Dosen Pembimbing:
Ns. Nina Gartika, M. Kep
disusun oleh:
Lulu Lutfiah
302017043
Mycobacterium Leprae
Droplet infection /
kontak dengan kulit
Sist.Imun Sel
Fagositosis
Pembentukan tuberkel
Tn. W, 49 tahun, berobat ke RSUD Kota Bandung dengan keluhan muncul bercak baal
berwarna putih kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh yang
didirasakan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit pasien sulit makan sehingga badan terasa lemas.
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam, mengancing baju, ke kamar mandi, makan
dan lain-lain meskipun badan terasa lemah untuk melakukan aktivitas, tetapi saat
menggunakan sendal jepit sering terlepas. 4 hari sebelum masuk RS kondisi pasien
memburuk. Badan pasien terasa sangat lemas sehingga tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri. Oleh karena itu keluarga pasien membawa pasien ke
Puskesmas kemudian di rujuk ke rumah sakit.
Awalnya keluhan pertama kali muncul pada 2 tahun yang lalu berupa bercak berbentuk
bulat, berwarna sedikit kemerahan di wajah. Bercak yang muncul tidak gatal, panas
ataupun baal. Namun seiring dengan perjalanan penyakit pasien merasa kedua telapak
kaki mulai terasa baal, memakai sendal sering terlepas. 1 bulan kemudian keluhan
semakin bertambah parah sehingga pasien di bawa ke RSHS dan di diagnosis kusta serta
mendapatkan pengobatan untuk penyakit kusta.
Pasien menjalani pengobatan selama 8 bulan, setelah meminum obat tersebut pasien
mengalami perbaikan, bercak pada wajah dan seluruh badan mulai membaik tetapi baal
pada kedua telapak kaki tetap ada.
Pasien mengalami putus obat selama 18 bulan dan tidak mengkonsumsi obat apapun
kemudian 4 bulan sebelum masuk rumah sakit muncul bercak baal berwarna putih dan
bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh. Pasien merasakan baal pada kedua
kaki dan tangan.
Hasil pemeriksaan fisik kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84
x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit. Sklera ikterik (+/+), konjuntiva
anemis (+/+), pada supersilia terdapat madarosis (+/+), pada auricula infiltrat eritematosa
(+/+). Pemeriksaan thorax didapatkan normothorax, simetris, abdomen datar. Pada
pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan atrofi otot-otot intrinsik pada kanan dan kiri.
Pada ekstremitas inferior terdapat atrofi pada otot-otot intrinsik disertai anestesi pada
kanan dan kiri. Pemeriksaan sensoris pada wajah tidak terdapat perbedaan pada wajah
bagian kanan maupun kiri. Terdapat pembesaran pada nervus auricularis magnus kanan
dan kiri yang disertai dengan nyeri tekan, pembesaran nervus peroneus communis kanan
dan kiri yang disertai dengan nyeri tekan. Sistem integument pada regio generalisata
terdapat macula hingga plak hipopigmentasi hiperpigmentasi ukuran plakat multipel
difus dengan skuama (Gambar).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 2,9 gr/dl, leukosit 15.500/ L,
trombosit 665.000/ L, SGOT 50U/L, SGPT 19 U/L, ureum 55 mg/dL, kreatinin 1,20
mg/dL. Pemeriksaan Bakterioskopik pada cuping telinga kanan BTA +1, cuping telinga
kiri BTA +1, lesi aktif pada jari tangan kanan BTA +1, lesi aktif pada jari tangan kiri
BTA+1, lesi aktif pada tungkai kanan bawah BTA +1, lesi aktif pada tungkai kiri bawah
BTA +1.
Diagnosis pasien ini adalah Morbus Hansen tipe lepromatosa dengan neuritis akut dan
cacat derajat dua. Penatalaksanaan berupa pemberian Multidrug Therapy (MDT) tipe
multibasilar selama 12-18 bulan. MDT-MB terdiri dari obat yaitu hari 1 rifamfisin 600
mg/bulan, klofazimin 300 mg/bulan dan dapson 100 mg/bulan. Selanjutnya hari 2-28 obat
berisi klofazimin 50 mg/hari dan dapson 100 mg/hari. Selain itu pasien juga diberikan
metilprednisolon 32 mg/hari dengan dosis 2 kali sehari dan vitamin B1, B6 dan B12 1
kali sehari. Pada pasien juga diberikan antibiotik berupa ceftriaxone intravena 1g/12 jam
dan transfusi Packed Red Cell (PRC) sebanyak 1400 ml
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W 49 TAHUN DENGAN MASALAH MORBUS
HANSEN DI RUANG VIP RSUD KOTA BANDUNG
a. Nama : Ny. T
b. Alamat : Jl. Batununggal
c. Hubungan dengan klien : Istri
d. No tlpn : 082222******
3. Riwayat Kesehatan Klien a. Keluhan Utama
Keluhan muncul bercak baal berwarna putih kehitaman dan bersisik yang
menyebar pada hampir seluruh tubuh
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. W, 49 tahun, berobat ke RSUD Kota Bandung dengan keluhan muncul
bercak baal berwarna putih kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir
seluruh tubuh, Badan pasien terasa sangat lemas sehingga tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Oleh karena itu keluarga pasien
membawa pasien ke Puskesmas kemudian di rujuk ke rumah sakit.
• Frekuensi
• Porsi
• Keluhan
Perawatan gigi
Perawatan rambut
Ketergantungan
Keluhan/gangguan
b. Pemeriksaan Antropometri
1) BB (berat badan) : Tidak terkaji
2) TB (tinggi badan) : Tidak terkaji
3) BMI (Body Max Index) : Tidak terkaji
4) LLA (Lingkar : Tidak terkaji
Lengan
Atas)
c. Pengkajian Persistem
a. Sistem Pernafasan
RR 22x/menit (kaji adanya adanya cuping hidung, pengembangan dada,
mukosa hidung. Palpasi dilakukan vocal premitus getaran antara dinding
dada kanan dan kiri sama. Auskultasi suara napas pasien.)
b. Sistem Kardiovaskular
TD: 110/80 mmHg, N: 84 x/menit, konjungtiva anemis (+/+) (Kaji adanya
peningkatan JVP, suara bunyi jantung S1, S2, S3, S4, ada tidaknya
kardiomegaly pada pasien)
c. Sistem Pencernaan
Tidak terkaji (kaji adanya adapun yang perlu dikaji meliputi; ada tidaknya
penurunan nafsu makan, inspeksi abdomen, mukosa bibir, palpasi dan
palpasi abdomen pada ke empat kuadran, auskultasi suara
BU)
d. Sistem Endokrin
Data yang harus ditambahkan seperti kaji apakah klien suka berkeringat
dimalam hari atau tisak, kaji adanya pembengkakan kelejar limfe dan
tiroid, auskultasi suara bruit di leher.
e. Sistem Perkemihan
Data yag harus ditambahkan yaitu tidak ada gangguan nyeri buang air
kecil harus dikaji pakai kateter/diapers, lihat area genital dan orofisium
uretra externa, warna urin, jumlah urin, karakteristi urin, adanya nyeri
tekan, teraba distensi kandung kemih/tidak, palpasi ginjal)
f. Sistem Persarafan
1. Kesadaran dan orientasi : compos mentis
2. Nilai GCS : 15 (E4M6V5)
3. Memori : Tidak terkaji
4. Tes fungsi saraf otak
1. Nervus Olfaktori (N.I)
Fungsi: Sebagai sensorik, untuk penciuman
2. Nervus Optikus (N.II)
Fungsi: supersilia terdapat madarosis (+/+), Sklera ikterik (+/+).
3. Nervus Okulomotoris (N.III)
Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata ke atas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler
4. Nervus Trochlearis (N.IV)
Fungsi: Saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
5. Nervus Trigeminus (N.V)
Fungsi: Saraf motorik, untuk gerakan mengunyah, sensai wajah, lidah
dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip
6. Nervuus Abdusen (N.VI)
Fungsi: Saraf motorik, deviasi mata ke lateral
7. Nervus Fasialis (N.VII)
Fungsi: Saraf motorik, untuk ekspresi wajah
8. Nervus Verstibulocohlearis (N.VIII)
Fungsi: Saraf sensorik, untuk pendengaran dan keseimbangan
9. Nervus Glosofaringeus (N.IX)
Fungsi: Saraf dan motorik, untuk sensari rasa
10. Nervus Vagus (N.X)
Fungsi: Saraf sensorik dan motorik refleks muntah dan menelan
11. Nervus Asesoris (N.XI)
Fungsi: Saraf motorik, untuk menggerakan sendi bahu dan siku nyeri
12. Nervus Hipoglosus (N.XII)
Fungsi: Saraf motorik, untuk gerakan lidah
g. Sistem muskuloskeletal
Pasien merasakan baal pada kedua kaki dan tangan. didapatkan atrofi otot-
otot intrinsik pada kanan dan kiri. Pada ekstremitas inferior terdapat atrofi
pada otot-otot intrinsik disertai anestesi pada kanan dan kiri.
h. Sistem Integumen
Auricula infiltrat eritematosa (+/+). Muncul bercak baal berwarna putih
kehitaman dan bersisik yang menyebar pada hampir seluruh tubuh, pada
regio generalisata terdapat macula hingga plak hipopigmentasi
hiperpigmentasi ukuran plakat multipel difus dengan skuama, cuping
telinga kanan BTA +1, cuping telinga kiri BTA +1, lesi aktif pada jari
tangan kanan BTA +1, lesi aktif pada jari tangan kiri BTA+1, lesi aktif
pada tungkai kanan bawah BTA +1, lesi aktif pada tungkai kiri bawah
BTA +1.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Thorax
Kesan: didapatkan normothorax, simetris, abdomen datar.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Hasil Rujukan Interpretasi
Pemeriksaan
Hemoglobin 2,9 gr/dl 13,0 – 16,0 g/dL Rendah
c. Pemeriksaan Bakterioskopik
JENIS PEMERIKSAAN HASIL
pada cuping telinga kanan BTA +1
cuping telinga kiri BTA +1
lesi aktif pada jari tangan kanan BTA +1
lesi aktif pada jari tangan kiri BTA+1
lesi aktif pada tungkai kanan bawah BTA +1
lesi aktif pada tungkai kiri bawah. BTA +1
d. Program Terapi
Nama Obat Dosis dan Indikasi
Lama
pemberian
Multidrug Therapy 12-18 bulan MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat
(MDT) tipe antilepra dimana salah satunya adalah rifampicin
multibasilar yang merupakan obat bakterisidal kuat. Obat
antilepra selain rifampicin bersifat bakteriostatik
yaitu menghambat pertumbuhan bakteri.
Pengobatan MDT tidak mengobati kecacatan yang
sudah terjadi. Pengobatan MDT bertujuan untuk
memutuskan rantai penularan, mencegah
terjadinya cacat atau mencegah kecacatan
bertambah parah, memperpendek masa
pengobatan, mencegah terjadinya resistensi
kuman serta meningkatkan keteraturan berobat.
rifamfisin 600 RIFAMTIBI 600 MG merupakan obat dengan
mg/bulan
kandungan bahan
aktif rifampicin 450 mg. Rifampicin adalah
antibiotik golongan inhibitor sintesis RNA,
sehingga akan menyebabkan penghambatan
pembentukan protein pada bakteri. Rifamtibi
mengandung rifampisin yang dapat di gunakan
untuk pengobatan tubercolosis (TB) dan juga
lepra.
Selanjutnya hari 2-28 50 mg/hari digunakan untuk mengobati kusta alias lepra
obat berisi klofazimin
(Hansen’s disease). Obat ini kadang-kadang
diberikan bersamaan dengan obat lain. Ketika
mengobati luka dari kusta, obat ini dapat diberikan
dengan obat lain seperti sejenis obat kortison.
dapson 100 mg/hari. digunakan untuk menangani beberapa penyakit,
seperti kusta, dermatitis herpetiformis (infeksi
kulit yang ditandai dengan gatal-gatal pada kulit
akibat intoleransi zat gluten), dan jerawat. Selain
itu, obat ini juga diberikan kepada orang dengan
HIV/AIDS untuk mencegah dan mengatasi infeksi
pneumonia Pneumocystis jiroveci.
transfusi Packed Red sebanyak pemakaian PRC untuk pasien anemia yang tidak
disertai penurunan volume darah, misalnya pasien
Cell (PRC) 1400 ml
dengan anemia hemolitik, leukemia akut,
leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia,
gagal ginjal kronis.
1. Analisa Data
No Data Subjektif Etiologi Masalah
pembentukan sel
epitel dan tuberkel
Morbus Hansen
(Kusta)
Penurunan Kelenjar
minyak & aliran
darah
penurunan fungsi
barier kulit
Gangguan
Integritas Kulit
DO: M. Leprae Intoleransi
1. pemeriksaan ekstremitas atas Penularan (droplet Aktivitas
BTA+1
selanjutnya akan
8. lesi aktif pada tungkai kanan
mati rasa
bawah BTA +1
lemah/lumpuh otot
9. lesi aktif pada tungkai kiri kaki atau tangan
bawah BTA +1.
Intoleransi
DS : Aktifitas
4 bulan SMRS
merasa baal dan
bercak berwarna
putih dan bersisik
kembali muncul
Ketidakpatuhan
pengobatan
Kolaborasi:
1.Berfungsi untuk pembentukan jaringan
baru dan granula
2. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi Observasi:
aktivitas b. d 3x24 jam Observasi: 1. Untuk mengetahui apa saja gangguan
kelemahan fisik Intoleransi aktivitas pasien 1. Identifikasi gangguan tubuh yang dapan mempengaruhi tubuh
dapat teratasi, dengan fungsi yang mengakibatkan pasien sehingga mengakibatkan
kriteria hasil: kelelahan kelelahan
1. Klien dapat melakukan 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Agar tubuh tubuh tidak terlalu banyak
aktivitasnya emosional melakukan aktivitas
2. Pola tidur pasien 3. Monitor pola dan jam 3. Untuk membatu pola tidur yang teratur
teratasi dengan baik tidur agar tubuh menjadi lebih sehat
4. Monitor lokasi dan 4. Untuk mengetahui lokasi mana saja
3. Telapak kaki tidak baal ketidak nyamanan selama yang membuat pasien ridak nyaman
4. Ekstremitas bisa melakukan aktivitas dalam melakukan aktivitas
berfungsi seperti
semestinya Traupetik:
Traupetik:
1. Sediakan lingkungan yang
1. Agar pasien dapat beristirahat dengan
nyaman dan rendah stimulus
cukup dan dapat mengatur
(cahaya, suara, kunjungan)
emosionalnya
2. Lakukan latihan rentang gerak
2. Untuk membantu agar ekstremitas
pasif atau aktif
tidak mengalami kelumpuhan
3. Berikan aktivitas distraksi yang
permanen
menenangkan
3. Untuk membantu agar pasien lebih
4. Fasilitasi duduk disisi tempat
tenang dalam mengatur keseimbangan
tidur, jika tidak dapat
tubuhnya
berpindah atau berjalan
4. Agar fungsi tubuh tidak terganggu
Edukasi: Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring 1. Agar pasien tidak terlalu kelelahan
2. Anjurkan melakukan dalam beraktivitas
aktifitas secara bertahap 2. Agar pasien tidak terlalu kelelahan
3. Ajarkan strategi koping untuk dalam beraktivitas
mengurangi kelelahan 3. Agar pasien mengetahui strategi
koping apa saja untuk mengurangi
Kolaborasi: kelelahannya
1. Kolaborasikan dengan
ahli gizi Kolaborasi:
2. Kolaborasikan dengan dokter 1. Adar gizi pasien terpenuhi sehingga
dengan pemberian vitamin B1 dapat membentuk energi untuk pasien
2. Vitamin yang berperan dalam
penggunaan karbohidrat menjadi
sumber energi bagi tubuh. Tiamin juga
membantu menjaga fungsi saraf agar
tetap baik.
3. Ketidakpatuhan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Kepatuhan Program Observasi:
b.d Menghentikan Pengobatan 1. Untuk mengetahui seberapa patuh
3x24 jam defisit nutrisi
Observasi:
pengobatan pasien dapat teratasi, pasien dalam menjalani pengobatannya
1. Identifikasi kepatuhan
dengan kriteria hasil: Trapeutik:
menjalani program
1. Pasien patuh dalam 1. Agar pasien dapat mengiingat dalam
pengabatan
pengobatanya program pengobatannya
2. Pasien mendapatkan 2. Agar keluaga pasien juga terlibat dalam
Terapeutik:
support system dari membantu kesembuhan pasien
1. Buat komitmen menjalani
keluarga dalam 3. Untuk dapat dilaporkan hasil
program pengobatan dengan
pengobatannya perkembangan dalam pengobatan
pasien
3. Pasien mengetahui pasien
jadwal pengobatan 2. Buat jadwal pendampingan
4. Agar hal-hal yang menghambat
apa saja yang harus keluarga untuk bergantian
dilakukan program pengobatan pasien dapat
menemani pasien selama
diatasi
menjalani program pengobatan,
5. Agar keluarga ikut serta dalam
jika perlu
kesembuhan pasien
3. Dokurnentasikan aktivitas
selama menjalani proses
pengobatan
4. Diskusikan hal-hal yang dapat Edukasi:
mendukung atau menghambat 1. Agar pasien tahu program apa saja
berjalannya program yang harus dijalani
pengobatan 2. Agar pasien mengetahui dampak apa
5. Libatkan keluarga untuk saja jika tidak melakukan program
mendukung program pengobatan yang benar
pengobatan yang dijalani 3. Agar keluarga dapat terlibat dalam
pengobatan pasien
4. Agar tahu program apa saja yang harus
Edukasi:
1. Informasikan program
pengobatan yang harus
dljalani
2. Informasikan manfaat yang
akan diperoleh jika teratur
menjalani program
pengobatan
3. Anjurkan keluarga
untuk mendampingi dan dilakukan dalam pengobatannya
merawat pasien selama
menjalani program pengobatan
4. Anjurkan pasien dan keluarga
melakukan konsultasi ke
pelayanan kesehatan terdekat,
jika perlu
4. Implementasi dan Evaluasi
Nama Pasien: Tn. W Ruangan : VIP
No. Medrek : 1234567 Diagnosa Medis: Morbus Hansen
mengoleskan miyak jaitun pada kulit yg S: Klien mengatakan kaki sudah tidak
Persiapan:
a. Alat
1. Sarung tangan
bersih 1 pasang
2. Kasa lembab
secukupnya
3. salin atau hydrogen
peroksida,
4. magnesium sulfat
5. gliserin
6. Kassa kering
7. Bengkok
8. Tempat sampah
(kantonh kresek
bersih)
9. Barrac scort dan
masker
10. Perlak kecil beralas
Langkah kerja:
Pra Interaksi:
1. Mengecek
dokumentasi/ data
klien, keadaan
umum
1. umum
2. Melakukan cuci
tangan 6 langkah
3. Mempersiapkan
alat perawatan luka
4. Pastikan tindakan
yang diberikan
sesuai indikasi
Tahap Orientasi:
1. Memberikan salam
kepada pasien
2. Identifikasi
kembali nama
pasien untuk
memastikan
tindakan dilakukan
pada orang yang
tepat
3. Memperkenalkan
diri
4. Jelaskan prosedur
dan tujuan
5. Menanyakan
persetujuan dan
kesiapan klien
dilakukan
perawatan luka
kusta
6. Berikan privasi
pasien dengan
menutup tirai
Tahap Kerja:
1. Cuci tangan 6
langkah
2. Lafazkan
basmallah
3. Pakai barrac scort
dan masker
4. Gunakan sarung
tangan
5. Atur posisi pasien
dengan aman dan
nyaman
6. Pasang perlak kecil
dan alas
7. Simpan kantonf
kresek dibawah
8. Dekatkan bengkok
ke dekat pasien,
9. membersihkan,
membuang
jaringan mati,
10. menipiskan
penebalan kulit,
11. setelah itu
memberikan
kompres.
12. Tepi ulkus yang
menjorok dan
kallus yang keras
dipotong untuk
membantu proses
epitelisai dan
mengurangi
tekanan
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Irfan. Kumalasari, Meilina. 2017. Kusta stadium subklinis faktor resiko
dan permasalahannya. Surabaya.
Mulyadi, Dkk. 2017. Upaya penderita kusta dalam mencegah peningkatan
derajat kecacatan. Vol.4. No.3. Malang: Jurnal Ners dan Kebidanan.
Kemenkes RI. 2015. Kusta. Jakarta.
Dermaputra, Gusti. Ganeswari, Putu. 2018. Peran sitokin dalam kerusakan saraf
pada penyakit kusta: Tinjauan Pustaka. Vol.9. No.3. Bali: Intisari Sains
Medis.
Gunawan, Hendra. Achdiat, Pati. 2018. Tingkat pengetahuan penyakit kusta dan
komplikasinya. Vol.7. No.2. Bandung: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
masyarakat.
Devita, Arleen. 2018. Peran pemeriksaan Laboratorium dalam penegakan
diagnosis penyakit kusta. Jakarta.
Sjamsoe, D. Emmi, S. 2015. Kusta, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Andriany, Alia. Marlina. 2016. Pemberian formulasi magnesium sulfat,
gliserin
ethacridine dan aquades (MSGA) terhadap penyembuhan karakteristik
luka ulkus plantar komplikata pada penderita kusta di Unit Luka RS
dr.Tadjuddin Chalid. Vol.01. No.01. Makassar: JIKKHC.