Anda di halaman 1dari 64

ABSTRAK

Infeksi dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


virus Dengue yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Dalam penatalaksanaan infeksi dengue, digunakan kriteria WHO yaitu
kondisi klinik, nilai trombosit dan hematokrit sebagai indikator. Sedangkan
jumlah leukosit sering diabaikan walaupun biasanya disertai leukopenia
dengan variasi hitung jenis leukosit. Maka perlu dilakukan penelitian
terhadap hitung jumlah dan jenis leukosit pada penderita infeksi dengue
berguna dalam upaya pencegahan ke arah dengue berat.
Penelitian ini dilakukan secara observasional survei dan deskriptif.
Data penelitian meliputi pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi
dengue yang dirawat di RSUD Budhi Asih berjumlah 61 data berdasarkan
data rekam medik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar penderita
infeksi dengue mengalami leukopenia 62,3%. Terdapat variasi hasil
hitung jenis leukosit pada penderita infeksi dengue yang di bawah nilai
normal, normal, dan di atas nilai normal. Jenis sel yang di bawah nilai
normal yaitu jenis neutrofil sebesar 75,4% dan eosinofil sebesar 68,9%.
Sedangkan jenis sel yang di atas nilai normal adalah jenis monosit
sebesar 91,8%, limfosit 31,1%, basofil 8,2%.

Kepustakaan : 42
Tahun : 1992 – 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya,

karya tuis ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya tulis Ilmiah ini merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III Jurusan

Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Jakarta III.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Hitung Jumlah dan Hitung Jenis

Leukosit pada Penderita Infeksi Dengue di RSUD Budhi Asih Jakarta

Timur pada Periode Maret – Mei 2016” yang dapat dimanfaatkan sebagai

informasi bagi para klinisi untuk membantu diagnosa infeksi dengue.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal karya tulis

ilmiah ini telah mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh

karna itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada ;

1. Bagya Mujianto, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Jurusan Analis

Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III

2. Dewi Inderiati, S.Si., M.Biomed selaku Ketua Program Studi Analis

Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III

3. Retno Martini W, S.Si., M.Biomed selaku dosen pembimbing materi

yang telah berkenan memberikan bimbingan, saran, serta ide – ide

selama penyusunan KTI

v
4. Eva Ayu Maharani, S.Si., M.Biomed selaku dosen pembimbing teknis

yang telah membimbing, memberikan saran dan dorongan dalam

penyusunan KTI

5. Dra. Mega Mirawati, M.Biomed selaku pembimbing akademik yang

telah memberi bimbingan, dukungan, dan motivasi selama ini

6. Para dosen Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III yang

telah memberikan ilmu selama ini

7. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendoakan dan memberi

dukungan selama penyusunan karya tulis ilmiah.

8. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu selama penyusunan

karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

masih belum sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga karya tulis ini

dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dalam meningkatkan

wawasan dan ilmu pengetahuan.

Bekasi, Juni 2016

Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... v

DAFTAR ISI ...................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang .................................................................... 1


2. Identifikasi masalah ............................................................ 4
3. Pembatasan masalah ......................................................... 5
4. Rumusan masalah.............................................................. 5
5. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
5.1. Tujuan Umum........................................................... 5
5.2. Tujuan Khusus ......................................................... 6
6. Manfaat Penelitian ............................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Dengue .............................................................................. 7
1.1. Etiologi dan Epidemiologi ......................................... 7
1.2. Morfologi Virus Dengue ............................................ 9
1.3. Patofisiologi ............................................................. 10
1.4. Manifestasi Klinik ................................................... 13
1.5. Pemeriksaan Laboratorium .................................... 15
1.5.1. Isolasi Virus ................................................. 15
1.5.2. PCR ............................................................ 16
1.5.3. Pemeriksaan Hematologi ............................ 17
1.5.4. Pemeriksaan Serologi ................................. 20
1.5.5. Pemeriksaan Kimia Klinik ............................ 22
1.6. Diagnosis Infeksi Dengue ....................................... 23
1.6.1. Kriteria Klinik ............................................... 23
1.6.2. Kriteria Laboratorium .................................. 24

vii
2. Leukosit ........................................................................... 25
2.1. Basofil .................................................................... 26
2.2. Eosinofil ................................................................. 26
2.3. Neutrofil .................................................................. 27
2.4. Limfosit ................................................................... 27
2.5. Monosit .................................................................. 27

3. Kerangka Berfikir ............................................................. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Definisi Operasional Variabel ......................................... 29


2. Jenis Penelitian .............................................................. 30
3. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 30
4. Populasi dan Sampel ..................................................... 30
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 31
6. Teknik Analisa Data ....................................................... 31
7. Teknik Penyajian Data .................................................. 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil ............................................................................... 32
2. Pembahasan .................................................................. 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan .................................................................... 41
2. Saran ............................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 43

LAMPIRAN........................................................................................ 47

viii
DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

Naskah

1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011 ............... 24

2. Distribusi Hasil Pemeriksaan IgG dan IgM Dengue ........... 34

3. Distribusi Hasil Pemeriksaan Jumlah Leukosit ................... 34

4. Distribusi Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit ........... 35

Lampiran

5. Data Penelitian ................................................................... 47

ix
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

Naskah

1. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut

WHO (World Health Organization) 2011 .......................... 13

2. Leukosit Bergranula dan Agranula ................................... 26

3. Diagram Persentase Penderita Infeksi Dengue

Berdasarkan Jenis Kelamin.............................................. 32

4. Distribusi Penderita Infeksi Dengue Berdasarkan

Kelompok Usia ................................................................. 33

Lampiran

5. Alat Cell Dyn Ruby Hematology Analyzer ........................ 52

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Hasil Pemeriksaan IgM dan IgG Dengue,

Hitung Jumlah dan Hitung Jenis Leukosit .......................... 47

2. Cara Kerja Alat Cell Dyn Ruby Hematology Analyzer ........ 50

3. Gambar Alat Cell Dyn Ruby ............................................... 52

4. Surat tugas bimbingan KTI ................................................. 53

5. Surat pengambilan data ..................................................... 54

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Infeksi dengue merupakan penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus dengue yang berasal dari gigitan nyamuk

Aedes sp (Henilayati,N.P.N., 2015:9). Infeksi dengue dilaporkan telah

menyebar ke lebih dari 100 negara di dunia. Kasus dengue ditemukan

sekitar 20 juta di seluruh dunia setiap tahunnya dan sekitar 500 ribu

merupakan kasus berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Dengue Syok Sindrom (DSS) (Risniati, Y., dkk., 2011:96) dan

merupakan penyakit infeksi dengan angka morbiditas (kesakitan) dan

mortalitas (kematian) yang masih tinggi di Indonesia

(Rempengan,T.H.; Laurentz,I.R., 1992:135).

Penderita infeksi dengue di 34 provinsi di Indonesia pada tahun

2013 berjumlah 112.511 orang dengan jumlah kasus meninggal

sebanyak 871 penderita dan pada tahun 2014 tercatat 71.668

penderita (www.depkes.go.id 08/01/2015). Kasus DBD di DKI Jakarta

hingga akhir Januari 2016 mencapai 611 kasus dengan wilayah

Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah penderita tertinggi

(www.tribunnews.com. 05/02/2016).

1
2

Tingginya infeksi dengue di Indonesia dikarenakan oleh sulitnya

memutuskan mata rantai penularan nyamuk, belum tersedianya

vaksin pencegahan (Pangemanan,J.; Nelwan,J., 2013:46), dan belum

adanya standar penanganan infeksi dengue (Siregar,N., 2011:1).

Pada awal sakit tidak mudah membedakan infeksi virus dengue

dengan infeksi penyebab demam akut lain (Alcon,S., dkk., 2002).

Infeksi virus dengue memiliki kemiripan gejala klinis dengan penyakit

lain seperti malaria, demam tifoid, dan chikungunya (Wiradharma, D;

1999:78). Manifestasi klinik infeksi dengue sangat bervariasi mulai

dari tanpa gejala klinis (asimptomatis) hingga gejala (simptom) berupa

demam, nyeri otot, nyeri sendi, ruam, diatesis hemoragik yang disertai

leukopenia, limfadenopati, dan trombositopenia (Latief, Rahmat,

2011:5). Demam berdarah dengue atau demam syok sindrom dapat

berakhir dengan kematian (Risniati, Y., dkk., 2011:97).

Diagnosis pada infeksi dengue ditetapkan berdasarkan kondisi

klinis pasien dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan

laboratorium mencakup pemeriksaan serologi dan pemeriksaan

hematologi rutin (Rempengan,T.H.; Laurentz,I.R., 1992:135).

Pemeriksaan serologi berupa pemeriksaan antigen non struktural-

1 (NS-1 Ag) yang merupakan antigen spesifik pada virus dengue yang

dapat terdeteksi sejak awal timbulnya demam (Kumalawati,J.,

2008:35) serta pemeriksaan IgM dan IgG Dengue yang dapat


3

membedakan infeksi primer atau sekunder pada suspek dengue

(Aryati, 2004:13).

Indikator pemeriksaan laboratorium hematologi rutin untuk

mendiagnosis infeksi dengue adalah hitung jumlah trombosit dan nilai

hematokrit (Rempengan,T.H.; Laurentz,I.R., 1992:135). Parameter

hematologi lainnya berupa hitung Jumlah leukosit dan hitung jenis

leukosit yang seringkali diabaikan sebagai kriteria infeksi dengue.

Berdasarkan literatur, pada penderita infeksi dengue dapat dijumpai

jumlah leukosit di bawah nilai normal (leukopenia) ringan hingga

jumlah leukosit di atas nilai normal (leukositosis) sedang. Leukopenia

mulai terjadi pada demam hari pertama hingga ketiga (Risniati, Y.,

dkk., 2011:97).

Selain jumlah lekosit, perubahan juga dapat terjadi pada jenis

leukosit. Pada saat demam, dapat ditemukan jenis limfosit di atas nilai

normal (limfositosis) (Risniati, Y., dkk., 2011:97) dan jumlah granulosit

di bawah nilai normal pada hari ketiga hingga kedelapan (Harahap,

E.M., dkk., 2015:590).

Pada beberapa penelitian sebelumnya mengenai hitung jenis

leukosit pada infeksi dengue, ditemukan hasil yang bervariasi. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Harahap,E.M., dkk (2015) disimpulkan

bahwa adanya jumlah limfosit dan monosit di atas nilai normal pada

infeksi dengue (Harahap,E.M., dkk., 2015:592). Sedangkan pada hasil

penelitian Tanjung,A.H., dkk (2015) didapatkan adanya jumlah


4

monosit di bawah nilai normal dan penelitian oleh Chadwick., dkk

(2006) didapati adanya jumlah limfosit di bawah nilai normal

(Tanjung,A.H., dkk.,2015:178).

Perubahan pada hitung jumlah dan hitung jenis leukosit pada

infeksi dengue perlu diamati. Hal ini berguna untuk dapat memprediksi

adanya kebocoran plasma pada periode kritis, yang merupakan faktor

prognosis pada infeksi dengue (Andre 2012:2). Hasil penelitian

Risniati, Y., dkk (2011) didapatkan bahwa pada penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan leukopenia (<3.600 sel/µl darah)

memiliki risiko mengalami Dengue Syok Sindrom (DSS) sebesar 2,9

kali lebih tinggi dibandingkan penderita Demam Berdarah Dengue

(DBD) tanpa leukopenia, sehingga leukopenia dapat dijadikan sebagai

prediktor terjadinya Dengue Syok Sindrom (DSS) (Risniati,Y., dkk.,

2011:101).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan

membahas mengenai hitung jumlah dan hitung jenis leukosit pada

penderita infeksi dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih

Jakarta Timur.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan yang terjadi diantaranya :

a) Kasus infeksi dengue masih tinggi tiap tahunnya di Indonesia.


5

b) Indikator utama pemeriksaan laboratorium hematologi untuk

mendiagnosis infeksi dengue adalah hitung jumlah trombosit dan

nilai hematokrit, sedangkan jumlah leukosit seringkali diabaikan.

c) Jumlah dan jenis leukosit merupakan informasi penting untuk

memprediksi adanya kebocoran plasma pada periode kritis, yang

merupakan faktor prognosis pada infeksi dengue.

d) Pada umumnya, infeksi dengue disertai dengan leukopenia,

sedangkan pada beberapa penelitian sebelumnya didapatkan

perubahan hitung jenis lekosit yang bervariasi.

3. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi masalah pada hitung jumlah dan hitung jenis

leukosit pada infeksi dengue.

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, bagaimana hasil pemeriksaan hitung

jumlah dan hitung jenis leukosit pada infeksi dengue?

5. Tujuan Penelitian

5.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hitung jumlah leukosit

dan hitung jenis leukosit pada infeksi dengue.


6

5.2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui rata-rata jumlah leukosit pada penderita infeksi

dengue.

b) Mengetahui persentase penderita infeksi dengue dengan

leukopenia, normal, dan leukositosis.

c) Mengetahui jenis leukosit dengan persentase terbesar yang

di bawah nilai normal dan di atas nilai normal pada

penderita infeksi dengue.

6. Manfaat Penelitian

a) Bagi tenaga kesehatan, sebagai informasi mengenai gambaran

hitung jumlah dan hitung jenis leukosit pada penderita infeksi

dengue.

b) Bagi akademisi, diperolehnya pemahaman mengenai mekanisme

perubahan terhadap hitung jumlah dan hitung jenis leukosit pada

penderita infeksi dengue.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DENGUE

1.1. Etiologi dan Epidemilogi

Infeksi dengue merupakan penyakit infeksi virus dengue

yang termasuk ke dalam genus Flavivirus, Famili Flaviviridae yang

paling cepat penyebarannya karena menggunakan nyamuk Aedes

sp sebagai vektor (Suhendro, dkk., 2007:387). Dalam 50 tahun

terakhir, insiden penyakit dengue meningkat sebanyak 30 kali lipat

dengan penyebaran geografis yang lebih luas (Andre., 2012).

Lebih dari 70% populasi yang beresiko terinfeksi dengue berada di

wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat, seperti di Indonesia yang

merupakan negara tropis merupakan tempat yang sangat ideal

untuk perkembangbiakan vektor (Suhendro, dkk., 2007:387).

Istilah Hemorrhagic Fever pertama kali di Asia Tenggara

digunakan di Filipina pada tahun 1953, terjadi demam epidemik

pada tahun 1954 menyebar ke Thailand, Vietnam, Malaysia, dan

Indonesia (Tjahjasari, A.M., 2009:9). Demam Berdarah pertama

ditemukan di Indonesia yaitu di Surabaya pada tahun 1968

selanjutnya menyebar luas ke seluruh wilayah di Indonesia

(Livina,A, dkk., 2013:2).

7
8

Sejak Tahun 1962 di Indonesia sudah mulai ditemukan

penyakit yang menyerupai Dengue Hemorrhagic Fever yang juga

terjadi di Filipina (1953) dan Muangthai (1958). Pada tahun 1968

dibuktikan dengan pemeriksaan serologis untuk pertama kalinya.

Sejak saat itu, penyakit tersebut semakin meluas dan jumlah

penderita mengalami peningkatan yang semula hanya ditemukan

di beberapa kota besar saja, kemudian menyebar ke hampir

semua kota besar di Indonesia bahkan sampai ke pedesaan

dengan penduduk yang padat dalam waktu yang relatif singkat.

(Rempengan,T.H.; Laurentz,I.R., 1992:135).

Jumlah kasus DBD menunjukan kecenderungan meningkat

baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan setiap

tahun terjadi kejadian luar biasa (KLB) (www.depkes.go.id,

24/10/2004). Tercatat pada tahun 1998 dan 2004, terjadi KLB di

beberapa provinsi di Indonesia (Candra,A., 2010 :113).

Peningkatan kasus DBD tiap tahunnya berkaitan dengan

sanitasi lingkungan, yaitu tersedianya tempat perindukan bagi

nyamuk betina. Selain itu, terdapat faktor lain yang berkaitan

dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu, vektor

(perkembangbiakan, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor

transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lainnya); host

(terdapat penderita di lingkngan, mobilisasi dan paparan terhadap

nyamuk, usia, jenis kelamin); lingkungan (curah hujan, sanitasi,


9

temperatur, dan kepadatan penduduk) (Suhendro, dkk.,

2007:387).

1.2. Morfologi Virus Dengue

Flavivirus merupakan virus yang berpartikel sferis dengan

diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm

sehingga diameter virion sekitar 50 nm. Genom virus terdiri dari

asam ribonukleat rantai tunggal (Suhendro, dkk., 2007:387).

Genom terdiri dari protein struktural dan non struktural yaitu gen C

yang mengkode sintesa nukleokapsid, gen M yang mengkode

sintesa protein M (membrane), dan gen E yang mengkode sintesa

glikoprotein selubung (envelope) (Tjahjasari,A.M., 2009:14).

Terdapat 4 serotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-

3, DEN-4 (Hadinegoro, 2004:82). Variasi genetik yang berbeda

pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar tipe virus,

tetapi juga di dalam tipe virus itu sendiri, tergantung waktu dan

daerah penyebarannya (Soegijanto,S.,2006:12). Keempat serotipe

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe

terbanyak (Suhendro, dkk., 2007:387).

Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan

vektor yang memperantai virus dengue. Nyamuk Aedes ini berada

di daerah tropis dan subtropis dengan kelembapan yang tinggi

(Hasyimi 1993:17). Umumnya nyamuk Aedes yang menggigit

tubuh manusia adalah nyamuk betina, sedangkan nyamuk


10

jantannya lebih menyukai aroma yang manis pada tumbuh-

tumbuhan (Soegijanto,S.,2006:12).

1.3. Patofisiologi

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia dengan

nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus sebagai vektor.

Sasaran virus berupa organ RES (Retikulo Endotelial Sistem)

meliputi sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfatik,

sumsum tulang serta paru-paru. Infeksi virus dengue dimulai

dengan menempelnya genom virus masuk ke dalam sel dengan

bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen

- komponennya, lalu virus dilepaskan dan terjadi multiplikasi.

Perkembangbiakan virus dengue terjadi di sitoplasma sel. Proses

tersebut menyebabkan viremia (sebelum timbul demam) selama

dua hari dan berakhir pada demam hari kelima hingga ketujuh

(Soegijanto,S., 2006:3).

Virus ditangkap oleh makrofag yang menjadi antigen

presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-helper dan menarik

makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan

mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisiskan makrofag yang

sudah memfagosit virus, dan mengaktifkan sel B yang akan

melepas antibodi (Soegijanto,S., 2006:3). Ada 3 jenis antibodi

yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi

hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Candra,A., 2010:111).


11

Sel T-helper berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th1 akan

memproduksi INF gamma, IL 2, dan limfokin sedangkan Th2 akan

menghasilkan IL 4,5,6,10. INF gamma mengaktivasi monosit

sehingga disekresi sebagai mediator inflamasi seperti INF α, IL-1,

PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamine

mengakibatkan disfungsi sel endotel dan kebocoran plasma

(Suhendro, dkk., 2007:387).

Reaksi imun yang terjadi menimbulkan gejala sistemik pada

Demam Dengue (DD) seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot,

malaise (Candra,A., 2010:111). Adanya manifetasi perdarahan

karena agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia

ringan (Soegijanto,S., 2006:3). Trombositopenia terjadi melalui

mekanisme supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan

masa trombosit. Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5

hari) menunjukan keadaan hiposeluler dan supresi megakaryosit

(Suhendro, dkk., 2007:388).

Sedangkan perubahan patofisiologi yang utama pada

Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Syok Sindrom

(DSS) yang utama adalah peningkatan permeabilitas vaskuler

akut yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang

ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan

penurunan tekanan darah (Candra,A., 2010:111). Kebocoran

plasma disebabkan oleh adanya perlukaan pada endotel akibat


12

peran dari sitokin, kemokin komplemen, mediator inflamasi

atapun karena infeksi virus dengue secara langsung (Frans,E.H.,

2010:6).

Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang

mencangkup perubahan vaskular, trombositopenia, dan

koagulopati (Novriani.H., 2002:46). Pada kasus berat, volume

plasma menurun lebih dari 20%. Hal ini didukung penemuan post

mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan

hipoproteinemia (Soegijanto,S., 2006:3).

Teori yang banyak digunakan mengenai patofisiologis pada

demam berdarah dengue dan demam syok sindrom adalah

hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection

theory) dan teori antibody dependent enhancement (ADE)

(Rena,N.M.R.A, dkk. 2015:218).

Hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous

infection theory) menyatakan bahwa pasien yang mengalami

infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang berbeda

akan beresiko lebih besar menderita demam berdarah dengue

dan dengue syok sindrom. Antibodi heterolog yang telah ada

sebelumnya akan mengenali virus lain yang telah menginfeksi

dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang akan

berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit, terutama

makrofag. Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak


13

dinetralisasi oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag (Rena,N.M.R.A, dkk. 2015:218).

Teori antibody dependent enhancement (ADE) menyatakan

bahwa adanya antibodi yang timbul pada infeksi sekunder bersifat

mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag

(Suhendro, dkk., 2007:387). Jika terdapat antibodi spesifik

terhadap jenis virus tertentu, maka antibodI tersebut dapat

mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang

terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir penyakit, maka

dapat menimbulkan penyakit yang berat (Frans,E.H., 2010:5).

1.4. Manifestasi Klinik

Infeksi Virus Dengue

Asimtomatik Simtomatik

undifferentiated fever Demam Dengue Demam Berdarah Expanded Dengue


(sindrom infeksi virus) (DD) Dengue (DBD) Syndrome /
Disertai perembesan isolated
plasma organopathy

Tanpa Disertai
Perdarahan Perdarahan Tanpa Disertai
Syok Syok

Gambar 1. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO


2011
(Sumber : WHO 2011)
14

Pada Gambar 1 dapat dilihat manifestasi klinis menurut

kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat terjadi

asimtomatik (tanpa gejala klinik) dan simtomatik (gejala klinik).

Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever

(sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi

dengue ringan, sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam

berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau

isolated organopathy.

Demam Dengue ditandai demam tinggi akut (39-40°C)

berlangsung lima hingga tujuh hari, disertai nyeri kepala, nyeri otot,

nyeri sendi/tulang, nyeri pada punggung, facial flushed (muka

kemerahan), lesu, ruam, tidak nafsu makan, konstipasi, nyeri

perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum. Secara klinis, demam

dengue dapat disertai dengan perdarahan atau tidak. Dapat

disertai manifestasi perdarahan berupa uji bendung positif,

epistaksis (mimisan), petekie (bintik merah pada kulit) yang

mendekati akhir dari fase demam dijumpai pada kaki bagian

dorsal, lengan atas, dan tangan (Karyanti,M.R., 2014:3).

Demam Berdarah Dengue ditandai dengan demam tinggi

mencapai 40°C selama dua hingga tujuh hari, serta terjadi kejang,

facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri

tenggorok dengan faring hiperemis, dan nyeri perut. Dijumpai

manifestasi perdarahan berupa uji bendung positif (≥10


15

petekie/inch2), mudah lebam, petekie, epistaksis, perdarahan gusi,

perdarahan saluran cerna, dan hematuria (jarang) (Karyanti,M.R.,

2014:3), serta hepatomegali (Suhendro, dkk., 2007:387).

DBD dapat disertai perembesan plasma (khususnya pada

rongga pleura dan rongga peritoneal). Manifestasi klinik lainnya

berupa hipovolemia, syok, hipotensi, trombositopeni, dan diatesis

hemoragik dapat dijadikan penentuan berat penyakit dan untuk

membedakan Demam Berdarah Dengue dari Demam Dengue

(Suhendro, dkk., 2007:387).

Expanded dengue syndrome ditandai dengan manifestasi

berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal,

otak, dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan

infeksi penyerta atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan

(Karyanti,M.R., 2014:3).

1.5. Pemeriksaan Laboratorium

1.5.1. Isolasi Virus

Teknik isolasi virus digunakan untuk mendeteksi virus

dengue dengan menggunakan kultur sel. Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan isolasi virus adalah

pengambilan spesimen yang awal biasanya dalam lima hari

setelah demam, penanganan spesimen serta pengiriman

spesimen yang baik ke laboratorium. Bahan untuk isolasi

virus dengue dapat berupa serum, plasma atau lapisan


16

buffycoat darah dengan heparin. Keterbatasan metode ini

adalah sulitnya peralatan serta memerlukan waktu dua

sampai tiga minggu untuk mendapatkan hasil.

Berikut ini adalah beberapa cara isolasi yang

dikembangkan yaitu :

a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3

hari.

b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia dan nyamuk

Aedes albopictus.

c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik atau

intraserebral pada larva (Lesmana,S.H 2012:16).

1.5.2. Polymerase Chain Reaction

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah

satu teknik amplifikasi asam nukleat secara in vitro dengan

mengamplifikasikan sekuens gen target secara eksponensial

(Tjahjasari, A.M 2009:23). Cara ini merupakan cara

diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe

tertentu. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen

yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan

nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi

virus, PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan

spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan


17

dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga

tidak mempengaruhi hasil PCR (Lesmana,S.H 2012:16).

Virus dideteksi dengan metode pemisahan

berdasarkan bobot molekul yang disebut elektroforesis,

dengan menggunakan gel agarose lalu dilakukan

pewarnaan. Cyber Safe Gel digunakan umtuk melihat

adanya pita molekul pada gel agarose yang menandakan

adanya segmen DNA virus (Tjahjasari, A.M 2009:23)

1.5.3. Pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan hematologi digunakan sebagai

pemeriksaan skrining, penunjang diagnostik, serta untuk

melihat perkembangan penyakit. Parameter pemeriksaan

meliputi hemoglobin, hematokrit, hitung jumlah trombosit,

hitung jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, dan gambaran

darah tepi (Valentino,B., 2012:39).

Pemeriksaan hemoglobin berguna untuk melihat

keadaan hipoksia (kurangnya kadar oksigen dalam darah)

(Safitri,M.D., 2011:7). Konsentrasi hemoglobin pada awal

infeksi dengue dapat normal atau menurun, kemudian

meningkat mengikuti peningkatan hemokonsentrasi

(Rena,N.M.R.A, dkk. 2015:218).

Nilai hematokrit digunakan untuk melihat adanya

kebocoran plasma ditandai dengan peningkatan hematokrit


18

pada hari ketiga demam serta penurunan volume plasma

yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan

kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah

disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak

meningkat, bahkan menurun (Rena,N.M.R.A, dkk.

2015:218).

Kompleks antigen antibodi pada permukaan trombosit

yang mengeluarkan Adenosine Diphosphate (ADP) akibat

adanya infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan

destruksi trombosit sehingga menyebabkan trombositopenia

(Livina,A., dkk., 2013:6). Maka dari itu, pemeriksaan jumlah

trombosit digunakan sebagai indikator utama dalam

mendiagnosis infeksi dengue (Rempengan,T.H.;

Laurentz,I.R., 1992:135). Trombositopenia dijumpai pada

hari ketiga sampai ketujuh dan normal kembali pada hari

kedelapan atau kesembilan. Selain destruksi trombosit,

trombositopenia juga terjadi melalui mekanisme supresi

sumsum tulang dan pemendekan masa hidup trombosit

(Masihor,J.J.G, dkk., 2013:394).

Hitung jumlah dan jenis leukosit dapat digunakan

sebagai prognosis pada infeksi dengue serta digunakan

sebagai prediktor terjadinya dengue syok sindrom

(Risniati,Y., dkk., 2011:101). Pada penderita infeksi dengue


19

dapat terjadi leukopenia ringan hingga leukositosis

sedang. Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama

dan ketiga yang merupakan petanda dalam 24 jam, dengan

hitung jenis yang masih dalam batas normal, sedangkan

jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai dengan

kedelapan (Rena,N.M.R.A, dkk. 2015:218). Kemudian

demam akan turun dan pasien akan masuk dalam masa

kritis. Masa kritis pada infeksi dengue sangat singkat yaitu

berkisar antara 48-72 jam, yang biasanya terjadi pada hari

ke 5-7 demam (Nusa,K.C, dkk., 2015:214).

Pada syok berat, dapat dijumpai leukositosis

dengan netropenia absolut. Hal lain yang menarik adalah

ditemukannya limfosit atipik atau limfosit yang

bertransformasi dalam jumlah yang cukup banyak (20 – 50

%) di sediaan apus darah tepi penderita infeksi dengue,

terutama pada infeksi sekunder (Rena,N.M.R.A, dkk.

2015:218).

Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu

(mononuklear) dengan struktur kromatin inti halus dan

agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan

berwarna biru tua. Oleh karenanya sel ini juga dikenal

sebagai limfosit plasma biru (Rena,N.M.R.A, dkk..

2015:218). Limfosit plasma biru ini sudah dapat


20

ditemukan sejak hari ketiga demam dan dapat meningkat

> 4 % di darah tepi hingga demam hari ketujuh (Valentino,

B., 2012:26) terus meningkat mencapai >15 % pada fase

syok (Suhendro, dkk., 2007:387). Maka Limfosit Plasma Biru

(LPB) dapat digunakan sebagai penunjang diagnostik

demam berdarah dengue (Rena,N.M.R.A, dkk.. 2015:218).

Pemeriksaan hemostasis meliputi PT (Prothrombin

Time), APTT (Activated Partial Thromboplastin Time),

Fibrinogen, D-Dimer, FDP (Fibrinogen Degradation Product)

dilakukan pada keadaan indikasi perdarahan atau kelainan

pembekuan darah (Setiany,I., 2013:11).

1.5.4. Pemeriksaan Serologi

a) Haemaglutinasi Inhibisi (HI)

Uji HI ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan

uji serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang

menginfeksi. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai

> 48 tahun. Sedangkan untuk diagnosa pasien, kenaikan

titer konvalesen empat kali kelipatan dari titer serum akut

atau konvalesen yang diduga positif infeksi dengue yang

baru terjadi (Lesmana,S.H 2012:18).


21

b) Neutralisasi

Uji neutralisasi adalah uji serologi yang spesifik dan

sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi

memakai cara yang disebut plaque reduction

neutralization test (PRNT) yaitu berdasarkan reduksi dari

plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat

dideteksi dalam serum tetapi prosedurnya rumit dan

memakan waktu yang lama (Lesmana,S.H 2012:18)..

c) Deteksi Antibodi IgM / IgG Dengue

Mengukur titer antibodi IgM dan IgG terhadap virus

dengue dapat dilakukan dengan teknik ELISA (Enzyme

Link Immuno Sorben Assay). IgM anti-Dengue timbul

pada infeksi primer maupun sekunder. IgM timbul pada

hari ketiga dan kadarnya meningkat pada akhir minggu

pertama sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang

pada minggu ke-6. IgG timbul pada hari kelima dan

mencapai kadar tertinggi pada hari ke-14, kemudian

bertahan sampai berbulan-bulan. Pada infeksi sekunder

kadar IgG meningkat pada hari ke-2 melebihi kadar IgM

(Irwandi, D, dkk., 2007:47).

Uji ini telah dipakai untuk membedakan infeksi virus

dengue dari infeksi virus Japanese B encephalitis.

Penelitian Wu SJL dkk, mendeteksi IgG dan IgM Anti


22

dengue menggunakan tes dipstik ELISA mennunjukkan

sensitivitas 97,9 % dan spesifitas 100 %. Sedangkan

dengan rapid immunochromatographic memiliki

sensitivitas 100 % dan spesifitas 88 %. (Lesmana,S.H

2012:18).

d) Deteksi Antigen Dengue

Pemeriksaan terhadap antigen nonstruktural 1

(NS1 Ag) dapat mendeteksi atau mendiagnosis infeksi

virus dengue lebih awal, bahkan pada hari pertama

demam karena protein NS1 bersirkulasi dalam

konsentrasi tinggi dalam darah pasien di awal fase akut

(Megariani,dkk., 2014:122),.

1.5.5. Pemeriksaan Kimia Klinik

Antigen virus dengue yamg menyerang hepatosit, sel

kupffer, dan sel endotel hati dapat menyebabkan

hepatomegali dan pembesaran hati yang ditandai dengan

peningkatan enzim ALT (Alanine Transaminase) dan AST

(Aspartate Transaminase). Enzim AST lebih tinggi dari ALT

karena pada infeksi virus dengue terjadi gangguan fungsi

bersifat sementara, sedangkan ALT lebih spesifik untuk

organ hati, yang dapat menunjukkan proses kerusakan pada

organ tersebut (Setiany,I., 2013:29).


23

Pemeriksaan kadar elektrolit darah berperan sebagai

parameter pemantauan pemberian cairan (Suhendro, dkk.,

2007:387).

1.6. Diagnosis Infeksi Dengue

Dalam mendiagnosis infeksi dengue, digunakan rumusan

WHO pada tahun 2011 yang terdiri dari 4 kriteria klinik dan 2

kriteria laboratorium dengan syarat kriteria laboratorium terpenuhi

dan 2 kriteria klinik (Karyanti,M.R., 2014:3).

1.6.1. Kriteria Klinik, meliputi :

a) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,

berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

b) Manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet

positif, petekie, ekimosis, perdarahan mukosa,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.

c) Pembesaran hati, yamg dapat diraba pada permulaan

demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan

beratnya penyakit. Nyeri tekan kadang-kadang

ditemukan, tetapi biasanya tidak disertai ikterus.

Keadaan ini menunjukkan ke arah terjadinya syok.

d) Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta

penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan

dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah

(Karyanti,M.R., 2014:3).
24

1.6.2. Kriteria laboratorium, yaitu :

a) Trombositopenia

Pada hari ke-3 sampai ke-7 terjadi penurunan jumlah


3
trombosit hingga 100.000 sel/mm .

b) Hemokonsentrasi

Dapat dilihat dari meningkatnya kadar hematokrit

mencapai 20% atau lebih jika dibandingkan pada masa

konvalesen (Karyanti,M.R., 2014:3).

WHO (World Health Organization) 2011 membagi derajat

DBD I hingga IV berdasarkan gejala klinik dan kriteria laboratorium

seperti yang terdapat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1
Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DD - Demam disertai minimal


dengan 2 gejala o Leukopenia
 Nyeri kepala o Trombositopenia
 Nyeri retro-orbital (<100.000 sel/mm3)
 Nyeri otot o Peningkatan hematokrit
 Nyeri sendi/ tulang (5%-10%)
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan

DBD I Demam tinggi, manifestasi Trombositopenia <100.000


perdarahan (uji bendung positif), sel/mm3; peningkatan
perembesan plasma hematokrit ≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <100.000


perdarahan spontan sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥20%
25

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium

DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia <100.000


kegagalan sirkulasi (nadi lemah, sel/mm3; peningkatan
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hematokrit ≥20%
hipotensi, gelisah, diuresis
menurun
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia <100.000
darah dan nadi yang tidak sel/mm3; peningkatan
terdeteksi hematokrit ≥20%

(Sumber : Karyanti,M.R., 2014:5)

2. LEUKOSIT

Leukosit atau sel darah putih secara umum menjalankan

fungsinya dengan cara mencegah invasi mikroorganisme patogen

melalui proses fagositosis dan menghancurkan benda asing seperti

sel kanker. Leukosit berperan dalam pertahanan tubuh, baik seluler

maupun humoral terhadap zat-zat asing. Dapat melakukan gerakan

amoboid dan melalui proses diapedesis yang dapat meninggalkan

kapiler dengan menerobos celah antara sel-sel endotel untuk

kemudian menuju ke jaringan ikat yang dituju (Andre 2012:5).

Leukosit secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu

granulosit jika dalam sitoplasmanya terlihat granula, dan agranulosit

jika plasmanya tidak bergranula. Jenis leukosit yang masuk kedalam

leukosit bergranula, antara lain basofil, eosinofil, dan netrofil.

Sedangkan agranulosit meliputi limfosit dan monosit seperti pada

gambar berikut (D’Hiru., 2013:19-20).


26

Basofil Eosinofil Neutrofil

Limfosit Monosit
Gambar 2. Leukosit bergranula dan agranula
(Sumber :www.pinterest.com/explore/hematology)

2.1. Basofil

Basofil memiliki diameter 12 μm, berinti satu, sitoplasma

berisi granula yang lebih besar, dan seringkali menutupi inti,

bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran

jenis pewarnaan Romannowski tampak lembayung. Granula

berfungsi mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan

tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan

yang dinamakan hipersensitivitas. Hal ini menunjukkan basofil

mempunyai fungsi kekebalan tubuh (Effendi, Z., 2003 :2).

2.2. Eosinofil

Eosinofil berukuran ≥12 μm. Inti biasanya berlobus dua,

Mempunyai granula ovoid dengan eosin asidofilik, Eosinofil

mempunyai pergerakan amuboid dan mampu melakukan

fagositosis kompleks antigen antibodi secara selektif (Effendi, Z.,

2003 :2)
27

2.3. Neutrofil

Neutrofil berdiameter 12-15 μm. Terdapat dua jenis pada

gambaran darah tepi, yaitu neutrofil batang dan neutrofil segmen.

Perbedaan utama dari keduanya adalah jumlah lobus nukleusnya.

Neutrofil batang memiliki satu nukleus terlihat seperti tapal kuda

dan satu lobus dengan kromatin kasar. sedangkan pada neutrofil

segmen terdiri dari 2-5 lobus (biasanya tiga lobus) yang

dihubungkan dengan filamen halus (Nusa, K.C., 2015:212).

2.4. Limfosit

Limfosit berbentuk sferis, memiliki diameter 6-8 μm, inti

relatif besar dan bulat dengan sedikit sitoplasma, kromatin inti

padat. Berdasarkan fungsinya, limfosit dibagi menjadi dua kelas

yaitu limfosit B dan limfosit T sebagai imunitas humoral dan

selular. Limfosit akan teraktivasi dengan adanya kontak dengan

antigen (Effendi, Z., 2003 :2).

2.5. Monosit

Monosit berdiameter 9-10 μm tapi pada sediaan darah

kering diameter mencapai 20 μm atau lebih. Inti biasanya

eksentris, terdapat lekukan yang dalam yang berbentuk tapal

kuda. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wright berupa

biru abu-abu. Granula azurofil (Andre., 2012:6).


28

3. KERANGKA BERFIKIR

Infeksi Virus Dengue

Replikasi virus terjadi pada sitoplasma sel darah putih


yang menyebabkan kematian sel-sel imun yang bekerja
dengan cara memfagositosis sel terinfeksi sehingga
menyebabkan leukopenia.

Gejala Klinik : Perubahan pada Jumlah dan


Persentase Jenis Leukosit
Demam tinggi mendadak terus
menerus 2-7 hari disertai dua atau
lebih menifestasi klinis berupa
mialgia, arthralgia, ruam, dan
menifestasi perdarahan. Pemeriksaan Laboratorium

- Hitung Jumlah Leukosit


- Hitung Jenis Leukosit

Adanya infeksi virus dengue menimbulkan respon imun tubuh

yang bekerja dengan cara memfagositosis sel yang terinfeksi oleh

virus sehingga menyebabkan penurunan jumlah leukosit. Aktivasi

respon imun menimbulkan gejala klinik berupa demam, nyeri sendi,

nyeri otot, ruam, manifestasi perdarahan dan perubahan laboratorium

diantaranya leukopenia yang ditandai dengan perubahan pada hitung

jumlah dan hitung jenis leukosit.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1. Definisi Operasional Variabel

Berikut ini adalah definisi operasional variabel dalam penelitian ini :

1.1. Penderita Infeksi Dengue

Penderita Infeksi dengue adalah pasien yang didiagnosis

oleh dokter menderita Demam Dengue (DD) atau Demam

Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Syok Sindrom (DSS)

berdasarkan kriteria klinik dan kriteria laboratorium berupa

pemeriksaan hematologi rurin ditandai trombositopenia

(<100.000 sel/µl darah) dan pemeriksaan serologis ditandai

positif IgG dan atau IgM Dengue yang terdapat dalam medical

record

1.2. Hitung Jumlah Leukosit pada Penderita Infeksi Dengue

Penderita Infeksi Dengue yang melakukan pemeriksaan

hematologi berupa penghitungan jumlah sel darah putih dengan

menggunakan alat otomatisasi Cell Dyn Ruby Hematology

Analyzer.

1.3. Hitung Jenis Leukosit pada Penderita Infeksi Dengue

Penderita Infeksi Dengue yang melakukan pemeriksaan

hematologi berupa penghitungan persentase jenis lekosit yang

29
30

terdiri atas Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.

Pemeriksaan menggunakan alat otomatisasi Cell Dyn Ruby

Hematology Analyzer.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara observasional survei dan

deskriptif, melalui pengambilan data sekunder dari rekam medik

RSUD Budhi Asih Jakarta Timur.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan di laboratorium RSUD Budhi Asih

Jakarta Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai

dengan Juni 2016.

4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data medical record

pasien rawat inap di RSUD Budhi Asih Jakarta Timur, dengan

diagnosis infeksi dengue ditandai hasil positif IgG dan atau IgM

dengue dan trombositopenia (<100.000 sel/µl).

Sampel dalam penelitian ini adalah data hasil pemeriksaan

hematologi lengkap yang tertera pada medical record di RSUD Budhi

Asih Jakarta Timur pada periode Maret – Mei 2016 berjumlah 61 data.
31

5. Teknik Pengumpulan Data

Melakukan pengumpulan data sekunder pada penelitian

berdasarkan tahapan sebagai berikut :

a) Meminta surat izin penelitian untuk pengambilan data dari institusi

Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

b) Mengajukan surat izin untuk melakukan penelitian ke pihak RSUD

Budhi Asih Jakarta Timur.

c) Melakukan pengumpulan data pasien data pasien berdasarkan

data rekam medik, hasil pemeriksaan IgM dan IgG Dengue, hasil

hitung jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit.

d) Melakukan rekapitulasi, pengolahan, analisis serta penyajian

data.

6. Teknik Analisa Data

Data penelitian yang telah diperoleh dilakukan penghitungan uji

statistik dalam bentuk persentase dan analisis adanya perubahan

terhadap jumlah serta jenis leukosit tertentu yang diuraikan secara

deskriptif.

7. Teknik Penyajian Data

Data hasil penelitian disajikan melalui pembuatan tabel atau grafik.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Berdasarkan data rekam medik penderita infeksi dengue di

RSUD Budhi Asih Jakarta Timur, terdapat 61 data pada periode bulan

Maret – Mei 2016. Data penderita infeksi dengue dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada gambar berikut ini :

Gambar 3. Diagram Persentase Penderita Infeksi Dengue


berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Gambar 3 menunjukan bahwa penderita infeksi dengue

terdiri atas 36 perempuan (59%) dan 25 laki – laki (41%). Berikutnya,

data penderita infeksi dengue dikelompokkan berdasarkan usia,

terlihat pada Gambar 4.

32
33

35

30

25
Frekuensi

20

15

10

0
0 - 5 Th 6 - 11 Th 12 - 25 Th 26 - 45 Th 46 - 65 Th > 65 Th
Kelompok Usia

Gambar 4. Distribusi Penderita Infeksi Dengue berdasarkan Kelompok Usia

Pada Gambar 4 distribusi penderita infeksi dengue berdasarkan

usia dikelompokan menjadi usia 0 – 5 tahun (balita) 7 orang (11,5%),

usia 6 – 11 tahun (anak-anak) 1 orang (1,6%), usia 12 – 25 tahun

(remaja) 33 orang (54,1%), usia 26 – 45 tahun (dewasa) 13 orang

(21,3%), usia 46 – 65 tahun (lansia) 5 orang (8,2%), dan usia > 65

tahun (manula) 2 orang (3,3%). Berdasarkan hasil penelitian, dapat

dilihat bahwa penderita infeksi dengue paling banyak terdapat pada

kelompok usia 12 – 25 tahun (remaja) dan terkecil pada kelompok

usia 6 – 11 tahun (anak-anak).


34

Tabel 2
Distribusi Hasil Pemeriksaan IgG dan IgM Dengue

Variabel
Frekuensi Persen (%)
Hasil IgG dan IgM
IgG positif, IgM positif 8 13,1
IgG negatif, IgM positif 7 11,5
IgG positif, IgM negatif 46 75.4
Jumlah 61 100

Berdasarkan Tabel 2, hasil pemeriksaan IgM dan IgG Dengue

menunjukan bahwa frekuensi terbesar pada penderita infeksi dengue

dengan hasil IgG positif dan IgM negatif sebanyak 46 orang (75,4%).

Frekuensi terkecil pada hasil IgG negatif dan IgM positif yaitu 7 orang

(11,5%).

Tabel 3
Distribusi Hasil Pemeriksaan Jumlah Leukosit

Variabel
Frekuensi Persen (%)
Kelompok Leukosit
Leukopenia
38 62,3
(<4.500 sel/µL darah)
Normal
21 34,4
(4.500 – 11.000 sel/µL darah)
Leukositosis
2 3,3
(>11.000 sel/µL darah)
Jumlah 61 100

Hasil pemeriksaan hitung jumlah leukosit menunjukkan

penderita infeksi dengue dengan jumlah leukosit di bawah nilai normal


35

(< 4.500 sel/µL darah) dikategorikan leukopenia dan penderita infeksi

dengue dengan jumlah leukosit di atas nilai normal (>11.000 sel/µL

darah) dikategorikan leukositosis.

Pada Tabel 3 menunjukkan sebagian besar penderita infeksi

dengue mengalami leukopenia sebanyak 38 penderita (62,3%)

dengan rata-rata jumlah leukosit yaitu 3.700 sel/µL darah. Penderita

infeksi dengue dengan jumlah leukosit normal sebanyak 21 orang

(34,4%) dengan rata-rata hitung jumlah leukosit adalah 4.500 sel/µL

darah. Terdapat 2 penderita (3,3%) dengan leukositosis dengan rata-

rata jumlah leukosit pada penderita infeksi dengue yaitu 14.200 sel/µL

darah.

Tabel 4
Distribusi Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

Variabel di Bawah di Atas


Normal Jumlah
Jenis Leukosit Nilai Nomal Nilai Nomal
Neutrofil 46 11 4 61
(55 – 75%) (75.4%) (18,0 %) (6,6 %) (100%)
Limfosit 13 29 19 61
(25 – 40%) (21,3 %) (47,5 %) (31,1 %) (100%)
Monosit 1 4 56 61
(2 – 8%) (1,6 %) (6,6 %) (91,8 %) (100%)
Eosinofil 43 12 7 61
(2 – 4%) (68,9 %) (19,7 %) (11,5 %) (100%)
Basofil 0 56 5 61
(0 – 1%) (0 %) (91,8) (8,2) (100%)
36

Berdasarkan Tabel 4, hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit

yang dilakukan pada 61 sampel didapatkan 46 penderita (75,4%)

dengan neutrofil di bawah dari nilai normal (neutropenia), 19 penderita

(31,1%) dengan limfosit di atas nilai normal (limfositosis), 56 penderita

(91,8%) dengan monosit di atas nilai normal (monositosis), 43

penderita (68,9 %) dengan eosinofil di bawah nilai normal, dan 5

penderita (8,2%) dengan basofil di atas nilai normal (basofilia).

2. Pembahasan

Infeksi dengue merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dan masih menjadi masalah kesehatan di dunia, khususnya

wilayah dengan iklim tropis seperti Indonesia. Jumlah infeksi dengue

masih tinggi tiap tahunnya di Indonesia. Pada infeksi dengue,

penderita akan mengalami tiga periode perjalanan penyakit, yaitu

periode demam, periode kritis, dan periode penyembuhan. Dari

periode demam ke periode kritis, pengamatan klinis dan pemeriksaan

laboratorium berupa analisis terhadap jumlah dan jenis leukosit

penderita sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan ke arah infeksi

dengue berat.

Berdasakan hasil pemeriksaan IgM/IgG Dengue didapatkan

hasil IgG positif dan IgM negatif sebesar 75,4% (Tabel 2) yang

menunjukan bahwa pasien mengalami infeksi sekunder dengan

serotipe virus yang sama. Pada infeksi primer, biasanya IgM akan

terdeteksi sekitar tiga hingga lima hari setelah timbulnya demam dan
37

IgG terdeteksi pada minggu kedua setelah infeksi. Sedangkan pada

infeksi sekunder biasanya IgG meningkat di hari kedua demam dan

kemudian diikuti dengan timbulnya IgM (Wangsa,P.G.H,;

Lestari,A.A.W., 2014:6)

Rata-rata lama demam pasien infeksi dengue pada penelitian ini

adalah tiga hingga empat hari. Data pemeriksaan laboratorium

hematologi lengkap diperoleh pada saat pasien pertama kali

memasuki ruang rawat inap.

Sebagian besar penderita infeksi dengue pada penelitian ini

mengalami leukopenia sebesar 62,3% (Tabel 3). Leukopenia terjadi

karena adanya kematian sel-sel imun yang bekerja dengan cara

memfagositosis antigen dari proses pertahanan tubuh secara

langsung (Andre., 2012:46) maupun tidak langsung melalui produksi

sitokin-sitokin proinflamasi yang diawali saat terjadi supresi sumsum

tulang di hari 3-4 infeksi (setelah viremia) lalu timbul respon inflamasi

dari sumsum tulang pejamu (Valentino,B., 2012:56). Leukopenia

merupakan petanda dalam 24 jam dan mencapai puncaknya di akhir

fase demam kemudian demam akan turun dan pasien akan masuk ke

dalam masa kritis. Masa kritis pada infeksi dengue singkat, berkisar

antara 48-72 jam yang biasanya terjadi pada hari ke 5-7 lalu leukosit

akan kembali normal dengan masa penyembuhan yang cepat

(Nusa,K.C, dkk., 2014:214).


38

Dapat dijumpai leukositosis pada penderita infeksi dengue

dengan keadaan syok berat hingga 12.000 sel/µL darah atau lebih

yang disertai neutropenia absolut (Andre., 2012:46). Leukositosis

disebabkan oleh peningkatan limfosit atipik atau limfosit

bertransformasi (Aggilatun,F., 20017:11).

Hasil hitung jenis leukosit pada penelitian ini bervariasi. Jenis

leukosit yang paling banyak mempunyai jumlah leukosit di bawah nilai

normal adalah jenis neutrofil sebesar 75.4% (Tabel 4) dikarenakan

sebagian besar (43%-75%) jumlah leukosit terdiri dari neutrofil.

Neutropenia pada infeksi dengue juga didapatkan pada hasil

penelitian oleh Tanjung,A.H., dkk (2015) dan Harahap, E.M., (2015).

Neutropenia terjadi karena adanya aktivasi sistem imun tubuh

yang berperan di awal fase infeksi adalah neutrofil sebagai sel fagosit

terhadap sel yang terinfeksi oleh virus (Andre., 2015:52). Penurunan

jumlah granulosit (diantaranya neutrofil) terjadi pada hari ketiga

sampai dengan kedelapan. yang merupakan manifestasi kegagalan

umum dari sumsum tulang (Harahap, E.M., 2015:592). Hal tersebut

sesuai dengan lamanya demam pada penderita infeksi dengue pada

penelitian ini yaitu demam hari ketiga hingga keempat.

Jenis leukosit yang di bawah nilai normal juga terjadi pada

eosinofil sebesar 68,9%. Namun keadaan tersebut tidak spesifik pada

infeksi yang disebabkan oleh virus. Kemungkinan dapat disebabkan


39

oleh pada penderita infeksi dengue yang disertai dengan infeksi

parasit ataupun reaksi alergik (Krishnan,S., 2010:5).

Pada penderita infeksi dengue, juga didapat jenis leukosit yang

di atas nilai normal, diantaranya jenis monosit (monositosis) sebesar

91,8% (Tabel 4). Hal tersebut dikarenakan adanya aktivasi berlebih

pada sel mononuklear, tertinggi jumlahnya pada demam hari keempat

(Andre 2012:56). Berdasarkan patofisiologi pada infeksi dengue,

makrofag atau monosit berperan sebagai antigen presenting cell

(APC) sehingga mengaktifasi sel T-helper dan menarik makrofag lain

untuk memfagosit lebih banyak virus (Soegijanto,S., 2006:3).

Pengaktifan sel mononuklear ini menyebabkan peningkatan

persentase hitung jenis monosit dalam persentase keseluruhan

leukosit. Kemungkinan lain yang menyebabkan meningkatnya jumlah

monosit adalah adanya limfosit atipikal yang berdiameter hampir

sama dengan monosit, sehingga besar kemungkinan terjadi

kesalahan pembacaan limfosit atipikal sebagai monosit (Andre

2012:56).

Jenis sel berikutnya yang di atas nilai normal adalah

limfosit.(limfositosis) Pada penelitian ini, didapatkan jumlah penderita

infeksi dengue dengan limfositosis sebanyak 31,1% (Tabel 4).

Peningkatan jumlah limfosit terjadi pada infeksi akut. Pada infeksi

dengue, terjadi stimulasi pembentukan sel limfosit untuk pembentukan

antibodi (Andre., 2015:46). Limfosit bertransformasi atau limfosit atipik


40

dapat ditemukan sejak hari ketiga demam meningkat hingga demam

hari ketujuh (Valentino, B., 2012:26). Lebih dari 20–50% pada

keadaan syok terutama pada infeksi sekunder. Limfosit

bertransformasi atau atipik menyebabkan peningkatan persentase

jenis limfosit pada hitung jenis leukosit (Rena,N.M.R.A, dkk.

2015:218).

Hasil jumlah limfosit dan monosit di atas nilai normal yang relatif

dibanding jumlah neutrofil disebut shift to the right. Infeksi yang

disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi yang disebabkan

oleh virus (Harahap, E.M., 2015:592)

Peningkatan jenis basofil juga terjadi pada 8,2% penderita

infeksi dengue (Tabel 4). Hal ini dapat terjadi karena peran basofil

dalam mekanisme pertahan tubuh terhadap infeksi yang disebabkan

oleh virus. Granula basofil mengandung histamin dan heparin. Dalam

jaringan, basofil menjadi sel mast sebagai tempat perlekatan IgG dan

pelepasan histamin. Basofil memiliki peran terhadap respon alergi

(Krishnan,S., 2010 :5).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, diambil kesimpulan

sebagai berikut:

a) Sebagian besar penderita infeksi dengue mengalami leukopenia

dengan hasil hitung jenis leukosit yang bervariasi. Hampir seluruh

jenis leukosit ada yang berada di bawah nilai normal, normal, dan

di atas nilai normal.

b) Nilai rata-rata hitung jumlah leukosit pada penderita infeksi

dengue adalah 4.500 sel/µL darah.

c) Penderita infeksi dengue dengan leukopenia sebesar 38 orang

(62,3%), penderita infeksi dengue dengan jumlah leukosit normal

berjumlah 21 orang (34,4%), dan penderita infeksi dengue

dengan leukositosis berjumlah 2 orang (3,3%).

d) Hitung jenis leukosit yang di bawah nilai normal adalah jenis

neutrofil sebesar 75,4%. Sedangkan jenis leukosit yang di atas

nilai normal adalah jenis monosit sebesar 91,8%.

41
42

2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya, dapat dianalisis adanya perubahan

pada hasil hitung jumlah dan hitung jenis leukosit terhadap lamanya

perjalanan penyakit infeksi dengue dengan jumlah sampel yang lebih

besar.
DAFTAR PUSTAKA

Alcon,S.; Talarmin, A.; Debruyne, M., dkk., Enzyme linked immunosorbent


assay specific to dengue virus type 1 nonstructural protein NS1
reveals circulation of the antigen in the blood during the acute phase
of disease in patients experiencing primary or secondary infections,
J. Clin Microbiol, 2002.

Agilatun,F., Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Kejadian Syok


pada Penderita Demam Berdarah Dengue Dewasa di Rsup
Dr.Kariadi Semarang, Fakultas Kedokteran, Universitas Dipenogoro,
Semarang, 2007.

Andre, Perubahan Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Terhadap


Jumlah Trombosit pada Penderita Dugaan Infeksi Dengue di RS
Hasan Sadikin Bandung, dalam Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran, Bandung, 2012.

Aryati, Diagnosis Laboratorium DBD Terkini, Medical Journal Kesehatan,


Jakarta, 2004.

Bank Data, Profil kesehatan Indonesia, Pusdatin depkes RI,


(www.depkes.go.id, 24/10/2004).

Bank Data, Profil kesehatan Indonesia, Pusdatin depkes RI,


(www.dekes.go.id 08/01/2015).

Candra,A, Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Risiko Penularan, Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara
(www.repository.usu.ac.id. 2010).

D’Hiru., Live Blood Anaysis Penerbit Kompas Gramedia, Jakarta, 2013.

Effendi,Z., Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh,


Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, 2003.

Frans, E.H., Patogenesis Infeksi Virus Dengue, Fakultas Kedokteran


Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, 2010.

Hadinegoro, S.R.; Satari, H.I., “Demam Berdarah Dengue” dalam naskah


“Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD”, FKUI, Jakarta,
2004.

43
44

Harahap,E.M., dkk., Hitung Jenis Leukosit pada Anak dengan Infeksi Virus
Dengue di Manado, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,
dalam Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus,
Manado, 2015.

Henilayati,N.P.N., Perbedaan Profil Laboratorium Penyakit Demam


Berdarah Dengue (DBD) Anak dan Dewasa pada Fase Kritis,
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2015.
(eprints.undip.ac.id).

Hasyimi, M., Aedes Aegypti sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue


Berdasarkan Pengamatan di Alam, Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Vol 3 No. 02, Depkes RI, Jakarta, 1993.

Irwandi,D., Hardjoeno,M.A., Gambaran Serologis IgM/IgG Cepat dan


Hematologi Rutin Penderita DBD; dalam Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret
2007.

Karyanti,M.R., Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue, Ilmu


Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014.

Kumalawati,J., Peranan Pemeriksaan Antigen dan Antibodi dalam


Diagnosis Demam Dengue., dalam Buku Program dan Kumpulan
Abstrak Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik., Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2008.

Krishnan,S., Jumlah Leukosit pada Pasien Apendisitis Akut di RSUP Haji


Adam Malik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, 2010.

Latief, Rahmat., Nilai Novel Kombinasi Nilai Antigen NS1, Antibodi IgM
dan IgG Anti Dengue Dalam Memprediksi Outcome Infeksi Virus
Dengue di Makasar, (www.pasca.unhas.ac.id 2011).

Lesmana,S.H., Manfaat Pemberian Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidii


Folium) Pada Peningkatan Trombosit Pasien Demam Berdarah
Dengue Dewasa Di Kota Medan, Universitas Sumatra Utara,
Sumatra Utara , (www.repository.usu.ac.id. 2012).

Livina,A, dkk., Hubungan Trombositopenia dan Hematokrit dengan


Menifestasi Perdarahan pada Penderita Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue., Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado,
(www.ejournal.unsrat.ac.id. 2013)
45

Megariani, dkk., Uji Diagnostik Pemeriksaan Antigen NS1 untuk Deteksi


Dini Infeksi Virus Dengue pada Anak, Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, dalam Sari Pediatri Vol 16 No 2,
Agustus, Padang, 2014.

Masihor,J.J.G, dkk., Hubungan Jumlah Trombosit dan Jumlah Leukosit ,


Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,
Manado, (www.ejournal.unsrat.ac.id. 2013.

Nusa,K.C; Mantik,M.F.J; Rampengan,N., Hubungan Ratio Neutrofil dan


Limfosit Pada Penderita Penyakit Infeksi Virus Dengue, Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado; dalam Journal
e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015.

Novriani,H., Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah


Dengue dan Demam Dengue pada Anak, Cermin Dunia Kedokteran,
Jakarta, 2002.
Pangemanan,J.; Nelwan,J., Perilaku Masyarakat Tentang Program
Pemberantasan Penyakit DBD di Kabupaten Minahasa Utara,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Manado,
2013.

Rena,N.M.R.A, dkk., Kelainan Hematologi pada Demam Berdarah


Dengue, Fakultas Kedokteran Udayana Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
Denpasar, 2015.

Rempengan,T.H.; Laurentz,I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak,


Penerbit RGC, Manado, Mei, 1992.

Risniati,Y,; Trigan,L.H,; Tjitra,E., Leukopenia Sebagai Prediktor Terjadinya


Sindrom Syok Dengue Pada Anak Dengan Demam Berdarah
Dengue di RSPI. Prof. dr. Suliati Saroso; dalam Media Litbang
Kesehatan Vol 21 No 3 Tahun 2011.

Safitri,M.D., Pengaruh Perbedaan Volume Antikoagulan Edta 10%


Terhadap Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode
Cyanmethemoglobin, Universitas Muhammadiyah, Semarang, 2011.

Setiany,I., Gambaran Pemeriksaan Kadar Enzim Transaminase pada


Pasien Terinfeksi Virus Dengue di RSUP dr.Doris Sylvanus, dalam
Karya Tulis Ilmiah Universitas Muhammadiyah Fakultas Ilmu
Kesehatan, Palangka Raya Kalimantan Tengah, 2013.
46

Siregar,N., Hubungan Hasil Pemeriksaan Jumlah Trombosit dengan Lama


Rawat Inap pada Pasien Demam Berdaah Dengue di RSUP Haji
Adam Malik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan, 2010.

Soegijanto,S., Demam Berdarah Dengue, Edisi Kedua, Airlangga


Universitas Press, Jakarta, 2006.

Suhendro, dkk., Demam Berdarah Dengue dalam buku Ilmu Penyakit


Dalam, Edisi Ketiga, Universitas Indosesia, Jakarta, 2007.

Tanjung,A.H., dkk., Jumlah Leukosit, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit


sebagai Prediktor Infeksi Dengue pada Anak dengan Gizi Baik,
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, dalam Sari Pediatri
Vol.17 No.3, Yogyakarta, Oktober 2015.
Tjahjasari,A,M., Deteksi dan Penentuan Serotype Virus Dengue Tipe 4
dari nyamuk Aedes aegypty, dalam Tesis Universitas Sumatera
Utara Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis, Medan, 2009.

Valentino, B., Hubungan Antara Pemeriksaan Darah Lengkap dengan


Derajat Klinik Infeksi Dengue pada Pasien Dewasa di RSUP dr.
Kariadi, dalam Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang, 2012.

Wangsa Wangsa,P.G.H,; Lestari,A.A.W., Gambaran Serologis IgG/IgM


pada Pasien Demam Berdarah di RSUP Sanglah, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Bali, 2014.

Wiradharma, D., Diagnosis cepat DBD Rapit and accurate diagnostic of


haemorragic fever dengue, Majalah ilmu fakultas kedokteran
trisaktivol 18, Jakarta, 1999.

World Health Organization-South East Asia Regional Office.


Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever, WHO, India, 2011.

www.tribunnews.com . 05/02/2016. Kasus DBD di Jakarta Meningkat 30


Persen.

www.pinterest.com/explore/hematology.
LAMPIRAN – LAMPIRAN

46
Lampiran ke_1

Tabel 5
Data Penelitian
(Hasil Pemeriksaan IgM dan IgG Dengue,
Hitung Jumlah dan Jenis Leukosit)

No No RM JK Usia IgG IgM Leu Neu Lim Mon Eos Bas

1 01037848 L 17 + + 1.400 26 55 14 2 1

2 01033562 P 15 - + 1.500 44 32 18 0 1

3 954399 L 5 - + 1.600 33 53 12 1 0

4 960098 P 21 + - 1.800 47 36 14 0 0

5 01036496 P 22 - + 1.800 28 48 20 4 1

6 666469 P 19 - + 1.800 37 46 14 1 0

7 60088 P 31 + - 1.900 36 46 14 2 1

8 901508 L 4 + - 2.000 89 5 4 4 0

9 01033270 P 38 + - 2.100 54 30 10 1 0

10 802944 L 13 + - 2.300 45 32 21 0 0

11 01037856 P 16 + - 2.300 48 32 17 7 0

12 01031460 L 23 + - 2.500 27 40 29 4 1

13 01030723 L 20 + - 2.600 42 25 23 0 2

14 01031349 L 34 + - 2.600 30 40 25 7 0

15 01033022 P 18 + - 2.600 15 49 28 6 0

16 01031393 P 17 + - 2.700 16 61 21 1 0

17 01031381 P 15 + - 2.800 43 35 18 1 0

18 01035730 L 17 + - 2.900 56 26 11 4 1

19 01031702 L 30 + + 2.900 81 20 6 0 0

20 01039257 P 5 + + 3.000 28 52 12 1 1

21 0103664 P 16 + - 3.100 19 51 21 1 0

22 01032066 L 37 + - 3.200 46 28 23 0 0

47
23 01034426 L 19 + - 3.300 69 15 14 0 1

24 585829 L 36 + - 3.400 59 18 21 0 0

25 01032930 P 15 + - 3.500 47 38 11 0 0

26 01038121 P 55 + - 3.500 32 39 26 0 0

27 01031429 P 23 + + 3.600 40 26 31 0 1

28 851029 P 23 + - 3.700 22 50 26 0 0

29 1030527 L 20 + - 3.700 8 45 38 1 2

30 0186765 L 53 + - 3.800 68 21 7 0 0

31 796582 P 4 + - 4.000 32 54 10 0 0

32 01033799 L 29 + - 4.000 49 30 14 0 1

33 686752 L 6 + + 4.000 22 50 25 1 0

34 01034681 L 69 + - 4.100 96 2 1 0 0

35 01031708 L 19 + - 4.200 30 47 13 0 0

36 01031371 P 14 + - 4.200 52 22 17 2 0

37 01031090 P 27 + - 4.300 44 44 9 0 1

38 01039184 P 33 + - 4.400 44 41 5 2 0

39 01038121 L 55 + - 4.500 27 36 29 0 0

40 01037607 P 22 + + 4.800 38 33 26 1 1

41 202447 L 14 + - 4.900 29 40 26 0 1

42 01031716 L 16 + - 5.100 29 27 25 4 2

43 01031457 P 21 + - 5.100 75 9 14 1 0

44 01034432 P 30 + - 5.300 29 26 31 2 1

45 224091 P 67 + - 5.400 16 53 27 4 1

46 82687 P 12 + - 5.700 49 35 15 1 0

47 01032545 P 19 + - 5.700 50 37 10 0 0

48 898282 P 4 + + 5.800 46 32 20 7 0

49 01032776 P 41 + + 6.100 39 36 23 4 0

48
50 967315 P 30 + - 6.200 35 46 16 0 0

51 01031938 L 3 + - 6.300 57 29 13 7 1

52 01040522 P 21 - + 6.500 43 32 23 6 0

53 01039571 P 22 + - 7.000 26 61 10 1 0

54 597541 L 54 + - 7.100 77 12 9 1 1

55 01033764 P 48 + - 7.300 66 11 20 4 2

56 01033532 P 20 + - 7.600 67 16 15 0 0

57 01032529 P 25 + - 8.800 70 10 17 1 1

58 806060 L 4 + - 9.600 62 26 10 1 1

59 01033245 P 19 - + 10.300 50 28 21 0 0

60 01035314 L 26 + - 13.000 27 38 30 0 7

61 01031460 P 25 + + 15.400 72 17 9 0 0

Keterangan
No RM (Nomor Rekam Medik)
JK (Jenis Kelamin Responden)
Usia (Usia Responden)
IgG (Hasil IgG Dengue)
IgM (Hasil IgM Dengue)
Leu (Jumlah Leukosit /µL darah)
Neu (Persentase Neutrofil)
Lim (Persentase Limfosit)
Mon (Persentase Monosit)
Eos (Persentase Neutrofil)
Bas (Persentase Basofil)

49
Lampiran ke_2

Cara Kerja Alat Cell Dyn Ruby

1. Cara pengoperasian alat :

a) Ditekan tombol ON pada stabilizer, ditunggu hingga 3 menit

b) Ditekan tombol ON tunggu hingga pada alat tampak tulisan to

bring to instrumen ready kemudian ditekan tombol RUN

c) Alat akan otomatis melakukan background dan diperiksa hasil

yang tampak pada alat

d) Hasil harus masuk ke dalam kriteria tersebut : WB < 0,05 K/µL,

RBC < 0,005 M/µL, HGB < 0,02 g/dl, PLT < 0,10 K/µL

e) Hasil yang baik yaitu seluruh hasil background. Jika hasil tidak

masuk kriteria, dilakukan background

f) Ditekan spesimen tipe

g) Ditekan normal background lalu

h) ditekan tombol sampel

i) Hasil ditunggu dan diperiksa kembali

j) Jika hasil sudah sesuai, dilakukan dengan memakai darah segar/

kontrol (hasil ini jangan dipakai 2 kali)

2. Quality Control Harian

a) Kontrol dikeluarkan ke temperatur kamar, dihomogenkan

b) Ditekan tombol spesimen tipe kemudian ditekan low control

c) Ditekan tombol lowkontrol di bawah jarum sampel

d) Dilakukan kontrol (normal control dan high control

50
3. Pengerjaan Sampel

a) Darah EDTA di homogenkan terlebih dahulu

b) Kondisikan alat dalam keadaan ready

c) Jarum penghisap dimasukkan ke mulut botol sampai dasar botol

yang berisi darah

d) Ditekan tombol sampel/start, maka secara otomatis darah akan

terhisap dan terdapat bacaan resprating pada monitor

e) Ditunggu beberapa saat karena mesin akan menghitung secara

otomatis accounting dan dihitung

f) Hasil akan keluar dengan sendirinya di printer rinsing

g) Di steples hasil yang keluar pada formulir pemeriksaan

4. Cara mematikan alat

Lakukan auto clean dengan cara sebagai berikut :

a) Disiapkan cairan Enzymatic cairan Cleaner 23 tetes di tutup botol

b) Ditekan tombol MAIN, SPECIAL CONTROL, AUTO CLEAN

c) Cairan cleaner diletakkan dibawah jarum dan menekan tombol

START CLEAN

d) Proses berlangsung ± 15 menit

e) Lakukan DAILY SHUTDOWN dengan cara menekan tombol

MAIN, SPECIAL PROTOCOL, MORE, MOR, DAILY SHUTDOWN

tunggu hingga selesai (jarum akan masuk)

f) Tutup clamp saluran diluent, detergent, dan lyse

51
Lampiran ke_3

Gambar Alat Cell Dyn Ruby

Gambar 5. Cell Dyn Ruby Hematology Analyzer

52
Lampiran ke_4

53
Lampiran ke_5

54
55

Anda mungkin juga menyukai