Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan tanpa penyebab lain
kecuali gangguan vaskular. Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan
dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi,
maka dapat disebut stroke.

Epidemiologi

Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan stroke mengakibatkan
hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus
stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Prevalensi Stroke berdasarkan
diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta
(16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi
peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang
pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1
per1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang
mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor
resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke
akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6
juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030.

Faktor resiko

Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut :


1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik

1
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain

Patofisiologi Stroke
1. Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh darah otak yang
mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap.
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis,
peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh
radikal bebas.

2
Gambar : Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.


Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan
atau tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat khusus
tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.

3
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.

2. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid.
Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-
masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral .
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm)
akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan
batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan
pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri
yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada
arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar .
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis .
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid
umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).

Gejala klinis dan diagnosis


Perdarahan
Nonperdarahan/
Gejala klinis Perdarahan Perdarahan
nonhemoragik
intraserebral (PIS) subarachnoid (PSA)
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

4
1. Gejala deficit fokal berat ringan Berat/ringan
2. Awitan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
3. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/Tidak ada
4. Muntah pada awalnya Sering Sering Tidak, kecuali lesi
di batang otak
5. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering
6. Kaku kuduk Jarang Biasa ada Tidak ada
7. Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang sebentar Dapat hilang
8. Hemiparesis Sering sejak awal Awal tidak ada Sering sejak awal
9. Deviasi mata Bisa ada Jarang Mungkin ada
10. Likuor Sering berdarah Berdarah Jernih
Pemeriksaan Neurologis
11. Bradikardi ++ (dari awal) +/- (hari ke-5)
12. Peringatan - + (ex:kesemutan)
13. Udem papil + -
14. Tanda Kernig-Brudzinki +++ -
Pemeriksaan Penunjang
15. Funduskopi Retina + corpus vitreum Crossing
phenomenon
16. Pungsi lumbal
- Tekanan Meningkat Normal
- Warna Merah Jernih
- Eritrosit >1000/mm3 <500/mm3
17. Arteriografi Ada shift Oklusi
18. Echo-encephalografi Shift middle-echo Di tengah
19. CT scan Lesi hiperdene Lesi hipodene
(Gold standar pada
pemeriksaan stroke)

Stroke merupakan suatu kegawatdaruratan dalam bidang penyakit saraf (neurologi). Bila
tidak ditangani dengan baik dan segera, stroke dapat menyebabkan kecacatan dan bahkan
kematian. Tidak jarang keluarga pasien tidak menyadari bahwa salah satu anggota keluarga

5
ternyata menderita stroke sehingga menyebabkan pasien terlambat dibawa ke rumah sakit.
Dalam kasus stroke, terdapat istilah time is brain. Semakin terlambat seseorang yang
menderita stroke mendapatkan penanganan, semakin banyak pula jaringan otak yang akan
mengalami kerusakan permanen, sehingga semakin berat pula kecacatan yang timbul. Golden
period untuk mengembalikan fungsi jaringan otak kembali normal yaitu dengan penanganan
pada 3 jam pertama.
Oleh karena itu, diperkenalkan istilah FAST yang diharapkan dapat membantu meningkatkan
kewaspadaan masyarakat awam terhadap tanda awal serangan stroke. FAST merupakan
singkatan dari istilah Face, Arms, Speech, Time.

- Face (wajah)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk tersenyum. Perhatikan,
apakah wajahnya tampak tidak simetris?
- Arms (lengan)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengangkat kedua lengan
lurus ke depan dan menahannya untuk beberapa detik. Apakah ia hanya dapat
mengangkat satu lengan saja? Bila ia dapat mengangkat kedua lengannya, apakah
salah satu lengan terlihat turun?
- Speech (bicara)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengulang beberapa kalimat.
Apakah ia mampu berbicara jelas atau terdengar pelo atau cadel? Akan lebih jelas
bila kalimat yang diucapkan mengandung banyak konsonan huruf R seperti, ular
melingkar-lingkar di atas pagar.
- Time (waktu)
Seperti disebutkan sebelumnya, time is brain, setiap detik sangat berharga. Bila
ditemukan salah satu gejala di atas, segera hubungi atau bawa pasien ke Unit Gawat
Darurat (UGD) rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas penanganan stroke
terpadu.

Tatalaksana
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan morbiditas.
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin

6
dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut
pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

Terapi farmakologik yang diberikan berupa:


1. Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
 Antiagregasi trombosit
 Statin
 Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
 Neuroprotektor

2. Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :


 Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
 Neuroprotektor

Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah, penyaluran cairan
serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain
hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :

7
1. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan neurologiknya
menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma kortical dan Subcortical
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)  operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali kesadaran atau
defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka  operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan
pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang otak 
operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc  operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka  operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

8
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum
timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 –
15 hari kemudian.

Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan
gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih
dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari
itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 6-12 bulan.

Penanganan krisis hipertensi pada kasus stroke akut


Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya edema
serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan terjadinya
serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan tekanan
darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan
daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan
kurva perfusi (tekanan darah – aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, penurunan tekanan
darah pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekanan darah pada pasien stroke fase
akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena dapat
memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu, pada
banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke.

9
Kejang
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya parsial dengan
atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada 20-80% kasus.
Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien stroke tidak terbukti
bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama dengan penanganan kejang pada
umumnya.

Stroke dan atrial fibrilasi


Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko stroke
yang sering. Pemakaian antikoagulan oral jangka panjang dapat menurunkan resiko stroke
sampai 68%.

10
Daftar Pustaka

Harsono, 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Cetakan ke-4. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Mardjono, M. Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta.

PERDOSSI , 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia (PERDOSSI)

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia, 2013. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

11

Anda mungkin juga menyukai