Ileus
Oleh:
Ahmad Haviz
Pembimbing :
dr. Dewi Anjarwati, M.Kes. Sp. Rad
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan refrat yang berjudul Ileus.
Refrat ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti
Saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN 4
Ileus 5
Ileus Paralitik 5
Ileus Obstruktif 12
BAB III
KESIMPULAN 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Ileus
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik.
1.2.1 Ileus Paralitik
1.2.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi
dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya
obstruksi mekanik8.
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.
1.2.1.2 Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
5
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam)10.
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit. Beberapa penyebab terjadinya ileus: trauma abdomen, pembedahan
perut (laparatomy), serum elektrolit abnormalitas, hipokalemia, Hiponatremia,
Hipomagnesemia, Hipermagensemia, Infeksi, inflamasi atau iritasi, Intrapelvic
(misalnya penyakit radang panggul), Penyakit penyakit di Rongga perut (Radang
usus buntu, Divertikulitis, Nefrolisiasis, Kolesistitis, Pankreatitis, Perforasi ulkus
duodenum), Iskemia usus (Mesenterika emboli, trombosis iskemia), Cedera tulang
(Patah tulang rusuk, kompresi vertebra lumbal), obat-obatan (Narkotika ,
Fenotiazin , Diltiazem atau verapamil , Clozapine, Obat Anticholinergic )
2.3.1.3 Patofisiologi
6
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang.
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:
Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.
Hormonal
7
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk
lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin
mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung
empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi
lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat
bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung
empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari
lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan
lemak di traktus gastrointestinal bagian atas8.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi. Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory
neurons yang mempersarafi otot polos usus.
8
usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5
hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
1.2.1.5 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar8.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa
BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada
pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
- Palpasi
9
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi
Pemeriksaan penunjang
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari gaster
sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus
yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang
10
sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi
tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek
yang berbentuk seperti tangga atau disebut juga step ladder appearance di usus
halus dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
1.2.1.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003)
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai
oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya
tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit
dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-
prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan8.
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
11
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi
melalui laparotomi6,7.
Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
12
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
1.2.2.3 Etiologi
a. Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
b. Adhesi
c. Invaginasi
d. Volvulus
e. Malformasi Usus
13
1.2.1.2 Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.
14
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi
biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan
nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
1.2.1.3 Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruksi letak tinggi sering dapat ditemukan
penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau
terdapat hernia. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit.
Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis
berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada
inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu
serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali
defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding
perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau
massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang
disertai kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran
perut yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis
yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding
perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena
bagian ini mudah membesar. Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus
yang berfungsi (bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar
sangat keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar sama sekali 7.
Laboratorium
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
15
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium
inloop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam mendiagnosis
secara awal ileus obstruktif secara dini.
Pemeriksaan Radiologi
Untuk radiologi ileus perlu diperhatikan beberapa hal :
Pada foto polos abdomen, 60-70% dapat dilihat adanya pelebaran usus dan hanya
40% dapat ditemukan adanya air fluid level. Walaupun pemeriksaan radiologi
hanya sebagai pelengkap saja, pemeriksaan sering diperlukan pada obstruksi ileus
yang sulit atau untuk dapat memperkirakan keadaan obstruksinya pada masa pra-
bedah7.
16
Ileus obstruktif letak tinggi
Pada foto abdomen 3 posisi ileus obstruktif letak tinggi tampak dilatasi usus di
proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di iliocecal junction) dan kolaps usus
dibagian distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding usus halus
yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan
muskulus yang sirkular menyerupai kostanya. Tampak gambaran air fluid level
yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga disebut juga step ladder
appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami
distensi.
17
Ileus obstruktif letak rendah
Pada ileus obstruktif letak rendah tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan
(sumbatan di kolon) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan
gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen.
Tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti
tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam
usus halus yang terdistensi dan air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
1.2.1.4 Komplikasi
18
dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.
1.2.1.5 Penatalaksanaan
Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi:
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen dengan tujuan untuk dekompresi lambung sehingga
memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya
udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selamalaparatomi. Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
19
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn
disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.
Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan
kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam
keadaan paralitik.5,6
1.2.1.6 Prognosis
20
BAB III
KESIMPULAN
Ileus paralitik merupakan suatu keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Pemeriksaan radiologi
pada ileus paralititk akan menunjukkan adanya dilatasi usus secara menyeluruh
dari gaster sampai rektum.
Jika ileus obstruktif berlangsung lama maka bisa terjadi ileus paralitik.
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka
hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan
oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, keterampilan dokter, dan
kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor
tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya
berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh
dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
9. Anonim. Bowel Obstruction. Diunduh dari:
http://www.webmd.com/digestive-disorders/tc/bowel-obstruction-topic-
overview
10. Cagir, MD. Postoperative ileus. 2016. from emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/ 2242141-overview
23