DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III
PANGERAN DIPONEGORO
TAHUN AKADEMIK
2019 / 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia–Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa
Medis Lepra/Kusta Dengan Gangguan Sistem Integumen”. Tugas ini disusun
dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman mahasiswa
mengenai gangguan sistem integumen terutama pada penyakit lepra/kusta.
Penulis,
(Kelompok III)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Definisi
2. Etiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
1) Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2) Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali
tidak ditemukan lesi ditempat lain.
3) Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan
bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
4) Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan
mikobakterium leprae ialah:
a) Cuping telinga kiri atau kanan
b) Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
c) Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari
karena:
Tidak menyenangkan pasien
Tidak akurat karena ada mikobakterium lain
Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada
selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput
lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit
ditempat lain.
d) Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
Semua orang yang dicurigai menderita kusta
Semuapasien baru yang didiagnosis secara klinis
sebagai pasien kusta
Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau
karena tersangka kuman resisten terhadap obat.
Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
5) Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
6) Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3
metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau
seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan
adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula
(granulates), globus dan clumps.
b. Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam
sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan
mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut
skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:
1) Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandan
2) Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
3) Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
4) Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
5) Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
6) Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
7) Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Medik
b. Terapi Umum
1) Biasakan hidup bersih dan sehat dan tidak lupa untuk selalu
cuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas
2) Makan-makanan yang bergizi seimbang
3) Hindari penularan melalui handuk, pisau cukur, sabun mandi
yang digunakan secara bersamaan
4) Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati
semua penderita
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan Utama
f. Riwayat psikososial.
g. Kebiasaan sehari-hari.
1) Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik,
kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang
jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf
tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos
jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II reaksi
berat, jika terjadiperadangan pada organ-organ tubuh
akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler
jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan rontok.
2) Sistem syaraf
a) Kerusakan fungsi sensorik ,
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya
kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak
tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea
mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
b) Kerusakan fungsi motoric
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/
lumpuh dan lama- lama ototnya mengecil (atropi)
karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki
menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan
pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan
(lagophthalmos).
c) Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit
menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat
pecah-pecah.
3) System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik
,adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki,
jika dibiarkan akan atropi.
4) System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi
(seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat
(penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan
fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut:
sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC
1 Gangguan citra Tujuan: Kaji secara verbal
tubuh b.d Body image dan non verbal
perubahan citra respon klien
Self esteem
tubuh terhadap lesi terhadap tubuhnya
pada kulit. Kriteria hasil:
Monitor frekuensi
Body image positif
mengkritik dirinya
Mampu
Jelaskan tentang
mengindetifikasi
pengobatan,
kekuatan personal
perawatan,
Mendriskripsikan kemajuan dan
secara faktual prognosis penyakit
perubahan fungsi
Dorong klien
tubuh
mengungkapkan
Mempertahankan perasaannya
interaksi sosial
Identifikasi arti
pengurangan
melalui pemakaian
alat bantu.
2 Hambatan Tujuan : Monitor TTV
mobilitas fisik b.d Joint movement : sebelum/sesudah
kontraktur otot dan aktive latihan dan lihat
kaku sendi. respon pasien saat
Mobility level
latihan
Self care : ADLs
Konsultasikan
Tranfer dengan terapi fisik
performance tentang rencana
ambulasi sesuai
Kriteria hasil :
dengan kebutuhan
Klien meningkat
dalam aktivitas Ajarkan pasien
fisik tentang teknik
ambulasi
Mengerti tujuan
dalam Kaji kemampuan
peningkatan pasien dalam
mobilitas mobilisasi
Pengendalian
resiko :
pengetahuan
personal safety
Sediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih
Hindarkan
lingkungan yang
berbahaya
Anjurkan keluarga
untuk menemani
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta : EGC.
http://scholar.unand.ac.id/13149/2/BAB%20I.pdf#targetText=Eritema%20Nod
osum%20Leprosum%20(ENL)%20adalah,komplek%20(Fitness%2C2002).
Diakses pada tanggal 18 September 2019
Loetfia Dwi Rahariyani ; editor, Eka Anisa Mardella, Monica Ester. 2012.
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta :
EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction.