Anda di halaman 1dari 25

PROFIL POLARISASI MAKROFAG PADA PENDERITA

TUBERCULOSIS dengan KOINFEKSI COVID-19

PRA PROPOSAL TESIS

OLEH

ZULFIKRAN MOH. RIZKI AZIS

NIM 092024353001

IMUNOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu

permasalahan kesehatan di dunia. Secara geografis, sebagian besar kasus

tuberkulosis pada tahun 2018 diketahui menduduki wilayah Asia Tenggara (44%),

Afrika (24%) dan Pasifik Barat (18%), dengan persentase lebih kecil di

Mediterania Timur (8%), Amerika (3%) dan Eropa (3%). Delapan negara

menyumbang dua pertiga dari total dunia yaitu India (27%), Cina (9%), Indonesia

(8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%) dan Afrika

Selatan (3%) (WHO, 2019).

Indonesia menduduki posisi ketiga terbesar di dunia setelah India dan Cina.

Jumlah kasus baru tuberkulosis di Indonesia mencapai 511 ribu kasus. Penderita

tuberkulosis tersebut terdiri atas 294 ribu laki-laki, 217 ribu perempuan. Kasus

terbanyak yaitu berada di wilayah Jawa Barat yang mencapai 99 ribu kasus,

diikuti wilayah Jawa Tengah yang mencapai 67 ribu kasus, dan di posisi ketiga

yaitu di wilayah Jawa Timur yang mencapai 56 ribu kasus (Kemenkes RI, 2018).

Belum selesai dengan masalah ini, Dunia dikejutkan dengan penemuan

kasus pneumonia atau infeksi paru-paru yang belum diketahui penyebab pastinya

di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada akhir Desember 2019 dan meluas

hingga ke negara-negara di seluruh dunia. Di ketahui penyebabnya yaitu oleh

7
coronavirus jenis betacoronavirus tipe baru yang dikenal dengan sebutan virus

SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 dan WHO

memberikan nama penyakit dengan sebutan COVID-19 yang merupakan

singkatan dari Coronavirus bahwa COVID-19 sebagai pandemik global dan

mengancam kesehatan seluruh masyarakat pada awal Maret 2020 [CITATION

Gun20 \l 1033 ].

Orang orang dengan Tuberculosis jika tidak berobat maka, sanggat rentan

terinfeksi SARS-Cov-2, hal ini dikarenakan daya tahan tubuh dan kondisi paru

mereka mengalami penurunan, sehingga dapat berakibat memburuknya penyakit

(Yang & Lu, 2020). Salah satu sel yang berperan dalam imunitas terhadap TB dan

COVID-19 dalah sel makrofag. Seiring perkembangannya makrofag dikenal

beberapa subtipe yang dihasilkan dari polarisasi makrofag, yaitu Makrofag M1

yang berperan dalam proses inflamasi, dan makrofag M2 (M2a, M2b, M2c dan

M2d) yang berperan dalam proses, perbaikan jaringan dan bersifat antiinflamasi

(Murray, 2017).

Infeksi akut Mycobacterium (M.) tuberculosis makrofag yang berperan

adalah Makrofag M1, yang mengeluarkan mediator proinflamasi dalam jumlah

tinggi seperti TNF-α, IL-6, IL-12, CCL5, dan CXCL18. Namun seiring

berkembangnya infeksi Mycobacterium (M.) tuberculosis, terjadi perubahan

makrofag M1 ke M2 (Atri, Guerfali, & Laouini, 2018). Sedangkan pada COVID-

19, terjadi inflamasi parah yang ditandai dengan meningkatnya sitokin

proinflamasi seperti IL-6, hal ini menandakan bahwa makrofag yang berperan

adalah makrofag M1 (Otsuka & Seino, 2020).

8
Dengan peranan makrofag dalam TB dan COVID-19 maka penelitini

tetarik untuk mengamati polarisasi makrofag yang terjadi pada penyakit pada TB

dengan coinfeksi COVID-19.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana profil dari polarisasi makrofag pada penderita Tuberculosis

dengan koinfeksi COVID-19 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil polarisasi makrofag pada penderita

Tuberculosis dengan koinfeksi COVID-19.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui profil polarisasi makrofag M1 dan M2 M2a, M2b,

M2c dan M2d) pada penderita Tuberculosis dengan koinfeksi

COVID-19.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan referensi dan informasi baru

untuk polarisasi makrofag M1 dan M2 pada penderita TB dengan koinfeksi

COVID-19.

9
BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara

lain M. tuberculosis, M. africanum, M.bovis, M. Leprae, dsb. Kuman ini cepat

mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam

ditempat yang gelap dan lembab. Kuman ini dapat menimbulkan gangguan pada

saluran napas tetapi dapat menyerang organ lain (Kemenkes, 2018).

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang tipis lurus berukuran 0,4 x 3

πm. Pada medium artifisial, bentuk kokoid dan filamen terlihat dengan bentuk

morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Kuman ini

memiliki sifat tahan asam. Sifat tahan asam ini dikarenakan selubung bakteri yang

mengandung lilin, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA)

(Jawetz, et al., 2016).

Mycobacterium tuberculosis ini memiliki karakteristik yang unik karena

dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan tebal peptidoglikan yang mengandung

arabinogalaktan, lipoarabinomanan dan asam mikolat yang merupakan asam

lemak rantai panjang dengan jumlah atom karbon C78-C90, lilin, dan fosfat. M.

tuberculosis dibedakan dari sebagian besar bakteri lainnya karena bersifat patogen

dan dapat berkembang biak dalam sel fagosit hewan dan manusia. Dalam jaringan

tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Dinding sel kaya akan

lipid yang berfungsi melindungi bakteri dari proses fagolisosom, hal ini

10
menunjukkan bahwa M. tuberculosis dapat hidup pada makrofag normal yang

tidak teraktivasi (Kaihena, 2013).

2.1.2 Gejala Klinis Tuberkulosis

Menurut Setiati (2014), gejala klinis tuberculosis antara lain:

1) Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan

mencapai 40-41 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya

demam influenza ini, sehingga pasien tidak pernah terbebas dari serangan

demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2) Batuk Darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada

bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,

mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan

paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan

bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk

darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah

pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi juga dapat juga terjadi pada

ulkus dinding bronkus.

11
3) Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian dari paru-paru.

4) Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5) Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama

makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

(Setiati, 2014)

2.1.3 Penularan Tuberkulosis

Cara penularan penyakit Tuberkulosis yaitu:

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak

yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil

pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal

tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam

contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui

pemeriksaan mikroskopis langsung;

12
2. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah

65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%

sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif

adalah 17%;

3. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung

percik renik dahak yang infeksius tersebut;

4. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak;

5. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

(Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, 2015)

2.1.4 Patogenesis Tuberkulosis

Perjalanan infeksi Mycobacterium tuberculosis dimulai dari perpindahan

mikroba dari lesi jaringan organ penderita ke individu lain melalui percikan atau

droplet. Partikel droplet berukuran 2-10 µm sehingga dapat dengan mudah

bercampur dengan udara sebagai media penularan, dan dapat terhirup oleh saluran

pernafasan bronkus individu lain hingga kedalam alveoli dan tertelan oleh

makrofag alveoli (Jawetz, et al., 2016).

Setelah bakteri sampai di alveoli dapat terjadi empat kemungkinan, yaitu :

Pertama, respon host yang efektif membunuh bakteri sehingga tidak ada

13
kesempatan terjadinya tuberkulosis. Kedua, bakteri melakukan replikasi dan

tumbuh segera setelah infeksi menjadi penyakit yang disebut tuberkulosis primer.

Ketiga, bakteri menjadi dorman dan tidak terjadi penyakit, kondisi ini disebut

dengan infeksi laten. Keempat, bakteri yang sebelumnya dorman, pada suatu

ketika bisa tumbuh dan menginfeksi, keadaan ini dikenal sebagai tuberkulosis

reaktivasi (Mertaniasih et al., 2013).

Riwayat terjadinya tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu:

1. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,

sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosa bronkus, dan terus berjalan

sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai ketika bakteri

berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru-paru, yang

mengakibatkan peradangan di dalam paru, kemudian saluran limfe akan

membawa bakteri tersebut ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, pada proses ini

disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat

dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi

positif diperkirakan sekitar 6 bulan.

2. Infeksi Pasca Primer

Tahap kedua yaitu Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) yang

terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, tuberkulosis

pasca primer terjadi karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi sekunder

14
seperti infeksi virus HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis

pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya efusi pleura.

(Kaihena, 2013).

.4.2 Tinjauan Corona Disease 2019 (COVID-19)

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) merupakan infeksi penyakit yang

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV-2). SARS-

CoV-2 adalah virus jenis baru yang belum pernah ditemukan pada manusia

sebelumnya. Terdapat dua jenis coronavirus yang menyebabkan gejala ringan

hingga berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe

Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Kementerian Kesehatan RI, 2020).

.2.1 Morfologi Virus SARS-CoV

Virus corona merupakan virus yang berbentuk bulat dengan protein spike

(S) yang menonjol dari permukaan partikel virus dan memiliki materi genetik

berupa RNA rantai tunggal. Jika dilihat pada mikroskop elektron berbentuk

partikel virus SARS-CoV-2 menyerupai mahkota seperti yang dapat dilihat pada

gambar 2.3 sehingga disebut sebagai coronavirus

Gambar 2.3 Struktur Virus Korona (Shereen et al, 2020)

15
Coronavirus adalah salah satu jenis virus berselubung dengan selubung lipid

bilayer yang berasal dari membran sel inang. Virus ini memiliki diameter sekitar

50-200nm (Wang et al, 2020) dengan struktus virus yang dibentuk dari protein

struktural seperti protein spike (S), protein membrane (M), protein envelope (E)

dan protein nucleocapsid (N) serta protein hemaglutinin esterase (HE) yang

terdapat pada beberap jenis Betacoronavirus (Wang, et al 2020). Pada gambar 2.2

protein S, M dan E melekat pada selubung lipid bilayer, sedangkan protein N

berinteraksi dengan RNA dan beralokasi pada inti partiket virus yang kemudian

akan membentuk nucleocapsid (Fehr & Perlman, 2015). Protein S merupakan

protein yang terglikosilasi kuat membentuk spike homotrimetik pada permukaan

virus dan menjadi perantara untuk virus masuk kedalam sel inang. Protein pada

virus SARS-CoV-2 membentuk domain SI dan S2, protein S tetap utuh pada

partikel virus dan hanya membelah dalma vesikel endocytic selama proses

masuknya virus ke dalam sel inang (Xiao et al, 2003; Bosch et al, 2008).

.2.2 Etiologi Virus SARS-CoV-2

Coronavirus diketahui berada di tubuh manusia pada penelitian yang

dilakukan David Tyrrell dan Byone pada tahun 1960-an dan mengajak beberapa

ahli Virologi di Inggris untuk meneliti virus yang ditemukan pada manusia dan

sejumlah binatang, serta beberapa virus bahkan menular dari hewan ke manusia.

Jenis virus kemudian disebut sebagai zoonotik, nama corona berasa dari bahasa

Latin “corona” dan Yunani “korone” yang artinya mahkota atau lingkaran cahaya,

hal ini dikarenakan bentuk seperti mahkota ketika dilihat di mikroskop.

Berdasarkan penelitian beberap ahli, virus corona pada manusia dapar

menyebabkan pneumonia pada bayi dan anak-anak. Selain itu juga dapar memicu

16
asma pada anak-anak dan dewasa. Bahkan memicu infeksi saluran pernafasan

parah pada lansia. Covid-19 yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China.

Setelah dilakukan penelitian, awal kemunculan virus ini diduga berasal dari

kelelawar. Covid-19 ini disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 analisa

kelompok awal infeksi menunjukkan bahwa individu yang terinfeksi memiliki

titik penularan yang sama di pasar makanan laut Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.

Restoran di pasar ini terkenal menyediakan berbagai jenis hewan liar untuk

konsumsi manusia. Pasar Makanan Laut Cina Selatan Huanan juga menjual

hewan hidup, seperti unggas, ular, marmut dan kelelawar. Disilah dimana

kemungkinan penularan zoonosis (hewan ke manusia) terjadi. Dari pengalaman

dengan beberapa wabah yang terkait dengan virus yang muncul, patogenisitas

virus yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan penularan yang lebih rendah.

Dibandingkan dengan virus yang muncul seperti virus Ebola, unggas H7N9,

SARS-CoV, dan MERS-CoV, SARS-CoV-2 memiliki patogenisitas yang relatif

lebih rendah dan penularan sedang (Dhrma, dkk, 2020).

Pada awal diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS

dan MERS CoV, tetapi pada hasil genomik isolasi tergadap 10 pasien di dapatkan

kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan dimana terdapat virus baru dan

menunjukkan kesamaan mencapai 88% dengan bat-derived severe acute

respiratory syndrome (SARS), kedekatan dengan virus SARS-CoV adalah 79%

dan lebih jauh lagi dengan MERS-CoV 50%. Analisa filogenetik menunjukkan

COVID-19 merupakan bagian dari subgenus dan Sarbecovirus dan genus

Betacoronavirus (Lu R, et al, 2020).

.2.3 Penularan Virus SARS-CoV-2

17
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah

penyebab penyakit coronavirus 2019 (COVID-19). SARS-CoV-2 adalah virus

RNA untai tunggal sense positif dengan kecenderungan sel epitel dan sistem

pernapasan. Seperti pendahulunya, SARS-CoV, COVID-19 dapat menyebabkan

penyakit yang mengancam jiwa. Virus SARS-CoV-2 bersifat zooonis dan menular

pada hewan ke manusia, seiring perkembang data disebutkan bahwa penularan

saat ini bisa antar manusia (human to human), yaitu diprediksi melalui droplet,

kontak dengan penderita, tetesan cairan melalui batuk, bersin, makanan, miuman

dan melalui permukaan keras yang terkontaminasi, hal ini yang menyebabkan

penularan ke manusia cepat dan mempercepat penyebaran SARS-CoV-2. virus.

Hal ini sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas Kesehatan yang

merawat pasien COVID-19, pada kasus ini bahkan dikatakan peneluran terjadi

tanpa mengalami gelaja atau masih dalam inkubasi. Laporan ini mendukung

penularan antar manusia yaitu terdapat 9 laporan kasus penularan langsung antar

manusia di luar Cina yang disebabkan oleh kontak erat dengan pasien dan tidak

memiliki Riwayat perjalanan manapun (Zhou et al, 2020; Liu et al, 2019).

Beberapa ahli juga melaporkan bahwa infeksi SARS-CoV-2 terjadi pada

neonateus. SARS-CoV-2 dapat menular dari manusia ke manusia dengan masa

inkubasi virus setelah masuk tubuh sekitar 3-7 hari, bahkan hingga 14 hari (Zhu,

et al, 2020).

.2.4 Patogenesis SARS-CoV-2

Patogenitas infeksi covid-19 diawali dengan interaki protein spike virus

dengan sel manusia. Diketahui bahwa kebanyakn virus corona menginfeksi dan

menyebar antara hewan. Coronavirus menyebabkan penyakit serius dan pada

18
hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing, dan ayam. Coronavirus disebut virus

zoonosis karena virus yang ditularkan dari hewan ke manusia. Terdapat beberapa

hewan liar dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit

menular tertentu. kelelawar, tikus, musang dan unta adalah inang umum virus

corona. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama sindrom

pernafasan akut yang parah (SARS) dan sindrom pernafasan Timur Tengah

(MERS) (Indahningrum, 2020).

Coronavirus hanya dapat berkembang jika memiliki inang, tanpa memiliki

inang makan virus tidak dapat bertahan hidup analisis struktur Cryo-EM, protein

S pada SARS-CoV-2 diketahui memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap

reseptor ACE, SARS-CoV-2 menggubah reseptor angiotensin converting enzyme

2 (ACE2) yang ditemukan pada tractus repiratorius bawah manusia dan jika

dibandingkan dengan afinitas SARS-CoV pada reseptor yang sama (Wrapp et al.,

2020). Sebagai akibatnya, organ manusia seperti sel epitel alveolar paru-paru dan

enterosit usus kecil yang mengekspresikan banyak ACE2 pada manusia,

berpotensi menjadi target infeksi SARS-CoV-2 (Zou et al., 2020). ACE-2 dapat

ditemukan pada rongga mulut dan mukosa hidung serta nasofaring, paru-paru,

lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal,

otak, sel epitel alveolar, dan sel endotel. Setelah virus memasuki sel otot polos,

gen tersebut kemudian disalin dari genom RNA virus dan diterjemahkan. Selain

itu, replikasi dan transkripsi adalah virus RNA yang disintesis melalui translasi

dan perakitan kompleks replikasi virus tahap selanjutnya adalah perakitan dan

pelepasan virus (Fehr, 2015).

19
Setelah penularan, virus memasuki saluran pernapasan bagian atas dan

kemudian bereplikasi di sel epitel saluran pernapasan bagian atas (mencapai siklus

hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran pernafasan bagian bawah. Pada

infeksi akut, virus keluar dari saluran pernapasan, dan setelah sembuh, virus dapat

terus keluar di sel saluran cerna untuk jangka waktu tertentu. Masa inkubasi virus

hingga penyakit muncul adalah sekitar 3-7 hari (KemenKes, 2020).

.4.2 Tinjauan Makrofag

Makrofag diidentifikasi untuk pertama kalinya oleh Metchnikoff pada tahun

1883, ketika sel mononuklear fagositik diamati mampu membunuh bakteri .

Setelah itu, aktivasi makrofag diperkenalkan oleh Mackaness pada awal 1960-an,

yang meneliti tentang respon host terhadap infeksi Listeria. Selanjutnya, aktivasi

makrofag dikaitkan dengan sel T helper, tipe1 (Th1), untuk pertama kalinya oleh

Nathan, menunjukkan bahwa, makrofag berperan terhadap efek anti mikroba

dengan menginduksi dan memproduksi interferon-gamma (IFN-γ) dan respon Th1

(Benetedo et al, 2019).

Sel makrofag termasuk dalam fagosit ketika dalam jaringan menunjukkan

berbagai penampilan yang berbeda . sel ini berasal dari monosit ketika masih

beredar dalam darah. Monosit berukuran besar dengan sebuah inti bulat, dalam

sisitem imun makrofag memeiliki dua emampuan utama, yaitu berperan sebagai

efektor dalam respon imun alami seluler dengan fagositosisnya, dan sabagai sel

penyaji kepada limfosit Th dalam rangka pengenalan epitop pada respon imun

adaptif humoral (Subowo, 2014).

20
Makrofag dalam darah dapat diaktivasi oleh berbagai stimulan atau

“aktivator” termasuk mikroba dan produknya, kompleks antigen dan antibodi,

inflamasi, limfosit T yang teraktivasi, sitokin dan cedera. Makrofag yang

teraktivasi mengalami peningkatan jumlah lisosom dan menghasilkan serta

melepaskan interleukin I (IL-1), yang mempunyai jangkauan luas dalam aktivitas

inflamasi. IL-1 berperan dalam menimbulkan demam dan aktivasi sel limfoid,

yang mengakibatkan pelepasan sitokin lainnya (Jawetz et al, 2016).

.4.2 Karakteristik Makrofag

Secara histologis makrofag memiliki bentuk yang ameboid atau bentuknya

tidak tetap, serta memiliki inti sel yang relatif besar. Plasma sel makrofag tidak

mengandung granula atau agranulosit. Ukuran sel makrofag yaitu ± 9-12 μm.

Makrofag memiliki ciri morfologis dengan spektrum luas berdasarkan keadaan

aktifitas fungsional dan jaringan yang dihuni. Makrofag dapat terfiksasi atau

mengembara. Makrofag dapat bergerak dengan mempergunakan gerakan

amuboid, gerakan amuboid ini juga terjadi jika ada rangsangan. Dengan

mikroskop elektron terlihat permukaan makrofag tidak teratur, kaki palsu yang

terjulur ke segala arah. Membran plasma berlipat-lipat dan mengandung tonjolan

dan lekukan (Pohan, 2012).

Makrofag jaringan menunjukkan profil dan karakteristik transkripsi

tertentu tergantung pada jaringan spesifik tempat makrofag berada, seperti sel-sel

mikroglial di otak, sel-sel Kupffer di hati, makrofag alveolar di paru-paru,

osteoklas di tulang dan makrofag red-pulp di limpa. Dimungkinkan untuk

mengenali makrofag "prenatal" dan "postnatal". Yang pertama, makrofag

21
sederhana, muncul di yolk sac sekitar hari ke-7 embrio dan menyebar setelah

pembentukan sirkulasi darah, di seluruh jaringan embrionik. Makrofag ini

dipertahankan secara kuantitatif melalui umur makrofag yang panjang dan / atau

pemebentukan makrofag seara terbatas. Makrofag-makrofag “post-natal” terutama

berasal dari sirkulasi monosit, yang dapat menimbulkan makrofag yang tinggal

dalam jaringan yang relatif berumur pendek dan tidak dapat memperbarui diri

sendiri. Pada waktu peradangan monosit dikerahkan pada lokasi radang dan

jaringan limfoid dan berubah menjadi magrofag yang memainkan peran penting

pada proses awal dan penyembuhan inflamasi (Benetedo et al, 2019).

.4.2 Tinjauan Polariasi Makrofag

Perbedaan jenis makrofag yang berbeda dijelaskan, berdasarkan pada

produksi molekul spesifik, ekspresi marker permukaan sel, dan aktivitas biologis.

Makrofag terpolarisasi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok utama:

makrofag aktif klasik (M1), yang mendorong respon proinflamasi, dan makrofag

aktif alternatif (M2), yang mengontrol regulasi kekebalan tubuh dan remodeling

jaringan. Makrofag M2 dapat lebih lanjut diklasifikasikan dalam M2a, M2b, M2c

dan M2d berdasarkan perubahan transkripsi yang dihasilkan setelah paparan

rangsangan yang berbeda.

Polarisasi bergantung pada stimulasi mengontrol fungsi dan fenotipe

makrofag tertentu:

 ketika terpapar rangsangan M1, makrofag memperoleh fenotip proinflamasi,

mengaktifkan dan memproduksi molekul proinflamasi.

 ketika terkena rangsangan M2, makrofag memperoleh fenotip antiinflamasi,

reseptor mannose yang diekspresikan berlebihan, bertanggung jawab untuk

22
meningkatkan pembersihan ligan manosilasi, ekspresi berlebih dari

histokompatibilitas kompleks tipe II (MHC II) dan pengurangan produksi

sitokin pro-inflamasi.

Atas dasar ini, paradigma M1 / M2 makrofag diusulkan, mengidentifikasi

dua fenotip tahap akhir dengan fungsi yang berlawanan. Baru-baru ini, paradigma

ini telah direvisi, mendukung gagasan bahwa, ada rangkaian fenotip antara antara

dua tahap akhir yang tampak berlawanan (Di Benedetto, Ruscitti, Vadasz, Toubi,

& Giacomelli, 2019)

.4.2 Makrofag M1 pro-inflamasi

Makrofag berdiferensiasi menjadi tipe M1, ketika distimulasi dengan

rangsangan M1, yang dikelompokkan sesuai dengan kemampuannya untuk

menginduksi respon inflamasi. Tiga rangsangan utama M1 yaitu, termasuk IFN-γ,

bagian utama dari profil patogen seperti lipopolysaccharide (LPS), dan GM-CSF.

Baru-baru ini, ditemukan rangsangan lain dalam menginduksi sifat pro-inflamasi

seperti tumor necrosis factor (TNF), IL-1β dan IL-6. Menariknya, meskipun

fenotip pro-inflamasi yang dihasilkan sama namun ditunjukkan.adanya sumber

yang berbeda, peran dan jalur pensinyalan dari rangsangan M1. Faktanya, IFN-γ

mengendalikan reseptor sitokin (CSF2RB, reseptor alfa-15, IL2RA, dan IL-6R),

marker aktivasi sel (CD36, CD38, CD69, dan CD97), dan molekul adhesi sel

(molekul adhesi antar sel 1 [ ICAM1], integrin alpha L [ITGAL], ITGA4,

ITGbeta-7 [B7], musin 1 [MUC1], dan ST6 beta-galactosamide alpha-2,6

sialyltranferase 1 [SIAT1]). LPS mengaktifkan inflammasom, dengan mekanisme,

yang berrgantung atau tidak bergantung pada toll-like receptor-4 (TLR-4). GM-

CSF menginduksi IL-6, IL-8, G-CSF, M-CSF, TNF, IL-1b, CD14, Fc fragmen

23
IgG, afinitas tinggi Ia (FCgR1A) dan subfamili reseptor nuclear 1, grup H,

anggota 3 [NR1H3]). Secara klasik, makrofag M1 proinflamasi mensekresi

sejumlah sitokin, termasuk TNF, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-23 dan juga kemokin,

termasuk CCL5, CCL8, CCL8, CXCL12, CXCL4. Selanjutnya, makrofag M1

menghasilkan nitrit oksida (NO), melalui peningkatan sintesis oksida nitrat sintase

(iNOS). Makrofag M1 juga dapat berkontribusi pada pembongkaran jaringan dan

aktivitas tumoricidal, mendorong respon imun Th1. Atas dasar ini, aktivasi

berlebihan sel M1 dinyatakan terlibat dalam mekanisme patogenik dari beberapa

penyakit inflamasi, autoimun dan kronis, termasuk RA, penyakit Crohn, Diabetes,

Multiple Sclerosis, dan Autoimun Hepatitis (Murray, 2017)

.4.2 M2 Makrofag anti-inflamasi

Makrofag berdiferensiasi menjadi tipe M2, ketika distimulasi dengan

rangsangan M2, yang dikelompokkan terutama karena kemampuannya yang

berawanan dengan respon inflamasi. Kelompok rangsangan ini mencakup

molekul yang sangat berbeda dan menjangkau empat tingkat respons dan, pada

kenyataannya, makrofag M2 diklasifikasi menjadi 4 subtipe, termasuk M2a, M2b,

M2c, dan M2d. Sel-sel ini selanjutnya dikenali berdasarkan marker ekspresi:

CD200R, CD206, CD163, arginase-1, STAT-3 dan IL-10. Makrofag M2b

dipolarisasi oleh kompleks imun gabungan yang memahami TLR dan / atau

agonis reseptor IL-1, mereka memainkan aktivitas imunoregulatori, meskipun

polarisasi M2b dapat meningkatkan persistensi infeksi. Makrofag M2c diinduksi

oleh glukokortikoid dan mentransformasikan transforming growth factor beta

(TGF-β), ini disebut makrofag yang tidak aktif; mereka melepaskan sejumlah

besar IL-10 dan pro-fibrotik TGF-β, memainkan fagositosis sel apoptosis yang

24
efisien. Makrofag M2d diaktifkan sebagai respons terhadap agonis IL-6 dan A2

reseptor adenosin (A2R), mereka dicirikan oleh IL-10, TGF-β dan vascular

endothelial growth factor (VEGF) serta produksi IL-12, TNF dan IL1β yang

rendah. Dengan mengikuti semua pengamatan ini, M2 macrophages biasanya

berperan sebagai gerakan anti-inflamasi dan kekebalan tubuh dan imunisasi serta

aktivasi mereka diinduksi parasit, sel fungal, kompleks kekebalan, kompleks, sel

apoptotik dan reaksi alergis. Mereka ditandai oleh kapasitas fagositosis tinggi,

mengeluarkan komponen matriks ekstraseluler (ECM), faktor angiogenik dan

kemotaksis dan mempromosikan penyembuhan luka. Makrofag M2 juga ditandai

oleh produksi sitokin anti inflamasi dan regulasi, seperti IL-4, IL-33, IL-10,

antagonis reseptor IL-1 (IL-1RA) dan TGF-β. Menariknya, produksi TGF-β

adalah salah satu fungsi paling penting untuk pengembangan fenotipe M2 dan

aktivitasnya, menahan produksi NO dan mempromosikan diferensiasi sel Treg,

melalui jalur pensinyalan TGF-β / SMAD (Di Benedetto et al., 2019).

Gambar 1. Klasifikasi dan polarisasi makrofag. (Di Benedetto et al., 2019)

25
26
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Infeksi Tuberculosis

27
 Infeksi Paru Rentan terhadap
 Daya tahan tubuh infeksi SARS-Cov-2
menurun

Aktivasi jalur Aktivasi jalur


klasik pada infeksi alternatif
akut

M0 ke M1
M0 ke M1 Proinflamasi
Proinflamasi

Infeksi kronis
aktivasi jalur Profil Polarisasi
alternatif M1 dan M2 (M2a,
M2b, M2c, dan
M2d) pada TB
M0 Ke m2 koinfeksi COVID-
Anti inflamasi 19

Keterangan :
Di teliti
Tidak diteliti

28
B. Narasi Kerangka Konsep

Pada infeksi TB, penderitanya akan mengalami infeksi paru dan daya tahan

tubuh yang menurun, akan rentan terinfeksi COVID-19. Pada awal infeksi

penderita TB akan mengalami infeksi akut, yang menyebabkan aktivasi jalur

klasik dan mendorong polarisasi makrofag M0 menjadi makrofag M1 yang

bersifat pro inflamasi, namun untuk menghidari mekanisme ini Mycobacterium

tuberculosis akan menghasilkan polarisasi menjadi makrofag M2 yang bersifat

anti inflamasi dan menjadi infeksi kronis. Pada infeksi SARS-Cov-2 terjadi

aktivasi jalur klasik dan mendorong polarisasi makrofag M0 menjadi makrofag

M1 yang bersifat pro inflamasi, perbedaan polarisasi pada kedua penyakit ini

menarik peneliti untuk meneliti profil polariasi makrofag M1 dan M2 (M2a, M2b,

M2c dan M2d) pada TB koinfeksi COVID-19

29
DAFTAR PUSTAKAXAtri, C., Guerfali, F. Z., & Laouini, D. (2018). Role of
human macrophage polarization in inflammation during infectious diseases.
International Journal of Molecular Sciences, 19(6).
https://doi.org/10.3390/ijms19061801
Bacteria, I. (n.d.). SELECTED MEDICALLY IMPORTANT MICROORGANISMS.
Depkes RI. (2018). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian
Kesehatan RI, 1.
Di Benedetto, P., Ruscitti, P., Vadasz, Z., Toubi, E., & Giacomelli, R. (2019).
Macrophages with regulatory functions, a possible new therapeutic
perspective in autoimmune diseases. Autoimmunity Reviews, 18(10), 102369.
https://doi.org/10.1016/j.autrev.2019.102369
Kementerian Kesehatan RI. (2020). PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
Murray, P. J. (2017). Macrophage Polarization. Annual Review of Physiology, 79,
541–566. https://doi.org/10.1146/annurev-physiol-022516-034339
Otsuka, R., & Seino, K. I. (2020). Macrophage activation syndrome and COVID-
19. Inflammation and Regeneration, 40(1). https://doi.org/10.1186/s41232-
020-00131-w
Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri. (2015). Panduan Pengendalian
Tuberkulosis (TB) dengan Strategy Directly Observed Treatment Shortcouse
(DOTS) di Fasilitas Kesehatan POLRI. Buku, 36.

30

Anda mungkin juga menyukai