Mycobacterium leprae
2020
1
A. Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae (Filum Actinobacteria) adalah agen penyebab
kusta dan masih merupakan masalah serius di Asia dan Afrika. M. leprae
adalah parasit intraseluler. Setelah dicerna oleh makrofag, ia bertahan dengan
menekan aktivitas defensif sel secara kimia (Mahon et al., 2015), bakteri ini
berukuran 0.2 to 0.6 X 1 to 10 µm, tiak berspora, non motile.
B. Penyakit Kusta
Penyakit kusta (Morbus hansen) adalah suatu penyakit infeksi menahun
akibat bakteri tahan asam yaitu Mycobacterium leprae yang secara primer
menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ
lainnya. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular dan bersifat
kronik. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat dan terjadi pada kulit dan saraf tepi. Kuman
Mycobacterium leprae pertama kali menyerang pada syaraf perifer, yang
kemudian mengenai kulit dan mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
retikulo endotel penderita, mata, otot, tulang dan testis. Masa inkubasi kusta
bervriasi antara 40 hari sampai 40 tahun, dengan rata-rata inkubasi 3-5 tahun.
Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2-3
minggu. Di luar tubuh manusia (kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan
sampai 9 hari (Hadi & Kumalasari, 2017).
Dua bentuk kusta yang khas diketahui terjadi, yaitu kusta lepromatosa
dan kusta tuberkuloid. Pada kusta lepromatosa, bentuk penyakit yang lebih
menular, pada penyakit ini respons imun inang ditekan, diikuti oleh
proliferasi organisme yang cepat, cacat parah, dan hilangnya fungsi saraf.
Pada kusta tuberkuloid, respons imun host yang kuat menghasilkan
pembentukan granuloma pada wajah, batang tubuh, dan ekstremitas (Mahon
et al., 2015).
C. Tanda dan Gejala Penyakit Leprae
Penyakit kusta sangat ditakuti karena dapat menimbulkan cacat tubuh,
tetapi gejalanya tidak selalu kelihatan. Harus diwaspadai apabila mempunyai
luka yang tidak kunjung sembuh dan tidak sakit ketika ditekan. Tanda gejala
tahap awal yang muncul adalah berupa kelainan warna kulit. Biasanya terjadi
hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan eritematosa. Gejala-gejala yang tampak
dari penderita digunakan untuk menegakkan diagnosa. Menurut WHO,
kriteria untuk penegakan diagnosis kusta ada tiga, yaitu ( Dogra et al., 2013.):
1. Lesi kulit yang berupa bercak hipopigmentasi atau lesi kulit kemerahan
dengan berkurangnya sensasi berbatas tegas.
4
d. Lepromatosa ( L )
Kelainan kulit berupa bercak-bercak tebal dan difus, bentuk
tidak jelas, berbentuk bintil-bintil (nodule), makula tipis di
seluruh badan dan simetris. Tipe Lepromatous memberikan hasil
positif pada pemeriksaan bakteriologis, infiltrasi pada lesi kulit
dapat dijumpai pada jumlah banyak atau sedikit, dan negatif pada
pemeriksaan terhadap lepromin (Northern, 2010).
2. Klasifikasi menurut WHO pada tahun 1982 yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1997 :
Bedasarkana klasifikasi WHO, Penyakit kusta dibagi dua, yaitu
Paucibacillary (PB) dan Multi Bacillary (MB). Klasifikasi dari WHO
tersebut digunakan untuk memudahkan petugas lapangan dan
berdasarkan dari jumlah lesi kulit, yaitu kusta tipe MB terdiri atas lebih
dari 5 lesi kulit serta PB lesi tunggal (single lession paucibacillary atau
SLPB), dan PB dua hingga lima lesi kulit. Apabila didapatkan hasil IB
(Indeks Bakteri) yang positif diklasifikasikan menjadi tipe MB tanpa
memandang jumlah lesi (Hadi & Kumalasari, 2017).
Gambar 2. Paucibacillary
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam
(BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate), TT
(tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid) menurut kriteria Ridley
dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit.
Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular.
6
DAFTAR PUSTAKA
14