Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa India kustha, dikenal
sejak 1400 tahun sebelum masehi. Kata kusta disebut dalam kitab injil, terjemahan dari
bahasa Hebrew zaraath yang sebenarnya mencakup beberpa penyakit kulit lainya. Ternyata
bahwa berbagai diskripsi mengenai penyakit ini sangat kabur, apabila dibandingkan dengan
kusta yang kita kenal sekarang. (Kosasih dan Sri Linuwih, 2010. )
Nama lain kusta adalah ’the great imitor’[pemalsu yang ulung]karena manifestasi
penyakitnya menyerupai penyakit kulit atau penyakit saraf lain, misalnya penyakit jamur.
Dalam target global WHO pada eradikasi kusta tahun [EKT] 2000 diharapkan
prevalensi penyakit kusta kurang dari 1 per 10.000 penduduk. (Widoyono. 2011)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Kusta
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Kusta
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Etiologi
c. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Patofisiologi
d. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Pathways Keperawatan Pada Kusta
e. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Manifestasi Klinik
f. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengetahui Asuhan Keperawatan pada Kusta

1
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Kusta adalah penyakit kronik yang pertama kali menyerang susunan saraf perifer,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas,
kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukannya yaitu Dr. Gerhard Armauwer
Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta adalah
penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang
menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
B. Etiologi
Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh Akmauwer Hasen di
norwegiaGH Armouer Hansen pada tahun 1874. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk
batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan
ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak
dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada
binatang Armadillo.
C. Patofisiologi
Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel
Schwan) dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak
mengandung kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh
menuju tempat predileksinya yaitu saraf tepi. Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam
tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh
setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas pasien. Mycobacterium
leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan
vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi
karena respons imun pada tiap pasien berbeda.
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit
kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui
tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau
sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah
berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang
relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak
selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis

2
lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu
penyakit kusta disebut penyakit imonologik.

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.
Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir
hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah
mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,
keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak
yang lama dan berulang-ulang.

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler kepada orang
lain dengan cara penularan langsung. Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit
kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa inkubasinya yaitu 3-5
tahun

3
PATOFISIOLOGI LEPRA

D. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atautipe
dari penyakit tersebut yaitu:
1. Bercak kulit berbentuk seperti koin di mana pada tempat bercak tersebut hilangnya
atau berkurangnya kemampuan kulit untuk merasakan sensasi sentuhan, nyeri, panas,
atau dingin (mati rasa);
2. Hilangnya kemampuan saraf yang terkena infeksi untuk merasakan sensasi di kulit.
3. Lemas dan kelemahan otot;
4. Foot drop atau clawed hand (tangan seperti mencakar) yang disebabkan nyeri akibat
kerusakan saraf dan kerusakan saraf yang cepat.

4
5. Luka bergaung umumnya pada tangan dan kaki
6. Perubahan bentuk dari anggota gerak maupun struktur wajah karena rusaknya saraf
7. Berubahnya kulit wajah menjadi lebih tebal (pada kusta lanjut).
Gejala-gejala umum pada kusta, reaksi :
1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
2. Noreksia
3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
4. Cephalgia.
5. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis
6. Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis, dan Hepatosplenomegali.
7. Neuritis
E. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi
ditempat lain.
c. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah
dengan lesi kulit yang baru timbul.
d. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:
 Cuping telinga kiri atau kanan
 Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
 Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
 Tidak menyenangkan pasien
 Tidak akurat karena ada mikobakterium lain
 Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila
sedian apus kulit negatif.
 Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu
negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.
 Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
 Semua orang yang dicurigai menderita kusta
 Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta

5
 Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman
resisten terhadap obat.
 Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
e. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl
neelsen atau kinyoun gabett.
f. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag,
huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin
ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula
(granulates), globus dan clumps.
2. Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB
digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian
dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:
a. Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandan
b. Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
c. Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
d. Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
e. Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
f. Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
g. Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

3. Indeks Morfologi (IM)


Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk
mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu
menentukan resistensi terhadap obat.
F. Komplikasi
Komplikasi kusta bergantung pada seberapa cepat penyakit ini didiagnosis dan diobati
secara efektif. Sangat sedikit komplikasi terjadi jika penyakit ini diobati cukup awal, tapi
berikut ini ialah daftar komplikasi yang dapat terjadi ketika diagnosis dan pengobatan baik
ditunda atau mulai terlambat dalam proses penyakit:
 Kehilangan sensori (biasanya dimulai pada ekstremitas)
 Kerusakan saraf permanen (biasanya di kaki)
 Kelemahan otot

6
 Cacat Progresif (misalnya, alis hilang, cacat jari-jari kaki, jari, dan hidung)
Selain itu, kehilangan sensori menyebabkan orang untuk melukai bagian tubuh tanpa
individu menyadari bahwa ada cedera, hal ini dapat menyebabkan masalah tambahan seperti
infeksi dan penyembuhan luka yang buruk.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Jenis-jenis obat kusta:
 obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide.
 obat sekunder: INH, streptomycine
 Dosis menurut rekomendasi WHO :
a. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)
 Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari
 Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan
Ket: Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan
diawasi selam 2 tahun.
b. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)
 Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan
 Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari
 Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x
50 mg/hari
Ket : Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai
minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan
bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang
diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
 Dosis untuk anak
a. Klofazimin:Umur dibawah 10 tahun
 Bulanan 100mg/bulan
 Harian 50mg/2kali/minggu
 Umur 11-14 tahun

7
 Bulanan 100mg/bulan
 Harian 50mg/3kali/minggu
 DDS:1-2mg /Kg BB
b. Rifampisin:10-15mg/Kg BB
I. Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta
tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim
400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe
PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat
alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
II. Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak
minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
2. Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya
cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta
maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.
 Perawatan mata dengan lagophthalmos
 Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran.
 Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat.
 Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
 Perawatan tangan yang mati rasa
 Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh
 Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam
 Keadaan basah diolesi minyak
 Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
 Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
 Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
 Perawatan kaki yang mati rasa
 Penderita memeriksa kaki tiap hari
 Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
 Masih basah diolesi minyak

8
 Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
 Jari-jari bengkok diurut lurus
 Kaki mati rasa dilindungi
 Perawatan luka
 Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam
 Luka dibalut agar bersih
 Bagian luka diistirahatkan dari tekanan
 Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas
 Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:
 Kulit halus dan berminyak
 Tidak ada kulit tebal dan keras
 Luka dibungkus dan bersih

Beberapa pencegahan yang dapat di lakukan yaitu sebagai berikut:


1. Pencegahan Primodial
Tingkat pencegahan ini adalah tingkat pencegahan yang paling baru dikenal. Tujuan
dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari kemunculan dan kemapanan di bidang
social, ekonomi, dan pola kehidupan yang diketahui mempunyai kontribusi untuk
meningkatkan resiko penyakit. Pencegahan primordial yang efektif itu memerlukan adanya
peraturan yang keras dari pemerintah dan ketentuan tentang fiscal agar dapat melaksanakan
kebijaksanaan yang ada.
Pemerintah dengan berbagai macam program dan kebijakan. Program yang terkenal
dalam menangani penyakit ini adalah “Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Kusta”.
Perlu adanya kebijakan yang keras pada penerapan program ini di setiap daerah agar program
ini dapat berjalan dengan efektif dan diharapkan mampu menanggulangi dan mengurangi
penderita kusta di Indonesia.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan tingkat pertama, tujuannya adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan
faktor-faktor resikonya, pencegahan ini terdiri dari :

9
 Promosi kesehatan
Yaitu dengan cara penyuluhan-penyuluhan tentang penularan, pengobatan dan
pencegahan penyakit kusta, serta pentingnya makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan
status gizi tiap individu menjadi baik.
Menurut Depkes RI (2005a) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan primer
dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko
tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan
tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang
diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan,
kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat).

 Pemberian Imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti
pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan
bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi
BCG tersebut (Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).

 Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini meliputi diagnosis dini dan pemberian pengobatan (prompt treatment).
a. Diagnosis dini yaitu diagnosis dini pada kusta dapat dilakukan dengan pemeriksaan
kulit, dan pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya .
b. Pengobatan yang diberikan pada penderita kusta adalah DDS (diaminodifenilsulfon),
klofazimin, rifampisin, prednisone, sulfatferrosus dan vitamin A. Pengobatan lain
adalah dengan Multi drug treatment (MDT) yaitu gabungan pemberian obat
refampicin, ofloxacin dan minocyclin sesuai dengan dosis dan tipe penyakit
kusta. Pengobatan kusta ini dilakukan secara teratur dan terus menerus selama 6-9
bulan.

10
Menurut Depkes RI (2006) diacu dalam Hutabarat (2008) pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. PemberianMulti drug therapy pada penderita
kusta terutama pada tipe Multibacilerkarena tipe tersebut merupakan sumber kuman
menularkan kepada orang lain.

 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi
penyakit yang sudah terjadi, dan adalah merupakan sebuah aspek terapatik dan kedokteran
rehabilitasi yang paling penting .Pencegahan tersier merupakan usaha pencegahan terakhir

Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan pada penyakit kusta ada beberapa obat yang di gunakan sebagai
berikut:
1) Rifampicin, dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan
bakteri (dosis 600mg)
2) Vitamin A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik).
3) Clofamizine (CLF), menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri perlahan
pada Mycobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri
4) Ofloxacin, synthetic fluoroquinolone, yang bereaksi menyerupai penghambat
bacterial DNA gyrase Minocycline, semisynthetic tetracycline, menghambat sintesis
protein pada bakteri.
Secara umum terdapat empat jenis obat antikusta, yaitu :
 Sulfon
 Rifampisin
 Klofazimin
 Prototionamide dan etionamide

11
H. Prognosis
Pada kasus kusta yang tidak diterapi, pasien yang bisa sembuh sendiri tanpa
pengobatan adalah pasien yang mengidap kusta tipe TT dan BT yang berkembang menjadi
TT. Sementara yang lainnya akan terjadi perkembangan secara progresif. Gejala yang timbul
sering kali karena cedera saraf dan fase reaksi.
BT, BB, BL, LLs bisa berkembang menjadi lebih buruk upgrade, sementara BT, BB
dan BL yang downgrading akan dapat sembuh sendiri. BL, LLs, dan LLp bisa berkembang
mejadi ENL. Neutritis perifer sering kali mengakibatkan kerusakan saraf sensoris permanen
dan susah untuk ditangan, hanya dapat dikurangi peradangannya dengan kortikosteroid.

12
PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYAKIT KUSTA
sabda Rasulullah, "Tidak ada penyakit menular, tidak ada ramalan, tidak ada kegundahan
dan tidak ada bahaya di bulan Shafar." (Muttafaqun 'Alaihi) Bagaimana hukumnya menolak
hadits ini? Bagaimana memadukan hadits ini dengan hadits "Larilah kamu dari orang yang
berpenyakit kusta seperti larimu dari macam?
Al-Adwa' (penyakit menular) adalah penyakit yang berpindah dari orang sakit kepada
orang sehat. Seperti yang terjadi pada penyakit-penyakit inderawi, penularan juga terjadi
pada penyakit-penyakit maknawi. Maka dari itu Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam
mengabarkan bahwa orang yang duduk bersama orang buruk seperti orang yang meniup bara
api; baik akan membakar bajunya sendiri atau akan mencium bau yang tidak sedap. Sabda
Rasulullah, "penyakit menular" mencakup penyakit menular yang bersifat fisik inderawi dan
maknawi.
"Ath-Thairah" adalah merasa pesimis karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu.
Sebagian manusia ada yang membuka mushaf Al-Qur'an untuk mendapatkan
optimisme, jika dia membaca ayat-ayat tentang neraka, maka dia berkata; ini pertanda tidak
baik, dan jika membaca ayat-ayat tentang surga, ini pertanda baik. Tindakan seperti ini
sebenarnya sama dengan tindakan orang-orang jahiliyah yang mengundi nasib dengan anak
panah.
sabda Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, "Larilah kamu dari orang yang
berpenyakit kusta seperti kamu lari dari macan." Penyakit kusta adalah penyakit ganas yang
menular dengan cepat dan dapat mematikan penderitanya, bahkan ada yang mengatakan
bahwa penyakit kusta itu adalah wabah, maka diperintahkan agar menjauh supaya tidak
terjadi penularan. Dalam hadits itu ditegaskan tentang adanya penularan, tetapi penularan itu
bukan sesuatu yang pasti sehingga menjadi 'illah yang pasti pula. Tetapi Nabi Shallallahu
Alahi wa Sallam memerintahkan untuk menjauhi penderita kusta dan tidak mendekatkan
orang yang sakit dengan orang sehat, dilihat dari sudut pandang menjauhi sebab-sebab bukan
dari bab pengaruh sebab itu sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,"Janganlah kalian
menjerumuskan diri kalian sendiri kepada kebinasaan."(Al-Baqarah: 195).
Tidak dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam mengingkari adanya
pengaruh penyakit menular, karena ini adalah perkara yang realistis dan masih ada hadits-
hadits yang lain.
Ketika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, "Tidak ada penyakit menular", seorang
lelaki bertanya, "Ya Rasulullah, tidak tahukah engkau bahwa jika di padang pasir ada seekor

13
onta betina, lalu dikawin oleh onta jantan yang sakit kudis maka onta betina itu akan kudisan
juga? Nabi menjawab, "Lalu siapa yang menulari onta yang pertama?"
Jawaban Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dengan sabdanya,"Siapa yang menulari
onta yang pertama?" mengisyaratkan bahwa penyakit itu pindah dari onta yang sakit kepada
onta yang sehat atas aturan Allah. Penyakit yang menimpa pada onta yang pertama tidak ada
yang menularinya, melainkan turun dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada sesuatu yang
disebabkan oleh sesuatu tertentu dan ada sesuatu yang tidak disebabkan oleh sesuatu tertentu.
Kudis yang menimpa onta yang pertama tidak diketahui penyebabnya, melainkan karena
sudah ditakdirkan oleh Allah, sedangkan kudis yang menimpa setelahnya karena ada sebab
tertentu dan jika Allah berkehendak tidak menular. Maka dari itu kadang ada onta yang
terkena penyakit kudis kemudian sembuh dan tidak mati. Begitu juga wabah penyakit dan
kolera merupakan penyakit menular, kadang masuk rumah sehingga menimpa sebagian
anggota keluarga hingga mati, kadang ada yang bisa diselamatkan dan kadang ada yang tidak
terkena sama sekali. Manusia harus bersandar kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya.
Penyakit kusta dalam Islam dari Al Quran dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
1. Alquraan :
· Ali Imran ayat 49.
Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku
telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku
membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia
menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak
dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan
seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan
di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran
kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (QS: Ali Imran Ayat: 49).
Al Maidah ayat 110.
(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu
dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat
berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah)
di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu
kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian
kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-
Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan
ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu

14
mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di
waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu
mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir
diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".
(QS: Al-Maidah Ayat: 110)

2. Fatwa MUI tentang kusta


Fatwa MUI juga berdasarkan Surah Ali Imran ayat 49 dan Al Maidah ayat 110
ditambah dengan Hadis Rasulullah SAW: “Berobatlah, hai hamba Allah karena
sesungguhnya Allah SWT tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obat
baginya. Hanya satu penyakit yang tidak ada obatnya yaitu penyakit tua”. (Hadis riwayat
Ahmad dalam Musnad-nya riwayat Abu Daud. Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah. Lihat kitab
Fath al –Qadi-III hal 238).
Dari Surah Ali Imran 49 dan Al Maidah 110, Al Quran menjelaskan bahwa di dunia ini
ada suatu penyakit yang disebut sofak (kusta). Nabi Isa AS dapat menyembuhkan kusta
hanya dengan seizin Allah artinya berupa mukjizat yang diperoleh dari Allah SWT.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan
dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial,
ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan.Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar
penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
2. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan
keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Pada klien dengan reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan,
malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
kusta merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta
( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu
anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
5. Riwayat psikologi
Klien yang menderita penyakit kusta akan malu karena sebagian besar masyarakat
akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan
menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri
karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
6. Pola aktivitas sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri
karena kondisinya yang tidak memungkinkan

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I,
reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi
motorik.

16
Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek
kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II
reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan
rontok.
Sistem syaraf
Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat
kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata
mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip
Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya
mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan
akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan
mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot
tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
System Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-
merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom
terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan
jika terdapat bercak.

17
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi
tubuh.
5. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.

D. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Nyeri kronik berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji tingkat nyeri termasuk
keperawatan 1x24 jam termasuk
kriteria hasil yaitu karakteristik,kualitas,durasidan
 Menyatakan secara verbal frekwensi
pengetahuan tantang cara  Observasi tanda-tanda vital.
alternatif untuk meredakan  Ajarkan dan anjurkan kilien
nyeri melakukan tehnik relaksasi
 Tidak menunjukkan adanya  Atur posisi senyaman mungkin.
nyeri meningkat  Kolaborasi dalam penberian
 Nyeri teratasi analgetik

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika
keperawatan 1x24 jam ada jaringan nekrotik dan kondisi
kriteria hasil yaitu sekitar luka
 menunjukkan regenerasi  Berikan perawatan khusus pada
jaringan daerah yang terjadi inflamasi

18
 tidak ada lepuh atau  Evaluasi warna lesi dan jaringan
 maserasi pada kulit yang terjadi inflamasi, perhatikan
 eritema kulit dan eritema di adakah penyebaran pada jaringan
sekitar luka minimal sekitar.
 Bersihkan lesi dengan sabun pada
waktu direndam.
 Istirahatkan bagian yang terdapat
lesi dari tekanan.
 Konsultasi pada dokter tentang
implementsi pemberian makanan
dan nutrisi untuk meningkatkan
potensi penyembuhan luka

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji tingkat kemampuan klien
keperawatan 1x24 jam kriteria  Anjurkan periode untuk istrahat dan
hasil yaitu aktivitas secara bergantian
 Menunjukan toleransi  Bantu klien untuk mengubah posisi secara
aktivitas berkala
 Menampilkan aktifitas  Lakukan latihan rentang gerak secara
kehidupan sehari-hari konsisten, diawali dengan pasif kemudian
aktif
 Kolaborasi dengan ahli terapi dalam
memberikan terapi yang tepat

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


dan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji respon verbal dan

19
keperawatan 1x24 jam kriteria nonverbal klien terhadap
hasil yaitu dirinya
 Mampu mengidentifikasi  Jelaskan tentang
kekuatan personal pengobatan, perawatan,
 Menentukan penerimaan kemajuan dan prognosis
penampilan penyakit
 Memelihara interaksi sosial yang  Beri dorongan kepeda klien
dekat dan hubungan personal dan keluarga untuk
mengungkapkan
perasaannya
 Bantu klien dalam
mengatasi masalahnya

5. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Bina hubungan teraupetik
keperawatan 1x24 jam kriteria hasil dengan pasien yang
yaitu mengalami kesulitan
 Menunjukkan keterlibatan sosial berinteraksi dengan orang
 Dapat berinteraksi baik dengan lain
masyarakat  Bantu pasien membedakan
 Berpartisipasi dalam aktivitas antara persepsi dan
dengan orang lain kenyataan
 Mengembangkan hubungan satu  Kurangi stigma isolasi
sama lain dengan menghormati
martabat pasien
 Fasilitasi kemempuan
individuuntuk berinteraksi
dengan orang lain
 Fasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga,
teman, dan komunitas

20
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji tingkat kecemasan
keperawatan 1x24 jam kriteria hasil  Gunakan pendekatan yang
yaitu menenangkan
 Klien mampu mengidentifikasi  Jelaskan semua prosedur dan
dan mengungkapkan gejala apa yang di rasakan selama
cemas prosedur
 Mengidentifikasi ,  Dorond pasien untuk
mengungkapkan dan mengungkapkan perasaan,
menunjukkan tehnik untuk ketakutan dan persepsi
mengontrol cemas  Kolaborasi dalam pemberian
obat penurun cemas

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat


Tujuan dak kriteria hasil Intervensi
( NOC ) ( NIC )
Setelah di lakukan tindakan  Kaji tingkat pengetahuan
keperawatan 1x24 jam kriteria hasil pasien
yaitu  Beri informasi tentang
 Pasien dan keluarga menyatakan penyakit dan pengobatan
pemahaman tentang penyakit, kepeda pasien
kondisi, prognosis dan program  Berikan motivasi pada klien
pengobatan tentang kesembuhannya
 Pasien dan keluarga mampu  Diskusikan setiap tindakan
melaksanakan prosedur yang di yang berhubungan dengan
jelaskan secara benar penyakitnya.
 Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang di
jelaskan

21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman
micobakteriumleprae.
2. Kusta dibagi dalam 2 bentuk, yaitu kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)-kusta
bentuk basah (tipe lepromatosa)
3. Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligatintraseluller,menyerang saraf perifer,kulit,dan organ lain,seperti mukosa
salurannapas bagian atas,hati,sumsum tulang,kecuali susunan saraf pusat.
4. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia,jika orang tersebut
memilikirespon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah
padatuberkuloid,namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah
makakusta akan lebih mengarah pada lepromatosa.
5. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas
dankehilangan sensibilitas.
6. Dalam memeberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu
dilakukanadalah malakukan pengkajian,pemeriksaan fisik,manentukan
diagnosakeperawatan,kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.
B. Saran
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintahmengadakan
suatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagaipenyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan matarantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lainuntuk menurunkan insiden penyakit.
Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta
diberikanpenyuluhan tentang,cara menghindari,mencegah,dan mengetahui gejala dini
padakusta untuk mempermudah pengobatanya.. Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih
tergolong tinggi maka perludiadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta
yang efektif.

22
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, (1998), Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes
Jakarta

Docter, M,Joanne,dkk. 2011. Nursing Intervention classification (NIC). USA : mosby.


Ester,monica (editor indonesia) dan herdman (editor amerika).

Judith M Wilkikson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Mansjoer, Arif. Dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius.
Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jil 2. Ed. Revisi. Media Action Publishing.
Yogyakarta.

Riyanto agus. 2012. www: http//dr-suparyanto.blogspot.com. Penyakit kusta atau


lepra.Diakses pada tanggal 12 April 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai