LAPORAN KEGIATAN
PROGRAM PROFESI DOKTER HEWAN
ROTASI PATOLOGI ANATOMI
Disusun Oleh:
Puji syukur kehadirat Alah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan koasistensi PPDH rotasi Patologi
Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya. Keberhasilan
penyusunan laporan kegiatan ini tidak akan terwujud dan terselesaikan dengan
baik tanpa ada bantuan, bimbingan, dan dorongan yang tak terhingga nilainya
dari berbagai pihak baik secara material maupun spiritual. Dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech selaku Dekan Fakultas
Kedokteran HewanUniversitas Brawijaya, pembibing dan penguji PPDH
Rotasi Patologi Anatomi di FKH UB yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan kepada penulis.
2. drh. Nofan Rickyawan, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Profesi
Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
Malang.
3. Dosen dan staff Laboratorium Patologi Anatomi FKH Universitas Brawijaya
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan waktu kepada penulis untuk
melaksanakan kegiatan PPDH.
4. Teman-teman kelompok 1 PPDH gelombang X yang selalu memberi
support dalampelaksanaan rotasi PPDH.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini
yang tidak dapat disebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kegiatan ini jauh dari
kata sempurna, karena keterbatasan kemampuasn yang dimiliki. Penulis
berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi kalangan
pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
4.1.7.Diagnosa Banding .......................................................................15
4.2.Pembahasan ........................................................................................15
BAB 5 PENUTUP .......................................................................................18
5.1.Kesimpulan.........................................................................................18
5.2.Saran ...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................19
BUKTI DOKUMENTAS 21PELAKSANAAN ROTASI .......................21
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Morfologi kucing domestic................................................................3
Gambar 4. 1 Hemoragi pada seluruh lobus pulmo ..............................................13
Gambar 4. 2 Organ hepar yang mengalami nekrosis...........................................13
Gambar 4. 3 Duodenum dan jejunum..................................................................13
Gambar 4. 4 Histopatologi Organ pulmo. ...........................................................14
Gambar 4. 5 Histopatologi Organ hepar..............................................................14
Gambar 4. 6. Histopatologi Organ duodenum ......................................................14
Gambar 4. 7 Histopatologi Organ jejunum .........................................................15
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
diagnosa, pengobatan, dan pencegahan peyakit dimasa yang akan datang. Kegiatan
PPDH yang dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya bertujuan agar mahasiswa PPDH mampu melakukan
nekropsi dan melakukan diagnosa penyakit serta penyebab kematian secara tepat,
sehingga memberikan pencegahan dan penanggulangan penyakit secara tepat untuk
menghindari terjadinya wabah penyakit.
1.3. Tujuan
1. Mampu memahami proses peneguhan diagnosa menggunakan pemeriksaan
patologi anatomi pada kucing.
2. Mengetahui perubahan makroskopis dan mikroskopis pada organ kucing yang
terserang penyakit.
3. Mampu melakukan diagnosa berdasarkan perubahan patologi pada organ kucing
yang terserang penyakit.
1.4. Manfaat
Mahasiswa PPDH mampu menguasai kompetensi rotasi Patologi Anatomi
terkait proses pemeriksaan patologi anatomi dan terampil dalam melakukan diagnosa
suatu penyakit berdasarkan ilmu patologi anatomi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
dilakukan euthanasi bila hewan masih hidup atau dapat langsung dilakukan nekropsi
apabila hewan telah mati (Marchitelli & Shearer, 2020).
Menurut McDonough & Southard (2017), metode nekropsi pada kucing dapat
dilakukan dengan cara meletakkan spesimen kucing rebah dorsal diatas meja
nekropsi, kemudian diinsisi kulit bagian lipatan scapula hingga persendian antara
scapula dan axilla terlepas. Insisi juga dilakukan pada lipatan kulit femur hingga
persendian coxofemoralis terlepas. Insisi dilanjutkan pada daerah linea alba dan batas
antar coxae untuk membuka rongga thorax dan abdomen. Selanjutnya diamati
perubahan organ viscera untuk melihat perubahan patologi seperti adanya cairan,
perubahan posisi, valvulus, perlekatan organ, dan sebagainya. Insisi dilanjutkan
kearah mandibula untuk melihat oesophagus dan trake. Semua perubahan yang
terjadi dicatat pada protokol seksi. Organ-organ yang mengalami perubahan
dilakukan fiksasi kedalam Formalin 10% untuk kemudian dibuat preparat
histopatologi.
5
2.4.2. Inflamasi
Inflamasi (peradangan) merupakan suatu respon pertahanan jaringan yang
rusak dan terjadi pada semua vetebrata. Respon inflamasi pada hewan tingkat tinggi
ditandai dengan color, rubor, tumor, dolore dan function laeso (panas, merah,
bengkak, sakit dan kehilangan fungsi). Inflamasi ditandai dengan adanya sebukan
sel radang seperti makrofag, netrofil, limfosit atau sel plasma. Jika terdapat banyak
sel neutrofil, maka penyakit ini berada pada fase akut, sedangkan jika ditemukan
limfosit atau sel plasma, berarti penyakit ini berada pada fase akut kronis. Inflamasi
akut merupakan reaksi awal dari kerusakan jaringan yang ditandai dengan
terjadinya dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Hal tersebut
menyebabkan cairan dan sel plasma keluar dari pembuluh darah, sehingga tampak
adanya neutrofil di jaringan yang menandakan adanya peradangan. Pada inflamasi
kronis ditandai dengan adanya limfosit, sel plasma dan makrofag predominan, yang
merupakan lanjutan dari inflamasi akut. Inflamasi granulomatos adalah bentuk
spesifik dari inflamasi kronis dan kadang-kadang diikuti reaksi sekunder oleh
amyloidosis (Yulida dkk., 2018).
2.4.3. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel/jaringan yang akibat proses degenerasi yang
ireversibel. Secara makroskopik sel/jaringan yang mengalami nekrosis ditandai
kepucatan, jaringan melunak dan tampak ada demarkasi (pembatas) dengan
jaringan yang sehat. Nekrosis dapat bersifat fokal (satu fokus) atau multifokal
(banyak fokus). Pusat-pusat fokus tersebut merupakan upaya jaringan untuk
melokalisasi agen infeksi (virus, bakteri dan parasit) atau zat toksik penyebab
nekrosis. Biasanya di sekitar sel/jaringan yang mengalami nekrosis disertai dengan
infiltrasi sel radang, karena sel-sel mati merupakan benda asing bagi tubuh. Ciri
utama sel atau jaringan yang mengalami nekrosis yakni piknosis (inti sel gelap dan
mengecil), karyorheksis (inti sel pecah), dan karyolisis (hilangnya inti sel). Nekrosis
dibedakan menjadi tiga tipe yaitu nekrosis koagulatif, liquafaktif dan caseosa.
Nekrosis koagulatif ditandai dengan masih dikenalinya struktur sel/jaringan baik
secara makroskopik maupun mikroskopik. Nekrosis liquafaktif adalah nekrosis
yang ditandai dengan adanya massa cair atau semipadat pada sel/jaringan tersebut.
Nekrosis kaseosa atau nekrosis mengeju (seperti keju), ditandai dengan hilangnya
struktur sel, inti gelap, ada debris di sitoplasma serta gumpalan darah dan kalsifikasi
(Berata dkk., 2015).
2.4.4. Rupture villi
Rupture vili merupakan kerusakan pada usus, dimana usus kehilangan
sebagian epitel pada lapisan mukosa usus halus. Ruptur vili mengakibatkan
hilangnya lapisan mukosa usus halus. Ruptur dan rusaknya vili serta epitel usus
dapat mengganggu penyerapan nutrisi sehingga dapat menyebabkan kematian pada
hewan. Kerusakan pada vili dapat terjadi akibat paparan bahan toksik, infeksi,
intoksikasi ataupun kejadian patologis lainnya (Sulastri dkk., 2018).
6
2.4.5. Hyperplasia sel goblet
Hyperplasia sel goblet merupakan peningkatan jumlah sel goblet pada epitel
saluran pencernaan. Sel goblet berfungsi untuk mensekresikan mukus yang
melumasi dan melindungi permukaan usus. Sel goblet memberi perlindungan
permukaan usus halus dari patogen dan membatasi pergerakan serta perlekatan dari
patogen. Sel goblet mensintesis dan mensekresikan mukus glikoprotein berbentuk
gel untuk melindungi sel-sel epitelium intestinal. Jumlah sel goblet pada ileum
lebih banyak daripada duodenum dan jejunum, sedangkan jumlah sel goblet pada
duodenum lebih banyak daripada jejunum. Mukus juga dihasilkan oleh kelenjar
liberkuhn yang terdapat pada lapisan mukosa usus (Sariati dkk., 2019).
2.4.6. Dilatasi krypte liberkuhn
Dilatasi krypte liberkuhn merupakan pembesaran dari kelenjar liberkuhn atau
kelenjar intestinal. Kelenjar liberkuhn bermuara pada kripta yang terdapat pada
vili-vili intestinal. Kelenjar ini menghasilkan mukus dan beberapa enzim untuk
metabolisme peptida, lemak, karbohidrat, dan getah usus (mucin) yang berfungsi
melindungi mukosa usus. Peningkatan produksi musin berhubungan dengan jumlah
kelenjar intestinal dan sel goblet. Kelenjar liberkuhn berfungsi sebagai sel induk
yang meregenerasi sel epitel dan sel goblet yang telah rusak secara
berkesinambungan. Kelenjar liberkuhn memiliki sel paneth pada membran basal
kelenjar liberkuhn berfungsi untuk melindungi permukaan usus halus terhadap
pertumbuhan bakteri yang berlebih, sekresi lisozim, imunoglobulin dan enzim
bakteriolitik serta sebagai zat yang memberikan nutrisi bagi sel-sel pada kelenjar
liberkuhn (Hamza & Al-Mansor, 2017).
7
2.6. Diagnosa Banding
Diagnosa banding merupakan diagnosa untuk membandingkan penyakit atau
kondisi tertentu dari penyakit lain dengan gejala klinis yang serupa. Diagnosa
banding dari kasus ini berupa:
a. Feline panleukopenia
Feline panleukopenia adalah penyakit viral dengan agen utamanya berasal
dari virus keluarga Parvoviridae yang sangat menular dan menyerang hewan
umur muda. Feline panleukopenia merupakan penyakit pada kucing yang
disebabkan oleh Feline Panleukopenia Virus (FPV) yang merupakan virus DNA
dan menyebabkan infeksi secara sistemik. Virus ini dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan hewan sakit atau melalui peralatan seperti tempat tidur,
pakan, maupun minum. Gejala klinis yang tampak pada hewan penderita adalah
muntah, diare, lemas, dan penurunan nafsu makan. Muntah yang terjadi tidak
berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi kucing, melainkan karena
adanya infeksi dari virus yang menyerang kripte sel usus halus sehingga
menyebabkan peradangan pada usus (Mahendra dkk., 2020). Gambaran
histopatologi organ usus yang ditemukan pada kasus ini berupa atrofi dan rupture
villi, pelebaran kripte, nekrosis, hemoragi, serta infiltrasi sel inflamasi terutama
makrofag. Jantung mengalami pembengkakan dan terjadi miokarditis yang
ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi. Pulmo dan pleura menunjukkan adanya
pneumonia interstitial yang ditandai dengan penebalan dinding alveolus akibat
infiltrasi sel monouklear. Pulmo terkadang mengalami pembengkakan dan
hemoragi. Hepar sering mengalami kerusakan (Bayati & Akaby, 2017).
b. Toksoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan salah satu penyakit zoonosis yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii dan bersifat parasite obligat. Kasus toxoplasmosis di
Indonesia pada hewan berkisar 60 – 70 %. Masa inkubasi toxoplasmosis berkisar
2 – 3 minggu. Gejala klinis yang muncul merupakan gejala umum berupa
demam, muntah, diare, pembesaran kelenjar limfe, dan encephalitis bila
menyerang system syaraf pusat. Parasit yang masuk ke jantung akan
menyebabkan miokarditis. Gejala klinis pada toxoplasmosis terkadang
asimptomatis (Ramakrihnan et al., 2019). Toxoplasma gondii dapat
menyebabkan kerusakan pada berbagai jenis sel berinti dengan kerusakan yang
beragam. Lesi patologi yang dapat diamati pada organ pulmo berupa pneumonia
disertai dengan sel radang dan emphysema. Pada hepar dapat terjadi
pembengkakan serta hepatitis yang didominasi oleh sel eosinophil dan leukosit.
Sedangkan pada organ duodenum, jejunum, ileum dapat terjadi enteritis, ditandai
dengan proliferasi sel epitel, infiltrasi sel radang, dan kerusakan villi. Pada usus
halus pada kucing yang terinfeksi dapat ditemukan stadium dari toxoplasma
gondii berupa mikrogamet, makrogamet, merozoite, dan skizon, sedangkan pada
organ lainnya dapat ditemukan adanya bentukan takizoit pada jaringan organ
yang terinfeksi (Hanafiah dkk., 2017).
8
c. Sepsis
Sepsis atau septicemia merupakan infeksi bakteri sistemik yang menyebar
melalui darah dan menimbulkan respon inflamasi. Sepsis dapat terjadi sebagai
akibat dari infeksi sekunder yang menimbulkan bakteremia. Gejala klinis yang
ditimbulkan berupa lethargi, membrane mukosa pucat, abdominal pain,
bradycardi, diare, anemia, muntah, hipotermia, dan bahkan icterus. Karakteristik
lesi patologi yang tampak dari sepsis adalah adanya thrombus bakteri atau
nekrosis multifocal disertai dengan inflamasi maupun tidak pada semua organ.
(Brady et al., 2010). Hepatitis yang terjadi saat sepsis dapat disebabkan oleh
bakteremia atau melalui translokasi pada saluran pencernaan. Lesi histopatologi
yang tampak berupa nekrosis koagulatif dan adanya infiltarasi sel radang seperti
limfosit, neutrophil, dan makrofag (Rondeau, 2015). Sedangkan pada salura
pencernaan akan tampak kerusakan pada lapisan mukosa usus disertai dengan
peradangan. Pada organ pulmo yang mengalami sepsis akan tampak lesi focal
berwarna kemerahan pada parenkim pulmo dan secara histopatologi tampak
terjadi pneumonia interstitial, penebalan septum alveolar, nekrosis, infiltrasi sel
radang seperti makrofag dan neutrophil, serta pada kondisi berat dapat
memunculkan fibrin (Brooks et al., 2013).
9
BAB 3
METODOLOGI
3.2.Profil Mahasiswa
Peserta Koasistensi yang melaksanakan rotasi Patologi Anatomi di
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
yang berada dibawah bimbingan drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M.Biotech. yakni:
Nama : Salma Desra Canora
NIM : 210130100111004
Prodi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan
Fakultas : Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
Alamat : Jl. Gajayana gg 4 no. 620, Malang
Email : salmadesra28@student.ub.ac.id
3.4.Teknik Nekropsi
Nekropsi dilakukan dengan persiapan yang mendukung dan matang, seperti
tempat, fasilitas dan peralatan dan juga pengumpulan data seperti seperti anamnesa
dan sinyalemen hewan. Teknik nekropsi dijelaskan melalui Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Teknik Nekropsi pada Kucing.
No. Gambar Keterangan
10
Sampel diletakkan rebah dorsal
diatas meja nekropsi, kemudian
diinsisi kulit bagian lipatan scapula
hingga persendian antara scapula
2.
dan axilla terlepas. Insisi juga
dilakukan pada lipatan kulit femur
hingga persendian coxofemoralis
terlepas.
Insisi dilanjutkan pada daerah linea
alba untuk membuka rongga
abdomen dan dipotong batas antar
coxae untuk membuka rongga
3. thorax. Diamati perubahan organ
viscera untuk melihat perubahan
patologi seperti adanya cairan,
perubahan posisi, valvulus,
perlekatan organ, dan sebagainya.
11
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Signalement
Nama : Coco
Jenis hewan : Kucing domestic short hair
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 3.5 bulan
BCS : 3/5
Asal : Dinoyo, Kota Malang
Pemilik : Tidak diketahui
Waktu temuan kematian : 13 Desember 2021 (17.27)
Waktu pengambilan sampel : 13 Desember 2021 (18.00)
Waktu nekropsi : 14 Desember 2021 (08.00)
Preservasi : Freezer
4.1.2. Anamnesa
Kucing Coco mengalami anoreksia, lemas, penurunan berat badan, bulu
kusam, muntah, dan diare dengan konsistensi encer. Kucing tampak sering
menggaruk pada bagian tubuhnya. Kucing Coco melakukan rawat inap di klinik
hewan selama 3 hari hingga akhirnya meninggal.
4.1.3. Temuan Klinis
Temuan klinis pada kucing Coco berupa bulu kusam, kulit pucat, kahexia,
muntah, dan diare dengan konsistensi encer disertai bau khas virus. Terdapat
infestasi pinjal pada rambut dan tidak ditemukan cacing.
4.1.4. Hasil Pemeriksaan Makroskopis
Organ Hasil Pengamatan Deskripsi Lesi
Kondisi Fisik
Bulu dan Kulit Kusam dan pucat Tidak ada lesi
Muskulus Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Sistem Digesti
Oropharingeal Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Duodenum Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Jejunum Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Ileum Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Sekum Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Kolon Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Pankreas Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Limpa Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Hepar Nekrosis pada lobus hepar Nekrosis hepar
Sistem Sirkulasi
Jantung Diselubungi oleh lemak Tidak ada lesi
Sistem Respirasi
12
Nasal Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Trachea Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Paru-paru Hemoragi pada semua Hemoragi pulmo
lobus
Sistem Urogenital
Ginjal Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Testis Tidak ada perubahan Tidak ada lesi
Gambar 4. 1 Hemoragi pada seluruh lobus pulmo yang ditunjukkan oleh panah berwarna
kuning (Dokumentasi Pribadi, 2022).
Gambar 4. 2 Organ hepar yang mengalami nekrosis ditunjukkan oleh panah kuning
(Dokumentasi Pribadi 2022).
Gambar 4. 3 Duodenum dan jejunum yang secara makroskopis tidak mengalami perubahan
patologi anatomi (Dokumentasi Pribadi 2022).
13
4.1.5. Hasil Pemeriksaan Mikroskopis
A B
Gambar 4. 5 Organ hepar yang mengalami hepatitis yang ditandai dengan adanya sel
radang ( ) dan nekrosis koagulatif ( ), pigmen haemosiderin ( ),
(Pewarnaan HE 400x) (Dokumentasi Pribadi, 2022).
14
A B
4.2. Pembahasan
Kucing yang berasal dari klinik di daerah Dinoyo, Kota Malang dilakukan
pemeriksaan dengan cara nekropsi, pengamatan eksternal, dan internal organ, yang
dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi. Hasil yang didapatkan selama
pengamatan secara eksternal adalah bulu rontok, kulit pucat, dan adanya infestasi
pinjal. Hasil pengamatan organ secara internal menunjukkan adanya hemoragi pada
semua lobus pulmo, dan nekrosis koaulatif pada hepar. Pada organ intestine tidak
menunjukkan adanya lesi secara makroskopis, namun tetap dikoleksi untuk
pemeriksaan secara histopatologi karena adanya riwayat muntah dan diare.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi pada organ pulmo hepar, dan organ
intestine. Hasil pemeriksaan secara histopatolgi pada organ pulmo menunjukkan
terjadinya pneumonia interstitial dengan ditemukan adanya penebalan ruang
15
interstitial, hemoragi, dan adanya infiltrasi sel radang. Pada hepar mengalami
hepatitis yang ditandai dengan adanya sel radang dan disertai dengan nekrosis. Pada
organ pencernaan lesi patologis ditemukan pada organ duodenum dan jejunum,
sedangkan pada ileum, sekum, kolon, dan rectum tidak ditemukan adanya perubahan.
Perubahan yang tampak pada duodenum berupa rupture villi, sedangkan pada
jejunum berupa hyperplasia sel goblet, dilatasi krypte liberkhun, dan adanya infiltrasi
sel radang pada tunika mukosa.
Terjadinya pneumonia interstitial yang disertai hemoragi pada kasus ini dapat
disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, atau protozoa yang meyerang
organ pulmo kucing. Pneumonia merupakan inflamasi yang terjadi pada pulmo yang
dapat disebabkan oleh agen infeksius yang bereplikasi pada jaringan pulmo.
Pneumonia interstitial merupakan inflamasi yang terjadi pada alveoli atau pada
interstitial pulmo yakni diantara jaringan alveoli. Alveoli merupakan jaringan seluler
tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika terjadi peradangan dan
penebalan pada dinding interstitial pulmo, lumen alveolus mengecil sehingga terjadi
gangguan pertukaran oksigen didalam pulmo yang dapat menyebabkan gangguan
pernafasan (Mrad & Huda, 2021). Terjadinya hemoragi dapat disebabkan karena
adanya proses inflamasi pada pulmo. Pada saat terjadi inflamasi, sel endotel
pembuluh darah akan meregang dan volume darah akan meningkat. Hal tersebut
dapat menimbulkan pendarahan karena terjadinya perenggangan sel endotel yang
akan menyebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga sel darah keluar dari
pembuluh darah (Pranatha dkk., 2018).
Pada kasus ini hepar mengalami hepatitis yang ditandai dengan adanya
infiltrasi sel radang dan disertai dengan nekrosis. Terjadinya hepatitis pada kucing
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasite, atau penyakit metabolik. Sel
hepatosit sangat rentan terhadap kerusakan karena hepar sebagai tempat penyaringan
toxin yang ada didalam tubuh. Toxin seluler yang ada dalam tubuh dapat berikatan
dengan asam nukleat yang akan menghambat terjadinya sintesa protein dalam sel
yang akan menyebabkan kematian sel (Rondeau, 2015). Menurut Aminah (2014),
terjadinya hepatitis secara histologi akan tampak adanya peradangan, kerusakan
sinusoid, swelling hepatosit, nekrosis, dan terkadang disertai dengan fibrosis.
Nekrosis adalah kematian sel/jaringan yang akibat proses degenerasi yang
ireversibel. Pada umumnya di sekitar sel/jaringan yang mengalami nekrosis selalu
disertai sel-sel radang, karena sel-sel mati merupakan benda asing bagi tubuh (Berata
dkk., 2015). Timbulnya sel radang merupakan mekanisme perlindungan dengan
tujuan mengisolasi dan menghilangkan agen penyebab infeksi untuk memperbaiki
kerusakan jaringan. Proses inflamasi memiliki manfaat untuk membunuh atau
mengasingkan antigen penyebab penyakit, degradasi antigen, meningkatkan waktu
pemulihan, dan meningkatkan suhu tubuh untuk menginduksi vasodilatasi serta
menghambat replikasi mikroba (Zachary & McGavin, 2012).
Kerusakan pada duodenum dan jejunum dapat terjadi karena adanya replikasi
virus atau parasite didalam jaringan. Hal tersebut dapat menimbulkan reksi inflamasi
dan menyebabkan kerusakan lapisan usus. Rupture vili duodenum merupakan
kerusakan pada sebagian sel epitel pada lapisan mukosa duodenum, dimana villi serta
16
sel epitel usus rusak yang dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Jejunitis merupakan
peradangan pada jejunum yang ditandai dengan kerusakan pada villi dan adanya
infiltrasi sel radang ataupun nekrosis (Sulastri dkk., 2018). Pada jejunum ditemukan
kelaianan berupa hyperplasia sel goblet dan dilatasi kripte liberkhun. Di antara sel-
sel epitel mukosa di usus, sel goblet usus diketahui memiliki fungsi protektif melalui
sintesis dan sekresi musin sebagai respons terhadap sejumlah rangsangan, seperti
agen pathogen, parasit, pengaruh hormonal, faktor inflamasi, toksin bakteri, dan
kimia lainnya yang dapat menyebabkan pelebaran atau hyperplasia sel goblet. Sel
goblet memberi perlindungan permukaan usus halus dari patogen dan membatasi
pergerakan serta perlekatan dari patogen. Sel goblet mensintesis dan mensekresikan
muku glikoprotein berbentuk gel untuk melindungi sel-sel epitelium intestinal.
(Mukarami et al., 2010; Sariati dkk., 2019). Dilatasi krypte liberkuhn merupakan
pembesaran dari kelenjar liberkuhn atau kelenjar intestinal. Kelenjar ini
menghasilkan mukus dan beberapa enzim untuk metabolisme peptida, lemak,
karbohidrat, dan getah usus (mucin) yang berfungsi melindungi mukosa usus.
Peningkatan produksi musin berhubungan dengan jumlah kelenjar intestinal dan sel
goblet (Hamza & Al-Mansor, 2017). Terjadinya hyperplasia sel goblet dan dilatasi
krypte liberkhun akan menghasilkan produksi mucus yang berlebih sehingga
menyebabkan watery diarrhea (Mukarami et al., 2010).
17
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kucing yang berasal dari klinik di daerah Dinoyo, Kota Malang setelah
dilakukan nekropsi terlihat adanya hemoragi pada semua lobus pulmo, nekrosis
hepar. Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan organ pulmo menunjukkan
terjadinya pneumonia interstitial dengan ditemukan adanya penebalan ruang
interstitial, hemoragi, dan adanya infiltrasi sel radang, pada hepar mengalami
hepatitis yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang, dan disertai dengan
nekrosis, pada duodenum terjadi rupture villi, serta pada jejunum tampak adanya
hyperplasia sel goblet, dilatasi krypte liberkhun, disertai adanya infiltrasi sel radang
pada tunika mukosa. Diagnosa banding dari kasus ini adalah feline panleukopenia,
toxoplasmosis, dan sepsis atau septicemia.
5.2. Saran
Sampel kucing yang didapatkan dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa
pemeriksaan serologis untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita.
18
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Prayitno, S., Sarjito. 2014. Pengaruh Perendaman Ekstrak Daun Ketapang
(Terminalia cattapa) terhadap Kelulushidupan dan Histologi Ikan Mas
(Cyprinus carpio) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla. Journal of
Aquaculture Management and Technology Vol. 3. No. 4.
Bayati, H.A.A. and Akaby, S.R.A., 2017. Study of Histopathological changes associated
with FelinePan Leukopenia Virus infection in naturally infected cats. Journal
of Education College Wasit University, 1(26), pp.511-520.
Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Adi, A.A.A.M., Adnyana, I.B.W. and Kardena, I.M., 2015.
Patologi veteriner umum. Swasta Nulus. Denpasar.
Brady, C.A., Otto, C.M., Van Winkle, T.J. and King, L.G., 2010. Severe sepsis in cats: 29
cases. Journal of the American Veterinary Medical Association, 217(4),
pp.531-535.
Brooks, J.W., Roberts, E.L., Kocher, K., Kariyawasam, S. and DebRoy, C., 2013. Fatal
pneumonia caused by Extraintestinal Pathogenic Escherichia coli (ExPEC) in
a juvenile cat recovered from an animal hoarding incident. Veterinary
microbiology, 167(3-4), pp.704-707.
Chayrunnisa, A., Maghfiroh, K. & Priabudiman, Y., 2020. Penanganan Penyakit Radang
Paru (Pneumonia) pada Pedet PraSapih (Anweaner) di Terbanggi Besar,
Lampung Tengah. Jurnal Peternakan Terapan, 2(1), pp. 11-15.
Fauziah, D., Mubarok, H. and Kurniati, N.I., 2018. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa
Penyakit Hewan Peliharaan Menggunakan Metode Certainty Factor. JuTISI
(Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi), 4(1), pp.1-16.
Hamza, L. O and Al-Mansor, N. A. 2017. Histological and histochemical observations of
the small Intestine in the indigenous Gazelle (Gazella subgutturosa). Journal
of Entomology and Zoology Studies, 5 (6): 948-956.
Hanafiah, M., Nurcahyo, W., Prastowo, J., & Hartati, S. 2017. Gambaran histopatologi
toksoplasmosis pada kucing peliharaan. Jurnal Veteriner, 18(1), 11-17.
Mahendra, Y.N., Yuliani, M.G.A., Widodo, A., Diyantoro, D. and Sofyan, M.S., 2020. A
Case Study of Feline Panleukopenia in Cats at The Educational Animal
Hospital of Universitas Airlangga. Journal of Applied Veterinary Science And
Technology, 1(1), pp.6-11.
Marchitelli, B. & Shearer, T. 2020. Small Animal Euthanasia, an Issue of Veterinary
Clinics of North America. Elseiver.
Mariandayani, H.N., 2017. Keragaman kucing domestik (felis domesticus) berdasarkan
morfogenetik. Jurnal peternakan sriwijaya, 1(1).
Marwati, M., Siagian, M.R. and Syawal, H. 2018. Histopathology of Gill and Brain of
Tilapia (Oreochromis Niloticus) That Were Infected with Streptococcus
Iniae (Doctoral dissertation, Riau University).
McDonough, SP and Teresa Southard. 2017. Necropsy Guide for Dogs, Cats, and Small
19
Mammals. Iowa: John Wiley and Sons.
Mirhish, S.M. and Nassar, R.A.A., 2018. ANATOMICAL AND HISTOLOGICAL
STUDY OF TRACHEA AND LUNG IN LOCAL BREED CATS FELIS Catus
domesticus L. International Journal of Arts, Science and Humanities
shanlax, 47, pp.1474-1476.
Mrad, A. & Huda, N., 2021. Acute Interstitial Pneumonia. NCBI
Murakami, Y., Okazaki, Y., Okayama, S., Fujihira, S., Noto, T., Nakatsuji, S. and Oishi,
Y., 2010. Goblet Cell Hyperplasia and Muscular Layer Thickening in the Small
Intestine of a Cynomolgus Monkey. Journal of toxicologic pathology, 23(2),
pp.85-89.
Negasee KA. 2021.Hepatic diseases in canine and feline: A review. Vet Med Open J. 2021;
6(1): 22-31.
Nurdiawan, O. and Pangestu, L., 2018. Penerapan Sistem Pakar dalam Upaya
Meminimalisir Resiko Penularan Penyakit Kucing. InfoTekJar: Jurnal
Nasional Informatika dan Teknologi Jaringan, 3(1), pp.65-73.
Pranatha, W.D., Irhas, R., Arihono, H.N.P., Widyasanti, N.W.H. and Kardena, I.M., 2018.
Laporan Kasus New Castle Disease dan Avian Influenza pada Ayam Buras.
Indonesia Medicus Veterinus.
Ramakrishnan, C., Maier, S., Walker, R.A., Rehrauer, H., Joekel, D.E., Winiger, R.R.,
Basso, W.U., Grigg, M.E., Hehl, A.B., Deplazes, P. and Smith, N.C., 2019. An
experimental genetically attenuated live vaccine to prevent transmission of
Toxoplasma gondii by cats. Scientific reports, 9(1), pp.1-14.
Rondeau, M.P., 2015. Hepatitis and Cholangiohepatitis. Small Animal Critical Care
Medicine, p.610.
Sariati, D.M., Zainuddin, F. and Ummu Balqis, C.D.I., 2019. Jumlah Sel Goblet dan
Kelenjar Liberkuhn pada Usus Halus Sapi Aceh.
Sulastri, Zakaria, I. J. & Marusin, N., 2018. Struktur Histologi Usus Ikan Asang
(Osteochilus hasseltii C.V.) yang Terdapat di Danau Singkarak, Sumatera
Barat. Jurnal Metamorfosa, Volume 2, pp. 214-218
Sutton, S. 2017. Long Acting Animal Health Drug Products. Springer
Suwed, M.A. and Napitupulu, R.M., 2017. Panduan Lengkap Kucing. Penebar Swadaya
Grup.
Yulida, E., Oktaviyanti, I.K. and Rosida, L., 2018. Gambaran derajat infiltrasi sel radang
dan infeksi Helicobacter pylori pada biopsi lambung pasien gastritis: di RSUD
Ulin Banjarmasin tahun 2009-2011. Berkala Kedokteran, 9(1), pp.51-65.
Zachary, J.F. and McGavin, M.D. eds., 2012. Pathologic Basis of Veterinary Disease5:
Pathologic Basis of Veterinary Disease. Elsevier Health Sciences.
Zimmerman, JJ., Karriker, L.A., Ramirez, A., Stevenson, G.W. 2019. Disease of Swine
Eleventh Edition. WILEY Blackwell.
20
BUKTI DOKUMENTASI
PELAKSANAAN ROTASI
Gambar Keterangan
21