Disusun Oleh:
drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M.Biotech drh. Albiruni Haryo, M.Sc.
NIP. 19841026 200812 2 004 NIK. 2016079109231001
Mengetahui
Ketua Program Studi PPDH
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
i
KATA PENGANTAR
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini, yaitu
kepada keluarga atas doa dan dukungannya, kepada dosen pembimbing, dosen
penyelesaian laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut.
khususnya bagi penulis dan pembacanya, maka dibutuhkan kritik dan saran yang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Makroskopis .................................................. 8
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Mikoskopis .................................................. 10
4.1.6 Diagnosa Patologis .................................................................... 10
4.1.7 Diagnosa Banding ...................................................................... 10
4.2 Pembahasan .................................................................................................. 10
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................. 14
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 14
5.2. Kendala .................................................................................................... 14
5.3. Saran ........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk menganalisis anamnesa yang timbul pada Sulcata sebelum kematian.
2. Untuk mengetahui proses nekropsi pada Sulcata.
1
3. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan makroskopik dan histopatologi dari
Sulcata.
4. Untuk mengetahui diagnosis sementara dan diagnose definitif pada Sulcata.
1.4 Manfaat
Manfaat dari rotasi patologi anatomi berikut yaitu dapat memberikan
informasi dan wawasan terkait proses nekropsi dan hasil pemeriksaan dari
Sulcata baik secara makroskopik maupun pemeriksaan histopatologinya.
Pemeriksaan tersebut nantinya dapat menjadi pendukung untuk menentukan
diagnosis utama dari penyebab kematian Sulcata, yang dapat memberikan
pembelajaran bagi seluruh pemelihara Sulcata untuk lebih waspada terhadap
penyakit Sulcata.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sulcata
Sulcata merupakan salah satu jenis reptil berwarna kecoklatan asal Afrika
sub-Sahara dan banyak ditemukan di perdagangan hewan peliharaan Amerika
Utara. Panjang Sulcata bisa mencapai 27 inci dan beratnya bisa mencapai 80 -
110 pon (Gambar 2.1). Sulcata jika di alam akan berkeliaran dan merumput
di padang rumput sabana dan hutan. Sulcata ataupun reptile lainnya adalah
hewan ektoterm dan hewan poikiloterm. Pencahayaan ultraviolet UVB juga
harus disediakan, serta suhu yang sesuai dalam pemeliharaan sulcata berkisar
27°C saat siang hari, dan dijemur siang hari pada matahari langsung sekitar
suhu 39°C, serta pada malam hari suhunya sekitar 22°. Sulcata harus berada
pada lingkungan yang panas dan kering sepanjang tahun. Sulcata tidak bisa
hibernasi, meskipun Sulcata dapat mentolerir beberapa suhu sangat rendah,
namun Sulcata tidak dapat dibiarkan dingin dan basah, atau disimpan di luar
ruangan dingin dan lembab (Mayer dan Donnelly, 2013).
Menurut Mayer dan Donelly (2013), menyebutkan bahwa Sulcata sebagai
herbivora dapat memakan tumbuhan atau rumput-rumputan dan jika
ditempatkan di luar maka harus dipasang kandang berpagar ketat untuk
menjaga sulcata dari hewan seperti anjing, kucing, maupun rakun yang dapat
memangsanya. Tanaman yang disukai Sulcata yaitu buah kaktus dan pisang
raja. Pada tanaman asli California, yang disukai oleh kura-kura gurun seperti
Sulcata biasanya batang merah fialree, threeawn, red gramma, rattlesnake
weed. Usia Sulcata tertua yang tercatat mencapai usia 56 tahun. Teori lain
mengatakan bahwa sulcatas dapat hidup sampai sekitar 80 tahun.
3
mengetahui apakah hewan sudah benar-benar mati atau tidak. Beberapa tanda
yang dapat membantu menentukan hewan sudah mati yaitu tidak adanya
detak jantung, tidak ada respon terhadap rasa sakit (refleks kornea), rigor
mortis, selaput lendir sianotik, dan mata tampak cekung. Penggunaan alat
EKG atau USG dapat digunakan untuk menilai detak jantung, namun pada
jantung kura-kura jantung dapat terus berdetak selama beberapa jam setelah
eutanasi (Ballard dan Ryan, 2017).
Metode eutanasia pada kura-kura yang biasa digunakan adalah suntikan
mematikan. Suntikan untuk mengurangi penderitaan dan rasa sakit hewan
sebelum eutanasi dapat diberikan agen anestesi seperti ketamin atau telazol
(tiletamine-zolazepam) sebagai sedasi. Tricaine (MS-222) juga dapat
digunakan sebagai obat penenang pra-eutanasia. Pemberian larutan eutanasia
barbiturat seperti pentobarbital dapat mengakibatkan kematian seketika
melalui intracelomic atau intrakranial melalui foramen magnum. Pada
beberapa sumber juga memberikan alternatif untuk melakukan pembekuan
pada kura-kura sebagai eutanasi namun hal tersebut dianggap tidak
manusiawi (Ballard dan Ryan, 2017).
Proses nekropsi pada Sulcata dilakukan menggunakan gergaji striker
untuk memotong jembatan antara karapas (cangkang atas) dan plastron
(cangkang bawah) dan pisau bedah digunakan untuk memisahkan kulit dari
cangkang. Hal tersebut memungkinkan pengangkatan plastron dan
pendekatan ventral ke organ dalam kura-kura. Pada reptil hanya memiliki satu
rongga tubuh yang disebut rongga selom. Organ dalam yang sudah terekspos
kemudian diamati perubahan patologi yang terjadi, lalu dipreparir perlahan-
lahan mulai dari hepar, saluran pernapasan, saluran digesti, serta ginjal.
Organ-organ tersebut diamati bagian yang memiliki lesi kemudian organ yang
berlesi dapat disimpan dalam wadah berformalin 10% untuk dilakukan
pembuatan preparat histopatologi (Sims, 2018).
4
terjadi perubahan warna dari normalnya merah gelap kecoklatan menjadi kuning
pucat seluruhnya dan marginasi hepar tampak tidak tajam atau membulat. Pada
ginjal juga terdapat diskolorisasi bercak kehitaman pada ginjal seperti pada
gambar 2.1. Menurut Garner dan Elliott (2021), hepar pada Sulcata memiliki
bentuk marginasi yang tajam dan berwarna merah gelap. Jika terjadi perubahan
warna hepar menjadi kuning pucat, dapat diindikasikan adanya fatty liver yang
menyebabkan banyaknya akumulasi lemak pada hepar yang sulit dipecah karena
adanya gangguan pada hepar. Fatty liver ini juga dapat berdampak pada ginjal
yang dapat disebut lipidosis hepatorenal. Gangguan lipid pada organ dapat
mengganggu metabolisme sel dan timbul peradangan.
a. b. c.
Gambar 2.2 a. Stomatitis., b. Ginjal., c. Hepar (Sumber: dok. pribadi).
5
BAB 3 METODOLOGI
6
Pembukaan plastron
7
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Sinyalemen
Kura-kura darat jenis Sulcata atau African Spurred Tortoise, usia 30
tahun, berwarna coklat muda kekuningan, berat kurang lebih 18,5 kg.
4.1.2 Anamnesa
Sulcata datang ke Rumah Sakit Hewan dengan kondisi letargi,
owner mengatakan bahwa Sulcata tidak mau makan atau anoreksia dan
tidak bisa defekasi selama beberapa hari.
4.1.3 Temuan Klinis
Pemeriksaan yang dilakukan secara fisik dari inspeksi dan palpasi,
ditemukan adanya peradangan seperti sariawan di dalam mulut Sulcata
yang kemungkinan stomatitis sehingga Sulcata mengalami anoreksia.
Temuan lainnya yaitu adanya feses yang keras tersumbat di kolon
Sulcata dan sulit untuk dikeluarkan sendiri sehingga Sulcata
mengalami konstipasi. Ditemukan juga beberapa kerikil pada kolon
yang menyumbat kloaka.
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Table 4.1 Data pemeriksaan makroskopis
Organ Hasil Pengamatan Deskripsi Lesi
Kondisi Fisik
Karapas Baik Tidak ada abnormalitas
Plastron Baik Tidak ada abnormalitas
Muskulus Baik Tidak ada abnormalitas
Mukosa mulut Buruk Inflamasi, warna kemerahan dengan
distribusi difuse, demarkasi jelas.
Sistem Digesti
Oropharingeal Baik Tidak ada abnormalitas
Gaster Baik Tidak ada abnormalitas
Duodenum Baik Tidak ada abnormalitas
Jejunum Baik Tidak ada abnormalitas
Ileum Baik Tidak ada abnormalitas
Kolon Pembesaran Tidak ada lesi, namun tertumpuk banyak
kolon feses keras. Ditemukan kerikil.
Pankreas Baik Tidak ada abnormalitas
Limpa Baik Tidak ada abnormalitas
Hepar Buruk Diskolorisasi kuning pucat pada hepar,
demarkasi jelas, distribusi keseluruhan,
marginasi hepar tidak tajam.
Sistem Sirkulasi
8
Jantung Baik Tidak ada abnormalitas
Sistem Respirasi
Nasal Baik Tidak ada abnormalitas
Trachea Baik Tidak ada abnormalitas
Paru-paru Baik Tidak ada abnormalitas
Sistem Urogenital
Ginjal Buruk Diskolorisasi kehitaman, demarkasi jelas,
disribusi difuse ¾ bagian dari ginjal
Testis Baik Tidak ada abnormalitas
b.
Gambar 2.4 a. Hepar normal kura-kura dengan laparoskopi (panah putih) (Dutra, 2014),
b. hepar Sulcata (Sumber: dok. pribadi).
a. b.
c. d.
Gambar 2.5 Ginjal normal (a, b) (Colville dan Joanna, 2016), ginjal Sulcata (c, d). Panah
kuning: diskolorisasi ginjal (Sumber: dok. pribadi).
9
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Mikoskopis
Preparat histopatologi yang digunakan yaitu organ hepar dan ginjal
karena memiliki perubahan patologi anatomi. Berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopik melalui preparat histopatologi, pada hepar
ditemukan adanya melanomakrofag ditandai adanya warna
kecokelatan. Adanya autolisis terjadi pada sel-sel hepatosit. Pada ginjal
sendiri terdapat kongesti dan nekrosis di tubulus ginjal maupun
pelebaran interstitial. Pada kedua organ juga terdapat infiltrasi sel
radang yang menandai organ mengalami inflamasi (Gambar 2.6).
40x 400x
a.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil pemeriksaan terhadap Sulcata terkait pemeriksaan
10
makroskopik dan pemeriksaan histopatologi menunjukkan beberapa
abnormalitas organ diantaranya yaitu hepar dan ginjal. Awal mula gejala
muncul pada Sulcata yang diungkapkan oleh owner yaitu hewan mengalami
anoreksia atau tidak mau makan, kemudian tidak defekasi selama beberapa
hari. Sulcata kemudian diperiksa dan dilakukan operasi enterotomi untuk
mengeluarkan feses dari dalam usus Sulcata. Keesokan paginya, Sulcata
sudah mati dan akhirnya dilakukan nekropsi. Pada pemeriksaan patologi
anatomi permukaan makroskopik usus tidak terdapat lesi patologis, sehingga
kemungkinan kejadian inflamasi atau perlukaan pada usus kemungkinan
sangat kecil. Sulcata yang tidak mau makan dapat diduga akibat adanya
infeksi di dalam mulutnya yang tampak kemerahan seperti peradangan atau
biasa disebut stomatitis (Pellett dan Nathalie, 2015).
Stomatitis Sulcata dapat disebabkan oleh virus seperti herpesvirus,
picornavirus, atau bakteri Mycoplasma agassizii. Gejala yang timbul biasanya
disertai dengan leleran nasal, konjungtivitis, rhinitis, asites dan enteritis.
Berdasarkan penampakan tersebut, stomatitis yang dialami oleh Sulcata
tampak ringan hanya di area mulut dan tidak terdapat leleran nasal, sehingga
belum diketahui pasti penyebab dari stomatitis tersebut (Pellett dan Nathalie,
2015). Hubungan dengan konstipasi sebenarnya banyak kaitan. Hewan yang
sakit atau terinfeksi patogen dapat menyebabkan gangguan pencernaan
sehingga menimbulkan konstipasi, tetapi bisa juga ketika hewan tidak dapat
defekasi dengan lancar, maka napsu makan hewan akan berkurang karena
rongga selom terasa penuh. Konstipasi adalah suatu kondisi di mana buang air
besar jarang terjadi, dan merupakan masalah umum yang biasa terjadi pada
reptil. Banyak penyebab dari konstipasi diantaranya yaitu kura-kura herbivora
yang menelan kerikil, pasir, plastik, kawat, koin, paku, sekrup, sampah
halaman, terjadinya batu kandung kemih, tumor, infeksi saluran cerna, atau
hipotermia. Hal tersebut dapat memicu impaksi usus, obstuksi, perforasi, dan
peradangan pada gastrointestinal. Konstipasi atau biasa disebut impaksio
dapat dikaitkan dengan kelainan atau gangguan metabolik (Boyer, 2015).
Pada Sulcata diduga penyebab pasti terjadinya konstipasi berkaitan
dengan penelanan kerikil yang menyumbat kloaka seperti pada gambar 2.7,
juga dapat dikaitkan dengan faktor usia yang tua sehingga terjadi penurunan
dalam fungsi organ termasuk hipomotilitas usus. Hipomotilitas bermanifestasi
juga ketika adanya gangguan neurologis, termasuk trauma ke sumsum tulang
belakang atau saraf panggul, namun sepertinya trauma bukan menjadi
penyebab gejala pada Sulcata. Lesi di mulut seperti stomatitis dapat
menurunkan nafsu makan dan minum sehingga hewan menjadi dehidrasi,
anoreksia, disertai kemungkinan penurunan suhu lingkungan dan inti tubuh,
ataupun penyakit sistemik yang dapat menjadi faktor adanya konstipasi
(Erlacher-Reid et al., 2013).
11
Gambar 2.7 Kerikil yang ditemukan di dalam cranial kloaka (Sumber: dok pribadi).
12
2017).
Lipidosis terjadi ketika akumulasi reversibel lipid terutama di hepar (hepatosit)
reptil sebagai akibat dari proses fisiologis, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan
fungsi organ atau kombinasinya. Mobilisasi lipid karena anoreksia, inanisi yaitu
sebagai penyebab umum lain dari lipidosis hepar pada reptil, terutama pada hewan
obesitas, karena dapat melampaui metabolisme. Hepatotoxin, hipoksia akibat penyakit
pernapasan atau jantung dan anemia berat, penyakit infeksi hati, sirosis, dan proses
lain juga dapat menyebabkan gangguan atau kegagalan metabolisme hepatoseluler
yang menyebabkan terjadinya lipidosis hati. Diet kaya lemak, makan ulat berlebihan
atau pola makan yang buruk, seperti buah-buahan dan sayuran pada kura-kura dapat
memicu lipidosis hati (Garner dan Elliott, 2021).
Jika menurut literatur dari Garner dan Elliott (2021), lipidosis hepar
menunjukkan hasil mikroskopis apusan akan mengandung vakuola
intracytoplasmic clear. Hepatosit dengan lipid pada reptile sebenarnya tampak
sangat rapuh dan rentan terhadap lisis selama aspirasi atau ketika dioleskan pada
slide. Makroskopik hepar juga biasanya membesar dan tepian membulat, warna
kuning kecokelatan dan pucat, tetapi warnanya mungkin dapat bervariasi
tergantung pada jumlah darah dan melanin di parenkim. Hepar juga mudah rapuh,
mengeluarkan cairan kuning kecoklatan pada permukaan luka dengan atau tanpa
vakuola bening, dan dapat mengapung di formalin. Permukaan hepar menjadi
tidak teratur dalam kasus dengan fibrosis, hiperplasia bilier, atau sirosis.
Ginjal pada reptil dengan stadium lanjut lipidosis hepatorenal dapat
menunjukkan penampakan makroskpik pucat. Ginjal Sulcata juga mengalami
kongesti dan nekrosis pada tubulus. Kongesti sebagai gejala dari kerusakan
jaringan yaitu meningkatnya jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga
kapiler darah melebar. Gangguan sirkulasi darah akan menyebabkan kongesti
dipicu oleh kurangnya oksigen dan aliran darah menurun pada vena. Hal ini terjadi
pada ginjal yang kemungkinan sudah memiliki peradangan kronis cukup lama
ditandai banyaknya infiltrasi sel radang hingga terjadinya nekrosis tubular.
Nekrosis atau kematian sel ditandai adanya perubahan pada inti sel dan sitoplasma
yang berisi endapan eosinofilik. Nekrosis yang terjadi pada tubular ginjal yaitu
nekrosis koagulatif karena struktur sel atau sitoplasma masih dapat terlihat jelas
meskipun inti selnya Aktivitas mikroorganisme seperti bakteri yang berkembang
pada ginjal, bahan beracun, gangguan metabolisme, dan hipoksia jaringan dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan pada ginjal termasuk bagian tubulus,
yang menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi secara normal dan berdampak
pada kematian hewan (Selvi et al., 2016). Diagnosis pada Sulcata seharusnya
dilakukan pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui abnormalitas dari enzim
yang dapat menjadi indikasi kerusakan hepar dan ginjal, dan mendukung
diagnosis pasti dari kasus Sulcata.
13
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan rotasi patologi anatomi didapatkan hewan Sulcata yang
memiliki gejala klinis anoreksia dan tidak dapat defekasi selama beberapa hari,
serta telah dilakukan enterotomi untuk pengeluaran feses namun keesokan
paginya Sulcata mati mendadak. Pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi
dilakukan namun hewan dinekropsi terlebih dahulu. Hasil menunjukkan adanya
stomatitis, tidak ada lesi maupun obstruksi pada saluran digesti, namun
konstipasi diduga akibat penyumbatan kloaka karena penelanan kerikil oleh
Sulcata yang tidak diketahui kapan terjadi. Adanya perubahan warna pada hepar
menjadi kuning pucat, dan perubahan warna ginjal yang memiliki bercak
kehitaman pucat. Pemeriksaan histopatologi pada hepar menunjukkan adanya
autolisis sel pada hepar, vakuola intracytoplasmic clear, dan melanomakrofag.
Pada ginjal menunjukkan adanya kongesti pada tubulus dan dekat glomerulus.
Kedua organ juga mengalami infiltrasi sel radang. Hasil patologis tersebut diduga
hewan yang sudah berusia tua mengalami hipomotilitas usus yang disertai infeksi
mulut stomatitis dimanifestasi dengan adanya lipidosis hepar dan gangguan ginjal
kronis sebagai penyebab kematian pada hewan secara mendadak.
5.2. Kendala
Kendala dalam kegiatan yaitu tempat melakukan nekropsi yang secara
bersamaan dan terkadang antri menggunakan peralatan dan tempat yang tersedia.
Kendala lainnya yaitu kesulitan dalam melakukan pemahaman diagnosis karena
pemeriksaan suatu kasus seharusnya dilakukan secara komprehensif dengan uji
laboratorium lainnya seperti mikrobiologi dan parasitologi.
5.3. Saran
Peralatan yang ada diharapkan dapat lebih tercukupi untuk jumlah
mahasiswa, dan tersedianya laboratorium lain secara langsung dalam melakukan
diagnosis penunjang secara lengkap seperti mikrobiologi, parasitologi atau
pengujian patologi lainnya. Terimakasih.
14
DAFTAR PUSTAKA
15