Anda di halaman 1dari 39

TUGAS BAKTERIOLOGI

“ INFEKSI SALURAN KEMIH “

Nama Kelompok
1. Carrolyna Adellya Riyawati (P27834119063) 11. Siti Rofiqoh Quraisy (P27834119115)
2. Eka Ayustin Sholikhah (P27834119071) 12. Sri Mulyani (P27834119116)
3. Endah Ujik Rokhmawati (P27834119072) 13. Suci Roaini (P27834119119)
4. Febrianti Ischorina (P27834119075) 14. Ulya Mardhiyanti (P27834119123)
5. Frian Ananto (P27834119077) 15. Widbaha Kusriedel Niar (P27834119125)
6. Hendro Widodo (P27834119078) 16. Winda Rachmawati Junaedi (P27834119127)
7. Julian (P27834119085) 17. Yulhaida Rahmawati (P27834119129)
8. Magdalena F.J. Bius (P27834119093) 18. Yuyun Dwi Narti (P27834119131)
9. Putri Nur Rahayu (P27834119109) 19. Zulfikran Moh. Rizki Azis (P27834119133)
10. Silvia Rahmi Astuti (P27834119114)

PROGRAM STUDI D4 ALIH JENJANG ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Infeksi Saluran Kemih” merupakan salah satu tugas
Mata Kuliah Bakteriologi Program Studi D4 Alih Jenjang Poltekkes Kemenkes
Surabaya.

Penulis selaku penyusun makalah, mengucapkan terima kasih kepada Ibu


Pestariati, S.Pd, M.Kes, selaku dosen mata kuliah Bakteriologi yang telah
membimbing dalam penyelesaian makalah ini, dan juga pihak-pihak yang telah
membantu hingga selesainya penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan yang dimiliki, tentunya makalah ini
sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini dengan segala kekurangannya dapat


bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, Februari 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
D. Manfaat................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Kemih.......................................................................... 3
1. Epidemiologi.................................................................................... 3
2. Patofisiologi...................................................................................... 3
B. Jenis ISK............................................................................................... 4
1. ISK Bagian Bawah………………………....................................... 4
2. ISK Bagian Atas…………………………………...………………. 4
C. Bakteri Penyebab ISK.......................................................................... 5
1. Escherichia coli………..……........................................................ 5
2. Klebsiella sp................................................................................... 7
3. Staphylococcus aureus………..……............................................. 10
4. Proteus sp. ..................................................................................... 12
5. Enterococcus sp………..……........................................................ 15
6. Pseudomonas aeruginosa............................................................... 16
D. Diagnosa Laboratorium ISK ………..………………………………... 19
1. Pra Analitik……………………………………………………….. 19
a) Pengambilan Spesimen Urin ISK…………………………….. 19
2. Analitik…………………………………………………………… 22
a) Kultur urin ISK………………………………………………. 22
3. Pasca Analitik……………………………………………………. 25
a) Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik…………………. 25
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 28
3.2 Saran............................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan kontaminasi pada saluran
kemih yaitu ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra yang sering
disebabkan oleh bakteri (Bruch, et al. 2016). Bakteri patogen yang bisanya
dijumpai pada penderita ISK yaitu Escherichia. coli, Klebsiella sp,
Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis, streptococci grup B, dan
Proteus sp (Sobel dan Kaye, 2014). Berdasarkan hasil survei Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2007 sebanyak 8,6 juta
orang yang membutuhkan rawat jalan yang disebabkan oleh ISK (CDC,
2011). Angka kejadian ISK di Indonesia masih tergolong tinggi (Wilianti,
2009), hal ini ditunjukkan oleh survei demografi Departemen Kesehatan RI
tahun 2014, bahwa penderita ISK mencapai 90-100 kasus tiap 100.000
penduduk pertahun (Depkes RI, 2014).
Permasalahan yang disebabkan oleh ISK, tidak hanya berhenti pada
peningkatan jumlah kasus setiap tahun, akan tetapi juga menimbulkan
resistensi antibiotik yang digunakan. Resistensi antibiotik merupakan salah
satu masalah yang berkembang di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) dan beberapa organisasi telah mengeluarkan
pernyataan mengenai pentingnya mengkaji faktor-faktor yang terkait dengan
masalah tersebut, termasuk strategi untuk mengendalikan kejadian resistensi
dengan memilih antibiotik sesuai pola kepekaan kuman yang didapat
(Prabowo, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imaniah (2015)
menyimpulkan bahwa, bakteri E. coli resisten terhadap antibiotik sefepim,
seftazidim, seftriakson, siprofloksasin, gentamisin dan trimetoprim/
sulfametoksazol. Bakteri Klebsiella sp resisten terhadap antibiotik
seftazidim, seftriakson dan trimetoprim/ sulfametoksazol. Bakteri Proteus
sp resistensi terhadap antibiotik seftazidim, seftriakson, siprofloksasin,
gentamisin dan trimetoprim/ sulfametoksazol. Diagnsosis tepat dari ISK

1
dirasa sangat penting untuk diketahui agar dapat memberikan pasien
pengobatan yang sesuai. Diagnosis ISK dapat ditegakkan berdasarkan gejala
yang di rasakan pasien dan beberapa pemeriksaan laboratorium penunjang.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menentukan penatalaksanaan
yang sesuai dengan penyakit yang terdiagnosis. Karena banyaknya diagnosa
ISK maka kami tertarik untuk membahas pemeriksaaan penunjang bakteri
secara bakteriologi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bakteri apa saja yang menyebabkan ISK ?
2. Bagaimana pelaksanaan praanalitik, analitik dan postanalitik dalam
diagnosa ISK ?
3. Pemeriksaan penunjang apa yang digunakan dalam diagnoasa ISK ?

C. Tujuan
Sesuai dengan masalah yang diangkat di atas, tujuan penelitian ini
yaitu:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis bakteri penyebab ISK.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan praanalitik, analitik dan post analitik
dalam diagnosa ISK.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang diagnosa ISK.

D. Manfaat
Menambah pengetahuan tentang penyakit ISK, terutama mengenai
bakteri penyebab ISK, pelaksanaan pra analitik, analitik dan post analitik
dalam diagnosa ISK dan jenis pemeriksaan penunjangnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

b) Infeksi Saluran Kemih


Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah adanya mikroorganisme di dalam urin
dengan jumlah lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml). ISK bisa ditandai
dengan gejala (simtomatik) atau tanpa gejala (asimtomatik). Simtomatik
merupakan keadaan ditemukannya mikroorganisme yang disertai gejala seperti
nyeri saat berkemih dan peningkatan buang air kecil, sedangkan asimtomatik
adalah keadaan ditemukan mikroorganisme dalam urin tapi tidak disertai dengan
gejala (Setiati, et al. 2014).
Salah satu Faktor resiko yang dapat menyebabkan ISK adalah perpindahan
bakteri dari luar menuju host, hal ini bisa diperantarai oleh hubungan seksual,
inkontinensia urin dan konstipasi. Kolonisasi bakteri uropathogenik juga
merupakan faktor resiko dari ISK, kolonisasi ini bisa disebabkan oleh penggunaan
supermicida, penurunan kadar esterogen dan monopause. Pertumbuhan bakteri
yang meningkat juga dapat menyebabkan seseorang beresiko terkena ISK, ini
biasasnya terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang menurun, inflamasi
pada saluran ginjal, dan penderita Diabetes melitus (Wilkinson, et al. 2017).

1. Epidemiologi
ISK sangat dipengaruhi oleh usia dan gender seseorang. 25-30% kasus ISK
ditempati oleh wanita dengan usia berkisar 20-40 tahun sedangkan 40-43%
ditempati oleh wanita dengan usia 60 tahun ke atas. Wanita paling sering
menderita ISK dikarenakan memiliki fisiologis uretra yang lebih pendek
dibanding laki-laki. Pada pria ISK meningkat sesuai dengan bertambahnya usia
(Mittal, et al. 2009; Beveridge, et al. 2011).

2. Patofisiologi
Mikroorganisme dapat mencapai saluran kemih melalui jalur hematogen
atau limfatik dan naik melalui uretra. Ini dapat mejelaskan frekuensi ISK yang
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria, dan peningkatan risiko
infeksi setelah kateterisasi atau instrumentasi kandung kemih. Persiapan kateter ke
dalam kandung kemih pada pasien rawat jalan menyebabkan ISK sebesar 1-2%.

3
Kateter yang berdiam dengan sistem drainase terbuka menghasilkan bakteriuria
hampir 100%. Infeksi hematogen pada saluran kemih terbatas pada beberapa
mikroorganisme yang relatif jarang, seperti Staphylococcus aureus, Candida sp.,
Salmonella sp. dan Mycobacterium tuberculosis, mikroorganisme tersebut
menyebabkan infeksi primer di tempat lain dalam tubuh.
Konsep virulensi bakteri atau patogenisitas dalam saluran kemih
menyimpulkan bahwa tidak semua spesies bakteri mampu menyebabkan infeksi.
Semakin banyak faktor yang mengancam pertahanan tubuh (misalnya obstruksi,
atau kateterisasi kandung kemih) maka semakin sedikit kebutuhan virulensi dari
setiap strain bakteri untuk menyebabkan infeksi. Strain bakteri tertentu dalam
suatu spesies secara unik dilengkapi dengan faktor virulensi khusus, misalnya
berbagai jenis pili, yang memfasilitasi masuknya bakteri melalui flora faecal,
vagina atau daerah periurethral menuju uretra, kandung kemih, bahkan dapat
mencapai ginjal pada infeksi sistemik (Grabe, et al. 2015).

c) Jenis ISK
a) ISK Bagian Bawah
ISK bagian bawah dapat dibagi menjadi beberapa penyakit salah satunya
adalah cistitis atau peradangan pada kandung kemih, sering ditandai dengan
meningkatnya frekuensi buang air kecil, disuria, hematuria, nyeri pada
suprapubic. Cistitis paling banyak dialami oleh wanita dibandingkan dengan pria.
ISK bagian bawah yang sering terjadi pada laki-laki adalah prostatitis atau
peradangan prostat, biasanya prostatitis ditandai dengan demam, malaise, nyeri
perineum, dan disuria (Wilkinson, et al. 2017; Bowen, 2015).

b) ISK Bagian Atas


ISK Bagian Atas dapat dibagi menjadi dua yaitu Pieolonefritis Akut (PNA)
dan Pieolonefritis Kronis (PNK). PNA merupakan proses inflamasi parenkim
ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang biasanya ditandai dengan demam, badan
kaku, muntah dan nyeri pinggang. PNK merupakan lanjutan infeksi dari bakteri
berkepanjangan, biasanya ditandai dengan obstruktif saluran kemih, refluks
fesikoureter dan bakteriuria kronik (Setiati, et al. 2014 ;Wilkinson, et al. 2017).

4
d) Bakteri Penyebab ISK
1) Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri yang berasal dari family Enterobacteriaceae.
Bakteri E.coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran pencernaan
manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor Escherich
dari tinja seorang anak kecil pada tahun 1885. Nama Escherichia diberikan
diberikan pada tahun 1920 sebagai penghargaan terhadap Theodor Escherich.
Klasifikasi Eschericia coli adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
E. coli tidak memiliki nukleus, organel terbungkus membran maupun
sitoskeleton. E. coli memiliki organel eksternal yaitu vili yang merupakan
filament tipis untuk menangkap substrat spesifik dan flagella yang merupakan
filament tipis dan lebih panjang untuk berenang. E. coli merupakan bakteri
fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi
dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling banyak di bawah keadaan anaerob. E.
coli memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1-1,5 μm serta
berat sel E. coli 2 x 10-12 gram. Bakteri ini berbentuk batang, lurus, tunggal,
berpasangan atau rantai pendek, termasuk Gram (-) dapat hidup soliter 9 maupun
berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob .
(Andriana, 2017).

a. Identifkasi
1) Media Mac konkey Agar
Koloni Eschericia coli dengan ciri berbentuk bulat, berukuran kecil,
berwarna merah, memiliki tepi rata, permukaan cembung, semi mucoid, dan
dengan hasil fermentasi laktosa positif pada MCA (hasil didapat setelah inkubasi
selama 24 jam pada suhu 37 °C (Widianingsih dan marcos, 2017).

5
2) Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)
Koloni E. coli pada media EMBA menunjukkan pertumbuhan yang baik
dari koloni biru-hitam gelap dengan kemilau hijau metalik (Andriana, 2017).
3) Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan untuk mengetahui kelompok bakteri yang ada
dalam sampel urine. Bakteri E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk
batang, serta tersusun menyebar (Jawetz dkk, 2013).
4) Identifikasi Biokimia
Hasil Identifikasi uji biokimia pada bakteri Eschericia coli adalah sebagai
berikut (Leboffe,2011):
No Media Hasil Perubahan pada media
1. Indol (+) Terdapat cincin merah
2. Methyl Red (+) Larutan berwarna merah
3. Voges Proskauer (-) Tetap bening
4. Motility (+) Pertumbuhan di area tusukan
5. Citrat (-) Tidak terjadi perubahan warna
6. Urea (-) Tidak terjadi perubahan warna
7. Triple Sugar Iron A/A H2S(-), A/A :Memfermentasi semua
Agar(TSIA) G(+) karbohidrat pada dasar
berwarnakuning(asam) dan
lereng berwarna kuning (asam)
H2S(-) : Tidak membentuk
warna hitam
G(+) : pembentukkan gas
dapat dilihat dari pecahnya dan
teragkatnya agar
8. Glukosa (+) Berwarna kuning
9. Laktosa (+) Berwarna kuning
10. Sukrosa (+) Berwarna kuning
11. Galaktosa (+) Terjadi kekeruhan
12. Fruktosa (+) Terjadi kekeruhan
13. Maltosa (+) Terjadi kekeruhan
14. Manitol (-) Tidak terjadi perubahan warna

6
Gambar Hasil uji indol, MR, VP, motilitas, citrat, urea, TSIA dan Hasil uji gula-gula
(glukosa, laktosa, sukrosa, galaktosa, fruktosa, maltosa dan manitol) pada E. Coli

2) Klebsiella sp
Infeksi Saluran Kemih ini di usia muda lebih dikarenakan oleh bakteri
Eschericha coli sedangkan pada usia yang lebih tua bakteri penyebab ISK ini
biasanya antara lain Klebsiella sp, Enterococcus, Enterobacter dan Pseudomonas
(Arshad & Seed, 2015). Perubahan resistensi bakteri ini semakin lama semakin
meningkat baik di masyarakat dan rumah sakit akibat pemberian antibiotik yang
diberikan pada usia dini (Larcombe, 2015).
Klebsiella sp merupakan family bakteri Enterobacteriae. Bakteri ini ditemukan
oleh Edwin Klebs, Bakteri Klebsiella ini merupakan bakteri gram negative,
berbentuk batang, bakteri non motil dengan cirri polysacarida kapsul. Bakteri ini
dibagi dalam 7 spesies antara lain : Klebsiella pneumoniae, Klebsiella ozaenae,
Klebsiella rhinoscleromatis, Klebsiella oxtoca, Klebsiella planticola, Klebsiella
terrigenadan, Klebsiella ornithinolytica.
Adapun taksonomi klebsiella sp adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Entero bacteriales
Family : Entero bacteriaceae
Genus : Klebsiella
Species : Klebsiella sp
Bakteri gram negatif (-), berbentuk batang pendek, memiliki ukuran 0,5-0,5
x 1,2 µ. Bakteri ini memiliki kapsul, tetapi tidak membentuk spora dan tidak

7
mampu bergerak karena tidak memiliki flagel tetapi mampu memfermentasikan
karbohidrat membentuk asam dan gas.
a. Identifikasi
Menurut Norma Tiku Kambuno dan Dicky Fanggidae dalam jurnalnya yang
berjudul Identifikasi Bakteri Gram Negatif Galur Extended Spectrum Beta
Lactamase pada ruang NICU RSUD Prof.Dr.W.Z.Johanes Kupang, Hasil uji
biokimia untuk Klebsiella sp sebagai berikut :

Media Hasil Uji


Pewarnaan Gram Basil, Gram negatif
BAP Koloni sedang, putih, keabu-abuan, smooth,
Anhaemolisis
Mac Conkey Agar Koloni besar, mucoid, cembung dan berwarna
merah muda
Indol -
MR ( Methyl Red ) +
Voges Proskouer +
Simmon Citrat +
TSIA (Triple Sugar Iron Agar -
)
Maltosa +/gas
Laktosa +/gas
Glukosa +/gas
Fermentasi Glukosa +
Fermentasi Laktosa +
Fermentasi Maltosa +
Uji Disc Ceftazidime 4 mm Resisten
Uji Disc Ceftriazone Resisten
Uji ESBL (Extended +
Spectrum Beta Lactamase)
Sumber: Connie et al.2011. Textbook of Diagnostic Microbiologi. fourth
edition.W.B. Saunder company
Berdasarkan data dari penelitian Norma diperoleh bahwa analisa uji
biokimia pada bakteri Klebsiella sp menunjukan bentukan basil gram negative,
sedangkan pada inokulasi pada media Blood Agar Plate terbentuk koloni dengan
ukuran sedang, berwarna putih keabu abuan , dengan permukaan smooth dan
tidak menghemolisa media.
Selanjutnya dilakukan inokulasi kembali pada media Mac Conkey Agar
untuk melihat bakteri tersebut memecah laktosa, setelah dilakukan penanaman

8
pada media Mac Conkey Agar didapatkan hasil koloni berukuran besar, memiliki
permukaan yang mucoid, cembung dan berwarna merah muda dengan hal ini
dapat dikatakan bakteri Klebsiella sp yang memecah lacktosa. Setelah didapatkan
hasil dari kedua media tersebut, Diagnosa diperkuat dengan dilakukanya uji
biokimia pada bakteri tersebut meliputi Indol, MR, VP, Simmon Citrat, TSIA,
Gula gula (Maltosa, lactosa, Glukosa) serta diperkuat dengan uji disc antibiotic
dan uji ESBL.
Hasil uji biokimia pada bakteri ini menunjukan bahwa bakteri memberikan
hasil negative pada media indol dengan tidak terbentuknya warna merah pada
media, sedangkan pada media Methyl Red juga menunjukan hasil negative pada
media karena tidak menunjukan perubahan warna pada media setelah penambahan
indicator Methyl red. Sedangkan pada media Voges Proskouer menunjukan hasil
positif karena terjadi perubahan warna media menjadi merah setelah penambahan
alfa naptol dan KOH. Pada media Simmon Citrat juga menunjukan hasil positif
ditunjukan dengan terjadinya perubahan warna media dari hijau menjadi biru.
Pada media lainya yaitu TSIA (Triple Sugar Iron Agar ) hasil uji ditandai
dengan terjadi perubahan warna indikator merah menjadi kuning pada lereng
media, hal ini menunjukan terjadi pemecahan media oleh bakteri. Sedangkan pada
uji gula-gula meliputi laktosa, maltosa dan glukosa juga menunjukan hasil positif
hal ini ditunjukan dengan perubahan warna pada media dari warna merah menjadi
kuning serta terjadi pembentukan gas pada tabung durham.
Selanjutnya peneliti melakukan uji Screening dengan menggunakan disc
antibiotic dengan disc Cefttazidime 4 mm dan Ceftriazone, pada kedua disc
antibiotic ini menunjukan hasil yang resisten dan bakteri tetap mengalami
pertumbuhan. Setelah itu dilakukan lagi uji Saring / konfirmasi ESBL (Extended
Spectrum Beta Lactamase) menggunakan Double disc synergy test menunjukan
hasil positif karena terbentuk zona hambat pada sekitar disc. Dapat disimpulkan
bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri jenis Klebsiella sp karena memiliki
ciri-ciri dan hasil uji biokimia yang sama dengan literature dan karakteristik reaksi
biokimia yang ada.

9
3) Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan terjadinya Infeksi
Saluran Kemih (ISK) sebanyak 10%. S. aureus ISK lebih sering terjadi pada
pasien rawat inap di rumah sakit kateter urin (Tong el al., 2015). Adapun
taksonomi S. aureus adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus (Jawetz, et al.2016)
a. Morfologi
S. aureus adalah Gram-positif dan berbentuk bentuk bulat menyerupai
sekelompok anggur ketika diamati di bawah mikroskop cahaya setelah pewarnaan
Gram. Nama 'Staphylococcus' berasal dari bahasa Yunani, yang berarti
sekelompok anggur (staphyle) dan berry (kokkos). Pengamatan dengan
mikroskopis elektron menunjukkan dinding sel tebal, membran sitoplasma yang
khas dan sitoplasma amorf, serta bentukkan bola kasar dengan permukaan halus
dengan diameter sel berkisar 0,5-1,0 μM (Gnanamani, et al., 2017).
b. Karakteristik kultur dan biokimia
S. aureus adalah bakteri fakultatif anaerob, membentuk koloni berwarna
putih atau kuning pada media nutrient agar. Warna kuning ini disebabkan oleh
produksi keratenoid organisme. Istilah 'aureus' berasal dari bahasa latin, yang
berarti warna emas. Bakteri ini memfermentasi mannitol, menghidrolisis gelatin.
Tidak semua strain S. aureus menghasilkan enterotoksin. Secara umum,
enterotoksigenik S. aureus menghasilkan koagulase, termonuklease, dan
hemolysin serta memfermentasi glukosa dalam kondisi anaerob. Karena dapat
memproduksi hemolisin (alfa, beta, gamma dan delta) meyebabkan bakteri ini
dapat menghemolisa darah. Bakteri ini toleran terhadap garam, yang mampu
tumbuh dalam medium agar-manitol-garam yang mengandung 7,5% natrium
klorida. Organisme bersifat katalase positif dan oksidase negatif. S. aureus

10
tumbuh pada suhu 7–48 ° C, dengan optimum pada 35 ° C. dengan pH
pertumbuhan berkisar antara 4,0 hingga 9,8 dengan optimum 6,5 (Erkmen dan
Bozoglu, 2016).
c. Identifkasi Staphylococcus aureus
1) Katalase
Enzim katalase atau periksodase sangat berperan dalam kelangsungan hidup
mikroba. Uji ini bersifat positif pada Staphylococcus aureus dengan terbentuknya
gelembung gas pada tabung. Toelle et al. (2014) menyatakan bahwa katalase
positif ditunjukkan adanya gelembung gas (O2) yang diproduksi oleh genus
Staphylococcus. Stapylococcus spp. menggunakan katalase untuk melindungi dari
hidrogen peroksida (H2O2) dengan mengubahnya menjadi air dan oksigen (Locke
et al. 2013).
2) Voges-Proskauer
Staphylococcus aureus, mampu menghasilkan asetoin sehingga terjadi
perubahan warna menjadi merah atau pink setelah 5–60 menit penambahan
Barrit’s reagen. Uji Voges-Proskuer bertujuan untuk mengetahui apakah suatu
bakteri mampu menghasilkan asetoin atau tidak. Uji ini bertujuan untuk
mendeteksi kemampuan mikroba dan menghasilkan asetoin atau diasetil pada
media yang mengandung fosfat, glukosa dan pepton (Ijong 2015).
3) Fermentasi Karbohidrat
Perubahan media terjadi karena bakteri mampu memfermentasi karbohidrat
menghasilkan asam sehingga dapat menurunkan pH, dengan demikian warna
indikator berubah. Kemampuan mikroba memfermentasikan karbohidrat sangat
bervariasi dan hasil biooksidasi dalam fermentasi karbohidrat pun bermacam–
macam. Staphylococcus aureus yang dapat memfermentasi Manitol dan Glukosa
(Karimela, et al., 2017).
4) Koagulase
Staphylococcus aureus memberikan respon koagulase positif yang
membentuk gumpalan pada tabung. Koagulase positif umumnya dihasilkan oleh
Staphylococcus aureus, namun ditemukan juga Staphylococcus aureus koagulase
negative. Koagulase negatif, bertindak sebagai pathogen oportunistik. Koagulase
merupakan salah satu protein yang menyerupai enzim dan dapat menggumpalkan

11
plasma oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam serum
(Karimela, et al., 2017).
5) Nuklease Thermostabil
S. aureus memberikan respon Nuklease positif yang memiliki karakteristik
membentuk cicin berwarna merah muda. Nuklease adalah enzim fosfodiesterase
dengan kemampuan endonukleolitik dan eksonukleolitik dan dapat memotong
DNA atau RNA. Enzim ini tersusun atas rantai tunggal polipeptida, berbentuk
kompak globuler, berada dalam permukaan sel, pada permukaan sel atau dekat
permukaan sel Staphylococcus aureus. Enzim ini akan berubah strukturnya pada
pemanasan 65ºC, tetapi bersifat reversible, artinya strukturnya akan berubah ke
bentuk semula setelah suhu turun kembali dengan cepat (Karimela, et al., 2017).
6) Uji Dnase
Uji DNase digunakan untuk membedakan aktivitas mikroorganisme
berdasarkan deoksiribonuklease (DNase) dan juga mengidentifikasi bakteri
Staphylococcus yang bepotensi patogen. Hasil uji ini Staphylococcus aureus
memberikan respon positif dengan di tandai zona bening disekitar koloni, negatif
apabila tidak ditemukan zona bening disekitar koloni yang menandakan spesies
Stapylococcus yang lain. test DNase adalah untuk mengidentifikasi bakteri
patogen yaitu seperti S. aureus, DNase memecah DNA menjadi fosfo
mononukleotida. Enzim ini merupakan suatu protein yang kompak yang terdiri
atas rantai polipeptida tunggal dan terdapat pada permukaan sel (Karimela, et al.,
2017).

4) Proteus sp.
Spesies Proteus hanya menyebabkan infeksi pada manusia jika bakteri
tersebut berada diluar saluran cerna. Organisme ini ditemukan pada infeksi
saluran kemih dan dapat menyebabkan bakterimia, pneumonia, dan lesi fokal pada
pasien dengan kelemahan umum atau pasien yang diinfus. P.mirabilis
meneyebabkan infeksi saluran kemih dan terkadang infeksi lainnya. Proteus
vulgaris dan Morganella morganiimerupakan patogen nosokomial yang penting (I
Kannan, 2016).

12
Spesies proteus menghasilkan urease yang menyebabkan hidrolisis urea
dengan cepat disertai pelepasan amonia. Karena itu, pada infeksi saluran kemih
oleh proteus, urine menjadi basa, yang memacu pembentukan batu dan
menyababkan pengasaman nyaris mustahil dilakukan. Pergerakan proteus yang
cepat mungkin berperan dalam invasi bakteri tersebut kesaluran kemih (Brooks,
2010). Terdapat empat spesies proteus yang patogen, antara lain : P.mirabilis,
P.vulgaris, P.morgani, P.rittgeri dan P.penneri. mereka mempunyai pertumbuhan
mengerumun yang khas pada media agar. Proteus morgani dan Proteus rittgeri
dapat menyebabkan infeksi nosocomial (hospital-aequired) dan Proteus morgani
dapat menyebabkan diare pada anak-anak terutama dimusim panas.

Adapun taksonomi Proteus sp. adalah sebagai berikut:


Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaprotobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Proteus
Spesies : Proteus sp.
a. Morfologi
Bakteri batang Gram negative, pleomorfik, bergerak dengan flagel
peritrikus, tidak berspora dan tidak berkapsul.

b. Identifikasi Proteus sp.


Bakteri jenis Proteus tumbuh mudah pada media biasa tanpa bahan
penghambat, dalam situasi aerob atau semianaerob, pada suhu 10-43°C.
1) Media Mac Conkay (MC)
Pertumbuhan bakteri Proteus pada media MCA memiliki cirri-ciri koloni
sedang besar, tidak berwarna atau merah muda, non lactose fermented,
smooth, menjalar atau tidak, jika menjalar permukaan koloni kasar (rought)

13
2) Media NA
Pertumbuhan bakteri Proteus yang baik pada media NA memiliki cirri-ciri
kolooni kecil, elevasi cembung, smooth, pinggiran rata, dan berwarna putih
keruh
3) Media BAP (Blood Agar Palte)
Proteus pada media selektif BAP memiliki cirri-ciri koloni sedang, smooth,
keeping, ada yang menjalar dan ada yang tidak menjalar, bersifat
anhaemolytis.
4) Uji Biokimia
Pada ujia biokimia bakteri Proteus mampu memecah urea dengan cepat,
mencairkan gelatin, glukosa dan sukrosa dipecah menjadi asam dan gas,
mannit dan laktosa tidak pecah. Terlihat pada tes biokimia secara umum :
Tes positif : Motility, phenylalanine atau trypthopan deaminase,
Metyl-Red test
Tes negative : ONPG, fermentasi lactose, Voges-Proskauer, Lysin,
Decarboxilase, Arginine, Dihidrolisa, Malonate Broth (I
Kannan, 2016).

c. Reaksi Biokimia
Urease positif, tidak memfermentase laktosa, fermentasi glukosa untuk
produki asam P. vulgaris membentuk indol, P.mirabilis negative MR positif dan
VP negative.

14
Identifikasi : Proteus sp. diidentifikasi secara biokimia dan reaksi
aglutinasi.

5) Enterococcus sp
Enterococcus sp adalah kelompok bakteri yang dapat menyebabkan
berbagai infeksi parah, paling sering menyerang pasien rawat inap yang diobati
dengan antibiotik. Enterococcus sp (terutama Enterococcus faecalis dan
Enterococcus faecium) dapat menyebabkan nfeksi saluran kemih bakteremia,
infeksi intraabdomen, dan endokarditis. Enterococci sp merupakan
penyebabinfeksi nosokomial ketiga yang terjadi rumah sakit.
Klasifikasi dan tata nama bakteri Enterobacter sp. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacili
Orde : Lactobacillales
Family : Enterococcaceae
Genus : Enterococcus
Species : Enterobacter sp.
a. Morfologi
Enterococcus sp adalah anggota streptokokus grup D, dan bersifat Gram-
positif, tidak membentuk spora, nonmotil, cocci atau coccobacilli dengan rantai
panjang atau pendek, katalase-negatif, dan anaerob fakultatif. Mereka dapat

15
tumbuh pada suhu mulai dari 10 hingga 50 ° C. Beberapa membutuhkan vitamin
B dan asam amino untuk pertumbuhan. Mereka lebih tahan terhadap pendinginan,
pembekuan, pengeringan, pH rendah, dangaramdari coliforms. Sumber
Enterococcus termasuk tanaman, burung, dan kotoran hewan. Banyak yang hadir
pada peralatan, lingkungan pengolahan, makanan mentah, limbah, dan air
(terutama air dan lumpur yang tercemar). Enterococcus sp. Berbeda dari coliforms
dalam hal merekat (tumbuh di hadapan 6,5% NaCldan 40% garam empedu) dan
relatif tahan terhadap pembekuan. Beberapa Enterococcussp. (E. faecalis subsp.
Faecalisdan E. faecium) juga relatif tahan panas (thermoduric). Enterococcus
dapat bertahan hidup di lingkungan pengolahan makanan untuk waktu yang lama.
Jumlah enterococcus memiliki beberapa aplikasi yang berguna dalam kriteria
mikrobiologi untuk keamanan pangan karena toleransi garam yang adil, ketahanan
terhadap pembekuan, dan pertumbuhan pada pH rendah. Indikator ini digunakan
untukmengidentifikasi praktik manufaktur yang buruk.
b. Identifikasi
Enterococcus faecalismerupakanagenpenyebab yang mencakup> 95% dari
ISK. Bakteri Enterococcus faecalis diidentifikas menggunakan media
pertumbuhan (BAP), uji katalase, dan uji biokimia. Pada media BAP ciri-ciri
bakteri ini adalah koloni bergerombol dan non hemolitik. Bakteri enteroccus
faecalis tidak memproduksi enzim katalase (uji katalase negatif). Padaujibiokimia
L-arabinose adalahnegatif (warnabiru), ujiargininpositif (warnabiru),
ujimanitolnegatif (warnabirutua–hijau).

6) Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk batang dan motil,
berukuran sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri ini bersifat gram-negatif aerob dan tampak
dalam bentuk tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang rantai pendek. Umumnya
bergerak aktif dengan flagel polair/opotrich tidak berspora dan tidak berkapsul.
Pseudomonas aeruginosa mempunyai pili (fimbriae) menjulur dari permukaan sel
dan membantu perlekatan pada sel epitel inang (Jawetz, 2014).
Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C, kemampuan
untuk tumbuh pada suhu 42°C membantu membedakannya dari spesies

16
Pseudomonas lain dari grup fluoresens. Bakteri tersebut bersifat oksidase-positif.
Pseudomonas aeruginosa tidak memfermentasi karbohidrat, tetapi banyak galur
yang mengoksidasi glukosa. Identifikasi Pseudomonas aeruginosa biasanya
didasarkan pada morfologi koloni, kepositifan oksidase, adanya pigmen khas, dan
pertumbuhan pada suhu 42°C. Pembedaan Pseudomonas aeruginosa dari
Pseuodomonas lain yang berdasarkan aktivitas biokimia memerlukan pengujian
dengan berbagai substrat (Jawetz, 2014).
a. Identifikasi Pseudomonas aeruginosa
1) Isolasi bakteri
Sampel digoreskan pada media PSA (Pseudomonas Selektive Agar)
menggunakan kapas lidi atau menggunakan jarum ose lalu diinkubasi pada
inkubator selama 24-48 jam pada suhu 37oC. Hasil isolasi pada media PSA
menunjukkan hasil positif jika terdapat pigmen piosianin atau pigmen pioverdin.
2) Identifikasi bakteri dengan uji biokimia
a) Pengamatan Mikroskopis dengan melakukan pewarnaan gram akan
menghasilkan warna merah.
b) Uji Pada Media KIA
Menginokulasi koloni bakteri dari media PSA pada media KIA dengan
menggunakan jarum ent secara aseptis dengan cara tusuk gores, lalu diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37oC diinkubator. Hasil uji KIA didapatkan hasil pada
lereng dan dasar media berwarna merah serta tidak terbentuk warna hitam (K/K).
Bakteri Pseudomonas aeruginosa tidak membentuk asam karena bakteri yang
tidak dapat memfermentasi glukosa dan laktosa.
c) Uji Pada Media SIM
Menginokulasikan koloni bakteri dari media PSA pada media SIM dengan
menggunakan jarum ent secara aseptis secara tusuk, lalu diinkubasi pada suhu
37oC. Hasil uji SIM menunjukkan hasil sulfida dan indol negatif serta motilitas
positif. Hasil tidak terbentuk warna hitam (H 2S negatif), hasil uji indol negatif
atau tidak terbentuk cincin warna merah setelah penambahan erlich A dan B (1 :
1). Hal ini disebabkan bakteri tidak membentuk indol dan triptophan sebagai
sumber karbon. Motilitas yang positif ditandai dengan adanya pertumbuhan dan
penyebaran kekeruhan bakteri pada media.

17
d) Uji Pada Media LIA
Menginokulasikan koloni bakteri dari media PSA pada media LIA dengan
menggunakan jarum ent secara aseptis secara tusuk gores, lalu diinkubasi 24 jam
pada suhu 37oC. Hasil uji media LIA menunjukkan warna ungu pada lereng dan
dasar media. Hal ini disebabkan bakteri membentuk dekarboksilasi lisin.
e) Uji Pada Media Citrat
Menginokulasikan koloni bakteri dari media PSA pada media Citrat. Hasil
positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan bakteri dan terjadinya perubahan
warna media dari hijsu menjadi biru yang disebabkan oleh peningkatan pH media
diatas 7,6 karena adanya ammonia yang dihasilkan yang berasal dari
monoammonium phosphate yang terdapat pada media.
7) Enterobacter sp.
Infeksi bakteri Enterobacter pada manusia umumnya terjadi sebagai infeksi
nosokomial. Infeksi nosokomial atau hospital-acquired infection adalah infeksi
bakteri atau virus pada individu yang berada di lingkungan rumah sakit dalam
waktu yang cukup lama, baik pasien yang sedang dirawat maupun pengunjung
dan petugas medis seperti dokter, perawat, dan staf rumah sakit (Khan et al,
2016).
Manifestasi klinis dari infeksi nosokomial akibat Enterobacter berupa
infeksi saluran kemih, saluran respirasi, dan bakteremia Enterobacter sp. ini
sering menyebabkan infeksi saluran kemih, berhubungan erat dengan trauma dan
intervensi alat medis pada saluran kemih. Oleh karena itu Enterobacter sp.
merupakan bakteri oportunistik yang sering menginfeksi di Intensive Care Unit
(ICU) baik dewasa maupun neonatal dan menyebabkan septikemia (Grimont dan
Grimont, 2016).
a) Klasifikasi dan Jenis Enterobacter sp.
Klasifikasi dan tatanama bakteri Enterobacter sp. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Orde : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae

18
Genus : Enterobacter
Species : Enterobacter sp.
Bakteri Enterobacter sp. terdiri dari 14 jenis sub kelompok namun yang
paling sering ditemukan adalah spesies Enterobacter aerogenes, Enterobacter
cloacae, Enterobacter agglomerans dan Enterobacter sakazakii. Ada beberapa
jenis bakteri dari genus Enterobacter yang jarang ditemukan yaitu Enterobacter
taylorae, Enterobacter gergoviae, Enterobacter asburiae dan Enterobacter
amnigenus (Grimont dan Grimont, 2016).
b) Karakteristik Bakteri Enterobacter sp
Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang.
Bakteri yang tergolong genus Enterobacter bersifat anaerobik fakultatif, tidak
memiliki spora bisa bergerak (motil), alat gerak tersebut berupa flagella peritrik
yaitu flagela yang secara merata tersebar diseluruh permukaan sel. Morfologi
yang khas terlihat pada pertumbuhan di medium padat in vitro,tetapi
morfologinya sangat bervariasi pada spesimen klinis. Apabila bakteri
Enterobacter sp. dikembangbiakkan pada media buatan maka menampakkan
aktivitas mengubah glukosa, selanjutnya membentuk asam dan gas. Bakteri
tersebut mereduksi nitrat menjadi nitrit. Bakteri ini dapat membentuk kapsul,
sitrat dan asetat yang dapat digunakan sebagai sumber karbon satusatunya (Regli
dan Pages, 2018).
Sebagian besar bakteri Enterobacter sp. memiliki faktor-faktor patogenitas
antara lain endotoksin dan enterotoksin. Eksotoksin berasal dari bakteri yang
hidup dan dapat dinetralisasi oleh antitoksin, contoh eksotoksin adalah
enterotoksin. Endotoksin adalah toksin yang berasal dari dinding sel bakteri yang
dilepaskan saat bakteri mati (biasanya bakteri dari Gram-negatif) (Utami dkk.
2016).
Bakteri Enterobacter sp merupakan penghasil enzim protease, amilase dan
selulase. Enzim protease memiliki aktivitas proteolitik yang mengkatalisis
pemutusan ikatan peptida pada protein menjadi sederhana dan mudah dicerna,
enzim amilase dibutuhkan dalam perombakan pati dan enzim selulase merupakan
enzim pemecah selulosa yang memiliki rantai panjang glukosa menjadi rantai
pendek (Bahri dkk., 2017). Pada umumnya, Enterobacteriaceae melakukan

19
fermentasi glukosa dan sering disertai dengan produksi gas. Enterobacteriaceae
juga bersifat katalase-positif, oksidasi negatif, dan dapat mereduksi nitrat menjadi
nitrit (Guli, 2011).
c) Identifikasi

Sampel : Urine mid stream

Media : BAP, MCA, BHI, gula-gula (glukosa, laktosa, manitol,

maltosa, sukrosa), MR/VP, SIM (Sulfur Indol Motility),


TSIA (Triple Sugar Iron Agar), Simon citrate, Urease.

Prosedur kerja :
Metode Konvensional
Hari Pertama
Menggunakan ose yang sudah steril ambil satu ose sampel urine yang telah
diencerkan dtanam/scratch pada permukan media Blood Agar Plate (BAP)
dan Mac Conkey Agar (MCA), kemudian inkubasi selama 24 jam dengan
suhu 37ᴼC.
Hari Kedua
Setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, lihatlah ada tidaknya
pertumbuhan koloni pada media BAP dan MCA kemudian identifikasi
bentuk, ukuran, warna, elevasi, pinggiran dan ciri khas lainnya pada koloni,
identifikasi pada koloni terpisah setelah itu lakukan pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram

Siapkan kaca objek, ambil satu ose bulat Nacl fisiologis dan letakan diatas
kaca objek. Ambil koloni yang terpisah dengan menggunakan ose tusuk,
lalu letakkan di atas kaca objek campur secara homogen dengan Nacl.
Fiksasi kaca objek dengan lampu Bunsen, kemudian lakukan pewarnaan
Gram.

20
Teteskan kristal violet diatas kaca objek lalu diamkan selama 1-3 menit.
Bilas dengan air mengalir, ditambahkan dengan Lugol selama 1 menit. Bilas
dengan air mengalir, lalu tambahkan alkohol 96% diamkan selama 30 detik.
Bilas dengan air mengalir, lalu tambahkan safranin diamkan selama 1-2
menit. Bilas kemudian keringkan dan amati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x lensa objektif dengan penambahan minyak imersi. Setelah
diperoleh hasil pewarnaan gram negatif (-). Selanjutnya dilakukan uji
biokimia pada media :
Penanaman pada media TSIA, dengan menggunakan ose tusuk, tususk
media TSIA sampai dasar tabung dan buat goresan pada daerah lereng.
Penanaman pada media Urease dan Simon Citrate, dengan menggunakan
ose bulat, buat goresan dari dasar media sampai ujung media. Penanaman
pada media Biokimia dan gula-gula, dengan koloni yang sama, ambil sedilit
koloni terpisah dan tanam pada media untuk uji biokimia (SIM, urease, dan
MR/VP), dan gula-gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sukrosa).
Setelah dilakukan penanaman pada media inkubasi pada 37ºC selama 24
jam.
Hari Ketiga
Amati perubahan yang terjadi pada media TSIA, SIM, SC, MR/VP, Urease,
glukosa, laktosa, manitol, maltosa dan sukrosa. Untuk media SIM
tambahkan dengan reagen covac`s 2-3 tetes. Untuk media MR ditetesi
dengan indicator Methyl Red 3 tetes.Untuk media VP ditetesi dengan KOH
40% 4 tetes dan α-naftol 12 tetes. Hasil pengamatan disesuaikan dengan
tabel biokimia untuk menentukan jenis bakteri yang sesuai dengan hasil
identifikasi.

Interprestasi Hasil
Media BAP : koloni berwarna putih abu-abu
Media MCA : koloni berwarna kuning, media berwarna kuning (positif
memfermentasi laktosa
Pewarnaan gram : bakteri berwarna merah, bentuk basil (batang)
Gula-gula
Glukosa : (+) terjadi perubahan warna menjadi kuning

21
Laktosa : (+) terjadi perubahan warna menjadi kuning
Manitol : (+) terjadi perubahan warna menjadi kuning
Maltosa : (+) terjadi perubahan warna menjadi kuning
Sukrosa : (+) terjadi perubahan warna menjadi kuning
Simon citrate (SC) : (+) terjadi perubahan menjadi biru
SIM : Sulfur → (-) tidak terdapat warna hitam pada
Tusukan
Indol → (-) tidak terjadi perubahan warna pada
Reagen
Motil → (+) terdapat kekeruhan yang menyebar
disekitar tusukan
Urease : (-) tidak terjadi perubahan warna menjadi pink
MR/VP : MR →(-) setelah ditambahkan reagen methyl red
VP → (+) dengan menambahan KOH 4 tetes & α
naftol 12 tetes terbentuk cincin merah
TSIA : H2S → tidak terdapat warna hitam pada tusukan
Lereng/dasar → kuning/kunig : reaksi asam/asam
Gas → (+) pada dasar media pecah dan terangkat
3) Metode Otomatik
Hari Pertama
Sampel urine steril langsung ditanam di media agar Mac Conkey dan BAP
dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam
Hari Kedua
Koloni bakteri diambil dari Mac Conkey Agar menggunakan ose steril.
Kemudian dilakukan pewarnaan gram. Setelah diperoleh hasil pewarnaan
gram negatif (-). Koloni kemudian dilarutkan dalam 3 mL larutan NaCl
0,45% pH 4,5, diserbasamakan hingga terbentuk suspensi sesuai bakuan
McFarland 0,5–0,63 yang diukur dengan VITEK® 2 DensiCHEK™ Plus.
GN (Gram negative) card dimasukkan ke dalam tabung suspensi dan
diletakkan dalam cassette, kemudian dimasukkan ke dalam VITEK 2
Compact. Hasil identifikasi bakteri Gram negatif diperoleh setelah
diinkubasi selama 3–10 jam .

22
Hasil : Di alat Vitex 2 compact akan keluar hasil spesies bakteri gram
negatif yang teridentifikasi.

23
e) Diagnosa Laboratorium ISK
1) Pra Analitik
Pengambilan Spesimen Urin ISK (Seputra, et al. 2015)
a. Wadah Spesimen 
Wadah untuk menampung spesimen urine sebaiknya terbuat dari bahan
plastik, tidak mudah pecah, bermulut lebar, dapat menampung 10-15 ml urine dan
dapat ditutup dengan rapat. Selain itu juga harus bersih, kering, tidak mengandung
bahan yang dapat mengubah komposisi zat-zat yang terdapat dalam urine 

Prosedur Pengambilan Sampel Urine


Bahan urine untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari.
Bahan urine dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic
puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urine
yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam
wadah bermulut lebar dan steril. 
a. Punksi Suprapubik
Pengambilan urine dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urine
langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan
jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis
yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka
bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat
dipastikan merupakan penyebab ISK. Aspirasi jarum suprapubik transabdominal
kandung kemih merupakan cara mendapatkan sampel urine yang paling murni.
Pengumpulan urine aspirasi suprapubik harus dilakukan pada kandung kemih
yang penuh. 

Prosedur pengambilan:
1) Lakukan desinfeksi kulit di daerah suprapubik dengan Povidone iodine
10% kemudian bersihkan sisa Povidone iodine dengan alkohol 70% 
2) Aspirasi urine tepat di titik suprapubik dengan menggunakan spuit 
3)  Diambil urine sebanyak ± 20 ml dengan cara aseptik/suci hama
(dilakukan oleh petugas yang berkompenten) 
4) Masukkan urine ke dalam wadah yang steril dan tutup rapat. 

24
5) Segera dikirim ke laboratorium. 

b. Kateterisasi
Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Tempat penusukan kateter
sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung
kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil
biakan urine yang diperoleh dari punksi suprapubik.

Prosedur pengambilan:
1) Lakukan desinfeksi pada bagian selang kateter dengan menggunakan
alkohol 70%.
2) Aspirasi urine dengan menggunakan spuit sebanyak 10 – 12 ml.
3) Masukkan urine ke dalam wadah dan tutup rapat. Segera kirim sampel urine
ke laboratorium.

c. Urine Porsi Tengah


Urine porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik
pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidak
nyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan
pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan
pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-
negative. 

 Prosedur pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada


wanita: : 
1) Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina
dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua
potong kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan
dalam keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk
membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka
tutupnya sebelum pembersihan daerah vagina selesai

25
2) Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan
potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan
ke belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah. 
3) Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa
yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap
pisahkan kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh
muara uretra. Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah
tersebut dengan potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah. 
4) Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa
mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin
selanjutnya ke dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau
setengah wadah terisi. 
5) Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urine yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita
pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium. 

 Prosedur pengambilan dan penampungan urine porsi tengah pada


pria: 
1) Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis
dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua
potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi
dengan air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan
kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah
tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum
pembersihan selesai.
2) Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah
ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah.
3) Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi
sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang
kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.

26
4) Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang
beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar
berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai
setengahnya.
5) Setelah selesai, tutup kembali wadah urine dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita
pada wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.

2) Analitik
Kultur urin ISK
a. Identifikasi
- Prosedur Standart : (MANUAL)

• Hari 1 : Inokulasi spesimen untuk kultur bakteri aerob

• Hari 2/3 : Koloni dimurnikan

• Hari 3/4 : Identifikasi koloni murni

• Hari 4/5 : Hasil identifikasi dan uji kepekaan antibiotik

• Hari 5/6 : Baca Hasil dan pelaporan

- Prosedur untuk kultur bakteri aerob non-fastidious dan koloni murni :

• Hari 1 : Inokulasi spesimen untuk kultur bakteri aerob

• Hari 2 :1 koloni terpisah (dianggap murni) , uji identifikasi dan uji


kepekaan antibiotik

• Hari 3 : Baca Hasil dan pelaporan

- Jenis media berdasarkan fungsinya

• Enriched media

– Media dengan penambahan nutrisi seperti darah, serum, kuning


telur dan lainya kedalam media Basal sehingga menjadi media

27
pengaya yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri – bakteri
fastidous

Ex : CA, BA

• Selective media

– Menghambat pertumbuhan bakteri secara selektif

– Mengandung “inhibitory substances” untuk menhambat


pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan

Ex : Thayer Martin Medium

• Enrichment Media

– Media cair untuk mengisolasi bakteri patogen dari mixed kultur.


Menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan
memperbanyak pertumbuhan bakteri yang diinginkan

Ex : Selenite untuk Salmonella

• Differential media

– Mennggolongkan bakteri sesuai dengan karakteristik yang nampak


pada media pertumbuhan.

Ex : Mc Conkey, XLD

• Transport Media

– Media yang digunakan untuk pengiriman spesimen.

Ex : Stuart medium, Amies medium

b. Kultur
a) Inokulasi Kultur Urine
• Analisa Mikroskopis
a. Sampel urine di analisa secara mikroskopis dengan perbesaran
40 x

28
b. Apabila pada dewasa, jumlah lekosit > 5/LP, anak-anak jumlah
lekosit > 10/LP dan bakterinya positif (+), maka dilakukan
mikroskopis secara gram.

• Analisa pada Media Agar


a. Urine di tanam pada media Blood Agar (10 uL) dengan striking
rata pada satu sisi dari atas ke bawah

b. Urine di tanam pada media Mac Conkey dengan 1 mata ose.


Striking dilakukan 4 kuadran.

b) Inokulasi Kultur Urine (Hari ke-2 dan Selanjutnya


a. Urine yang sudah di tanam di media di amati pertumbuhannya
b. Pada media BAP, dapat di hitung langusng jumlah koloninya.
c. Pada media BAP dan Mac Conkey, diamati morfologi koloninya,
kemudian lakukan pengecatan gram.
d. Selanjutnya dilakukan identifikasi lanjutan.

29
3) Uji Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotik

Penyakit infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotika baik yang bersifat
bakterisida maupun bakteriostatika. Untuk mengatasi penyakit dengan tepat
diperlukan data kepekaan kuman penyebab infeksi tersebut terhadap antibiotika
yang tersedia. Pengujian kepekaan antibiotik dapat dilakukan dengan metode
difusi atau dilusi.

Pada metode difusi prinsipnya adalah terdifusinya senyawa antimikroba ke


dalam media padatyang telah diinokulasi dengan bakteri. Metode difusi dapat
dilakukan dengan cara cakram atau sumuran. Pada metode difusi cakram, kertas
cakram yang mengandung antibiotik diletakkan di atas media yang telah
mengandung mikroba, kemudian diinkubasi dan dibaca hasilnya berdasarkan
kemampuan penghambatan mikroba di sekitar kertas cakram. Metode difusi
sumuran dilakukan dengan membuat sumuran dengan diameter tertentu pada
media agar yang sudah ditanami bakteri.Antibiotik diinokulasikan ke dalam
sumuran tersebut dan diinkubasikan.Zona jernih yang terbentuk di sekitar cakram
atau sumuran merupakan indikator penghambatan antibiotik terhadap
pertumbuhan mikroba.

Metode pengujian berikutnya adalah dengan metode dilusi. Pada metode ini
dibedakan menjadi metode dilusi cair dan metode dilusi padat. Pada metode dilusi
cair, dapat menentukan minimum inhibitory concentration (MIC) atau kadar
hambat minimum (KHM) dan minimum bacterial concentration (MBC) atau
kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada agen medium cair yang ditambahkan dengan
agen mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan
yang ditetapkan sebagai KHM tersebut dilanjutkan dikultur ulang pada media cair
tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan
sebagai KBM. Metode Dilusi Padat serupa dengan metode dilusi cair namun
menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi

30
agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba
uji.

a. Prosedur Kerja
1) Alat
Alat gelas : cawan petri, beaker glass, pipet, erlenmeyer, tabung reaksi,
mikropipet, pinset, kawat ose, pipet ukur dan jangka sorong
2) Bahan
Suspensi kuman, standar Mc. Farland, cakram antibiotic, media Muller
Hinton Agar (MHA), aquadest steril, alkohol 70 % dan kapas usap steril

b. Membuat suspensI McFarland


Bahan yang digunakan dalam standar McFarland antara lain
Larutan 1 : 1% Barium Klorida encer (1% b/v BaCl₂)
Larutan 2 : 1% Asam Sulfat encer (1% b/v H₂SO₄)
Komposisi bahan McFarland

StandarMcFarland

0,5 0,05ml BaCl₂ dalam 9,95ml H₂SO₄


1 0,1ml BaCl₂ dalam 9,9ml H₂SO₄
2 0,2ml BaCl₂ dalam 9,8ml H₂SO₄
3 0,3ml BaCl₂ dalam 9,7ml H₂SO₄
4 0,4ml BaCl₂ dalam 9,6ml H₂SO₄
5 0,5ml BaCl₂ dalam 9,5ml H₂SO₄
6 0,6ml BaCl₂ dalam 9,4ml H₂SO₄
7 0,7ml BaCl₂ dalam 9,3ml H₂SO₄
8 0,8ml BaCl₂ dalam 9,2ml H₂SO₄
9 0,9ml BaCl₂ dalam 9,1ml H₂SO₄
10 1,0ml BaCl₂ dalam 9,0ml H₂SO₄

31
c. Metode Difusi
Cara Cakram :
1) Kapas usap steril dimasukkan kedalam suspensi kuman
2) Pada media Muller Hitton Agar usapkan suspensi kuman dengan
kapas secara merata
3) Dengan menggunakan pinset ambil cakram antibiotika dan letakkan
diatas media yang telah ditanami kuman
4) Inkubasi pada 35°C selama 16-18 jam
5) Diukur zona daya hambat yang ada pada media Muller Hitton Agar
6) Dicocokan hasil pengukuran zona daya hambat dengan table disk
antibiotik
d. Metode Dilusi
Cara Tabung :
1) Dibuat suspensi antibiotika dengan kadar tertentu
2) Dimasukkan 1 ml suspensi kuman kedalam tubung reaksi yang telah
berisi larutan antibiotika
3) Inkubasi pada suhu 35°C selama 16 – 18 jam
4) Diukur konsentrasi terendah antibiotiK yang menghambat
pertumbuhan kuman
Cara Vitek :
1) Disiapkan saline steril 3ml dalam tabung
2) Dimasukkan inokulum kuman pada tabung tersebut
3) Standarisasi kekeruhan dengan densichek 0,5 – 0,63 McF
4) Dimasukkan suspensi sebanyak 145ul untuk AST-GN dan sebanyak
280ul untuk AST-GP
5) Dimasukkan selang ID pada tabung dan letakkan pad arak pembacaan
6) Dimasukan data dengan sistim barcode
7) Loading pembacaan pada alat
8) Hasil akan tercetak saat hasil AST selesai
9) Pola hasil reaksi biokimia dapat dilihat pada menu hasil di computer
10) Hasil MIC dilaporkan sebagai S-I-R sesuai dengan standar interpretasi
CLSI berdasarkan breakpoint yang sesuai

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya


invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Bakteri patogen yang
biasanya dijumpai pada penderita ISK diantaranya yaitu
Escherichia coli, Klebsiella sp., Proteus sp., Enterococcus sp.,
Staphylococcus aureus, Enterobacter sp., Pseudomonas
aerogenosa dan khas sehingga cara identifikasinya juga berbeda.

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis


yaitu urinalisis, kultur maupun uji sensitifitas. Dalam hal ini tugas
seorang ATLM adalah melakukan identifikasi dengan benar.
Dimulai dari tahap pra analitik yaitu pengambilan bahan urine
dan preparasinya, tahap analitik yaitu kultur dan identifikasinya
hingga uji sensitifitas. Tak terlupa juga pelaporan hasil sebagai
tahap pasca analitik.

B. Saran

Meningkatkan kebersihan pada diri tiap-tiap individu


sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi bakteri secara
umum, salah satunya ISK. ATLM agar memperbanyak referensi
tentang ISK mengingat ilmu pengetahuan akan terus
berkembang.

33
34
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, R. 2017. Keberadaan Bakteri Escherichia coli di Kawasan Wisata Pantai
Tanjung Bayang dan Akkarena Kota Makassar. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Unversitas Hasanudin: Makassar.
Alhazmi, Alaa. 2015. Pseudomonas aeruginosa – Pathogenesis and Pathogenic
Mechanisms. Jurnal Biologi Vol. 7 No. 2 2015.
Arshad, M. & Seed P.C. 2015. Urinary tract infections in the infant. Clin
Perinatol, 42:17–28.
Brusch J.L., Cunha B.A., Tessier J.M., Bavaro M.F. 2016. Cystitis in Females.
Drugs and Diseases.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2011. Ambulatory Medical
Care Utilization Estimates for 2007. Edisi 13. U.S. Department Of Health
And Human Services. Washington.
Connie. 2011. Textbook of Diagnostic Microbiologi. fourth edition.W.B. Saunder
company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2014. Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia. Depkes RI. Jakarta.
Eloise, M., Marie N., Chantal A., Frieder, L., Becker. 2019. High prevalence of
ESBL-producing Klebsiella pneumoniae in clinical samples from central.
Côte d’Ivoire.
Erkmen, O & Bozoglu, T. F. 2016. Food Microbiology Principles into Practice.
USA: WILEY.
Gnanamani, A., Hariharan P., & Satyaseela M. P. 2017. Staphylococcus aureus:
Overview of Bacteriology, Clinical Diseases, Epidemiology, Antibiotic
Resistance and Therapeutic Approach. INTECH.
Grabe, M., Bartoletti, R., Bjerklund, J. 2016. Guidelines on Urological Infections.
Europa : European Association of Urology
Harseneo. 2016. Daya Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok (Spon
diasdulcis Forst). Terhadap Bakteri Enterococcus feacalis. Conservative
Dentistry Journal. Fakultas Kedokteran Gigi. Univeersitas Airlangga. Vol.6
No.2 Juli-Desember 2016: 52-58. Surabaya.
Ijong FG, 2015. Mikrobiologi Perikanan dan Kelautan. Jakarta (ID): Rineka
Cipta.
Imaniah, B.A. 2015, Peta Kuman dan Resistensinya terhadap Antibiotika pada
Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSUD Dr. Moewardi Tahun
2014. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jawetz, M., & Adelberg. 2016. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 25. Jakarta : EGC.
Jawetz, Melnick, Adelberg. 2014. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta :
EGC Medical Book.

29
Jawetz., Melnick., & Adelberg’s. 2013. Normal flora of the intestinal tract
in normal microbial flora of the human body.
Karimela, E. J., Ijong, F. G., Dien H. A., 2017. Karakteristik Staphylococcus
aureus yang di Isolasi dari Ikan Asap Pinekuhe Hasil Olahan Tradisional
Kabupaten Sangihe. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(1).
Leboffe M.J., & Pierre B.E. 2011. A Photographic Atlas for the Microbiology
Laboratory. Morton Publishing Company.
Locke T, Keat S, Walker A, Mackinnon R. 2013. Microbiology and Infectious
Diseases on The Move. Jakarta (ID): Penerbit Indeks.
Mahmut, D., & Halil, K. 2019. Uropathogens and antibiotic resistance in the
community and hospital-induced urinary tract infected children.
Nurdin dan Mieke Hemiawati. 2013. Peran Enterococcus faecalis Terhadap
Persistensi Ifeksi SaluranAkar. Bagian Oral Biologi Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Padjadjaran.
Prabowo, F.I & Habib I. 2012. Identifikasi Pola Kepekaan dan Jenis Bakteri pada
Pasien Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Mutiara Medika, 12(9), 93-101.
Qudsi M.C.D., Sudjari,Rahayu I. S. 2015 Perbandingan Efektivitas Kitosan (2-
Acetamido-2-Deoxy-D-Glucopyranose) dan Nano Kitosan terhadap
Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis secara In Vitro. Tesis.
Unversitas Brawijaya.
Sulviana, A Wahyu, Puspawati, Nony, Rukmana, Rizal Maarif. 2017. Identifikasi
Pseudomonas aeruginosa dan Uji Sensitivitas Terhadap Antibiotik dari
Sampel Pus Infeksi Luka Operasi di RSUD Dr. Moewardi. Jurnal
Biomedika Vol. 10 No. 02, September 2017.
Toelle NN, and Viktor L. 2014. Identification and characteristics of
Staphylococcus sp. and Streptococcus sp. infection of ovary in commercial
layers. Jurnal Ilmu Ternak. 1(7): 32-37.
Tong, S. Y. C., Davis, J. S., Eichenberger, E., Holland, T. L., Fowler, V. G. 2015.
Staphylococcus aureus Infections: Epidemiology, Pathophysiology, Clinical
Manifestations, and Management. Clin Microbiol Rev
doi:10.1128/CMR.00134-14.
Widianingsih, & Marcos. 2018.Identifikasi Isolasi Eschericia coli pada Urine
Pasien Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. AL-
KAUNIYAH; Journal of Biology, 11(2), 2018, 99-108.
Wilianti, N.P. 2009. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam Di Rsup Dr.Kariadi
Semarang Tahun 2008. KTI. Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro.Semarang.

30

Anda mungkin juga menyukai