juridis bagi
permasalahan etika kesehatan sedang menjadi topik yang banyak
dibicarakan. Hukum kesehatan telah menjadi suatu bidang ilmu, dan
perundang-undangan baru banyak disusun untuk menyempurnakan
perundang-undangan lama atau untuk mengantisipasi perkembangan
permasalahan hukum kesehatan.
5. Faktor dana/keuangan.
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat
menimbulkan konflik. Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat,
pemerintah telah banyak berupaya dengan mengadakan berbagai program
yang dibiayai pemerintah.
6. Faktor pekerjaan.
Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya dalam
pembuatan suatu keputusan. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat
dilaksanakan, namun harus diselesaikan dengan keputusan/aturan tempat ia
16
bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering mendapat
sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya, ia
mendapatkan sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.
7. Kode etik keperawatan
Kelly (1987), dikutip oleh Robert Priharjo, menyatakan bahwa kode
etik merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti
penting dalam penentuan, pertahanan dan peningkatan standar profesi. Kode
etik menunjukkan bahwa tanggung jawab kepercayaan dari masyarakat telah
diterima oleh profesi.
Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap
masalah yang menyangkut etika, perawat harus banyak berlatih mencoba
menganalisis permasalahan-permasalahan etis.
8. Hak-hak pasien
Hak-hak pasien pada dasarnya merupakan bagian dari konsep hak-hak
manusia. Hak merupakan suatu tuntutan rasional yang berasal dari
interpretasi konsekuensi dan kepraktisan suatu situasi.
Pernyataan hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga negara,
hak-hak hukum dan hak-hak moral. Hak-hak pasien yang secara luas
dikenal menurut Megan (1998) meliputi hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang adil dan berkualitas, hak untuk diberi informasi, hak untuk
dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan,
hak untuk diberi informed concent, hak untuk mengetahui nama dan status
tenaga kesehatan yang menolong, hak untuk mempunyai pendapat
kedua(secand opini), hak untuk diperlakukan dengan hormat, hak untuk
konfidensialitas (termasuk privacy), hak untuk kompensasi terhadap cedera
yang tidak legal dan hak untuk mempertahankan dignitas (kemuliaan)
termasuk menghadapi kematian dengan bangga.
17
1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali
tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin yang
bersangkutan, kepentingan yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan
penyelamatan nyawa atau cegah cacat).
Pada UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya
pada pasal 52 juga diatur hak hak pasien, yang meliputi :
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
3. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.
4. Menolak tindakan medis.
5. Mendapatkan isi rekam medis.
Terkait rekam medis, Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 pasal 12
menyebutkan :
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk
ringkasan rekam medis.
4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa
atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak
untuk itu.
Hak pasien dalam UU No. 44/ 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32
UU 44/ 2009) menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai
berikut :
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit.
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.
18
4. Memperoleh pelayanan kesehatan bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional.
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi.
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit.
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
(second opinion) yang memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar rumah sakit.
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data data medisnya.
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan.
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinyaselama dalam perawatan
di Rumah Sakit.
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya.
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
17. Menggugat dan atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit itu diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar, baik secara
perdata ataupun pidana.
19
18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
20
7. Hak untuk mencari pendapat kedua/ pendapat dari dokter lain/ rumah
sakit lain.
8. Hak atas isi rekaman medis/ data medis.
9. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
10. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang
dikenakan/ dokumen pembayaran/ bon/ bill.
11. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan
tindakan yang tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan.
b. Kewajiban pasien
1. Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan
penyakit kepada petugas kesehatan.
2. Mematuhi nasehat dokter dan perawat.
3. Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.
4. Memenuhi imbalan jasa pelayanan.
21
6. Hak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data
data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang
berlaku.
7. Hak untuk memperoleh informasi/ penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya.
8. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
9. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
10. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribadah dan atau
masalah lainnya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
11. Hak beribadah menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
mengganggu ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainnya.
12. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah
sakit.
13. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya.
14. Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
15. Hak akses/ inzage kepada rekam medis/ hak atas kandungan isi rekam
medis miliknya.
Kewajiban pasien :
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya kepada dokter yang merawat.
2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam
pengobatannya.
3. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban
memenuhi hal hal yang telah disepakati/ perjanjian yang telah dibuatnya.
22
Hak perawat
Menurut Annas dan Healey, hak perawat antara lain :
1. Perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan
spesialisasi sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
3. Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan
peraturan perundang undangan serta standar kode etik profesi.
4. Perawat berhak untuk mendapatkan informasi lengkap dari klien atau
keluarganya tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap
pelayanan yang diberikan.
5. Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan/
kesehatan secara terus menerus.
6. Perawat berhak untuk diperlakukan diperlakukan secara adil dan jujur baik
oleh institusi pelayanan maupun oleh klien.
7. Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja
yang dapat menimbulkan bahaya fisik maupun stres emosional.
8. Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
9. Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan oleh klien dan/ atau keluarganya serta tenaga kesehatan
lainnya.
10. Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik
melalui anjuran maupun pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode
etik keperawatan atau aturan perundang undangan lainnya.
11. Perawat berhak untuk mendapat penghargaan dan imbalan yang layak atas
jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang
berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan.
12. Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan mengembangkan karier
sesuai dengan bidang profesinya.
23
2. Hak untuk memperoleh pengakuan sehubungan dengan kontribusinya
melalui ketetapan yang diberikan lingkungan untuk praktek yang
dijalankan, serta imbalan ekonomi sehubungan dengan profesinya.
3. Hak untuk mendapatkan lingkungan kerja dengan stres fisik dan emosional,
serta resiko kerja yang minimal mungkin.
4. Hak untuk melakukan praktek profesi dalam batas hukum yang berlaku.
5. Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang
dilakukan.
6. Hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berpengaruh
terhadap keperawatan.
7. Hak untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan politik yang mewakili
perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan.
Kewajiban perawat
1. Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan.
2. Perawat wajib memberikan pelayanan atas asuhan keperawatan sesuai
dengan standar profesi dan batas kegunaannya.
3. Perawat wajib menghormati hak klien.
4. Perawat wajib merujuk klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik bila yang
bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
5. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan
dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau
standar profesi yang ada.
6. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan
ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan masing masing
selama tidak mengganggu klien yang lainnya.
7. Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan
terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan
kepada klien.
8. Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien dan/ atau keluarganya sesuai
dengan batas kemampuannya.
9. Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat
dan berkesinambungan.
10. Perawat wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan atau kesehatan secara terus menerus.
24
11. Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan
sesuai dengan batas kewenangannya.
12. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
klien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.
13. Perawat wajib memenuhi hal hal yang telah disepakati atau perjanjian
yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.
25
2.7 Undang Undang Perlindungan Anak
Hak anak tercantum dalam Undang Undang No. 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak.
Pasal 6 :
Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam
bimbingan Orang Tua atau Wali.
Pasal 9 :
(1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan
dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/ atau pihak lain.
(2) Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (1a), Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh
pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 12 :
Setiap Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 14 :
(1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali
jika ada alasan dan/ atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan
merupakan pertimbangan terakhir.
(2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Anak tetap berhak :
a. Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan
kedua Orang Tuanya.
26
b. Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan
perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang
Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
c. Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan
d. Memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15 :
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata.
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial.
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan.
e. Pelibatan dalam peperangan; dan
f. Kejahatan seksual.
27
1) Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
2) Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan
yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang
optimal dengan fasilitas kesehatan.
3) Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana
BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk
mendukung kesinambungan program.
4) Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip
tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai
untuk mencapai kinerja unggul.
5) Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan
evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh
operasionalisasi BPJS Kesehatan.
6) Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung keseluruhan operasionalisasi BPJS Kesehatan
Untuk mewujudkan Visi dan Misi BPJS Kesehatan, maka sasaran strategi
utama yang ditetapkan adalah :
1) Tercapainya kepesertaan semesta sesuai peta jalan menuju Jaminan
Kesehatan Nasional tahun 2019.
2) Tercapainya jaminan pemeliharaan kesehatan yang optimal dan
berkesinambungan.
3) Terciptanya kelembagaan BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan
terpercaya Kode Etik BPJS Kesehatan.
C. Tata Nilai Organisasi
BPJS Kesehatan menetapkan dan mengembangkan nilai-nilai organisasi
yang diharuskan menjadi Tata Nilai bagi seluruh Duta BPJS Kesehatan,
yaitu cerminan sikap seluruh Duta BPJS Kesehatan dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya di organisasi.
Tata nilai yang harus dijadikan Tata Nilai Kerja oleh Duta BPJS Kesehatan
terdiri dari :
28
1) Integritas (Integrity) Integritas merupakan prinsip dalam menjalankan
setiap tugas dan tanggung jawab melalui keselarasan berpikir, berkata
dan berperilaku sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2) Profesional (Professional) Profesional merupakan karakter dalam
melaksanakan tugas dengan kesungguhan, sesuai kompetensi dan
tanggung jawab yang diberikan.
3) Pelayanan Prima (Service Excellent) Pelayanan Prima merupakan tekad
dalam memberikan pelayanan terbaik dengan ikhlas kepada seluruh
peserta.
4) Efisiensi Operasional (Operational Efficiency) Efisiensi Operasional
merupakan upaya untuk mencapai kinerja optimal melalui perencanaan
yang tepat dan penggunaan anggaran yang rasional sesuai dengan
kebutuhan
D. Tujuan
Kode Etik menjabarkan komitmen etika BPJS Kesehatan dalam
menjalankan kegiatan operasional dan pedoman bagi para Duta BPJS untuk
membentuk, mengatur dan mengarahkan pada keselarasan tingkah laku
yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan budaya BPJS Kesehatan dalam
mencapai visi dan misinya. Secara khusus Kode Etik ini :
1) Merupakan pedoman sikap dan perilaku bagi para Duta BPJS Kesehatan
dalam berinteraksi dengan semua pihak serta menjadi acuan dalam
pengambilan keputusan.
2) Menjadi sarana untuk mewujudkan dan memelihara lingkungan kerja
yang harmonis dan kondusif bagi pelaksanaan kegiatan secara
profesional.
29
3) Memberikan kejelasan bagi Mitra dalam menciptakan hubungan kerja
yang harmonis dan saling menguntungkan.
4) Menambah keyakinan Pemerintah, Masyarakat dan para Pemangku
Kepentingan lainnya bahwa operasional layanan kesehatan dan dana
jaminan dikelola secara prudent, efisien, akuntabel dan transparan
sehingga meningkatkan kepercayaan pada organisasi dan sistem jaminan
sosial nasional bidang kesehatan.
E. Ruang Lingkup
Kode Etik BPJS Kesehatan merupakan aturan tertulis tentang perilaku yang
disusun secara sistematis berdasarkan prinsip moral dan tata nilai organisasi
yang wajib ditaati oleh organisasi dan segenap jajaran dalam menjalankan
kewenangan dan tanggung jawabnya secara pribadi maupun secara
organisasi. Kode Etik BPJS Kesehatan harus ditaati oleh :
1) Duta BPJS Kesehatan pada semua tingkat jabatan, termasuk pihak lain
yang bertindak atas nama BPJS Kesehatan.
2) Fasilitas Kesehatan yang tindakannya terkait langsung dengan layanan
BPJS Kesehatan dan dapat mempengaruhi citra organisasi.
3) Mitra Kerja seperti konsultan, pemasok penyedia barang/jasa, rekanan
dan lainnya.
F. Kepesertaan Wajib
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di
Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini
sesuai pasal 14 UU BPJS.[1]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS.
Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS
akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi
warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan
Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal,
namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota
BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar
iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
30
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap
pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah
memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala
jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.
G. Syarat Pendaftaran BPJS Kesehatan
a. Syarat Pendaftaran BPJS Kesehatan Bagi Pekerja Penerima Upah (PPU)
Sebuah perusahaan atau badan usaha dianjurkan untuk mendaftarkan
semua karyawannya ke kantor BPJS Kesehatan terdekat dari kantor.
Maksud dari pendaftaran ini adalah untuk memberikan jaminan
kesehatan pada pekerja yang barangkali mengalami gangguan kesehatan
atau kecelakaan saat bekerja. Berikut beberapa persyaratan yang harus
dilampirkan oleh perusahaan/badan usaha:
1) Formulir Registrasi Badan Usaha/ Badan Hukum lainnya.
2) Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang
telah ditentukan oleh BPJS Kesehatan.
Setelah persyaratan dipenuhi oleh perusahaan/badan usaha, BPJS
Kesehatan akan mengeluarkan nomor Virtual Account (VA). Nomor
virtual ini digunakan untuk pembayaran ke bank yang melakukan kerja
sama dengan BPJS Kesehatan seperti BRI, Mandiri, dan BNI.
Setelah pembayaran dilakukan, pihak perusahaan bisa datang ke kantor
BPJS Kesehatan untuk mendapatkan kartu JKN atau mencetak sendiri e-
ID secara mandiri untuk bisa digunakan oleh semua karyawannya.
b. Syarat Pendaftaran BPJS Kesehatan Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
dan Bukan Pekerja
Calon peserta BPJS Kesehatan yang tidak termasuk dalam golongan PBI
dan PPU bisa mengurus secara mandiri di kantor cabang seluruh
Indonesia. Sebelum melakukan pendaftaran, calon peserta harus
menyertakan beberapa kelengkapan yang meliputi:
1) Formulir Daftar Isian Peserta (DIP) yang disediakan oleh kantor BPJS
Kesehatan di seluruh Indonesia.
2) Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
31
3) Fotokopi KTP/Paspor masing-masing satu lembar
4) Fotokopi Buku Tabungan dari penanggung iuran yang harus ada pada
KK
5) Pasfoto 34 masing-masing satu lembar
Setelah melakukan pendaftaran secara mandiri, seorang calon peserta
akan mendapatkan Nomor Virtual Account atau VA. Dengan akun virtual
ini, calon peserta bisa melakukan pembayaran langsung di bank yang
bekerja sama seperti BRI, Mandiri, dan BNI. Selain tiga bank yang
ditunjuk di atas, seorang calon peserta BPJS juga bisa membayar di gerai
minimarket terdekat.
Bayar bpjs via atm
Bukti pembayaran berupa struk atau resi transfer bisa langsung di bawah
ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Bukti pembayaran dari bank ini akan
digunakan untuk mencetak kartu JKN. Selain Kantor Cabang BPJS
Kesehatan, pendaftar juga bisa menggunakan website BPJS
Kesehatan dan mencetak e-ID.
Bagi pensiunan yang dana pensiunnya tidak dikelola oleh lembaga
pemerintahan seperti bank yang bekerja sama, pendaftaran BPJS
Kesehatan bisa dilakukan secara kolektif oleh lembaga terkait. Biasanya
pihak BPJS Kesehatan akan menyediakan formulir mutasi atau migrasi
dari kartu Askes ke kartu BPJS yang baru.
c. Syarat Pendaftaran BPJS Kesehatan untuk Fasilitas Kesehatan
Tidak hanya calon peserta BPJS saja yang perlu mendaftarkan diri,
lembaga yang menyediakan Fasilitas Kesehatan atau Faskes juga harus
melakukannya. Berikut beberapa syarat yang harus Faskes penuhi
sebelum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
1. Klinik Pratama
Punya Surat Izin Operasional.
Punya Surat Izin Praktik.
Punya Surat Izin Apoteker.
Nomor Pokok Wajib Pajak.
Surat perjanjian dengan BPJS Kesehatan tentang aturan yang ada.
32
2. Pusat Kesehatan Masyarakat
Surat Izin Operasional.
Surat Izin Praktik.
Perjanjian kerja sama dengan jejaring.
Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan.
Demikianlah persyaratan BPJS Kesehatan yang harus disediakan oleh
perusahaan, perorangan, dan juga lembaga penyedia Fasilitas
Kesehatan.
33
Kini peraturan BPJS yang baru berbeda, kabarnya mulai 1 Juli
2016 peserta BPJS Kesehatan yang telah membayar iuran 1 bulan maka
statusnya akan langsung dinonaktifkan secara otomatis oleh sistem.
Untuk mengaktifkannya maka peserta harus membayar iuran yang
tertunggak tanpa dikenakan denda.
Peserta tidak dikenakan denda iuran sebab keterlambatan, namun
peserta akan dikenakan denda jika menggunakan kartu BPJS Kesehatan
dalam 45 hari sejak kartu BPJS Kesehatannya diaktifkan. Adanya denda
ini tujuannya agar peserta BPJS Kesehatan itu mengaktifkan keanggotaan
tidak ketika butuh BPJS saja.
Denda yang dikenakan berbeda dengan denda sebelumnya, denda
yang dimaksud adalah denda yang dikenakan bagi peserta yang
menajalani rawat inap sebelum 45 hari sejak kepesertaannya diaktifkan
kembali. Jika tidak ingin dikenakan denda anda bisa menggunakan kartu
BPJS setelah 45 hari diaktifkan.
Dendanya yaitu berupa membayar biaya berobat sebesar 2,5 persen
dikali biaya rawat inap dan dikalikan jumlah bulan yang ditunggak.
Penjelasan secara rinci seperti dibawah ini :
- Jika peserta menunggak 1 bulan maka status keanggotaannya akan
dinonaktifkan, untuk mengaktifkan kembali peserta dapat membayar
tagihan iuran. Setelah melunasi tunggakan kepesertaannya akan
langsung aktif, jika peserta langsung berobat sebelum 45 hari maka
dikenakan sanksi dan jika rawat inap dilakukan setelah 45 hari maka
tidak dikenakan sanksi.
- Jika seorang peserta mandiri kelas 1 menunggak 3 bulan dan saat
rawat inap dikenakan biaya sebesar Rp.20.000.000, peserta tersebut
harus ikut membayarkan biaya perawatannya sebesar Rp.1.500.000,
dihitung berdasarkan rumusnya yaitu 2,5 persen x Rp20 juta x 3
(sesuai tunggakan) maka hasilnya Rp. 1.500.000.
- Khusus peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dibayar pemerintah dan
kalau badan usaha dibayar pemberi kerja, hal ini sesuai Peraturan
Presiden (Perpres) No 19/2016 tentang perubahan kedua atas Perpres
No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
J. Cara Daftar Menjadi Peserta BPJS PBI (Syarat dan Prosedur)
34
Ada 3 pengkategorian BPJS Kesehatan, yang pertama adalah BPJS
Mandiri yang disediakan untuk warga mampu yang berstatus Bukan
Penerima Upah (PBPU) atau bukan pekerja, yang kedua adalah BPJS
Perusahaan yang diperuntukan bagi para pekerja, peserta BPJS ini lebih
dikenal dengan Peserta Penerima Upah (PPU), sedangkan yang ke 3
adalah Peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran), ini diperuntukan
bagi seluruh warga indonsia dengan status kurang mampu atau warga
miskin.
Pemerintah melalui peratuan undang-undang mewajibkan seluruh
warga negara indonesia untuk ikut program jaminan kesehatan nasional
(JKN) yang diselengarakan melalui BPJS, Warga negara yang terdaftar
menjadi peserta BPJS diharuskan untuk membayar iuran bulanan yang
besarnya disesuaikan dengan kelas yang diambil oleh masing-masing
peserta, namun khusus untuk peserta BPJS PBI atau BPJS untuk warga
miskin iuran bulanannya akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan bahwa data Penerima
Bantuan Iuran (PBI) setiap 6 bulan akan dilakukan validasi oleh
Kementerian Sosial.
Menteri Sosial telah menetapkan kriteria dan pendataan fakir
miskin dan orang tidak mampu melalui Keputusan Menteri Sosial
Republik Indonesia Nomor 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria
dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Kriteria warga miskin penerima kartu BPJS PBI atau KIS (Kartu
Indonesia Sehat) :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan.
35
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/
minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/
poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan
luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah
Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak
tamat SD/ tamat SD.
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan
minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas,
ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
36
Asma adalah suatu penyakit dimana jalan nafas mengalami obstruksi
intermiten dan reversible, dimana trakea dan bronki berespon hiperaktif
terhadap stimulus tertentu (Brunner & Suddarth, 2013).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyemitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik
secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma dibedakan menjadi dua jenis, yakni:
a. Asma bronkial
b. Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardia
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dyspnea. Biasanya terjadi
pada saat penderita sedang tidur.
37
B. Etiologi
Penyebab asma belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
pencetus asma diantaranya adalah alergen, cuaca, psikis, dan kegiatan jasmani
(Bulan Ayu, 2010).
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Satu hal
yang menonjol dari penderitas asma adalah hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan immunologi maupun non
immunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma adalah:
3. Asma gabungan, adalah bentuk asma yang paling umum, dan memiliki
karakteristik dari bentuk alergik dan non alergik (Smeltzer dan Bare,
2002).
1. Faktor predisposisi
Genetik adalah faktor yang diturunkan oleh sebab bakat, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya secara jelas. anak dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, anak sangat mudah terkena penyakit
Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
38
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu inhalan yang masuk
melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi. Ingestan adalah alergen yang masuk
melalui mulut, contohnya makanan dan obat-obatan. Kontaktan adalah
alergen yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti perhiasan, logam
dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin dapat mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Terkadang serangan asma berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, dan musim kemarau.
c. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang
mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
C. Patofisiologi
39
Suatu serangan asma merupakan akibat dari obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos saluran napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronkus dengan mukus yang kental. Selain itu,
otot-otot bronkus dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara yang terperangkap
didalam jaringan paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam
paru, pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, kemudian terjadi pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Selain itu, reseptor -adrenergik dan -adrenergik dari sistem saraf
simpatis yang terletak dalam bronkus, ketika reseptor -adrenergik
dirangsang maka akan terjadi bronkokonstriksi, sedangkan bronkodilatasi
terjadi ketika reseptor - adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor - dan - adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine
monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -adrenergik mengakibatkan
penurunan cAMP yang mempengaruhi pada peningkatan mediator kimiawi
yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor -
adrenergik mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Pada kondisi
asma terjadi ketika penyekatan - adrenergik yang akibatnya terjadi
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer
dan Bare, 2002).
D. Manifestasi klinis
Asma pada anak dapat menyebabkan timbulnya wheezing, sesak nafas,
dada terasa tertekan dan batuk dikarenakan adanya bronco spasme, dimana
40
semua hal tersebut menyebabkan ketidaknyamanan pada anak dan anak
menjadi rewe. (Bulan Ayu, 2010).
Berikut adalah penilaian derajat serangan asma pada anak menurut Buku
Ajar Respirologi Anak (GINA 1006) :
Parameter Berat
klinis, fungsi Tanpa
Ringan Sedang Ancaman
paru, ancaman henti
henti nafas
laboratorium nafas
Sesak Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi : menangis Bayi: tangis Bayi: tidak mau
(breathless)
keras pendek dan minum/makan
lemah,
kesulitan
menyusu
Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk
duduk bertopang lenga
Bicara Kalimat Penggal Kata-kata
kalimat
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya Biasanya iritabel Kebingungan
iritabel
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/ tidak
hanya pada sepanjang terdengar tanpa terdengar
akhir ekspirasi ekspirasi stetoskop
inspirasi spenjang
ekspirasi dan
inspirasi
Pengunaan Biasanya tidak Biasanya iya Iya Gerakan
otot bantu paradox
respiratorik torako-
abdominal
Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/
retraksi ditambah ditambah nafas hilang
interkostal retraki cuping hidung
suprastenal
41
Frekuensi Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
nafas
Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar:
Usia Frekuensi nafas normal
<2 bulan < 60/ menit
2-12 bulan < 50/ menit
1-5 tahun < 40/ menit
6-8 tahun < 30/ menit
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku nadi pada anak:
Usia Laju nadi normal
2-12 bulan < 160/ menit
1-2 tahun < 120/ menit
3-8 tahun < 110/ menit
Pulsus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, ada
<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg
paradoksus tanda
(pemeriksaan kelelahan otot
tidak praktis) nafas
PEFR atau
FEV1 (% nilai
prediksi/ %
> 60% 40-60% <40%
nilai terbaik)
- pra
>80% 60-80% <60% (Respon
bronkodilator
<2jam)
- pasca
bronkodilator
SaO2 % > 95% 91-95% 90%
PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
E. Komplikasi
Jika asma sudah berlangsung lama dan terus menerus, maka akan terjadi
emfisema yang akan mempengaruhi bentuk thorak anak, yaitu thorak menjadi
membungkuk kedepan dan memanjang. Bila secret banyak dan kental dapat
mengakibatkan bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Atelektasis yang
berlangsung lama akan terjadi bronkiaktasis maupun bronkopneumoni. Asma
yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan status asmatikus dan
dapat berakibat pada kematian, gagal nafas, serta kegagalan jantung.
42
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan
asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO2 normal
sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis respiratorik.
Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat
dan terjadi asidosis respiratorik.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan tanda
khas untuk asma yaitu adanya hiperinflasi, penebalan dinding bronkus,
vaskulasrisasi paru.
G. Penatalaksanaan
43
penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen menurut Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (2003), yaitu:
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak
lain yang membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat
perencanaan bidang kesehatan/ asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan dalam penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain:
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
terapi
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan:
a. Medikasi (obat-obatan)
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan menvegah gejala
obstruksi jalan nafas, terdiri dari pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
Berikut adalah tabel pengobatan sesuai beratnya asma:
Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari
Beratnya Medikasi Alternatif/ pilihan Alternatif lain
Asma pengontrol harian lain
Asma Tidak perlu - -
intermitten
44
Asma Glukokortikosteroi Teofilin lepas -
persisten d inhalasi (200-400 lambat
ringan ug BD/hari atau Kromolin
Leukotriene
ekuivalennya)
modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Glukokortikostero Ditambah
persisten glukokortikosteroid id inhalasi (400- agonis beta 2
sedang (400-800 ug BD/ 800 ug BD atau kerja lama
hari atau ekuivalennya) oral, atau
ekuivalennya) dan Ditambah
ditambah teofilin
agonis beta-2 kerja teofilin lepas
lepas lambat, atau
lama Glukokortikostero lambat
id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekuivalennya)
ditambah agoneis
beta-2 kerja lama
oral, atau
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800 ug
BD atau
ekuivalennya),
atau
Glukokortikostero
id inhalasi (400-
800 ug BD atau
ekuivalennya)
ditambah
leukotriene
modifiiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon /
persisten glokokortikosteroid metilprednisolon oral
berat (>800 ug BD atau selang sehari 10 mg
45
ekuivalennya) dan ditambah agonis beta-
agonis beta-2 kerja 2 kerja lama oral,
lama, ditambah 1 ditambah teofilin
dibawah ini: lepas lambat
Teofilin lepas
lambat
Leukotrine
modifiers
Glukokortikoste
roid oral
Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak
3 bulan, keudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol.
46
APE <60% nilai dugaan / terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang
disepakati secara tertulis/ sesuai resep dokter. Bila tetap tidak ada respon
membaik, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit
100 l/detik SK
Aminofilin bolus dilanjutkan
47
drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
MENGANCAM Seperti serangan akut berat Darurat Gawat atau
JIWA Pertimbangkan intubasi dan Rumah Sakit
Kesadaran berubah ventilasi mekanik ICU
atau menurun
Gelisah
Sianosis
Gagal napas
48
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksi mukus, eksudat dalam alveoli,
dan bronkspasme
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
dan deformitas dinding dada
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbondioksida
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakbilitas
dan volume sekuncup jantung
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (hipoksia) kelemahan
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolik, dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah
g. Ansietas berhubungan dengan keadaan penyakit yang diderita
BAB III
ANALISIS MASALAH
49
atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis,
seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan
yang sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang
dibuat oleh keluarga pasien yang ingin pulang paksa karena tidak sanggup
membayar biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Selain itu dia juga
harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak
pasien salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang
bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi. Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan
pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi
dari masing-masing alternatif tindakan.
50
yang dibutuhkan pasien atau menghormati hak keluarga pasien untuk
pulang paksa.
3. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Pada kasus
diatas, karena pasien masih kecil maka perawat memberitahukan segala
informasi kepada orang tua klien. Dalam hal ini perawat menyampaikan
kebenaran bahwa jika status BPJS kesehatan sudah tidak aktif maka klien
termasuk pasien umum. Dan jika orang tua klien tidak mampu membayar
biaya pengobatan dan perawatan, maka dengan sangat terpaksa pihak
rumah sakit tidak bisa memberikan pengobatan lebih lanjut kepada pasien.
3.3 EDUKASI
Sebagai edukator, perawat berkewajiban memberikan penjelasan atau
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit asma
bronkhial mulai dari pengertian, penyebab / faktor resiko, tanda dan gejala
dan bahayanya jika tidak segera diobati dengan baik. Karena serangan asma
terjadi akibat faktor tertentu yang menyebabkan jalan nafas menyempit,
sehingga tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien asma yakni
pemberian oksigen, terapi nebulizer, dan lain-lain yang bertujuan untuk
memberi pertolongan pernafasan pada klien. Jika tidak segera dilakukan,
klien akan terus susah bernafas dan bisa mempengaruhi bentuk dada anak,
jika berkelanjutan bisa ada infeksi paru. Hal-hal tersebut perlu disampaikan
kepada keluarga klien, agar keputusan mereka untuk pulang paksa bisa
dipertimbangkan kembali mengingat kondisi anak mereka yang akan makin
memburuk jika tidak diobati lebih lanjut.
3.4 ADVOKASI
Perawat sebagai advokat, yaitu sebagai penghubung antara klien-tim
kesehatan lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien. Membela dan
melindungi kepentingan klien dan membantu klien memahami semua
51
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun professional.
Ditinjau secara Nursing Advocacy, maka perawat harus banyak
mempunyai kemampuan untuk memberikan suatu pernyataan/ pembelaan
untuk kepentingan pasien dalam hal ini yakni hak untuk mendapatkan
pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/
kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
Advokasi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M,
dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami
klien, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan dengan masalah
tersebut, juga harus disampaikan bahwa status BPJS kesehatan klien sudah
dinonaktifkan dan keluarga tidak mampu membayar biaya pengobatan klien.
Bentuk-bentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan
dan medis akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Salah satunya
yakni dengan menyarankan untuk mengurus kartu BPJS PBI (Penerima
Bantuan Iuran) yang diperuntukan bagi seluruh warga indonsia dengan status
kurang mampu atau warga miskin. Sehingga klien tetap bisa menerima
pengobatan dan perawatan lebih lanjut di rumah sakit.
52
paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah
ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun
yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat
keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat
keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya
siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau
kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis
yang dilakukan.
Pada kondisi kasus diatas, dapat diputuskan menerima penolakan
keluarga pasien tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis,
menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya
bila tidak dilakukan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Juga disertai
dengan penjelasan mengenai pengurusan kartu BPJS PBI. Sehingga pasien
tetap bisa menerima pengobatan lebih lanjut tanpa harus membayarnya.
Apabila keluarga pasien tetap menolak pengobatan dan tetap ingin pulang
paksa, maka harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu
merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.
53
Berikut Cara Membuat Kartu BPJS Kesehatan PBI:
Dokumen yang perlu disiapkan sebelum pergi ke kantor BPJS Kesehatan
adalah:
5. KK dan KTP seluruh anggota keluarga.
6. Surat keterangan tidak mampu dari RT dan Kelurahan.
7. Surat pengantar puskesmas.
8. Tidak butuh rekening bank.
Langkah pembuatan kartu BPJS Kesehatan PBI :
5. Fotokopikan KK dan KTP seluruh anggota keluarga.
6. Minta surat keterangan tidak mampu ke ketua RT dan kelurahan.
7. Pergi ke Puskesmas sesuai wilayah administrasi pendaftar dan minta
surat pengantar pembuatan kartu BPJS kesehatan PBI.
8. Setelah dokumen lengkap, pergi ke kantor BPJS Kesehatan, biasanya
kunjungan pertama pendaftar hanya membuat jadwal dikarenakan yang
mengurus BPJS itu banyak.
9. Di hari yang ditentukan pergilah ke kantor BPJS Kesehatan lagi, dan
kartu BPJS Kesehatan akan jadi hari itu juga.
54
DAFTAR PUSTAKA
Cecily, Betz & Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC.
Klein, Sole. 2009. Critical Care Nursing: fifth edition. Unitide Site of America:
Sevier.
55
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek. EGC : Jakarta.
Smeltzer SC, Bare B.G. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC.
Suyono. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
56